Anjas Laporan Kasus CA Nasofaring
Anjas Laporan Kasus CA Nasofaring
KARSINOMA NASOFARING
Oleh :
Tiodora Wike Dwi Sari
I11109076
Telah disetujui,
Pontianak, 23 April 2014
Pembimbing Laporan Kasus, Disusun oleh :
A. Anatomi Nasofaring
B.3. Etiologi
B. 4. Patologi
b. Nodular
Biasanya berbentuk anggur atau polipoid tanpa adanya ulserasi tetapi kadang-
kadang terjadi ulserasi kecil. Lesi terbanyak muncul di area tuba eustachius
sehingga menyebabkan sumbatan tuba. Tumor dapat meluas pada retrospenoidal
dan tumbuh disekitar saraf kranial namun tidak menimbulkan gangguan
neurologik. Pada stadium lanjut tumor dapat meluas pada fossa serebralis media
dan merusak basis kranium atau meluas ke daerah orbita melalui fossa orbitalis
inferior dan dapat menginvasi sinus maksilaris melalui tulang ethmoid.
c. Eksofitik
Biasanya non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring, kadang-kadang
bertangkai dan permukaan licin. Tumor muncul dari bagian atap, mengisi kavum
nasi dan menimbulkan penyumbatan hidung. Tumor ini mudah nekrosis dan
berdarah sehingga menyebabkan epistaksis. Tumor bentuk ini cepat mencapai
sinus maksilaris dan rongga orbita sehingga menyebabkan eksoftalmus unilateral.
Tipe ini jarang melibatkan saraf kranial.
2. Mikroskopis
a. Perubahan pra keganasan
Perubahan ini merupakan sebagai kondisi dari jaringan atau organ yang tumbuh
menjadi ganas secara perlahan. Penelitian yang dilakukan Teoh (1957)
mendapatkan bahwa metaplasia skuamosa merupakan keadaan yang paling
bermakna untuk terjadinya KNF. Dari penelitian Li dan Chen (1976) ditemukan
juga adanya hiperplasia dari sel-sel nasofaring yang berkembang kearah
keganasan. Dari berbagai penelitian diatas menyokong bahwa metaplasia dan
hyperplasia nasofaring merupakan perubahan pra keganasan dari karsinoma
nasofaring.
b. Perubahan patologik pada mukosa nasofaring
Reaksi radang
Radang akut dan kronis sering dijumpai pada mukosa nasofaring. Bentuk
perubahan ini biasanya dihubungkan dengan tukak mukosa yang mengandung
sejumlah leukosit PMN, sel plasma dan eosinofil. Pada peradangan kronis akan
dijumpai limfosit dan jaringan fibrosis. Ada anggapan yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara proses regenerasi pada ulserasi epitel nasofaring dengan
perubahan metaplasia dan displasia dari epitel tersebut.
Hiperplasia
Hiperplasia yang sering terlihat pada lapisan sel mukosa kelenjar dan salurannya
maupun pada jaringan limfoid. Hiperplasia kelenjar sering dihubungkan dengan
proses radang. Sedang hiperplasia jaringan limfoid dapat terjadi dengan atau
tanpa proses radang.
Metaplasia
Sering terlihat metaplasia pada epitel kolumnar nasofaring berupa perubahan
kearah epitel skuamosa bertingkat.
Neoplasia
Liang (1962) menemukan bahwa neoplasia mulai tumbuh di bagian basal lapisan
sel epitel. Lapisan basal ini yang mulanya sangat kecil akan bertambah
besar, jumlah sel bertambah banyak dan bentuknya akan menjadi bulat atau
pleomorfik.
B.5. Histopatologi
Histologi Nasofaring
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat
banyak jaringan limfosid, sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta.
Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosid ini sangat erat, sehingga sering
disebut ” Limfoepitel ”, Bloom dan Fawcett membagi mukosa nasofaring atas
empat macam epitel :
1. Epitel selapis torak bersilia ” Simple Columnar Cilated Epithelium ”
2. Epitel torak berlapis “ Stratified Columnar Epithelium“.
3. Epitel torak berlapis bersilia “Stratified Columnar Ciliated Epithelium“.
4. Epitel torak berlapis semu bersilia “ Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated
Epithelium ”
Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para
ahli. 60 % persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng “
Stratified Squamous Epithelium “, dan 80 % dari dinding posterior nasofaring
dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh
epitel transisional, yang merupakan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng
dan torak bersilia.
Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi keratin, kecuali pada kripta
yang dalam. Dipandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan
dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.
Di sekitar koana dan atap terdiri dari epitel torak bersilia, sedangkan dinding
lateral diliputi oleh epitel skuamosa dan epitel torak bersilia. Jaringan limfoid
terdapat didinding lateral, terutama disekitar muara tuba eustachius, dinding
posterior dan atap nasofaring. Jaringan limfoid di nasofaring ini merupakan
lengkung atas cincin Waldeyer.
B. 6. Gejala Klinik
B.6.1. Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis
dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting untuk
mengetahui gejala dini KNF dimana tumor masih terbatas di rongga nasofaring.
Gejala telinga :
1. Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga,
rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala
ini merupakan gejala yang sangat dini.
2. Radang telinga tengah sampai perforasi membrane timpani. Keadaan ini
merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana
rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama
makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani dengan
akibat gangguan pendengaran.
Gejala Hidung:
1. Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat
terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-
ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga
berwarna kemerahan.
2. Sumbatan hidung
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-
kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala
telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,
karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan
lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita
radang. Hal ini menyebabkan keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada
stadium dini.
Gejala lanjut
1. Pembesaran kelenjar limfe leher.
Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas jika
timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri.
Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya
sering diabaikan oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan
sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran
kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke
dokter.
B.8. Diagnosis
B.9. Penatalaksanaan
Stadium I : Radioterapi
Stadium II-III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan KNF. Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan
atau tanpa kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna
dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor
sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak
menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif
sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk
keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy.
Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum
kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tidak teraba diberikan radiasi sebesar
5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila
lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi 5,5 minggu.
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran
sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin
berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% -
100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka
kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka
ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa faktor diantaranya yang
terpenting adalah stadium penyakit. Pasien KNF stadium III-IV yang hanya
diterapi dengan radiasi, angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival rate)
kurang dari 25 %, dan pada pasien yang telah mengalami metastase ke limfonodi
regional, maka angka tersebut turun sampai 1-2%.
2. Kemoterapi
Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat
menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat
anti kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal (active single agents), tetapi
pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi
sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel – sel yang resisten terhadap salah satu
obat mungkin sensitive terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat
dikurangi sehingga efek samping menurun. Beberapa regimen kemoterapi yang
antara lain cisplatin, 5-Fluorouracil , methotrexate, paclitaxel dan docetaxel.
Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganas.
Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga
untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar paska
radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer
sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-
kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil
diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka
pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
B. 10. Prognosis
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti:
- Stadium yang lebih lanjut.
- Usia lebih dari 40 tahun
- Laki-laki dari pada perempuan
- Ras Cina dari pada ras kulit putih
- Adanya pembesaran kelenjar leher
- Adanya kelumpuhan saraf otak dan adanya kerusakan tulang tengkorak
- Adanya metastasis jauh.
LAPORAN RESUM CA NASOFARING
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : tn. UN
Umur : 64 tahun
Alamat : kp.margawati
Pekerjaan : peternak
Keluhan Utama
Benjolan di leher kiri, disertai nyeri bagian pundak dan sedikit sesak
Pasien menjelaskan bahwa benjolan tersebut telah ada pada 7bulan yang lalu dan
secara progresif membesar dan diikuti dengan gejala-gejala lain berupa nyeri pada
bagian leher, ada yang mengganjal saat menelan, dan sakit kepala. Pasien
sebelumnya telah berobat ke RS di nurhayati namun obat yang diberikan tidak
mampu menurunkan gejalanya. Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan kopi
dengan rata-rata 2 bungkus perharinya dan pasien mengaku paling suka makan
ikan asin serta sering mengkonsumsi alkohol.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang pernah mengalami gejala yang sama.
Terdapat masa di leher sebelah lateral kiri, konsistensi keras padat, tidak terdapat
neyri tekan.
Status Lokalis
Telinga
Inspeksi, Palpasi :
Otoskopi :
Membran Intak, berwarna abu-abu pucat, Intak, berwarna abu abu pucat,
timpani refleks cahaya +. refleks cahaya +.
Tenggorokan
Inspeksi, Palpasi :
V. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Karsinoma Nasofaring
Diagnosis banding :
Nasofaringeal Angiofibroma
Tumor Laring
VI. TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
Berhenti merokok
Berikan makanan dalam bentuk lunak atau cair
Medikamentosa :
VII. PROGNOSIS
Prognosis karsinoma nasofaring tergantung dari beberapa aspek yaitu stadium
tumor, umur penderita dan jenis kelamin. Semakin tinggi stadium maka semakin
rendah prognosis, begitu pula jika umur yang semakin tua menurunkan
kemungkinan untuk kembali sempurna. Dan jenis kelamin laki-laki telah diteliti
memiliki prognosis yang lebih buruk ketimbang wanita.