Anda di halaman 1dari 10

Materi Kelompok 3

Cut Sarha Airlangga ( 19011018)


Khoirul Jismi Fajar ( 19011045)
Muhammad Farhan Ghani ( 19011280)

PERSEPSI, KOGNISI DAN SIKAP LINGKUNGAN

A. Psikofisik Dasar
1. Pengertian Psikofisik Dasar
Psikofisik gabungan dari kata psycho dan fisik yang artinya jiwa dan
fisik yang dimana hal yang Nampak jelas atau dapat dilihat keberadaanya.
Psychofisik merupakan hubungan antara stimulus fisik dengan subjek yang
berhubungan. Suatu perkembangan psikofisik memiliki keterkaitan langsung
dengan perkembangan aktifitas. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
kelanjutan perkembangan seperti :
a. Pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf
b. Pertumbuhan otot
c. Perubahan struktur fisik
Perkembangan motorik (fisik) menurut B. Hurlock (9:2009)
adalah “Serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari
proses kematangan dan pengalaman”. Sedangkan pengertian perkembangan
motorik dalam psikologi diartikan sebagai istilah yang menunjuk pada hal,
keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot juga gerakan-gerakannya,
motor dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau
menghasilkan stimulasi atau rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik.
Perkembangan fisik pada masa ini antara lain.
a. Adanya korelasi yang tinggi antara keadaan jasmani dan prestasi
sekolah.
b. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c. Ada kecenderungan memuji diri sendiri.
Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar pada umur enam atau
tujuh tahun sampai dua belas atau tiga belas tahun, perkembangan fisiknya
mulai tampak benar-benar seimbang. Artinya, organ-organ jasmani tumbuh
serasi dan tidak lebih panjang atau lebih besar dari yang semestinya. Misalnya,
ukuran tangan kanan tidak lebih panjang daripada tangan kiri atau ukuran
leher tidak lebih besar dari ukuran kepala yang disangganya. Dan selain itu
pada usia ini gerakan-gerakan tubuhnya menjadi lincah dan terarah seiring
dengan munculnya keberanian mentalnya.

B. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Persepsi menurut psikologi lingkungan adalah sejumlah penginderaan
disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat syaraf yang lebih tinggi otak
sehingga manusia bisa mengenali dan menilai objek-objek. Ada dua cara
manusia untuk mengerti dan menilai lingkungan dalam cara pendekatan yakni
pertama pendekatan konvensial yang bermula dari adanya rangsang dari luar
diri individu stimulus, individu menjadi sadar akan adanya stimulus melalui
sel-sel syaraf reseptor penginderaan yang peka terhadap bentuk energy
tertentu seperti cahaya,suhu dan suara. Bila sumber energy itu cukup kuat
untuk merangsang sel reseptor maka terjadilah penginderaan. Jika sejumlah
penginderaan disatukan dan dikoordinasikan didalam pusat syaraf yng lebih
tinggi otak sehingga manusia bisa mengenali dan menilai objek maka keadaan
ini dinamakan persepsi.
Pendekatan kedua adalah ekologik, pendekatan ini dikemukakan oleh
Gibson. Menurut Gibson, individu tidaklah menciptakan makna dari apa yang
diinderakannya karena sesungguhnya makna itu telah terkandung dalam
stimulus itu sendiri dan tersedia untuk organisme yang siap menyerapnya.
Resepsi terjadi secara spontan dan langsung jadi bersifat holistic.

2. Skema Persepsi
Manusia menginderakan objek dilingkungan nya, memproses hasil
penginderaan dan timbulah makna tentang objek itu pada diri manusia
bersangkutan yang dinamakan persepsi, selanjutnya persepsi ini menimbulkan
reaksi sesuai dengan asas busur refleks. Dalam skema persepsi ada tahap awal
yang dimulai dari kontak fisik antara individu dengan objek dilingkunganya.

C. Teori Persepsi Lingkungan


Ada beberapa teori yang menerangkan proses belajar pada manusia, tetapi
fokus disini yakni tiga teori yang paling erat kaitanya dengan psikologi lingkungan,
yaitu teori kondisioning klasik dari Pavlov, teori kondisioning instrumental dari
Skinner, dan teori belajar sosial dari Bandura (Sarwono, 1987: 20-29).
1. Teori Kondisioning klasik
Didalam teori ini kita mulai dengan respons yang terjadi secara
alamiah terhadap suatu stimulus, respon alamiah ini dinamakan dengan
unconditioned response (respons tak berkondisi). Contohnya yaitu jika
seseorang mencium aroma yang tidak sedap maka responya adalah wajah yang
mengernyit dan tangannya menutup hidung yang menunjukan adanya
perubahan perasaan (affect) pada orang tersebut. aroma yang tidak sedap itu
dinamakan stimulus tak berkondisi, sedangkan perubahan perasaan yang
terjadi adalah respon tak berkondisi.
Ternyata aroma yang tidak sedap tersebut berasal dari sebuah
bangunan sekolah maka perubahan itupun menular kepada bangunan sekolah
tersebut dan timbullah sikap tidak suka pada sekolah, walaupun pada saat lain
dimana bau tersebut sudah tidak ada lagi. Didalam proses belajar kondisioning
klasik, bagunan itu dinamakan conditioned stimulus (stimulus berkondisi),
sedangkan respon tidak suka terhadap bagunan sekolah itu dinamakan dengan
conditioned respon (respons berkondisi atau respons evaluatif).
Contoh lainya yaitu angin sejuk yang menyenangkan bisa merupakan
stimulus tak berkondisi yang menimbulkan respons tak berkondisi berupaa
perasaan enak dan senang. Jika angin sejuk itu terdapat disuatu daerah wisata
di pegunungan maka perasaan senang tadi ditularkan pada daerah wisata itu
(stimulus berkondisi) dan akhirnya timbullah sikap senang pada daerah wisata
tersebut (respon berkondisi).
2. Teori Kondisioning Instrumental
Tingkah laku yang membawa konsekuensi positif akan dipertahankan,
dan tingkah laku yang konsekuensi negatif akan dihindari. Dalam
hubungannya dalam contoh di atas, orang akan menghindari bagunan sekolah
yang tidak disukainya itu, ia akan berusaha ntuk berlibur ke pegunungan setiap
ada kesempatan.
3. Teori Belajar Sosial
Namun tumbuhnya sikap tidak hanya dari pengalaman langsung. Sikap
juga bisa terjadi dengan menirukan orang lain, yang diistilahkan dengan
model. Model yaitu orang yang dianggap mempunyai otoritas dalam suatu hal,
baik itu dalam hal pengalaman, usia, jabatan dan lain-lain. Semua orang yang
meniru model tesebut mempunyai harapan agar terhindar dari konsekuensi
negatif dan mendapatkan konsekuensi positif.
Peniruan ini tidak bisa langsung diperoleh dan bukan bersifat fisik,
contohnya dalam tingkah laku beragama, dalam bersopan santun atau
berbusana. Tingkah laku pemeliharaan kebersihan atau pemeliharaan
kesehatan juga bisa dibentuk melalui proses belajar sosial dengan model ini.

D. Kognisi Lingkungan
Terdapat dua teori tentang perubahan sikap ditinjau dari sudut kesadaran atau
kehendak dari dalam diri individu, yaitu teori reaksi psikologik (psychologica
lreactance) dari Jack Bhrem dan teori disonansi kognitif dari Frestinger (Bell eat all,
1978:55)
a. Teori Reaksi Psikologik ( Jack Bhrem)
Dalam teori ini dikatakan bahwa manusia cenderung ingin mempunyai
kebebasan untuk memilih atau menentukan sendiri alternatif-alternatifnya
dalam berfikir, membuat keputusan dan bertindak. Oleh karena itu ia
cenderung tidak mau terikat pada satu pola pikir, keputusan atau tindakan
tertentu. Untuk membentuk atau mengubah sikap, menurut teori ini, perlu
diberikan berbagai pilihan dengan alasan, keuntungan, dan kerugian masing-
masing. Dengan begitu orang akan mengubah persepsi atau sikapnya jika ia
melihat alternatif yang lebih baik.
b. Teori Disonansi kognitif ( Frestinger)
Didalam teori ini orang tidak suka kalau didalam dirinya terdapat
elemen-elemen kesadaran yang saling bertentangan (keadaan disonan). Dalam
keadaan disonan orang cenderung untuk mengubah pola pikirnya, atau
menambah elemen-elemen kesadarannya atau mengubah tingkah laku agar
terjadi lagi keseimbangan antar elemen-elemen tersebut (keadaan kosonan).
Contohnya, seorang perokok melihat beberapa kenalanya meninggal
karena kanker paru-paru. Lalu dia mendengarkan nasehat dokter untuk tidak
merokok. Dokter itu sendiri tidak merokok dan ia tampak sehat maka orang itu
akan merasa disonan karena ia sendiri yang merokok ditengah-tengah keadaan
yang semuanya tidak membenarkan rokok. Ia pun akan berusaha bertindak
dengan menghentikan kebiasaan merokok.
Namun, bisa saja orang ini melihat bahwa masih banyak orang
merokok dan mereka dalam keadaan sehat, maka orang tersebut tidak jadi
menghentikan kebiasaan merokoknya, karena ia merasa tidak disonan
ditengah keadaan yang tidak menyalahkan orang merokok. Masing-masing
keadaan dan stimulus, baik yang datang dari luar maupun dari dalam diri
sendiri, dalam teori ini adalah elemen-elemen kesadaran.

E. Sikap Lingkungan
Dalam Pandangan Perpekstif Klasik, Menurut Allport dalam (Milla, Abidin,
dan Pitaloka, 2018) menyatakan sikap setidaknya mengandung empat pengertian
pokok.
1. Pertama, sikap sebagai kesiapan mental dan sistem saraf. Konsep kesiapan ini
berangkat dari penelitian-penelitian awal psikologi dengan menggunakan ukuran
waktu-reaksi (time-reaction), bahwa seseorang yang memiliki kesiapan mental
dan neural untuk menghadapi suatu obyek atau peristiwa tertentu akan mampu
bereaksi secara lebih cepat saat menghadapi obyek atau peristiwa tersebut, dan
mengambil keputusan apakah akan mendekati atau menjauhinya.
2. Kedua, sikap sebagai bentuk organisasi mental. Pengertian ini berangkat dari
konsepsi bahwa sikap tersusun dari tiga komponen A-B-C, yaitu (1). Affective
perasaan), yaitu emosi atau perasaan yang dimiliki seseorang terhadap suatu
obyek, (2). Behavioral (perilaku), tindakan yang muncul dari reaksi suka (atau
tidak suka) terhadap sebuah obyek, dan (3). Cognitive (kognitif), keyakinan
seseorang tentang suatu obyek.
3. Ketiga, sikap sebagai pengarah perilaku. Pengertian ketiga ini cukup populer
di kalangan masyarakat umum, dan dalam beberapa hal cukup masuk akal.
Logikanya, seseorang yang memiliki pandangan positif mengenai salah satu
kandidat presiden tentu akan memilihnya saat berada di bilik suara. Faktanya
adalah bahwa hubungan antara sikap dan perilaku tidak sekuat itu. Ada banyak
faktor individual (misal kepribadian, ekspektasi pribadi, keyakinan agama) dan
faktor situasional (misal pengaruh orang dekat, keanggotaan kelompok,
budaya) yang dapat mempengaruhi apakah sikap tertentu akan memunculkan
perilaku yang selaras dengannya atau tidak.
4. Sikap sebagai pendorong perilaku. Pengertian ini merujuk pada fungsi sikap
sebagai motivator atau pembangkit perilaku, sebagaimana rasa lapar mendorong
seseorang untuk makan. Namun dalam kenyataannya tidak semua sikap
kemudian menghasilkan perilaku yang sesuai dengannya.

Sikap dalam Perspektif Kontemporer, dilansir didalam buku The Psychology


of Attitudes, Alice H. Eagly dan Shelly Chaiken : 1993 dalam (Milla, Abidin, dan
Pitaloka, 2018) mendifinisikan sikap sebagai “Kecenderungan psikologis yang
diekspresikan dengan mengevaluasi sebuah obyek dengan suatu tingkatan suka atau
tidak suka.” Terdapat tiga gagasan pokok yang termuat di dalam definisi tersebut.
Pertama, sikap sebagai sebuah tendensi. Di dalam KBBI, kata tendensi
diartikan sebagai kecenderungan atau kecondongan pada suatu hal. Dalam hal ini,
sikap dipahami sebagai sebuah keadaan psikologis yang dapat bertahan baik dalam
waktu singkat maupun jangka panjang. Sebagai sebuah kecenderungan, sikap dapat
dipelajari atau tidak dipelajari. Sikap yang dipelajari berarti bahwa untuk memiliki
sikap terhadap suatu obyek seseorang setidaknya harus memperoleh informasi
mengenai obyek tersebut. Namun dalam kenyataannya banyak diantara sikap-sikap
kita yang muncul tanpa melalui proses belajar. Penelitian baru-baru ini
mengungkapkan bahwa pengasuhan oleh orangtua dan struktur genetik yang
diperoleh dari mereka ikut menentukan sikap politik seseorang, apakah ia
cenderung konservatif ataukah progresif (Fraley, dkk. dalam Milla, Abidin, dan
Pitaloka, 2018).
Kedua, sikap bersifat evaluatif. Seseorang tidak akan mampu
mengembangkan sikap terhadap suatu obyek tanpa terlebih dahulu mengevaluasinya.
Secara lebih teknis, evaluasi merupakan proses mental yang menengahi hubungan
antara stimulus (obyek) dengan reaksi seseorang terhadap stimulus tersebut. Proses
evaluasi tersebut tidak selalu dilakukan secara komprehensif, bahkan seringkali justru
terjadi secara singkat dan ‘seadanya’. Saat mengevaluasi suatu obyek, pada dasarnya
seseorang mereduksi informasi kompleks mengenai obyek tersebut ke dalam
kategori-kategori sederhana, seperti setuju/tidak setuju,
menyenangkan/menyakitkan, menarik untuk didekati/ perlu dihindari, dan seterusnya.
Dasar yang digunakan untuk mengevaluasi bisa bermacam-macam tergantung
obyeknya, namun secara umum dapat dikategorikan ke dalam tiga domain afektif,
kognitif atau behavioral.
Keyakinan merupakan dimensi kognitif yang paling sering disebut sebagai
salah satu akar dari sikap. Dalam hal ini keyakinan diartikan sebagai asosiasi yang
dibentuk oleh seseorang dengan mengkaitkan antara sebuah obyek sikap dengan
berbagai sifat atau atributnya. Misalnya pernyataan “tak ada yang lebih tabah dari
hujan bulan juni..” dalam puisi Sapardi Djoko Damono (2003) menyiratkan sebuah
keyakinan berupa kaitan antara “hujan di bulan juni” sebagai sebuah obyek sikap dan
“tabah” sebagai atribut atau sifatnya. Sikap yang muncul dari keyakinan tersebut bisa
jadi “saya suka hujan di bulan juni” atau sebaliknya. Sementara contoh sikap yang
bersumber dari aspek afektif atau emosional misalnya ketidaksukaan kita (sikap
negatif) terhadap ancaman (obyek sikap) sebab ia selalu membangkitkan rasa takut
(dasar emosi). Terakhir, contoh sikap yang bersumber dari domain perilaku adalah
sikap positif terhadap sesuatu yang pernah dilakukan pada masa lalu yang
mendatangkan sesuatu yang menyenangkan, seperti dukungan kita (sikap) terhadap
partai tertentu (obyek sikap) karena pada masa lalu kita pernah memilih partai
tersebut dan kemudian mereka benar-benar bekerja sesuai dengan harapan (dasar
sikap).
Ketiga, sikap memerlukan obyek. Evaluasi selalu dilakukan terhadap suatu
obyek. Di dalam istilah psikologi sosial, obyek yang menjadi target evaluasi disebut
sebagai obyek sikap. Semua bentuk obyek yang dapat dikenali dapat menjadi target
evaluasi, dari yang bersifat abstrak (misal suasana, peristiwa, dll) sampai yang
memiliki bentuk konkrit (desain rumah, warna, dll). Meskipun semua obyek sikap
dapat dipelajari, namun ada beberapa jenis obyek sikap yang mendapat banyak
perhatian dari ilmuwan sosial, misalnya kebijakan pemerintah, ideologi,
kelompok-kelompok minoritas, dan sebagainya. Beberapa jenis sikap kemudian
memiliki istilah dan pengertian yang spesifik berdasarkan kekhasan obyek sikapnya,
misalnya prasangka (prejudice) untuk menyebut sikap terhadap kelompok minoritas
dan harga diri (self-esteem) untuk menyebut sikap positif terhadap diri sendiri.

F. Persepsi Kognisi dan Perilaku Lingkungan


Persepsi menurut Guspa dan Rahmi (2014) adalah pandangan seseorang
terhadap suatu objek stimulas yang kemudian terjadi didalam proses kognisi sehingga
menimbulkan kesimpulan dari objek tersebut. Menurut Walgito dalam (Guspa dan
Rahmi, 2014) menyatakan bahwa persepsi memiliki beberapa aspek yakni :
1. Kognisi, menyangkut komponen pengetahuan, pandangan, pengharapan, cara
berpikir/mendapatkan pengetahuan, dan pengalaman masa lalu, serya segala
sesuatu yang diperoleh dari hasil pikiran individu.
2. Afeksi, aspek ini menyangkut komponen perasaan dan keadaan emosi individu
terhadap objek tertentu serta segala sesuatu yang menyangkut evaluasi baik
buruk berdasarkan faktor emosional seseorang
3. Konasi, Aspek konasi menyangkut motivasi, sikapm perilaku, atau aktivitas
individu sesuai dengan persepsinya terhadap suatu objek atau keadaan tertentu
Jadi persepsi ini pada dasarnya merupakan proses penafsiran manusia, yang
dialami oleh setiao orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman (Guspa dan
Rahmi, 2014).
Notoatmodjo dalam (Palupi T dan Dian R. S, 2017) mengartikan perilaku
sebagai totalitas dari pemahaman dan aktivitas seseorang beserta faktor internal
(perhatian, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, pengamatan, dan sebagainya) dan
faktor eksternalnya (lingkungan fisik, sosial, ekonomi, budaya. politik, dan
sebagainya. Menurut Abedi Sarvestani dan Shahvali (2009) dalam sumber yang sama
menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi keyakinan, nilai seseorang, dan
sikap.
Menurut Hamzah Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang saling
ketergantungan dan timbal balik. Lingkungan bagi manusia merupakan salah satu
unsur yang sangat penting dalam kehidupannya. interaksi antara manusia dan
lingkungan yang terjadi secara terus menerus, akan mempengaruhi perilaku manusia
terhadap lingkungan. Sikap dan perilaku manusia akan menentukan baik buruknya
kondisi suatu lingkungan. Cara manusia memperlakukan lingkungannya akan
berdampak pada kualitas hidup manusia itu sendiri (Palupi T dan Dian R.S, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Guspa Anindra dan Tuti Rahmi. 2014. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Financial
Reward Dengan Komitmen Kerja Pada Atlet. Jurnal RAP UNP : Vol. 5. No. 1, Hal.
1-11.
Noor Milla M, Z. Abidin, & A. Pitaloka. Psikologi Sosial: pengantar dalam teori dan
penelitian. Suntingan : Hakim, M. A (2018). Jakarta, Indonesia: Salemba Humanika
Palupi Tyas dan Dian R.S. 2017. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Pro-Lingkungan
Ditinjau dari Perspektif Theory Of Planned Behavior. Jurnal Proceeding Biology
Education Conference : Vol. 14, No. 1, hal : 214-217.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1944. Psikologi Lingkungan Jakarta : rasindo.

Anda mungkin juga menyukai