TELAAHAN STAF
I. POKOK PERSOALAN
Menganalisis situasi, pemetaan sumber daya, lingkungan, faktor ekonomi, sosial, budaya
dan infrastruktur dalam rangka penanggulangan Stunting di wilayah kerja puskesmas sekapuk
Mendeskripsikan bahwa Kabupaten Gresik sebagai Lokus Stunting Tahun 2021 maka
Strategi penanggulangan prevalensi stunting memerlukan intervensi gizi yang terpadu,
mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitive melalui jejaring kesehatan dan lintas
sektor wilayah kerja Puskesmas Slempit.
b. Data ePPGBM
Aplikasi yang diakui secara Nasional untuk pencatatan dan pelaporan data Stunting
adalah Aplikasi ePPGBM dari Kementerian Kesehatan. Data Stunting didapatkan
berdasarkan pengukuran tinggi/panjang badan dibandingkan umur balita pada bulan
timbang Februari dan Agustus di Posyandu. Aplikasi ePPGBM ini berbasis NIK
Balita.
Data bulan timbang dari bidan desa yang dilakukan secara manual dilaporkan ke
petugas gizi dan petugas gizi yang mengupload semua data balita di aplikasi eppgbm
c. Alur laporan kunjungan / penimbangan dari Faskes Swasta belum terorganisir dengan
baik. Balita yang tidak melakukan penimbangan di Posyandu kemungkinan
menimbang di Faskes Swasta setiap bulan, terutama jika orang tua bekerja.
ORIENTASI TTLGB
PMBA (PEMBERIAN PEMANTAUAN
(TATA LAKSANA GIZI
MAKAN BAYI BALITA) PERTUMBUHAN
NO PUSKESMAS BURUK)
1 SLEMPIT 1 1 15 1
JUMLAH 1 1 15 1
JML ANGG
NO PUSKESMAS JML ANGG BOK PROPORSI SASARAN RIIL
GIZI
6. Prevalensi Stunting
A. Berdasarkan Survei :
1. Riskesdas Tahun 2018
- Prevalensi Stunting Propinsi Jawa Timur : 32,81 %
- Prevalensi Stunting Kab.Gresik : 27,16 %
BALITA PERSENTASE
NO PUSKESMAS STUNTING
DIUKUR STUNTING
1. SLEMPIT 1560 115 7,37
JUMLAH 1560 115 7,37
TB/U
No Desa/Kelurahan Sangat
Pendek Normal Tinggi
Pendek
1 SLEMPIT 1 25 367 1
2 SIDORAHARJO 1 20 296 -
3 MOJOWUKU 4 13 179 3
4 TULUNG 3 9 124 -
5 GLINDAH 2 14 195 -
6 LAMPAH 3 11 189 -
7 CERMEN LEREK 1 8 90 1
JUMLAH 15 100 1.440 5
N Pukesmas Desa/Kel
NIK Nama JK Tgl Lahir Nama Ortu
o
3525085005170001 Adeva meysa
1 P 10/05/2017 Heriono Slempit Slempit
Saqueena
2 3525084306180002 P 03/06/2018 Agus santoso
3525080804180002 Arjunaaprilianto
3 08/04/2018 Raji
Qirani alesha
4 3525086207170002 22/07/2017 Devi indadari
Letisia naumi
3525086410180001 klarisa 24/10/2018 Siti sholikah
5
M. Hafis
3525080303190002 alfarukh 03/03/2019 Lisaniah
6
Auliya fajrina Siti
3525086003190001 20/03/2019 novatimah
7
3525080610200001 Sandy Abidzar 06/10/2020 Wiwid
8
Aliandra al la'la Fitroh
3525082702180002 27/02/2018 tamboyon
9
Wdiya Dwi
3525084303180002 aulia 03/03/2018 Khusairi
10
Erlita nazla Ahmad
3525084503180001 05/03/2018 Ashar
11
12 3525080808170001 Bima satya 08/08/2017 Jumilah
Nugraha
Muhamad
3525081809160001 gilang ariki 18/09/2016 Senari
13
3525081007170001 Fathir khalif. S 10/07/2017 Sukiyadi
14
3525081301180001 Muhamad faqih 13/01/201
zunaid 8 Rofiul faqih
15
Laila dwi lestari
16
Afanda
Trigautama
17
Aulia izatun
18
Hilmi
19
Nada
nursalsabilah
20
M. andra riski
22
Alfiyah
aminatus
23
Fathan almizan
24
Veniara aurelya
25
Aditiya rifki. R
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
7. INTERVENSI SPESIFIK YANG DILAKUKAN
KONDISI/DATA REMATRI KEK DAN ANEMIA (Rematri anemia belum
dilakukan)
KONDISI/DATA BUMIL KEK DAN ANEMIA
1 Sekapuk 43
2 Bolo 25
3 Glatik 25
4 kebonagung 19
5 Gosari 21
6 Canggaan 0
jumlah 133
1. Kesiapan Data
a. Data Sasaran
Data sasaran balita di puskesmas sekapuk 1.372 balita sedangkan data riil 1.294
balita , selisih 78 balita
b. Data ePPGBM
Permasalahan utama yang dihadapi terkait dengan entry data bulan timbang ke
aplikasi e PPGBM adalah
c. Alur laporan
Sasaran Balita yang tidak datang ke Posyandu tetapi rutin melakukan penimbangan
di fasilitas Kesehatan swasta pelaporannya belum tercover puskesmas.
6. Prevalensi Stunting
Berdasarkan hasil bulan timbang Februari 2021 sebanyak 960 balita yang
ditimbang dan diukur didapatkan 20 balita yang stunting = 2,08%. Hal ini dimungkinkan
antara lain karena keakuratan pengukuran di masing masing wilayah puskesmas
mengingat sumber daya baik kompetensi sumber daya manusia maupun ketersediaan
sarana antropometri untuk pengukuran Panjang badan dan tinggi badan di masing-masing
puskesmas belum semuanya terpenuhi.
7. INTERVENSI SPESIFIK
BAHASLAH SELURUH PERMASALAHAN YANG MEMPENGARUHI KONDISI
STUNTING SECARA KOMPREHENSIF
Literatur yang membahas mengenai praktik gizi ibu dan anak di Indonesia
terutama pada masa emas 1000 HPK. 11 Secara keseluruhan, disparitas pencapaian
seluruh indikator gizi ibu dan anak terjadi di seluruh Indonesia karena ketimpangan
ekonomi dan sosial, infrastruktur, dan desakota. Kekurangan gizi terjadi paling buruk di
daerah dengan akses terbatas ke pelayanan kesehatan, sekolah, dan pasar. Bahkan di
antara rumah tangga terkaya, antara 24 dan 29% anak anak juga menderita stunting.
Tinjauan tersebut mengulas praktik gizi ibu dan anak saat ini dan apa yang diketahui
tentang determinan kunci gizi ibu dan anak dan perilaku mencari layanan kesehatan
(health seeking behaviour).
Kesenjangan pengetahuan penting terkait gizi ibu dan anak telah diidentifikasi. Tinjauan
tersebut menggaris bawahi perlunya strategi komunikasi perubahan perilaku yang
komprehensif dan berbasis data mulai dari advokasi, komunikasi massa, komunikasi
interpersonal dan penggerakan masyarakat untuk mengatasi hambatan untuk mencapai
gizi ibu dan anak yang optimal dalam 1000 HPK
1) Terkait Stunting
Stunting belum dikenal oleh banyak orang.
Stunting belum dilihat sebagai masalah kesehatan masyarakat di kalangan ibu, tenaga
kesehatan dan pemangku kepentingan non-kesehatan
Banyak orang percaya stunting disebabkan oleh faktor genetik.
2) Gizi Ibu
Food taboo dan food habit yang keliru selama kehamilan
Asupan makan ibu hamil dipengaruhi oleh suaminya dan/atau mertua sebagai orang yang
mengambil keputusan mengenai makanan apa yang akan dibeli dan dikonsumsi.
Defisiensi mikonutrien pada ibu hamil terjadi karena rendahnya kepatuhan konsumsi
suplementasi gizi selama hamil.
3) Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
Inisiasi menyusu dini belum menjadi normal; hanya sekitar setengah dari ibu melahirkan
melakukan inisiasi menyusu dini dalam 1 jam kelahiran.
Satu dari dua bayi berumur 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif.
Ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan lebih sering tidak mempraktekkan
inisiasi menyusu dini dalam 1 jam pertama kelahiran dibanding jika kelahiran dibantu
oleh dukun beranak atau keluarga.
Terdapat confidence gap pada kemampuan ibu untuk bisa memproduksi ASI dalam
kualitas dan kuantitas yang mencukupi.
Ibu yang bekerja mendapat hambatan untuk bisa menyusui, misalnya karena akses ke
pojok ASI terbatas, dll
Materi promosi susu formula yang menyalahi code of conduct menjadi halangan untuk
ASI eksklusif.
4) Pemberian Makanan Tambahan
Pengenalan kepada makanan tambahan yang terlalu dini, setengah dari anak yang
mendapatkan ASI sudah meneima makanan padat atau semi padat pada umur 4 atau 5
bulan.
Kecukupan frekuensi makan anak pada usia 6-24 bulan menjadi masalah; 1/3 anak tidak
mendapat makan dengan frekuensi yang cukup setiap harinya
50% ibu menyatakan hanya memberi makan anak sesuai keinginan anak (on demand)
Hanya sekitar 1/3 anak usia 6-23 bulan diberi makan sesuai standar WHO untuk PMBA,
termasuk frekuensi pemberian ASI dan makanan serta kecukupan keragaman makanan.
Kotak 2. Permasalahan terkait WASH
87% dari populasi memiliki akses terhadap sumber air minum
61% dari populasi menggunakan sistem sanitasi
Adanya ketidaksamaan akses akan air bersih dan sanitasi di semua provinsi
Perilaku mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, memasak, atau saat memberi
makan masih rendah
Sekitar 20% dari total populasi di Indonesia masih melakukan buang air besar
sembarangan
5) Perbaikan gizi rematri penyuluhan tentang makanan gizi seimbang untuk remaja putrid
6) Pemberian tablet tambah darah dan pemantauan terhadap kepatuhan mengkonsumsi
tablet tambah darah
IV. KESIMPULAN :
V. SARAN