Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : EFNO JUNIANSON

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044267056

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM 4210/ Hukum Lingkungan

Kode/Nama UPBJJ : 48/ PALANGKARAYA

Masa Ujian : 2022/23.1(2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Nomor 1
Poin 1
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang
berpotensi dan atau telah berdampak pada lingkungan hidup. Dalam Pasal 84 UU No 32 Tahun 2009
mengatur:

1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

2. Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang
bersengketa.

3. Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan
yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan bahwa penyelesaian lingkungan hidup bersifat sukarela dan
lebih menekankan penyelesaian diluar pengadilan, yang artinya para pihak yang bersengketa dapat memilih
forum penyelesaian sengketa lingkungan hidup apakah melalui pengadilan atau di luar pengadilan dan proses
penyelesaian melalui pengadilan hanya dapat dilakukan jika proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan
(mediasi) telah dilakukan dan tidak bisa berhasil menyelesaikan permasalahan.Adapun tujuan dari
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai
kesepakatan sebagaimana diatur dalam pasal 85 UU 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yaitu berupa:

1. Bentuk dan besarnya ganti rugi;

2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;

3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusaka; dan/atau

4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup

Dalam rangka menyelesaikan sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, maka mekanismenya
menggunakan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. Sementara itu, penyelesaian sengketa melalui
pengadilan atau litigasi dapat dilakukan melalui tiga jalur, yaitu gugatan perdata dan tuntutan pidana di
pengadilan umum, maupun gugatan tata usaha negara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Poin 2

Hal hal yang disepakati oleh Parak pihak dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan berdasarkan Pasal pasal 85 UU 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
yaitu berupa:

1. Bentuk dan besarnya ganti rugi;

2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;

3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusaka; dan/atau

4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup

Nomor 2

Penjelasan umum atas UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU
PPLH) menyatakan bahwa penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum
remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan
penegakan hukum administratif dianggap tidak berhasil. Namun, asas ultimum remedium tersebut hanya
berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah,
emisi, dan gangguan, sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UU PPLH. Dengan demikian, untuk tindak pidana
lainnya (selain dalam Pasal 100) tidak berlaku asas ultimum remedium. Artinya, penegakan hukum terhadap
tindak pidana selain dalam Pasal 100 berlaku asas premum remedium (mendahulukan penegakan hukum
melalui sarana hukum pidana). Keberlakuan hukum pidana sebagai premum remedium diatur dalam UU
PPLH. Tindak pidana lingkungan hidup yang dapat langsung dikenakan penegakan hukum pidana adalah
sebagai berikut:

a. Perbuatan (baik sengaja ataupun tidak) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku mutu lingkungan hidup (Pasal 98 dan 99 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

b. Melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetika ke media lingkungan hidup yang tidak dapat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 101 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

c. Mengelola limbah B3 tanpa izin (Pasal 102 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
d. Tidak mengelola limbah B3 yang dihasilkan (Pasal 103 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

e. Melakukan dumping limbah (Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup)

f. Memasukkan limbah (Pasal 105 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup)

g. Memasukan llimbah B3 (Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup)

h. Memasukan B3 yang dilarang (Pasal 107 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

i. Membakar lahan (Pasal 108 UU Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup)

j. Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan (Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

k. Menyusun AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusunan AMDAL (Pasal 110 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

l. Menerbitkan izin ingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau ULK-UPL (Pasal 111 UUPPLH)

m. Menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan (Pasal 111 ayat (2)
UUPPLH

n. Tidak melakukan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan dan izin lingkungan (Pasal 112 UUPLH)

o. Memberikan informasi palsu (Pasal 113)

p. Tidak melaksanakan perintah paksaan pemerintah (Pasal 114 UUPPLH)

q. Mencegah, menghalang-halangi ataupun menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan


hidup dan/atau penyidik PPNS (Pasal 115)

Perbuatan perbuatan tindak pidana tersebut merupakan kejahatan dan ketentuan pidananya secara lengkap
dicantumkan di dalam pasal 97 hingga 120 pada UU Nomor 32 Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai