15
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 1, NOMOR 1, Oktober 2017: 15-30
tahun 1854-1862 yang melihat kepulauan Terkait dengan media massa, etnis
Indonesia dalam perbedaan kontinental, Papua cenderung dieksplorasi secara
yaitu Asia dan Australia (Wallace, 1869: terbatas dan bahkan terjebak dalam
316-317). Wallace kemudian membaginya stereotip tertentu. Penelitian oleh Firda
dalam dua wilayah Barat (Asia atau Malay) Olivia (2011) pada komedi situasi Keluarga
dan Timur (Australia atau Papua). Minus menunjukkan bahwa meskipun etnis
Wallace menuliskan catatan Papua digambarkan memiliki status yang
studinya bahwa masyarakat Malay lebih lebih tinggi dari etnis lain, etnis Papua tetap
berbudaya daripada masyarakat Papua. primitif dan menganut animisme. Demikian
Papua dianggap sebagai bangsa kanibal. juga dalam iklan Kuku Bima Energi, di
Oleh karena itu Wallace dan kelompok mana etnis Papua dianggap sebagai
yang mengikutinya masuk dalam ³WRQWRQDQ´ \DQJ GLQLNPDWL ROHK PDV\DUDNDW
lingkungan Malay. Malay di sini meliputi (Malau, 2010).
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Lombok, dan Kemunculan etnis Papua sebagai
Sulawesi. Pandangan yang subjektif ini etnis minoritas di media massa seakan tidak
menunjukkan pembagian wilayah ini bisa lepas dari etnis mayoritas sebagai
berdasarkan karakter dan tingkat peradaban pembanding. Etnis Papua digambarkan
antara Barat dengan Timur. Indonesia Barat secara stereotipikal dan tidak
dipandang lebih superior daripada menguntungkan bagi etnis tersebut.
Indonesia Timur. Zending berdatangan Demikian juga dengan representasi etnis
untuk meningkatkan peradaban di Papua Papua di film Denias (Rato, 2013).
supaya tidak lagi primitif dengan Stereotip yang digambarkan mengenai etnis
memasukkan agama Nasrani. Papua adalah miskin, bodoh, dan suka
Sejarah kolonial mengisahkan berkelahi. Namun film ini membawa
penindasan mayoritas terhadap minoritas. semangat nasionalisme bahwa Papua
Hal ini tampak pada kebijkaan pemerintah merupakan bagian negara yang tidak bisa
tahun 1964 dalam bentuk operasi koteka. dipisahkan dari Indonesia dan
Pemerintah Orde Baru melihat koteka menghilangkan realitas konflik sosial
sebagai primitif, tidak sopan, tidak politik di Papua.
berbudaya, bentuk ketelanjangan, dan Khusus pada media televisi,
sebagainya. Sementara koteka itu sendiri penggambaran etnis Papua lebih banyak
bagi masyarakat Papua adalah baju muncul pada tayangan atau program
(Koestanto dan Iswanto, 2008: 6). komedi situasi dan program hiburan humor.
Menarik ketika tokoh etnis Papua muncul
17
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 1, NOMOR 1, Oktober 2017: 15-30
dalam sinetron remaja yang notabene tersebut. Pada usia tersebut, informasi
berbentuk serial drama. Sinetron Diam- visual paling banyak diingat. Tidak hanya
Diam Suka adalah sinetron remaja dalam mengingat, tetapi juga menggunakan detail
bentuk cerita fiksi yang mengangkat tema stereotip yang dimunculkan media tersebut
kehidupan anak muda di lingkungan ketika berinteraksi.
pendidikan sekolah menengah dan kampus Berbicara tentang stereotip, peran
atau pendidikan tinggi. media penting untuk memperkenalkan
Etnis Papua dalam cerita fiksi gambaran dari subjek kepada khalayak.
berlatar kehidupan kampus atau pendidikan Penggambaran yang kemudian terlihat
seharusnya jauh dari kesan primitif dan hanyalah sebagian dari keseluruhan
kebodohan. Ada beberapa tokoh etnis karakteristik etnis keseluruhan. Bagian
Papua yang muncul dalam sinetron ini. karakteristik mana yang dimunculkan dan
Meskipun bukan pemain utama, sosok etnis bagaimana hal tersebut dimaknai menjadi
Papua di sinetron ini cukup sentral dan hal yang penting untuk dibahas.
penting dalam alur ceritanya. Sementara itu, media memiliki
Sinetron Diam-Diam Suka tayang kecenderungan membukakan ide mengenai
di SCTV setiap hari pukul 18.15 WIB. ras dan etnis yang mengikuti struktur
Sinetron ini adalah salah satu tayangan dominan. Media massa mereproduksi
yang digemari remaja di Indonesia dan penggambaran etnis minoritas melampaui
selalu masuk dalam 10 besar rating di ruang publik dan masuk dalam ranah
televisi dan 5 besar kategori serial drama. kehidupan sehari-hari masyarakat. Bahwa
Berdasarkan annual report MNC, periode media cenderung melakukan representasi
tahun 2014 sampai dengan bulan Juni, etnis minoritas dengan cara melanjutkan
sinetron ini meraih rata-rata rating TVR 4.1 struktur dominan, dimainkan secara
dan share 19.5. Pada 15 Oktober 2014, berkelanjutan dan ketidakadilan (Allan,
Diam-Diam Suka meraih TVR 4.9 dan 2000: 16-17). Kondisi ini memungkinkan
share 21.2 (Nielsen dalam MNC, 2014: 7). potensi kemunculan stereotip yang statis
Menurut penelitian mengenai efek pada etnis minoritas.
media massa pada anak dan remaja oleh Kondisi yang diharapkan sebagai
Megan Renolds (2014: 1-2) menyebutkan bangsa yang multikultur, penggambaran
bahwa ketika remaja melihat stereotip media mengenai keragaman etnis dan
negatif mengenai etnis minoritas di media budaya menjadi sangat penting. Hal ini
televisi, mereka sangat beresiko dijamin dalam Pancasila pasal 2 mengenai
mengembangkan stereotip minoritas kemanusiaan yang adil dan beradab dan
18
Lintang Citra Christiani, Representasi...
UUD 1945, bahwa setiap warga negara pandangan kritis adalah mempertanyakan
memiliki hak dan kewajiban yang sama, kondisi masyarakat yang terlihat produktif,
tidak terbatas pada suku, agama, ras, atau sesungguhnya terselubung struktur
golongan. Peraturan ini menjamin ruang masyarakat yang menindas dan menipu
gerak bagi semua kelompok masyarakat. kesadaran. Hal ini terwujud dalam bahasa
Demikian juga dalam UU No. 40 Tahun dan praktik sosial (Eriyanto, 2001: 22).
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Sesuai dengan paradigma
Ras dan Etnis. Dalam pasal 4 disebutkan penelitian, pendekatan kualitatif dengan
bahwa tidak diizinkan ada diskriminasi analisis teks semiotika television code dari
dalam bentuk pembedaan dan pengurangan John Fiske digunakan untuk menggali
pengakuan atas dasar etnis dan ras. Media makna dibalik tanda yang muncul dalam
massa menjadi salah satu tempat bagi setiap unit analisis atau scene dalam serial
perjuangan penghapusan diskriminasi. DDS. Menurut Fiske, semua yang
Melihat data-data yang ada, topik ditampilkan di layar kaca merupakan
ini menjadi penting dibahas karena usia realitas sosial. Fiske membagi pengkodean
remaja merupakan periode di mana dalam tiga level analisis, yaitu level
informasi visual masih menjadi bentuk realitas, level representasi, dan level
yang paling banyak diingat. Ketika remaja ideologi.
melihat stereotip negatif mengenai etnis Pada level realitas, kode sosial yang
minoritas di media televisi, mereka sangat digunakan dalam analisis adalah
beresiko mengembangkan stereotip appearance, dress, make-up, speech,
minoritas tersebut dan menggunakannya gesture, environment, dan expression.
ketika berinteraksi (Renolds, 2014: 1-2). Kemudian dalam level representasi, elemen
Permasalahan yang muncul dalam tadi ditandakan secara teknis dan
penelitian ini adalah bagaimana menghadirkan kode camera, lighting,
representasi identitas etnis Papua dalam dialogue yang selanjutnya ditransmisikan
serial drama remaja Diam-Diam Suka ke dalam bentuk cerita, konflik, karakter,
(DDS). setting, dan sebagainya. Level representasi
ini mentransmisikan kode konvensional.
Metode Penelitian Terakhir, pada level ideologi, semua
Pada penelitian ini, paradigma kritis elemen diorganisasikan dalam kode
digunakan sebagai acuan untuk ideologi (Fiske, 1999: 5-10).
membongkar ideologi tersembunyi di balik Analisis semiotika John Fiske
teks media. Salah satu sifat dasar dari mencoba untuk menyatakan makna yang
19
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 1, NOMOR 1, Oktober 2017: 15-30
21
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 1, NOMOR 1, Oktober 2017: 15-30
Gambar 1.1
Scene 1: 00.59 Scene 2: 19.49 Scene 3: 20.03 Scene 4: 20.06 Scene 5: 30.25
Scene 6: 31.55 Scena 7: 55.07 Scene 8: 57.11 Scene 9: 57.25 Scene 10: 57.29
Gambar 1.2
Selanjutnya pada level representasi, dengan Levin. Ketika itu Levin berpamitan
proses realitas digambarkan dalam kepada Douglas dan teman-temannya yang
perangkat-perangkat teknis dan lain untuk melanjutkan sekolah ke
menghadirkan kode camera, lighting, music Amerika.
yang selanjutnya ditransmisikan ke dalam Levin, Douglas, dan teman-temannya
di halaman depan kampus.(camera
bentuk cerita, konflik, karakter, setting, dan
long shot)
sebagainya (Fiske, 1995: 5-6). Peneliti Levin : Guys, gue udah ga bisa di
sini lagi (shot 1, camera close up)
menggunakan beberapa scene saja untuk
Douglas : (menangis) Tapi kakak
menganalisis dialog pada level representasi. Levin nanti balik to? (shot 2, camera
close up)
Pertama, dialog yang terjadi antara Douglas
22
Lintang Citra Christiani, Representasi...
24
Lintang Citra Christiani, Representasi...
dilekatkan sebagai eksotisme yang menarik dokumen, berita, dalam konteks budaya
bagi penonton. negara yang bersangkutan (Barker, 2000:
Persoalan yang dibahas dalam 100). Secara khusus penelitian ini
penelitian ini merupakan bagian dari kajian membahasa persoalan budaya dan minoritas
budaya (cultural studies). Barker dalam konteks Indonesia.
menjelaskan beberapa konsep kunci dalam Berdasarkan temuan penelitian,
kajian budaya, yaitu sistem penandaan, media massa tidak pernah bebas nilai.
representasi, materialisme dan Artinya, selalu ada ideologi-ideologi
nonreduktionisme, power, budaya populer, tertentu yang dibawa oleh media massa,
subjektivitas dan identitas. Kajian budaya khususnya pada media televisi melalui
berfokus pada subordinasi, ras, etnisitas, program-programnya. Teks ternyata
kelas, dan sebagainya (Barker, 2000: 10- menampilkan identitas Papua yang bodoh,
12). aneh, dan primitif. Teks melakukan
Pada penelitian ini, kajian budaya pengekalan pada stereotip tersebut melalui
yang dimaksud mengedepankan konsep beberapa cara. Pertama, teks menekankan
postkolonial yang berfokus pada pembedaan tokoh Papua terhadap
representasi dan identitas etnis. Teori mayoritas, baik dari penampilan, atribut
postkolonial mengkaji budaya dengan peran kultural, dan cara berbicara. Kedua, teks
kolonial. Postkolonial menandai masa di menunjukkan relasi kekuasaan (power
mana dominasi terhadap masyarakat relations) yang timpang antara minoritas-
kolonial masih berlangsung meskipun masa mayoritas melalui setting dan penokohan.
kolonialisme sudah selesai. Kolonialisme Ketiga, teks melekatkan humor pada tokoh
bersifat lintas waktu. Papua melalui dialog dalam serial drama.
Teori postkolonial dapat Analisis pada level realitas
didefinisikan sebagai teori kritis yang menunjukkan bahwa secara penampilan,
mencoba mengungkapkan akibat-akibat pakaian, dan lingkungan, etnis Papua
yang ditimbulkan oleh kolonialisme. memang ditampilkan sebagai sosok yang
Imperialisme kultural menjadi salah satu modern, tidak seperti pada penelitian-
implikasi yang kemudian muncul dan penelitian sebelumnya pada film yang lebih
menimbulkan serangkaian relasi dominasi banyak mempertontonkan ke-telanjang-an.
dan subordinasi. Media massa, menurut Namun selebihnya, apa yang ditampilkan
Boyd Barret menjadi salah satu institusi media melalui tanda-tanda hanya
yang berperan sebagai sebuah imperialisme mempertegas pembedaan dan memperkuat
kultural melalui iklan, program televisi, stereotip etnis Papua yang bodoh, aneh,
26
Lintang Citra Christiani, Representasi...
hitam. Hal ini semakin mempertegas posisi bangsa, sekaligus mempertegas siapa yang
identitas kulit hitam (Timur) di Indonesia. merupakan bagian dari bangsa dan siapa
Papua secara politis merupakan yang layak berada di luar atau bukan bagian
kelompok minoritas di Indonesia. Indonesia dari bangsa; siapa yang minoritas dan siapa
seolah dipisahkan antara Barat dan Timur. yang mayoritas (Barker, 2000: 198). Di
Timur dianggap terbelakang dalam sejarah sinilah minoritas diberikan bobot nilai yang
kultural dan politik di Indonesia. Teori begitu rendah, yaitu ditempatkan sebagai
postkolonial melihat bahwa masyarakat the other.
yang terjajah, tidak hanya terjajah secara Remaja adalah masa pembentukan
fisik, tetapi ideologi dan mental. identitas dan remaja memiliki identitas
Terminologi postkolonial ini menghasilkan sosial yang spesifik. Andersson (2000)
permasalahan mayoritas dan minoritas serta GDODP ³<RXWK &XOWXUH 3UREOHPDWLND
membentuk kesenjangan serta Multikultural´ membawa kecederungan
ketidakadilan. pada penguatan subordinasi etnis minoritas.
Apa yang ditampilkan oleh media Pada kasus ini, gambaran Papua yang
massa dalam serial drama DDS merupakan dimunculkan merupakan sebuah kesalahan
suatu bentuk kesadaran Barat yang selalu konstruksi identitas yang dilakukan media
ingin melihat identitas Timur yang bodoh, dalam bentuk pemeliharaan generalisasi
lucu, dan primitif. Teks merupakan cara stereotip etnis Papua dan penonjolan
Barat yang secara efektif menunjukkan eksotisme kultural dalam teks (Andersson,
hubungan antara pengetahuan dan 2000: 4).
kekuasaan untuk membangun dan Media massa saat ini menjadi
mendominasi orang Timur, dalam hal ini salah satu sumber informasi utama
Papua. Orientalism dipakai sebagai model masyarakat sekaligus tempat belajar bagi
strategi Barat untuk mengetahui dunia atau anak dan remaja. Mereka belajar mengenai
bangsa terjajah dan strategi mendominasi cara berpikir dan bertindak dalam
dunia itu (Said, 2001: 47-48). kehidupan sosial dari media. Oleh karena
Timur selalu ditampilkan itu bukan tidak mungkin jika apa yang
bersamaan dengan upaya meng-eksotis-kan disampaikan televisi melalui berbagai
atas nama keunikan kultural. Menurut program, dalam hal ini program serial
Bennedict Anderson, bangsa adalah drama remaja DDS kemudian dipercaya
komunitas yang dibayangkan (immagined dan dipraktikkan menjadi bagian dari
community) dan media, khususnya televisi kehidupan sehari-hari.
menjadi ruang perjumpaan berbagai bagian
28
Lintang Citra Christiani, Representasi...
29
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 1, NOMOR 1, Oktober 2017: 15-30
30