Anda di halaman 1dari 12

BAB III

PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

Dari pembahasan prioritas masalah, beberapa masalah telah disepakati


diantaranya sebagai berikut :

1. Visi, Misi, Motto dan Nilai ruangan belum terbentuk.


2. Belum optimalnya kegiatan audit dokumentasi kebidanan.
3. Lebihnya sumber daya tenaga kesehatan untuk pembagian piket di ruangan
PONED.
4. Pelaksanaan asuhan pada pasien belum sesuai dengan SOP.

Rencana penyelesaian masalah dilakukan dengan perhitungan skoring,


dan hasil dari penyelesaian masalah diprioritaskan sebagai berikut :
1. Evaluasi pelaksanaan asuhan sesuai SOP.
2. Membuat visi, misi, motto dan nilai ruangan.
3. Evaluasi dokumentasi kebidanan.
4. Evaluasi jumlah tenaga kesehatan (bidan) di PONED.

A. Persiapan Kegiatan
Penyiapan perangkat kegiatan MPAKP dilakukan dengan menyusun
format MPAKP. Data yang dikaji adalah format pengkajian kebidanan,
penentuan 11 (sebelas) kasus yang sering muncul diruangan, format audit
dokumentasi kebidanan, pengkajian data yang berkaitan dengan proses
pelayanan di Ruang PONED di UPTD. Puskesmas Jatisrono I Kabupaten
Wonogiri dengan perhitungan BOR, LOS, TOI, BTO, angka kejadian
nosokomial, angka kejadian cedera dan kepuasan pelanggan.

84
85

B. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan MPAKP mulai dilakukan tanggal 23 November – 19
Desember tahun 2020 sesuai jadwal yang telah disusun. Ada beberapa
kegiatan yang dilakukan oleh kelompok antara lain adalah persiapan hasil
kegiatan dalam bentuk pengkajian dan penyiapan perangkat MPAKP dan
penyampaian hasil analisa MPAKP kegiatan berdasarkan analisis data yang
dikumpulkan.

C. Evaluasi Indikator Pelayanan


1. Penampilan Kerja
Evaluasi kegiatan MPAKP adalah proses untuk mengamati secara
terus-menerus pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan
mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi. Untuk
indikator mutu dipakai oleh kelompok dalam melakukan evaluasi selama
kegiatan antara lain adalah :
a. BOR (Bed Occupancy Rate)
BOR (Bed Occupancy Rate) adalah presentase pemakaian
tempat tidur pada satu-satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur Puskesmas. Standar internasional BOR dianggap baik adalah
80-90%, standar nasional BOR adalah 60-85% (Kemenkes, 2014).
Hasil analisis di Ruang PONED UPTD. Puskemas Jatisrono I
Kabupaten Wonogiri, angka BOR pada tanggal 25 s/d 27 Oktober
2020 adalah 33,3 % dengan kategori kurang. Bila dibandingkan
dengan nilai rata-rata pertriwulan sebanyak 26 %, angka tersebut
memang menandakan angka penggunaan tempat tidur selama
perawatan masih rendah.
Menurut Sudra (2010), nilai ideal BOR dikatakan secara statistik
semakin tinggi nilai BOR berarti semakin tinggi pula penggunaan
tempat tidur yang tersedia untuk perawatan pasien. Namun perlu
diperhatikan pula semakin sibuk dan semakin berat pula beban kerja
86

petugas kesehatan di unit tersebut. Akibatnya, pasien kurang


mendapatkan perhatian yang dibutuhkan dalam proses perawatan.
Pada akhirnya, peningkatan BOR terlalu tinggi ini justru bisa
menurunkan kualitas kerja tim medis dan menurunkan kepuasan
serta keselamatan pasien.
Di sisi lain, semakin rendah BOR berarti semakin sedikit tempat
tidur yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan
tempat tidur yang telah disediakan. Dengan kata lain, jumlah pasien
yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi
bagi pihak rumah sakit.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka perlu adanya
suatu nilai ideal yang menyeimbangkan suatu kualitas medis,
kepuasan pasien. Keselamatan pasien dan aspek pendapatan ekonomi
bagi pihak rumah sakit.
b. LOS (Lenght Of Stay)
LOS (Lenght Of Stay) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan. Secara
umum LOS ideal 3-12 hari (Sudra, 2010).
Hasil analisis di ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I,
angka LOS pada bulan September sampai bulan November 2020
adalah rata-rata 2 hari.
Dari aspek medis, semakin lama angka LOS maka bisa
menunjukan kinerja kualitas medis yang kurang baik karena pasien
harus dirawat lebih lama (proses penyembuhan lebih lama). Dari
aspek ekonomis, semakin lama nilai LOS berarti semakin tinggi
biaya yang nantinya harus dibayar oleh pasien. Jadi diperlukan
adanya keseimbangan antara sudut pandang medis dan ekonomis
untuk menentukan nilai LOS yang ideal.
87

c. TOI (Turn Over Interval)


TOI (Turn Over Interval) adalah rata-rata hari tempat tidur tidak
ditempati dari saat diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini dapat
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong 1-3 hari.
Hasil analisis di ruang Poned UPTD. Puskesmas Jatisrono I,
angka TOI pada tanggal 25 s/d 27 Oktober 2020 adalah 2 hari. Bila
dibandingkan dengan nilai rata-rata triwulan adalah 4 hari, angka
tersebut memang menandakan adanya peningkatan banyaknya pasien
dalam perawatan.
Perhitungan nilai TOI adalah semakin besar angka TOI, berarti
semakin lama waktu kosong tempat tidur tersebut. Artinya, semakin
lama dimana tempat tidur tidak digunakan oleh pasien. Hal ini
berarti tempat tidur semakin tidak produktif. Kondisi ini tentu tidak
menguntungkan dari segi ekonomi bagi pihak manajemen
puskesmas.
Semakin kecil angka TOI, berarti semakin singkat saat tempat
tidur menunggu pasien berikutnya. Hal ini bisa berarti tempat tidur
bisa sangat produktif, apalagi jika TOI = 0 berarti tempat tidur tidak
sempat kosong satu haripun dan segera digunakan lagi oleh pasien
berikutnya. Hal ini bisa sangat menguntungkan secara ekonomi bagi
pihak manajemen puskesmas, tapi bisa merugikan pasien karena
tempat tidur tidak sempat disiapkan secara baik. Akibatnya, kejadian
infeksi nosokomial mungkin saja meningkat, beban kerja tim medis
meningkat sehingga kepuasan dan keselamatan pasien terancam.
d. BTO (Bed Turn Over )
Menurut Huffman (1994), BTO adalah “...the net effect of
changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut
Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu
periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata
88

dipakai 40-50 kali.


Hasil analisis di ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I,
angka BTO pada tanggal 25 s/d 27 Oktober 2020 adalah 1 kali,
artinya dalam waktu 3 hari tersebut, 1 tempat tidur digunakan
sebanyak 1 kali. Dalam perhitungan tiga bulan (September-
November) angka BTO adalah 15 kali.
Secara logika, semakin tinggi angka BTO berarti semakin
banyak pasien yang menggunakan tempat tidur yang tersedia secara
bergantian. Hal ini tentu merupakan kondisi yang menguntungkan
bagi pihak puskesmas karena tempat tidur yang tersedia tidak kosong
dan menghasilkan pemasukan. Namun bisa dibayangkan bila dalam
satu bulan tempat tidur digunakan oleh 15 pasien, berarti rata-rata
setiap pasien menempati tempat tidur tersebut selama 2 hari dan
tidak ada hari dimana tempat tidur tersebut kosong. Ini berarti beban
kerja tim perawatan sangat tinggi dan tempat tidur tidak sempat
dibersihkan karena terus digunakan pasien secara bergantian, kondisi
ini mudah menimbulkan ketidakpuasan pasien, bisa mengancam
keselamatan pasien, bisa menurunkan kinerja kualitas medis dan bisa
meningkatkan kejadian infeksi nosokomial karena tempat tidur tidak
sempat dibersihkan atau disterilkan. Jadi dibutuhkan angka BTO
yang ideal dari aspek medis, pasien, dan manajemen puskesmas.
2. Penampilan Audit Pelayanan
Audit pelayanan dilakukan 2 kali setahun, tetapi pelaksanaan audit
pelayanan dilakukan hanya sekali di tahun 2019. Kesenjangan ini
disebabkan oleh karena keterbatasan tenaga pelaksana audit. Untuk itu
upaya yang dilakukan dengan memaksimalkan semua tenaga yang ada.
Pelaksanaan audit dilakukan pada 2 kejadian yang mungkin terjadi pada
saat pelayanan.

a. Kejadian Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari


Puskesmas yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien
89

tersebut selama dirawat maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi


karena intervensi yang dilakukan Puskesmas seperti pemasangan
infus dan tindakan lainnya. Indikator Infeksi Nosokomial adalah
sebagai berikut : Angka infeksi karena jarum infus (Intravenous
Cabule Infection Rate).

Hasil analisis di Ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I


Kabupaten Wonogiri, angka kejadian nosokomial yang terjadi di
Ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I Kabupaten Wonogiri
Pada bulan September s/d November tahun 2020 adalah tidak
didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial.
Pelaporan kasus infeksi nosokomial adalah untuk melihat sejauh
mana Puskesmas melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data
infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap
Puskesmas dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna
meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kemenkes, 2014).
Infeksi nosokomial dapat dicegah melalui penerapan
kewaspadaan umum. Penerapan kewaspadaan umum merupakan
bagian pengendalian infeksi yang tidak terlepas dari peran masing-
masing pihak yang terlibat didalamnya yaitu pimpinan, staf
administrasi, pemberi pelayanan maupun pengguna jasa termasuk
pasien dan pengunjung. Hal ini tentunya pemberi pelayanan
kesehatan terutama tenaga kesehatan sangat berperan penting
terhadap pencegahan infeksi nosokomial karena tenaga kesehatan
merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang berhubungan
langsung dengan pasien dan bahan infeksius di ruang rawat dalam
menilai kinerja tenaga kesehatan salah satunya adalah dengan
melakukan penilaian terhadap kegiatan perawatan dalam
memberikan asuhan perawatan sesuai dengan standar operasional
prosedur dan standar asuhan kebidanan.
Tenaga kesehatan ditempatkan sebagai penyebab yang paling
utama untuk terjadinya infeksi nosokomial. Penularan dapat terjadi
akibat pemakaian alat melalui tangan bidan secara langsung.
90

Penularan dapat terjadi akibat tidak dilakukan teknik steril. Alat yang
telah siap dipakai jika telah terkontaminasi dengan lingkungan dan
digunakan oleh bidan mengakibatkan terjadinya infeksi pada
prosedur tindakan perawatan pasien. Seorang tenaga kesehatan

dalam melakukan perawatan harus dimulai dengan memperhatikan


teknik steril baik pada penggunaan alat maupun dengan teknik
tindakan yang digunakan. Cuci tangan akan mengurangi 50% dari
infeksi dan peralatan yang kurang steril akibat dari air yang
digunakan untuk mencuci alat telah terkontaminasi kuman akan
mengakibatkan timbulnya infeksi pada pasien (Zulkarnain, 2013).
b. Kejadian Cedera
Angka kejadian cedera adalah jumlah pasien yang mengalami
luka selama dalam asuhan yang disebabkan karena tindakan jatuh,
fiksasi dan lainnya. Indikator ini dapat menggambarkan mutu
pelayanan yang diberikan pada pasien. Idealnya tidak ada kasus
pasien cedera. Selama praktik tidak didaptkan kejadian cedera pada
pasien.
Hasil analisis di Ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I
Kabupaten Wonogiri pada bulan September s/d November 2020,
tidak didapatkan angka kejadian cedera di Ruang PONED UPTD.
Puskesmas Jatisrono I Kabupaten Wonogiri.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana
puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut
dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.
Ada beberapa tujuan sistem keselamatan pasien puskesmas
untuk meningkatkan pelayanan pada pasien, diantaranya adalah:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas
91

2) Meningkatnya akuntabilitas Puskesmas terhadap pasien dan


masyarakat

3) Menurunnya KTD di Puskesmas.

4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak


terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan beberapa tujuan keselamatan pasien secara internasional
adalah sebagai berikut :
1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara
benar).
2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi
yang efektif).
3) Reduce the risk of health care-associated
infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan).
4) Reduce the risk of patient ham from falls (mengurangi risiko
pasien terluka karena jatuh).
D. Evaluasi Kegiatan Manajemen Pelayanan Asuhan Kebidanan
Profesional (MPAKP)
1. Fungsi Perencanaan
Berdasarkan hasil diskusi penentuan masalah dalam fungsi
perencanaan, ada beberapa masalah diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Perumusan visi-misi, motto dan nilai di ruang PONED UPTD.
Puskesmas Jatisrono I Kabupaten Wonogiri belum ada
b. Peraturan organisasi di ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I
Kabupaten Wonogiri belum ada
c. Pembuatan harian sudah ada dalam format namun belum semua
bidan dapat melakukannya.

1) Dalam perhitungan skoring dalam penentuan prioritas masalah, poin


Perumusan visi-misi, motto dan nilai di ruang PONED UPTD.
Puskesmas Jatisrono I Kabupaten Wonogiri menjadi masalah utama
dan dapat dilakukan penyelesaian masalah dengan cepat berdasarkan
waktu, sumberdaya kewenangan dan kemampuan
92

Penyelesaian yang dilakukan adalah dengan membuat visi, misi,


motto dan nilai ruangan dengan metode diskusi dan dokumentasi, dengan
hasil :
a. Visi, Misi, Motto dan Nilai ruang PONED UPTD. Puskesmas
Jatisrono I Kabupaten Wonogiri
1) Visi
“Menjadikan ruangan perawatan yang selalu memprioritaskan
kualitas pelayanan dalam penanganan yang aktif dan efektif bagi
ibu dan bayi”.
2) Misi
a) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi
secara paripurna dan profesional.
b) Memberikan pelayanan yang ramah, sopan dan tanggap.
c) Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, nyaman dan
harmonis.
3) Motto
Aktif dan efisien dalam penanganan, Asih dan adil dalam asuhan.
4) Nilai
“CARE”
C = Cepat (Cepat dalam pengkajian)
A = Aktif (Aktif dalam tindakan)
R = Ramah (Ramah dalam asuhan)
E = Efektif (Efektif dalam pelayanan)
5) Budaya Kerja
“K4LT”
Kejujuran, Keadilan, Keterbukaan, Kerjasama, Loyalitas dan
Toleransi

2. Fungsi Pengorganisasian
Berdasarkan hasil diskusi penentuan masalah dalam fungsi pengorganisasian,
ada beberapa masalah diantaranya adalah sebagai berikut :
93

a. Belum adanya struktur organisasi secara baku dan menempel pada


dinding ruangan PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I Kabupaten
Wonogiri.
b. Belum optimalnya pelaksanaan metode tim-primer.
c. Belum optimalnya kegiatan audit dokumentasi kebidanan.
d. Lebihnya sumber daya tenaga kesehatan untuk pembagian piket di
ruangan PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I Kabupaten
Wonogiri.
Dalam perhitungan skoring dalam penentuan prioritas masalah, poin
belum optimalnya kegiatan audit dokumentasi kebidanan dan lebihnya
sumber daya tenaga kesehatan untuk pembagian piket di ruangan
PONED menjadi salah satu masalah prioritas yang dapat dilakukan
penyelesaian masalah dengan cepat berdasarkan waktu, sumber daya
kewenangan dan kemampuan.
Penyelesaian masalah belum optimalnya kegiatan audit dokumentasi
kebidanan dan lebihnya sumber daya tenaga kesehatan untuk pembagian
piket di ruangan PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I Kabupaten
Wonogiri menjadi masalah manajemen dengan bagian manajemen
Puskesmas, perlu adanya usulan ataupun evaluasi dari setiap ruangan
untuk menunjang peningkatan pelayanan yang lebih optimal.

3. Fungsi Pengarahan
Berdasarkan hasil diskusi penentuan masalah dalam fungsi
pengarahan, ada beberapa masalah diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Belum semua bidan di ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I
Kabupaten Wonogiri melakukan pelatihan PONED, Asfiksia dan
PPGDON.
b. Pada saat timbang terima (Operan Pasien) tidak bertatap langsung
dengan pasien yang dikaji dan hanya pemberitahuan informasi sesuai
dengan buku timbang pasien.
Penyelesaian masalah belum semua bidan di ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I
Kabupaten Wonogiri melakukan pelatihan.
94

PONED, Asfiksia dan PPGDON dan timbang terima (Operan Pasien)


tidak bertatap langsung dengan pasien yang dikaji dan hanya
pemberitahuan informasi sesuai dengan buku timbang pasien menjadi
masalah manajemen dengan bagian manajemen Puskesmas, perlu adanya
usulan ataupun evaluasi dari setiap ruangan untuk menunjang
peningkatan kinerja dari setiap tenaga kesehatan sebagai pelayanan jasa
yang profesional.

4. Fungsi Pengendalian
Berdasarkan hasil diskusi penentuan masalah dalam fungsi
pengendalian, terdapat masalah sebagai berikut :
- SOP tindakan sudah ada namun pelaksanaan perawatan belum semua
sesuai dengan SOP
Dalam perhitungan skoring dalam penentuan prioritas masalah,
poin tersebut menjadi salah satu masalah prioritas yang dapat dilakukan
penyelesaian masalah dengan cepat berdasarkan waktu, sumber daya
kewenangan dan kemampuan.
Penyelesaian masalah dilakukan dengan tindakan evaluasi kembali
Standar Operasioal Prosedur (SOP) yang telah ada diruangan, dengan
hasil :
- Pelaksanaan perawatan lebih kondisional dan perlu adanya diskusi
evaluasi setelah memberikan asuhan kebidanan dengan bidan koordinator
dan bidan pelaksana ruang PONED UPTD. Puskesmas Jatisrono I
Kabupaten Wonogiri agar dapat mengerti dengan jelas kewenangan dan
pelaksanaan dalam asuhan kebidanan di ruangan.
95

Anda mungkin juga menyukai