Tradisi Sastra
Tradisi Sastra Lisan
Lisan yang
yang Terlupakan
Terlupakan
M
embicarakan kehidupan sastra secara Asia Tenggara" (2003) menegaskan adanya virus N-ach
keseluruhan tidak terlepas dari persoalan (Need for Achievement ’kebutuhan untuk berprestasi’)
kesusastraan daerah, khususnya sastra lisan, yang dapat tumbuh dari dongeng-dongeng masa lalu.
yang merupakan warisan budaya daerah yang turun Ditambahkan bahwa dongeng itu tidak hanya
temurun dan mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu mengajarkan kearifan hidup kepada anak-anak, tetapi juga
dikembangkan dan dimanfaatkan dalam hubungan dapat menyuntikkan virus mental untuk membangun
dengan usaha menangkal efek negatif globalisasi. prestasi dalam kehidupan mereka.
Menurut Koentjaraningrat, nilai budaya itu merupakan
konsep hidup di dalam alam pikiran sebagian besar warga Papua memiliki penduduk yang majemuk dan beragam
masyarakat mengenai hal-hal yang harus dianggap sangat suku bangsa. Kemajemukan dan keberagaman suku
bernilai di dalam kehidupan. Oleh karena itu, suatu sistem bangsa menjadikan wilayah ini kaya dengan sastra lisan.
nilai budaya ber- Sastra lisan me-
fungsi sebagai pe- ngandung nilai-nilai
doman aturan ter- budaya, tumbuh dan
tinggi bagi kelakuan berkembang sejalan
manusia, seperti pertumbuhan dan
aturan hukum di perkembangan
dalam masyarakat. masyarakatnya
Nilai budaya itu bia- sehingga memegang
sanya mendorong peranan penting
suatu pembangunan dalam pembentukan
spiritual, seperti watak sosial masya-
tahan cobaan, usaha rakat pendukungnya.
dan kerja keras, Papua terdiri dari 248
toleransi terhadap suku bangsa yang
pendirian atau ke- berbeda dan me-
percayaan orang miliki kekayaan sas-
Lukisan; Agus Ohee
lain, dan gotong Pomako: Masyarakat Sentani sedang duduk menghitung pomako (kapak batu)dan tra lisan yang ber-
royong. mani-masik dalam pembayaran mas kawin kembang dalam ma-
syarakat termasuk
Yang dimaksud dengan sastra lisan adalah produk bu- nilai-nilai yang men-jadi prinsip hidup masyarakatnya.
daya lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi Setiap suku yang berada di Papua memiliki sastra lisan
melalui mulut, seperti ungkapan tradisional, pertanyaan tersendiri, oleh karena itu saya akan memberikan
tradisional, puisi rakyat, cerita rakyat, dan nyanyian beberapa contoh kearifan lokal dari suku Biak dan suku
rakyat. Usaha menggali nilai sastra lisan bukan berarti Sentani. Contoh pertama adalah kearifan lokal dalam
menampilkan sifat kedaerahan, melainkan penelusuran cerita rakyat Biak. Banyak perilaku sosial yang dapat
terhadap unsur kebudayaan daerah yang perlu dijadikan pedoman untuk kehidupan bermasyarakat, baik
dilaksanakan karena sastra daerah merupakan sumber sekarang maupun untuk sekedar menengok latar belakang
yang tidak pernah kering bagi kesempurnaan keutuhan munculnya budaya dalam masyarakat Biak sekarang ini.
budaya nasional kita. Sastra lisan sebagai produk budaya
sarat dengan ajaran moral, bukan hanya berfungsi untuk Warisan budaya dalam hal pedoman berperilaku sosial
menghibur, melainkan juga mengajar, terutama dalam cerita Insrennanggi salah satunya dapat dicermati
mengajarkan nilai-nilai yang terkait dengan kualitas dari penyelenggaraan upacara fan nanggi. Upacara fan
manusia dan kemanusiaan. Di samping itu, terkandung nanggi adalah upacara ritual yang dahulu biasa
nilai budaya yang sifatnya universal di antaranya nilai diselenggarakan apabila penduduk selesai memanen hasil
keagamaan, nilai kesetiaan, nilai sosial, nilai historis, nilai kebun atau akan bepergian. Fan nanggi yang realitasnya
moral, nilai pendidikan, nilai etika, dan nilai kepahlawanan. adalah upacara yang identik dengan makan dilaksanakan
sebagai tanda syukur atas hasil panen. Sebagai kearifan
Ada anggapan bahwa sastra tradisional pun memiliki lokal, upacara ini baik untuk memupuk rasa sosial dalam
manfaat yang tidak kalah pentingnya daripada sastra diri masyarakat Biak. Dengan mengadakan upacara ini
modern. Ayu Sutarto di dalam makalahnya yang berjudul masyarakat dapat berbagi dengan masyarakat luas.
"Hubungan Konsep Negara Bangsa serta Susastra Lisan Dalam struktur sosial yang lebih luas, upacara fan nanggi
D
i lingkungan tempat tinggal saya jalan
Toddopuli, Makassar, di rumah ujung jalan
halamannya tumbuh pohon matoa. Rumah
itu sudah lama kosong. Pemiliknya pindah ke kota
lain waktu kami pindah ke lingkungan itu. Daunnya
yang khas,mirip-mirip daun Kakao langsung
memperkenalkan diri rasanya waktu pertama kali
saya melihat kehadirannya (setelah beberapa minggu
tinggal di sana): "hai!, saya matoa."
Daging buahnya seperti rambutan. Juga sebesar Foto; Sazano and Rony Mahardiani/Renthousemate
rambutan. Tapi Matoa gundul. Kulitnya lebih tebal, ketika saya kebetulan lewat, dan kepergok memandangi
warnanya hijau- coklat kemerahan. Lebih mirip klengkeng pohon itu.
soal penampilan botaknya. Ada yang kering, seperti ram-
butan Rapia, ngelotok. Jenis seperti itu biasanya disebut Pohon matoa ditebang, ketika rumah itu beralih pemilik.
Matoa kelapa. Ada yang lebih berair. Lalu dengan Kelihatannya pohon matoa tidak mengakomodir rancang
antusias saya dan anak-anak menunggu bersama musim bangun rumah sang pemilik baru. Tempat pohon itu
berbuahnya. Matoa hanya berbuah setahun sekali. tumbuh dulu, sekarang jadi pelataran beton. Rumah itu
tidak menyimpan pohon apapun sekarang. Dulu selain
"Menunggu musim buah pohon tetangga, bukan contoh Matoa ada dua pohon mangga. Mungkin pertimbangan
yang baik." kata suamiku. "tapi ini matoa!", saya dan anak- estetis disain tumah itu, tidak memperhitungkan halaman
anak sepakat. ngotot. dengan beberapa pohon di dalamnya. Jadi pohon harus
ditebang.
Waktu musim berbuah akhirnya datang, kami sering
datang ke ujung jalan. mengawasinya dari luar pagar. Pohon Matoa di ujung jalan itu, muncul dalam ingatan
Begitu sering kami ‘memantau’ sampai-sampai tukang- saya ketika menemukan postingan foto kawan saya,
tukang becak yang mangkal di ujung jalan itu, akhirnya dengan keterangan: “ULANG TAHUN KOTA
tertular pengetahuan tentang Matoa. Bahwa buah pohon JAYAPURA yg ke 50, Gouverneur Plattel plan een
itu bisa dimakan. Bahwa pohon itu datang dari Irian, -
ketika percakapan kami terjadi, Papua masih di sebut
Irian Jaya.
Kumpulan tukang becak itu juga yang mengkonfirmasi
dugaan saya, bahwa pohon Matoa itu, dengan sengaja
dibawa dan ditanam di sana. “Ooooo, iyo tawwa.. ini
bapak lama memang tugas di Irian.”
Where am I?
Saya tahu di Belanda ada program
perawatan pohon, yang pake dokter segala.
Gedung ABN AMRO Denhag, dibangun di
sekitar sebatang pohon. Cerita teman
Foto; www.kotabaroe.nl seorang teman saya. Tapi mentalitas orang
jajahan di dalam saya, memakluminya
MATOA BOOM op het plain voor de HERDEN KINGS sebagai: “itu di Belanda.” Di tempat dari mana saya
MUUR.. (terjemahanannya kira-kira..Gubernur Plattel datang: lahan sawah diubah jadi realestate. Meninggalkan
menanam pohon Matoa di pelataran depan Tembok kegamangan pada para bekas petani. Pohon-pohon
Herden Kings (Taman Imbi). lalu teman saya ditebang dengan alasan perluasan jalan, atas nama
menambahkan: " Sayangnya pohon matoa dan tugu pembangunan.
Hollandia 50 Jar yg ada di Taman IMBI ini ditebang dan
di bongkar kemudian di ganti dengan Patung Mas Yos Membangun dan menyesuaikan diri dengan pohon?
soedarso.......” Becanda lu!
Postingan foto kawan saya itu, menunjukkan pilihan Tapi itu bukan guyonan. Tidak boleh menebang pohon.
sebuah pemerintahan, yang mewakili kebijakan, Pembangunan dikerjakan dengan menyesuaikan diri
kekuasaan, dan kemampuan berbuat lain untuk sebuah dengan pohon. Harus. Ada undang-undangnya.
kota. Ketika dihadapkan pada sebuah tawaran, pada suatu
masa, pemerintah memilih untuk menyingkirkan sebuah Lalu dari jendela hotel, saya melihat gedung-gedung
pohon matoa sebagai icon kota, menggantikannya dengan berseberangan memiliki teras-teras hijau, green canopy.
sebuah tugu. Itu diikuti oleh keharusan menggantikan Bukan sekedar tanaman dalam pot. Tapi benar-benar
kerindangan dengan lantai semen. Rangkaian tindakan menanam pohon. Pohon tua dari halaman gedung tua itu
ini terlihat sebagai sesuatu yang terelakan. wajib terpelihara. Jika tidak punya pohon, maka anda
diwajibkan menciptakan teduhan hijau, tidak perduli
Beton, gedung tinggi, ruko begitu identik dengan kemajuan, berapa lantai gedung yang sedang anda bangun. Lagi-
pembangunan. Tapi benarkah begitu? Benarkah semakin lagi: ada undang-undangnya.
luas wilayah pembetonan, pembersihan lahan dari
pohonan, semakin dekat kita dengan julukan ‘maju’? Saya sungguh sulit menelan kenyataan, bahwa saya masih
'berkembang'? 'developed'? di Asia. Hanya 3 jam jauhnya dari kota tempat saya
tinggal. Ini bukan Eropa. Begitu dekat. Begitu jauh pilihan
Betapa berbeda pilihan itu dengan kebijakan pembagunan kebijakan pemerintahan kota kami. Betapa nelangsa.
berwawasan hijau yang saya lihat di Singapore sebagai
pelancong. Tidak jauh, kota itu. Ah, maaf. Negara. Tidak Ketika menemukan postingan foto kawan SMP saya
jauh negara itu. Hanya 2 jam terbang dari Makassar, 3 tentang perayaan 50 tahun kota Jayapura, ingatan tentang
jam kalau singgah di Jakarta. membangun di sekitar pohon di Singapore itu kembali
lagi.
Dalam perjalanan ke hotel, terkagum-kagum dengan
kehijauan kota, di salah satu setopan lampu merah, di sisi Jadi mereka menanam pohon. Pohon Matoa. Bukan
kiri jalan sedang berlangsung pekerjaan konstruksi. Dari Beringin, bukan pohon import lain yang sedang jadi mode
keterangan sopir taxi kami yang sejak decak kagum sehingga perlu ditelaah lagi apakah pilihan pohon itu sudah
pertama saya selepas airport, dengan bangga tepat. Yang ditanam di hari ulang tahun ke 50 itu, sesuatu
mempromosikan kebersihan kotanya, saya tahu gedung yang khas. Rasanya pilihan itu begitu brilian. Untuk
yang sedang dibangun itu untuk menggantikan gedung memperingati hari ulang tahun kota, baiklah kita menanam
tua sebelumnya. gedung yang sudah tidak aman lagi untuk sesuatu yang berasal dari tanah sendiri, sesuatu yang
dihuni. Dari jendela taksi saya meihat sebuah pohon besar khas. menanam icon. Karena pohon tumbuh, hidup.
yang rimbun menyembul dari balik pembatas seng lokasi Karena kalau tumbuh bisa besar. Begitu modern. Apa
pembangunan. “ sayang ya, pohon sebesar itu harus yang kurang, ada nilai keberlanjutan. Begitu Avatar*. Tapi
Foto; http://forum.tamanroyal.com
dengan patung seorang pahlawan bersama-sama, saya
bertanya-tanya. Kenapa pembangunan - sebusuk apapun
bau yang dipikulnya dari sejarah- di negeri ini, identik
dengan menyingkirkan? Kenapa tidak bisa berbagi?
Membagi Taman Imbi antara Pohon Matoa dengan
patung Yos Sudarso, misalnya. Patung itu tidak harus
berada di pusat taman bukan? BIsa saja didirikan di salah
satu sudut taman bukan? Apakah karena patung lebih
mewakili kemajuan? Apakah karena patung itu lebih
mewakili keindonesiaan yang satu? Bahwa ada patung
seorang ‘mas’ di ‘alun-alun’ kota Jayapura –seperti yang
disebut teman saya itu?
Ibu negara menanam pohon matoa di AKMIL Magelang
Ketika saat-saat ini Jayapura sedang merayakan ulang
tahun ke 100nya, patung itu terus dipertahankan, renovasi kasbi atau keladi yang ditinggalkan tanpa penjaga.
Taman Imbi yang direncanakan akan dikerjakan di sekitar Transaksi Loyang, sebutlah begitu, tidak bicara nominal
patung itu. Apakah pertimbangan ini, dibuat karena yang kita pahami dalam transaksi pasar modern. Ia bicara
merubuhkan patung ongkosnya lebih mahal dari kepantasan. Ia bicara penerimaan. Transaksi loyang
menebang pohon? Apakah karena merubuhkan patung adalah salah satu kelas di mana saya belajar bahwa
yang notabene seorang pahlawan, akan menimbulkan kehidupan adalah barter panjang dari memberi dan
ketersinggungan yang berdampak politis? Meskipun menerima. Kualitasnya makin rendah, ketika kita
patung itu –setelah berpuluh-puluh tahun hadir, gagal memperkarakan besarnya nominal mata uang.
menjadi icon kota? Tidak seperti patung Marta Tiahahu
bagi kota Ambon, misalnya? Ada belahan diri saya yang tak berhenti merasa bagian
dari Papua. Anak-anak dan suami saya belum pernah
Tapi setidaknya, patung itu lebih ramah lingkungan, dari
pada pohon-pohon nyiur di Waisai. Waisai, ibukota Bersambung ke hal...10
Suatu Refleksi sekitar tahun 800-an. Agustus, 24, 1828 Belanda dong
Melayu Papua (MP) adalah alat komunikasi antar buka benteng Fort du Bus di kampung Lobo di wilayah
sesama orang Papua ketika itu. Kalo trada MP maka Selatan Papua. Jadi, orang-orang Maluku yang dong
dua Rasul Tuhan dari Jerman tra bisa sampaikan Injil bawa untuk bantu bikin benteng tersebut pasti dong pake
Tuhan kepada orang Papua. Kedua Rasul ini tra tau MP bahasa Melayu untuk bicara-bicara dengan orang-orang
maka dong dua perlu orang lain sebagai perantara antara kampung dorang. Tanggal 5 Februari 1885, Penginjil
dong dua dan orang Papua. Seorang anak kecil berumur Protestan Ottow dan Geissler dari Jerman tiba di
12 tahun yang bernama Frits, anak seorang guru, dong Mansinam, Utara Papua untuk pemberitaan Injil Tuhan.
dua bawa dari Ternate sebagai penerjemah atau Waktu berangkat dari Ternate ke Mansinam dong dua
jurubahasa Melayu sewaktu berlayar menuju Tanah bawa anak kecil berumur 12 tahun namanya Fritz untuk
Papua. Tanpa pahlawan kecil ini, kedua Rasul Tuhan pasti dong dua pu jurubahasa. Kemudian, tanggal 23 Mei 1894
alami kesulitan dalam Pastor Le Cocq d’Ar-
memenangkan jiwa mandville SJ buka pos
orang Papua. Tanpa pengginjilan Katolik di
MP tra mungkin Injil Sekeru, Selatan Papua.
Tuhan yang ditulis Penyebaran agama Is-
Sastra Lisan
K
ADANG kata-kata—sebagai
lambang-lambang bunyi—tidak
cukup mampu m e n g g a m b a r k a n
(me-ng-eks-presikan) secara utuh pengalaman
batin manusia tentang rasa sedih, senang,
dalam Tradisi Amungme
marah, cinta dan takjub.
Dalam bahasa yang sangat sederhana, sastra dapat
Arnold Mampioper dalam bukunya “Amungme, Manusia
dipahami sebagai cara manusia mengekepresikan
Utama dari Nemangkawi Pegunungan Cartenz”
pengalaman batinnya tentang rasa senang, rasa sedih,
menuliskan, orang Amung-me akan mengeluarkan bunyi-
rasa dicintai, atau merasa marah karena sebuah
bunyian yang khas (siul), ketika ber-diri dari atas sebuah
penolakan atau pengingkaran.
bukit dan menatap gunung Nemang-kawi yang
dilatarbelakangi langit bersih dan sedikit awan Cirrus,
Sastra lisan biasanya mengandung gagasan, pikiran,
dan dilereng-nya terlihat asap mengepul dari rumah-
ajaran dan harapan masyarakat yang biasanya
rumah pen-duduk. Bunyi-
didengarkan dan dihayati
bunyian yang di-lakukan
bersama-sama. Suku A-
dengan cara melipat lidah
mungme yang sejak da-hulu
ini se-benarnya merupakan
belum mengenal tulisan
eks-presi dari rasa gembira
menurunkan ajaran-ajaran
menyaksikan alam raya
dan petuah-petuah adat ini
yang sangat megah ini.
secara lisan (dari mulut ke
Rasa gembira yang tergu-
mulut) ke generasi berikut-
gah karena melihat kein-
nya.
dahan alam biasanya juga
diekspresikan orang A-
Menurut sejarahnya, sastra
mungme dengan menya-
lisan berkembang lebih
nyikan sebuah lagu Tem.
Foto; http://titusnatkime.blogspot.com dahulu daripada sastra tulis.
Dalam keseharian, aktivitas
Terutama untuk mengingat
ini terjadi ketika seorang ibu memberi nasehat kepada
heroisme laki-laki ketika melakukan perburuan dan
anaknya, atau para tetua adat memberi petuah kepada
membawa pulang hasil buruan untuk dimasak oleh ibunya
anggota-anggota masyarakatnya.
dan disantap seluruh keluarga besar. Salah satu syair
yang biasa dinyanyikan untuk menggambarkan situasi
Dalam hal ini, bahasa menjadi media untuk menyatakan
ini adalah Kele Wawunia kele, ae, ao, baa. Niare Wawnia
gagasan atau menyampaikan suatu nilai. Menurut
niare, ae, ao, haa.
seorang filsuf Yunani yang sangat terkenal, Plato, bahasa
dipakai untuk membuat tiruan (menirukan) gambaran dari
Selain itu, menurut Arnold, ada lagu purba Su-ku
kenyataan yang sebenarnya. Aktivitas satra (lisan) juga
Amung-me yang mungkin sudah tidak di-pahami lagi oleh
merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus
orang Amungme generasi sekarang. Misalnya lagu purba
model dari kenyataan ideal (yang diharapkan).
yang syairnya Angaye-angaye, No emki untaye. Angaye
bao, aa, bao. Angaye-angaye wagana nikaro. Morae
Aktivitas sastra lisan dalam Suku Amungme juga dapat
ba-nago, bao, aa, bao. Antok anu ae anago, bao, bao.
diamati pada kebiasaan masyarakat Amungme
Jilki untae bawano, bao, bao.
menggunakan kiasan untuk menyatakan gagasannya.
Menurut Kepala Kampung Amkayagama, Eko
Menurut Arnold Mampioper, Mozes Kilangin Tenbak
Kelanangame, syair lagu ini berisi pujian pada gunung,
yang mendampingi Pater Michael Kamere untuk
lembah, hutan dan rimba tempat Suku Amungme hidup
menyelesaikan konflik antar warga Amungme di lembah
dan mengembara. Artinya dalam Bahasa Indonesia
Noemba-Wea-Tsinga pada 1953 pernah menggunakan
kurang lebih, “Kukasih gunung-gunung, yang agung
kiasan, ”Kalian sudah menangkap kuskus di Tsinga dan
mulia. Dan awan yang mela-yang, keliling- puncaknya.
Wea lantas membunuhnya, serarang mau menangkap
Kukasih hutan rimba, pelindung tanahku, kusuka
kus-kus di Noemba lagi?”
mengembara di bawah naungmu.”
Kuskus, adalah hewan buruan yang sangat disukai
Aktifitas Suku Amungme untuk mengekspresikan
kelompok-kelompok masyarakat suku di pegunungan
perasaannya tentang manusia dan alam, tempat hidupnya
tengah Papua. Mozes Kilangin menggunakan kuskus
sebenarnya merupakan bentuk-bentuk sastra lisan.
sebagai personifikasi dari anggota masyarakat yang selalu
Ubijalar yang termasuk makanan pokok masyarakat Mozes Kilangin, termasuk salah tokoh yang
dipakai untuk menggambarkan situasi riil masyarakat mengembangkan syair-syair dalam sastra lisan Amungme
Amungme menghadapi tekanan dari kelompok-kelompok untuk lagu-lagu di sekolah dan ibadah natal. Karya sastra,
kepentingan. Situasi sulit yang dihadapi ini digambarkan yang lisan maupun yang tulis—memang hanya kumpulan
dengan kiasan “ubi jalar yang tumbuh antara dua buah dari bunyi dan lambang bunyi, tetapi dibalik simbol-simbol
batu”. bunyi ini tersimpan semangat, ajaran, dan nasehat yang
sangat penting untuk generasi masyarakat berikutnya.
Sebagai sastra lisan, banyak syair oleh tokoh-tokoh suku (tjahjono ep)
terdahulu kemudian digubah menjadi lagu untuk
menggambarkan suasana sukacita, duka cita, atau Sumber : LPMAK
Kisi-Kisi
NYANYIAN UNTUK TIOM
Sa Tra Sayang Ko
Eka Budianta
Kecuali Karna Sa Sayang Ko Bulan dan traktor bersatu di ladang
Terjemahan Phaul Heger Malam-malam begini, komputer & cengkerik
Sama-sama menyanyikan rindu padamu
Sa tra sayang ko kecuali karena sa sayang ko; Lalu kamu, sedang apa sahabatku?
Sa mulai dari sayang ke tra sayang ko, Di Tiom, bersama komputer & traktor
Dari mau ko sampe ke tra mau ko Kubayangkan engkau sedang mengolah Indonesia
Sapu hati bajalan dari dingin ke panas Sementara di eskalator ini aku berdiri
Menatap masa depan dan masa lalu
Sa sayang ko hanya karena ko satu – satunya yang sa Yang tiba-tiba berkumpul jadi hari ini
sayang; Sa benci ko sungguh mati dan benci ko (karna)
Aku paham London berderak, bangsa bergerak
Taikat deng ko, dan akan pu ukuran sapu sayang yang Di Stasiun ini aku cuma berdiri
berubah untuk ko (adalah) Karna sa tra bisa ‘lihat’ ko persis seperti lazimnya manusia
kecuali cinta buta sama komangkali cahaya bulan Januari Padahal engkau bergolak, Tiom menggelegak
akan kase habissapu hati dengan de pu sinar yang kejam, Orang bertanya Irian ini siapa punya
dan curi sapu kunci ketenangan sejati. Kalau yang punya pohon, kenapa banyak
salesman dan televisi?
dalam kisah ini, sa satu – satunya yang mati, satu – Orang-orang menukar koteka dengan komputer
satunya, dan sa akan mati karna cinta, karena sa sayang Supaya modern, katanya, supaya berbudaya.
ko, karena sa sayang ko, cinta, dalam api dan darah.
Sementara aku dan sejuta merpati tidur
Sumber asli: http://www.poemhunter.com/poem/i-do-not- Menyiapkan tenaga, agar bisa terbangkan
love-you-except-because-i-love-you/ puisi, katanya juga diperlukan
Untuk menyuruh sarjana menanam rambutan,
piara ayam dan ikan di kolam.
Buletin KOSAPA diterbitkan oleh Komunitas Atau sekedar memaksa pemburu berhenti
Sastra Papua, Redaksi; Izak Morin, Ucu Sawaki, menembaki burung, menyate penyu.
Luna Vidia, Gusti Masan Raya, Andi Tagihuma, Kalau sajak ini sampai, sahabatku
Dayanara Meimosaki, Ngurah Suryawan, Kekeni Katakan pada kepala suku, aku tidak diam
Kanakameri, Vanver Bairam, Devota Akatcem
http://www.geocities.com/taman-sastra/seka.html
S
a pu nama Yakomina, tapi ko panggil sa Yako saja. tong jang begitu, jang bikin ini, jaga tong pu ‘malu’ dan
Itu panggilan yang sa pu pelanggan – pelanggan lain – lain tapi tra kas tahu ka jelaskan KENAPA?
pinang dong panggil sa tiap kali dong singgah di sa
pu para – para. Seperti perem lain yang kapala ‘buka Sa waktu SD dan SMP trada yang kas tahu ka terangkan
hati’ ke mace Day, sa juga tra perlu kas tahu sa pu fam, sama sa kenapa sa sebagai anak remaja jang sampe sa
jang sampe lawan baca ka ini. hamil ka kenal seks. Dong tra terangkan ke sa kalo sa
hamil nan sa pu tubuh berubah, sa pu organ reproduksi
Sebenarnya sa pamalas kas tahu sa pu cerita tapi sa tra siap betul, sa pu kejiwaan belum siap, trus yang pal-
kapala sakit tiap hari lihat barang yang terjadi di depan ing penting, siapa yang nan biayai sa pu anak ke depan.
sa mata baru tra cerita. Sa tinggal di satu kompleks di Apa sa su siap jadi mama ka su siap kasi masa depan
tanah Papua, sa bukan PNS bukan juga kerja di kantor yang baik untuk sa pu anak dia? Adoooh sa seka-rang
ka tempat mana kalo lihat ke
begitu. Tiap hari ya sa belakang lagi, ma-
jualan pinang trus cam kadang sa juga
sambil jualan bensin menyesal tapi begitu
eceran di botol – botol suda mo bagaimana
Aqua ka Vit. Sa tau lagi. Yang penting sa
mungkin ada yang janji kalo sa harus
pernah bilang kalo or- bisa bajual yang
ang – orang macam sa halal ka ini untuk
yang jualan bensin ka kas makan sa pu
jadi macam ‘calo’ nih anak kecil dia.
yang bikin antrean di
pom bensin sampe Adooh kalo untuk
mengular ka panjang sa pu laki nih, aeeeh
sampe, atau bikin kas tinggal de suda.
sampe bensin ko susah Sa kapala sakit
ka ini. Padahal siooo, deng dia. De
nih sapu famili – famili kemarin – kemarin
yang pu usaha perahu su lulus SMA ka ini
yang beli lebih untuk dong pu Johnson yang bantu kasi baru ada pi tes pegawai karna de pu famili dong ada pu
satu jerigen bokar untuk sa bajual. koneksi jadi de lulus tapi adooh begitu suda. Gaji pertama
tuh de cuma pake mabok saja deng anana kompleks.
Sa dulu pernah sekolah tapi sampe SMP saja. Trus sa Sampe de pu gaji su di bulan ke 5 nih de masih sama
berhenti. Bukan hanya karna sa tra pu uang ka orang saja. Sa nih heran tong pu laki – laki tanah dong ini, biar
tua dong tra pu uang tapi sa juga terlanjur hamil jadi sekolah tra kerja ka mo kerja tapi kalo su baku ketemu deng
dong kasi keluar sa ka ini. Sa cuma heran saja eee, bukan teman – teman, tetap dong bikin ‘perjamuan kudus’ deng
sa mo kasi jelek sekolah ka lembaga pendidikan eee, tapi milo ka saguer ka ampow ka bobo. Macam barang tuh
menurut sa tra adil. Masa kalo kasus siswi hamil di de rasa enak ka.
sekolah tuh, kalo de hamil deng de pu teman sesama
anak skolah, kenapa cuma tong yang perem yang harus Sa pikir orang – orang yang kapala miras itu dong tuh
dikas keluar dari skolah baru yang laki – laki trada. Apa cuma orang – orang yang tra bisa terima kenyataan hidup
karna tong yang poro besar jadi tra bole bikin rusak nama yang keras dan selalu coba lari dari kenyataan ka ini.
skolah sedang laki – laki yang juga sama – sama buat de Padahal sa pu tete pernah cerita kalo dong yang hidup di
tra boleh dapa sanksi. Su begitu, orang – orang di mana jaman – jaman Belanda ka sa pu tete de pu tete – tete
– mana cuma bicara tong saja bilang tong gatal lah, tong dong tuh trada budaya ‘selesaikan semua deng air kata
lincah, tong bodok dan lain – lain. Tapi sa juga bingung, – kata’. Yang dong tau minum cuma macam ‘air wati’
abis sampe sa SMP juga trada orang – orang tua ka yang dari batang rotan ka begitu ka dari tanaman liana
petugas – petugas kesehatan ka juga orang – orang dari begitu. Mace Day de cerita kalo masyarakat Pasifik
gereja yang ajarkan tong tentang seks dan dampaknya lainnya dong bilang itu ‘Kava’ tapi bukan alkohol ya.
yang benar buat tong. Dong cuma bilang tong jang begini,
Tahan Poro
Cara Pdkt Antropologi Mbak tambah penasaran jd de tanya lagi: "Kalo Ayah
disebut Mansar, Ibu disebut Binsar, lantas mas Yesi
Napi Yesi ikut training di Jogja, baru de kenalan dengan disebut apa dong...?"
perem Jawa satu.
Yesi ko kaget jadi de jawab (sambil malu-malu): "Oh...
Perem terlalu cantik, jd napi Yesi bingung untuk mo pdkt. kalo saya.... siang disebut TIMSAR, tapi malam disebut
TIMNAS."
Yesi coba pake pdkt Antropologi.
Perem langsung tertawa baru bilang: "Pantasan..., mas
Yesi kalo siang suka pikul ransel, malamnya suka pake
Yesi mulai tanya: "Mbak, kalo bahasa Jawa dong sebut
Bapa tu apa?" kaos Perseman...." ^_^ (DaRan)
Perem jawab: "Pa'le".
Pertunjukan tari WE CAME FROM THE EAST tanggal 12 April 2011 di Goethe-Hauss
karya JECKO SIOMPO sudah bisa dipesan dari sekarang di GOETHE INSTITUT (Tel:
+62 21 23550208-147). Undangan GRATIS namun tempat terbatas, yang berminat
pesanlah dari sekarang, jangan sampai kehabisan..yaaaaa... datang yaaa... gratis......