Kajian Teori
efektivitas pemakaian tempat tidur yang ada di suatu ruangan atau rumah
sakitdalam jangka waktu tertentu. Standar nasional untuk RSU dalam 1 tahun
Kajian Data
jika dibandingkan dengan standar maka dapat disimpulkan BOR dalam kategori
2. LOS di ruang A RS X selama satu tahun terakhir pada tahun 2019 yaitu : 1,8 %
standar ketentuan hari maka dapat disimpulkan bahwa lama rata-rata hari perawatan
3. TOI di ruang A RS X selama satu tahun terakhir pada tahun 2019 yaitu : 1,2
hari jika dibulatkan menjadi satu hari, bila dibandingkan dengan standar RS yaitu 1-
tidur kosong atau waktu antara tempat tidur ditinggalkan pasien sampai diisi
4. BTO di ruang A RS X selama satu tahun terakhir pada tahun 2019 adalah 10 kali
bila dibandingkan dengan standar nasional RS yaitu dalam satu tahun terakhir
masuk dalam kategori baik karena memenuhi standar yang sudah ditentukan.
2. Mutu Asuhan Keperawatan
a) Kajian Instrumen A
Kajian Teori
Asuhan keperawatan adalah rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan
yang diberikan secara langsung kepada pasien diberbagai tatanan pelayanan
kesehatan.
Mutu asuhan keperawatan yang merupakan hasil dari kegiatan asuhan
keperawatan adalah terjadinya penetapan standar asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat berdasarkan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
tindakan, dan evaluasi.
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan
oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan yang profesional.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan
keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka metode sistem
pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
Komponen dokumentasi keperawatan:
1) Pengkajian: meliputi pengumpulan data, pengorganiasaian data.
pengumpulan data dari hasil wawancara, observasi pemeriksaan fisik dan
penunjang.
2) Diagnosa keperawatan: menggambarkan masalah pasien baik actual
maupun potensial berdasarkan hasil pengkajian data.
3) Rencana keperawatan: menentukan prioritas, tujuan, kemungkinan
pemecahan, metode pendekatan pemecahan masalah.
4) Implementasi: pemberian tindakan keperawatan, aktifitas
keperawatan.
5) Evaluasi: memeriksa kembali hasil pengkajian awal dan intervensi
awal untuk mengidentifikasi masalah dan rencana keperawatan pasien termasuk
strategi keperawatan yang telah diberikan untuk memecahkan masalah pasien
Kajian Data
rata rata tersebut tergolong dalam kategori Cukup menurut Arikunto (2006). Hasil
belum dilakukan oleh perawat yaitu sekitar 32 % . Hasil yang didapatkan ini masuk
dalam kategori cukup (55-75%) menurut Arikanto (2006), ini artinya ruangan harus
meningkatkan lagi dalam hal kelengkapan isi rekam medis pasien, terutama data
faktor berhubungan (etiologi) dan sesuai batasan karakteristik (tanda dan gejala)
kategori cukup (60%) karena ada beberapa tindakan yang tidak dilakukan oleh
tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Nursalam, 2012). Dalam evalusi sudah
mengandung unsur SOAP dan setiap evaluasi sudah ditulis tetapi belum menunjukkan
bahwa masalah keperawatan yang sudah di berikan tindakan teratasi atau belum.
b) Kajian Instrumen B
Salah satu indikator mutu asuhan keperawatan adalah dilihat dari persepsi
klien tentang mutu asuhan keperawatan yang diberikan dan untuk mengevaluasi
hal ini juga diperlukan suatu instrumen yang baku. Instrumen yang digunakan
yang baku (indicator kerja Rumah sakit, Depker RI Tahun 2005 : 31 dalam
Nursalam, 2016).
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai dari data primer, persepsi klien
masuk dalam kategori Cukup. Nilai cukup (55-75%) seperti yang dikemukakan
oleh Arikunto (2006). Hal ini disebabkan karena ada beberapa perawat di Ruang A
RS X yang belum melakukan pelayanan sesuai dengan poin yang telah ditentukan.
dengan mutu pelayanan rumah sakit. Masih terdapat mutu pelayanan yang perlu
menggosok gigi, mengganti pakaian, menyisir rambut klien dan cairan/tetesan infus
serta memeriksa area sekitar pemasangan infus dan pasien yang membutuhkan
penanganan khusus.
Salah satu sumber daya manusia yang memiliki peran vital dalam
terbesar dari seluruh petugas kesehatan. Hal yang perlu diperhatikan dalam
2004 dalam Argapati dkk (2013). Perawat yang merasa puas dalam pekerjaannya
akan memberikan pelayanan lebih baik dan bermutu kepada pasien rumah sakit
sehingga kepuasan pasien dan keluarga pasien juga terpenuhi, yang pada akhirnya
meningkatkan citra dan pendapatan rumah sakit (Crose, 1999) dalam Argapati
dkk (2013).
Pengukuran kepuasan kerja tenaga perawat tidak hanya penting untuk
mengetahui kinerja rumah sakit terutama bidang ketenagaannya, tetapi juga untuk
pekerjaannya akan sering mangkir dalam bekerja. Tingkat kehadiran ini dapat
menyebabkan beban kerja perawat yang lain meningkat. Ketika beban kerja
perawat meningkat, maka hasil kerja perawat tersebut menjadi tidak maksimal,
sehingga dapat mempengaruhi kinerja organisasi, dan kinerja rumah sakit. Oleh
karena itu, pandangan dan juga perasaan perawat terhadap pekerjaannya harus
kepuasan perawat adalah merasa puas sebanyak 73,07%, yang merasa tidak
puas 26,93%. Dari hasil penilaian di atas didapatkan bahwa dari 20 pertanyaan
mandi/ADL serta
tidak memeriksa
memeriksa area
sekitar pemasangan
infus.
terhadap kerjanya,
namun terdapat
puas terhadap
disebabkan jumlah
pendidikan,
pembagian insentif
tambahan tidak sesuai
jarang diberikan
kesempatan untuk
meningkatkan
kemampuan kerja
pendidikan tambahan.