Anda di halaman 1dari 37

MASYARAKAT MADANI DAN

KESEJAHTERAAN UMAT

Anggota :
• Nadyya Nurul Vahra M – 14513181
• Thoriq Musthofa Haqqoni – 14513183
• Safira Firdha Ariyani – 14513185
• Putri Amelia Zahraman - 14513187
• Frisillia Bayu Mutiara – 14513189
LATAR BELAKANG
Adanya beberapa kasus penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa
merupakan realitas yang sering kita lihat dan dengar dalam pemberitaan
pers, baik melalui media cetak maupun elektronik yang menimbulkan
dampak yang besar bagi masyarakat.
Bagaimana masyarakat dapat menanggapi masyarakat tersebut adalahhal
yang perlu dikaji bersama.Untuk meninjau hal tersebut Islam memiliki
ajaran yang konkrit untuk menciptakan kondisi masyarakat yang islami,
karena islam bukan
hanya sekedar agama yang memiliki konsep ajaran spiritualitas atau ubudiy
ah semata.
Kemungkinan akan adanya kekuatan
masyarakat sebagai bagian dari komunitas
sebuah negara akan mengantarkan pada sebuah konsep masyarakat mada
ni.
I. PENGERTIAN DAN KONSEP
MASYARAKAT MADANI
A. Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi


nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan,
dan teknologi.
Seperti dalam firman-Nya, Q.S Saba’ ayat 15:
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
(kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu)
adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun”.
B. Konsep Masyarakat Madani

Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau


pengislaman konsep “civil society”. Pemaknaan civil society
sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk
masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad.
Perbedaan antara civil society dan masyarakat madani adalah
civil society merupakan buah modernitas, dan gerakan
masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sedangkan
masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan
petunjuk Tuhan.
II. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
MASYARAKAT MADANI
A. Sejarah Masyarakat Madani (Civil Society) di dunia
Barat

Aristoteles (Yunani, 384-322 SM)

Menurutnya, Civil Society berkedudukan sebagai sistem kenegaraan atau


identik dengan negara itu sendiri. Hal tersebut diistilahkan dengan Koinonia
Politike, yaitu sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung
dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Istilah
itu digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis
dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum.
Hukum sendiri dianggap etos, yaitu seperangkat nilai yang disepakati tidak
hanya berkaitan dengan prosedur politik, tetapi juga sebagai substansi dasar
kebijakan dari berbagai bentuk interaksi di antara warga negara.
Karl Marx (1818-1883)

Sedangkan Karl Marx malah memandang civil


society sebagai masyarakat borjuis. Dalam konteks
hubungan produksi kapitalis, keberadaan civil society
merupakan kendala terbesar bagi upaya pembebasan
manusia dari penindasan kelas pemilik modal. Jadi,
demi terciptanya proses pembebasan manusia, civil
society harus dilenyapkan untuk mewujudkan tatanan
masyarakat tanpa kelas.
B. Masyarakat Madani dalam Sejarah

1) Masyarakat Saba’

Yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman. Keadaan masyarakat Saba’


mendiami negri yang baik, subur, dan nyaman. Di tempat itu terdapat
kebun dengan tanaman yang subur, yang menyediakan rizki, memenuhi
kebutuhan masyarakatnya. Negri yang indah itu merupakan wujud dari
kasih sayang Allah SWT yang disediakan bagi masyarakat tersebut. Allah
SWT juga Maha Pengampun apabila terjadi kesalahan pada masyarakat
tersebut. Karena itu, Allah SWT memerintahkan masyarakat Saba’ untuk
bersukur kepada Allah SWT yang telah menyediakan keburuhan hidup
mereka.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat
madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan


Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah
kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada
mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan
(Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
2) Masyarakat Madinah

Setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara Rasullullah SAW


beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama
Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian
Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling
menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,
menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW
sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-
keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk
memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.
III. Karakteristik Masyarakat Madani
Karakteristik Masyarakat Madani Secara Umum :

1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), di wilayah ruang


publik ini masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap
kegiatan publik, yaitu berhak dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan
kepada publik.

2. Demokratisasi, yaitu proses dimana masyarakat menyadari akan


hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan
mewujudkan kepentingan-kepentingannya.

3. Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati


pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat
yang disertai dengan sikap tulus.

5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang


proporsional antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu
terhadap lingkungannya. Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah
hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang
dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu.

6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari


rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain.

7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya


keadilan.

8. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan


pendapatan dan pendidikan. 

9. Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya dan tidak berdaya


membela hak-hak dan kepentingan.
Rasulullah mengajarkan tiga karakteristik
keislaman yang menjadi fondasi pembangunan
masyarakat madani, yaitu :
 
1. Islam yang humanis
2. Islam yang moderat
3. Islam yang toleran
 
1. Islam Yang Humanis

Substansi ajaran Islam yang diajarkan Rasulullah, sepenuhnya


kompatibel dengan fitrah manusia. Allah berfirman Q.S al-Rum ayat 30
yang artinya :

"Maka hadapkalah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah


di atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrah
tersebut. Tidak ada perubahan terhadap fitrah Allah, akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya."
 
2. Islam yang Moderat
           
 Yang dimaksud dengan Islam yang moderat adalah
keseimbangan ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan
manusia, baik pada dimensi vertikal (al-wasathiyah al-
dîniyah) maupun horizontal (al-tawâzun al-ijtimâʻiy). Dalam hal ini
Allah  menjelaskan karakteristik umat Rasulullah sebagai umat
yang moderat. Kemoderatan merupakan salah satu karakteristik
fundamental Islam sebagai agama paripurna. Kemoderatan ini
sesungguhnya sangat kompatibel dengan naluri dan fitrah
kemanusiaan. Kemoderatan ini juga yang membuat Islam dengan
mudah diterima akal sehat dan nalar manusia.
3. Islam Yang Toleran

Kata 'toleran' di dalam ajaran Islam memiliki dua pengertian,


yaitu yang berkaitan dengan panganut agama Islam sendiri
(Muslim), dan berkaitan dengan penganut agama lain (Nonmuslim)

 
Jika dikaitkan dengan kaum Muslimin, maka toleran yang
dimaksud adalah kelonggaran, kemudahan, dan fleksibelitas
ajaran Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Sehingga Islam
sebagai rahmatan li al-ʻâlamîn yang shâlih li kulli zamân wa makân,
benar-benar dimanifestasikan di dalam konteks masyarakat
Madinah pada masa Rasulullah.
Sehingga di dalam perjalanannya, banyak didapati teks-teks al-Qur’an
dan Hadis yang menyinggung masalah tersebut. Allah berfirman, Q.S al-
Baqarah : 286
Artinya:

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka
berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
Maka tatkala ajaran Islam memiliki konsekuensi untuk
kompatibel dengan fitrah dan kondisi manusia, Allah pun
mengetahui sifat lemah pada diri manusia sehingga Ia mengatakan,
  Q.S al-Nisa:28
Artinya :
"Allah hanya menghendaki keringanan untuk kalian, dan manusia
telah diciptakan dalam keadaan lemah." 
 
Inilah bentuk kemudahan dan fleksibelitas ajaran Islam, Islam
sangat mencintai kemudahan, kasih sayang, dan kedamaian bagi
para pemeluknya, maupun terhadap mereka yang berbeda agama,
sebagai upaya mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang
memegang teguh nilai-nilai dan norma keislaman.
Sehingga ajaran Islam yang mengarahkan kepada kekerasan dan sikap
kompulsif tidak akan didapati sedikit pun, kecuali pada dua hal; 

1. Ketika berhadapan dengan musuh di dalam peperangan, bahkan Allah


memerintahkan untuk bersikap keras, berani, dan pantang mundur.

2. Sikap kompulsif dalam menegakkan dan mengaktualkan hukuman syariat


tatkala dilanggar. Dalam hal ini Allah tidak menghendaki adanya rasa iba
hati dan belas kasih, sehingga hukuman tersebut urung diaktualkan. Sikap
kompulsif ini tiada lain merupakan upaya untuk menghindari penyebab
terganggunya konstelasi kehidupan bermasyarakat yang bermartabat dan
menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma kemanusiaan.
  Sedangkan jika kata toleran dikaitkan dengan Nonmuslim, ajaran
Islam sangat menghargai perbedaan keyakinan. Mereka yang
berbeda keyakinan akan mendapatkan hak-hak dan kewajiban yang
sama sebagai warga negara. Dengan kata lain, Islam benar-benar
menjamin keselamatan dan keamanan jiwa raga mereka, selama
mereka mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati
bersama. Darah mereka haram ditumpahkan sebagaimana darah
kaum Muslimin.
Allah  berfirman, Q.S al-An’am ayat 151
Artinya:
" Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas
kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu
bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-
perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, “dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh
Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).”
IV. PERAN UMAT ISLAM DALAM
MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI
Umat Islam di Indonesia merupakan komponen mayoritas bangsa
Indonesia. Sebagai komponen terbesar penyusun bangsa ini, umat Islam
dituntut untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bernegara ini.
Umat islam di Indonesia yang sebagai mayoritas bertanggung jawab atau
berperan sangat besar dalam mewujudkan masyarakat madani. Di negeri
ini akan tergantung oleh bagaimana cara umat Islam dalam menjalani
kehidupannya. Maka dari itu umat islam memiliki tiga peran yang nyata
yaitu :

1. Sebagai Warga Negara

2. Sebagai Pengembang Kehidupan Bangsa

3. Sebagai Penata Kehidupan Bangsa dan Negara


1. Sebagai Warga Negara

Sebagai warga Negara hendaknya umat Islam


memenuhi kewajibannya sesuai pada peraturan-
peraturan negara yang telah dibuat.
2. Sebagai Pengembang Kehidupan
Bangsa

Dalam hal ini,umat Islam diharapkan dapat


menawarkan dirinya sebagai sumber
pengembangan dalam segala aspek kehidupan
seperti ekonomi, sosial, pendidikan, politik dan
budaya. Dalam pelaksanakannya, segala tindakan
harus didasari pada nilai-nilai yang Islami.
3. Sebagai Penata Kehidupan Bangsa dan Negara

Dalam konteks ini, masyarakat Indonesia termasuk majemuk


karena memiliki pelbagai macam ras, suku, agama, etnik, dan lain-
lain. Maka umat Islam harus benar-benar pandai menerapkan
gagasan Islami yang ke-Indonesia-an. Hal ini agar tercipta
kedamaian dan ketenteraman, seperti yang diajarkan oleh
Rasullullah SAW. bahwa umat muslim adalah umat yang penuh
kasih sayang, keadilan, dan kearifan yang sesuai dengan perintah
Allah swt. Dasar-dasar inilah yang harus dijadikan oleh umat Islam
dalam kehidupan bermasyarakat. Jika setiap orang memiliki rasa
toleransi dan menghormati, kehidupan masyarakat madani akan
tercapai.
Dalam melakukan perannya hendaknya umat Islam didasari
pada pengetahuan dan wawasan yang meliputi:

a) Wawasan Ke-Islam-an
b) Wawasan atau pemahaman secara utuh tentang ajaran-
ajaran Islam
c) Wawasan Kebangsaan
d) Sarana untuk meningkatkan rasa nasionalisme.
e) Wawasan Kecendikian
f) Peningkatan dalam kualitas kecendikian.
g) Wawasasan Kepemimpinan
V. SISTEM EKONOMI ISLAM DAN
KESEJAHTERAAN UMAT
Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang
didalamnya mempelajari perilaku ekonomi manusia yang diatur
berdasarkan aturan agama islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana yang dirangkum dalam rukun Iman dan rukun Islam.

Definisi ekonomi islam menurut beberapa ahli ekonomi islam :


a) Muhammad Abdul mannan : “ekonomi islam merupakan ilmu
pengetahuan sosial yang diilhami oleh nilai-nilai islam”

b) Hasanuzzaman : “Ilmu ekonomi islam adalah pengetahuan dan


aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah
ketidakadilan dalam memperoleh sumber daya material sehingga
tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka
menjalankan perintah Allah dan masyarakat”
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah SWT
memerintahkannya, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad
SAW:

“ Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya,


maka diwaktu sore itu ia mendapat ampunan “ (HR.Thabrani dan
baihaqi)

Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk


mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman
kebahagiaan hidup seluruh umat di dunia dan di akhirat sebagai
nilai ekonomi tertinggi.
Prinsip-prinsip ekonomi islam.

1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah


Menggunakan semua dengan seperlunya tanpa ada kemewahan yang
diperlihatkan kepada masyarakat lain.

2. Pelarangan riba
Islam melarang adanya riba, karena telah diharamkan oleh Allah sesuai
pada firman-Nya pada QS. AL-Baqarah:275

3. Menjalankan usaha-usaha halal


Islam membebaskan segala usaha asalkan usaha tersebut halal dan
tidak merugikan orang lain.
4. Impelementasi zakat
Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah
memenuhi batas (nisab)

5. Berbagai sumber daya yang ada dipandang sebagai


pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia

6. Kekuatan penggerak utama ekonomi islam adalah kerja


sama

7. Ekonomi islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan


yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
Adapun yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem
ekonomi lainnya adalah sebagaimana diungkapkan oleh Suroso, Imam
Zadjuli dan Achmad Ramzy Tadjoeddin (1992:39) :

a) Norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang


diberlakukan. Dalam sistem ekonomi islam yang menjadi asumsi
dasarnya adalah syariat islam, yang diberlakukan secara menyeluruh
baik terhadap individu,keluarga,kelompok masyakat,usahawan,
maupun penguasa/pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya baik untuk keperluan jasmani dan rohani.

b) Prinsip ekonomi islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat


dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.

c) Motif ekonomi islam adalah mencari “keberuntungan” di dunia dan di


akhirat selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang
luas.
Kesejahteraan dalam pembangunan sosial ekonomi, tidak
dapat didefinisikan hanya berdasarkan konsep materialis dan
hedonis, tetapi juga memasukkan tujuan-tujuan kemanusiaan
dan keruhanian. Tujuan –tujuan tersebut tidak hanya mencakup
masalah kesejahteraan ekonomi, melainkan juga mencakup
masalah persaudaraan manusia manusia dan keadilan sosial-
ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan
harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan , serta keharmonisan
keluarga dan masyarakat. Ajaran islam, sama sekali tidak
pernah melupakan unsur materi dalam kehidupan dunia. Materi
penting dalam kemakmuran, kemajuan umat islam, realisasi
kehidupan yang baik bagi setiap manusia, dan membantu
manusia melaksanakan kewajiban kepada Tuhan.
KESIMPULAN
Dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan
umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan kita
harus mengetahui apa yang dimaksud dengan masyarakat
madani itu dan cara menciptakan suasana pada masyarakat
madani tersebut yang terdapat pada pada zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus
melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat,
khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia
sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani.
Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang
dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula
hasilnya.

Anda mungkin juga menyukai