Anda di halaman 1dari 96

DIKTAT PERT 1-6

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Disusun Oleh:
Heny Kusmawati, M.S.I

SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM PATI

2017
Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 1
“KETERANGAN”
DIKTAT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR PERTEMUAN 1-6 INI HANYA
SEBAGAI KOMPLEMEN PELENGKAP SECARA KASAR YANG DAPAT DIBACA
MAHASISWA SEBELUM DIBERIKAN HANDOUT DALAM BENTUK POWER
POINT KARENA PERTEMUAN 1-6 BERSIFAT TEORITIK DAN PERTEMUAN 7-
15 BERSIFAT APLIKATIF

“IDENTITAS”
Untuk mempermudah pengumpulan tugas mahasiswa: silahkan semua file tugas laporan
dijadikan satu diketua kelas untuk diemail kan ke kusmawati.heny@gmail.com. Bagi kelas
yang mengumpulkan akan diupload di academia.edu untuk bahan arsip mata kuliah strategi
belajar mengajar STAIP dan silahkan kumpulkan tugas tepat pada waktunya dalam bentuk
laporan dan cd yang berisi video. Silahkan tanya bagi yang mengalami kendala tentang tugas
di no wa 085641575671 agar hasil penilaian dapat maksimal.

Berorientasilah pada proses bukan hanya


berorientasi pada hasil.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 2


PERTEMUAN 1
HAKIKAT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

A. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar


Konsep dasar yang paling hakiki dari strategi belajar-mengajar PAI adalah
melalui pendidikan agama Islam, ditanamkan perasaan dan kesan memperoleh sukses,
baik di dunia maupun diakhirat sehingga yang ditanamkan sikap optimisme dan tetap
menguatamakan ketahuhidannya. Jadi dalam proses belajar mengajarnya peserta didik
merasa aman, merasa diakui dan berharga dalam kelompoknya. Semua kemampuan
peserta didik diakui dan dihargai oleh gurunya. Guru hangat dan bersahabat, sehingga
peserta didik tidak merasa takut, tegang, atau resah dalam mengikuti pelajaran PAI.
Dalam proses belajar-mengajar PAI, yang penting adalah memaksimalkan
partisipasi dari semua peserta didik. Partisipasi peserta didik dapat terjadi bila
atmosfir belajar menggairahkan dan keadaan lingkungan belajar mendukung,
maksudnya peserta didik merasa aman, merasa diakui dan berharga dikelasnya. Untuk
mencapai suasana tersebut, guru PAI harus memahami tugasnya dan menguasai
penampilan dalam menerapkan strategi belajar-mengajar yang tepat.

B. Pengertian Strategi Belajar Mengajar


Strategi belajar-mengajar secara harfiah dapat diartikan sebagai menyiasati
atau mengakali pelaksanaan belajar-mengajar, dan strategi mengajar merupakan
kegiatan yang dilakukan sebelum proses belajar-mengajar dilaksanakan peserta
didikan. Tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi dan kegiatan belajar yang
memungkinkan peserta didik lancar belajar dan mencapai sasaran belajar, atau dengan
istilah lain tujuannya adalah agar proses belajar-mengajar itu berhasil.
Dalam istilah menyiasati mengandung pengertian merencanakan, menetapkan
dan menerapkan berbagai upaya yang berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar
dalam usaha mencapai tujuan pengajarannya. Strategi adalah gerakan sebelum
kegiatan belajar-menagajar itu dilaksanakan peserta didik. Strategi belajar-mengajar
merupakan hasil pilihan yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan tujuan
pengajaran tertentu, karena situasi, kondisi, dan tujuan pengajaran itu dapat berbeda-
beda.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 3


Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua
bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning atau berdasarkan materi yang
diberikan guru dan (2) group-individual learning atau peserta didik belajar mandiri
dengan mencari materi sendiri (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Selanjutnya,
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur
strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put)
dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi
dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang
paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan
dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran
(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement)
usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan
profil perilaku menjadi akhlakul karimah dan pribadi muslim peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran PAI yang
dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode
dan teknik pembelajaran PAI.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan
atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan PAI.

C. Ruang Lingkup Strategi Belajar Mengajar


Yang termasuk kedalam ruang lingkup strategi belajar-mengajar adalah:
1. Pemilihan materi, maksudnya adalah : materi merupakan salah satu faktor
terpenting untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Dalam
memilih materi, ada tiga faktor yang harus diperhatikan, yaitu
a. Uraian materi, yaitu adanya struktur yang sistematis
b. Keluasan materi, yaitu materi disesuaikan dengan kesiapan peserta
didik

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 4


c. Penggabungan materi, yaitu adanyan keterkaitan antara satu sub pokok
bahasan yang satu dengan yang lain.
2. Komunikasi tugas, maksudnya adalah : suatu proses dimana suatu jawaban
atau respons dibangkitkan oleh suatu pesan yang diterima.
3. Kemajuan materi, maksudnya adalah : untuk memperoleh kemajuan materi
maka perlu dicari hambatan-hambatannya.
4. Umpan balik dan evaluasi, maksudnya adalah : untuk menetahui tujuan
pengajaran tercapai atau tidak.

D. Fungsi Strategi Belajar-Mengajar


Berikut ini akan dijelaskan mengenai fungsi- fungsi strategi belajarmengajar, yaitu
sebagai berikut :
1. Strategi berfungsi sebagai faktor determain keberhasilan, maksudnya strategi
mempunyai kedudukan yang cukup menentukan terhadap keberhasilan proses
belajar-mengajar.
2. Strategi berfungsi sebagai peletak dasar kegiatan suatu proses belajar-
mengajar, maksudnya bagaimana proses belajar-mengajar tersebut berlaku
sangat tergantung pada dasar-dasar yang diletakan pada awal kegiatannya.
Strategi berfungsi sebagai patokan atau ukuran keberhasilan, maksudnya strategi
dapat berperan sebagai acuan pelaksanaan dan menjadi patokan untuk menjalankan
proses pengendalian bila terjadi penyimpangan. Jenis strategi yang diterapkan, pada
dasarnya terletak pada pendekatan dua strategi pengajaran yang ekstrim, yaitu :
1. Pendekatan strategi pengajaran yang berpusat pada guru
2. Pendekatan strategi pengajaran yang berpusat pada peserta didik.

Strategi pengajaran yang berpusat pada guru, menunjukkan ciri yaitu guru yang
mendominasi semua proses belajar-mengajar, artinya semua kegiatan dimulai dari
inisiatif dan keputusan guru. Sedangkan strategi pengajaran yang berpusat pada
peserta didik menunjukkan ciri bahwa peserta didik-lah yang berinisiatif dalam
menentukan keputusan.

Ada berbagai macam bentuk strategi pengajaran, yaitu (1) strategi komando: strategi
pembelajaran terbimbing, (2) strategi resiprokal: strategi pembelajaran berdasarkan
ketrampilan, (3) strategi program individual: strategi pembelajaran berdasarkan peserta

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 5


didik, (4) strategi pemecahan masalah tertuntun, (5) strategi inkuiri: strategi
pembelajaran yang memposisikan guru sebagai fasilitator.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 6


PERTEMUAN II

TAKSONOMI VARIABEL DALAM STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

A. Karakteristik Peserta Didik


1. Karakteristik Peserta Didik Usia SD
a. Karakteristik Kognitif Peserta Didik Usia SD
Tahap perkembangan kognitif individu, menurut Piaget adalah sebagai berikut:

1) Tahap Sensorimotor (0‐2 tahun), bayi lahir memiliki sejumlah refleks bawaan
yang mendorong untuk mengeksplorasi dunianya. Masa ini juga sering disebut
sebagai masa oral cenderung menggunakan mulut.

2) Tahap Pra-operasional (2‐7 tahun), pada tahap ini peserta didik mulai belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan menggunakan gambaran dan
bahasa tanda lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis.

3) Tahap Operational Konkrit (7‐11 tahun), Pada tahapan ini peserta didik mulai
menghilangkan sifat egosentrisnya untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
orang lain. Pada tahap ini pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses
dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, Pada rentang usia ini peserta
didik mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:

a) mulai memandang dunia secara objektif, berpindah dari satu aspek situasi ke
aspek lainnya secara reflektif serta memandang unsur-unsur secara serentak;

b) mulai berpikir lebih operasional;

c) mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan


benda-benda;

d) membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturanaturan, prinsip ilmiah


sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat;

e) memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan
berat.

4) Tahap Operasional Formal (12‐dewasa). kemampuan untuk berpikir secara


abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Menurut Piaget ada lima faktor yang menunjang perkembangan
intelektual yaitu:

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 7


a) Kedewasaan (maturation), mempengaruhi perkembangan kognitif.

b) Pengalaman fisik (physical experience), Pengalaman fisik melibatkan asimilasi


pada struktur logika matematik.

c) Pengalaman logika matematika (logical mathematical experience),


Pengalaman logika matematik, yaitu mengkontruksi hubungan-hubungan
antara obyek-obyek.

d) Transmisi sosial (social transmission), dalam transmisi sosial, pengetahuan


datang dari orang lain perkembangan intelektual peserta didik.

e) Proses keseimbangan (equilibriun) atau proses pengaturan sendiri (self-


regulation), Pengaturan sendiri, equilibrasi adalah kemampuan untuk
mencapai kembali kesetimbangan (equilibrium) selama periode
ketidaksetimbangan (disequilibrium).

b. Karakteristik Fisik Peserta Didik Usia SD


Menurut Hurlock (1980:149) perkembangan fisik pada peserta didik usia sekolah
dasar adalah sebagai berikut: tinggi , berat , perbandingan tubuh , kesederhanaan,
perbandingan otot-lemak, gigi

Pertumbuhan fisik, baik secara langsung maupun tidak tidak langsung akan
mempengaruhi prilaku peserta didik sehari-hari. Berikut penjelasan terkait
pertumbuhan biologis peserta didik usia SD:

1) Peserta didik usia masuk kelas satu SD berada dalam periode peralihan dari
pertumbuhan cepat masa peserta didik peserta didik awal ke suatu fase
perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh peserta didik relatif kecil
perubahannya selama tahun tahun di SD.

2) Usia 9 tahun tinggi dan berat badan peserta didik laki‐laki dan perempuan
kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun peserta didik perempuan relatif
sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari peserta didik laki‐laki.

3) Akhir kelas empat, pada umumnya peserta didik perempuan mulai mengalami
masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 8


4) Pada akhir kelas lima, umumnya peserta didik perempuan lebih tinggi, lebih
berat dan lebih kuat daripada peserta didik laki‐laki. Peserta didik laki‐laki
memulai lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun.

5) Menjelang awal kelas enam, kebanyakan peserta didik perempuan mendekati


puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Perkembangan fisik selama remaja
dimulai dari masa pubertas. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Fisik dijelaskan dibawah ini:

Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI berlangsung lebih lambat


dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada masa sebelumnya (masa bayi
dan peserta didik-kpeserta didik awal) dan sesudahnya (masa puber dan
remaja). Pada masa peserta didik akhir, pertumbuhan fisik relatif seimbang,
meskipun masih tetap ada perbedaan individual setiap peserta didik. Jadwal
waktu pertumbuhan fisik tiap peserta didik tidak sama, ada yang berlangsung
cepat, sedang, atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan
fisik peserta didik, baik secara umum maupun individual. Diantaranya adalah
sebagai berikut:

1) Pengaruh keluarga, baik faktor keturunan maupun lingkungan keluarga dapat


membuat peserta didik menjadi lebih gemuk daripada peserta didik lainnya
sehingga lebih berat tubuhnya.

2) Jenis Kelamin, Kecenderungan ini terjadi karena bangun tulang dan otot pada
peserta didik laki-laki memang berbeda daripada peserta didik perempuan.
3) Gizi dan kesehatan, peserta didik yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih
tinggi tubuhnya dan relatif lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan
dengan yang memperoleh gizi kurang.

4) Status sosial ekonomi, fisik peserta didik dari kelompok keluarga sosial
ekonomi rendah cenderung lebih kecil daripada peserta didik dari keluarga
dengan status sosial ekonomi yang cukup atau tinggi.

5) Gangguan emosional, peserta didik yang sering mengalami gangguan


emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan.
Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar
pituitary, dan akibatnya peserta didik mengalami keterlambatan perkembangan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 9


6) Perkembangan/pertumbuhan memasuki masa puber. Demikian juga bentuk
tubuh endomorf (gemuk), mesomorf (sedang) atau ektomorf (kurus) juga
mempengaruhi besar kecilnya tubuh peserta didik, yang pada gilirannya
berpengaruh pula terhadap aktivitas, sosialisasi, emosi, dan konsep
diri/kepribadian peserta didik secara keseluruhan.

c. Karakteristik Psikis Peserta Didik Usia SD

Dengan memahami karakteristik peserta usia SD di atas, para guru dapat


memahami psikis pendidikan peserta didik, yang pada akhirnya mampu memilih
metode pembelajaran yang tepat untuk peserta didik, berikut adalah karakteristik
umum pada peserta didik usia SD:

1) Senang bermain
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang
bermuatan permainan lebih terutama untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di
dalamnya.
2) Senang bergerak
Guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
berpindah atau bergerak. Menyuruh peserta didik untuk duduk rapi untuk jangka
waktu yang lama, dirasakan peserta didik sebagai siksaan.
3) Peserta didik senang bekerja dalam kelompok
Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, peserta didik belajar aspekaspek yang
penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok,
belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada orang lain.
4) Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, peserta didik SD memasuki tahap
operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan
konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, peserta
didik membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan,
jenis kelamin, moral, dan sebagainya.
5) Peserta didik manja
Guru harus membuat metode pembelajaran yang dapat membimbing dan
mengarahkan peserta didik, serta membentuk mental peserta didik agar tidak cengeng.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 10


6) Peserta didik sulit memahami isi pembicaraan orang lain
Pada pendidikan dasar yaitu SD, peserta didik sulit dalam memahami apa yang
diberikan guru, disini guru harus dapat membuat atau menggunakan metode yang
tepat
7) Senang diperhatikan
Di sini peran guru untuk mengarahkan perasaan peserta didik tersebut dengan
menggunakan metode tanya jawab misalnya, peserta didik yang ingin diperhatiikan
akan berusaha menjawab atau bertanya dengan guru agar peserta didik lain beserta
guru memperhatikannya.
8) Senang meniru
Dalam kehidupan sehari hari peserta didik mencari suatu figur yang sering dia lihat
dan dia temui. Mereka kemudian menirukan apa yang dilakukan dan dikenakan orang
yang ingin dia tiru tersebut.

Pada peserta didik-peserta didik yang melakukan aktivitas fisik dipengaruhi oleh
kecenderungan sifat yang dimiliki (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991), antara lain:

1) Kemampuan memusatkan perhatian pada suatu macam aktivitas yang sedang


dilakukan makin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat konsentrasi yang
cukup tinggi pada peserta didik yang terlibat dalam aktivitas yang dilakukannya.

2) Semangat untuk mencari pengalaman baru cukup tinggi.

3) Perkembangan sosialnya makin baik yang ditunjukkan dengan luasnya


pergaulan dengan semakin mendalamnya pergaulan dengan teman sebayanya.

4) Perbedaan perilaku antara memperjelas bentuk aktivitas yang dominan


dilakukan oleh peserta didik laki-laki dengan peserta didik perempuan.

5) Semangat untuk menguasai suatu bentuk aktivitas tertentu dan semangat


berkompetisi tinggi

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 11


d. Karakteristik Sosial Peserta Didik Usia SD

Kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan,


penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat positif selama peserta
didik melakukan berbagai aktivitas sosial merupakan modal dasar yang amat penting
bagi peserta didik untuk mencapai kehidupan yang sukses dan menyenangkan pada
waktu dewasa.

Pada tahapan usia SD ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri,


kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara yang dapat diterima
lingkungan mereka. Peserta didik usia SD juga mulai peduli pada permainan yang
jujur. Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan
membandingkannya dengan orang lain. Pada saat peserta didik‐peserta didik tumbuh
semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk
mengevaluasi dan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.

Bertalian dengan perkembangan sosial peserta didik, peranan sekolah sangat


penting, terutama dalam mengembangkan keterampilan bergaul bagi peserta didik.
Oleh karena itu selain memberi peserta didik kepercayaan dan kesempatan, sekolah
dalam hal ini guru juga diharapkan dapat memberikan penguatan melalui pemberian
ganjaran atau hadiah pada saat peserta didik berperilaku positif. Sebaliknya orang tua
juga berkewajiban memberi hukuman kepada peserta didik apabila peserta didik
bertingkah laku negatif atau melakukan berbagai kesalahan. Dengan adanya tindakan
yang konkret dan pasti dari orang tua tersebut peserta didik akan dapat berkembang
dengan baik, yang pada gilirannya akan menjadi makluk sosial yang bertanggung
jawab dan sehat serta bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara.

2. Karakteristik peserta didik SMP dan SMA

2.1 Karakteristik Kognitif Peserta Didik Usia SMP dan SMA


a. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Piaget mengemukakan beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan
kognitif peserta didik, diantaranya:
1) Peserta didik adalah pembelajar yang aktif. Peserta didik tidak hanya mengobservasi
dan mengingat apa saja yang mereka lihat dan mendengarkan dengan pasif.
Sebaliknya, mereka secara natural memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 12


secara aktif berusaha mencari informasi untuk membantu pemahaman dan
kesadarannya tentang realitas dunia yang mereka hadapi.
2) Dalam memahami dunia mereka, peserta didik menggunakan apa yang disebut oleh
Piaget dengan “schema” (skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran
mereka yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan
informasi.
3) Peserta didik mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya. Peserta
didik-peserta didik tidak hanya mengumpulkan apa saja yang mereka pelajari dari
fakta-fakta yang terpisah menjadi suatu kesatuan. Sebaliknya, peserta didik secara
gradual membangun suatu pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.
4) Peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Dalam menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses
yang bertanggungjawab, yaitu : assimilation dan accommodation. Asimilasi terjadi
ketika seorang peserta didik memasuki pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang
sudah ada. Akomodasi terjadi ketika peserta didik menyesuaikan diri pada informasi
baru.
5) Proses ekuilibrasi menunjukan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran
yang lebih komplek. Menurut Piaget, melalui kedua proses penyesuaianasimilasi
dan akomodasi sistem kognisi seseorang berkembang bertahap sehingga
kadangkadang mencapai keadaan equilibrium, yakni keadaan seimbang antara
struktur kognisinya dan pengalamannya dilingkungan. Kondisi ini menimbulkan
konflik kognitif atau disequilibrium, yakni ketidaknyamanan mental yang
mendorongnya untuk membuat pemahaman tentang yang mereka lihat.
6) Pergerakan dari equilibrium ke disequilibrium dan kemudian kembali lagi menjadi
equilibrium atau proses yang meningkatkan perkembangan pemikiran dan
pengetahuan peserta didik secara bertahap inilah yang disebut Piaglet dengan istilah
equilibration (ekuilibrasi).
MODUPeserta didik SMP pada perkembangan kognitif masuk pada tahap operasi
formal (formal operations) versi Piaget pada usia 12 tahun atau lebih, dimana mereka
mengembangkan alat baru untuk manipulasi informasi. Pada fase sebelumnya, ketika
masih sebagai peserta didik-peserta didik mereka hanya berpikir konkret. Ketika
memasuki tahap operasi formal mereka dapat berpikir abstrak dan deduktif. Peserta
didik pada tahap ini juga dapat mempertimbangkan kemungkinan masa depan, mencari
jawaban, menangani masalah dengan fleksibel, menguji hipotesis, dan menarik

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 13


kesimpulan atas kejadian yang mereka tidak mengalaminya secara langsung. Titik
puncak atau jatuh tempo perkembangan kognitif terjadi ketika peserta didik sudah
memasuki usia dewasa dan jaringan sosial makin berkembang. Ketika itu pula
kemampuan otak dan jaringan sosial menawarkan lebih banyak kesempatan
dibandingkan dengan fase sebelumnya untuk bereksperimen dengan kehidupan. Karena
itu, pengalaman duniawi memainkan peran besar dalam mencapai tingkat operasi
formal, meski tentu tidak semua remaja mampu memasuki tahap perkembangan
kognitif yang ideal. Sebagian peserta didik yang sesungguhnya cerdas, namun
berprestasi kurang (under achiever), akibat tidak mengoptimasi diri. Perkembangan
peserta didik pada tingkat operasi formal adalah pada umur 11 sampai 15 tahun.
Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasionalkan kaidah-kaidah
logika formal yang tidak terikat lagi oleh obyek-obyek yang bersifat konkrit. Perilaku
kognitif yang nampak antara lain yaitu:
a) Kemampuan berpikir hipotesis deduktif
b) Kemampuan mengembangkan sesuatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih
kemungkinan yang ada
c) Kemampuan mengembangkan suatu proporsi atas dasar proporsi yang diketahui
d) Kemampuan menarik generalisasi dan inferensi dari berbagai kategori obyek yang
beragam. Proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut Piaget
berlangsung mengikuti suatu sistem atau prinsip mencari keseimbangan, dengan
menggunakan dua cara/ teknik yaitu: assimilation dan accomodation. Teknik
asimilasi digunakan apabila individu dihadapkan/memandang hal-hal baru, yang
dihadapinya dapat disesuaikan dengan kerangka berpikir atau “cognitive structure”
yang telah dimilikinya. Sedangkan teknik akomodasi digunakan apabila individu
memandang bahwa obyek-obyek atau masalah baru tidak dapat diselesaikan dengan
kerangka berpikirnya yang ada, sehingga harus mengubah “cognitive stucture” nya.
Teori kognitif yang dikembangkan Piaget, mengemukakan bahwa individu dapat
mempengaruhi lingkungan, dan sebaliknya lingkungan dapat mempengaruhi individu.
Atau dapat dikatakan antara individu dengan dengan lingkungan terjadi
interaksi. Menurut teori ini, dikatakan bahwa proses perkembangan individu
dipengaruhi oleh pertumbuhan biologis, pengalaman, hubungan sosial, dan sikap
orang dewasa, terutama orang tuanya. Selain itu juga dipengaruhi oleh sifatyang ada
pada diri manusia pada umumnya, yang cenderung mencari keseimbangan dengan
lingkunagn dan dalam dirinya sendiri.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 14


Selain teori kognitif yang dikemukakan oleh Piaget di atas, sebenarnya ada
dua teori lagi yang perlu diperhatikan, khususnya yang berkaitan dengan teori
perkembangan ini yaitu teori kematangan (maturatonal theory) dan teori perilaku
(behavioral theory).Teori kematangan yang juga dipengaruhi oleh teori rekapitulasi
mengungkapkan bahwa: perubahan biologis yang terjadi pada diri manusia
menunjukkan perkembangan teratur dan mengikuti tahap-tahap yang urut, dengan
kecepatan perkembangan pada setiap perkembangan tidak sama untuk setiap individu.
Dengan kata lain setiap individu berkembang dengan kecepatan iramanya masing-
masing, tetapi tetap mengikuti pola urutan yang relatif sama pada semua individu.
Gesell berpendapat bahwa yang paling berpengaruh adalah faktor internal
terhadap perkembangan individu. Faktor eksternal juga berpengaruh, namun hanya
bersifat berkala. Selanjutnya Gesell berpendapat bahwa perkembangan, khususnya
kematangan lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan, dibandingkan dengan
pengaruh faktor lingkungan. Dipihak lain teori keprilakuan atau disebut juga teori
lingkungan yang dipelopori oleh tokoh-tokohnya seperti: Ivan Pavlop, Jhon Watson,
Edward Thorndike, dan B.F.Singer, berpendapat sebaliknya dari teori kematangan,
bahwa faktor eksternal yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan individu. Yaitu
individu akan berbuat apabila ada rangsangan (stimulus) dengan tanggapan (respon),
merupakan bagian dasar perilaku manusia. Dengan meyimak isi dan perbedaan atara
ketiga teori di atas (kematangan, perilaku, dan kognitif) terungkap kesan bahwa antara
teori kematangan dan teori keprilakuan saling bertolak belakang.
Sedangkan teori kognitif, cenderung merupakan perpaduan antara teori
kematangan dan teori keperilakuan. Berkenaan dengan ketiga teori perkembangan di
atas, mpeserta didikah yang sebaiknya kita ikuti?. Pada umumnya pakar-pakar
pendidikan di Indonesia cenderung mengikuti prinsip teori kovergensi (WilliamStern),
yaitu menganggap bahwa faktor hereditas atau keturunan dan faktor lingkungan sama
besar berpengaruhnya terhadap perkembangan individu. Konsekuensi dari anggapan di
atas, terutama penerapan prinsip tersebut dalam pembinaan prestasi olahraga, yaitu agar
para atlet hendaknya benar-benar memiliki bakat olahraga, yaitu agar para atlet
hendaknya benar-benar memiliki bakat olahraga dan memperoleh pembinaan yang
sebaik-baiknya. Hal tersebut tiada lain adalah untuk mencapai tingakatan prestasi
puncak di level nasional, regional, dan internasional. Perpaduan antara bakat dan
pembinaan adalah sangat penting, oleh karena meski atlet yang bersangkutan memiliki
bakat besar namun pembinaannya kurang memadai, ia tentu tidak akan mencapai

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 15


prestasi puncak. Demikian sebaliknya atlet yang kurang/ tidak berbakat dengan
memperoleh pembinaan yang memadai dan maksimal, prestasi yang dicapai tidak akan
mencapai posisi puncak.

b. Berfikir Kasualis
Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai
berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih
menganggapnya sebagai peserta didik kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang
melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis.
Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil
berkata “pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak
boleh dilakukan dan jika orang tua tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan
maka dia akan tetap melakukannya.
Apabila guru/pendidik dan orang tua tidak memahami cara berfikir remaja,
akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas
berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir
multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya,
tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa
lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana
untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu
mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih
sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya
mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih
tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana
pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 16


dari berbagai dimensi. Hal ini dapat saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia
yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan
kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir peserta didik. Penyebab lainnya
dapat juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan
remaja sebagai peserta didik-peserta didik, sehingga peserta didik tidak memiliki
keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran
abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir.
Merumuskan lima pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasi formal,
yaitu sebagai berikut:
1) Berlainan dengan cara berpikir peserta didik yang tekanannya kepada kesadarannya
sendiri disini dan sekarang, cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia
kemungkinan. Remaja mampu menggunakan abstraksi dan dapat membedakan yang
nyata dan konkret dengan abstrak dan mungkin.
2) Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara
ilmiah.
3) Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan
mengekplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
4) Remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses
kognitif itu efisien dan tidak efisien. Dengan demikian, introspeksi (pengujian diri)
menjadi bagian kehidupannya sehari-hari.
5) Berpikir operasi formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi
berpikir.
MODUL GURU PEMBELAJAR PJOK SMP KELOMPOK KOMPETENSI ‐ D
c. Perkembangan Intelektual Peserta Didik SMP dan SMA
Berdasarkan teori perkembangan dari Jean Piaget dapat diketahui 3 dalil pokok Piaget
dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual.
1) Bahwa perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu
terjadi dengan urutan yang sama
2) Bahwa tahap-tahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual.
3) Bahwa gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi dengan keseimbangan, proses
pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman dan sruktur
kognitif yang timbul. Piaget mengajarkan bahwa perkembangan kognitif adalah hasil

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 17


gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi pada lingkungan kita.
Istilah yang digunakan untuk menggambarkan dinamika perkembangan kognitif
adalah:
a) Skema, menunjukkan struktur mental, pola berpikir yang orang gunakan untuk
mengatasi situasi tertentu di lingkungan.
b) Adaptasi, proses menyesuaikan pemikiran dengan memasukkan informasi baru ke
dalam pemikiran individu. Peserta didik-peserta didik menyesuaikan diri dengan cara
asimilasi dan akomodasi.
c) Asimilasi, memperoleh informasi baru dan memasukkannya ke dalam skema
sekarang dalam respon terhadap stimulus lingkungan yang baru.
d) Akomodasi, meliputi penyesuaian pada informasi baru dengan menciptakan skema
yang bar ketika skema lama tidak berhasil. Peserta didik-peserta didik melihat
mungkin melihat anjing untuk pertama kalinya (asimilasi), tapi kemudian belajar
bahwa beberapa anjing man untuk dipelihara dan anjing lainnya tidak (akomodasi).\
e) Equilibrium, kompensasi untuk gangguan eksternal. Perkembangan intelektual
menjadi kemajuan yang terus-menerus yang bergerak dari satu ketidakseimbangan
struktural ke keseimbangan struktur yang baru yang lebih tinggi. Secara umum, ahli
teori kognitif telah memberikan sumbangan nyata dengan memfokuskan perhatian
pada proses mental dan perannya dalam mengarahkan perilaku. Piaget menekankan
pentingnya pendidik dalam memperhatikan tahapan perkembangan kognitif setiap
individu, sehingga metode pendekatan pembelajaran dapat diberikan dengan tepat.
Proses asimilasi, akomodasi, serta adaptasi individu terhadap informasi yang masuk
merupakan proses yang harus dipahami bahwa seringkali bersifat sangat individual.

Salah satu contoh penerapan teori perkembangan intelektual adalah model klinik.
Tujuan model ini adalah: (1) mengembangkan prosedur cair terstruktur yang memungkinkan
peserta didik bergerak secara spontan searah penalarannya sekaligus menghasilkan informasi
definitif tingkat penalaran, (2) pengujian klinik bersifat eksperimental karena pelakunya
menetapkan sendiri masalah, membuat hipotesis, meangadaptasi lingkungan, dan akhirnya
mengontrol setiap hipotesis dengan mengujinya terhadap reaksi-reaksi yang dia rangsang
dalam percakapan.
Menurut pendekatan ini, peserta didik-peserta didik secara bertahap mengembangkan
kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka dapat
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks. Berikut ini, akan dikemukakan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 18


beberapa strategi yang dapat digunakan guru dalam membantu peserta didik mengembangkan
proses-proses kognitifnya dengan cara:
a) Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan meminimalkan gangguan. Hal
ini dapat dilakukan guru dengan mengemukakan tujuan pembelajaran,
mengemukakan tentang pentingnya materi bagi mereka; dan kemukakan juga betapa
pentingnya memfokuskan perhatian ketika ia harus mengingat sesuatu.
b) Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukan bahwa ada
sesuatu yang penting. Caranya dengan memperkeras suara, mengulangi sesuatu
dengan penekanan, berjalan keliling ruangan, menunjuk, dan sebagainya.
c) Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau petunjuk sendiri atau memahami satu
kalimat yang perlu mereka perhatikan. Beri variasi dari bulan ke bulan dan menu opsi
untuk dipilih, seperti “perhatikan”, “fokus”, atau “ingat”.
d) Gunakan komentar instruksional, seperti “baik, mari kita diskusikan… sekarang
perhatikan”.
e) Buat pembelajaran menjadi menarik. Caranya mungkin dengan menghubungkan suatu
gagasan dengan minat peserta didik sehingga meningkatkan perhatian mereka,sesekali
beri latihan yang tidak biasa dan menarik.
f) Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagai bagian dari pengajaran di kelas.
g) Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajaran menjadi
lebih menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan perhatian.
h) Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau
berpindah pada satu setting berbeda.
i) Ubah jalur indrawi dengan memberi satu pelajaran yang mengharuskan peserta didik
menyentuh, membaui, atau merasakan.
j) Hindari perilaku yang membingungkan, seperti mengayunayunkan pensil atau
menyentuh rambut dikepala.
k) Dorong peserta didik untuk mengingat materi pembelajaran secara lebih mendalam,
bukan mengingat sepintas lalu. Peserta didik akan mengingat informasi dengan lebih
baik dalam jangka panjang apabila mereka memahami informasi tersebut, bukan
sekadar mengingat (hafal) tanpa pemahaman. Beri peserta didik konsep dan ide untuk
diingat, dan kemudian tanyakan kepada mereka bagaimana mereka dapat
menghubungkan konsep dan ide tersebut dengan pengalaman personal dan makna
personalnya. Beri mereka juga latihan untuk mengkolaborasi suatu konsep agar
mereka mampu memproses informasi secara lebih mendalam.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 19


l) Bantu peserta didik menata informasi yang akan dimasukkan kedalam memori. Para
ahli psikologi pendidikan belakangan ini lebih memfokuskan perhatian pada
bagaimana peserta didik menyusun memori mereka ketimbang bagaimana peserta
didik menambahkan sesuatu kedalam memori. Penataan informasi ini dianggap
penting, karena peserta didik akan mengingat informasi dengan lebih baik jika mereka
menatanya secara hierarkis.
m) Bantu peserta didik mengingat kembali informasi yang disajikan sebelumnya. Para
ahli teori kognitif percaya bahwa pembelajaran merupakan satu masalah mengenai
integrasi informasi baru dengan struktur kognitif yang ada.
n) Bantu peserta didik memahami dan mengkombinasikan informasi. Istilah-istilah baru
dijelaskan dengan menggunakan kata dan ide yang lebih akrab.
o) Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonik. Mnemonik adalah salah satu
strategi memori dengan cara menghafal (seni menghafal). Tujuan mnemonik adalah
untuk menghubungkan materi baru yang diajarkan dengan informasi lama yang sudah
dikenal baik.

2.2 Karakteristik Fisik Peserta Didik Usia SMP dan SMA


Perkembangan fisik merupakan salah satu aspek perkembangan peserta didik
yang sangat penting dan mempengaruhi aspek-aspek perkembangan lainnya.
Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis merupakan salah satu
aspek penting dari perkembangan individu. Siefert dan Hoffnung, 1994, mengatakan
bahwa perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti:
pertumbuhan otak, system saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat
badan, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara-cara individu
untuk menggunakan tubuhnya (seperti: perkembangan keterampilan motorik dan
perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti: penurunan
fungsi jantung, pengelihatan dan sebagainya). Bagi peserta didik-peserta didik usia
sekolah dan remaja, pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal adalah sangat
penting, sebab pertumbuhan atau perkembangan fisik peserta didik secara langsung
atau tidak langsung akan mempengaruhi perilakunya sehari-hari. Secara langsung,
pertumbuhan fisik peserta didik akan menentukan keterampilan peserta didik dalam
bergerak.
Sedangkan secara tidak langsung, pertumbuhan atau perkembangan fisik akan
mempengaruhi cara peserta didik memandang dirinya sendiri dan orang lain. Secara

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 20


garis besarnya, pertumbuhan dan perkembangan fisik peserta didik dapat dibagi atas
tiga tahap, yaitu tahap setelah lahir hingga usia tiga tahun, tahap peserta didik-peserta
didik hingga masa pubertas (3-10 tahun), tahap pubertas (10-14 tahun), dan tahap
remaja/adolesen (usia 12 tahun ke atas). Berdasarkan tahapan di atas, maka peserta
didik usia sekolah (SD-SMP) dimasukan dalam tahap prapubertas dan pubertas awal,
sedangkan peserta didik SMP hingga SMA dimasukan dalam tahap remaja. Peserta
didik usia 12-19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara
masa kpeserta didik-kpeserta didik dan usia dewasa. Periode ini merupakan masa
perubahan yang sangat besar.

2.3 Karakteristik Psikis Peserta Didik Usia SMP dan SMA


a. Pencarian untuk Identitas: Usia 12-19 Tahun
Peserta didik yang memasuki masa remaja berarti mereka berada pada periode
transisi antara masa kpeserta didik-kpeserta didik dan dewasa. Developmentalis secara
tradisional melihat masa remaja sebagai “masa badai” dan stres psikososial, sebuah
beban yang memang harus dilalui laksana bantalan menuju kedewasaan. Para
developmentalis dewasa ini lebih cenderung melihat remaja sebagai waktu yang positif
bagi peluang pencarian identitas dan pertumbuhan. Kebanyakan remaja berhasil melalui
masa transisi ini tanpa masalah serius atau perpecahan dengan orang tua, keluarga, atau
gurugurunya. Fase remaja: umur 12-18 tahun. Menurut Erikson hasil perkembangan
ego pada fase ini adalah identitas vs kekacauan peran. Kekuatan dasarnya adalah
pengabdian dan fidelity. Sampai tahap ini, menurut Erikson, perkembangan manusia
sebagian besar tergantung pada apa yang dilakukannya. Masa remaja merupakan suatu
tahap di mana manusia bukan lagi peserta didik-naka dan belum masuk fase kehidupan
orang dewasa. Kehidupannya pasti semakin kompleks, karena mereka mencoba
menemukan jati dirinya sendiri, perjuangan melalui interaksi sosial dan bergulat dengan
isu-isu moral. Tugas pribadi adalah untuk menemukan siapa diri sendiri sebagai
individidu yang terpisah dari keluarga asal dan sebagai anggota masyarakat yang lebih
luas. Sayangnya, dalam proses ini banyak orang-orang disekitar menampakkan tanda-
tanda menghindari dan menarik diri dari tanggung jawab, yang oleh erikson disebut
moratorium.
Jika manusia tidak berhasil dalam menjelajahi tahap ini, dia akan mengalami
kekacauan atau kebingungan peran dan pergolakan. Sebuah tugas penting bagi orang
tua atau orang dewas adalah mengembangkan filsafat hidup dengan cita-cita atau

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 21


harapan, serta bebas dari konflik. Masalahnya, manusia tidak memiliki banyak
pengalaman dan merasa muda untuk mengganti cita-cita. Pada fase ini hubungan
dengan teman sebaya menjadi sangat penting. Karakteristik psikologi peserta didik
remaja usia 11-14 tahun
1) Ingin menyendiri
Peserta didik biasanya menarik diri dari teman-teman lama dan dari berbagai kegiatan
keluarga, dan sering bertengkar dengan teman-teman dan dengan anggota keluarga.
Peserta didik puber kerap melamun betapa seringnya ia tidak mengerti dan
diperlakukan dengan kurang baik.
2) Bosan
Peserta didik puber bosan dengan permainan yang sebelumnya amat digemari, tugas-
tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial, dan kehidupan pada umumnya. Akibatnya,
peserta didik sedikit sekali bekerja sehingga prestasinya diberbagai bidang menurun.
3) Inkoordinasi
Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi gerakan, dan
peserta didik akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu. Setelah
pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik secara bertahap.
4) Antogonisme sosial
Peserta didik puber sering kali tidak mau bekerjasama, sering membantah dan
menentang. Permusuhan terbuka antara lawan jenis diungkapkan dalam kritik, dan
komentar-komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, peserta
didik kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerjasama dan lebih sabar kepada
oranglain.
5) Emosi yang meninggi
Peserta didik sering murung merajuk, dan cenderung untuk menangis hanya karna
hasutan yang amat kecil. Selama masa pra haid dan awal periode haid sering terjadi
suasana hati yang sedih dan marah.
6) Hilangnya kepercayaan diri
Peserta didik kurang percaya diri dan takut gagal karna daya tahan fisik menurun dan
kritik dari orangtua dan teman-teman. Peserta didik laki-laki dan perempuan setelah
masa puber mempunyai perasaan rendah diri.
7) Terlalu sederhana
Perubahan tubuh menyebabkan peserta didik menjadi sederhana dalam berpenampilan
karna takut orang lain memperhatikan dan memberi komentar buruk.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 22


8) Mencari identitas diri
Hal ini ditandai dengan memetingkan diri sendiri, mengalami pertentangan, menuju
yang baik atau buruk.
9) Mencari nilai-nilai baru
Ditandai dengan ciri-ciri idealisme timbul dan meninjau kembali agama.
10) Merindukan teman-teman baru
Yaitu teman berjenis kelamin yang sama, jenis kelamin yang berbeda dan
sahabat dewasa.Selain itu pada masa remaja sebanyak 40 persen remaja memiliki
masa depresi (depression), jenis gangguan mood yang ditandai dengan perasaan harga
diri rendah dan tak berharga, hilangnya minat dalam aktivitas kehidupan, serta
perubahan pola makan tidur. Depresi remaja sering disebabkan oleh perubahan
hormon, tantangan hidup, dan masalah penampilan. Perempuan remaja lebih banyak
menderita depresi atau stres berat dibandingkan dengan laki-laki remaja.
Konsekuensi nyata dan tragis dari depresi pada remaja adalah bunuh diri.
Angka statistik menunjukkan, sekitar 13 persen remaja dilaporkan setidaknya sekali
mencoba bunuh diri. Faktor resiko yang menyebabkan orang merasa putus asa untuk
bunuh diri adalah “keasyikan” bunuh diri, usaha bunuh diri sebelumnya, memiliki
rencana spesifik untuk melakukan aksi bunuh diri, memiliki akses untuk
menggunakan senjata api atau pil tidur, serta kehidupan yang penuh stres. Seperti
halnya orang dewasa, remaja perempuan lebih cenderung melakukan usaha bunuh
diri, namun resiko kematian akibat mencoba bunuh diri lebih tinggi pada laki-laki.
Hal ini disebabkan karena umumnya wanita kurang melakukan metode “kekerasan”
(seperti makan pil atau meminum racun nyamuk cair) dibandikan dengan laki-laki
yang cenderung menggunakan metode lebih ekstrim dan ireversibel (seperti
menembak diri mereka sendiri). Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja
tersebut, menuntut adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi
kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru, diantaranya:
(1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya
penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika.
(2) Membantu peserta didik mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh
atau kondisi dirinya.
(3) Menyediakan fasilitas yang memungkinkan sisiwa mengembangkan keterampilan
yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana olahraga, kesenian, dan
sebagainya.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 23


(4) Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan
masalah dan mengambil keputusan.
(5) Melatih peserta didik mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam
kondisi sulit dan penuh godaan.
(6) Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk
berpikir ktitis, reglektif, dan posititf.
(7) Membangun peserta didik mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap
wiraswasta.
(8) Memupuk semangat keberagaman peserta didik melalui pembelajaran agama
teruka dan lebih toleran.
(9) Menjalin gubungan yang harmonis dengan peserta didik, dan bersedia
mendengarkan segala kuluhan dan problem yang dihadapinya.

2.4 Karakteristik Sosial Peserta Didik Usia SMP dan SMA


Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala
permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan
mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena
itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Keterampilan-
keterampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Keterampilan
tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih peserta didik-peserta didik, misalnya
dengan memberikan waktu yang cukup buat peserta didik-peserta didik untuk bermain
atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab
sesuai perkembangan peserta didik, dan sebagainya. Dengan mengembangkan
ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan peserta didik dalam memenuhi
tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan
sehat.
Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin
penting mpeserta didikala peserta didik sudah menginjak masa remaja. Hal ini
disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang
lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat
menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial
akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga
dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 24


yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam
perkembangan yang lebih ekstrim dapat menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan
kekerasan, dsb.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka amatlah penting bagi remaja untuk
dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut
dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan. Salah satu tugas perkembangan yang
harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan
remaja akhir adalah memiliki keterampilan sosial (sosial skill) untuk dapat
menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial
tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain,
menghargai diri sendiri & orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang
lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai
norma dan aturan yang berlaku, dsb.
Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut
maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti
pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan
maksimal. Jadi tidak mengherankan jika pada masa ini remaja mulai mencari perhatian
dari ingkungannya dan berusaha mendapatkan status atau peranan, misalnya mengikuti
kegiatan remaja dikampung dan dia diberi peranan dimana dia dapat menjalankan
peranan itu dengan baik. Sebaliknya jika remaja tidak diberi peranan, dia akan
melakukan perbuatan untuk menarik perhatian lingkungan sekitar dan biasanya
cenderung ke arah perilaku negatif. Salah satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan
dengan membentuk satu kelompok. Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada
kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan, sedangkan
kelompoknya dinomorsatukan. Contohnya, apabila seorang remaja dihadapkan pada
suatu pilihan untuk mengikuti acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman,
maka dia akan lebih memilih untuk pergi dengan teman-teman.
Pola hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan
jenisnya dan mulai mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang
mengerti dan melarangnya maka akan menimbulkan masalah sehingga remaja
cenderung akan bersikap tertutup pada orang tua mereka. Peserta didik perempuan
secara biologis dan karakter lebih cepat matang daripada peserta didik laki-laki.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 25


Dalam teori Multiple intellegency peserta didik memiliki kecerdasan
interpersonal atau hubungan interpersonal yang dikaitkan dengan karakteristik sosial.
Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antar pribadi. Peserta didik
sebagai pribadi yang unik adalah makhluk individu,
sekaligus makhluk sosial.
1) Karakteristik Hubungan Peserta didik Usia Sekolah Dengan Keluarga
Masa usia sekolah dipandang sebagai masa untuk pertama kalinya peserta
didik memulai kehidupan sosial mereka yang sesungguhnya. Sekalipun tidak lagi
menjadi subjek tunggal dalam pergaulan peserta didik, orang tua tetap menjadi bagian
penting dalam proses ini, karena mereka yang menjadi figur sentral dalam kehidupan
peserta didik. Untuk itu, orang tua harus menuntun peserta didik untuk menjadi
bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas. Hubungan orangtua dan peserta didik
akan berkembang dengan baik apabila kedua pihak saling memupuk keterbukaan.
Sesuai dengan perkembangan kognitifnya yang semakin matang, maka pada usia
sekolah, peserta didik secara berangsur-angsur lebih banyak mempelajari mengenai
sikap-sikap dan motivasi orangtuanya, serta memahami aturan-aturan keluarga,
sehingga mereka menjadi lebih mampu untuk mengendalikan tingkah lakunya. Dalam
hal ini, orangtua merasakan pengontrolan dirinya terhadap tingkah laku peserta didik
mereka berkurang dari waktu ke waktu dibandingkan pada tahun-tahun awal
kehidupan mereka.
2) Karakteristik Hubungan Remaja Dengan Keluarga
Salah satu ciri yang menonjol dari remaja yang mempengaruhi relasinya
dengan orangtua adalah perjuangan untuk memperoleh otonomi, baik secara fisik dan
psikologis. Secara optimal, remaja mengembangkan pandangan-pandangan yang lebih
matang dan realistis dari orangtua mereka. Kesadaran bahwa mereka adalah seorang
yang memiliki kemampuan, bakat, dan pengetahuan tertentu, mereka memandang
orangtua sebagai orang yang harus dihormati, dan sekaligus sebagai orang yang dapat
berbuat kesalahan. Beberapa peneliti tentang perkembangan peserta didik remaja
menyatakan bahwa pencapaian otonomi psikologis merupakan salah satu tugas
perkembangan yang penting dari masa remaja. Hasil penelitian Lamborn dan
Steinberg (1993) misalnya, menunjukkan bahwa perjuangan remaja untuk meraih
otonomi tampaknya berhasil dengan sangat baik dalam lingkungan keluarga yang
secara simultan memberikan dorongan dan kesempatan bagi remaja untuk
memperoleh kebebasan emosional. Sebaliknya, remaja yang tetap tergantung secara

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 26


emosional pada orangtuanya mungkin dirinya selalu merasa enak, mereka terlihat
kurang kompeten, kurang percaya diri, kurang berhasil dalam belajar dan bekerja
dibandingkan dengan remaja yang mencapai kebebasan emosional (Dacey & Kenny,
1997).
Belakangan, para ahli perkembangan mulai menjelajahi peran keterikatan
yang aman (scure attachment) dengan orangtua terhadap perkembangan remaja.
Mereka yakin bahwa keterikatan dengan orangtua pada masa remaja dapat membantu
kompetensi sosial dan kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam ciri-ciri: harga
diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik.
Dengan perkataan lain, bahwa ketika remaja menuntut otonomi, maka
orangtua yang bijaksana harus melepaskan kendali dalam bidangbidang di mana
remaja dapat mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal disamping terus
memberikan bimbingan untuk mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal pada
bidang-bidang di mana pengetahuan peserta didik remajanya masih terbatas.
3) Hubungan Antara Peserta didik Usia Sekolah, Remaja Dengan Teman Sebaya
Teman dapat memberikan ketenangan ketika mengalami kekhawatiran. Tidak jarang
terjadi seorang peserta didik yg tadinya penakut berubah menjadi pemberani berkat
teman sebayanya.
4) Karakteristik Hubungan Peserta didik Usia Sekolah Dengan Teman Sebaya
Barker dan Wright (dalam Santrock, 1995) mencatat bahwa peserta didik-peserta
didik usia 2 tahun menghabiskan 10% dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan
teman sebaya meningkat menjadi 20%. Sedangkan peserta didik usia 7 tahun hingga
11 tahun meluangkan lebih dari 40% waktunya untuk berinteraksi dengan teman
sebaya.
a) Pembentukan kelompok
Interaksi teman sebaya dari kebanyakan peserta didik usia sekolah ini terjadi
dalam grup atau kelompok, sehingga periode ini sering disebut “usia
kelompok”
b) Popularitas, penerimaan social, dan penolakan
Pada peserta didik usia sekolah dasar mulai terlihat adanya usaha untuk
mengembangkan suatu penilaian terhadap orang lain dengan berbagai cara.
c) Peserta didik yang popular
Populeritas seorang peserta didik ditentukan oleh berbagai kualitas pribadi
yang dimilikinya.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 27


d) Persahabatan
Karakteristik lain dari pola hubungan peserta didik usia sekolah dengan teman
sebayanya adalah munculnya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan
yg lebih akrab atau yang dalam kajian psikologi perkembangan disebut dengan
istilah friendship (persahabatan). Jadi persahabatan lebih dari sekedar
pertemanan biasa, Menurut
McDevitt dan Ormrod (2002), setidaknya terdapat tiga kualitas yang membedakan
persahabatan dengan bentuk hubungan teman sebaya lainnya, yaitu:
a) They are voluntary relationships (adanya hubungan yang dibangun atas dasar
sukarela).
b) They are powered by shared routines and customs (hubungan persahabatan
dibangun atas dasar kesamaan kebiasaan)
c) They are reciprocal relationships (persahabatan dibangun atas dasar hubungan
timbal balik). Menurut Santrock (1998), karakteristik yang paling umum dari
persahabatan adalah keakraban (intimacy) dan kesamaan (similiarity).
Intimacy dapat diartikan sebagai penyingkapan diri dan berbagai pemikiran
pribadi. Karenda kedekatan ini, peserta didik mau menghabiskan waktunya
dengan sahabat dan mengekspresikan efek yang lebih positif terhadap sahabat
dibandingkan dengan yang bukan sahabat (Hartub, 1989).Meskipun demikian,
persahabatan memainkan peranan yg penting dalam perkembangan psikososial
peserta didik (rubin,1980), diantaranya:
(1) Sahabat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari
ketrampilan tertentu.
(2) Persahabatan peserta didik untuk membandingkan dirinya dengan
individu lain.
(3) Persahabatan mendorong munculnya rasa memiliki terhadap
kelompok.
Santrock (1998) menyebutkan enam fungsi penting persahabatan,yaitu:
a) Sebagai kawan (companionship)
b) Sebagai pendorong (stimulation)
c) Sebagai dukungan fisik (physical support)
d) Sebagai dukungan ego (ego support)
e) Sebagai perbandingan sosial (social comparison)
f) Sebagai memberi keakraban dan perhatian (intimacy/affection)

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 28


Hatherington dan Parke (1999), menggambarkan tiga tahap perkembangan gagasan
peserta didik tentang persahabatan, yaitu:
a) ward-cost stage (7-8 tahun). Pada tahap ini peserta didik menyebutkan ciri-ciri
sahabat sebagai teman yang menawarkan bantuan, melakukan kegiatan bersama-
sama, dapat memberikan ide-ide, dapat bergabung dalam permainan, menawarkan
judgement, dekat secara fisik, dan memiliki kesamaan demografis.
b) Normative stage (10-11 tahun). Peserta didik mengharapkan sahabatnya dapat
menerima dan mengaguminya, setia dan memberikan komitmen terhadap
persahabatan, serta mengekspresikan nilai dan sikap yang sama terhadap aturanaturan
dan sanksi.
c) Emphatic stage (11-13 tahun). Peserta didik mengharapkan kesungguhan dan potensi
intimacy dari sahabat, mengharapkan sahabat untuk memahami dan terbuka terhadap
dirinya, mau menerima pertolongannya, berbagi minat dan mempertahankan sikap
dan nilai yang sama.

5) Karakteristik Hubungan Remaja Dengan Teman Sebaya


Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala
meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar
waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya
mereka. Dalam suatu investigasi, ditemukan bahwa peserta didik berhubungan dengan
teman sebaya 10% dari waktunya setiap hari pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun,
dan lebih dari 40% pada usia antara usia 7-11 tahun. Menurut Bloss (1962),
pembentukan remaja erat kaitannya dengan perubahan aspek-aspek pengendalian
psikologis yang berhubungan dengan kecintaan pada diri sendiri dan munculnya phallic
conflicts. Erikson (1968) memandang tren perkembangan ini dari perspektif normative-
life-crisis, di mana teman memberikan feedback dan informasi yang konstruktif tentang
self-definition dan penerimaan komitmen. Secara lebih rinci, Kelly dan Hansen(1997)
menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu:
(1) Mengontrol impuls-impuls agresif.
(2) Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen.
(3) Meningkatkan keterampilan – keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan
penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yg
lebih matang.
(4) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 29


(5) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai.
(6) Meningkatkan harga diri (self-esteem).

6) Hubungan Dengan Sekolah


Pengalaman masuk sekolah saat pertama mereka menyesuaikan diri dalam
pola kelompok, diatur oleh guru sekolah merupakan lingkungan artificial yang sengaja
dibentuk guna mendidik dan membina generasi muda kearah tujuan tertentu, terutama
untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kecakapan hidiup (life skill)
yang dibutuhkan dikemudian hari. Guru masih memberi peran sentral dalam kehidupan
peserta didik dan remaja, yang sangat sering menentukan bagaimana mereka merasakan
berada di sekolah dan bagaimana mereka merasakan diri. Guru masih mengambil suatu
peran sentral dalam kehidupan peserta didik dan remaja, yang sering sangat
menentukan bagaimana mereka merasakan berada di sekolah dan bagaimana mereka
merasakan diri mereka.
Mereka memahami bagaimana melakukan selingan antara belajar dengan
bermain menghargai kemampuan-kemampuan khusus murid, mengetahui menciptakan
suatu setting dimana peserta didik-peserta didik memandang diri mereka secara positif.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter Peserta


Didik SMP
a. Faktor Intelegensi
Intelegensi merupakan faktor yang terpenting. Kecerdasan yang tinggi disertai
oleh perkembangan yang cepat, sebaliknya jika kecerdasan rendah, maka peserta didik
akan terbelakang dalam pertumbuhan dan perkembangan. Berdasarkan observasi,
tingkat intelegensi dapat dilihat dari kreatifitas peserta didik.
b. Faktor Bakat
Bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau
keterampilan yang bersifat umum.Bakat sendiri dipengaruhi oleh diri peserta didik dan
lingkungan.Misalnya, bakat intelektual umum, bakat akademis khusus, bakat dalam
bidang seni, bakat dalam bidang
olahraga, dsb. Di sekolah yang kami amati tersebut bakat juga mempengaruhi
karakteristik peserta didiknya, hal ini ditunjukkan dengan adanya pengarahan yang
benar terhadap bakat masing-masing peserta didik sehingga menghasilkan prestasi-
prestasi yang baik, di antaranya prestasi bidang olahraga, pramuka, bahasa inggris, PAI

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 30


dan MIPA. Dengan pengarahan bakat tersebut peserta didik mampu berkembang
dengan karakter masing- masing dan potensi yang dimilikinya.
c. Faktor sosial-ekonomi
Contoh faktor sosial jika peserta didik yang hidup ditengah-tengah masyarakat
yang sebagian besar peserta didiknya putus sekolah akan cenderung tidak memiliki
semangat sekolah. contoh faktor ekonomi adalah ketika banyak peserta didik
berkemampuan intelektual tinggi tetapi tidak dapat menikmati pendidikan yang baik
karena keterbatasan kemampuan ekonomi orang tuanya.Namun dalam pengamatan
yang kami lakukan, kami tidak dapat memberi contoh realita bagaimana social ekonomi
mempengaruhi karakteristik peserta didik, karena terbatasnya waktu pada observasi dan
terbatasnya perijinan dari pihak sekolah.
d. Faktor pandangan hidup
Jika seorang peserta didik yang mempunyai cita-cita yang tinggi, maka untuk
meraih cita-citanya cara pemikiran peserta didik lebih perpandangan maju untuk meraih
cita-citanya. Hal tersebut memaksa si peserta didik untuk menempuh pendidikan yang
sesuai dengan cita-citanya.Namun dalam pengamatan yang kami lakukan, kami tidak
dapat memberi contoh realita bagaimana social ekonomi mempengaruhi karakteristik
peserta didik, karena terbatasnya waktu pada observasi dan terbatasnya perijinan dari
pihak sekolah.Tapi menurut kami, mereka belum memiliki pandangan hidup, karena
sikap kematangan mereka belum berkembang. (Riset asistensi)

B. Konsep Didaktik

Didaktik berasal dari kata Yunani, yaitu didasko asal kata didaskein atau
pengajaran yang berarti perbuatan atau akativitas yang menyebabkan timbulnya
kegiatan baru pada orang lain. Didaktikus berarti pandai mengajar, sedangkan didaktika
berarti gaya mengajar. Didaktika dibagi atas didaktik umum dan didaktik khusus.
Didaktik umum memberikan prinsip-prinsip yang umum yang berhubungan dengan
penyajian bahan pelajaran agar peserta didik dapat menguasai suatu bahan pelajaran.
Prinsip-prinsip ini berlaku bagi semia mata pelajaran. Sebagai contoh tentang masalah
minat, peragaan, motivasi dan sebagainya. Hal ini berlaku bagi semua mata pelajaraan.
Sedangkan didaktik khusus membicarakan tentang cara mengajarkan mata pelajaran

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 31


tertentu dimana prinsip didaktik umum digunakan. Seperti diketahui setiap mata
pelajaran mempunyai ciri khas yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Beberapa ahli pendidikan sering mengungkapkan prinsip-prinsip atau asas-


asas cara menyampaikan pelajaran dan umumnya mencakup asas motivasi, aktivitas,
individualitas, peragaan, apersepsi, sosialisai (kerjasama), pengulangan, dan evaluasi.

1. Asas Motivasi

Proses belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku berkat pengalaman


dan latihan. Perilaku itu terjadi karena ada dorongandorongan dari apa yang dipikirkan,
dipercayai, dan dirasakan oleh pelaku belajar. Dorongan-dorongan inilah yang disebut
motivasi. Dapat dikatakan pula bahwa motivasi merupakan segala sesuatu yang
mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam hubungannya dengan
didaktik, seorang guru perlu memperhatikan peserta didik agar mau belajar dengan
penuh makna. Oleh karena itu, perlu diusahakan oleh guru untuk mempengaruhi peserta
didiknya, sehingga dalam diri peserta didik timbul suatu alasan, suatu motif untuk
belajar seperti apa yang diharapkan guru tersebut. Motivasi belajar selalu berhubungan
dengan tujuan pelajaran yang jelas dan penting untuk dilakspeserta didikan karena akan
memenuhi harapan, cita-cita dan kebutuhannya. Oleh kerena itu agar peserta didik mau
belajar tentang apa yang diajarkan, maka perlu menghubungkan bahan pelajaran itu
dengan kebutuhan minat peserta didik yang bersangkutan.

Usaha untuk membangkitkan motivasi belajar pada diri dapat ditempuh


dengan berbagai cara pendekatan, antara lainnya dengan memberi angka, hadiah, sering
memberikan ulangan, pujian, dan lainnya. Pra peserta didik disekolah merupakan suatu
kelompok menusia yang mempunyai minat dan kebutuhan yang kompleks dan
beragam. Untuk menghadapi kondisi itu, maka perlu mengenal karakteristik para
peserta didiknya, sehingga guru dapat mengembangkan suatu cara untuk
membangkitkan motivasi peserta didik untuk belajar sesuai dengan individu/peserta
didik dan kelasnya.

2. Asas Aktivitas

Maksud dari asas aktivitas adalah asas untuk mengaktifkan fisik dan psikis
peserta didik yang sedang belajar. Asas ini sangat penting dalam mengajar pendidikan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 32


agama islam. Tujuan yang diharapkan adalah untuk menguasai pengetahuan kemudian
mengimplementasikan perbuatan yang nyata secara berulang-ulang.

3. Asas Individualistis

Kelas atau sekolah merupakan tempat berkumpulnya peserta didik yang


mempunyai latar belakang kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang
berbeda-beda. Dengan ada keragaman latar belakang peserta didik itu, maka dalam
proses belajar-mengajar pendidikan agama islam perlu menerapkan asas individualitas.
Artinya guru dalam menyampaikan bahan pelajaran pendidikan agama islam
sedemikian rupa sesuai dengan perbedaan kemampuan individu peserta didik.

4. Asas Peragaan/Praktik

Dalam proses belajar mengajar pendidikan agama islam, asas ini


memungkinkan peserta didik lebih cepat memahami suatu pengamalan ibadah yang
diajarkan. Oleh karena itu, peserta didik dapat melihat dan mengamati pengamalan
ibadah itu secara kongkret atau langsung. Bentuk peragaan dapat bersifat langsung,
misalnya peserta didik di bawa untuk melihat pengamalan ibadah tertentu yang sesuai
dengan bahan pelajaran yang sedang diajarkan, contohnya shalat. Jadi peserta didik
dapat mengamati langsung pengamalan ibadah dan praktiknya secara nyata, sehingga
akan menjadikan suatu pengalaman yang berharga bagi peserta didik yang
bersangkutan. Selain peragaan secara langsung dapat juga melalui gambar, bagan, foto,
film dan lainnya.

5. Asas Apersepsi
Asas apersepsi berhubungan dengan cara menyampaikan pelajaran, yakni
menghubungkan dengan apa yang telah dikuasai peserta didik. Yang dimaksud dengan
apersepsi adalah: menyatukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan berdasarkan
pengalaman yang telah dimiliki dengan demikian dapat memahami dan dapat
menafsirkannya. Contohnya: menanyakan tentang kunjungan ziarah makam ke makam
sunan kepada peserta didik karena bab yang akan dipelajari adalah walisongo.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 33


6. Asas Sosialisasi
Asas ini dapat meningkatkan motivasi belajar menyadari kekurangan-
kekurangan yang ada dalam diri peserta yang bekerja sama, dan masalah belajar dapat
dipecahkan bersama oleh kelompok yang bekerja sama dalam proses belajarnya.
Contohnya: guru sering melakukan sharing melalui diskusi dengan begitu antara satu
peserta didik dengan yang lain akan berinteraksi dan mampu mempelajari pelajaran
PAI secara menyenangkan tanpa ada rasa bosan.

7. Asas Pengulangan

Untuk memperoleh keterampilan gerak yang baik diperlukan latihan yang


berulang-ulang secara sistematis, sehingga pemahaman pengamalan ibadah akan
menetap dalam ingatan peserta didik tentang ilmu agama yang dipelajarinya. Oleh
karena, guru hendaknya sering mengadakan pengulangan agar peserta didik tidak
mudah lupa dan materi yang disampaikan menetap dalam diri peserta didik.

8. Asas Evaluasi

Evaluasi berguna untuk memperoleh gambaran tentang kemajuan hasil belajar


peserta didik, untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pengajaran, untuk
mendorong peserta didik peserta didik giat belajar, untuk acuan perumusan tujuan.
Contoh: ulangan harian, UTS, UAS, quiz dll

C. Tahapan Instruksional

Secara umum ada tiga pokok dalam strategi mengajar yakni tahap permulaan (pra-
instruksional), tahap pengajaran (instruksional), dan tahap penilaian dan tindak lanjut. Ketiga
tahapan ini harus ditempuh pada setiap saat pengajaran. Jika satu tahapan tersebut
ditinggalkan, maka sebenarnya tidak dapat dikatakan telah terjadi proses pengajaran.

1. Tahap Pra-instruksional
Tahap pra-instruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses
belajar dan mengajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau oleh peserta
didik pada tahapan ini:

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 34


a. Guru menanyakan kehadiran peserta didik dan mencatat siapa yang tidak hadir.
Kehadiran peserta didik dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolok ukur
kemampuan guru mengajar. Tidak selalu ketidakhadiran peserta didik, disebabkan
kondisi peserta didik yang bersangkutan (sakit, malas, bolos, dan lain-lain), tetapi dapat
juga terjadi karena pengajaran dan guru tidak menyenangkan, sikapnya tidak disukai
oleh peserta didik, atau karena tindakan guru pada waktu mengajar sebelumnya
dianggap merugikan peserta didik (penilaian tidak adil, memberi hukuman yang
menyebabkan frustasi, rendah diri dan lain-lain).
b. Bertanya kepada peserta didik, sampai dimana pembahasan pelajaran sebelumnya.
Dengan demikian guru mengetahui ada tidaknya kebiasaan belajar peserta didik di
rumahnya sendiri, setidak-tidaknya kesiapan peserta didik menghadapi pelajaran hari
itu.
c. Mengajukan pertanyaan kepada peserta didik di kelas, atau peserta didik tertentu
tentang bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman materi yang telah
diberikan.
d. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai bahan
pelajaran yang belum dikuasainya dari pengajaran yang telah dilaksanakan
peserta didik sebelumnya.
e. Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya)
secara singkat tapi mencakup semua bahan aspek yang telah dibahas sebelumnya.
Hal ini dilakukan sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari berikutnya
nanti, dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar peserta didik.
Tujuan tahapan ini adalah mengungkapkan kembali tanggapan peserta didik terhadap
bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya
dengan pelajaran hari itu. Tahap pra-instruksional dalam strategi mengajar mirip dengan
kegiatan pemanasan dalam olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan
peserta didik.
2. Tahap Instruksional
Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti, yakni tahapan memberikan bahan
pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Secara umum dapat diidentifikasi
beberapa kegiatan sebagai berikut.
a. Menjelaskan pada peserta didik tujuan pengajaran yang harus dicapai peserta didik.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 35


b. Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dari buku sumber
yang telah disiapkan sebelumnya.
c. Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam pembahasan materi itu
dapat ditempuh dua cara yakni:
1) pembahasan dimulai dari gambaran umum materi pengajaran menuju kepada
topik secara lebih khusus,
2) dimulai dari topik khusus menuju topik umum.
d. Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh konkret.
Demikian pula peserta didik harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui
tingkat pemahaman dari setiap pokok materi yang telah dibahas.
e. Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap pokok
materi sangat diperlukan.
f. Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Kesimpulan ini dibuat oleh guru
dan sebaiknya pokok-pokoknya ditulis dipapan tulis untuk dicatat peserta didik.
Kesimpulan dapat pula dibuat guru bersama-sama peserta didik, bahkan kalau
mungkin diserahkan sepenuhnya kepada peserta didik.
3. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
Tahap yang ketiga adalah tahap evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut dalam
kegiatan pembelajaran. Tujuan tahapan ini ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dari tahapan kedua (instruksional). Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan
satu rangkaian kegiatan yang terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut
untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga
rangkaian tersebut diterima oleh peserta didik secara utuh. Di sinilah letak keterampilan
profesional dari seorang guru dalam melaksanakan strategi mengajar. Kemampuan
mengajar secara teoretis mudah dikuasai, namun dalam praktiknya tidak semudah seperti
digambarkan. Hanya dengan latihan dan kebiasaan yang terencana, kemampuan itu dapat
diperoleh.

D. Pembinaan Perilaku Berdisiplin


Bagaimana membina perilaku berdisiplin masalah umum. Perilaku berdisiplin tidak
berkembang dengan sendirinya. Perilaku berdisiplin dapat diajarkan. Persoalannya
adalah apa strategi yang efektif untuk membina perilaku disiplin.
Pengajaran yang sukses ditandai dengan keberhasilan guru untuk mengurangi perilaku
menyimpang, disamping menanamkan dan memantapkan perilaku berdisiplin. Guru yang

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 36


bersangkutan mungkin meluangkan waktu yang cukup lama 3-6 hari untuk mengajarkan
tata krama kepada para peserta didik dan kemudian menerapkan beberapa strategi
seperti dibawah ini:

1. Sistem Disiplin
Dalam penyelenggaraan PAI belum ada satu pola baku untuk mendisiplinkan para
peserta didik. “Dua pendekatan yang dapat digunakan yakni center’s assertive
disipline dan hellinson’s levels of affektif.”
Apa pokok pikiran yang melandasi kedua pendekatan tersebut yaitu sebuah
anggapan yang dianggap sudah benar yakni peserta didik pada dasarnya tidak patuh
maka dari itu tugas guru adalah untuk mendidik peserta didik yang tidak patuh itu.
Hal ini bukan hanya untuk kepentingan peserta didik yang tidak patuh tetapi juga bagi
peserta didik lainnya.
Sistem ini diajarkan kepada peserta didik sejak tahun pertama hingga tahun-
tahun berikutnya, sepanjang dinilai masih diperlukan. Guru yang beranggapan bahwa
peserta didik berperilaku baik-baik akan mengalami persoalan yaitu jika terjadi
perilaku tidak disiplin, maka dia akan kalang kabut dan memecahkan masalah secara
seketika.
“Apa keuntungan bagi guru jika ada sebuah sistem yang menanamkan perilaku
disiplin?”. Adapun keuntungannya adalah guru memiliki pegangan yang dapat
diandalkan sebagai panduan untuk mendidik para peserta didik sehingga perilaku
berdisiplin. Dengan sistem itu, maka keputusan guru lebih terarah dan jelas.
a. Penegasan Disiplin
Konsep berperilaku berdisiplin yang dikembangkan oleh Canter dan di
gunakan untuk membina kedisiplinan peserta didik di sekolah seluruh
Indonesia yakni memiliki 9 butir:
1) Semua peserta didik dapat berperilaku bertanggung jawab
2) Kontrol yang ketat ( bukan pasif atau cemburu) adalah fair.
3) Harapan yang beralasan (peraturan, perilaku yang terpuji, komunikasi
yang jelas)
4) Guru perlu mengharapkan perilaku yang pantas dari peserta didik dan
menerima dukungan dari pimpinan dan orang tua untuk merangsangnya.
5) Perilaku yang pantas perlu diperkukuh sementara perilaku yang tidak
patut perlu dijawab dengan konseksuensi logis

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 37


6) Konsekuensi logis terhadap perilaku yang baik dan yang kurang baik
7) Konsekuensi harus diperkukuh secara konsisten
8) Semua komunikasi lisan dan non lisan kepada peserta didik harus
didukung antara guru dan peserta didik
9) Guru berlatih secara mental tentang harapan dan konsekuensi agar
ditetapkan secara konsisten kepada peserta didik.
Adapun ketentuan untuk penegasan pembinaan kedisiplinan adalah sebagai berikut.
1) Pelanggaran pertama kali= peringatan
2) Pelanggaran kedua kali= dikucilkan 5 menit
3) Pelanggaran ketiga kali= dikucilkan 10 menit
4) Pelanggaran keempat kali=orang tua dipanggil
5) Pelanggaran kelima kali= dipanggil kepala sekolah
6) Sebaliknya jika peserta didik berperilaku baik maka akan memperoleh
penghargaan seperti piagam, sticker, dll
Contoh Peringatan= Jika kamu berbicara ketika saya menjelaskan kamu keluar kelas.
Contoh Pengucilan=jika peserta didik melanggar peringatan lalu dikucilkan dengan
cara didiamkan beberapa saat sesuai dengan ketentuan peraturan.
Contoh Hadiah=lencana, sticker, bintang, point, dan benda-benda menarik.
2. Tingkat perkembangan afektif dalam disiplin
Tingkat 0= Tak bertanggung jawab
Pada tingkat ini peserta didik belum mampu bertanggung jawab terhadap perilakunya
dan biasanya suka mengganggu orang lain, misalnya kata-kata atau dengan perilaku
fisik.
Tingkat 1= Kontrol diri
Pada taraf ini keterlibatan peserta didik sangat minim. Maksudnya peserta didik akan
melakukan apa yang diminta guru tanpa campur tangan pihak lain.
Tingkat 2= Keterlibatan
Pada taraf ini peserta didik aktif terlibat dalam pelajaran. Mereka mencoba dengan
usaha sungguh-sungguh, dan mengikuti pelajran karena menyukai pelajaran.
Tingkat 3=Tanggung jawab pribadi
Pada taraf ini peserta didik dirangsang untuk mulai bertanggung jawab terhadap
kegiatan belajarnya. Ini berarti bahwa tidak diperlukan pengawasan pihak guru. Pada
taraf ini mereka sudah dapat merencakan permainnya atau kegiatan dalam kelompok
Tingkat 4= Silih asih

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 38


Pada taraf ini peserta didik sudah mampu menyatakan simpati dan keinginan
menolong orang lain. Mereka sudah mampu berbuat secara sukarela untuk menjadi
patner dalam kegiatan.

3. Karakteristik Sistem Disiplin yang Baik


Tugas utama guru PAI selain mengajar dan mendidik adalah menanamkan disiplin
dengan tiga unsur dibawah ini:
a. Pengembangan Pemahaman yang jelas
Sistem disiplin akan berjalan dengan baik apabila para peserta didik
memahami dengan jelas pelaksanaanya dan alasan tentang perlunya disiplin
ditegakkan. Sebagai contoh, gunakan “seragam baju kurung dan peci bagi
santriwati dan santri ketika mengikuti pelajaran PAI”. Bila sistem disiplin itu
tidak segera dirancang dan dikomunikasikan sejak awal, maka akan ada
penentangan dari peserta didik . Jadi, yang perlu dicatat adalah:
1) Jika yang diterapkan model penegasan disiplin maka harus jelas bagi
peserta didik tentang konsekuensi perilaku yang diharapkan
2) Jika yang digunakan model perkembangan afektif, maka harus
dijelaskan ciri dari setiap tingkat serta contohnya.
b. Konsistensi Pelaksanaan
Ciri kedua adalah penerapan yang konsisten. Begitu peraturan sudah
diluncurkan maka guru harus mampu menerapkan standar yang tetap dari
waktu ke waktu. Maksudnya jangan sampai guru selalu berubah-ubah dalam
menerapkan kriteria pelanggaran. Sebagai contoh bila guru mengatakan
pelarangan tentang aturan berpakaian peserta didik berarti jika ada yang
melanggar harus memenuhi konsekuensi dalam melanggar aturan.
c. Dukungan Kepala sekolah dan orang tua
Barangkali anda pernah mengalami atau menjumpai seorang peserta
didik yang sukar sekali untuk dapat diam dan tenang tanpa mengganggu
temannya. Berbagai cara sudah dikerjakan misalnya melalui pengucilan atau
dikelurakan dari ruangan, pemberian ganjaran dan konsekuensi, namun
semuanya tidak mempan merubah perilaku peserta didik yang bersangkutan.
Bila benar-benar terjadi di kelas anda. Apa yang anda dapat lakukan?
Apakah anda selalu membuat keputusan, mengeluarkan peserta didik
itu dari kelas selama-lamanya? tentu tidak, sebab anda tidak berhak untuk

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 39


melakukan hal itu. Persoalan semacam ini memerlukan bantuan untuk
memecahkannya. Pertama, orang tua perlu dimintai dukungan untuk
mendisiplikan peserta didik, kepala sekolah juga memberikan siasat, dan guru
PAI berusaha mencari akar masalah dan teknik pemecahnya agar peserta didik
disiplin.
d.Konselin9 Islami den9an home visit kerumah peserta didik dan
pendampinan9an kea9amaan.
4. Tantangan terhadap Disiplin
Tidak ada kelas yang mulus dan tanpa masalah. Penyimpangan perilaku
hingga taraf yang dapat diterima memang lumrah terjadi. Bahkan anda pernah
mengalaminya pada setiap hari dengan aneka coraknya. Misalnya peserta didik yang
suka membolos dan mencari berbagai alasan mengelabui gurunya supaya tidak ikut
PAI. Ada pula yang memang suka menganggu temanya atau sebaliknya, menjadi
bulan-bulanan di dalam kelas, seperti selalu diolok-olok temannya. Peserta didik
paling kecil amat sering menjadi korban permainan teman-temannya.
Bagaimana sikap anda menghadapi masalah seperti itu? Bila anda menghadapi
peserta didik yang berperilaku tidak diinginkan, upayakan agar emosi terkendali.
Maksudnya, jangan segera marah atau naik pitam. Tenangkan diri untuk sesaat sambil
menyimak apa gejala perilaku dan apa kira-kira penyebabnya.
Setelah kita tenang, hampiri peserta didik yang bersangkutan atau panggil ke
pinggir lapangan. Panggil namanya dan kemudian dengan penuh ketenangan guru
menyadarkan apa kesalahnya. Yang terpenting, peserta didik paham bahwa yang dia
lakukan itu adalah salah dan melanggar ketentuan. Dengan demikian, komunikasi
merupakan kunci mengubah perilaku. Berikut ini ada rambu-rambu strategi yang
diterapkan oleh guru pemula:
1) Saya berharap kamu mendengarkan penjelasan, tidak bercakap-cakap sendiri
ketika diberikan penjelasan
2) Apakah merasa kurang menarik dengan tema yang diajarkan ibu/bapak guru,
sampaikan jika ada yang kurang berkenan dihati?
Penjelasan tersebut bukanlah berarti menunjukkan guru PAI tidak boleh marah. Suatu
saat anda sebagai guru PAI diperbolehkan menegur demi kebaikan peserta didik tetapi
dengan sikap tenang. Tujuan kita tidak melukai perasaan peserta didik, tetapi
perilakunya dapat berubah.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 40


PERTEMUAN III
SISTEM PENGAJARAN DALAM STANDAR PROSES
A. Spectrum Gaya Belajar Mengajar
Pembahasan mengenai struktur belajar berkaitan dengan bagaimana orang itu belajar.
Struktur belajar meliputi matriks kontrak psikologis dan fisiologis yang memberikan
penjelasan tentang belajar tentang struktur pelajaran atau pokok bahasan
menggambarkan dan menyajikan suatu upaya untuk menghubungkan komponen-
komponen pengetahuan dengan cara-cara logis dan berarti.
Mosston mengemukakan spectrum gaya mengajar sebagai upaya menjembatani di
antara pokok bahasan dan belajar. Spektrum ini merupakan suatu konsepsi teoritis dan
suatu desain atau rancangan operasional mengenai alternatif atau kemungkinan gaya
mengajar. Setiap gaya mengajar memiliki struktur tertentu yang menggambarkan peran
guru, peserta didik dan mengidentifikasi tujuan-tujuan yang dapat dicapai jika gaya
mengajar ini dilakukan.
Gaya mengajar didefinisikan dengan keputusan-keputusan yang dibuat oleh guru dan
dibuat oleh peserta didik di dalam episode atau peristiwa belajar yang diberikan. Jenis-
jenis keputusan dibuat oleh guru dan peserta didik yang menentukan proses dan hasil
dari episode itu. Oleh karena itu, spectrum gaya mengajar ini memberikan kepada guru
suatu susunan atau aturan tentang alternatif di dalam perilaku mengajar, yang
memungkinkan guru mencapai lebih banyak peserta didik dan memenuhi banyak tujuan.

Penemuan dan rancangan spectrum gaya mengajar, yaitu:

1. Masalah yang bertentangan


Kebanyakan guru telah dibanjiri dengan banyak ide, program,
penemuan-penemuan penelitian, dan bahan-bahan paket. Beberapa di
antaranya ada yang berguna, sedangkan yang lain ada yang tidak bermanfaat,
tetapi kebanyakan menimbulkan kontradiksi atau pertentangan. Setiap ide
telah menyajikan cara pemecahan tunggal (singular) terhadap program
pendidikan agama islam. Seperti, individualisasi dengan pengajaran
kelompok, pemecahan masalah (problem solving) dengan belajar yang bersifat
menghafal (tanpa berpikir), misalnya pemahaman gerakan shalat dan
bacaannya.Padahal banyak peserta didik yang belum mampu membaca al-
qur’an dengan lancar sedangkan hafalan shalat menggunakan huruf arab. Hal
inilah yang harus dipikirkan guru ketika akan mengajar dan masalahnya

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 41


adalah “bagaimana guru mengetahui, bagaimana menyatakan ide-ide tersebut
di atas dengan setiap diberikan ke dalam perilaku mengajarnya”?

2. Belajar dan Mengajar

Pengalaman kedua dialamatkan pada ketidaksesuaian yang ada di


antara belajar dan mengajar. Jiwa peserta didik seringkali memperlihatkan
perilaku belajar yang berbeda, maka yang sangat penting untuk
mengidentifikasi gaya mengajar yang akan dilakukan, dengan cara yang teliti,
dan observasi dengan cara mendatangkan perilaku belajar tertentu, khususnya
jika setiap perilaku belajar dan dapat mencapai seperangkat tujuan tertentu.
Spektrum gaya mengajar ini merupakan struktur mengajar yang
mengidentifikasi gaya-gaya tertentu. Spektrum mengidentifikasi struktur setiap
gaya dan hubungannya dengan gaya mengajar yang lain. Spektrum ini
mengidentifikasi prosedur penerapan pada berbagai kegiatan dan pelaksanaan
dan setiap gaya pada pertumbuhan dan perkembangan peserta didik di dalam
domain fisik, emosi, sosial, dan domain kognitif.

3. Perilaku yang unik dan universal

Pendekatan mengajar selalu memiliki keunikan yang bersandar pada


ide bahwa mengajar adalah bersifat intuitif, spontan, inovatif, dan susah
dirasionalkan untuk hal yang berhubungan dengan akhirat, nah ini sebenarnya
dikaitkan karena pemberian kebebasan kepada para guru untuk melakukan
sesuatu. Ide ini didorong oleh ungkapkan seperti:

“Kebebasan individu”, “Cara saya”, “Kerja saya”, “Mengajar kreatif”,


“mengajar adalah suatu seni” dan sebagainya. Tidak ada upaya untuk
menyangkal keberadaan daya keunikan itu, serangkaian keunikan, tidak
menyajikan teori mengajar pada profesi yang dapat dibuat pegangan profesi.
Berdasarkan gambaran singkat itu, mengakibatkan adanya perkembangan
spectrum gaya mengajar adalah:

Tahap pertama, kita menentukan aksioma tentang aktivitas mengajar


yakni “perilaku mengajar : suatu rangkaian pembuatan keputusan”.
Pernyataan ini memberikan konsep universal, karena semua guru di dalam

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 42


bidang studi atau pokok bahasan sepanjang waktu itu digunakan di dalam
pembuatan keputusan.

Tahap kedua, adalah untuk mengidentifikasi kategori-kategori


keputusan yang harus selalu dibuat di dalam berbagai aktivitas belajar
mengajar. Ini merupakan keputusan tentang tujuan-tujuan, pokok bahasa,
aktivitas tertentu, pengorganisasian materi, bentuk-bentuk feedback (umpan
balik) kepada peserta didik dan sebagainya. Kategori-kategori keputusan itu
diorganisasikan atau disusun di dalam tiga perangkat yang memberikan
rangkaian keputusan dalam berbagai transaksi belajar mengajar.

Perangkat pertama adalah pra-pertemuan (pre-impact), meliputi


keputusan-keputusan yang harus dibuat sebelum berhadapan di antara guru
dan peserta didik. Perangkat kedua adalah selama pertemuan (impact),
meliputi keputusan-keputusan yang harus dibuat selama penampilan atau
pelaksanaan tugas. Perangkat ketiga adalah pasca pertemuan (post-impact),
meliputi keputusan-keputusan yang harus dibuat yang berkaitan dengan
evaluasi pelaksanaan dan feedback kepada peserta didik. Dengan kata lain,
ketiga perangkat tersebut dapat dikatakan sebagai (1) tahap perencanaan
(Prota, Promes, Silabus, RPP); (2) tahap pelaksanaan (KBM); dan (3) tahap
evaluasi(UH, UTS, UAS). Ketiga perangkat ini membentuk suatu anatomi
berbagai gaya mengajar.

a)Anatomi Gaya Mengajar

Anatomi gaya mengajarkan menyajikan konsep universal, karena keputusan dalam


tiga perangkat ini biasanya dibuat di dalam berbagai kegiatan mengajar. Struktur gaya
mengajar individual dan kedudukan spectrum ini ditentukan untuk membuat keputusan
tertentu di dalam tiap perangkat. Dengan demikian, setiap gaya diidentifikasi dengan
pembagian keputusan tertentu yang dibuat guru dan peserta didik di dalam setiap
pertemuan yang diberikan. Susunan gaya-gaya mengajar itu mulai dari gaya komando,
yang menggambarkan spectrum gaya-gaya mengajar.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 43


Perangkat Keputusan-keputusan yang harus dibuat Keputusan
Tentang:

Pra-Pertemuan
1. Tujuan / sasaran pelajaran (pokok bahasan) (berisi: persiapan)
2. Pemilihan gaya mengajar
3. Gaya belajar yang diharapkan
4. Siapa yang akan diajar
5. Pokok bahasan
6. Di mana mengajar (lokasi)

7. Kapan mengajar:

i Waktu mulai
ii Kecepatan dan irama pelajaran
iii Lama pelajaran
ivWaktu berhenti
v Interval

viWaktu pengakhiran
8. Sikap tubuh
9. Pakaian dan penampilan
10. Komunikasi
11. Cara menjawab pertanyaan
12. Rencana organisasi
13. Parameter
14. Suasana kelas / pelajaran
15. Materi dan prosedur evaluasi
16. Lain-lain

Selama pertemuan 1. Pelaksanaan dan mengikuti pada keputusan-


keputusan (berisi pelaksanaan pra-pertemuan dan
penampilan) , menyelesaikan keputusan-keputusan ,

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 44


Lain-lain .

Pasca pertemuan 1. Pengumpulan informasi tentang pelaksanaan dalam


(berisi Evaluasi perangkat pembelajaran, selama pertemuan (dengan
mengamati mendengarkan Sentuhan dan sebagainya)
2. Menilai informasi dengan kriteria (peralatan,
prosedur, materi, norma, nilai dan sebagainya).
3. Feedback (umpan balik).
Gambar 3: Anatomi Gaya Mengajar

Sumber: Muska Mosston & Sara Ashworth (2008), Teaching Physical Educations
First Online Edition

b)Pelaksanaan dan Penerapan Spektrum Gaya Mengajar PAI

Pelaksanaan dan penerapan gaya-gaya mengajar dalam pendidikan agama islam


perlu disesuaikan dengan kondisi dan situasi belajar-mengajarnya. Dougherly dan
Bonanno mengemukakan pandangannya terhadap gaya-gaya mengajar dikemukakan
oleh Mosston tentang karakteristik, pertimbangan-pertimbangan mengajar tertentu,
dan kelebihan dan kekurangannya. Selanjutnya ia mengemukakan pendapatnya dalam
menerapkan gaya mengajar tersebut, adalah sebagai berikut :

1) Tidak ada gaya mengajar yang paling baik untuk selamanya. Setiap gaya mengajar
memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu pada gaya itu sendiri. Faktor-faktor
ini harus ditekankan yang berkaitan dengan tujuan-tujuan tertentu dari pelajaran,
kesiapan peserta didik untuk mengambil keputusan faktor lain.
2) Ada periode yang membuat atau menyebabkan berhenti yang harus diamati, jika
gaya mengajar beralih ke arah yang lebih menekan kepada peserta didik pada akhir
dari rangkaian kesatuan gaya mengajar. Orang (peserta didik) yang tidak pernah
memiliki kesempatan untuk membuat keputusan di dalam kelas/pelajaran tidak
dapat mengemukakan dasar pemikiran yang bersifat emosional dan intelektual,
diharapkan melakukan atau membuat lebih banyak keputusan dalam pembelajaran.
Sebaliknya, guru yang membiasakan mendominasi membuat keputusan
seharusnya berusaha mengekang perilaku ini dan memberikan lebih banyak
kesempatan (Keleluasaan) pada peserta didik untuk membuat dari gaya mengajar

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 45


komando. Transisi atau peralihan ini sangat efektif dilakukan secara perlahan dan
cermat. Ini jauh lebih meningkatkan dalam membuat keputusan-keputusan kecil
atau sederhana daripada diberikan terlalu banyak materi pelajaran tetapi sulit
dipahami oleh peserta didik.
3) Jika pelajaran ternyata tidak berhasil, maka dengan berhati-hati dalam menilai
semua variabel atau faktor didalam situasi mengajar sebelumnya dan jangan hanya
menyalahkan gaya mengajar itu sendiri. Sebagaimana di dalam berbagai
pengajaran yang lain, terdapat banyak kemungkinan kesulitan yang tidak tampak
pada setiap gaya mengajar. Salah satu diantaranya adalah alternatif atau
kemungkinan pada gaya mengajar itu. Jika pelajaran mengalami kegagalan, maka
pertimbangannya harus dilakukan peninjauan kembali semua variabel atau faktor
sebelum menyalahkan kegagalan atau ketidaksesuaian pada gaya mengajar itu
sendiri. Kita dapat meninjau kembali dan mempertanyakan seperti:

• Apakah peserta didik mempersiapkan untuk membuat jenis-jenis


keputusan sesuai dengan yang diharapkan?

• Apakah guru menyampaikan informasi persiapan yang cukup


kepada peserta didik?

• Apakah guru melakukan gaya mengajar dengan benar?

• Apakah guru memberikan feedback tidak hanya berkaitan dengan


materi pelajaran, tetapi juga penyesuaian dengan gaya mengajar
yang digunakan?

• Apakah gaya mengajar sesuai dengan pelajaran?


4) Jangan ragu atau takut untuk mengkombinasi gaya-gaya mengajar. Tidak ada yang
begitu keramat atau agung tentang gaya mengajar tertentu yang tidak dapat
dikombinasikan dan dimodifikasi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
individu. Guru dan peserta didik sama-sama senang dan enak dengan seluruh rentang
perilaku, tidaklah salah guru mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk
gaya mengajar baru. Yang menjadi faktor penting adalah bahwa gaya mengajar baru
itu harus secara sadar digunakan dan dikembangkan yang didasarkan pada
pertimbangan dan penilaian yang matang.
5) Jangan terpaku atau terkunci pada gaya mengajar tertentu. Pengulangan gaya
mengajar yang terus menerus tanpa mengabaikan perubahan-perubahan pelajaran/

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 46


pokok bahasan adalah hal menjemukan/membosankan peserta didik maupun guru.
Sedangkan sejumlah pengamanan dan pengulangan tertentu adalah perlu. Terutama
bagi peserta didik kecil, bahwa gaya mengajar yang monoton dan menggunakan
ceramah adalah kurang baik,tidak efisien dan membosankan. Guru yang baik adalah
mereka yang tidak terelakkan dari hal-hal yang memiliki berbagai perilaku mengajar
yang luas dan mengubah perilaku mereka berdasarkan situasi tertentu. Ini sebenarnya
merupakan nilai utama dari spectrum gaya mengajar itu. Nilai ini memberikan cara
yang tersusun dengan jelas tentang pemilihan dan pengembangan berbagai
kemungkinan perilaku mengajar. Guru yang lebih banyak memiliki alternatif, akan
lebih memudahkan dalam menyelesaikan persoalan, selain itu, guru yang baik dapat
menyesuaikan perilaku mengajar yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
dan isi pelajaran, sehingga lebih besar kemungkinan berhasil.
6) Ingat bahwa gaya mengajar itu hanya baik jika pelakunya baik atau dilakukan dengan
baik. Tidak ada gaya mengajar yang dapat berhasil tanpa persiapan yang bijaksana
dan perhatian yang teliti. Tidak ada gaya mengajar yang dapat mengganti atau
mengimbangi kekurangan tentang keahlian atau kecakapan di dalam pelajaran selama
mengajar karena kurangnya kesungguhan peserta didik. Guru seharusnya mau bekerja
dengan sungguh-sungguh dan memperhatikan peserta didiknya. Dalam mata rantai
yang sangat berharga, namun demikian spectrum gaya mengajar ini memberikan
bermacam-macam strategi mengajar yang menarik dan produktif dapat disesuaikan
dan dimodifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dari setiap situasi mengajar yang
baru.
B. Prosedur Gaya-gaya Mengajar
1. Prosedur Pembelajaran dengan Gaya Komando
a) Semua keputusan pra-pertemuan dibuat oleh guru

1) Pokok bahasan
2) Tugas-tugas
3) Organisasi
4) Dan lain-lain
b) Semua keputusan selama pertemuan berlangsung dibuat oleh guru:

1) Penjelasan peranan guru dan peserta didik

2) Penyampaian pokok bahasan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 47


3) Penjelasan prosedur organisasi

(a) Regu, kelompok (b) Penempatan dalam wilayah kegiatan (c)


Perintah yang harus diikuti (d) Urutan kegiatan :Peragaan, Penjelasan,
Pelaksanaan , Penilaian
4) Keputusan pasca-pertemuan

(a) Umpan balik kepada peserta didik, (b)Sasarannya: harus memberi


banyak waktu untuk pelaksanaan tugas.
2. Prosedur Pembelajaran dengan Gaya Latihan/Praktik
Dalam gaya latihan, ada beberapa keputusan selama pertemuan berlangsung yang
dipindahkan dari guru ke peserta didik. Pergeseran keputusan ini memberi peranan
dan perangkat tanggung jawab baru kepada peserta didik.
a) Lembaran tugas atau kartu gaya latihan dibuat untuk meningkatkan efisiensi
gaya latihan. Ini dapat didesain untuk ditempatkan didinding atau dibuat
untuk masing-masing peserta didik.
1) Membantu peserta didik untuk mengingat tugasnya (apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya).

2) Mengurangi pengulangan penjelasan oleh guru.

3) Mengajar peserta didik tentang bagaimana mengikuti tanggung


jawab tertulis untuk menyelesaikan tugas-tugas.

4) Untuk mencatat kesempatan mengabaikan peragaan dan penjelasan


oleh peserta didik, dan kemudian guru harus menyisihkan waktu lagi
untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan. Manipulasi
peserta didik secara demikian akan mengurangi interaksi guru
dalam:

(a) meningkatkan tanggung jawab peserta didik,

(b) guru mengarahkan perhatian peserta didik kepada keterangan di


lembaran tugas dan pada tugas-tugas lain yang harus dilakukan.
b) Desain lembaran tugas
1) Berisi keterangan yang diperlukan mengenai apa yang harus dilakukan
dan bagaimana melakukannya, dengan berfokus pada tugas.
2) Merinci tugas-tugas khusus

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 48


3) Menyatakan banyaknya tugas” Memberi arah bagi peserta didik dalam
melaksanakan tugas peserta didik: (a) Ulangan, (b) jarak
4) Kriteria yang didasarkan atas hasil yang dapat diketahui dan dilihat
oleh peserta didik.
c) Rencana keseluruhan pelajaran
1) Memberikan rencana keseluruhan untuk episode-episode (unit-unit)
yang akan diajarkan.
2) Kalau lembaran tugas telah merinci tugas-tugas bagi peserta didik,
maka rencana pelajaran yang akan diberikan oleh guru tentang semua
keterangan yang diperlukan untuk memimpin kelas.
3) Apabila kelak Anda akan mengajar di kelas ini Anda perlu
merencanakan pelajaran dan lembaran tugas bagi peserta didik.
4) Lembaran tugas terlampir dapat dipakai sebagai contoh format.
5) Komponen-komponen Rencana Pelajaran terdiri dari :
(a) Rencana: tanggal, waktu, nama: semua harus jelas.
(b) Tekanan pelajaran: harus disebutkan semua kegiatan yang akan
diajarkan.
(c) Peralatan: semua yang diperlukan dalam pelajaran.
(d) Alat bantu mengajar: apa yang dibutuhkan guru selain alat-alat
kegiatan seperti proyektor, lembaran tugas, dan lain-lain.
(e) Sasaran penampilan: dinyatakan dengan jelas dengan memakai
istilah-istilah penampilan (operasional) tentang apa yang
diharapkan untuk dapat dilakukan pada akhir pelajaran.
(f) Penilaian penampilan: bagaimana mengukur sasaran yang telah
dicapai.
(g) Nomor sasaran: Penjelasan harus sesuai dengan sasaran
penampilan yang dimaksud.
(h) Isi = kegiatan: Prosedur = peragaan, penjelasan, Organisasi =
pengaturan peralatan dan peserta didik, langkah-langkah dalam
tiap pertemuan pembelajaran, Diagram = Memperlihatkan
pengaturan logistik.
(i) Waktu yang diperkirakan atau alokasi waktu: beberapa banyak
waktu yang diperlukan untuk setiap komponen pelajaran.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 49


(j) Butir-butir pelajaran penting: petunjuk bagi guru tentang konsep,
pemikiran dan keterangan, untuk ditekankan dan jangan lupa
untuk dimasukkan.

3. Prosedur Pembelajaran Dengan Gaya Resiprokal


Dalam gaya mengajar resiprokal, tanggung jawab memberikan umpan balik
bergeser dari guru ke teman sebaya. Pergeseran peranan ini memungkinkan:
Peningkatan interaksi sosial antara teman sebaya dan umpan balik langsung.
a) Dalam gaya resiprokal ada tuntutan-tuntutan baru bagi guru dan pengamat.
1) Guru harus menggeser umpan balik kepada peserta didik (a).
2) Pengamat harus belajar bersikap positif dan memberi umpan balik.
3) Pelaku harus belajar menerima umpan balik dari teman sebaya ini
memerlukan adanya rasa percaya.
b) Keputusan-keputusan
1) Sebelum pertemuan:

Guru menambahkan lembaran desain kriteria kepada pengamat untuk


dipakai dalam gaya ini.

2) Selama pertemuan:

(a) Guru menjelaskan peranan-peranan baru dari pelaku (p) dan


pengamat (a).

(b) Perhatian bahwa pelaku berkomunikasi dengan pengamat dan


bukan dengan guru.

(c) Jelaskan bahwa peranan pengamat adalah untuk menyampaikan


umpan balik berdasarkan kriteria yang terdapat dalam lembaran
yang diberikan.

3) sesudah pertemuan:

(a) Menerima kriteria

(b) Mengamati penampilan pelaku

(c) Membandingkan dan mempertentangkan penampilan dengan


kriteria yang diberikan.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 50


(d) Menyimpulkan apakah mengenai penampilan benar atau salah.

(e) Menyampaikan hal-hal mengenai penampilannya kepada pelaku.

4. Prosedur Pembelajaran dengan Gaya Periksa Sendiri


Dalam Gaya Periksa Sendiri (self check), lebih banyak keputusan yang digeser
ke peserta didik. Kepada peserta didik diberikan keputusan sesudah pertemuan, untuk
menilai penampilannya. Gaya memungkinkan peserta didik menjadi lebih mandiri
dalam melaksanakan tugasnya. Keputusan dari Gaya Latihan dipertahankan, dan
keputusan tentang penilaian dalam Gaya Resiprokal bergeser dari mengamati teman
sebaya ke mengamati diri sendiri.

a. Dalam gaya ini, peserta didik menjalankan tugas dengan


menyamakan dan membandingkannya dengan kriteria yang telah
ditentukan oleh guru. Hal ini merupakan tanggung jawab baru bagi
peserta didik, untuk menganalisis dan menilai tugasnya.

b. Keputusan sebelum pertemuan guru membuat keputusan ini


menyusun lembaran kriteria.

c. Keputusan pada saat pertemuan berlangsung

1) Menjelaskan tujuan gaya ini kepada kelas

a) Menjelaskan peranan peserta didik dan tekanan penilaian diri.

b) Menjelaskan peranan guru

c) Menjelaskan tugas dan logistik

d) Tentukan parameter-parameternya

2) Keputusan sesudah pertemuan

a) Mengawasi pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh peserta didik

b) Mengawasi penggunaan lembaran kriteria

c) Mengadakan pembicaraan secara perorangan mengenai kecakapan


dan ketepatan dalam menggunakan proses periksa sendiri.

d) Di akhir pertemuan, berikan umpan balik secara umum.

5. Prosedur Pembelajaran dengan Gaya Cakupan/Inklusi

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 51


Gaya mengajar “Inklusi” (cakupan) memperkenalkan berbagai tingkat
tugas. Sementara gaya komando sampai dengan gaya periksa sendiri
menunjukkan suatu standar tunggal dari penampilan, maka gaya ”inclusion”
memberikan tugas yang berbeda-beda.
6. Prosedur Pembelajaran dengan Gaya Penemuan Terpimpin
Gaya penemuan terpimpin (konvergen) dan gaya Divergen (berlainan),
yang penekanannya terpusat pada perkembangan kognitif. Mosston menyatakan
bahwa dengan menggunakan strategi mengajar tersebut, maka kita telah
melampaui “ambang penemuan”. Gaya penemuan terpimpin ini disusun
sedemikian rupa, sehingga guru harus menyusun serangkaian pertanyaan-
pertanyaan yang menurut adanya serangkaian jawaban-jawaban yang disusun
guru ini hanya ada satu jawaban saja yang dianggap benar. Rangkaian
pertanyaan-pertanyaan tersebut harus menghasilkan serangkaian jawaban-
jawaban yang mengarah kepada penemuan konsep-konsep, prinsip atau gagasan-
gagasan.
a. Dalam menyusun pertanyaan bagi peserta didik, guru harus mengenali
prinsip, gagasan, atau konsep yang akan ditemukan. Kemudian guru
menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan membawa peserta didik ke
rangkaian tanggapan yang menuju kepada gagasan tersebut. Untuk hal ini
perlu dimulai dari jawaban akhir, terus mundur sampai kepada
pertanyaan.
b. Dalam situasi mengajar yang sesungguhnya, guru harus mengikuti
prosedur berikut:

1) Menyampaikan pertanyaan sesuai dengan susunan.

2) Beri waktu untuk jawaban dari peserta didik

3) Berikan umpan balik (netral atau menilai) mengarahkannya lagi.

4) Ajukan pertanyaan berikutnya

5) Jangan berikan jawaban

6) Bersikap sabar dan menerima

c. Merencpeserta didikan:

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 52


1) Mengenali pokok bahasan yang khusus
2) Menentukan urutan langkah-langkah (pertanyaan dan petunjuk) menuju
ke hasil akhir.
3) Setiap langkah didasarkan atas jawaban sebelumnya.
4) Perlu mengharapkan kemungkinan jawaban yang akan diberikan oleh
peserta didik, dan mengarahkan kembali jawaban yang tidak tepat.
d. Yang harus dilakukan dengan jawaban yang tidak benar:
1) Ulangi pertanyaan/petunjuknya. Kalau masih salah, ajukan pertanyaan
lain yang menguatkan/menjabarkannya.
2) Beri waktu kepada peserta didik untuk memikirkan jawaban.
7. Prosedur Pembelajaran dengan Gaya Divergen
Gaya mengajar Divergen merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
Dalam gaya ini peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengambil keputusan
mengenai suatu tugas yang khusus di dalam pokok bahasan. Gaya ini memungkinkan
jawaban-jawaban pilihan. Ini berbeda dengan gaya penemuan terpimpin, yang
pertanyaan-pertanyaannya disusun untuk mendapatkan jawaban yang konvergen.
Gaya ini disusun sedemikian rupa sehingga suatu masalah pertanyaan atau
situasi yang dihadapkan kepada peserta didik akan memerlukan pemecahan.
Rancangan-rancangan yang diberikan akan membimbing peserta didik untuk
memenuhi pemecahan atau jawaban secara individual.

a. Mula-mula, mungkin perlu menyakinkan peserta didik bahwa gagasan


dan pemecahan mereka akan diterima. Seringkali peserta didik sudah
terbiasa dengan mereka diberitahu tentang apa yang harus mereka
lakukan, dan tidak diperkenankan untuk menemukan sendiri jawaban-
jawaban yang benar.

b. Pada waktu peserta didik bekerja mencari pemecahan, guru harus


mengawasi dan menunggu untuk memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk menyusun jawaban-jawaban mereka.

(1) Umpan balik harus dapat membimbing peserta didik kepada


masalah untuk menentukan jawaban yang tepat.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 53


(2) Guru harus menahan diri untuk tidak memilih jawabanjawaban
tertentu sebagai contoh. Sebab itu akan mendorong penjiplakan
dan bukan pemecahan masalah secara individual.

Pembagian model-model pengajaran tersebut di atas pada hakikatnya


bukan merupakan klasifikasi yang bersifat diskrit. Pengajaran yang didasarkan atas
model komando pada suatu ketika memiliki kesamaan atau terjadi pada bentuk-
bentuk pengontrolan guru pada saat pengajaran penemuan terbimbing atau
pemecahan masalah.

Dalam pembelajaran, guru secara kreatif dapat memilih dan menerapkan


satu atau lebih model. Dalam model pengajaran penemuan, misalnya, peserta didik
dapat diberikan keleluasaan untuk melakukan eksplorasi dengan atau tanpa
bimbingan guru. Peserta didik diajak berfikir mulai dari menemukan fakta-fakta
yang bersifat khusus untuk membuat simpulan secara umum (model induktif).
Dalam kasus tertentu guru dapat berperan sebagai pusat proses belajar, mengontrol
percepatan pelajaran. Guru memberikan suatu konsep atau teori yang bersifat
umum, kemudian peserta didik diminta untuk mencari fakta-fakta secara khusus
(model deduktif). Dalam praktik pelaksanaan pembelajaran, suatu konsep atau
keterampilan dapat diajarkan mulai dari global menuju ke bagian-bagian (parsial)
atau sebaliknya dari parsial ke global. Guru yang efektif akan mampu memilih dan
menerapkan secara kreatif model-model pengajaran yang tepat dan sesuai dengan
situasi dan kondisi. Apapun model tersebut yang digunakan oleh guru hendaknya
diperhatikan kesesuaian model tersebut dengan kondisi peserta didik dan situasi
lingkungan. Pemilihan model pengajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi
lingkungan itu sering disebut model pengajaran refleksi atau dikenal dengan model
pendekatan modifikasi.

PERTEMUAN IV

PEMILIHAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 54


A. Pendekatan Strategi Belajar Mengajar
Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau
tergantung dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua
pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-
centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada peserta didik (student-centred
approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran
langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menurunkan
strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 55


Karakteristik (ciri-ciri khusus) pendekatan yang berpeluang bagi peserta didik untuk
mengembangkan potensinya secara seimbang dan seoptimal mungkin apabila selama
kegiatan pembelajaran berlangsung menunjukkan, antara lain:
a. Peserta didik melakukan kegiatan belajar yang beragam

b. Peserta didik berpartisipasi aktif baik secara individu maupun kelompok

c. Memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik dalam menumbuh kembangkan


potensinya

d. Interaksi yang terbangun selama proses pembelajaran menunjukkan terjadinya


komunikasi multi arah dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar,
metode, media dan strategi pembelajaran

e. Selama proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan


pemimpin. Sebagai fasilitator guru memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam
belajar dengan menyediakan berbagai sarana yang diperlukan. Sebagai pembimbing
guru selalu mengajak dan mendorong peserta didik untuk belajar serta menawarkan
bantuan pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Sedangkan sebagai
pemimpin, guru menunjukkan arah kepada peserta didiknya yang melakukan hal-hal
yang baik.

Berikut Macam-macam Pendekatan Pembelajaran


a. Pendekatan pembelajaran ditinjau dari segi proses

1) Pendekatan yang berorentasi kepada guru (teacher centered approach).

Pendekatan yang berorentasi kepada guru pendidikan merupakan sistem


pembelajaran yang konvensional di mana hampir semua kegiatan pembelajaran
dikendalikan oleh guru. Guru mengkomunikasikan pengetahuannya kepada
peserta didik berdasarkan tuntutan silabus. Karakteristik pendekatan yang
berorientasi pada guru bahwa proses belajar mengajar atau proses komunikasi
berlangsung di dalam kelas dengan metode ceramah secara tatap muka (face to
face) yang dijadwalkan oleh sekolah. Selama proses pembelajaran peserta didik
hanya menerima apa saja yangdisampaikan oleh guru dan hanya sesekali-kali
diberikan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 56


Karakteristik (ciri-ciri khusus) pendekatan yang berpeluang bagi peserta didik untuk
mengembangkan potensinya secara seimbang dan seoptimal mungkin apabila selama
kegiatan pembelajaran berlangsung menunjukkan, antara lain:
a. Peserta didik melakukan kegiatan belajar yang beragam

b. Peserta didik berpartisipasi aktif baik secara individu maupun kelompok

c. Memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik dalam menumbuh kembangkan


potensinya

d. Interaksi yang terbangun selama proses pembelajaran menunjukkan terjadinya


komunikasi multi arah dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar,
metode, media dan strategi pembelajaran

e. Selama proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan


pemimpin. Sebagai fasilitator guru memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam
belajar dengan menyediakan berbagai sarana yang diperlukan. Sebagai pembimbing
guru selalu mengajak dan mendorong peserta didik untuk belajar serta menawarkan
bantuan pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Sedangkan sebagai
pemimpin, guru menunjukkan arah kepada peserta didiknya yang melakukan hal-hal
yang baik.

Berikut Macam-macam Pendekatan Pembelajaran


a. Pendekatan pembelajaran ditinjau daris segi proses

1) Pendekatan yang berorentasi kepada guru (teacher centered approach).


Pendekatan yang berorentasi kepada guru pendidikan merupakan system
pembelajaran yang konvensional di mana hampir semua kegiatan
pembelajaran dikenadlikan oleh guru. Guru mengkomunikasikan
pengetahuannya kepada peserta didik berdasarkan tuntutan silabus.
Karakteristik pendekatan yang berorientasi pada guru bahwa proses belajar
mengajar atau proses komunikasi berlangsung di dalam kelas dengan metode
ceramah secara tatap muka (face to face) yang dijadwalkan oleh sekolah.
Selama proses pembelajaran peserta didik hanya menerima apa saja
yangdisampikan oleh guru dan hanya sesekali-kali.
2) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada peerta didik merupakan
sistem pembelajaran yangmenunjukkan dominasi peserta didik selama

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 57


kegiatan pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing dan
pemimpin. Karakteristik pembelajaran dengan pendekatan yang berorientasi
pada peserta didi bahwa kegiatan pembelajaran beragam dengan menggunakan
berbagai macam sumber belajar, etode, media dan strategi secara bergantian
selama proses pembelajaran peserta didik berpartisipasi aktif baik secara
individu maupun kelompok.
b. Pendekatan pembelajaran yang ditinjau dari segi materi pelajaran, meliputi:

1) pendekatan kontekstual
Pendekatan kontektual (contextual teahing and learning – CTL) sebagai
model pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan
berpikir melalui bagaimana belajar dikaitkan dengan situasi nyata
dilingkungan sekitar peserta didik, sehingga hasilnya lebih bermakna.
Pembelajaran kontekstual dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan minat
dan prestasi belajar, disamping membekali peserta didik dengan pengetahuan
yang secara fleksibel dapat diterapkan antar permasalahan dan antar konteks.
Untuk mencapai tujuan tersebut, CL akan menuntun peserta didik untuk:
a) melakukan hubungan yang bermakna
b) mengeerjakan kegiatan yang berarti
c) mengatur cara belajar sendiri
d) bekerja bersama
e) berpikir kritis dan kreatif
f) memelihara pribadi peserta didik
g) mecapai standar yang tinggi
h) menggunakan penilaian autentik

Karekterisik pembelajaran berbasis CTL menurut Blanchard (2001) meliputi:


a) menekankan pada pentingnya pemecahan masalah
b) kegiatan pembelajaran perlu dilakukan dalam berbagai konteks, seperti
rumah, masyarakat dan tempat kerja
c) selama pembelajaran perlu memantau dan mengarahkan peserta didik agar
dapat belajar mandiri
d) pembelajaran perlu ditekankan pada konteks kehidupan peserta didik yang
berbeda-beda

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 58


e) mendorong peserta didik untuk dapat belajar dari temannya dan belajar
bersama dalam kelompok
f) menggunakan penilaian autentik yang mencakup proses maupun hasil.

Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang dikenal dengan tujuh


komponen CTL, sebagi berikut:
a) Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja, menemukan dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya. Selama pembelajaran dibiasakan peserta didik untuk memecahkan masalah,
menemukan informasi yang berguna bagi dirinya dan mentransformaskan pada situasi
lain serta bergelut dengan ide-ide

b) Laksanakan peserta sejauh mungkin kegiatan inkuri untuk semua topik sehingga
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh pesertadidik bukan sekedar hasil
mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Siklus kegiatan
inkuri yaitu merumuskan masalah, obeservasi, bertanya, mengajukan dugaan,
pengumpulan data dan penyimpulan.

c) Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya karena pengetahuan yang
dimiliki seseorang selalu berawal dari bertanya. Dalam pembelajaran kegiatan
bertanya berguna untuk menggali informasi, mengecek pemahaman peserta didik,
membangkitkan respon peserta didik, mengetahui sejauhmana sifat keingintahuan
peserta didik, mengetahui hal-hal yang sudah diketahui oleh peserta didik,
memfokuskan perhatian peserta didik, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan
dari peserta didik dan menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik.

d) Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok. Melalui


masyarakat belajar, maka hasil belajar diperoleh dengan cara kerjasama, sharing antar
teman baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

e) Hadirkan model, pemodelan sebagi contoh pembelajaran, sehingga peserta didik


dapat meniru sebelum melakukan atau bertanya segala hal yang ingin diketahui dari
model dan guru bukanlah satu-satunya model.

f) Lakukan refleksi di akhir pertemuan agar peserta didik terbiasa untuk menelusuri
kembali pengalaman belajar yang telah dilakukan sekaligus berpikir tentang apa yang

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 59


baru dipelajari karena peserta didik akan menendapkan pengetahuan ke dalam
kerangka berpikirnya sebagai pengayaan atau revisi atas pengetahuan sebelumnya.

g) Lakukan penilaian yang sebenarnya sela dan setelah proses pembeajarn dengan
berbagai cara untuk memberikan gambaran tentang perkembangan belajar peserta
didik. Hasil penilaian ini yang lebih penting untuk membantu agar peserta didik
mampu belajar bagaimana belajar, bagaimana belajar, bukan diperolehnya sebanyak
mungkin informasi.

2) Pendekatan tematik
Pendekatan tematik sebagai suatu pembelajaran di mana materi yang akan
dipelajari oleh peserta didik disampaikan dalam bentuk topik-topik dan tema yang
dianggap relevan digunakan dalam kurikulum K-13. Pembelajaran dengan pendekatan
tematik dapat dilakspeserta didikan untuk satu disiplin ilmu atau multidisiplin ilmu.
Ciri-ciri Pembelajaran Tematik Terpadu
a) Berpusat pada peserta didik.

b) Memberikan pengalaman langsung pada peserta didik.

c) Pemisahan antar muatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman
dalam kegiatan).
d) Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling
terkait antar muatan pelajaran yang satu dengan lainnya).
e) Bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran).
f) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta
didik (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya).

B. Dasar Pemilihan Strategi Belajar Mengajar


1. Pendahuluan
Metode pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran, metode
pembelajaran berfungsi sebagai cara menyajikan, menguraikan,memberi contoh, dan
memberi latihan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi tidak
setiap metode pembelajaran sesuai digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam menyajikan
pelajaran kepada peserta didik, seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab,
demonstrasi, penampilan, metode studi mandiri, pembelajaran terprogram, latihan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 60


sesama temen, simulasi karyawisata, induksi, deduksi, simulasi, studi kasus,
pemecahan masalah, insiden, seminar, bermain peran, proyek, praktikum dan lain-
lain, masing metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada bagian ini akan
dijelaskan bagaimana memilih strategi pembelajaran.
Kadang-kadang dalam proses pembelajaran guru kaku dengan
mempergunakan satu atau dua metode, dan menterjemahkan metode itu secara sempit
dan menerapkan metode di kelas dengan metode yang pernah ia baca, metode
pembelajaran merupakan cara untuk menyampaikan, menyajikan, memberi latihan,
dan memberi contoh pelajaran kepada peserta didik, dengan demikian metode dapat di
kembangkan dari pengalaman, seseorang guru yang berpengalaman dia dapat
menyuguhkan materi kepada peserta didik, dan peserta didik mudah menyerapkan
materi yang disampaikan oleh guru secara sempurna dengan mempergunakan metode
yang dikembangkan dengan dasar pengalamannya, metode-metode dapat
dipergunakan secara variatif, dalam arti kata kita tidak boleh monoton dalam suatu
metode . Dalam proses belajar mengajar guru dihadapkan untuk memilih metode-
metode dari sekian banyak metode yang telah ditemui oleh para ahli sebelum ia
menyampaikan materi pengajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Dasar Pemilihan Strategi Belajar Mengajar
Beberapa prinsip-prinsip yang mesti dilakukan oleh pengajar dalam memilih strategi
pembelajaran secara tepat dan akurat, pertimbangan tersebut mesti berdasarkan pada
penetapan.
a. Tujuan Pembelajaran
Penetapan tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru dalam
memilih metode yang akan digunakan di dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan
pembelajaran merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta
kemampuan yang harus dimiliki peserta didik. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan
menggunakan metode-metode pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah kemampuan
(kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah
mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Tujuan pembelajaran dapat
menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru. Misalnya, seorang guru PAI
menetapkan tujuan pembelajaran agar peserta didik dapat mendemontrasikan cara
membaca al-qur’an yang baik dan bertajwid benar. Dalam hal ini metode yang dapat
membantu peserta didik- peserta didik mencapai tujuan adalah metode ceramah, guru

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 61


memberi instruksi, contoh, dan dipraktekkan kemudian mendemonstrasikan cara
membaca al-qur’an yang baik dan bertajwid benar, selanjutnya dapat digunakan metode
pembagian tugas, peserta didik-peserta didik kita tugasi yang berkaitan dengan
pemahaman tajwid agar membaca alqurannya baik dan benar.
Sementara itu, dalam contoh ini, terdapat kemampuan peserta didik pada
tingkat kognitif dan psikomotorik. Demikian juga diaplikasikan kemampuan Afektif,
tentang bagaimana kemampuan mereka dalam bekerjasama dalam materi zakat dari
metode pemberian tugas yang diberikan guru kepada setiap individu. Dalam silabus
telah dirumuskan indikator hasil belajar atau hasil yang diperoleh peserta didik setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran. Terdapat empat komponen pokok dalam
merumuskan indikator hasil belajar yaitu:
a) Penentuan subyek belajar untuk menunjukkan sasaran belajar.
b) Kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau yang dapat ditampilkan
melalui peformance peserta didik.
c) Keadaan dan situasi dimana peserta didik dapat mendemonstrasikan
performancenya
d) Standar kualitas dan kuantitas hasil belajar.
Berdasarkan indikator dalam penentuan tujuan pembelajaran maka dapat dirumuskan
tujuan pembelajaran mengandung unsur; Audience (peserta didik), Behavior (perilaku
yang harus dimiliki), Condition (kondisi dan situasi) dan Degree (kualitas dan kuantítas
hasil belajar).
b. Aktivitas dan Pengetahuan Awal Peserta didik
Belajar merupakan berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan
tujuan yang diharapkan karena itu strategi pembelajaran harus dapat mendorong
aktivitas peserta didik. Aktivitas tidak dimaksudkan hanya terbatas pada aktifitas fisik
saja akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis atau aktivitas mental. Pada
awal atau sebelum guru masuk ke kelas memberi materi pengajaran kepada peserta
didik, ada tugas guru yang tidak boleh dilupakan adalah untuk mengetahui pengetahuan
awal peserta didik. Sewaktu memberi materi pengajaran kelak guru tidak kecewa
dengan hasil yang dicapai peserta didik, untuk mendapat pengetahuan awal peserta
didik guru dapat melakukan pretes tertulis, tanya jawab di awal pelajaran. Dengan
mengetahui pengetahuan awal peserta didik, guru dapat menyusun strategi memilih
metode pembelajaran yang tepat pada peserta didik-peserta didik. Apa metode yang
akan kita pergunakan? Sangat tergantung juga pada pengetahuan awal peserta didik,

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 62


guru telah mengidentifikasi pengetahuan awal. Pengetahuan awal dapat berasal dari
pokok bahasan yang akan kita ajarkan, jika peserta didik tidak memiliki prinsip,
konsep, dan fakta atau memiliki pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum
dapat dipergunakan metode yang bersifat belajar mandiri, hanya metode yang dapat
diterapkan ceramah, demonstrasi, penampilan, latihan dengan teman, sumbang saran,
pratikum, bermain peran dan lain-lain. Sebaliknya jika peserta didik telah memahami
prinsip, konsep, dan fakta maka guru dapat mempergunakan metode diskusi, studi
mandiri, studi kasus, dan metode insiden, sifat metode ini lebih banyak analisis,
danmemecah masalah.
c. Integritas Bidang Studi/Pokok Bahasan
Mengajar merupakan usaha mengembangkan seluruh pribadi peserta didik.
Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi juga meliputi
pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor karena itu strategi pembelajaran
harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian secara terintegritas. Pada
sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah, program studi diatur dalam
tiga kelompok. Pertama, program pendidikan umum. Kedua, program pendidikan
akademik. Ketiga, Program Pendidikan Agama, PKn, Penjas dan Kesenian
dikelompokkan ke dalam program pendidikan khusus pembentukan karakter peserta
didik.
Program pendidikan akademik bidang studinya berkaitan dengan
keterampilan. Karena itu metode yang digunakan lebih berorientasi pada masing-
masing ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang terdapat dalam pokok bahasan.
Umpamanya ranah psikomotorik lebih dominan dalam pokok bahasan tersebut, maka
metode demonstrasi yang dibutuhkan, peserta didik berkesempatan mendemostrasikan
materi secara bergiliran di dalam kelas.
Dengan demikian metode yang kita pergunakan tidak terlepas dari bentuk dan
muatan materi dalam pokok bahasan yang disampaikan kepada peserta didik. Dalam
pengelolaan pembelajaran terdapat beberapa prinsip yang harus diketahui di antaranya:
1) Interaktif
Proses pembelajaran merupakan proses interaksi baik antara guru dan peserta
didik, peserta didik dengan peserta didik atau antara peserta didik dengan
lingkungannya. Melalui proses interaksi memungkinkan kemampuan peserta didik
akan berkembang baik mental maupun intelektual.
2) Inspiratif

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 63


Proses pembelajaran merupakan proses yang inspiratif, yang memungkinkan
peserta didik untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Biarkan peserta didik berbuat
dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya
bersifat subjektif yang dapat dimaknai oleh setiap subjek belajar.
3) Menyenangkan
Proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan. Proses pembelajaran
menyenangkan dapat dilakukan dengan menata ruangan yang apik dan menarik
dan pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan
menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber- sumber belajar
yang relevan.
4) Menantang
Proses pembelajaran merupakan proses yang menantang peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara
maksimal. Kemampuan itu dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa
ingin tahu peserta didik melalui kegiatan mencoba, berpikir intuitif, atau
bereksplorasi.
5) Motivasi
Motivasi merupakan aspek yang sangat penting untuk membelajarkan peserta
didik. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan peserta
didik untuk bertindak dan melakukan sesuatu. Seorang guru harus dapat
menunjukkan pentingnya pengalaman dan materi belajar bagi kehidupan peserta
didik, dengan demikian peserta didik akan belajar bukan hanya sekadar untuk
memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong oleh keinginan untuk memenuhi
kebutuhannya.
d. Alokasi Waktu dan Sarana Penunjang
Waktu yang tersedia dalam pemberian materi pelajaran satu jam pelajaran 45
menit, maka metode yang dipergunakan telah dirancang sebelumnya, termasuk di
dalamnya perangkat penunjang pembelajaran, perangkat pembelajaran itu dapat
dipergunakan oleh guru secara berulang-ulang, seperti transparan, chart, video
pembelajaran, film, dan sebagainya.
Metode pembelajaran disesuaikan dengan materi, seperti Bidang Studi
Biologi, metode yang akan diterapkan adalah metode praktikum, bukan berarti metode
lain tidak kita pergunakan, metode ceramah sangat perlu yang waktunya dialokasi
sekian menit untuk memberi petunjuk, aba-aba, dan arahan. Kemudian memungkinkan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 64


mempergunakan metode diskusi, karena dari hasil praktikum peserta didik memerlukan
diskusi kelompok untuk memecah masalah/problem yang mereka hadapi. Dalam
bidang PAI, praktik dalam dilakukan untuk bab wudhu, shalat, manasik haji, perawatan
jenazah, zakat dan bab praktik lainnya.
e. Jumlah Peserta didik
Idealnya metode yang kita terapkan di dalam kelas perlu mempertimbangkan
jumlah peserta didik yang hadir, rasio guru dan peserta didik agar proses belajar
mengajar efektif, ukuran kelas menentukan keberhasilan terutama pengelolaan kelas
dan penyampaian materi. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa mutu pengajaran
akan tercapai apabila mengurangi besarnya kelas, sebaliknya pengelola pendidikan
mengatakan bahwa kelas yang kecil-kecil cenderung tingginya biaya pendidikan dan
latihan. Kedua pendapat ini bertentangan, manakal peserta didik kita dihadapkan pada
mutu, maka kita membutuhkan biaya yang sangat besar, bila pendidikan
mempertimbangkan biaya sering mutu pendidikan terabaikan, apalagi saat ini kondisi
masyarakat Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pada sekolah
dasar umumnya mereka menerima peserta didik maksimal 40 orang, dan sekolah
lanjutan maksimal 30 orang.
Kebanyakan ahli pendidikan berpendapat idealnya satu kelas pada sekolah
dasar dan sekolah lanjutan orang. a) Ukuran kelas besar dan jumlah peserta didik yang
banyak, metode ceramah lebih efektif, akan tetapi yang perlu kita ingat metode ceramah
memiliki banyak kelemahan dibandingkan metode lainnya, terutama dalam pengukuran
keberhasilan peserta didik. Disamping metode ceramah guru dapat megajak peserta
didik tanya jawab, dan diskusi. b) Kelas yang kecil dapat diterapkan metode tutorial
karena pemberian umpan balik dapat cepat dilakukan, dan perhatian terhadap
kebutuhan individual lebih dapat dipenuhi.
f. Pengalaman dan Kewibawaan Pengajar
Guru yang baik adalah guru yang berpengalaman, pribahasa
mengatakan”Pengalaman adalah guru yang baik”, hal ini diakui di lembaga pendidikan,
kriteria guru berpengalaman, dia telah mengajar selama lebih kurang 10 tahun, maka
sekarang bagi calon kepala sekolah boleh mengajukan permohonan menjadi kepala
sekolah bila telah mengajar minimal 5 tahun. Dengan demikian guru harus memahami
seluk-beluk persekolahan. Strata pendidikan bukan menjadi jaminan utama dalam
keberhasilan belajar akan tetapi pengalaman yang menentukan, umpamanya guru peka
terhadap masalah, memecahkan masalah, memilih metode yang tepat, merumuskan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 65


tujuan instruksional, memotivasi peserta didik, mengelola peserta didik, mendapat
umpan balik dalam proses belajar mengajar. Jabatan guru adalah jabatan profesi,
membutuhkan pengalaman yang panjang sehingga kelak menjadi profesional, akan
tetapi profesional guru belum terakui seperti profesional lainnya terutama dalam upah
(payment), pengakuan (recognize). Sementara guru diminta memiliki pengetahuan
menambah pengetahuan (knowledge esspecialy dan skill) pelayanan (service) tanggung
jawab (responsbility)dan persatuan (unity) (Glend Langford,1978). Disamping
berpengalaman, guru harus berwibawa. Kewibawaan merupakan syarat mutlak yang
bersifat abstrak bagi guru karena guru harus berhadapan dan mengelola peserta didik
yang berbeda latar belakang akademik dan sosial,guru merupakan sosok tokoh yang
disegani bukan ditakuti oleh peserta didiknya. Kewibawaan ada pada orang dewasa, ia
tumbuh berkembang mengikuti kedewasaan, ia perlu dijaga dan dirawat, kewibawaan
mudah luntur oleh perbuatan-perbuatan yang tercela pada diri sendiri masing-masing.
Jabatan guru adalah jabatan profesi terhomat, tempat orang-orang bertanya,
berkonsultasi, meminta pendapat, menjadi suri tauladan dan sebagainya, ia mengayomi
semua lapisan masyarakat

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 66


PERTEMUAN V

STRATEGI PENGEMBANGAN MATERI DAN MEDIA DALAM BELAJAR


MENGAJAR

A. Penentuan Pilihan Materi


Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru
PAI atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang
dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Menurut Nana
Sudjana, bahan ajar adalah isi yang diberikan kepada peserta didik pada saat
berlangsungnya proses belajar mangajar. Melalui bahan ajar ini peserta didik diantarkan
kepada tujuan pengajaran. Dengan perkataan lain tujuan yang akan dicapai peserta
didik diwarnai dan dibentuk oleh bahan ajar. Bahan ajar pada hakekatnya adalah isi dari
mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan kepada peserta didik sesuai dengan
kurikulum yang digunakannya. Dengan bahan ajar memungkinkan peserta didik dapat
mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis
sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan
terpadu. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru atau
instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Sebuah
bahan ajar paling tidak mencangkup antara lain:
1. Petunjuk belajar (petunjuk peserta didik atau guru)
2. Kompetensi yang akan dicapai
3. Informasi pendukung.
4. Latihan-latihan.
5. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK).
6. Evaluasi.
Penentuan pilihan dan Kriteria Sumber Bahan Ajar/materi:
1. Kriteria materi Pelajaran
Materi pelajaran berada dalam ruang lingkup isi kurikulum. Karena itu,
pemilihan materi pelajaran tentu saja harus sejalan dengan ukuran-ukuran
(kriteria) yang digunakan untuk memilih isi kurikulum bidang studi
bersangkutan.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 67


2. Kriteria materi pelajaran yang akan dikembangkan dalam sistem intruksional
dan yang mendasari penentuan startegi belajar mengajar:
a. Kriteria tujuan instruksional
Suatu materi pelajaran yang terpilih dimaksudkan untuk mencapai tujuan
instruksional khusus atau tujuan-tujuan tingkah laku. Karena itu, materi
tersebut supaya sejalan dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.
b. Materi pelajaran supaya terjabar
Perincian materi pelajaran berdasarkan pada tuntutan dimana setiap PAI
telah dirumuskan secara spesifik, dapat diamati dan terukur. Ini berarti
terdapat keterkaitan yang erat antara spesifikasi tujuan dan spesifikasi
materi pelajaran.
c. Relavan dengan kebutuhan peserta didik
Kebutuhan peserta didik yang pokok adalah bahwa mereka ingin
berkembang berdasarkan potensi yang dimilikinya. Karena setiap materi
pelajaran yang akan disajikan hendaknya sesuai dengan usaha untuk
mengembangkan pribadi peserta didik secara bulat dan utuh. Beberapa
aspek diantaranya adalah pengetahuan sikap, nilai, dan keterampilan.
d. Kesesuaian dengan kondisi masyarakat
Peserta didik dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat yang berguna
dan mampu hidup mandiri.
e. Materi pelajaran mengandung segi-segi etik
Materi pelajaran yang akan dipilih hendaknya memepertimbangkan segi
perkembangan moral peserta didik kelak. Pengetahuan dan keterampilan
yang bakal mereka peroleh dari materi pelajaran yang telah mereka terima
di arahkan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia yang etik
sesuai dengan sistem nilai dan norma-norma yang berlaku di
masyarakatnya.
f. Materi pelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik
dan logis
Setiap materi pelajaran disusun secara bulat dan menyeluruh, terbatas
ruang lingkupnya dan terpusat pada satu topik masalah tertentu. Materi
disusun secara berurutan dengan mempertimbangkan faktor
perkembangan psikologis peserta didik. 

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 68


g. Materi pelajaran bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi guru
yang ahli dan masyarakat. Ketika faktor ini perlu diperhatikan dalam
memilih materi pelajaran. Buku sumber yang baku pada umumnya
disusun oleh para ahli dalam bidangnya dan disusun berdasarkan GBPP
yang berlaku, kendatipun belum tentu lengkap sebagaimana yang
diharapkan. Guru yang ahli penting, oleh sebab sumber utama memang
adalah guru itu sendiri.
Sementara itu, sumber bahan ajar dalam pembelajaran konvensional sering guru
menentukan buku teks sebagai satu-satunya sumber materi pelajaran. Namun selain buku
teks, guru seharusnya memanfaatkan berbagai sumber belajar yang lain. sumber materi
pelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk proses pembelajaran dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a. Tempat atau lingkungan
Lingkungan merupakan sumber yang sangat kaya sesuai dengan tuntunan
kurikulum. Ada dua bentuk lingkungan belajar, pertama, lingkungan atau
tempat yang sengaja di desain untuk belajar peserta didik seperti laboratorium,
perpustakaan, ruang internat, dan lain sebagainya. Kedua, lingkungan yang
tidak di desain untuk proses pembelajaran tetapi keberadaannya dapat
dimanfaatkan misalnya halaman sekolah, taman sekolah, kantin, kamar mandi,
mushola atau masjid, dan lain sebagainya. Kedua bentuk lingkungan ini dapat
dimanfaatkan oleh setiap guru karena memang selain memiliki informasi yang
sangat kaya untuk mempelajari materi pembelajaran, juga dapat secara
langsung dijadikan tempat belajar peserta didik.   
b. Orang atau nara sumber
Pengetahuan itu tidak statis akan tetapi bersifat dinamis yang terus
berkembang secara cepat oleh karena itu, kadang-kadang apa yang disajikan
dalam buku teks tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
mutakhir. Oleh karena itu, untuk mempelajari konsep-konsep baru guru dapat
menggunakan orang-orang yang lebih menguasai persoalan misalnya dokter,
polisi dan sebagainya.
c. Objek
Objek atau benda yang sebenarnya merupakan sumber informasi yang akan
membawa peserta didik pada pemahaman yang lebih sempurna tentang
sesuatu.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 69


d. Bahan cetak dan non cetak
Bahan cetak adalah berbagai informasi sebagai materi pelajaran yang
disimpan dalam berbagai bentuk tercetak seperti buku, majalah, koran dan
sebagainya. Sedangkan bahan ajar non cetak adalah informasi sebagai  materi
pelajaran, yang disimpan dalam berbagai bentuk alat komunikasi elektronik
yang biasanya berfungsi sebagai media pembelajaran misalnya dalam bentuk
kaset, video, komputer, CD, dll.   

B. Strategi Pengembangan Program PAI

1. Langkah-langkah Pengembangan Materi Pembelajaran PAI

            Sebelum melaksanakan pemilihan materi pembelajaran PAI, terlebih dahulu perlu
diketahui kriteria pemilihan materi pembelajaran PAI. Kriteria pokok pemilihan materi
pembelajaran adalah standar kompetensi lulusan, standar kompetensi, dan kompetensi dasar.
Hal ini berarti bahwa materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru di satu
pihak dan harus dipelajari siswa di lain pihak hendaknya berisikan materi pembelajaran yang
benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dengan kata
lain, pemilihan materi pembelajaran haruslah mengacu atau merujuk pada standar
kompetensi.
            Setelah diketahui kriteria pemilihan materi pembelajaran, sampailah kita pada
langkah-langkah pengembangan materi pembelajaran. Secara garis besar langkah-langkah
pengembangan materi pembelajaran meliputi:
1) mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang menjadi acuan atau rujukan pengembangan materi pembelajaran;
2) mengidentifikasi jenis-jenis materi materi pembelajaran;
3) memilih materi pembelajaran  yang sesuai atau relevan  dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang telah teridentifikasi tadi; dan
4) memilih sumber materi pembelajaran dan selanjutnya mengemas materi pembelajaran
tersebut.

Secara lengkap, langkah-langkah pengembangan materi pembelajaran dapat


dijelaskan sebagai berikut.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 70


1) Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi
aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau
dikuasai siswa. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar
kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam
kegiatan pembelajaran. Perlu ditentukan apakah standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang harus dipelajari siswa termasuk aspek atau ranah:
a. Kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintesis, analisis, dan
penilaian.
b. Psikomotorik yang meliputi gerak awal, semi rutin, dan rutin.
c. Afektif yang meliputi pemberian respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
Setiap aspek standar kompetensi tersebut memerlukan materi pembelajaran atau materi
pembelajaran yang berbeda-beda untuk membantu pencapaiannya.

2) Mengidentifikasi jenis-jenis materi pembelajaran


Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran
juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis,
yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur, seperti telah diuraikan di depan.

3) Memilih jenis materi yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan 
kompetensi dasar
Pemilihan jenis materi harus disesuaikan dengan kompetensi dasar dan standar
kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu, perlu diperhatikan pula jumlah atau ruang
lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah siswa dalam mencapai standar
kompetensi. Sebagaimana disebutkan di point B di atas, materi yang akan diajarkan 
perlu diidentifikasi  apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau
gabungan lebih daripada  satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi
yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara
mengajarkannya. Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan
mengajarkannya, sebab setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi
pembelajaran atau metode, media, dan sistem evaluasi/penilaian yang berbeda-beda.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 71


Misalnya metode mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan menggunakan
“jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode untuk
mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan
diajarkan adalah dengan jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang
harus dikuasai siswa. Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui
apakah materi yang harus kita ajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek
sikap, atau psikomotorik. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk
mengidentifikasi jenis materi pembelajaran
4) Memilih sumber materi pembelajaran
Setelah jenis materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber materi
pembelajaran. Materi pembelajaran atau materi pembelajaran dapat kita temukan dari
berbagai sumber
5) Memilih sumber materi pembelajaran    
Setelah jenis materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber
materi pembelajaran. Materi pembelajaran atau materi pembelajaran dapat kita temukan
dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media
audiovisual, dan sebagainya.

a. Buku teks

Buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit dapat dipilih untuk digunakan
sebagai sumber materi pembelajaran. Buku teks yang digunakan sebagai sumber materi
pembelajaran untuk suatu jenis matapelajaran tidak harus hanya satu jenis, apa lagi
hanya berasal dari satu pengarang atau penerbit. Gunakan sebanyak mungkin buku teks
agar dapat diperoleh wawasan yang luas.

b. Laporan hasil penelitian

Laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para
peneliti sangat berguna untuk mendapatkan sumber materi pembelajaran yang atual
atau mutakhir.

c. Jurnal (penerbitan hasil penelitian  dan pemikiran ilmiah)

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 72


Penerbitan berkala yang berisikan hasil penelitian atau hasil pemikiran sangat
bermanfaat untuk digunakan sebagai sumber materi pembelajaran. Jurnal-jurnal
tersebut berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari para ahli di bidangnya
masing-masing yang telah dikaji kebenarannya.
d.      Pakar bidang studi
Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber materi
pembelajaran. Pakar tadi dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau
materi pembelajaran, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dan sebagainya.

e. Profesional

Kalangan professional adalah orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu.


Kalangan guru PAI misalnya tentu ahli di bidang PAI. Sehubungan dengan itu materi
pembelajaran yang berkenaan dengan PAI dapat ditanyakan pada guru-guru PAI baik
yang senior maupun junior.

f. Standar Isi

Standar ini penting untuk digunakan sebagai sumber materi pembelajaran,


karena berdasar itulah SKL, SK, dan KD dapat ditemukan.

g. Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan

Penerbitan berkala seperti Koran banyak berisikan informasi yang berkenaan


dengan materi pembelajaran suatu matapelajaran. Penyajian dalam koran-koran atau
mingguan menggunakan bahasa popular yang mudah dipahami. Karena itu baik sekali
apa bila penerbitan tersebut digunakan sebagai sumber materi pembelajaran.

h. Internet

Materi pembelajaran dapat pula diperoleh melalui jaringan internet. Di internet


kita dapat memperoleh segala macam sumber materi pembelajaran. Bahkan satuan
pelajaran harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh melalui internet.
Bahan tersebut dapat dicetak atau dikopi.

i. Media audiovisual (TV, Video, VCD, kaset audio)

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 73


Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula materi pembelajaran untuk
berbagai jenis mata pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan di laut,
di hutan belantara melalui siaran televisi.

j. Lingkungan ( alam, sosial, seni budaya, teknik, industri, ekonomi)

Berbagai lingkungan seperti pondok pesantren, boarding scholl, fullday scholl,


internasional scholl. Selain itu, lingkungan alam, lingkungan sosial, lengkungan seni
budaya, teknik, industri, dan lingkungan ekonomi dapat digunakan sebagai sumber
materi pembelajaran. Untuk mempelajari mawaris, guru PAI dapat menggunakan
lingkungan sosial dalam menjelaskan di sesuaikan dengan lingkungan sekolahnya
masing-masing.

2. Bahan Pertimbangan Pemilihan Materi pembelajaran


Cakupan matapelajaran adalah sedemikian luasnya sehingga pemilihan mana-
mana yang akan dpakai sebagai materi pembelajaran yang kita ”sajikan” untuk
dipelajari siswa merupakan keputusan yang relatif sulit, walaupun kita telah berhasil
mengidentifikasikan materi pembelajaran sholat jumat dengan mencermati SK dan KD
seperti yang telah diuraikan di atas. Sebagai contoh, mari kita perhatikan KD 5.1:
mampu melaksanakan dan menguasai bacaan sholat jumat. Dengan mencermati KD
ini, tampak bahwa materi pembelajaran ini berupa praktik, bacaan dan tata cara shalat
jumat, dan termasuk kategori implementasi. Namun, seberapa dalam materi
pembelajaran harus disampaikan kepada siswa? Apakah sampai pada tataran
kuantitatif? Kehidupan sehari-hari seperti apakah yang relevan dengan kehidupan siswa
baik sebagai siswa maupun sebagai generasi muda,umat muslim dan warga negara?

3. Jenis Pengembangan
Terdapat beberapa jenis pengembangan materi pembelajaran, yakni jenis
penyusunan, pengadaptasian, pengadopsian, penerjemahan, dan perevisian. Di dalam
istilah hak kekayaan intelektual (HAKI), pengembangan materi pembelajaran tergolong
ke dalam hak cipta yang kepemilikannya ada pada pencipta. Terdapat beragam jenis
ciptaan yang hak ciptanya dapat dimiliki oleh pencipta, yakni penciptaan baru,
penerjemahan, pengadaptasian, pengaransemenan, pengalihwujudan, pengadopsian.
Penciptaan baru merupakan karya pertama, sedangkan penerjemahan, pengadaptasian,

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 74


pengaransemenan, pengalihwujudan, pengadopsian merupakan karya turunan (derivasi)
dari karya pertama.
a. Penyusunan
       Penyusunan merupakan proses pembuatan materi pembelajaran yang dilihat dari
segi hak cipta milik asli si penyusun. Proses penyusunan itu dimulai dari identifikasi
seluruh SK dan KD, menurunkan KD ke dalam indikator, mengidentifikasi jenis isi
materi pembelajaran, mencari sumber-sumber materi pembelajaran, sampai kepada
naskah jadi. Wujudnya dapat berupa modul, lembar kerja, buku, e-book, diktat,
handout, dan sebagainya.
b. Pengadaptasian
      Pengadaptasian adalah proses pengembangan materi pembelajaran yang didasarkan
atas materi pembelajaran yang sudah ada, baik dari modul, lembar kerja, buku, e-book,
diktat, handout, CD, film, dan sebagainya menjadi materi pembelajaran yang berbeda
dengan karya yang diadaptasi. Misalnya, materi pembelajaran PAI diadaptasi dari buku
teks pelajaran PAI yang telah beredar di pasar (toko buku) yang disesuaikan dengan
kepentingan mengajar guru. Penyesuaian itu dapat didasarkan atas SK dan KD, tingkat
kesulitan, atau tingkat keluasan. Materi pembelajaran yang baru kita buat diwujudkan
ke dalam bentuk modul.
c. Pengadopsian
      Pengadopsian adalah proses mengembangkan materi pembelajaran melalui cara
mengambil gagasan atau bentuk dari suatu karya yang sudah ada sebelumnya.
Misalnya, guru mengadopsi gagasan atau bentuk model buku pelajaran PAI yang telah
dikembangkan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas menjadi materi pembelajaran PAI
yang baru, baik ke dalam wujud modul, lembar kerja, buku, e-book, diktat, handout,
dan sebagainya.
d. Perevisian
      Perevisian adalah proses mengembangkan materi pembelajaran melalui cara
memperbaiki atas karya yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, seorang guru PAI telah
menulis buku pelajaran PAI yang dikembangkan dari Kurikulum 1994. Oleh karena
sekarang kurikulum itu tidak berlaku lagi, buku pelajaran bahasa PAI tersebut tidak
relevan lagi. Guru tersebut kemudian memperbaikinya berdasarkan standar isi yang
sekarang digunakan.
e. Penerjemahan

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 75


      Penerjemahan merupakan proses pengalihan bahasa suatu buku dari yang awalnya
berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya ada buku berjudul ”Islamic
studies” yang dipandang cocok untuk pembelajaran PAI. Buku tersebut berbahasa
Inggris, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

4.  Pengemasan Materi Pembelajaran, Hak Cipta, dan Penjiplakan


Setelah berhasil mengidentifikasi materi pembelajaran dan memilih sumber
materi pembelajaran, langkah selanjutnya adalah memutuskan dalam bentuk apa materi
pembelajaran tersebut disajikan kepada siswa. Penyajian materi pembelajaran ini
terentang mulai dari penyajian langsung dari sumber belajar (misalnya buku terbitan
tertentu, koran, majalah, dan lain-lain) hingga penyajian dalam bentuk materi
pembelajaran yang dikemas oleh guru (misalnya berupa hand out, diktat, buku, LKS,
atau petunjuk praktikum). Petunjuk tentang pengemasan materi pembelajaran yang
dikembangkan guru dapat dilihat pada seksi selanjutnya, sedangkan uraian dibawah ini
difokuskan pada beberapa pertimbangan apabila pengemasan materi pembelajaran
tersebut tidak sekedar dipakai siswa pada sekolah Anda, namun untuk dicetak dan
dikomersialkan, dalam hal ini kita akan berkaitan erat dengan hak cipta.

C. Strategi pembuatan media pembelajaran yang modern dan sesuai minat peserta
didik
1. Jenis bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:
a. Bahan ajar cetak (printed)
Bahan cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Yang termasuk dalam
bahan ajar ini, yaitu:
1) Handout, adalah bahan tertulis yang dipersiapkan oleh seorang guru
untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Contoh: dengan cara
mendownload dari internet, atau menyadur dari sebuah buku.
2) Buku, adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan.
3) Modul, adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta
didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru,
sehingga modul berisi paling tidak tentang segala komponen dasar
bahan ajar yang telah disebukan sebelumnya.
4) Lembar kegiatan peserta didik, adalah lembaran-lembaran berisi tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan
biasanyaberupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu
tugas.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 76


5) Brosur, adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang
disusun secara bersistem atau cetakan yang hanya terdiri atas beberapa
halaman dan dilipat tanpa dijilid atau selebaran cetakan yang berisi
keterangan singkat tetapi lengkap tentang perusahaan atau organisasi.
6) Leaflet, adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi
tidak dimatikan atau dijahit.
7) Wallchart, adalah bahan cetak, biasanya berupa bagian siklus atau
proses atau grafik yang bermakna menunjukkan posisi tertentu.
Contoh: tentang grafik peningkatan zakat per tahun dalam materi
rukun islam.
8) Foto atau gambar, sebagai bahan ajar tentu diperlukan satu rancangan
yang baik agar setelah selesai melihat sebuah atau serangkaian foto
atau gambar peserta didik dapat melakukan sesuatu yang pada
akhirnya menguasai satu atau lebih kompetensi dasar. Contoh: gerakan
sholat dan urutan tata cara berwudhu
9) Model atau maket, adalah bentuk yang dapat dikenal menyerupai
persis benda sesungguhnya dalam ukuran skala yang diperbesar atau
dikecilkan. Contoh: penggunaan model atau maket kabah untuk
pelajaran manasik haji.
b. Bahan ajar dengar (audio).
Media audio adalah media atau bahan yang mengandung pesan dalam bentuk
auditif (pita suara atau piringan suara) yang dapat merangsang pikiran dan
perasaan pendengar sehingga terjadi proses belajar.
1) Kaset/piringan hitam/compact disk
Media kaset dapat menyimpan suara yang dapat secara berulang-ulang 
diperdengarkan kepada peserta didik yang menggunakannya sebagai
bahan ajar. Bahan ajar kaset biasanya digunakan untuk pembelajaran
murrotal atau hafalan ayat al-qur’an.
2) Radio
Radio adalah media dengar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
ajar, dengan radio peserta didik dapat belajar sesuatu. Program radio
dapat dirancang sebagai bahan ajar, misalnya pada jam tertentu guru
merencpeserta didikan sebuah progam pembelajaran melalui radio.
Seperti mendengarkan pengajian langsung di cenel radio dais yang
sedang berlangsung.
c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual)
Audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena
meliputi kedua jenis media auditif (mendengar) dan visual (melihat).
1) Video/Film
Umumnya progam video telah dibuat dalam rancangan lengkap,

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 77


sehingga setiap akhir dari penayangan video peserta didik dapat
menguasai satu atau lebih kompetensi dasar. Contohnya film: Sang
pencerah yang menjelaskan sejarah Islam NU dan Muhamadiyah.
2) Orang/nara sumber
Orang sebagai sumber belajar dapat juga dikatakan sebagai bahan ajar
yang dapat dipandang dan didengar, karena dengan orang seseorang
dapat belajar misalnya karena orang tersebut memiliki ketrampilan
khusus tertentu seperti story telling tentang sejarah peradaban islam.
d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material)
1) Bahan ajar interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media
(audio, teks, garfik, gambar, animasi, dan video) yang oleh
penggunanya dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan atau
perilaku alami dari suatu presentasi. Bahan ajar interaktif dalam
menyiapkannya diperlukan pengetahuan dan keterampilan pendukung
yang memadai terutama dalam mengoprasikan peralatan seperti
komputer, kamera video, dan kamera photo. Bahan ajar interaktif
biasanya disajikan dalam bentuk compack disk (CD).
2. Cara Pembuatan Blog bagi guru PAI

Apakah yang dimaksud dengan blog itu ? Berikut beberapa definisi mengenai blog:

1. Weblog atau blog merupakan teks dokumen, gambar, objek media dan data yang
tersusun secara hierarkis dan menurut kronologi tertentu yang dapat dilihat melalui
bowser internet (misalnya internet explorer)
2. Blog merupakan publikasi secara periodik dan tetap mengenai pemikiran personal
seseorang dan juga link web
3. Blog adalah jurnal yang disediakan pada sebuah web. Aktivitas meng-update sebuah
blog dinamakan “blogging”. Seseorang yang mengelola blog disebut “blogger”
4. Blog adalah suatu perjalanan yang berkesinambungan, dengan panduan logika yang
berkelanjutan dan konsisten. Topik dan pembahasan di dalam sebuah blog biasanya
konsisten pada topik utama, misalnya politik, sastra, musik dan sebagainya
5. Blog adalah jurnal yang disediakan pada web. Blog dapat di-update setiap hari dengan
suatu aplikasi yang disediakan oleh penyedia. Tidak dibutuhkan suatu keahlian khusus
untuk melakukan update atau mengelola blog. Posting dalam blog tersusun secara
teratur sesuai kriteria tertentu, biasanya dengan pengaturan urutan tanggal
Secara umum blog memiliki fitur utama, yaitu: arsip dan kotak komentar. Situs
layanan penyedia blog gratis saat ini begitu banyak diantaranya: blogger.com,
wordpress.com, friendster.com, xanga.com, blogdrive.com, blogsome.com,

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 78


wordpress.com, multiply.com, myspace.com dan lain-lain. Diantara sekian banyak
penyedia layanan blog, blogger.com merupakan penyedia layanan blog yang populer. Jika
Anda membuat blog dengan blogger.com maka alamat url blog Anda nantinya adalah:
http://terserahanda.blogspot.com.

Pada tutorial kali ini saya akan memberikan langkah-langkah pembuatan blog dengan
blogger.com. Kemudian saya juga akan mendaftar link-link yang dapat dijadikan acuan atau
inspirasi untuk mengembangkan blog Anda.

Gambar 1.1 Halaman login ke blog dan menu pemilihan bahasa

 PEMBUATAN BLOG MINIMALIS


Berikut langkah-langkah pembuatan blog dengan blogger.com:

1.Ketikkan alamat url blogger di www.blogger.com

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 79


Gambar 1.2 Petunjuk pembuatan blog

2.Klik CREATE YOUR BLOG NOW, kemudian Anda isikan data-data pada kolom
yang disediakan

Gambar 1.3 Contoh pembuatan account blog

3.Setelah itu klik CONTINU, dan beri nama blog Anda

Gambar 1.4 Contoh pemberian nama blog

4. Klik CONTINU untuk melanjutkan pemilihan template. Klik template yang sesuai
dengan keinginan Anda. Template yang disediakan pada langkah ini merupakan
template standar. Anda dapat mengganti dengan template yang lebih menarik pada

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 80


situs-situs penyedia template gratis untuk blogger.com atau dengan template buatan
Anda sendiri.

Gambar 1.5 Pemilihan template

5. Klik CONTINU dan jika berhasil maka akan ditampilkan pernyataan bahwa blog
sudah berhasil dibuat

Gambar 1.6 Halaman konfirmasi keberhasilan pembuatan blog

6. Klik START POSTING, jika Anda ingin mencoba untuk posting pertama kali

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 81


Gambar 1.7 Menu untuk posting

7. Jika Anda sudah menuliskan posting, maka lanjutkan langkah Anda dengan
mengeklik

PUBLISH POST

Gambar 1.8 Konfirmasi bahwa posting Anda berhasil


8. Jika Anda ingin mengedit posting Anda, maka Anda pilih Edit post, namun jika Anda
sudah yakin dengan posting yang baru saja dibuat Anda dapat melihat preview blog
Anda dengan mengeklik View Blog atau in a new window

Gambar 1.9 Alamat blog Anda pada address bar

Sampai pada langkah 8, sebenarnya Anda baru membuat standar blog minimalis, artinya
masih sederhana dan perlu untuk dikembangkan.

 PENGEMBANGAN BLOG
Berikut langkah-langkah untuk mengembangkan blog Anda, agar blog Anda menjadi lebih
menarik dan dinamis.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 82


•DASHBOARD
Dashboard merupakan halaman utama pada blog yang digunakan untuk meletakkan
fitur-fitur pengaturan blog. Menu dashboard terletak di kanan atas halaman blog Anda

Gambar 1.10 Tombol dashboard di blogger.com

Gambar 1.11 Halaman dashboard di blogger.com

Beberapa fungsi fitur:

- Create a Blog membuat blog baru, sehingga dengan fitur ini Anda dapat
membuat banyak blog dengan hanya 1 login (account)
- View Blog melihat preview blog Anda
- New Post membuat posting baru
- Manage Posts mengatur posting (edit/hapus posting)
- Setting pengaturan blog
- Layout mengganti template, ukuran dan warna huruf, edit HTML
- Edit Profile mengubah profil Anda
- My Account pengaturan account blog Anda

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 83


•LAYOUT
Merupakan fitur yang digunakan untuk menambah elemen-elemen halaman blog
(html, polling, kalender, slide show dan lain-lain), pengaturan font-color, edit html
dan menganti template baru yang disediakan blogger.com

Gambar 1.12 Menu-menu pada Layout

•PAGE ELEMENTS

Gambar 1.13 Menu-menu pada Page Elements

Beberapa fungsi fitur:

-Edit (header) mengatur header (bagian atas blog/banner). Pada fitur ini Anda dapat
mengganti gambar header sesuai dengan keinginan Anda. Caranya dengan upload

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 84


dari hardisk komputer/flashdisk/media lainnya. Selain itu Anda dapat
menambahkan deskripsi blog Anda. Jangan lupa untuk mengeklik SAVE
CHANGES, jika Anda melakukan perubahan pada header

Gambar 1.14 Optimisasi header

-Add a Page Elements, merupakan fitur yang digunakan untuk menambah


elemenelemen blog, misalnya slideshow, poll, list, link list dan lain-lain. Saya
percaya Anda dapat meng-explore bagian-bagian ini dengan mudah

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 85


Gambar 1.15 Page elements

Dari sekian elemen yang dapat ditambahkan pada halaman blog, elemen
HTML/JavaScript merupakan elemen terpenting untuk membuat blog Anda menjadi
lebih menarik. Pada elemen ini Anda dapat menambahkan kode-kode HTML atau
Javascipt yang diperoleh dari situs-situs penyedia elemen blog, misalnya Anda dapat
menambahakan kode HTML shoutbox (kotak komentar) dari oggix.com atau
menambahkan counter dari statcounter.com dan lain-lain. (daftar situs penyedia
elemen blog gratis terdapat pada akhir tutorial ini)

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 86


Gambar 1.16 Tampilan elemen HTML/Javascript

•Mengganti Template dari situs lain

Seperti yang disebutkan di atas, bahwa Anda dapat mengganti template blog
Anda dengan template seperti yang disediakan finalsense.com atau dengan template
buatan Anda sendiri. Dari situs penyedia template gratis, Anda akan mendapatkan
kode-kode HTML yang dapat Anda copy, kemudian paste ke menu Edit HTML
pada bagian Layout.

Hal penting yang perlu Anda lakukan ketika Anda melakukan perubahan
template dengan menu Edit HTML adalah bahwa Anda harus membackup kode-
kode HTML yang asli. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi bila kode HTML
yang Anda peroleh error atau tidak berfungsi. Selain itu Anda harus mengaktifkan
Expand Widget Templates dengan memberi tanda check pada kotak yang
disediakan.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 87


Gambar 1.17 Tampilan Menu Edit HTML

PERTEMUAN VI

PENGELOLAAN KELAS

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara


kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses
belajar mengajar. Guru dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang
dan sifat-sifat individualnya, kurikulum dengan segala komponennya, dan materi serta
sumber pelajaran dengan pokok bahasannya bertemu dan berpadu dan berinteraksi di kelas.
Bahkan hasil dari pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh apa yang terjadi di kelas.
Oleh sebab itu sudah selayaknya kelas dikelola dengan baik, professional, dan berlangsung
terus-menerus. Pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat vagi pengajar an yang efektif.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 88


Tugas utama dan paling sulit bagi guru adalah pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada satu
pun pendekatan yang dikatakan paling baik.

A. Perilaku Mendidik
1. Penyediaan Alternatif
Guru PAI yang pintar menerapkan suasana pengasuhan dalam pengajarannya
mengupayakan bahwa tidak ada satupun anak yang merasa dikucilkan dan
dipermalukan dihadapan teman-temannya. Aktivitas dirancang dengan
memperhitungkan satu situasi yakni anak tidak akan ada yang merasa rendah diri di
depan teman-temannya. Berkenaan dengan hal ini, maka penyajian materi atau isi
kegiatan berupa penawaran tugas dan variasi antartugas merupakan strategi untuk
mengatasi keadaan yang tidak mengenakkan.
2. Analisis Interaksi
Strategi lain untuk menghapuskan perasaan negatif dalam pelaksanaan PAI
yaitu mengontrol pola hubungan antarorang, hubungan peserta didik dengan lainnya.
Sebagai contoh, guru sama sekali jangan menunjukkan perlakuan berbeda dalam
penyampaian informasi kepada peserta didik yang pintar dan kurang pintar karena itu,
pengaturan giliran juga memerlukan keberhati-hatian, jangan sampai peserta didik
yang terkena giliran terakhir merasa peserta didik yang paling tidak populer atau tidak
terampil.
3. Kompetisi bagi Peserta didik
Suatu perlombaan memang menyenangkan, menimbulkan kesukaan dan ada
ketegangan untuk memenangkannya. Namun sayang, sering kurang disadari dampak
kompetesi apalagi jika dilaksankan secara berlebih-lebihan karena itu, seperti diatas,
perlu kehati-hatian karena bagia peserta didik yang kalah dapat melukai hati nya.
Alternatifnya menggunakan pemilihan permainan dan altenatif sistem skor bagi
peserta didik berprestasi.
4. Menghapuskan Perasaan Negatif
Berapa kali anda mendengar ucapan peserta didik dilingkungan sekolah anda:
“saya tidak dapat” selama satu hari? Dapatkah ungkapan dan kesan negatif diubah
menjadi positif. Banyak dijumpai pengalaman seperti itu orang mengatakan bahwa
dia tidak dapat berbuat sesuatu dengan alasan bermacam-macam seperti susah, berat,
berisiko padahal belum mencoba.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 89


Tugas guru PAI adalah mengalihkan ungkapan negatif menjadi positif dapat
dilakukan dengan kalimat “Ayo coba dulu pelan-pelan, jangan khawatir” lalu kuatkan
dengan penyataan “Sudah pernah dicoba berapa kali?”. Guru PAI mengingatkan
peserta didik untuk tidak menggunakan “tidak dapat” tapi “belum dapat”.
Penentuan target yang terjangkau merupakan strategi untuk membentuk citra
tentang kemampuan peserta didik itu sendiri. Mereka sering tidak percaya diri atau
menilai kemampuannya rendah padahal dia sebenernya mampu melakukannya.
Dengan demikian, melalui pembenahan kembali ungkapan perasaan dan citra
terhadap kemampuan peserta didik, dapat menggiring peserta didik bersikap optimis
dan positif:”saya mesti dapat”.
5. Membaca Perasaan
Pengendalian diri, termasuk kemampuan untuk memotivasikan diri ada
kaitannya dengan kemampuan membaca diri sendiri. Demikian juga dengan PAI,
tidak semua anak akan memperoleh kesan yang sama tentu bakal ada variasinya.
Kemampuan untuk membaca perasaan sendiri dalam kaitannya dengan pelaksanaan
PAI merupakan strategi pembelajaran untuk membina perasaan positif. Dalam catatan
harian setiap anak diarahkan untuk merekam bagaimana perasaan atau kesannya
terhadap PAI. Perhatikan beberapa pernyataan berikut ini.
a. saya merasa siap mengikuti PAI karena...
b. Saya merasa pelajaran PAI adalah penting karena....
c. Saya benar-benar senang karena............
d. Kompetisi yang bagus karena....
6. Penyelenggaraan Tes
Sering guru PAI tidak menyadari bahwa penyelenggaraan pengetesan yang
semua diharapkan berdampak positif bagi peserta didik justru berdampak negatif
karena hasil tes menunjukkan status dalam kelompok. Dalam buku tes dan
pengukuran selalu disebutkan bahwa salah satu fungsi dari tes dan pengukuran adalah
untuk menetapkan status peserta didik. Maksudnya guru PAI mengklasifikasikan
kemampuan peserta didik untuk dibandingkan.
Apa dampak negatif terhadap rasa hormat diri. Berkaitan dengan hal ini,
interprestasi hasil tes dan pengumumannya juga harus berhati-hati. Ada kebiasaan
guru PAI yaitu menempel hasil tes dipapan tulis atau nilai peserta didik diumumkan
secara terbuka. Maksudnya memang baik untuk membangkitkan motivasi. Namun

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 90


demikian, praktik pendidikan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terutama
bagi peserta didik yang rendah ketrampilan atau kemampuannya.
Hasil tes idealnya disampaikan langsung kepada peserta didik disertai tafsiran
mudah dipahami peserta didik. Strategi lain yaitu dengan cara memberikan
keleluasaan kepada peserta didik untuk menetapkan sendiri tujuan yang ingin dicapai.
Yang ditekankan adalah gambaran kemajuan dari peserta didik.
B. Mengamati Dan Menganalisis Kelas

Bila kelas diberikan batasan sebagai sekelompok orang yang belajar bersama, yang
mendapatkan pengajaran dari guru, maka di dalamnya terdapat orang-orang yang
melakukan kegiatan belajar dengan karakteristik meraka masing-masing yang berbeda
dari yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini perlu guru pahami agar mudah
dalam melakukan pengelolaan kelas secara efektif. Mengelola kelas secara efektif perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu,yang dilengkapi
oleh tugas-tugas dan diarahkan oleh guru. Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk
satu pada waktu tertentu, tetapi bagi semua peserta didik atau kelompok. Sementara
itu, kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku-perilaku
masing-masing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu-
individu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan
bagaimana belajar. Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada anggota-
anggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing
mereka di kelas di kala belajar.
Praktik guru waktu belajar cendrung terpusat pada hubungan guru dan peserta
didik. Makin meningkat keterampilan guru mengelola secara kelompok, makin puas
anggota-anggota di dalam kelas.Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesatuan
kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada
sekolah maupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.
Ditambahkannya lagi, bahwa organisasi kelas tidak hanya berfungsi sebagai dasar
terciptanya interaksi guru dan peserta didik, tetapi juga menambah terciptannya
efektivitas, yaitu interaksi yang bersifat kelompok. Dari hasil riset telah disimpulkan
beberapa variable masalah yang diperhatikan untuk membuat iklim kelas yang sehat
dan efektif, sebagai berikut:

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 91


Bila situasi kelas memungkinkan peserta didik-peserta didik belajar secara
maksimal, fungsi kelompok harus diminimalkan. Manajemen kelas harus memberikan
fasilitas untuk mengembangkan kesatuan dan kerja sama. Anggota-anggota kelompok
harus diberi kesempatan berpartisipasi dalam mengambil keputusan yang member
efek kepada hubungan dan kondisi belajar/kerja. Anggota-anggota kelompok harus
dibimbing dalam menyelesaikan kebimbangan, ketegangan, dan perasan
tertekan.Perlu diciptakan persahabatan dan kepercayaan yang kuat antar peserta didik.
2. Keharmonisan hubungan guru dan peserta didik mempunyai efek terhadap
pengelolaan kelas. Guru yang apatis terhadap peserta didik membuat peserta didik
menjauhinya. Peserta didik lebih banyak menolak kehadiran guru. Rasa benci yang
tertanam di dalam diri peserta didik menyebabkan bahan pelajaran sukar diterima
dengan baik. Kecendrungan sikap  peserta didik yang negative lebih dominan. Sifat
kemunafikan ini menciptakan jurang pemisahan antara guru dan peserta didik.
3. Lain halnya dengan guru yang selalu memperhatikan peserta didik, selalu terbuka,
selalu tanggap keluhan peserta didik, selalu mau mendengarkan saran dan kritikan
dari peserta didik, dan sebagainya, adalah guru yang disenangi oleh peserta didik.
Peserta didik rindu akan kehadirannya, peserta didik senang mendengarkan
nasihatnya, peserta didik merasa aman di sisinya, peserta didik senang belajar
bersamanya, dan peserta didik merasa bahwa dirinya adalah bagian dari diri guru
tersebut.Itulah figure seorang guru yang baik. Figur guru yang demikian biasanya
akan kurang menemui kesulitan dalam mengelola kelas.

Hubungan guru dan peserta didik dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki sifat-
sifat sebagai berikut:

1. Keterbukaan, sehingga baik guru maupun peserta didik saling bersikap jujur dan
terbuka diri satu sama lain
2. Tanggapan bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.
3. Saling Ketergantungan, antara satu dengan yang lain
4. Kebebasan, yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan
keunikannya, kreativitasnya, dan kepribadiannya
5. Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak
terpenuhi.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 92


6. Bila begitu pengelolaan kelas yang efektif, maka itu berarti tugas yang berat bagi guru
adalah berusaha menghilangkan atau memperkecil permasalahan-permasalahan yang
terkait dengan semua problem pengelolaan kelas, seperti kurangnya kesatuan, tidak
ada standar perilaku dalam bekerja kelompok, reaksi negative terhadap anggota
kelompok, moral rendah, kelas mentolerasi kekeliruan-kekeliruan temannya, dan
sebagainya.

C. Penataan Formasi Tempat Duduk Kelas


Agar tercipta suasana belajar yang menggairahkan, perlu diperhatikan
pengaturan/penataan ruang kelas/belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar
hendaknya memungkinkan peserta didik duduk berkelompok dan memudahkan guru
bergerak secara leluasa untuk membantu peserta didik dalam belajar.
Bentuk dan ukuran tempat duduk yang digunakan sekarang bermacam-macam, ada
yang satu tempat duduk dapat diduduki oleh beberapa orang, ada pula yang hanya dapat
diduduki oleh seorang peserta didik. Sebaiknya tempat duduk peserta didik itu ukurannya
jangan terlalu besar agar mudah diubah-ubah formasinya. Ada beberapa bentuk formasi
tempat duduk yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Apabila pengajaran itu
akan ditempuh dengan cara berdiskusi, maka formasi tempat duduknya sebaiknya
berbentuk melingkar. Jika pengajaran ditempuh dengan metode ceramah, maka tempat
duduknya sebaiknya memanjang ke belakang. Beberapa contoh tempat duduk, yaitu
posisi berhadapan, posisi setengah lingkaran dan posisi berbaris ke belakang.Adapun
yang lainnya gambarnya sebenernya sebagai berikut:

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 93


D. Strategi Mengurangi Kenakalan Peserta Didik

Ada beberapa strategi untuk mengurangi kenakalan peserta didik:

1. Berhenti di tempat
Dalam kaitannya dengan penciptaan atmosfer belajar, maka pengenalan dan
penanggulangan perilaku menyimpang dapat dilakspeserta didikan dengan
strategi berhenti di tempat duduknya atau menginstrusikan peserta didik untuk
tiba-tiba berdiri. Dengan strategi tersebut, maka guru PAI dapat mengamati
posisi dan perilaku peserta didik baik secara umum dan khusus, misalnya
ditujukan pada salah satu peserta didik tertentu. Guru berdiri disamping peserta
didik sehingga 50% peserta didik teramati.
Kemampuan untuk mengidetifikasi perilaku yang tidak sesuai dengan
keinginan guru sangat penting untuk mencapai pengajaran yang sukses. Bila
guru dapat mengidentifikasi gelagat perilaku menyimpang itu, maka tindakan
perbaikan akan dapat segera dilakspeserta didikan. Sebagai contoh, tiba-tiba ada

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 94


seseorang peserta didik yang bermain sendiri jauh dari teman-temannya. Bila
guru sudak melihat sejak awal, maka keadaan tersebut segera dapat diatasi.
2. Strategi Penanganan dari Dekat
Cara lain untuk mengendalikan dan memperkecil perilaku menyimpang yaitu
teknik penanganan dari dekat. Maksudnya, guru segera menghampiri peserta
didik untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dan dilakukan oleh peserta
didik. Dengan cara ini maka peserta didik akan disadarkan bahwa dia tidak
melakukan tindakan yang benar.
3. Keterlibatan Langsung
Guru terlibat langsung dalam aktivtas peserta didik. Jadi menggunakan
kesibukan peserta didik sebagai potensi untuk menjelaskan materi diikuti
dengan pemberian nasehat-nasehat yang baik.
4. Terabaikan yang bersifat selektif
Peserta didik tidak ada yang merasakan terabaikan oleh sikap dan cara guru
menyampaikan materi PAI. Terkadang guru lalai dengan 1 atau 2 orang peserta
didik yang sibuk sendiri ketika dijelaskan sehingga peserta didik tersebut tidak
memahami materi yang dijelaskan.
5. Pengamatan Menyeluruh
Dalam situasi kelas begitu sibuk, maka guru PAI dapat menerapkan
strategi lain yaitu secara menyeluruh. Maksudnya pengamatannya tertuju
kepada peserta didik secara keseluruhan. Kemampuan untuk mengamati secara
menyeluruh, mem berikan dorongan semangat dan memberikan layanan yang
berbeda beda dalam waktu yang hampir bersamaan atau berdekatan, memang
memerlukan pengalaman. Dapat dibayangkan bagaimana meberikan layanan
kepada peserta didik yang berbeda beda kebutuhannya. Namun jika tata krama
dan peraturan sudah dapat dipahami oleh peserta didik, maka kekacauan
pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang
diharapakan guru PAI.
6. Menghafal Nama Peserta didik
Untuk mempermudah interaksi dan komunikasi, sebaiknya guru menghafal
nama-nama peserta didik. Pekerjaan ini memang tidak mudah, tapi bagi
sebagian guru mungkin hal itu tidak sukar.
7. Pengungkapan yang positif

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 95


Untuk menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan, maka ungkapan yang
diucapkan guru PAI sebaiknya bersifat positif. Sebagai contoh: Saya ingin si A,
dapat diam sebentar. Ucapan ini bersifat positif. Beda dengan si A, Diam ya.
Jika ucapan positif tidak hiraukan dapat dengan strategi lain yakni posisi guru di
dalam kelas harus menguasai kelas “jangan selalu membelakangi peserta didik
untuk menulis dipapan tulis” agar dapat memantau kondisi dan keadaan peserta
didik. Guru yang sukses selalu memperhatikan dimana dia berdiri dan bertugas,
sehingga pandangannya bersifat menyeluruh kepada semua peserta didik. Bila
akhirnya kelas tidak terkendali dan kemudian makin banyak peserta didik tidak
mengindahkan atau menghiraukan, maka masalah disiplin mengancam kelas itu.

Heny Kusmawati, MSI, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR 2017 Page 96

Anda mungkin juga menyukai