Anda di halaman 1dari 10

Nama : Asir Nija Sinaga (19.

241)

: David Simatupang (19.245)

: Tinggil Siagian (19.278)

: Rinaldi Sinurat (19. 273)

Mata Kuliah : Hukum Gereja 1

Dosen Pengampuh : Pdt. Hiburyanti Marbun, M. Th

Disiplin Gereja

1. Pendahuluan.

Disiplin gereja sebagai bentuk penggembalaan dan merupakan suatu bentuk


pembinaan untuk membentuk watak seseorang dan mendidik mereka menjadi murid-murid.
Tujuan disiplin gereja dilakukan kepada anggota jemaat, pengawai, dan pelayan khusus
gereja idealnya adalah untuk menghasilkan suatu pertobatan penuh dan berbalik kepada
Firman Allah yang secara nyata terwujud dalam sikap dan perilaku, dengan tujuan ini maka
dapat dipahami bahwa seseorang yang berdosa kemudian harus dilihat sebagai orang-orang
yang jauh dari kehendak Allah yang harus tituntut untuk bertobat dan kembali kejalan Allah.
Allah yang di imani adalah Allah yang penuh kasih dan selalu memberikan kesempatan bagi
umat-Nya untuk mengakui pertobatan. Bertolak dari itu maka dapat dikatakan bahwa ketika
gereja memberikan tindakan disiplin kepada seorang anggota jemaat, pengawai dan pelayan
khusus gereja, maka sebenarnya gereja sudah melakukan suatu proses penggembalaan
terhadap orang yang bersalah, setelah diproses orang tersebut dapat berbalik kepada jalan
Allah.1

2. Sejarah Berkembangnya Pemahaman Disiplin Gereja Menurut Tokoh


Reformator Gereja.

Menurut Eduward Schweizer gereja dari mulanya telah mempunyai peraturan-peraturan


sendiri. Kemudian peraturan-peraturan yang ada di gereja mulai berkembang dan kemudian
penelitian mengenai peraturan itu dimulai sejak abad ke-XII. Telah diketahui bahwa sampai
abad ke-III gereja merupakan persekutuan yang dimusuhi dan dikucilkan terutama pada saat
berada dibawah pemerintahan Kaisar Diocletianus dan para penggantinya (mulai tahun 303-
311). Hingga pada tahun 312 ZB terdapat perubahan yang cukup signifikan sejak Kaisar
1
Apart Van Beak, Pendamping Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 11
Constantinus berhasil merebut kekuasaan di sebelah Barat dari iparnya, Lucianus dan
kekuasaan di sebelah Timur dari Kerajaan Romawi. Kemudian pada tahun 313 ZB
mengeluarkan “Keputusan Milan” yaitu memberikan kebebasan penuh kepada Gereja.25
Kemudian pada tahun 324 ZB Kaisar Constantinus mengalahkan Kaisar Lucianus dan ia
sendirilah yang memegang kendali penuh. Lalu pada tahun 380 ZB gereja diresmikan
menjadi gereja negara oleh Kaisar Teodosius. Setelah peresmian itu dilakukan, maka gereja
mulai secara perlaha-lahan menyusun “hukum kanonik” yang mencakup peraturan-peraturan
untuk kehidupan berjemaat, perkawinan, warisan, hak-hak gereja, pelanggaran-pelanggaran
dan lainnya. Namun melihat peraturan-peraturan ini kita tidak bisa melupakan bahwa
sebelumnya gereja sudah memiliki peraturannya seperti yang telah dikatakan diatas.
Contohnya ialah peraturan-peraturan etis (moral) dan liturgis, Didakhe (ajaran kedua belas
rasul) yang disusun kira-kira pada akhir abad pertama yang juga memuat peraturan-peraturan
untuk hidup jemaat.2

Dari sejarah singkat diatas dapat kita lihat bahwasannya gereja sudah memiliki
peraturannya sendiri sejak waktu yang lama. Lalu, pada Tahun 1517, Martin Luther
mengeluarkan 95 Dalil yang mengarah kepada ketidaksetujuannya kepada surat yang
dikeluarkan oleh gereja Katolik melalui persetujuan Paus untuk menjadi bukti penghapusan
dosa di ajaran Katolik pada masa itu. Di dalam 95 Dalil yang dikeluarkan oleh Martin Luther
secara singkat menggambarkan sesungguhnya yang memiliki hak untuk menghapuskan dosa
adalah Allah sendiri, dan Paus sesungguhnya hanya sebagai perwakilan Allah di bumi untuk
menyatakan dan meneguhkan bahwa dosanya telah dihapus oleh Allah. Hukuman atas dosa
itu ialah sama dengan membenci diri sendiri, karena begitulah pertobatan yang sesungguhnya
dari dalam hati, hingga boleh sampai kepada kerajaan surga3.

Ada pendapat bahwa salah satu ciri gereja-gereja Calvinis adalah pelaksanaan disiplin
gereja yakni penegakan ketertipan dan pengawasan ajaran maupun perilaku secara ketat.
Pendapat ini tidak begitu tepat, kalau yang dijadikan acuan adalah gereja-gereja yang
mengaku Calvinis (termasuk di Indonesia). Pada masa kini, sebab diberbagai gereja seperti iti
sering dilihat disiplin gereja yang sangat longgar. Tetapi pendapat ini sangat benar kalau
yaang jadi acuan adalah jemaat Calvinis, yang pertama, yakni jemaat jenewa yang langsung
di asuh Calvin. Karena itu dalam hal ini sejak dini harus kita catat dua hal mendasar:

2
J.L. Ch. Abineno, Garis-garis besar hukum gereja (Jakarta:Gunung Mulia, 2011), 11
3
George Lochman. A.M, The Doctrine and Discipline of The Evangelical Lutheran Church (Harrisburgh: John
Wyeth, 1818), 25-30.
1. Disiplin gereja yang disusun Calvin memang pertama-tama dimasukkan untuk
diberlakukan dalam jemaat jinewa; belum terppikir olehya untuk menyusun
disiplin bagi gereja sedunia.
2. Calvin bukanlah orang yang pertama berpikir dan bertindak dalam perkara ini,
sejak zaman gereja perdana sebagai mana dapat kita lihat dalam Perjanjian Baru,
gereja sudah memberikan pehatian besar terhadap soal ini, Augistinus, sebagai
wakil gereja lama juga memberi perhatian terhadap hal ini, dan pandangan serta
cara-caranya menjjalankan disiplin berpengaruh besar pada Calvin.4

Menurut Calvinis Disiplin gereja sebagai sesuatu yang penting untuk gereja, sering
kali kita dengar tentang pengawasan hidup dan ajaran para anggota gereja, yang dilakukan
oleh majelis gereja, sangat ditekankan oleh Calvin dan dalam gerea-gereja. Sekarang sangat
penting diperhatikan apa dan untuk apa disipin gerejawi dan mengapa siasat memainkan
peranan yang begitu menonjol dalam tradisi Calvinis. Oleh karena itu penting sekali melihat
kemudian bagaimana disiplin dilaksanakan di gerea-gereja yang mengikuti Calvin. Pertama-
tama perlu diperhatikan bahwa disiplin gereja pengawasan terhadap hidup dan ajaran, bukan
hal baru yang ditemukan Calvin. Dalam Perjanjian Baru dapat dibaca bahwa jemaat mula-
mula menganggap kehidupan yang suci dan yang berkenan kepada Allah sesuatu yang
penting (1 Tes 2:12).5

Disiplin Gereja termasuk pengucilan dari persekutuan Perjamuan Kudus adalah


terutama alat untuk mendorong orang-orang berdosa untuk menyesali dosanya dan bertobat,
dan juga untuk membantu mereka memperoleh keselamatan. Pemahaman dalam Gereja Kuno
dirumuskan dengan cara yang sangat berpengaruh oleh Augustinus, yang diperhadapkan
dalam pelayanannya sebagai uskup dengaan suatu kelompok (Kaum Donatis) yang menganut
pemahaman lebih ketat mengenai kesucian hidup di dalam gereja. Alasan-alasan yang
dikemukakan oleh Kaum Donatis maupun oleh Augustinus, kemudian dipergunakan Calvin
dalam uraiannya dalam mengenai disiplin gereja. Pada abad pertengahan, disiplin gereja di
Gereja Katolik Roma telah menjadi suatu yang diatur secara terinci melalui Undang-Undang
gerejawi. Hukum gereja menetapkan hukuman yang tepat untuk setiap jenis pelanggaran,
kapan seseorang dapat di kucilkan dan kapan ia dapat diterima kembali. Karena disiplin
gereja diatur sebagai sistem hukum, para reformator kemudian sangat hati-hati dalam
menentukan bangaimana jemaat-jemaat protestan harus melakukan pengawasan hidup.

4
Jan S Aritonag, Berbagai Aliran di dalam dan Disekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 71-72
5
Cristian de Jonge, Apa Itu Calvinisme ?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), 145
Perlu juga diperhatikan bahwa ada juga kelompok Protestan terdahulu, dimana
kelompok ini mengenai disiplin gereja, kelompok yang dimaksut adalah kaum Anabaptis.
Dimana Anabaptis adalah gerekan dari Swis dalam kalangan pengikut-pengikut Zwingli dan
terdiri atas sejumlah orang yang ingin menerapkan cita-cita reformasi yang lebih konsekuen
dan radikal. Mereka mengiginkan jemaat yang suci dan jemaat-jemaat yang menerima
reformasi harus terdiri dari orang-orang yang menyerahkan diri secaraa total kepada Allah
dalam iman dan memisahkan diri dari dunia sekitarnya yang penuh dengan kejahatan dan
menati perintah-perintah Kristus dengan ketatan yang mutlak dan supaya jemat itu dapat
berdiri di depan Kristus tanpa cacat atau berkerut sebagai jemaat kudus dan tak bercela. Jelas
bahwa kaum Anabaptis menganggap bahwa kekudusan gereja tergantung pada kesucian
anggotanya. Dimana dengan adanya reformasi-reformasi Luther, Zwingli, atau Calvin
menolak keras ajaran Anabaptis, karena mereka bermaksut mereformasikan seluruh gereja,
yitu gereja rakyat. Yang dimaksutkan oleh Calvin dengan disiplin adalah keterlibatan didalam
gereja, usaha untuk menghindari dan menghilangkan dosa. Tujuan utama disiplin adalah
mempertahankan kesucian gereja sebagai persekutuan yang merupakan perjamuan kudus,
supaya nama Allah tetap dipermuliakan. Selain itu disiplin harus melindungi orang-orang
baik didalam gereja, supaya kesusilaan mereka tidak dirusakkan oleh pergaulan dengan
orang-orang jahat. Sementara itu orang-orang jahat itu harus didorong, melalui teguran dan
hukuman untuk bertobat.6

Aturan disiplin tata gereja Protestan pertama di negeri Belanda mengikti Callvin,
majelis gerejalah yaitu Pendeta bersama dengan Penatua untuk mengawasi kehidupan
maupun ajaran semua anggota gereja. Tujuan siasat adalah rangkap yaitu mengoreksi orang
berdosa dan membenahi kesucian gereja. Prosedur yang harus di ikuti digariskan dengan
ketelitian yang sama dengan yang telah ditemukan di institutio. Dosa-dosa yang tersembunyi,
yang tidak mengganggu orang lain, sebaiknya ditegur di bawah empat mata dahulu, sesuai
dengan (Mat 18). Kalau teguran tersebut tidak diperhatikan, ataupun telah dilakukan dosa
yang diketahui secara umum, barulah perkara dibawah ke majelis gereja. Jika tidak ada tanda
perbaikan yang bersangkutaan akan dilarang mengikuti perjamuan khudus.7

 Tujuan Disiplin Gereja

Tujuan dilakukannya disiplin Gereja adalah untuk mengajar jemaat dan mendidik
jemaat agar tertuju kepada kebenaran, dan supaya jemaat mengerti bagaimana hidup sesuai
6
Cristian de Jonge, Apa Itu Calvinisme ?, 147-151
7
Cristian de Jonge, Apa Itu Calvinisme ?, 158
dengan firman Tuhan. Memang ketika dilakukan atau dilaksanakannya disiplin Gereja pasti
akan terjadi polemik. Pasti akan ada akibat yang terjadi ketika gereja melaksanakan disiplin
gereja, akan tetapi ketika dilaksanakan disiplin gereja akan ada jemaat yang sadar dan
menyetujui disiplin gereja tersebut. tetapi tidak sedikit juga jemaat yang menolak hal
tersebut. Meskipun demikian gereja harus berani mengambil keputusan, sudah tentu hal itu
adalah keputusan yang benar, yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Disini juga gereja
harus dilaksanakan, karena disiplin gereja yang telah Tuhan percayakan. Dimana ketakutan
para pemimpin gereja akan disiplin gereja adalah takut kehilangan jemaat dan acuh tak acu
terhadap pertumbuhan jemaat.8

Disiplin Gereja juga membentuk gereja menjadi sehat dan berkembang, disini
dikatakan disiplin dengan kasih, berarti bahwa yang dilaksanakan adalah pengajaran,
memberikan wejangan dan nasehat kepada jemaat yang melakukan pelanggaran. Dalam buku
Abineno menjelaskan bahwa peraturan-peraturan gereja adalah perturan yang sesungguhnya
harus di taati. Dalam hal ini peraturan gereja tidak berbeda dengan perturan yang lain. Tetapi
dasar ketaatan itu adalah kasih bukan kekerasan, kebebasan bukan paksaan.9 Dalam
menjalankan disiplin gereja, gereja tidak boleh mengeabaikan atau mengeluarkan jemaat
yang di disiplin karena ia adalah bagian dari jemaat Tuhan dan ia adalah umat Tuhan. Gereja
hanya boleh mengarahkan kepada kebenaraan dan mebawa jemaat kepada Tuhan sesuai
dengan amanat Tuhan kepada Gereja. Dimana kita telah tau bahwa gereja adalah satu di
dalam ke-universalan artinya bahwa gereja harus menghargai semua orang. Kesatuan itu
harus menjadi dasar dan kunci dari disiplin.10

3. Hukum Gereja(Ruhut Paminsangon Parmahanion)

Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP) menjadi landasan HKBP untuk


menjalankan peneguran dan pastoral (penggembalaan). Terdapat tiga perilaku yang dapat
diingat untuk menjalankan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP), yakni: Pertama,
menuntun jemaat agar bepegang teguh didalam Yesus Kristus. Kedua, menjaga agar tata
aturan tetap terjaga dan kekuasaan dosa tidak berkuasa di tengah-tengah jemaat.
Bahwasannya melalui peneguran dari hukum gereja itulah jemaat dapat merasakan amarah
Allah dan tidak dibiarkan para pengikut-Nya tetap tinggal didalam kejahatan. Terakhir,
melalui kotbah, nasihat, doa dan pastoral (penggembalaan) jemaat dapat menjadisaling
8
Rahmiati Tanudjaja, “Pandangan John Knox Tentang Reformasi Gereja Dalam Hal Praktikal Dan
Sakramental,” Veritas: Jurnal Teologi Dan Pelayanan 2, no 2 (2001): 211-222.
9
J. L., Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997). 5
10
Gene A. Getz, Saling Membangun (Bandung: Kalam Hidup, 1976), 41
berlomba untuk meninggalkan dosanya dan menjadikan dirinya lebih berhati-hati.11Dalam
menjalankan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP) bukan hanya Pendeta ataupun
Penatua, tetapi jemaat juga ikut termasuk didalamnya. Jemaat dianggap perlu ikut terlibat
menjaga agar pelanggaran tidak terjadi didalam jemaat, dan setiap orang juga seharusnya
dapat saling mengingatkan agar tidak melakukan kesalahan.

Pada pengambilan keputusan untuk menimbangi seseorang dikenakan pemberlakuan


gereja akan diadakan rapat oleh para majelis gereja. Harapannya bahwa teguran yang
diberikan itulah jemaat yang melakukan kesalahan dapat menyadari kesalahannya. Supaya
jemaat yang melakukan kesalahan pun tidak akan menjadi merasa dihakimi karena seluruh
jemaat hendaknya juga ikut merasakan tetapi tetap tidak merasa tinggi hati karena melakukan
peneguran. Mengingat bahwa sebagai manusia biasa tidak ada yang dapat terlepas dari
perbuatan dosa, hanya oleh karena kasih Tuhan sajalah kita dapat terlepas dari kuasa
dosa.12Seseorang yang dikabarkan atau ketahuan melakukan dosa, maka ia harus dikenakan
RPP. Ketika seseorang di RPP, ia tetap menjadi anggota jemaat, namun tidak dapat
mengambil atau memberikan suara berupa masukan kepada jemaat. Adapun juga hak-haknya
sebagai jemaat tidak lagi diberikan, selama ia belum menyadari kesalahannya dan dianggap
sudah berhak diterima kembali menjadi anggota yang utuh. Namun tidak boleh sembarangan,
karena untuk membuat seseorang di RPP ada beberapa tahapan yang harus dilakukan.

1. Pengarahan atau menjelaskan kepada jemaat apa sebenarnya hukum gereja (Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon).
2. Menjaga segala pemikiran yang dapat memecah persatuan didalam rapat jemaat
dan menyeleweng dari firman Tuhan.
3. Mengingatkan ketika ada kabar yang terdengar di Jemaat, sebelum yang
bersangkutan benar-benar melakukan kesalahan yang lebih fatal.
4. Sebelum peneguran dilakukan, ada empat langkah yang harus dijalankanterlebih
dahulu, yakni: diingatkan dua sampai tiga kali mengenai kesalahan yang telah
diperbuat. Kemudian dibawa kedalam rapat Majelis yang dipimpin oleh Pendeta
Ressort atau wakilnya. Lalu, dibuat surat resmi dari Majelis gereja mewakili
Jemaat dan disampaikan kepada yang bersangkutan. Terakhir akan diwartakan di
depan Jemaat. Maka rapat yang dilakukan harus benar-benar dipertimbangkan

11
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 13-14
12
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 15.
dengan matang, agar jemaat yang mengalami hukum gereja tidak merasa berkecil
hati bahkan hingga merasa dihakimi.
5. Ketika seseorang yang mengalami hukum gereja tidak lagi mau mendengarkan
nasihat dan tidak lagi mau bertobat, maka ia akan dikeluarkan dari keanggotaan
jemaat, dan apabila pasangannya juga mengikuti jejak yang sama dalam
kesalahan, maka mereka benar-benar tidak lagi mendapatkan hak-haknya sebagai
jemaat. Lalu kemudian diwartakan didepan jemaat, bahwa mereka tidak lagi
menjadi bagian dari jemaat. Dilihat dari perkataan dan tingkahlaku yang tidak lagi
mencerminkan seorang kristen dan tidak lagi mau menerima masukan untuk
mengajak mereka supaya bertobat.13

Ketika seseorang melakukan kesalahan hendaklah pastoral (penggembalaan)


dilakukan agar tidak sampai kepada hukuman dikeluarkan dari jemaat. Karena Yesus sendiri
pernah berkata kepada murid-Nya didalam Yohanes 21:17 “Gembalakanlah domba-
dombaKu”. Di dalam Matius 18:15-17 dikatakan “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah
dan ajarilah dia dibawah empat mata. Bila ia mendengar nasihatmu, maka engkau telah
mendapatkannya kembali sebagai temanmu. Dan bila ia tidak mendengarkan maka ajaklah
satu atau dua orang untuk menasihatinya juga. Ketika ia tetap tidak mendengarkannya juga
maka beritahukanlah kepada seluruh jemaat, seandainya ia juga tetap tidak mendengarkan
maka pandanglah ia sebagai seorang kafir.14 Karena itu sebelum seseorang terjatuh kedalam
dosa yang lebih mendalam, hendaklah pastoral (penggembalaan) dijalankan agar tidak
sampai kepada hukuman dikeluarkan dari jemaat.

Kunjungan pastoral tidak hanya dapat dilakukan pasca terjadinya pemberlakuan


hukum gereja kepada seseorang jemaat atau majelis gereja, namunalangkah lebih baiknya
bila kunjungan pastoral dilakukan kepada setiap jemaat yang meskipun ia tidak melakukan
kesalahan. Sekaligus untuk menghilangkan mind set dari jemaat yang bisa saja beranggapan
bahwa kunjungan dilakukan hanya kepada jemaat yang melakukan dosa. Apabila ketika
kunjungan pastoral telah dilaksanakan tetapi tetap ada saja kesalahan yang terjadi didalam
jemaat, maka majelis gereja sudah bisa dengan mudah mencari jalan keluar untuk
penyelesaian masalah, karena ia telah terlebih dahulu mengenali jemaat dan kebutuhannya

Maka ketika seseorang mengalami pemberlakuan hukum gereja, tidak lagi dipandang
sebagai paksaan dan hukuman semata, tetapi sudah menjadi tanggung jawab dari jemaat juga
13
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 24-29.
14
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 22.
untuk menjalankan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon. Hendaknya RPP itu dipandang
sebagai jalan untuk memelihara, memperhatikan untuk hidup didalam kekristenan dan tinggal
didalam firman Tuhan. (Kol. 3:16-17). Oleh karena itu ada baiknya ketika jemaat dapat
memahami Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, agar ketika mereka melakukan
kesalahan dan mengalami pemberlakuan hukum gereja, mereka dapat menerima peneguran
untuk perubahan diri. Dikarenakan tidak baik juga ketika seseorang dijatuhi hukuman, tetapi
ia tidak memahami kesalahan yang dilakukannya. Para majelis gereja juga hendaknya
mengetahui tata aturan penggembalaan dan peneguran (RPP), agar tidak ada kesalahan dalam
menjalankannya.15Itulah pentingnya pemahaman akan RPP, karena pada tahapan untuk
pemberlakuannya telah dijelaskan secara jelas.

Seseorang yang mengalami pemberlakuan hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot


Paminsangon) dipertimbangkan telah berubah dan mengakui dosanya, maka jemaat haruslah
bersedia menerimanya kembali. Melalui hal itulah maka utang dari jemaat telah terlunaskan
dihadapan Tuhan, ketika seorang domba yang hilang telah kembali. Seorang yang telah
mengalami pemberlakuan hukum gereja hendaklah mendatangi majelis gereja guna
memberitahu keinginannya untuk bertobat. Melalui bantuan majelis gereja, ia akan dibantu
untuk membuat surat yang akan dibawa olehnya ke rapat majelis gereja untuk menimbangi.
permintaannya. Pendeta dan Guru Huria yang akan melayani penyambutan seseorang yang
telah bertobat itu ditengah-tengah jemaat, karena memang sudah seharusnya jemaat bersuka
cita akan kembalinya jemaat yang telah mengakui kesalahannya. Untuk kasus seorang yang
didalam masa kritis juga bisa disambut atau diterima kembali oleh jemaat, apabila ia telah
menunjukkan sikap perubahan yang telah ditimbangi oleh Pendeta mengenai
kepercayaannya. Setelah itu ia boleh menerima haknya kembali sebagai jemaat seperti
perjamuan kudus dan ketika ia meninggal nantinya pun penguburannya akan dilayani oleh
majelis gereja.16 Begitu pula untuk seorang majelis gereja, bila ia benar-benar sudah bertobat
dari dosa yang ia perbuat, maka ia berhak melakukan pelayanan kembali di jemaat. Untuk itu
yang perlu kita perhatikan ialah bagaimana sebenarnya tahapan mulai dari seseorang
dikabarkan melakukan dosa, bertanya kepada yang bersangkutan, bila yang bersangkutan
tidak jujur maka mencoba mencari tahu dari orang-orang sekitarnya, dibawa kedalam rapat
majelis, menimbangi, memutuskan teguran apa yang akan diberikan, diwartakan dijemaat,
melakukan pastoral khusus. Melalui kunjungan pastoral itulah jemaat dapat diarahkan kepada
firman Tuhan dalam hubungan dengan Tuhan dan situasi hidupnya
15
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 25-26.
16
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 21.
3. Disiplin Peribadahan Kepada Tuhan.

Dalam buku yang diterbitkan HKBP yang berjudul Aturan dan Peraturan HKBP 2002,
setelah Amandemen ke Tiga dikatakan bahwa peribadahaan kepada Tuhan juga memiliki
aturan dan jugadisiplin yang harus diperhatikan, karena itu merupakaan kesatuaan dalam
gereja HKBP. Dalam peribadahan HKBP juga memiliki aturan, antara lain:

1. HKBP menyelenggarakan ibadah setiap hari minggu dan hari-hari besar gerejawi dan
hari-hari khusus lainnya, bertempat di gedung gereja, rumah, sekolah dan kantor serta
tempat-tempat lain sesuai kebutuhan.
2. Ibadah diselenggarakan menggunakan liturgi sebagai mana diatur dalam agenda
HKBP dan sesuai urutan minggu-minggu gerejawi yang diatur dalam Almanak
HKBP, menggunakan Buku Ende HKBP atau buku nyanyian yang sesuai denngan
konfensi HKBP, serta menggunakan teks khotbah atau bacaan Alkitab yaang diatur
dalam Almanak HKBP. Setiap pelayan yang melayani ibadah itu menggunakan
pakayan tohonan.
3. Ibadah dilayankan oleh pelayan-pelayan HKBP atau pelayan gereja lain yang seajaran
dan sedogma dengan HKBP.
4. Ibadah dilayankan kepada anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, dan lansia.
5. Ibadah di layankan dalam Bahasa Batak dan juga Bahasa indonesia atau bahasa
bahasa lain yang dipahami dan dihayati oleh warga jemaat.
6. Ibadahdiselenggaran dengan tata ruang dan dekorasi menurut liturgi dan agenda
HKBP.
7. Jemaat menyelenggarakan ibadah minggu dan ibadah penghiburan bagi aggota jemaat
yang berduka karena kematian atau bencana yang dialami.17

Dalam disiplin peribadahan, takut akan Tuhan yang telah di olah menjadi sikap
hormat, disiplin, dan bertanggung jawab, mestinya tercermin baik dalam ibadah kita maupun
dalam moralitas kita. Ibadah Kristen tidak perlu dibuat terlalu misterius, sehingga suasananya
mirip tempat-tempat seperti dalam dunia lain. Ibadah Kristen juga tidak perlu ditata dengan
aturan-aturan kaku yang mebuat orang takut salah dan takut mengungkapkan perasaanya.
Ibadah Kristen juga tidak perlu dipimpin secara otoriter (sewenang-wenang). Ibadah
semacam ini hanya cocok untuk orang yang hidup dalam budaya ketakutan, ibadah Kristen
seharusnya ibadah yang ramah, menyenangkan, dan melengakan, tetapi bukan ibadah yang
boleh dilakukan sesuka hati dan sembarangan. Umat yang hidup dalam budaya merdeka akan
17
Aturan Dohot Peraaturan HKBP 2002 Dung Amandemen Patoluhon, (Pearaja Tarutung, 2019), 33-34
merayakan ibadahnya dengan rasa hormat, disiplin, dan tanggung jawab, tampa perlu di
ancam ataupun ditakut-takuti.

Dalam kehidupan moral kita orang kristen mengajarkan bersifat baik dan berbuat
baik, bukan karena takut akan ancaman dan hukuman. Orang Kristen juga tidak perlu
kehilangan kegembiraan dalam hidup karena merasa akan kesalahan-kesalahaan yang
dilakukan, tetapi harus berusaha berdiri kokoh dan mengubah perilakunya. Orang Kristen
bersifat baik dan berbuat baik dalam kebebanan dan kegembiraan, sebagai wujud dari sikap
hormat, disiplin, dan bertanggung jawab kepada Tuhan Yang MahaEsa.18

 Kesimpulan

Di HKBP, pelaksanaan pastoral juga diatur di dalam Hukum Gereja (Ruhut


Parmahanion dohot Paminsangon). HKBP adalah salah satu jemaat kesukuan yang
menggunakan hukum gereja sebagai dokumen dan buah dari iman kepercayannya. HKBP
sering menyebutnya dengan istilah RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon). Ruhut ;
Tata Aturan, Parmahanion ; Pengembalaan, dohot; dengan, Paminsangon;
Peneguran.19Melihat arti dari RPP itu sendiri, bisa diperhatikan dengan jelas bahwa hukum
gereja tidak hanya berisikan hal mengenai peneguran atau hukum saja, tetapi juga
penggembalaan. Karena yang mempunyai hak untuk menghukum dan menghakimi hanyalah
Allah. Gereja hanya boleh sampai pada tindakan peneguran, agar ia sadar akan kesalahan
atau dosa yang ia lakukan dan tidak kembali lagi melakukan dosa. Hukum gereja dipahami
sebagai salah satu ciri gereja yang benar karena berasaskan firman Tuhan sehingga hal ini
menjadi ketentuan baku yang harus dilaksanakan oleh gereja. Hukum gereja juga dipahami
sebagai ilmu yang terintegrasi dengan ilmu teologi lainnya, seperti sejarah gereja, dogmatika,
teologi praktika dan sebagainya. Hukum gereja menjadi penting untuk dipahami jemaat dan
gereja karena fungsinya yang mengikat kehidupan jemaat secara teologi dan sosial. Sehingga
tujuan dari makna yang ingin disampaikan oleh hukum gerejatidak menjadi kabur. Hukum
gereja tidak lagi dipandang sebagai alat untuk menghakimi seseorang di dalam jemaat.

18
Yahya Wijaya, Kemarahhan, Keramahaan, dan Kemurahan Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 80-
81.
19
M. Simandalahi, “Kamus Batak” Kamus Batak.com, 2016. Akses 29 Januari 2019.
http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=ruhut&bahasa=batak&submit=Terjemahkan

Anda mungkin juga menyukai