Anda di halaman 1dari 150

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946

Volume 10, Nomor 3, Maret2}A7 Q95-324)

Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah


(UKM) untuk Pembuatan Kebiiakan Anti
Kemiskinan di Indonesia

Erutan Agas PunuAnto'

Abstract

Small medium enterprises can be used as a strategy to oaer-


come problem of poaerty in lndonesia. Howeaer, due to the
lack of New Order goaernment interoention and attention
to this sector and the Neza Order regime preferences of big
companies, this sector has been under-deaeloped. This article
discuses how and what steps goaernment should take in or-
der to maximize the potency of small medium enterprises in
Indonesia.

Kata-kata kunci:
anti kemiskinan;
Pontensi usahn kecil; lcebijakan
kemiskinan; struktur industri

Pendahuluan
Masalah kemiskinan selalu memperoleh perhatian utama di In-
donesia. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran pemerintah bahwa

.) Etuan Agrs Punlanto adalah dosen ]urusan Ilmu Administrasi Negara


FISIPOL UGM dan Magister Administrasi Publik (MAP) UGM. E-mail:
erwan@map.ugm.ac.id

29s
furnal llmu Sosial t+ llmu Politik, VoL.1.0, No.3, Maret 2007

kegagalan mengatasi persoalan kemiskinan akan dapat menyebabkan


munculnya berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik di tengah-
tengah masyarakat. Upaya serius pemerintah untuk mengatasi
kemiskinan sudah dilakukan sejak era Orde Baru. Hasilnya, selama
periode 1976-1996 (Repelita II - V), tingkat kemiskinan di Indonesia
menurun secara drastis; dari 40"/" di awal Repelita II menja di "hanya"
11% pada awal Repelita V (Mubyarto,2003). Catatan gemilang tersebut
tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan bangsa Indonesia dalam
melaksanakan berbagai program pembangunan ekonomi. Selama tiga
dekade pembangunan tersebut, ekonomi Indonesia rata-rata tumbuh
di atas 7 persen tiap tahunnya. Keberhasilan Indonesia dalam
melakukan pembangunan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan
ini kemudian mendapat banyak pujian dari masyarakat dunia. Laporan
World Bank (1993) yang bertajuk: "The East Asian Miracle", misalnya,
menempatkan Indonesia menjadi salah satu macan Asia dalam daftar
"The High Performing Asian Economies (HPAEs)" sejajar dengan Korea
Selatan, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Sayangnya, tidak lama setelah World Bank mempublikasikan
laporanflya, krisis ekonomi kemudian melanda Indonesia pada
pertengahan tahun 1997. Krisis ini pada awalnya hanya merupakan
persoalan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dolar
Amerika Serikat atau krisis moneter (krismon) saja karena dipicu oleh
kejatuhan mata uang Thailand, Bath. Tanpa diduga, krismon yang
sulit dikendalikan oleh pemerintah kemudian memicu munculnyu l.irii
politik yang ditandai dengan kejatuhan regim Orde Baru. Seperti bola
salju, krisis ini kemudian membesar dan menjadi pencetus muncuhtyu
krisis-krisis yang lain. Pendek kata, krismon kemudian berubah menjadi
krisis total (kristal) yang mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Hantaman badai krisis tersebut kemudian menyebabkan
Indonesia benar-benar jatuh dalam titik nadir; dari negara yang
memiliki prestasi pembangunan yang penuh keajaiban menjadi negara
yang membutuhkan keajaiban untuk dapat keluar dari krisis. judul
buku Garnaut dan Mcleod (1998): "EAst Asia in Crisis: From Being a
Miracle to Needing One?" kiranya sangat tepat untuk menggambarlian
kondisi Indonesia tersebut.
Krisis multi dimensi tersebut menyebabkan Indonesia sulit keluar
dari krisis. ]ika negara-negara Asia Tenggara lainnya, misalnya, Ma-
laysia, Thailand, dan Singapura, telah berhasil memulihkan momen-
296
Erutan Agus Punoanto, Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah (IIKM) ...

tum pembangunan ekonomi mereka seperti kondisi sebelum krisis,


sampai saat ini, Indonesia masih belum mampu keluar dari belitan
krisis. Sebagai akibatnya, berbagai program anti kemiskinan yang
selama ini diprakarsai oleh pemerintahan Orde Baru menjadi tidak
terurus dengan baik. Dampak yang ditimbulkan dari kondisi yang
demikian adalah meroketnya kembali angka kemiskinan di Indonesia.
Sebagai ilustrasi, jika pada tahun 1996 (sebelum krisis) jumlah penduduk
miskin di Indonesia dapat ditekan menjadiL'1."/", setelah krisis melanda,
angka tersebut menggelembung kembali menjadi 24% atau sekitar 39,4
juta orang (lihat Tabel 1).

Tabel 1
Batas Miskin, Persentase, danJumlah Penduduk Miskin
di Indonesia: 197 6-2003
Batas Miskin Persentase fumlah Penduduk Miskin (iuta
(Rp/perkapita/ Penduduk Miskin orang)
bln)
Tahun Kota Desa Kota Desa Total Kota Desa Total Perubahan
Absolut
(iuta)
1976 4522 2840 38,8 40,4 40,1 L0,0 M,2 54,2 -7r0
7978 4969 2981 30,8 33,4 33,3 8,3 38,9 47,2 -7,0
1980 6831 4449 29,0 28,4 28,5 9,5 32,8 42,3 4,9
1981 9m 58n 28,1 26,5 26,9 9,3 3j.,3 40,5 -7,7
798/, 13737 77M 23,7 21,2 21,2 9,3 ?5,7 35,0 5,6
1987 77381 70294 20,1 16,1 16,7 9,7 20,3 30,0 5,0
'/..4,3 27,2 -2,8
1990 2061.4 73295 16,8 14,3 9,4 77,8
1993 27905 182M 13,4 L3,8 13,7 8,7 17,2 25,9 -1,3
7996 38246 274\3 9,7 12,3 1L,3 7,2 L5,3 22,5 -3,4
T998 96959 7n80 21,9 25,7 24,2 77,6 37,9 49,5 27
1999 92409 74272 79,5 26,1 23,5 15,7 32,7 48,4 -1,1
2000 91,632 73ffi "t4,6 ?2,38 L9,74 12,3 26,4 37,5 -10,9
2001 100011 80382 9,79 24,U L8,41 8,6 29,3 38,7 7,2
2002 13M99 96572 14,46 27,1 18,20 13,3 ?5,1 37,9 4,8
2003* 130499 105.888 12,3 8,1 38,4 0,5

Sumber : Statistik Lrdonesia, BPS, 2002


*Data dan Informasi Kemiskinan (buku I), 8I1S,2003

297
V ol' l}'No' 3' Matet 2007
siat B llmu P olitik'
lurnal llmu So

bahwa ;"*f"fi p"gu$uk miskin di


Tidakberbedaiu'hdarigalblrantentangkemiskT.*yangada
selama ini, Tabel L
menuni.rkfur, teltu tidak terlalu
Uuruau ai pedesaa* H"f ini ans
Indonesia sebagian besar s'llJ":*;:f,:an v
selama ini pro g'
men g eiutkan klrena "*-r'o
oi"tt Orde Baru cenderung bi
dilaksanakan
Dariaspekpendidikan,sebagiulb'",arorangmSkininiadalah aj ikan
r z"u erikut meny
?""q 4' "u "ir"a"nesia tahun 2000-
mereka y ang *. *iliki "r,aiairlu:r,
p
p"#;;;l-*ir51*Ii *""uniukkan bahwa
data tingkat pendidikan
2003. Data pada rabe|
2';;;;-;"f it'g persen) orang miskin
;;d"rt"ti"so
sebagian uesar Gngn '1" 1;t!Y?
frrf"' iutifuf' Dasar (SD)'
ini tidak
Tabel 2
Distrib usi
pe'seiiise P-endu*lYi:Y*
Menunrt Pe SLTA Diatas
SLTP
Tat lulus SD SLTA-
Tahun
SD 2.767,75 229,35
13.9f/8,72 3.5/l5,21 (0,59)
2000 18.417,96 (9,1'2\ n 12\
t Aq .t-Q\ @5,72\ 274,60
I.!t 1ev I
2.953,83 T.ogl,z5
18.].75,71 13.667,V (5Ae\ (0,74\
2001 tn aA\
(36,83)
(48,98)_ 2.227,38 212,43
13.859,28 3.483,28 (0,60)
2w2 15.898,11 (9,76) G.24\
(M,56) (38,84) _ 115,8
1.9r5,t
-
20.996,0 1U.bZO,d 3.6891
(5,13) (0,31)
2003 (28,46) (9,88)
(56,8)
(Buku I), BPs' 2003'
ffiasiKemiskinan
Besar nv a i
u mr ah pend
: *,kJ 1: P .' l$i:"Tl;:ffi T:'?;:i
p"".,i;i:l.lXi:fi4&:ttrL*lXi*';X*;#***:l?il
g'J,*H ffffiTlfi JTffJ semb'a^ tJ,,,, ;;;d"gvl,
sans1l
samPal
**"t *embiayai sekolah yanff**
sediicit penduduk
miskin
rtr;n:. *'*rtie1"qy," ilt; pendidikan' sebagai
tingkat SD sekaliptu,.

ffi *r*ifi #"gf**ff {*l*tu+il[


makin memP tentang lingkaran setan
layanan pu"aili[u"' ]ika
#i'{iFlFlf:is
di Indonesia'
luni kuat
kemiskinu,t uttl"';";t*oleh

298
Eruan Agus Punpanto, Mengkaii Potensi Usaha Kecil dan Menangah (IIKM) ,..

Selain rendahnya tingkat pendidikan, jika pengamatan dilakukan


lebih mendalam lagi, akan ditemukan bahwa di antara orang miskin
tersebut hampir setengahnya tergolong dalam kelompok y*g disebut
sebagai fakir miskin (destitute).t Tentang hal ini data BPS dan
Departemen Sosial (2003) menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang
tergolong fakir miskin sebesar 42% pada tahun 2003 dan 41"/" pada
tahun 2004.2 Hal ini berarti pada tahun 2003 ada 15,8 juta jiwa yang
termasuk fakir misikin dari 37,Ajutajiwa penduduk miskin. Sementara
itu pada tahun berikutnya di temukan ada L4,8 juta iiwa fakir miskin
dari 36,2 juta jiwa penduduk y*g masuk kategori miskin.
Sebagaimana sudah disebutkan di awal tulisan ini, masalah
kemiskinan bukanlah hal yang baru di Indonesia. Meskipun demikian,
masalah kemiskinan selalu aktual untuk dibahas. Sebab, meskipun telah
berjuang puluhan tahun untuk membebaskan diri dari kemiskinan,
kenyataan menunjukkan bahwa Lrdonesia belum bisa melepaskan diri
dari belenggu kemiskinan ini. Aktualitas untuk mendiskusikan masalah
kemiskinan ini iuga mendapatkan momentumnya ketika belum lama
ini (tanggal 3-5 Agustus 2005) Indonesia menjadi tuan rumah
pertemuan regional tingkat menteri untuk membicarakan masalah
"Tujuan Pembangunan Abad Milenium" atatJ Millenium Darclopment
Goals (MDGs). MDGs yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) pada akhir tahun 1999 memiliki delapan tujuan pokok,
namun demikian, inti dari tujuan pembangunan abad milenium
tersebut adalah untuk memerangi kemiskinan dengan meningkatkan
derajat hidup orang miskin, misalnya: meningkatkan pelayanan
pendidikan dasar, meningkatkan kesetaraan jender, mengurangi
kematian anak, memperbaiki kesehatan ibu dan lain-Iain. Apabila
tujuan tersebut dapat diwujudkan, pada tahun 2015 diharapkan
kemiskinan betul-betul dapat dihapus dari muka bumi atau minimal
sudah berkurang secara drastis.

Departemen Sosial (2004) mendefinisikan fakir miskin sebagai orang yang


sama sekali tidak mempr:nyai kemampuan unhrk memenuhi kebutr:han pokok
minimum untuk makanan sebesar 2100 kalori, sewa rumah, dan pembelian
satu stel paling sederhana untuk setahun.
Penduduk Fakir Miskin, BIIS dan Departemen Sosial RI,2004

299
lurnal llmu Sosial €t llmu Politik, Vol.70, No. 3, Maret 2007

Tulisan ini tidak secara khusus membahas MDGs, akan tetapi


lebih kepada bagaimana membantu mencapai tujuan MDGs di Indo-
nesia dengan memanfaatkan keberadaan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) yang selama ini menjadi tulang punggung penyediaan tenaga
kerja di Indonesia. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam tulisan
singkat ini adalah: Bagaimana dan apa strategi yang dapat diambil
oleh pemerintah untuk memaksimalkan potensi UKM sebagai upaya
mengatasi persoalan kemiskinan di Indonesia? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut tulisan ini akan membicarakan konsep dan
indikator kemiskinan, karakter UKM dan kondisi UKM saat ini, serta
terakhir adalah kajian untuk meningkatkan potensi UKM bug upaya
pengentasan kemiskinan.

2. Konsep dan Indikator Kemiskinan


Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. World Bank
mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan ukuran
kemampuan/ daya beli, yaitu US $1 atau US $2 per kapita per hari.
Sementara itu, BPS mendefinisikan kemiskinan didasarkan pada garis
kemiskinan,(poaerty line). Nilai garis kemiskinan yang digunakan untuk
menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum yang
dibutuhkan oleh seseordngr yaitu 21,00 kalori per kapita per hari,
ditambah dengan kebutuhan minimurn non-makan yang merupakan
kebutuhan dasar seseorang yang meliputi: papan, sandang, sekolah,
transportasi, sera kebutuhan rumah tangga dan individu yang
mendasati^yu. Menurut BllS, seseorang/ individu yang pengeluarannya
lebih rendah dari Garis Kemiskinan maka seseorang/individu tersebut
dikatakan miskin. Sedangkan kemiskinan menurut Bappenas (2004)
adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok ordngr laki dan
perempuan, yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Hak-hak dasar manusia tersebut meliputi: terpenuhinya kebutuhan
pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, pekerja.rn, penunahan, air
bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa
aman dari perlakuan atau €rncaman tindak kekerasan dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik.

300
Enpan Agus Purannto, Mngkaii PotensiUsahaKecil dan Menangah (IIKM) ...

Dalam pandangan Friedman, kemiskinan iugu berarti


ketidaksamaan kesempatan unfuk mengakumulasikan basis kekuasaan
sosial. Basis kekuasaan sosial ini meliputi: (1) Modal produktif seperti
tanah, alat produksi, Perumahan, kesehatan. (2) Sumber keuangan.
(3) Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk
kepentingan bersama seperti koperasi, partai potitik, organisasi sosial,(4)
|aringan sosial, (5) Pengetahuan dan kehampilan. (6) Informasi ry^g
berguna untuk kemajuan hidup (Friedman dalam Suharto, dkk., 2004).
Terlepas dari berbagai definisi atau konsep yang dikemukakan
oleh parapaiur di atas, kondisi kemiskinan dapat digambarkan melalui
bebeiapa indikator yang disajikan melalui Indeks Kemiskinan Manusia
(IKM). Menurut BPS (2003), komponen-komponen hrdeks Kemiskinan
Manusia ada lima, yaitu: (1) persentase penduduk yang meninggal
sebelum usia 40 tahun, (2) persentase buta huruf, (3) persentase
penduduk yang tidak memiliki akses ke air bersih, (4) persgt tu.tj
penduduk yang jarak ke fasilitas kesehatan lebih dari 5 km, dan (5)
persentrase balita berstatus gizi kurang. Data Tabel 3 menunjukkan
bahwa program-Program pembangunan selama ini bias ke jawa di
mana himpir semua propinsi di Jawa menduduki peringkat atas dalam
hal rangking IKM ini. Yang lebih memprihatinkary ternyata sumber
kekayaan alam yang berlimpah bukan menjadi jaminan bahwa
penduduknya jugu akan kaya. Sebagai gambaran propinsi-propinsi
yang terkenal dengan sumber kekayaan alamnya seperti Riau, Nangroe
Aceh Darussalam, Kalbar, Kalteng, dan Papua ternyata justru
menempati rangking IKM yang rendah.

30 t.
lurnal llmu Sosial fi IImu politik,Vol,IL,No, J, Maret 2007

Indeks Kemiskin". t"Illtlli**, dan Komponennya


Menurut Propinsi, 2002
Propinsi Penduduk Angka Penduduk Penduduk Balita IKM Ranking
meninggal Buta tidak yang iarak berstatus IKM
sebelum 40 Huruf memiliki ke fasilitas kurang
tahun (%) ('/rl akses ke kesehatan gisi (%)
air bersih > 5km (o7o;
(o/ol

NAD 12,6 4,2 48,5 38,0 35,2 28,4 23


SUMUT 13,3 3,9 47,8 30,4 33,0 24,8 15
SUMBAR 15,2 4,9 42,4 27,6 28,0 23,4 12
RIAU 72.0 3,5 58,9 29,7 18,4 ?5.1 76
IAMBI 13,9 5,3 47.4 ?3,1 25,0 ?2,7 9
SUMSEL 't6.0 5,9 52,7 36,0 28,2 27,7 2T.
BENGKULU 16,3 7.O 45,0 22,0 26,4 22,7 8
LAMPUNG 15,2 7,0 45,9 29,8 24,2 ?3,9 13
BANGKA 16,0 8,3 8,9 35,3 2'J.,'1. 25,2 18
BELITUNG
DKI 6,7 't,8 30,3 2.9 ?3,2 13,2 1

IABAR 1"8,0 6,9 53,0 19,0 27,5 23,0 11


IATENG 10.9 't4,3 39,9 20,9 ?5,0 2'1.,0 6
DI] 6,7 '1.4,7
38,9 7,7 'l..6,9 16.7 2
IATIM 15,3 16,8 36,7 22,2 ?5,5 2'1.,7 7
BANTEN 2'1.,7 6,2 55,9 23,5 20,5 25,'l', 17
BALI 9,5 15,8 27,8 19,8 18,7 77,3 3
NTB 27,3 22,2 52,3 21,6 37,8 30,2 26
NTI 19,2 'l,.5,9
46,8 32,8 38,8 28,9 24
KALBAR 1.8,1 13,1 78,5 50.1 32,2 38,0 30
KALTensah 10,2 3,6 66,7 33,6 3't,9 30,7 27
KAISEL 23,9 6,7 4'1.,5 27.3 30,2 25,5 19
KALTIM 10,2 4,8 37,3 22,2 21.,5 19,L 5
SULUT 8,4 1.,2 35,7 78,4 21,9 17,8 4
SULTENGAH 20,7 6,7 53,8 36,8 29,6 28,9 ?5
SUI.SEL L'1.,3 16.5 45,'l.. 27.3 29,'1, 24,6 14
SULTENGG 't6,8 11,8 41,3 37,4 28,3 25,8 20
GORONTALO 18,5 4,8 62,4 32,7 42,0 32,4 29
MALUKU 76,2 3,7 43,9 26,r 29,3 22,9 10
MALUKU 20,7 4,2 43,2 4,2 29,6 27,9 22
UTARA
PAPUA 1.6,8 26,9 67,6 36,1 28,3 30,9 28
INDONESIA 15,0 10.5 M,8 23,7 25,8 22,7

Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan, Bf€,2003

302
Enu an Agus Puno ant o, Mengkaj i P otensi Us aha Kecil dan Menengah (IIKM) ...

3. Review Kebijakan dan Program Penanggulangan


Kemiskinan di Indonesia
Selama ini kebijakan dan program pengentasan kemiskinan telah
banyak dilakukan oleh pemerintah. Program tersebut antara lain
adaiah Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Usaha Tani (KUT) Kredit
Modal Permanen (KMKP), Kredit Usaha Kecil (KUK)' Inpress Desa
Tertinggal (IDT), PDM-DKE. Program pengentasan kemiskinan yang
paling serius adalah program IDT di sepertiga desa di Indonesia dan
p.og** Takesra/Kukesra di dua pertiga desa lainnya (BPS, 2003).
Selain itu, melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan N0. 1232l
'l,g8g, BUMN diwajibkan menyisihkan L-5% dari labanya untuk
pembinaan usaha kecil dan koperasi. Program-Program pemberdaylan
6agi penduduk miskin yang lain yaitu Program Pembinaan dan
feningtatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Pengembangan
Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP), Program Pembangunan Pendukung Desa Tertinggal (P3DT).
Upaya pengentasan kemiskinan terus dilakukan pemerintah.
pada tahun IOOZ dibentuklah Komite Penanggulangan Kemiskinan
(KPK) melalui Keputusan Presiden RI No. 12412001 jo Keppres RI No-
8/2A02 io Keppres RI No. 34l2002. Komite ini melibatkan berbagai
aktor, yaitu: akademisi, LSM, pelaku usaha, birokrasi daerah, onnas/
orsospol, dan lembaga keuangan bank dan non bank. KPK dibentuk
untuk menanggulangi kemiskinan yang didasarkan atas pemberdayaan
masyarakat.
Pertanyaannya kini adalah seberapa besar dampak dari berbagai
kebijakan dan program kemiskinan yang telah banyak dilakukan
tersebut terhadap keberhasilan pengentasan kemiskinan? Mengapa
upaya pengentasan kemiskinan belum berhasil? Salah satu iawabannya
adalah program pengentasan kemiskinan tersebut tidak mamPu
mendorong kemandirian masyarakat miskin. Hal ini karena pada
umumnya program-program tersebut diberikan kepada masyarakat
miskin yang tidak memahami bagaimana mereka harus mengelola
bantuan yang diberikan oleh pemerintah tersebut. Pendekatan yang
demikian tentu berakibat negatif karena bantuan yang mereka terima
tidak dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang dapat memberikan
dampak keberlanjutary melainkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang
sering bersifat konsumtif.
303
lurnal llmu Sosial & Ilmu P olitik, VoL I0, No. J, Maret 2007

4. Potensi UKM dalam Pengentasan Kemiskinan


Strategi pembangunan ekonomi yang mendasarkan diri pada
perfumbuhan ternyata tidak berhasil memberikan kesejahteraan pada
semua masyarakat. Strategi yang demikian condong menimbulkan
munculnya kesenjangan karena ada kelompok yang makmur di satu
sisi, namun ada masyarakat yang tetap miskin dan tErtinggal pada sisi
yang lain. Kondisi ini tercipta karena asumsi akan munculnya trickle
doutn effect yang dibangun oleh para ekonom neoklasik ternyata tidak
terjadi pada pembangunan di Indonesia.
Di dalam strategi pembangunan yang mengutamakan
perfumbuhan ekonomi, harapan terbesar diletakkan di pundak sektor
industri, terutama industri berskala besar. Industri besar ini diharapkan
mamPu menjadi lokomotif perekonomian nasional untuk mencapai
target-target pertumbuhan ekonomi. Bukti mengenai hal ini dapat
dilihat dari kebijakan pemerintah Indonesia sejak awal Orde Baru ying
lebih mengutamakan industrialisasi melalui penciptaan perusahaan--
peysa,haan yang berskala besar. Puncak dari kebijakan yang demikian
tadi adalah muncuhrya konglomerat-kongklomerat baru di Indonesia
pada masa kejayaan Orde Baru.
Kebijakan pemerintah yang terlalu memanjakan perusahan besar
ini bukan tanpa harga yang harus dibayar. Dukungan yang berlebihan
terhadap industri besar ini dikemudian hari beri.r,ptikasi pada
terjadinya ketimpangan kinerja dalam struktur industri ai maor,esia.
UKM, yang dari segi jumlah mendominasi struktur industri di Indone-
sia, ironisnya justru memiliki kinerja yang lemah dibanding dengan
industri besar yang jumlahnya tidak lebih dari 1 persen riyu 1.rl r.
Tambunan, 2002: 20). Perbedaan kinerja yang sangat besar ini tentu
tidak menguntungkan b"gr proses industrialisasi di Indonesia.
Perbedaan- kinerja yang berkaitan dengan kurangnya perhatian
p_emerintah te_rhadap UKM lebih lanjut berimplikaii padu 4 hal
(Sulistyastuti, 2004:31), yaitu:
Pertama, UKM mengalami stagnasi untuk melakukan mobilitas
vertikal (M. Tambunan, 2002). sementara itu, di dalam proses
industrialisasi
l4up awal, peran industri kecil justru sangat plnting.
Anderson (1982) menegaskan bahwa pada tihap awal-kor,triUuJi
Industri Kecil dan Rumah Tangga dalam proses induitrialisasi mencapai

304
ErulanAgusPunpanto,MengkajiPotansillsahaKecililanMenengahuKM)..,

menurut besaran industri ini


50-75persen. Mengapa Proses evolusi
berperan sebagai media ditusi
penting? ftbi;;t-il: &olusi tersebut
ie*uttgat- kewirausahaan
inovasi dan teknologi serta menciptlkan
(i;r**curship).nukii tentang h11 ini dapat dilihat pada negara-negara
industri baru'seperti Kore"a dan |epang yatq memulai proses
p-"du sektot UKM' Bahkan
industriarisasinya dengar. *Lt guttaau.u.
di keduu ;;;rtri baril tersebut, telah banyak UKM yang
^"g"'r;
melakukan investasi di luar negeri
(foreign direct inuestmmt)'

Kedua,strategisubstitusiimporY?'gtidakberkembang,.bahkan
bahan baku yang
bisa gagal. Kd;"fi" iJ l"tlihat aari JeblSt"t besar diimpor' Bukti nyata
diperlukan otei Eekto, industri yanq i?:dharus ekonomi. saat itu
dilanda krisis
har ini dapat init ut ketika Lrdonesla mereka membeli
banyak industri yang-ma.ut kurer,a ketidakmampaun pembangunan
dalam
bahan baku taienJt arus diimpor. Padahal,
linkages-adalah mutlak
industr i, backwaril linkogit--ii" f9ryya
i it anrtrialisaii diiamin tidak akan
diperlukan. Tanpa adanya kaintan it
berhasil.
kesejahteraan meniadi
Ketiga, peran uKM untuk menciptakan
tidak tercapii secara optimal. Kurang berpig$f",
pemerinta.h
terhadap UKM menyebabkan keberidautt
UfVt di Indonesia
pelaku UKM beserta
termaiinatisasikan. sebagai akibatnya, Para
mengalami mobilitas
pekerjany" tia"[ *u*p,r"berkembat g utttok
vertikal.
(entrrpre-
Keempat, tidak terbentuk semangat kewirausahaan
neurshipt karena industri bes", yTg aal
ai Indonesia mengandalkan
pemodaf uri"I. i"O*"f, lu"iut"pakal
seperti Anderson (1984)'
bahwa dalam Proses
Amstrong IZOO[), dan Hayter (2d00) menekankan Karakteristik
industriarisasi sangat diperlukan rit ug uttrepreneurshtp.
besar dalam banyak hal'
uKM sangat ueru"eaa al"gult pur,*"haan mencakup sistem
Tidak f,"r,yu p"ir""f"" sfala Lsaha namun iuga
manaiemen, siitem prodglgi, teknologt,
pema*t"", dan lain-lain' Salah
satu karaktliistik unik dari UKI\i'yi^g
mendorolg muncultt)ru
jarak antara pengusaha
semangat kewirausahaan adalah t"*pitt
ya
tersebut memberi
dan pekeria (cf. Purwanto, 2005a). Sernpi*yi iarlk
mengalami proses
peluang ,""iu1 besar -\"puau pala puk"4a untuk
pembelaiaran (learning
pembelalara? meniadi i""gri:l\ul Proies kepada
proccess) inilah yu^g padi akhirnya dapit tertularkan
305
lurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politih Vol.IL, No. S, Maret 2N)7

pekerjanya dan kemudian para pekerja akan mapu menciptakan usaha


Pg".Di fepang dan Korea, pemerintah secaia tegas menciptakan
kebijakan y_ang menjadikan UKM sebagai salah satu faktor penting
yntuk pembangunan industrialisasi (Aoyam a, L998). Sementara di
Fdqqia, pemerintah, terutama pada mam orde Baru, masih setengah
hati dalam memberi perhatian terhadap keberadaan UKM. Kesalahan
kebijakan industri yang ditopang oleh industri-industri besar yang
mengandalkan modal asing ini merupakan kritik utama terhadap
paradigma kebijakan regional klasik. Kelamahan paradigma ini adalah
perhatiannya yang terfokus pada masuknya investasi dari luar negeri
{an kurang memberikan perhatian yang cukup baik terhadap fakior-
faktor pembangunan yang aslr- (indigenous danelopmutt) seperti UKM.
Akibatnya potensi lokal ini menjadi terpinggirkan dan mati pelan-pelan.
Perhatian pemerintah yang sangat besar terhadap usaha besar
falam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pencipiaan lapangan
kerja selama ini, dalam beberapa hal, cukup dapat dipahami tetitca
pemerintah mengasumsikan bahwa keberhasilan pembangunan hanya
akan terjadi apabila ada pertumbuhan ekonomi yarg tingtr.Sementara
itu pertumb"hT ekonomi yang tingg hanya akan dapat dicapai melalui
industrialisasi dengan mengandalkan penarikan moal asing. Dalam
hal ini asumsi yang dipakai adalah bahwa industrialisasi merupakan
instrumen penting unfuk mendorong terjadinya trar,sisi ekonomi: dari
ekonomi yang berbasis agraris ke ekonomi yang berbasis industri.
Transisi tersebut diharapkan akan diikuti dengan kenaikkan penyerapan
tenaga kerja yang cukup tinggi bersamaan dengan kemunculan
industri-industri besar. Sayangnya, dalam kenyataannya, asumsi
tersebut sulit untuk diwujudkan. Realitas di lapangan menunjukkan
bahwa perusahaan-perusahaan besar yang muncul ternyata tidak
cukup-mampu menopang penciptaan kesempatan kerja secara
memadai. Di samping itu, industri-industri besar memberikan upah
kepada para pekerlanyl dengan sangat rendah yang tidak diimbangi
fengal jaminan kesehatan dan sosial yang layik. yang terjaii
kemudian adalah mtrnculnya ketimpangan yang semakin besar antara
pemilik modal dan para buruh. Aspek lain yang kurang
-
menguntungkan dari segi hubungan antara pemilik modal dan buruh
adalah sulitnya perusahaan-perusahaan besar tersebut mentransfer ide-
ide kewirausahaan kepada para buruhnya karena jauhnya kesenjangan
kelas tersebut.

306
r

EnDanAgusPunttanto,MengkaiiPotmsillsahaKecililanMenengahuKM)"'

MengingatberbagaiketerbatasanPengg.u^ll"strategi
pada industrilisasi yang
pembangunan ikono*i yang didasarkan
disebutkan di atas maka
mengandalkan industri b-esar"sebagaimana
pengan€guran dan
peran uKM dalam *unguiusi pJrmasutahan
(2000) mengai*T bahwa Peran
kemiskinan meniadi pentiig. Sat dee
kemiskinan' Menurut
UKM sangat;;|il; da'iam mereduksi
besar di suatu daerah tidak berarti
pengamatannyi ketiadian industri
Sebagai contoh di Daerah
mematikur, p.iulonomian daerah tersebut'
signifikan bagi perekonomian
Istimewa yogyakarta peran uirvr sangat
daerah.
PentingnyakontribusiUKMterhadappengentasankemiskinan
telah ditegaskin oleh Uur,yat pakar
dari i"*"utt-temuan mereka di
UKM dalam
Iapangan. Hasil-hasil plnetitian mengenai Peran iokal dikuatkan oleh
menciptakan lapangan kerja buii p"lukonimian
Teori Ekonomi Regionaf. e*tit"ot g dan
Tayg J290.0) menyefutkan 5
argumen yang relevan mengenui p"tut
UKM dalam pembagunan
ekonomi regional.
1.. UKM mamPu menciptakan lapangan kerja '-
2.UKMmemilikikemampuanmemunculkanindustri-indusrikecil
bervariasi serta
baru t;;;t; yu"g bersifat fleksibel dan risiko'
memunculkan ent erpr eneur b aruyang berani menanggung
persai"-83l
3. uKM memiliki kemamp.rur, *"tdorong teriadinya
secaraintensifantarUKMbahkanusuhubesarSeruPa..Halini
usaha yang
sangat penting untuk mendorong lingkungan
konlusi? dan b-erbudaya usaha yang kuat'
4. UKM mendorong inovasi' (misal
5. UKM *"r"p" ieningkatkan - t-,lbt"gan industrial
lingkungan
hubungan itiJ"ttti den"gan buruh) . dan menyedikan
kerja y"*g baik dengan Para buruhnya'

Giaoutz i et al. (1988) menegaskan UKM sebagai faktor Pgm-


bangunun ,.gio"uf yu"g fersifa i indtgtnous karcna memiliki akar
sumber
dengan strukiur ekonomi lokal. Menurutt lu UKM
sebagai
penting untuk
pertumbuhan ekonomi regional merupakan instrumen
dalam pembanguan
mereduksi ketimpangan. Fentingnyu perat UKM
pembangunan yang
regional tercermin airi UKM sebagai faktor-faktor
ustt linAigenous deueloPment)'

307
lurnal Ilmu Sosial B llmu Politik, VoI.10,No. 3, Maret 2007

Alsters dan van Mark (1986) memandang bahwa UKM memiliki


beberapa keunggulan, sehingga UKM sangat penting dikembangkan
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi regional. Keunggulan-
keunggulan UKM tersebut adalah:
1. Mampu menampung tenaga kerja yang tidak tertampung di
industri besar.
2. Memiliki pengaruh yang kuat dalam mendorong pertumbuhan
UKM baru lainnya. Kemunculan UKM yang baru ini dapat
menciptakan kesempatan kerja baru, demikian seterusnya.
3. Karena UKM sifatnya fleksibel, maka UKM mudah
memunculkan inovasi
4. Manajemen UKM hanya sederhana sehingga mudah melakukan
adaptasi terhadup perubahan pasar, produk, maupun
lingkungan bisnis. Teknologi yang digunakan oleh UKM pun
bersifat sederhana, sehingga mudah melakukan penyesuaian.
Hayter (2000) menambahkan bahwa UKM meningkatkan efek
multiplier dan menciptakan keterkaitan. UKM yang membeli bahan
baku serta memanfaatkan jasa-jasa dari Fasar lokal secara langsung
membutuhkan adanya suwlier. Realita tersebut mendukung hipotesa
seed-bed yang mengatakan bahwa keberadaan UKM menimbulkan
kemunculan usaha-usaha terkait. Lebih lanjut, Hayter (2000)
menjelaskan adanya dampak positif yang berlanjut dari keberadaan
UKM dalam pembangunan daerah. Kontribusinya terhadap
pembangunan lokal / daerah adalah kemampuannya menggali potensi
daerah sekaligus menenfukan pola pembangunan ekonomi.yu.

5. Argumen-argumen Pentingya UKM dalam Menanggulangi


Kemiskinan di Indonesia
Mengapa UKM diprediksikan akan mampu mereduksi
kemiskinan di Indonesia? Hal ini karena dari berbagai data yang ada
penyebab kemiskinan yang utama di Indonesia adalah tinggiry" angka
pengangguran. Adanya kenyataan yang demikian maka salah satu
upaya untuk mengentaskan kemiskinan yang paling mendesak untuk
dilakukan adalah dengan penciptaan sumber-sumber pendapatan bagi
orang miskin tersebut. Sebagaimana sudah didiskusikan UKM memiliki
peranan yang bisa dikembangkan sebagai salah satu potensi
penciptaan lapangan kerja bagi penduduk miskin. Beberapa fakta
berikut menjelaskan keunggulan-keunggulan UKM dalam mengatasi
kemiskinan.

308
Entan Agus Ptnpanto, Mengkaji Potansi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) .,,

5.L. Struktur industri di Indonesia didominasi oleh UKM yang


merupakan industri yang padat karya.
Keberadaan UKM di Indonesia memberikan arti yang sangat
penting yaitu mengatasi pengangguran dan pemerataan pendapatan'
beh*i periode LgrB-200L tenaga kerja UKM mengalami pertumbuhan
rata-rafa 11o/o per tahun. Tabel 4 menunjukkan jumlah beserta
pertumbuhan unit usaha dan tenaga kerja Usaha Kecil Menengah
(Uf14; dan Usaha Besar (UB) dari tahun 1998 hingga 2001.
Tabel4
Unit Usaha dan Tenaga Kerja UKM dan UB di Sektor Industri
Manufaktur di Indonesia, 1998-2001

]umlah (ribu) dan Proporsi (%)


1998 \999 2000 2001

Unit Usaha*
UKM 2,114,M 2.536,22 2.724,67 2.885,82

Q9,9n (9,9n (99,94 Q9,9n


UB 0,63 0,67 0,7'1, 0,76
(0,03) (oorl (ooal (Oosl

Tenaga Keria*
UKM 9.329,53 10.135,52 10.708,42 t'1,.%3,76

(97,4) (97,85) (97,85\ (97,85)


.t)1
UB 220,97 ,31. 2y,88 249,25

(2,6) (2,75) (2,15) Q,15)


Pertumbuhan (%)
199&1999 1999-20'm 2fin-20m
Unit Usaha
UKM 79,9 7,4 5,9
UB 6,3 5,9 7,0

Tenaga Kerja
I.JKM 21.,58 5,55 6,12
UB -173 0 0

Sumber: Deperinda g (2W2)


*= Unit Usaha dalam ribu unit
'r* = Terdga Kerja dalam ribu orang

309
lurnal Ilmu Sosial I llmu potitih Vol.I0, No. S, Maret 2U)7

Ada dua hal yang perlu digarisbawahi dari data Tabel 4


(Sulistyastuti, 20M:29). Pertama, struktur industri di Lrdonesia masih
didominasi oleh UKM. Hal ini dapat dilihat dari proporsi unit usaha
UKM dibanding perusahaan besir. Data *"t r.n j*rklan bahwa gg%
usaha di Indonesia terdiri dari usaha kecil dan h"t ur,gah, sisanya
9*L". 1%)
tafq dap_at {igolonqkan sebagai usaha besar. frondisi y*e
demikian tidak berubah banyak dari tafiun ke tahun. Kedua, uKM
sangat penting sebagai penyedia lapangan kerja di Indonesia. Selama
periode 1998-2001., kontribusi UKM dalam menyediakan lapangan
ker! di sektor industri secara konsisten di atas 97V;. Dengan demiklan,
legkipun kontribusi UKM terhadap total penyediaat tet aga kerja di
Indonesia hanya- sekitar '!.loh, akan tetapi, keberadaan UkM tbtap
sangat penting dalam pembangunan ekonomi dan sosial; terutaml
dalam penciptaan kesempatan kerja. Keberadaan UKM juga menjadi
langat berarti karena kemampuannya dalam mendorong peitumbrihur,
Dagang Kecil Menengah (DKM). Pada periode yang sama data
Deperindug (2002) menunjukkan bahwa pru mengalami
pertumbuhan rata-rata 5% pertahun.
gian bawah dari rabel 4 menunjukkan bahwa pertumbuhan
UKM menurut unit usaha maupun jumlah tenaga kerji lebih tinggi
d_ibandingkan uB. Pada periode 1998-1999, pertumuur,an tenagu k""q;
UKM-sangat tinggr, sementara itu pertumbuhan tenaga kerja Ub justm
nggatif. Periode tersebut adalah bertepatan dengan te4adi.yu krisis
ekonomi sehingga banyak perusahaan-perusahaan besar y*g i"rpaksa
gulung tikar diterjang krisis yang mengakibatkan teryaainyu nHr.
Fenomena ini
Te-nuniykkan bahwa UKM memiliki feksibiliias yang
besar dalam hal bertahan dari ancaman krisis sehingga UKM bisi
diandalkan sebagai social safety net bagi orang-orang mist ir,. pasca
krisis, selama periode 1999-2w1., uB mengalami pertumbuhan jumlah
unit yang cukup lumayan. Namun demikiary pertumbuhan tersebut
ternyata tidak mamPu menciptakan pertumbuhan permintaan tenaga
kerja kerja baru.

310
Erutan Agus Punpanto, Mengkaii Potensi llsaha Kecil dan Menengah
(IIKM) .,,

Tabel 5
perbandingan Distribusi Tenaga Kerja UKM dan uB menurut sektor,
7997 dan 2000

19p7 2000

UKM UB UKM+UB UKM UB UKM+UB

29.891..389 40.443 29.931,.832 33.035.240 38.L27 33.074.367


31
(pertanian)
467.942 L'1,.617 479.559 558.167 72.531 570.698
32
(pertambangan)
L0.067.165 242.973 10.310.138 14.19L.927 242.769 14.434.090
33
(manufaktur)
u 134.675 7.716 1,42.337 174.728 9.L59 183.887

(listrik gas,air)
35 7.012.215 7.366 1.019.581 985.850 7.435 993.295

(bangunan)

36 16.W.427 32.624 L6.W7.M5 18.436.559 77.8v 18.464.393

(perdagangan,
hotel,restoran)

37 2.662.379 12.701 2.674.480 2.570.7U 11.368 2.582.702

(transpor,
komunikasi)
38 689.987 11.852 701.839 413.591 8.429 4?2.A20

(keuangan,
jasa,sewa)

39 4.n8.U3 8.943 4.2M.7f16 3.995.178 26.527 4.027.699

fasa lain)
55.108.956 392.635 55.501.591 74.%2.978 383.573 74.746.557
IUMLAH

Sumber: T. Tambunan (2ffi2:25).

]ika unit analisis UKM di perluas, tidak hanya sektor industri


manufaktur saia, maka data yang ditunjukkan oleh Tabel 5 semakin
memperkuat argumen bahwa UKM sangat penting dalam qenye{]11
lapangan kerja di ltrdonesia. Dibandingkan dengan Usaha Besar (UB),

311
lurnal llmu Sosial B llmu Politih Vol.I0, No.3, Maret 2(N7

maka UKM secara konsisten mendominasi penyerapan tenaga kerja


1i!"rU"gai sektor ekonomi, yaitu di atas 90% pada tahun tggz d,an
2000. Tahun 2000,jumlah pekerja UKM sebesar 74.746.551.Ini berarti
ada kenaikan sebesar 9,25 juta orang dibandingkan tahun 1,gg7.
Dominasi penyerapan tenaga kerja UKM ini diduk""g oleh tiga pilar,
yaitu: pertanian, manufaktor, dan perdagangan dan jasa.

5.2. UKM makin relewan ketika sebagian besar penduduk


miskin berpendidikan rendah
UKM sangat penting untuk mengatasi pengangguran karena
UKM dapat memberikan kesempatan kerja bagi kelompok miskin yang
tidak memiliki latar belakang pendidikan tinggi sehingga sulit untuk
memPeroleh akses pekerjaan di industri besar. Hal ini karena tenaga
kerja yang diperlukan oleh industri kecil tidak menuntut pendidikan
formal tertentu (T. Tambunan, 2000). Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja yang dipeilukan oleh
industri kecil didasarkan atas pengalam?n (Iearning by doing) yang
terkait d,engal faktor historis @ath drpendence). Hal ini sering aitemui
Padl industri kerajinan, ukir, batik. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan
tingkat pendidikan pengusaha UKM.

Tabel 6
Tingkat Pendidikan Pengusaha UKM di Indonesia, ]rggg-2001

Tingkat Pendidikan 1999 2000 2001


Tidak tamat SD 3.983.670 3.678.994 3.457.807
SD 5.971.03A 6.099.946 5.914.330
SLTP 2.478.6ffi 2.832.999 2.95't.U2
SLTA, D7,D2 1,.879.413 2.145.242 2.115.318
D3 67.255 83.006 78.051
51 dan diatasnya 140.00s ],M.251, 'r.43.297

Iumlah t4.520.ML 14.980.438 L4.660.645


Sumber: Diolah dari BPS, Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan Hukum
(teee-2001)

312
Enoan Agus Puntanto, Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah (IIKM) .,.

Sebagaimana dapat dilihat Pada Tabel 6, sebagian besar


pengusaha UKM hanya berpendidikan SD yaitu sekitar 40o/", bahkan
iaaletitar 25o/o tidak tamat SD. Sedangkan ProPorsi pengusaha yang
berpendidikan SLTP dan SLTA serta Diploma (D1 dan D2) masitg-
maiing hanya berkisar 'l,1%o-'1,4% dan 7%-8%. Kenyataan ini
*enur,lukkanbahwa sektor UKM lebih accessible bug masyarakat yang
berpendidikan rendah.

5.3. Aspek lokasi.


Beberapa studi empiris membuktikan b ahwa seba gian besar UKM
berlokasi dan berkernbang di pedesaan. Kemunculan UKM di pedesaan
ini tidak bisa dilepaskan dari adanya perubahan di sektor pertanian di
pedesaan (agrarian change) yang menyebabkan peluang kerja di sektor
pertanian makin menyempit dari waktu ke waktu. Tekanan yang terus-
menerus dari sektor pertanian ini (push factor) menyebabkan orang-
orang yang tadinya bekerja di sektor pertanian harus mencari alternatif
baru untuk mendapatkan pekerjaan di sektor non-pertanian (cf. White,
1986; Purwanto, 2005a: 2005b). Dalam kondisi yang demikian maka
UKM menjadi semacam instrumen untuk bertahan (suraiaal instrument)
b"gl orang-orang yang terdesak keh,rar dari sektor pertanian. Karena
sifitnya y*g demikian maka industri kecil yang berlokasi di pedesan
sebagian besar tidak memerlukan dukungan infrastruktur dan modal
kerja yang besar sebagaimana Perusahaan besar (cf. Rietveld, \987;
Weijland , 1999). Dalam posisinya yang demikian, maka adalah sangat
tepat jika pemerintah meningkatkan perhatiannya untuk
memberdayakan UKM agar dapat dijadikan alat yang lebih efektif bug
orang-orang miskin di pedesaan untuk mengatasi problem kemiskinan
mereka.

5.4. Aspek permodalan


UKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana
perusahaan besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit
perusahaan besar. Dalam banyak kasus UKM menggunakan sistem
putting out systunalau borongan sehingga pengusaha dapat menghemat
banyak biaya modal karena tidak harus menyediakan tempat kerja
(workshop) dan mesin-mesin atau peralatan kerja. Dengan sistem

313
lurnd llmu Sosial fi llma Politih Vol. 10, No. 3, Marct 2007

borongan ini maka para buruh mengedakan pekerjaan-pekerjaan yang


diberikan kepada pengusaha dengan alat-alat yang mereka miliki
sendiri-sendiri (cf. Susilastuti, 199'1,,1996; Susilastuti dan Partini, 1990;
Susilastuti dan Handoyo, '1990; Purwanto, 2004). Karena kecilnya
modal yangdiperlukanbagi pengusaha untuk memulai usaha di sektor
UKM ini maka sebagaimana sudah didiskusikan UKM memberi
peluang yang lebih besar kepada para buruh untuk mengalami
mobilitas vertikal.

5. 5. Aspek ketahanan
Krisis ekonomi membuktikan bahwa industri kecil memiliki
ketahanan yang kuat (strong suraiaal) dibanding dengan industri besar
(Sandee, 2000). Selama krisis terjadi banyak industri besar yang gulung
tikar, akan tetapi banyak industri kecil yang bertahan atau justru
bermunculan setelah krisis. M. Tambunan (2004) menjelaskan bahwa
UKM memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan usaha besar
karena UKM lebih fleksibel dalam menghadapi gonjangan dibandi.g
dengan industri besar. Fleksibilitas ini tidak bisa dilepaskan dari
karakteristik UKM di mana usaha ini tidak memerlukan modal yang
besar, menggunakan bahan baku lokal yang murah, menggunakan
tenaga kerja rumah tangga, menjual produk mereka untuk pasar
domestik.

5. 6. UKM sebagai sapporting industries


Menurut teori flexible specializntion peranan UKM akan semakin
penting pada negara-negara yang pembangunan ekonominya semakin
maju. Hal ini ditunjukkan dari beberapa studi empiris di AS, Eropa,
jepang, Korea, Taiwan, dimana UKM sangat penting sebagai support-
ing industries. Pertumbuhan UKM jugu terkait dengan jumlah
penduduk, infrastruktur, dan SDM. Namun sebenarnya teori
pertumbuhan UKM yang berkaitan dengan spesialisasi dan peran
pemerintah lebih dikembangkan dalam pendekatan modern.

5.7. Besarnya Kontribusi UKM terhadap nilai tambah dan PDB


Keyakinan terhadap penguatan dan pengembangan UKM
didasarkan pada kenyataan bahwa UKM, disamping berperan dalam

314
Erutan Agus Purttanto, Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah (IIKM) ...

penciptaan kesempatan kerja, juga memberikan kontribusi terhad_ap


pembintukan PDB yang cukuP besar. Hasil penelitian AKATIGA
menyatakan bahwa selama tahun 2000-2003 kontribusi Usaha Kecil
terhidap pembentukan Produk Domestik Bruto mengalami
peningkatan. Di sisi lain, kontribusi Usaha Besar pada tahun yang sama
fustrrmenurun. Pada tahun 2000, kontribusi Usaha Kecil terhadap
pembentukan Produk Domestik Bruto sebesar 39,74"/" sedangkan Usaha
Besar memberikan sumbangan yang lebih besar yaitu 45,49"/". Namun,
pada tahun 2003 terjadi perubahan. Sumbangan yang diberikan UB
mengalami penurunan dan hanya sebesar 43,28% sedangkan UJ(
mengalami peningkatan menjadi 41',L1"/o. Sementara Peranan UM
terhadap PDb relatif konstan yaitu 15%. Hal senada juga disampaikan
oleh T.Tlmbunan (2002). Berdasarkan analisisnya, selama period e L998-
2000 sumbangan UKM terhadap pembentukan PDB berkisar 58% Per
tahun. Selebihnya, yaitu berkisar 42o/", merupakan kontribusi dari UB.
Perkembangan pembentukan nilai PDB oleh UK, UM dan UB dapat
dilihat pada Tabel 7.

315
lurnal llmu Sosial B IImu politik, Vol.I0, No. J, Maret 2M7

f{ o
<r
o
o\
o\
O,
\o
o\
6
ro
\o
co
N
(f) @ cf) O
N
tr n
:l
n
N
ci? cr) 9 u) u) $ 9 q
b.\
cr) ro N \o \o \o
(u FA
D CO
o\ q \o
q €
<i
(o
\o
.d,l
n
st$ <t
tJ)
N
N
dl a
Ot
E c.i CO o \o oi e.l oi ci tf)
(o N N {t
lo t-l
\/D r+| \o (f) € o \o (o N ao N
o 6 a \o \o \o
+{ ct? oq oq cr) u? o (o ro
\o \\o (f)
o\
oo. I6t
H5 -n
6 ao o
o u) ro
t\ t\ 6 .{, F. @ c.t
D 6
{ \o N N r'l
Fq 5'
(Q
(f)
\o d
c,?
N
N
\o 9
!+
q
CO @
oq n

q
to
\
c

6
(dc( cf) \o \o
€s N
I \o 6
rdt
o\ b\ N N
c

5e co Ff
o N tf) @ o\
ao
ro
O N o
\o t\
v b.. <'l
q oq e.l
trtRtt{.
I il b{
o
(\t
cf;
o
N \o
\o
o v-{
o
d
N
b{
r$
c.l
cfi
o\
o\
c.t
(\l
N
od
N
oq

t\ o
\o {l
_E
'lr, v ro + ci <, c.j \o
c.l ro F-{ r{
AJ Ff

E8
;J 6r o\ to
r$
c") o € €
o c ro N
\/l <4
<i N CO
n o\ I.\ N u) t\ F{
N N
-ch lort
p \o oi F-r
.{,
(t?
$
n d
(t?
o \o r;
o\ (o o\
E$ N rl ct\
9 r'l
q a
to
o N N
0q
1r)
g oq

L.-
cfj (f)
co
o\
\o \o o\ ci .-
r< o\ CfJ
N
<t
co
9E
H2
6,, *r \o (f) N
o\ F o\ a lf)
H(g N \o t- \o e.l r-{ @ \o
a?
G'd)
o
o
o E <i
H
r;
\o
oq

cf)
H
ro
N
tr)
oi
q
co
N
N
od
oq
<r
o\
a
o\
o
e.i
N N
&o\
N (l)F{
GO\
N @
\o
c!
r{
u?
ro
ri
ro u?
\o
CO
o
ci
ca)
N
N
c{)
a
t\
F<
!o 9
ro
F.l r< c.i \o
ED a
idg
FH A v
ro
N
oJ
c
o\
N
{
\o
o
9
\o
{{
o\
c!
\c'
<{
N
<,
s!
O.
N
t{
N
oq
o
N
f^\
.+
F.l
rl
n oq
o
ro o\
co
c

UO rl co
o
ro
N ro d) o
ul \o $ N
-q n
-rv
.F
9(g
tf)
ro + oi
r-{
$ .q
b.\ 6
!n{
o
F{
N
<, N CO
\o
ri
gB' € <i <l
G' FT O
q
s!{ <t
o lo $
r{
o\
o
D-.
\o r,{
\o
@
r{
q
t-{
lo o
o
F. *r E <, e.j
ct? CO cJ n
H
ro
lo
H
rr; c{
dk D tf) + o co c.i \D <,
rt
!t(g g)
F1
,J cl
\
N
ro
00
.j
ro
-q
rn
\o
f.\
u?
lr)
o\
t\
qt
q
H
c.l
q
o
c{
a
o\
\o
D.\
c.i
c.{
\o
N
.c.
(tl
N @
ao tt) 6l \o
t-{ a
o
d
E5
i/(E o\
o\ z
N
N
N
e!
@
g
o $ \o
0q
c{
n
!4
ro
N
o\
co
n cf)
.q
cf)
N
(t?
z
(u

o.tL{ o\ d ({)
f.\
oq
@ @
o \d ro r{ ro
+. D <t o\ 6 N r.\ $ co \o o\ tr
N
6 n .i
o\
$ q N og t{
a <{ (E
io F{ \o oi \o e.,i
c.l 6i
\o
rd

!5
fitu
F
ro
F{
(f)

q
N
co
(t? rf)
ria
o \o
.r: e
r$
o\
f.\
O
\o
FT N
Co
ct\
(,,

vo
vp € ro N a oq b'-
9b F.: N

ir
b'. cl
u) N € .j
-tt
\o
Ol
q
CO
(o
o -f \o
ro
q .4
ri4
oq 9
@ {{ ro
o\
@
a
N
\o
d
tt)
ro oi st 6l
HgD
CO b.. $ ro 3
J4
JFI iG &.th E
tr F
toP & -.cl e
tr Ftr
Ii6
tr
(! (,)k ct
oo
d

J(E
A
tr
'a
o .ET .F(d& $-t tr ctr =vt
x-v
k E -8€ (U
tr d6c bo
$F *ij C'
(! (g
(t)
Fr
F{
v cg
i6h
rg
J Fbo
ScF 9Yo *'H Eo! g
F5 o
(6
En
G
trl
v)
g9-.i
L#HK
iti ,o (U oJ
AF{1J A d€ & =a) !t
Fl 'O
bD
tr
d
ta
1J9lJ
JE P
bDr
h(!0
a*5J
Efl.Etr
g B".E E
.F
(6
o
(tt
Obo
TE
k
po
z .j c,i cft {( r.rj 6 bi d o c)
t{
E
(n

316
Enn an Agus P untt ant o, Mengk aj i P o t en si Us ah a Ke cil d an M en eng ah (IIKM) ...

6. Permasalahan yang Menghambat Perkembangan UKM di


Indonesia
Sebagaimana telah dipaparkan di depan, ada berbagai kontribusi
dan kelebihan UKM terhadap uPaya pengentasan kemiskinan. Namun,
seringkali kita lihat beberapa fakta bahwa UKM belum mamPu
meningkatkan kesejahteraan para pelakunya. Dalam arti keberadaan
UKM hanya sebatas sebagai suraiaal strategy kaum marjinal tanpa
memberi peluang kepada mereka untuk melakukan mobilitas vertikal.
Kondisi ini terjadi karena UKM di Indonesia masih diposisikan sebagai
sektor yang marjinal. Termarjinalisasinya sektor UKM ini berkaitan
dengan kurang berpihaknya Pemerintah terhadap UKM. Karenanya
UKM masih terbelenggu oleh berbagai hambatan sehingga menjadikan
UKM sulit untuk berkembang dan jadi andalan untuk mengatasi
kemiskinan. Hambatan-hambatan terhadap perkembangan UKM di
Indonesia antara alin disebabkan oleh kesulitan akses terhadap kredit,
lemahnya pemasaran, tiadanya pelatihan, kurang berkembangnya
koperasi dan sulitnya mencari bapak angkat.

Tabel 7
Problema UKM tentang Modal
Alasan Tidak Piniam Bank

Thn Mengalami Piniam Tidak Tidak Prosedur Tidak Suku Lain-lain


Kesulitan Bank Pinjam Tahu Sulit Ada Bunga
Modal Bank Prosedur Agunan Tinsei
1998 4.2M.727 448.085 3.756.036 62.575 480.429 970.693 65't.742 1.030.597

1999 2.463.507 519.65s 1.843.852 303.205 20/..956 574.492 L81.887 627.406

2000 2.131.810 453.106 7.678.704 781..973 792.723 546220 125.830 1.085.064

2001 2.248.834 525.090 7.6?3.7M 210.927 7&.574 501..624 137.9M 1..233.765

Sumber: BPS, 1998-2001 (diolah)

317
larnal Ilmu Sosial & Ilma politih Vol.70, No. J, Maret 2(N7

Tabel 8
Problem UKM tentang Pelayanan Koperasi, Bimbingan
Pelatihan dan Bapak Angkat
Tahun Pelayanan Koperasi Bimbingan Pelatihan Bapak Anekat
Pernah Tidak Pernah Tidak Punya Tidak
Pernah Pernah Punya
7998 423.776 t3.675.826 382.220 13.7L5.782 267.279 73.831,.793
7W 387.794 1,4.138.247 1,4.775.024 405.0r7 444.773 L4.075.268
2000 338.136 1,4.642.302 4t8.633 14.551.80s 450.925 't4.529.513
2001 w.865 1,4.315.790 n.a n.a 573.6't4 L4:1"47.031,

Sumber: Diolah dari BP$Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan Hukum
(1e98-20011.

Untuk menjadikan UKM di Indonesia menjadi sektor andalan


dalam mengatasi kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, maka harus dilakukan upaya untuk membantu UKM
mengatasi berbagai persoalan yang menghambat perkembangannya
sebagaimana sudah diuraikan di depan. Up,aya tersebut tentu sup tiait
akanberhasil apabila pemerintah tidak memiliki political witl d,anstruteg
Iu_ng
tepat untuk membantu UKM. Kenyataan menunjukkan bahwa
kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk membantu UKM selama
ini masih bersifat sektoral. Strategi kebijakan yang demikian tidak
terelakkan mengakibatkan terjadinya ketumpungtit',aihan antar
departemen dalam pembuatan kebijakan yang menyangkut UKM
Tluput dalam tahap implementasinya. Sebagai akibatnyi, berb agai
kebijakan Pemerint_ah yang dimaksudkan untuk memberdiyakan UI{\rI
menjadi kurang berdampak secara significant terhadup upaya
pemerintah untuk mengambangkan UKM. Terjadinya kesaluhat y*g
demikian tentu saja tidak boleh dibiarkan berkepanjangan. Untuk itu
diperlukan suatu upaya untuk mensinergikan beiu"[ui komponen
pemerintah dalam upaya memberdayakan UKM ini. Dilam salah satu
analisinya Primiana (2005: 52) memberikan solusi terhadap upaya
.rlt"k meningkatkan sinergi kebijakan terhadap UKM dalam rt"*u
sebagai berikul

318
(IIKM) ,,.
Enaan Agus Purananto, Mengkaji Potensi llsaha Kecil dan Menengah

E=FgE*EeaBEaaE

{
E
E
F
E*
{E
ET
tE
-Y EF
3 .E
c gR
IE
E
.E
CD b.\
c ro
tg
c dj
o O
G o
c!
at
t!
'6 cl
d
o ad

.E tr
3r,

= A
Lr
0,)
.o
c.E d
CD
IE
5
(t)
ro

319
lutnal llmu Sosial & Itmu politik, Vol.I0, No, S, Maret 2007

7, Penutup
UKM memiliki potensi yang besar untuk dapat membantu
pemerintah mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Potensi tersebut
salah satunya adalah dalam memberi kesempatan kerja pada jutaan
penduduk di Indonesia yang tidak tertampung di sektor iottr,it atau
sektor usaha besar, penciptaan Produk Domestik Bruto, dan
mendorong eksPot Sayangnya, potensi tersebut selama ini kurang
_
terolah dengan baik. Hal ini karena selama kekuasaan Orde Baru
pemerintah lebih banyak memberi perhatian kepada para pengusaha
besar daripada Pengusaha menengah dan kecil. Namun de*itiury krisis
ekonomi yang terjadi pada tahun 1,997 telah membuka mata
pemerintah bahwa UKM memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibanding
{engan usaha besar. Usaha besar yang selama ini banyak diproteksi
dan diberi fasilitas ternyata banyak yang gulung tikar-dilanda krisis.
Sementara itu UKM yang selama ini termajinalisasikan justru dapat
bertahan dan menjadi katup pengaman bagi ribuan tenaga kerja yi.g
di PHK ketika krisis terjadi.
Melihat potensi uKM, sudah waktunya bagi pemerintah untuk
lgmberi perhatian yang lebih adil kepada UKM dengan membuat
kebijakan-kebijakan yang mampu memberdayakan UKM sehingga ke
depan UKM akan dapat dijadikan sebagai andalan untuk penyerapan
tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan. *****

Daftar Pustaka
Amstrong, HarylY and |im Taylor. (2000). Regional Economics and Policy
(third edition). New York: Harvester wheatsheaf.
Anderson, Dennis. (1982). 'Small-scale industry in developing coun-
tries: a discussion of the issues.' world Deaelopment, 70({1): 913-
948.
Berry, Albert, Edgard Rodrigues, and Henry Sandee. ea02). 'Firm and
8r9uP dlmamics in the small and medium enterprise sector in
Indonesia.' Small Business Economics, (18): 141,-761,.
BPS. (1999-2001'). Profil l-lsaha Kecil Menengah dan Tidak Berbadan
Hukum. ]akarta: BPS.

320
(UKM) "'
Enoan Agus punpanto, Mengkaji Potensi llsahaKecil dan Menengoh

BPS. (2002). Statistik lndonesia' Jakarta: BPS'


BPS. (2003). Data Informasi Kemiskinan.
jakarta: BPS.
BPS'
BPS. (2004). statistik lLsaha Kecil dan Menengah. ]akarta:
Bps. (2004). Penduduk Fakir Miskin. ]akarta: BPS.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan' (2000-2002)'
UKM dalam
A^gka. |akarta: DePerindag'
Induk
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. (2002)' Rencana
Pengembangan Industri Kecil dan Menengah 2002-2004. Jakarta'

Garnaut, R. and Mcleod, R.H. (eds.). (1998). East Asia in


Crisis: From
Being a Miracle to Need.ing one?. London and New York:
Routledge.
Giaoutzi, Maria , Peter Nijkamp and David I' Storey (1988)' Small
and
Meilium Size Enteiprisis anil Regional Deaelopment. London:
Routledge.
Hayter, Roger (2000). The Dinamic of lndusrial Location: The Factory, The
Firm, and The Production System. New York : fohn Willey and
Sons.

]urnal Ekonomi Rakyat Th. II April, 2003. httP: / /

ILO (200 4). Penciptaan Pekeriaan dan Pengembangan uI<NI dan Ekonomi

Mawardi, sulton dan sudarno sumarto, (tt). Kebiiakan Publik !!!g


Memihak orang Miskin (Fokus: Pro-Poor Budgeting), SMERU,
http: / /smeru.or.id
Mubyarto (2003). 'Penanggulangan Kemiskinan di Lrdonesia.' lurnal
' Ekonomi Rakyaf Th. II No. 2, April, 2003. Access via internet:

Mubyarto (2004) Ekonomi dan Kemiskinan. Access via internet httP: / /


www.ekonomiPancasila. org'artikel 26.htm'

321
lutnal Ilmu Sosial & Ilmu politih Vol. I0, No, J, Maret 2007

Perencanaan Program Aksi Penanggulangan Kemiskinan melalui


Pemberdayaan UMKM, http: /www.antara.co.id /seenws '
?id=3656
Primian a, I. (2005). 'Pertegas Upaya Kewenangan Instansi Pembina
UKM.' Kompas 15 Agustus 2005, h.57.
Purwanto, Erwan Agus. (2005a). Ups and Downs in Rural laaanese In-
dustry. Yogyakarta: Grha Guru.
Purwanto, Erwan Agus. (2005b). 'Mencari Format Birokrasi Untuk
Pengembangan UKM di Indonesia.' Erwan Agus Purwanto dan
Wahyudi Kumorotomo (eds.). Birokrasi Publik dalam Sistem Politik
Semi Parlementer. Yogyakarta: Gava Media.
Rietveld, Piet. (1987). Non farm actiuities in rural areas: the case of Indone-
sia. Research Memorandum. Free University, Amsterdam.
Sahdan, Gregorius. (2005). Menanggulangi Kemiskinan Desa, http: '
www.ekonomirakyat. org '^.lisi 22 rtikel 6.htm
Shane, Scott. (2003). A General Theory of Entrepreneurship: The Indiaidual
- Opportunity Nex,us. Massachusetts: Edward Elgar Publishing.
Storey David I. (1981). lThe Role of SME in European Jon Creation:
Key Issues for Policy and Research.' SmaII and Medium Size En-
terprises and Regional Deaelopment. London: Routledge.
Suarez-Villa, Luis. (1,987). 'Entrepreneurship in the space economy.'
Reaeu d'Econome Regional et Urbanaire, (28): 59-76.
Sulistyastuti, Dyuh Ratih (2004). 'Penyerapan Pekerja pada Usaha Kecil
dan Menengah di Indonesia 1998-2007.' Populasi Vol. 15 No. 2
tahun 2004
Sumodiningrat, Gunawan. (2003) . Kebijakan P enanggulangan Kemiskinan
Indonesia 2003: Agenda Kini dan ke Depan.7777?
Susilastuti, D. H. (1991). 'Home-Based Workers in a Garment Indus-
try: Evidence From a Central Javanese Village, Indonesia.' MA
thesis, Florida State University, Tallahassee.
Susilastuti, D. H. (1996). 'Home-Based Work as a Rural Survival Strat-
egy: A Central |avanese Perspective.' Dalam E. Boris and E. Prugl

322
s. Diuni Prihatin, Pottet Buram Pnlindungan Tenaga Keti a lndonesia

1-, Keterbatasan Lapis Pekeria Kasar


Baik di Indonesia mauPun di negeri asing tempat TKI bekerja
tidak memiliki sistem penjaminan yang mamPu melindungi tenaga
kerja dari praktek yang tidak manusiawi. skema penjaminan hak
tenaga kerja, kalaupun ada tidak terimplementasi denga"- b-uik.
Kegigalan dalam implementasi skema penjamlnan ini tidak bisa
ditirn-tut oleh para pekerja karena berbagai keterbatasan yang
dimilikinya.
Sebagian besar tenaga kerja asal Indonesia menekuni pekerjaan
domestik leperti pembat t.r t.r*ah tangga. Mereka tidak memiliki
kemampuan mengiks"r skema penjaminan perlindungan tenaga ke1a.
persoalirmya menjadi sangat serius manakala kita ingat bahwa Indo-
nesia adalah salah satu pengirim terbesar pekerja kasar dan pembultu
rumah tangga (pRT) diri kiwasan Asia Tenggara _D1ta statistik dari
tenaga kerji-kasar yang dikirimk an, 51"/o adalah PRT dan 49o/" lainnya
beke"rja di sektor fot*ul (Kedaulatan Rakyat, 16 Desember 2002).
Kondisi ini sangat tidak menguntungkan, sebab sektor domestik sangat
jauh dari perliidungan ketenagakerjaan TKI yang bekerja di sektor
pertanianf perkebunan lebih parah lagi karena mereka bekerja tanpa
uduttyu puriir,d.tngan kesejahteraan sosial, fasilitas kesehatan serta
fasiliias iainnya di luar upah. Perlindungan tenaga keria di sektor
domestik menjadi semakin sulit, karena kebanyakan tenaga kerja yang
bekerja di sekior domestik merupakan tenaga kerja ilegal'
Tingkat kesulitan dalam penjaminan perlindungan yang
-otefr
dihadapi tenaga kerja Filipina tidaklah setinggi yang diha_dapi
oleh tenaga kerja Indonesia. Mayoritas tenaga kerja mereka adalah
tenaga kerja terdidik. Mereka mengisi formasi paramedis ataupun en-
giniring (Ananta , 2000 : 46). Mereka menemPati pos-pos penting di
inut ne[eri seperti manajer proyek, akuntan dan sekretaris. ]aminan
perlindungan bagi kalangan ini relatif lebih maPan'
Tidak adanya akses terhadap perlindungan tercermin dari
ungkapan: bermod al nekad. Yang menjadi kehirauan utama TKI adalah
dapat segera lepas dari belenggu kemiskinan. Dengan
^git
pErtimbu.g* it i merekibankan rela memb ay_?r sejumlah uang kepada
Penyalur fasa Tenaga Kerja Indonesia (PITKI).

329
lurnal IImu Sosial & Ilmu Politik, Vol.7l,No. 3, Marct 2N)7

Keterbatasan yang dihadapai TKI adalah dalam beradaptasi


dalam lingkungan kerja yang berbeda dengan lingkukan kerja di tr,-
donesia. Naim (dalam Haris, 2009 : 12) mempLrlihatkan bahwa
ketidaktahuan akan kultur membuat sering terjadi salah pengertian
1!ara majikan dan peke1d, karena budaya negara yang dituju bersifat
individualistis. Bagi yarrg bekerja di Timur Tengah, kondisi geografis
memPengaruhi tingkat kebetahan bekerja. Kekerasan bisa diakibatkan
karena ketidakbetahan pekerja yang membuat majikan marah. Hal ini
diperparah dengan jarak antar rumah yang cukup jauh dan lingkungan
kerja yang tertutup seperti benteng, sehingga kasus penganlayain/
pemerkosaan begitu terbuka untuk terjadi tanpa diketahui banyak or-
lng. Minimnya pengetahuan tentang aturan hukum yang berlaku dan
kemana mengadu, membuat banyak pekerja terutama tenaga kerja
wanita yang korban kekerasan hanya bisa pasrah (Sutadi, 2003).
Kerentanam TKI terhadap tindak kekerasan dan penganiayaan
dari majikan ataupun perusahaan-perusahaan terkait dengan kuilitas
yang mereka sebagai tenaga kerja. Mayoritas mereka berpendidikan
rendah. Sebuah survei tentang kualitas tenaga kerja menempatkan TKI
dalam urutan ke 172 di tingkat dunia. Dalam Asean SkiU Competition
(4scl yang diikuti perwakilan pekerja di negara-negara ASEAN di
Jakarta yahun 2002 yang lalu, TKI hanya menempati.urutan kelima di
bawah Vietnam.

2. Kelemahan Perantara
Keberangkatan pekerja Indonesia ke luar negeri pada umumnya
menggunakan iaT perantara, yakni Biro-biro Penyui rt
Jasa Tenaga
Kerja Indonesia/BPJTKI). Biro-biro ini mendapaikan amanat diri
pemerintah, dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja untuk
menyelenggaraku" embatani permintuur, ler,uga kerja dari
-qgsj penjtenaga
luar negeri dengan kelebihan kerja di dalam negerilpenjaminan
keselamatan dan perlakukan semena-mena ikut j"gu diamanatkan
lembaga ini. Oleh karena itu, kemampuan .iui kesediaan biro-
-kgnuau
biro ini sangat berarti bug TKI.
Meskipun Indonesia lama mengirim tenaga kerja ke luar negeri,
lamun sampai saat ini belum memberrakukan standar yang dipat
dijadikan sebagai pedoman bagi BPJTKI. Di sisi larn, BPITK1 ini *u"yLai
semacam underbouu)-nya Departemen Tenaga Kerja. Munculnya

330
JOURNAL OF INDONESIAN APPLIED ECONOMICS

TELAAH KRITIS KEBIJAKAN PENANGGULAN KEMISKINAN DALAM


TINJAUAN KONSTITUSI

Multifiah
Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Brawijaya

ABSTRACT
This paper aims to examine several poverty alleviation programs which have been
done for periods of time and evaluate the programs constitutionally in the framework
of UUD 1945. The study finds that there are many programs held by the government,
yet their mostly obstacles are overlapping objectives and the problem of corruption
and collusion. Moreover, the absence of clear guidance makes the conditions worse.
UUD 1945 focuses in how to reduce poverty through basic needs fulfillment such as
educations, health, and social safety net, which are needed as key ingredients to suc-
ceed sustainable poverty alleviation programs.

Keywords: poverty alleviation programs, UUD 1945.

A. LATAR BELAKANG
Kemiskinan merupakan masalah utama pembangunan yang sifatnya kompleks dan multi
dimensional. Persoalan kemiskinan bukan hanya berdimensi ekonomi tetapi juga sosial, budaya,
politik bahkan juga ideologi. Secara umum kondisi kemiskinan tersebut ditandai oleh kerentanan,
ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi dan
kebutuhannya.
Pengalaman penanggulangan kemiskinan pada masa lalu telah memperlihatkan berbagai
kelemahan, antara lain: (i) masih berorientasi kepada pertumbuhan makro tanpa memperhatikan
aspek pemerataan, (ii) kebijakan yang bersifat sentralistik, (iii) lebih bersifat karikatif daripada
transformatif, (iv) memposisikan masyarakat sebagai obyek daripada subyek, (v) orientasi
penanggulangan kemiskinan yang cenderung karikatif dan sesaat daripada produktivitas yang
berkelanjutan, serta (vi) cara pandang dan solusi yang bersifat generik terhadap permasalahan
kemiskinan yang ada tanpa memperhatikan kemajemukan yang ada. Karena begitu beragam
sifat tantangan yang ada, maka penanganan persoalan kemiskinan harus menyentuh dasar sumber
dan akar persoalan yang sesungguhnya, baik langsung maupun tak langsung.
Masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia menunjukan bahwa program-program
penanggulangan kemiskinan selama ini perlu dievaluasi baik ditingkat nasional maupun daerah.
Beberapa contoh program penanggulangan kemiskinan di tingkat nasional diantaranya adalah
program bantuan Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) dalam bidang pangan, Asuransi
Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin) untuk bidang kesehatan, dan Bantuan Langsung Tunai
(BLT). Sedangkan level propinsi, Jawa Timur memiliki program kemiskinan yang pernah
dilaksanakan yaitu Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gardutaskin) yang pernah
dilaksanakan, Program Aksi Mengatasi Dampak Kenaikan Bahan Bakar Minyak (PAM DKB),

1
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

yang kemudian diganti dengan Jaring Pengaman Ekonomi Sosial (JPES). Bahkan, satu keluarga
miskin bisa mendapatkan bantuan dari beberapa program penanggulangan kemiskinan oleh
pemerintah.
Dengan banyaknya program penanggulangan kemiskinan tersebut, tetapi jumlah penduduk
miskin masih tinggi, maka diperlukan evaluasi secara terintegrasi. Salah satu poin utama evaluasi
tersebut adalah memahami kembali makna dan nilai-nilai kemiskinan serta tujuan nasional seperti
yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar negara 1945. Dengan pemahaman yang sama
tentang kedua hal tersebut maka formulasi kebijakan penanggulangan kemiskinan dapat terarah
dan terencana dengan baik. Oleh karena itu, kajian mengenai reformulasi strategi penanggulangan
kemiskinan dalam tinjauan konstitusi perlu dan penting untuk dilakukan. Berdasarkan latar belakang
di atas, tujuan dari kajian ini adalah untuk 1). Mengevaluasi berbagai program penanggulangan
kemiskinan yang telah dilakukan selama ini; dan 2). Memformulasikan strategi penanggulangan
kemiskinan berdasarkan tinjauan konstitusi.

B. KAJIAN TEORITIS

Pembangunan dan Kemiskinan: Suatu Korelasi


Pada dasarnya pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan suatu kemakmuran.
Padahal kemakmuran itu sendiri berdimensi sangat luas dan lebih bersifat abstrak. Dari sisi
pemikiran, hubungan antara pembangunan ekonomi dan kemakmuran telah dikaji salah satunya
oleh aliran neo klasik. Dalam neo klasik pembangunan dititik beratkan untuk mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan peningkatan pendapatan yang sebesar-besarnya.
Namun demikian, mengutip pernyataan Alfred Marshall yang mengemukakan bahwa para
ekonomi neo klasik merupakan orang-orang yang sederhana, bersahaja, dan selalu prihatin atas
berlangsungnya keadaan ketimpangan dalam pembagian kekayaan antara anggota-anggota
masyarakat. Kutipan Alfred Marshall tersebut adalah sebagai berikut (Mubyarto, 1995):
The find is that nearly all the founders of modern economics were man of gentle and
sympathetic temper, touched with enthusiam of humanity. They cared little for wealth
for themselves; they cared much for its wide diffusion among the masses of the people.
They opposed antisocial monopolies however powerful They were without exception
devoted to the doctrine that the wellbeing of the whole people should he the ultimate
goal of all private effort and all public policy. But they were strong in courage and
caution, they appeared cold, because they would not assume the responsibility of ad-
vocating rapid advance on untried paths, for the safety of which the only guarantees
offered were the confident hopes of men whose imaginations were eager hut not stead-
ied by knowledge nor disciplined by hard thought.
Tetapi akhir-akhir ini sejumlah ekonom tidak hanya melihat pembangunan sebatas kepada
peningkatan pertumbuhan saja. Pembangunan dilihat dari dimensi yang jauh lebih luas, diantaranya
dengan melihat penurunan tingkat kemiskinan sebagai salah satu indikator keberhasilan
pembangunan.
Meier (1976) menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai ‘proses’
yang melalui proses ini pendapatan riil per kapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka

2
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

panjang dengan syarat bahwa sejumlah orang yang hidup di bawah ‘garis kemiskinan mutlak’
tidak naik dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang. Selain itu suatu kemajuan
pembangunan dapat diukur secara lebih berimbang dengan melihat penurunan tingkat kemiskinan
daripada peningkatan lebih lanjut kekayaan orang-orang yang sudah makmur (Sen, 2000).
Menurut Swasono (2002), pembangunan adalah memberdayakan (empowering) rakyat
atau meningkatkan produktivitas rakyat dan menghentikan peminggiran atau pelumpuhan
(disempowering) rakyat, merubah secara struktural posisi rakyat miskin yang dipersepsikan
sebagai beban pembangunan menjadi aset pembangunan. Pembangunan ekonomi yang meng-
gusur rakyat, mendorong disintegrasi sosial bangsa dan memperpuruk negara merupakan suatu
default of development Sebab pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk menggusur
kemiskinan, bukan menggusur orang miskin (to remove poverty, not to remove the poor).
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan telah memberikan sumbangan yang
tidak sedikit terhadap kemakmuran umat manusia. Namun juga tidak bisa dibantah bahwa
pembangunan disisi lain justru menciptakan kemunduran yang luar biasa dalam kehidupan manusia.
Apabila planet yang dihuni oleh manusia ini dikapling berdasarkan luas wilayahnya, maka
kemiskinan dan pengangguran memiliki area yang jauh lebih luas daripada area kemakmuran.
Dalam dimensi yang lebih luas, pembangunan didefinisikan sebagai sebuah kebebasan bagi seluruh
masyarakat untuk melaksanakan sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan norma dan aturan
hukum yang berlaku (Sen, 1999).
Dengan definisi-definisi pembangunan yang disebutkan diatas, tersirat bahwa tidak ada
hubungan positif antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan. Tetapi suatu
negara yang memiliki tingkat pendapatan per kapita yang tinggi belum tentu tingkat kemiskinan
penduduknya akan rendah. Demikian juga sebaliknya bila tingkat kemiskinan di suatu negara
tersebut sangat tinggi bukan berarti tingkat pendapatan perkapitanya lebih rendah daripada negara
yang memiliki tingkat kemiskinan rendah. Hal tersebut tergantung dari proses perencanaan
pembangunan yang dijalankan di masing-masing negara tersebut.
Pola hubungan antara pertumbuhan ekonomi yang cukup terkenal selama ini berdasarkan
dan Hipotesis Kuznets dengan model kurva U terbaliknya. Hipotesis Kuznets tersebut
menunjukkan adanya hubungan negatif antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat
kemiskinan. Sebaliknya hubungan pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan ekonomi
adalah positif. Selain itu Hipotesis Kuznets juga menyebutkan dalam jangka pendek ada korelasi
positip antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan kesenjangan pendapatan. Namun
dalam jangka panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif. Artinya dalam jangka
pendek meningkatnya pendapatan akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan,
namun dalam jangka panjang peningkatan pendapatan akan diikuti dengan penurunan kesenjangan
pendapatan. Kuznets juga menyimpulkan bahwa pola hubungan yang positif kemudian menjadi
negatif, rnenunjukkan terjadi proses evolusi dan distribusi pendapatan dari masa transisi suatu
ekonomi pedesaan (rural) ke suatu ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industri.
Akan tetapi juga tidak dapat disimpulkan secara langsung bahwa pertumbuhan ekonomi
yang pesat selalu disertai kemerosotan dalam tingkat kemiskinan dan pembagian pendapatan.
Hal itu tergantung dan kondisi khusus yang terdapat di masing-masing negara berkembang serta
kebijaksanaan ekonomi khusus yang ditempuh oleh berbagai negara tersebut (Basri, 1995).

3
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

Definisi dan Ukuran kemiskinan


Menurut Arsyad (1992), kemiskinan dapat diamati sebagai kondisi anggota masyarakat
yang tidak atau belum ikut serta dalam proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan,
baik kemampuan dalam pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai
sehingga tidak mendapatkan manfaat dan hasil proses pembangunan. Kemiskinan dalam penelitian
yang dilakukan (Ngatimin, 2001) didefinisikan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang pokok. Kemiskinan dipandang sebagai “ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasikan kekuatan basis sosial.” Basis kekuatan sosial meliputi (tidak terbatas pada):
modal yang produktif, atau assets (misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehaan, dan lain-
lain); sumber-sumber keuangan (income dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik
yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi,
dan lain-lain).
Kemiskinan muncul sebagai akibat dan adanya situasi ketidakadilan, ketimpangan serta
ketergantungan dalam struktur masyarakat. Chambers (1995) mengatakan bahwa inti dari
masalah kemiskinan ini sebenarnya terletak pada apa yang disebut dengan “deprivation trap”
atau perangkap kemiskinan, dimana secara rinci deprivation trap terdiri dan lima unsur sebagai
penyebab kemiskinan, yaitu: ketidakberdayaan (power1esness), kerawanan, ketidaksempurnaan
pasar, keterbelakangan, ketertinggalan, kekurangan modal atau kerentanan (vulnerability),
kelemahan fisik (physical weakness), kemiskinan (poverty) dan isolasi (isolation).
Pada umumnya ada dua macam ukuran kemiskinan yang sering digunakan yaitu kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diartikan sebagai suatu keadaan dimana
tingkat pendapatan absolut dan suatu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya,
sepenti pangan, sandang, pemukiman, kesehatan dan pendidikan. Besarnya atau dimensi masalah
kemiskinan absolut tercermin dari jumlah penduduk yang tingkat pendapatan atau tingkat
pemukiman, kesehatan dan pendidikan. Besarnya atau dimensi masalah kemiskinan absolut
tercermin dan jumlah penduduk yang tingkat pendapatan atau tingkat konsumsinya berada di
bawah ‘tingkat minimum’ yang telah di tetapkan diatas (Basri 1995).
Sedangkan konsep kemiskinan relatif bersifat lebih dinamis daripada konsep kemiskinan
absolut. Karena menurut konsep ini kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitar-
nya, daripada lingkungan yang bersangkutan (Oktaviani, 2001). Oleh sebab itu, dengan konsep
ini kemiskinan akan tetap selalu ada berdasarkan ketimpangan yang terjadi antara golongan atas
dengan golongan bawah di dalam suatu lingkungan tersebut.
Ukuran kemiskinan yang dianut oleh negara negara dan standar Bank Dunia, ternyata
secara empiris kadang kadang kurang bisa menjelaskan fenomena kemiskinan. Terutama, mem-
bandingkan kemiskinan dengan kesejahteraan. Tidak semua kemiskinan identik dengan
ketidaksejahteraan, demikian juga tingkat pendapatan yang tinggi, belum mencerminkan tingkat
kesejahteraan yang tinggi. Sen poverty index (SPI) yang merupakan formula yang digunakan
untuk mengukur indeks kemiskinan, ternyata tidak mampu mengukur tingkat kesejahteraan. SPI
yang lebih mendasarkan pada poverty head account ratio yang diambil dari penyebaran
pendapatan per kapita (koefisien Gini) ternyata hanya mengukur kemiskinan dari tingkat
pendapatan. Apakah tingkat pendapatan tersebut mencerminkan kemiskinan? Jawaban
pertanyaan ini bisa betul dan bisa tidak, tergantung bagaimana pola konsumsi, pola kehidupan
serta faktor jaminan keamanan akan kehidupan dari setiap negara kepada penduduknya.

4
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

Dalam kasus Indonesia, secara umum memakai standar pengukuran kemiskinan dari standar
Bank Dunia. Namun beberapa pendekatan atau tepatnya penyesuian dilakukan oleh Biro Pusat
Statistik (BPS) dalam menghitung batas miskin. Kajian utama didasarkan pada ukuran pendapatan
(ukuran finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dan besarnya rupiah yang dibelanjakan per
kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk
kebutuhan makanan digunakan patokan 2100 kalori perhari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan
minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang
dan jasa. Pengeluaran bukan makanan ini dibedakan antara perkotaan dan pedesaan.
Sedangkan ukuran lain dari kemiskinan berdasarkan Pedoman Umum P2KP (2002) di-
nyatakan secara lebih umum. P2KP mendefinisikan bahwa rumusan kemiskinan setempat yang
disepakati oleh warga, termasuk di dalamnya adalah masyarakat yang telah lama miskin,
masyarakat yang penghasilannya merosot, dan tidak berarti akibat inflasi, serta masyarakat
yang kehilangan sumber nafkahnya dikarenakan krisis ekonomi.

Kemiskinan dalam Tinjauan UUD 45


Seperti yang tertulis pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945:
…membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indone-
sia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial….
Inilah tujuan nasional yang menjadi landasan awal penanggulangan kemiskinan di Indo-
nesia. Tentunya dalam menanggulangi kemiskinan harus diketahui dahulu makna kemiskinan
dan juga kesejahteraan. Sehingga awal dan akhir dari tujuan yang ingin dicapai dapat diketahui.

Makna Kemiskinan Menurut UUD 1945


Kemiskinan mempunyai makna yang sangat luas hal ini yang menyebabkan makna ke-
miskinan mengalami koreksi tiap waktu. Secara konvensional kemiskinan dimaknai dengan pen-
dapatan yang kurang dikarenakan distribusi kekayaan yang tidak merata yang menyebabkan
seseorang atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan sehari-hari.
Parameter untuk mengetahui pendapatan yang kurang adalah pengeluaran rumah tangga yang
amat rendah. Dengan pengertian kemiskinan ini tentunya yang harus dilakukan pemerintah
mengusahakan agar pendapatan dari seseorang dapat ditingkatkan sehingga memenuhi kebutuhan
dasar untuk kehidupan sehari-hari.
Makna konvensional kemiskinan tersebut kemudian mengalami koreksi. Kemiskinan tidak
hanya menyangkut kesenjangan pendapatan. Pada pertengahan 1980-an muncul rumusan definisi
baru: “Kemiskinan harus dimaknai: orang, keluarga, dan sekelompok masyarakat yang memiliki
keterbatasan sumber daya material, sosial, dan budaya, sehingga menghalangi mereka untuk
dapat hidup layak menurut ukuran paling minimal di suatu negara tempat mereka bermukim”
(Komisi Eropa, 1984 dalam Alhumami, 2009).
Makna kemiskinan menjadi perdebatan dikalangan sarjana sehingga kemiskinan tidak lagi
bermakna kesenjangan pendapatan atau tidak meratanya distribusi kekayaan, tetapi lebih di-
tekankan pada pemerataan kesempatan untuk mendapatkan hak-hak dasar, yang dimulai sejak
manusia lahir. Pergeseran makna kemiskinan ini jelas terlihat dalam laporan Bank Dunia, Equity

5
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

and Development (2006 dalam Alhumami, 2009), membahas isu pembangunan sosial dengan
pendekatan lintas ilmu dan analisis multidimensional.
Pergeseran makna kemiskinan tersebut tentunya menjadikan parameter kemiskinan menjadi
berbeda dari sebelumnya. Sebelumnya kemiskinan yang hanya dilihat dari kurangnya pendapat
yang dapat diketahui dari pengeluaran rumah tangga yang amat rendah, untuk selanjutnya hal ini
tidak dapat dipakai untuk melihat tingkat kemiskinan.
Kemiskinan oleh Bappenas (2005) didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mem-
pertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi kemiskinan ini ber-
anjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin, baik laki-laki
maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lain-
nya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga ke-
gagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok
orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Definisi
kemiskinan oleh pemerintah ini sebenarnya sudah termasuk mencakup untuk menanggulangi
krisis multidimensi. Kemiskinan diartikan sebagai pelanggaran hak dari seseorang atau kelompok
masyarakat. Hak-hak dari setiap warga Negara Indonesia ini telah tertuang dalam UUD 1945.

C. METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Menurut Indriantoro dan Supomo
(2002) penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta
saat ini dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki.

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data
sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data sekunder
merupakan data yang tidak diperoleh dari sumbernya langsung, melainkan sudah dikumpulkan
oleh pihak lain. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, yaitu
pengumpulan data baku yang diperoleh pada Instansi atau Organisasi yang ada, baik pemerintah
maupun swasta. Sumber data sekunder berasal dari beberapa instansi yang berwenang dalam
pengeluaran data yaitu, Badan Pusat Statistik dan intansi-intansi terkait serta berbagai hasil
penelitian yang berkaitan dengan kajian ini.
Sedangkan data primer diperoleh langsung melalui depth interview atau wawancara secara
mendalam oleh peneliti. Dalam melakukan wawancara tersebut peneliti akan menggunakan
pedoman interview yang telah disusun sebelumnya sehingga akan menghasilkan interview yang
terarah sesuai dengan tujuan penelitian.Selain itu peneliti juga akan melakukan focus group
discussion dengan bebera pakar yang berkaitan dengan penelitian ini

6
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

Metode Analisis
Dalam upaya mereformulasi strategi penanggulangan kemiskinan dalam tinjauan konstitusi,
peneliti akan menggunakan metode penelitian eksploratif. Jenis penelitian ini berusaha mencari
ide-ide atau hubungan-hubungan yang baru. Metode ini sangat fleksibel dalam pencarian gagasan
dan ide serta petunjuk mengenai kondisi dan situasi yang berkaitan dengan permasalahan yang
dikaji sehingga dapat memformulasikan kebijakan atau strategi yang tepat.
Dengan metode penelitian ini, peneliti akan menggali permasalahan yang berkaitan dengan
penanggulangan kemiskinan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan semua
dokumen yang berkaitan dengan program-program penanggulangan kemiskinan termasuk aspek
keberhasilan dan kegagalannya. Selanjutnya mengidentifikasi permasalahan mulai dari gejala
sampai masalah yang mendasar. Setelah proses identifikasi selanjutnya peneliti akan
mengklasifikasikan masalah dan mendesain kebijakan perencanaan pembangunan ekonomi yang
tepat yang diarahkan pada formulasi strategi penanggulangan kemiskinan.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Program Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan di Berbagai Negara


Kemiskinan merupakan penyakit kronis yang menjangkit hampir semua negara di dunia.
Karena itu sudah banyak hal yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka memutus ling-
karan setan kemiskinan tersebut, yang harus diketahui dan dipelajari tingkat keberhasilannya.

Peran micro finance dalam program pengentasan kemiskinan di Malaysia


Malaysia merupakan negara multirasial yang dapat dianggap telah berhasil dalam pem-
bangunan ekonominya. Malaysia merancang program pembangunannya sejalan dengan pro-
gram untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan memperkecil angka ketimpangan pen-
dapatan, tanpa mengabaikan aspek keberagaman yang juga berhasil dihimpunnya dalam suatu
harmoni.
Secara konstitusi program pengentasan kemiskinan yang diusung oleh Malaysia di tuang-
kan dalam kebijakan nasional inti yang secara ideologi mengacu pada pemikiran bahwa ter-
wujudnya pertumbuhan ekonomi yang mapan tidak lepas dari usaha pemerintah untuk
mensejahterakan rakyatnya (dalam hal ini mengurangi jumlah penduduk miskin dan distribusi
pendapatan yang merata). Kebijakan ini –New Economic Policy (NEP) dan National Develop-
ment Policy (NDP)- bersandar pada filosofi bahwa tujuan dari pembangunan negara adalah
kesatuan negara (national unity). Tujuan tersebut dapat dicapai dengan program poverty alle-
viation dan restrukturisasi masyarakat Malaysia.
NEP tercatat sebagai program pengentasan kemiskinan yang sukses dicanangkan oleh
pemerintahan Malaysia dimana program ini telkah mengurangi angka kemiskinan di Peninsular
dari 49,3% di tahun 1970 menjadi 15% di tahun 1990. Selanjutnya di Sabah dan Sarawak berturut-
turut 58,3% dan 56,5% ditahun 1976 menjadi 34,3% dan 21% ditahun 1990, serta di beberapa
wilayah lain di Malaysia, sehingga secara nasional angka kemiskinan Malaysia menurun dari
42,4% ditahun 1976 menjadi 17,1% tahun 1990 dan 9,6% ditahun 1995.

7
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

Capaian yang sungguh luar biasa ini tidak lepas dari peran micro finance program yang
merupakan bagian dari NEP. Program ini secara garis besar merupakan replikasi dari Grameen
Bank’s yang tujuan utamanya adalah memberikan pinjaman dari pintu ke pintu (doorsteps) dalam
rangka menjangkau masyarakat miskin yang tidak tersentuh oleh lembaga keuangan formal
seperti bank, credit union, koperasi, dan sebagainya. Micro finance memberikan kredit sekitar
RM 10,000 dan sebagian besar digunakan untuk mendanai usaha kecil, pinjaman untuk pertanian
dan lain-lain yang bersifat mengurangi kemiskinan.
Dengan adanya program kredit untuk masyarakat kecil ini Malaysia, dalam tiga dekade
terakhir, mampu memiliki prestasi mengesankan dalam aspek penanggulangan kemiskinan, ter-
utama dalam hal income generation, pemeliharaan kesehatan, dan pendidikan. Meskipun secara
income perkapita, Malaysia belum termasuk negara dengan golongan penduduk berpendapatan
tinggi, namun dilihat dari jumlah penikmat teknologi terkini, Malaysia cukup dapat dianggap
sangat berhasil. Sebagai gambaran, jumlah komputer/orang yaitu 147 PC per 100 orang, dan
pengguna internet mencapai angka 320 pengguna per 1000 orang. Sebagai tambahan, Malaysia
juga memiliki angka buta huruf yang rendah, yaitu 12% (1997) dan 60% penduduknya tinggal di
perkotaan. Akses terhadap basic needs seperti di atas lah yang membuat pertumbuhan ekonomi
Malaysia boleh dikatakan mapan. Aliran modal masuk turut mempercepat terciptanya suatu
kondisi perekonomian yang kondusif dalam pengentasan kemiskinan.
Akses terhadap micro credit bisa jadi alasan yang masuk akal dalam rangka mencapai
angka fantastis di atas. Akses terhadap kredit sangat krusial karena dapat membuat masyarakat
miskin memberdayakan pengetahuan dan skill-nya dengan membeli aset untuk menambah
penghasilan mereka. Satu alasan terpenting berkenaan dengan keberhasilan micro finance pro-
gram dalam mengentaskan kemiskinan adalah kebijakan pemerintah yang kondusif dan
mendukung program tersebut.Sehingga baik lender maupun borrower dapat mengoptimalkan
peran mereka masing-masing.

Mahasastra Employment Guarantee Scheme di India


Program ini secara umum merupakan program pengentasan kemiskinan melalui pemberian
jaminan hidup bagi masyarakat miskin, bahwa mereka dijamin akan dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya. Pemikiran ini berawal dari kebanyakan masyarakat India yang masih mengandalkan
musim dalam bertani. Sehingga ada kalanya mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari dikarenakan pekerjaan yang seasonal dan risky. Pemerintah, melalui program ini
berusaha meminimalisir resiko tersebut dengan menjamin bahwa mereka akan mendapatkan
upah setara dengan upah minimum bila mereka bekerja pada pemerintah dalam hitungan jam
tertentu per harinya. Dengan kata lain, siapa yang ingin mendapatkan pekerjaan dengan upah
setara dengan upah minimum tersebut, pemerintah akan menyediakan pekerjaan itu. Mereka
yang bekerja dengan rajin dan sesuai dengan perjanjian mengenai lama kerja per hari lah yang
nanti akan mendapatkan upah sebesar upa minimum yang berlaku tadi.
Rasa aman yang diciptakan oleh program ini lambat laun kan berdampak pada karakter
masyarakat yang menjadi rajin dan optimal dalam bekerja. Ini merupakan pioner suksesnya
program pengentasan kemiskinan tersebut. Karena dengan jaminan bahwa mereka mendapat
akses ke segala macam kebutuhan pokok, maka mental miskin, suka meminta-minta, lama kelamaan
akan terkikis dan digantikan dengan sikap yang lebih positif, mau bekerja keras dan ingin menhadi
manusia yang lebih baik.

8
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

Fifth National Development di Thailand


Fifth National Development Plan adalah rencana jangka menengah yang difokuskan
pada program dan kebijakan pemerintah terhadap tujuan yang diinginkan yang telah ditentukan
timeframe-nya. Latar belakang diluncurkannya program ini adalah untuk mengurangi angka
kemiskinan di Thailand. Penekanan dari program ini dalam hal poverty reduction ialah penciptaam
lapangan kerja melalui partisipasi masyarakat, seperti yang tersurat dalam temanya yaitu “broad
based wealth and job creation through citizenry participation and technological advance-
ment”. Adapun fokus dari program ini antara lain mencakup bidang keamanan, memajukan
sains dan teknologi, memperluas akses masyarakat terhadap pelayanan jasa sosial, keseimbangan
desa dan kota, kemudahan akses terhadap infrastruktur.
Dengan melihat tema dan fokus strategi dari program ini, maka beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian ialah penekanan terhadap metode yang digunakan yaitu mengutamakan
keterlibatan masyarakat. Sehingga dampaknya yaitu masyarakat yang merasa dilibatkan dalam
memajukan negaranya ini akan merasa dirinya penting dan berperan dalam proses pemba-
ngunan. Hal ini akan memberikan atmosfir positif bagi percepatan tercapainya tujuan program
tersebut yaitu salah satunya adalah pengentasan kemiskinan. Selain itu, program tersebut juga
menyoroti pentingnya akses masyarakat terhadap infrastruktur, sehingga distribusi menjadi lebih
merata dan kebutuhan paling pokok masyarakat menjadi prioritas utama untuk dipenuhi.

Perkembangan Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Periode orde lama (tahun 1960-an)


Program penanggulangan kemiskinan di Indonesia sudah dilaksanakan pemerintah semenjak
orde lama tepatnya sejak tahun 1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
yang tertuang dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede).
Berdasarkan TAP MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969, pola pembangunan pada masa itu
lebih ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang merata.
Pembangunan pada saat itu berorientasi pada peningkatan pendapatan nasional yang mem-
bentuk kemakmuran rakyat Indonesia (Biro Perancangan Negara, 1956). Kemakmuran di
wujudkan melalui berbagai kebijakan yang akan meningkatkan pendapatan secara mandiri. Bidang
pendidikan, perumahan, dan kesehatan, mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.
Kemudian dilanjutkan kebijakan untuk peningkatan pendapatan nasional dan keluarga. Program
peningkatan kualitas penduduk secara lengkap tertuang dalam dokumen Pembangunan Nasional
Berencana Delapan Tahun (Penasbede, tahun 1961-1969).
Dari gambaran kebijakan pemerintah pada masa itu terlihat jelas bahwa peningkatan kua-
litas masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan merupakan tujuan utama pembangunan.
Namun pada pelaksanaannya, pembangunan terhenti akibat krisis politik pada masa tahun 1965.
Krisis politik pada saat itu justru menambah jumlah masyarakat miskin. Hal ini disebabkan inflasi
yang sangat tinggi yang mencapai 650 %.
Kegagalan dalam penanggulangan kemiskinan ini bukan semata-mata kesalahan dari pe-
merintah. Akan tetapi dikarenakan kondisi pada saat itu yang tidak menguntungkan untuk pem-
bangunan. Kecenderungan dunia pada saat itu adalah pada politik, dan politik jarang bermakna

9
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

membangun karena intinya adalah power strunggle. Kegagalan pembangunan pada saat itu
lebih disebabkan beberapa faktor yaitu: (1) kurangnya pemahaman akan pembangunan yang
memberdayakan masyarakat (pembangunan tidak berbasis rakyat), (2) rakyat dijadikan basis
ideologi politik, dan (3) kurangnya kecakapan.
Selain itu program dan rencana yang disusun lebih di dominasi oleh kepentingan individu
atau pribadi, dan partai lebih dominan daripada pemerintah. Sistem pemerintahan pada saat itu
juga cenderung terpengaruh sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat
yaitu liberalis (1950-1957) dan etatisme (1958-1965).
Sistem etatisme tersebut mengakibatkan: (1) rusaknya sarana produksi dan komunikasi,
(2) hutang luar negeri untuk membiayai politik mercusuar, (3) defisit anggaran negara di biayai
dengan mencetak uang baru sehingga inflasi sangat tinggi. Kepentingan-kepentingan politik itulah
yang menyebabkan tidak terlaksanakannya program pembangunan untuk menanggulangi
kemiskinan, tetapi malah sebaliknya semakin menambah jumlah masyarakat miskin.

Periode orde baru


Awal orde baru merupakan masa perbaikan seluruh sektor kehidupan kehidupan termasuk
sektor ekonomi. Perbaikan itu lebih ditujukan untuk dua tujuan besar yaitu membersihkan sisa-
sisa faham dan sistem perekonomian yang lama (liberal dan etatisme), dan menurunkan laju
inflasi yang sangat tinggi. Tercatat inflasi tahun 1966 sebesar 650 %, tahun 1967 tercatat 120 %,
1968 sebesar 85 %, dan 1969 tercatat 9,9 %. Setelah perekonomian mulai stabil pemerintah
baru mengeluarkan program-program pembangunan terutama untuk menanggulangi kemiskinan.
Mulai tahun 1970-an pemerintah memulai kembali program penanggulangan kemiskinan
melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)dan Pembangunan Jangka Panjang (PJP)
25 tahunan. Mulai saat itu tujuan pokok perangkat kebijakan ekonomi adalah didalam suatu
sistem ekonomi campuran, yaitu untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang setinggi-
tingginya. Semua perangkat kebijakan ekonomi yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan
kebijakan luar negeri diformulasikan agar mampu mendorong tingkat pertumbuhan melalui
pertambahan investasi baik di sektor swasta maupun pemerintah.
Pada era orde baru ini berdasarkan sasarannya pembangunan pemerintah dibagi menjadi
dua periode:

1. Periode tahun 1974-1988


Rencana pembangunan lima tahun (Repelita) yang dijalankan pemerintah, khususnya
Repelita I-IV di tempuh melalui program sektoral dan regional. Program sektoral merupakan
program yang berorientasi pada peningkatan produksi dan pembangunan sarana dan prasarana
yang menu njang pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs approach) sepereti sandang, pangan,
kesehatan. Sedangkan program regional untuk pengembangan potensi dan kemampuan sumber
daya manusia khususnya daerah.
Untuk lebih mempermudah bagaiman pelaksanaan program sektoral dan regional digam-
barkan sebagai berikut: Pertama, program sektoral merupakan program untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pencapaian sasaran pembangunan darsi sektor tertentu.
Pembangunan ini dilaksanakan di daerah sesuai kondisi dan potensinya. Biaya dari program ini
dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) dan dilaksanakan oleh

10
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

berbagai instansi dan lembaga pemerintah tingkat pusat. Pelasanaan program ini dilaksanakan
oleh instansi sektor terkait dari tingkat kantor wilayah, direktorat jenderal, hingga tingkat menteri.
Sebelum program sektoral dilaksanakan dilakukan perencanaan untuk memproyeksi sa-
saran pembangunan sektor. Perencanaan sektoral disusun oleh Bappenas dan digunakan se-
bagai pedoman menyusun rencanca program lembaga. Agar masing-masing program terjadi
sinkronisasi maka dilakukan koordinasi melalui Bappeda.
Program sektoral diarahkan untuk peningkatan peran serta dan pendapatana masyarakat
berpenghasilan rendah dengan penyediaan kebutuhan dasar. Hal ini memberikan kesempatan
kepada masyarakat miskin untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang memberikan
penghasilan. Kegiatan ini diprioritaskan untuk masyarakat desa yang miskin untuk meningkatakan
sumber daya manusianya dan menguatkan permodalan. Program ini di dukung dengan pelatihan-
pelatihan mulai dari penghimpunan permodalan, penguasaan teknik produksi, pemasaran dan
pengelolaan surplus. Namun hal ini hanya berlangsung sampai repelita ke IV. Untuk selanjutnya
program sektoral lebih diarahkan pada industry, pariwisata, dan perhubungan.
Meskipun sudah dianggap baik dalam prakteknya program sektoral ini masih didominasi
oleh instansi vertikal. Sehingga keadaan yang sebenarnya dari desa tidak dapat digambarkan.
Kelemahan program ini yaitu tidak jarang pelaksanaannya tidak berbedoman pada prioritas
kebutuhan desa dan efisiensi program ini. Program ini secara makro juga menimbulkan
ketimpangan antar sektor, sehingga ditempuh kebijakan regional.
Kedua, program regional merupakan program yang berorientasi pada kepentingan daerah
untuk menyerasikan dan mempercepat pembangunan daerah. Program ini disesuaikan dengan
kebutuhan daerah dan kemampuan dari daerah tersebut. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan daerah dan menghilangkan kemikinan didaerah tersebut yang disesuaikan dengan
kemampuan masyarakat setempat. Dalam program regional ini ada beberapa program yang
dilaksanakan yaitu:
a. Program inpres
Program inpres memiliki beberapa tujuan antara lain: (1) pemerataan pembangunan, (2)
mengurangi kesenjangan pendapatan dan mengurangi kesenjangan laju pembangunan antar
daerah, (3) meningkatakan kemampuan aparat pemerintah daerah dan melaksanakan
pembangunan seseai dengan kemampuan daerah dan kemampuan masyarakat setempat, tetapi
tetap sejalan dengan program pembangunan nasional, (4) sebagai penjabaran dari azaz pembantuan
(medebewind).
Sedangkan ciri dari program inpres adalah: (1) sumber dana berasal dari APBD dan
dimasukkan sebagai penerimaan APBD, (2) program ditentukan oleh pemerintah pusat sedangkan
pemerintah daerah bertugas menyusun perencanaan teknis dan melaksanakan serta
mempertanggungjawabkan terhadap pemerintah pusat, (3) pembinaan, pengendalian, dan
pengawasan dilakukan secara koordinatif oleh departemen teknis dan instansi terkait.
Terdapat beberapa jenis program inpres: Bantuan Pembangunan Daerah tingkat I, Bantuan
Pembangunan Daerah Tingkat II, Bantuan kepala Desa/Kelurahan, Inpres Desa Tertinggal,
Inpres Sarana Kesehatan, Dan Inpres Sekolah Dasar. Inpres Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat I meliputi : (1) Bantuan Murni untuk peningkatan kemampuan aparatur pemerintah
daerah tingkat I, (2) Bantuan pembangunan penghijauan dan reboisasi dan (3) Bantuan
pembangunan peningkatan jalan dan jembatan propinsi.

11
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

Sedangkan Inpres Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II meliputi : (1) Bantuan Murni
untuk peningkatan kemampuan aparatur pemerintah daerah tingkat II, (2) Bantuan peningkatan
jalan dan jembatan kabupaten/kotamadya, (3) Bantuan Rehabilitasi Lahan Kritis, (4) Bantuan
Pembinaan Pendidikan Dasar, (5) Bantuan pembangunan dan pemugaran pasar, (6) Bantuan
pembangunan sarana perkotaan, (7) Bantuan pembangunan perumahan, dan (8) bantuan pro-
gram tata ruang, pertanahan dan lingkungan perkotaan.
Dana yang disalurkan ke daerah dijangkau dulu oleh pemerintah daerah disertai perenca-
naan program yang disusun oleh pemerintah daerah dengan koordinasai Bappeda Tingkat I. hal
ini diharapkan program inpres ini bermanfaat sesuai dengan kemampuan dan kemauan
masyarakat. Karena program yang direncanakan dalah kemauan masyarakat setempat yang
telah dimusyawarahkan.
Sedangkan untuk pembangunan, Bantuan Pembangunan Desa ditujukan untuk mendorong
usaha swadaya dan gotong royong masyarakat dalam membangun desa. Bantuan ini jumlahnya
sama dan digunakan untuk membangun proyek yang diprioritaskan oleh masyarakat desa dan
untuk menunjang kegiatan Pembina Kesejahteraan Keluarga (PKK). Perincian kegiatan yang
dibiayai terdiri dari: (a) Bantuan langsung perdesa, (b) Pembinanan Kesejahteraan Keluarga,
(c) Bantuan keserasian, (d) Peningkatan peranserta masyarakat dalam pembangunan, (e)
Pengendalian dan pengelolaan tingkat propinsi dan kabupaten atau kota madya, (f) Bantuan
hadiah juara perlombaan desa, dan (g) Bantuan pembinaan dan alokasi tingkat kecamatan.
b. Program Pengembangan Wilayah Terpadu Swadana (PPW-Swadana)
Program ini merupakan kelanjutan dari Pogram Pengembangan Wilayah. Progaram ini
dilaksanakan daerah melalui dukunagn APBD, program ini untuk mensinkronkan program-pro-
gram daerah dengan program sektoral. Tujuannya untuk meningkatakan tararaf hidup dan kese-
jahteraan masyarakat berpenghasailan rendah, baik yang berada dipedesaan maupun perkam-
pungan kumuh diperkotaan.
PPW Swadana umumnya program berskala lebih kecildan lebih mengarah pada kebu-
tuhan penting rakayat kecil, dengan tujuan mengembangkan sektoral berdimensi wilayah yang
disesuaikan dengan kemampuan daerah tersebut.
c. Program Khusus Program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT)
Program ini merupakan salah stu program pembangunan yang dirancang khusus untuk
menanggulangi kemiskinan dan mengembangkan kemampuan masyarakat didaerah-daerah yang
relative tertinggal karena belum tersentuh program-program pembangunan dan menghadapi
permasalahn khusus seperti keterpencilan lokasi, keterbatasan sumber daya alam, lahan kritis,
kekurangan prasarana dan saranan fisik dan hal-hal laian yang menjadi kendala utama bagi
penduduk disuatu daerah. Terpadu dimaksudkan secara serentak atau simultan melaui berbagi
kegiatan sesuia permasalahan yang dihadapi oleh daerah, diharapkan untuk meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia maupun daerah.
Kriteria yang diperlukan dalam PKT adalah: (1) kriteria uatama adalah meningkatakan
partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, (2) memberikan
hasil dalamwaktu relative pendek tetapi tetep mengarah pada kerangka pembangunan wilayah
jangka panjang sesuai denagn pola dasar Pepelita masing-masing daerah.

12
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

Perbedaan program ini dengan program pembangunan yang lain adalah usulan tentang
program ini tidak terbatas pada usulan Bappeda ataupun departemen teknis saja tetapi dapat
juga merupakan usulan Pemda tingkat I, Universitas, Masyarakat maupun lembaga non-pe-
merintah (LSM,LPSM).
Beberapa kendala yang terjadi dalam program-program pembangunan dalam upaya pe-
nanggulangan kemiskinan pada masa itu adalah sebagai berikut :
a. Kendala Perencanaan
Beberapa kendala dalam hal perencanaan antara lain (1) Kemampuan masyarakat se-
tempat masih belum memadai untuk melakukan perencanan didaerahnya, sehingga rencana
program yang dilaksanakan tidaka sesuai dengan garis besar pembangunan nasional jangka
panjang. (2) anggapan bahwa mekanisme pasar selali berjalan sempurna. Hala iani menyebab-
kan orientasi pertumbuhan produksi yang diharapakan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara otomatis. Padahal pada kenyataannya keadaan masyarakat dalam hal
kepemilikan serta penguasaan faktor produksi tidaklah merata. Hal ini menyebabkan masyara-
kat yang produktivitasnya tinggi cepat berkembang dan yang lemah tidak mendapat kesem-
patan.
b. Kendala Pelaksanaan
Kendala dalam hal pelaksanaan antara lain : (1) kemampuan masyarakat yang terbatas
baik dalam sumberdaya manusia mauapun sumberdana sehingga belumsiap mengikuti perubahan
tingakat nasional. (2) dikarenakan masyarakat yang belum siap maka seringkali kegiatan
diselesaiakan dengan menerima input dari luar, shingga tujuan utama uantuk memberikan
kesempatan pada masyarakat setempat terabaiakan.
c. Kendala Koordinasi
Kendala dalam hal koordinasai adalah terjadi ketidaksesuaian perencanaan tingkat daerah
oleh karena kondisis keadaan daerah setempat, yaitu sperti ketidaksesuaian kondisi lahan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat yang berbeda dari pekiraan tingkat pusat.
d. Kendala Monitoring dan Evaluasi
Setelah suatu program terlaksana hal biasa terlupakan adalah monitoring dan evaluasi.
Sehingga berakibat tidak terarahnya program karena terjadi penyimpangan-penyimpangan atau
tiadaka langgengnya hasil-hasil positif yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program. Kalaupun
ada monitoring adalah pada penilaian jumlah dana yang dicairkan apakaha sesuai dengan dan
yang diprogramkan. Tidak ada monitoring dan evaluasi yang memperhatikan kesesuaian hasil
program dengan tujuan program. Sehingga pertimbangan antara perbandingan manfaat
terabaikan.

2. Periode 1988-1998
Selanjutnya periode 1988-1998 yaitu pda repelita V-VI pemerintah melaksanakan pro-
gram penanggulangan kemiskinan dengan strategi khusus menuntaskan masalah kesenjangan
sosial-ekonomi. Jalur pembangunan ditempuh secara khusus dan mensinergikan program sekto-
ral dan regional yang ada dalam koordinasi Inpres Nomor 3 Tahun 1993 tentang Peningkatan

13
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

Penanggulangan Kemiskinan yang akhirnya diwujudkan melalui program IDT (Inpres Desa
Tertinggal) dan beberapa program lainnya. Pada dasarnya pada periode ini program yang
dilaksanakan adalah meningkatkan program-program yang telah dilaksanakan sebelumnya.
1) Penajaman Program
Selain penyempurnaan program sebelumnya, juga akan dilakukan percepatan pembangu-
nan perdesaan yang tercermin dari sasaran meningkatkan kualitas sumber daya manusia di-
daerah perdesaan, terciptanya struktur perekonomian yang lebih kukuh, tersedianya prasarana
dan sarana perekonomian didesa yang lebih mantap, makin berkembangnya pemahaman dan
kesadaran masyarakat akan pembangunan yang berwawasan lingkungan, serta upaya pelestarian
lingkungan, makin berfungsinya lembaga pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan desa
untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan perdesaan, makin terjaminnya kepastian hukum
bagi masyarakat perdesaan mengenai penguasaan dan pengusahaan tanah yang sesuai hukum
serta adat istiadat setempat, serta berkuranganya jumlah pendududk miskin di perdesaan dan
jumlah desa tertinggal.
Dalam repelita VI untuk menyempurnakan program maka disusun Sasaran Repelita Ta-
hunan (Sarlita). Sarliat terdiri dari Sarlita Sektoral dan Sarlita Regional. Sarlita memuat kegiatan
yang dilakukan masyarakat maupun pemerintah, sasaran kegitan tahunan selama lima tahun
dengan perkiraan pembiayaan dari masyarakat maupun pemerintah, dan lokasi kegiatan. Sarlita
memuat lima prinsip yaitu: targeting, delivering, receiving, revolving, dan monitoring.
Prinsip targeting. Prinsip yang mensyaratkan adanya upaya perencanaan program agar
dapat tepat mengenai sasaran sebagai tujuan pemerataan pembagunan. Prinsip targeting
sebelumnya didahului dengan perencanaan sosial. Hal ini dikarenakan dalam menilai kemiskinan
indicator yang digunakan berbeda-beda sehingga perlu diseragamkan kesamaan indikator sehingga
dapat ditargetkan proses perencanaannya.
Prinsip delivering. prinsip yang mensyaratkan adanya kelancaran dan ketepatan waktu
alokasi dana pembangunan. Mekanisme alokasi dana pembangunan yang lancer sangat diten-
tukan oleh sederhananya prosedur pencairan dana dipusat dan tertibnya administrasi proyek
dari bawah.
Prinsip receiving. Prinsip yang mensyaratkan bahwa dana yang disalurkan harus tepat
diterima oleh kelompok sasaran yang memerlukannya dengan memperhatikan usulan rencana
dan penentuan pelaksanaan kegiatan termasuk alokasi penggunaan dana dari bawah.
Prisip revolving. Prinsip yang mensyaratkan bahwa dana yang disalurkan khususnya
dana dengan maksud sebagai modal kerja dan/atau modal usaha simpan pinjam untuk mening-
katkan keswadayaan dan kemandirian haraus tercipta suatau mekanisme perguliran dana yang
cepat dan efektif. Masudnay dana bergulir adalah dana harus tetap berada dan digunakan untuk
kegiatan sosial ekonomi masyarakat desa setempat secara berkelanjutan.
Prisip monitoring. Prinsip yang mensyaratkan bahwa program yang sedang mauapun
telah dilaksanakan harus selalu dipantau dan dievaluasi. Unsur yang penting dan harus tersedia
dalam proses pemantauan dan evalauasi ini adalah tersedianya data atau informasi penunjang
secara lengkap tentang potensi wilayah yang melingkupi dan karakteristik penduduk miskin.
Data yang sangat potensial digunakan adalah data yang dihimpun oleh Biro Pusat Statistik (BPS)
dan lembaga terkait lain. Dalam pelaksanaan program harus selalu dilakukan pencatatan-

14
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

pencatatan untuk mengetahui perkembangan arah program, sebagai bahan untuk melaksanakan
evaluasi.
Kemudian dengan dasar data yang diperoleh tersebut kemudian dirumuskan desain moni-
toring untuk menjawab tiga buah pertanyaan: (1) apakah tujuan program untuk menolong lapi-
san penduduk berpenghasilan rendah telah berhasil? (2) apakah tujuan program untuk mening-
katkan kemampuan kelembagaan birokrasi pembangunan daerah telah dapat diwujudkan? Dan
(3) apakah tujuan program untuk mendorong perkembangan wilayah telah dapat dicapai?.
Selanjutnya dari hasil monitoring dan evaluasi tersebut akan Nampak apakah program tersebut
layak untuk tetap dilanjutkan. Selain itu hasil tersebut akan sangat berguna untuk studi
perkembangan program sejenis, dan program lain yang terkait.
Semuanya itu dimaksudkan untuk meningkatkan keterpaduan antara perancanaan,
pelaksanaan dan pengendalian serta evaluasi berbagai program dan proyek yang dijalankan oleh
berbagai insatansi pemerintah dan lembaga non pemerintah. Keterpaduan pembangunan yang
diamksud adalah proses pelaksanaan pembangunan memperhatikan keserasian, keselarasan,
dan keharmonisan baik dilihat dari segi wilayah, penggunaan waktu maupun pencapaian sasaran.
Keserasian berarti pelaksanaan pembagunan harus meningkatkan taraf hidup masyarakat desa.
Keterpaduan berarti adanya pertalian erat antar dinas-dinas sektoral dan keterkaitan antara
rencana pembangunan wilayah kecamatan, kabupaten, propinsi, dan nasional.
Dalam program repelita VI ini Bantuan Pembangunan Desa diarahkan untuk mening-
katkan daya guna dalam (1) mendorong kegiatan sosial ekonomi masyarakat desa, (2) meng-
gerakkan peran serta masyarakat, (3) memperkuat kelembagaan masyarakat, (4) meningkatkan
kemampuanaparatur desa, (5) mengembangkan teknologi tepat guna perdesaan, serta (6)
mengembangkan administrasi di tingkat kecamatan dan desa.
Berdasarkan arahan tesebut Bantuan Pembangunan Desa diwujudkan dalam bentuk ber-
bagai bantuan terdiri dari bantuan untuk menunjang kegiatan PKK, pembinaan Anak dan Re-
maja, dan pemantaban LKMD. Pada tahun anggaran sebelumnya 1994/95 bantuan untuk pe-
mantaban LKMD merupakan komponen bantuan yng terpisah dari bantuan langsung. Karena
LKMD dirasakan komponen penting kemudian bantuan LKMD diintegrasikan dalam bantuan
langsung. Bentuk-bentuk bantuan itu antara lain :
a. Bantuan Peningkatan Peran Serta Masyarakat (BP2M). Bantuan yang dimaksudkan
untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan perdesaan. Bantuan ini
digunakan untuk menunjang : (1) Kegiatan Usaha Ekonomi Desa dengan praktek kerja
lapangan (PKL), (2) latiahan kader pembangunan desa (KPD) dan kepala desa/lurah, dan
(3) kegiatan diskusi UDKP
b. Bantuan-bantuan Berupa Pembinaan.
Bantuan Pembangunan Desa dalam mendorong usaha masyarakat desa dan memperkuat
kelembagaan masyarakat.
c. Bantuan Hadiah Juara Perlombaan Desa. Bantuan ini dimaksudkan untuk sosial ekonomi
produktif dan mengembangkan kelembagaan masyarakat, serta mempertahankan prestasi
pembangunan yang telah dicapai, memacu pengembangan usaha.
d. Bantuan Pengendalian dan Pengelolaan. Bantuan ini dimaksudkan untuk mendukung
kegiatan (1) penyuluhan dan pembinaan terhadap pelaksanaan dengan Bantuan
Pembangunan Desa, (2) supervise, evaluasi, (3) penyusunan dan penyampaian pelaksanaan

15
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

fisik dan realisasi keuangan Pembangunan Desa, (4) pertemuan/rapat teknis, (5) lembaga
dana dan kredit perdesaan seperti KUD, BKD, lain (6) pengadaan dan pemeliharaan rapat
kerja dan konsultasi, (7) kegiatan lainyang menunjang pendayagunaan Bantuan Pemba-
ngunan Desa, serta (8) pemantauan dan laporan perkembangan pengelolaan Bantuan
pembinaan dan operasional.
2) Inpres Desa Tertinggal (IDT)
Program ini resmi dijalankan setelah adanya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1993 progaram ini ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi.
Program ini memberikan dana kepada 20 ribu desa tertinggal dengan dana sebesar 20 juta
pertahun. Program ini mengandung 3 pengertian dasar, yaitu (1) sebagai pemicu gerakan nasional
penanggulangan kemiskinan, (2) sebagai strategi dalam pemerataan pembangunan, dan (3) adanya
bantuan dana bergulir bagi masyarakat yang paling memerlukan. Program ini adalah program
yang didalamnya terdapat semangat kebersamaan untuk maju, sebagai uapaya bersama untuk
menanggulangi kemiskinan dan dapat menumbuhkan kebersamaan untuk saling memberi ke-
sempatan berpartisipasi seluas-luasnya dalam pembangunan terutama kepada penduduk miskin.
Diharapkan pula dapat terciptanya pemerataan pembangunan melalui peningkatan potensi dan
kegiatan ekonomi rakyat. Program Inpres Desa Tertinggal merupakan gerakan nasional pe-
nanggulangan kemiskinan, strategi pemerataan pembangunan, dan upaya peningkatan ekonomi
rakyat.
IDT merupakan perluasan dan peningkatan berbagai program dan upaya serupa yang
telah dijalankan sebelumnya seperti program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT) dan
mulai dilakasanakan pada Repelita VI. Program PKT dan program-program lain yang mena-
ngani langsung masalah kemiskinan selanjutnya diintegrasikan ke dalam program Inpres Desa
Tertinggal. Program IDT ini diharapkan akan lebih mengurangi masalah kemiskinan.
Program ini mengandung tiga arahan, pertama, instruksi untuk mengkoordinasikan semua
program pembangunan sektoral, regional dan khusus yang ditujukan untuk menanggulangi
kemiskinan. Kedua, pemberian dana sebagai modal bagi masyarakat desa miskin untuk
membangun diri sendiri melalui kegiatan sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan secara
berkelanjutan. Ketiga, koordinasi dan keterpaduan berbagai kebijakan, program, dan kegiatan,
serta seluruh upaya, sumberdana dan sumberdaya yang diarahkan untuk mendukung dan
memperlancar upaya peningkatan peran serta penduduk miskin dalam pembangunan.
3) Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT)
Program ini merupakan pendukung sekaligus penyempurna dari program IDT. Program ini
mulai dirilis pada tahun 1995, program ini menekankan pada bantuan pembangunan prasarana
dan sarana dasar yang mendukung langsung kegiatan sosial ekonomi masyarakat lokal.
Program ini dilaksanakan dengan tujuan jangka panjang adalah Pemberdayaan Masyara-
kat melalui tujuan jangka pendek yang meliputi: (1) meningkatkan akses pemasaran dan
mengurangi isolasi, (2) meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, (3) menciptakan lapangan
kerja di desa. (4) meningkatkan kemampuan kelembagaan desa/masyarakat, (5) meningkatkan
ketrampilan masyarakat desa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
memelihara prasarana yang telah dibangun, (6) meningkatkan pembentukan modal didesa.

16
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

Dalam mencapai keenam tujuan tersebut ditempuh dengan beberapa strategi : (1) strategi
untuk mencapai tujuan pertama direncanakan pembangunan prasarana jalan, jembatan dan tam-
batanperahu yang akan membuka isolasi daerah dan memudahkan masyarakat desa memasarkan
hasil produksi, sehingga harga jual yang diperoleh lebih tinggi dan memudahkan memperoleh
kebutuhan sehari-hari yang dating dari luar dengan harga beli yang lebih rendah, (2) strategi
untuk mencapai tujuan kedua, dengan dibangunnya prasarana air bersih dan penyehatan lingkungan
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, (3) strategi untuk mencapai tujuan ketiga, dicapai
dengan melaksanakan proyek tersebut dengan sistem padat karya dengan tetap memperhatikan
kaidah teknis dan penggunaan bahan local yang tersedia di desa, (4) strategi untuk mencapai
tujuan keempat, dengan melakukan mekanisme perencanaan dari bawah (bottom up) untuk
menentukan prasarana yang akan dibangun, (5) strategi untuk mencapai tujuan kelima yaitu
meningkatkan ketrampilan masyarakat desa yang ditempuh dengn pelaksanaan pekerjaan kon-
struksi dilaksanakan langsung oleh masyarakat, (6) strategi untuk mencapai tujuan keenam,
yaitu meningktakan pembentukan modal didesa adalah dengan memanfaatkan tenaga dan bahan
lokal sebanyak mungkin, sehingga dana yang ada dapat berputar didesa.
Sedangkan jenis prasarana yang dibangun sesuai dengan tujuan P3DT terdiri dari: (1) jalan
dan jembatan, (2) tambatan perahu, (3) prasarana air bersih, (4) sanitasi/MCK (Mandi Cuci
Kakus). Seperti yang di ketahui bahwa pelaksanaan IDT maupun P3DT adalah memberdayakan
potensi desa tersebut agar desa dapat berkembang dan mendapatkan manfaat, sekaligus yang
paling utama adalah menanggulangi kemiskinan yang ada.
Program-progaram penanggulangan kemiskinan tersebut semuanya seakan-akan tidak ber-
hasil setelah Indonesia dilanda krisis tahun 1997/1998. Kemiskinan yang semula diharapkan
mampu diturunkan dengan program-program pemerintah tersebut justru mengalami peningkatan
yang sangat drastis.
Beberapa koreksi terhadap penanggulangan kemiskinan selama ini adalah pendekatan pe-
nanggulangan kemiskinan perlu mempertimbangkan beberapa aspek strategis (Mubyarto, 2002)
sebagai berikut : (1) indikator keberhasilan individu perlu dikomplemen dengan prestasi kelompok
masyarakat, (2) paradigma penanggulangan kemiskinan dengan pengakuan terhadap potensi
partisipatif dan modal sosial kaum miskin untuk mengembangkan diri, (3) kewenangan
menentukan sendiri aktivitas penanggulangan kemiskinan, dan meniadakan ego-sektoral yang
bersifat tumpang tindih, tidak efektif, dan kurang efisien, (4) menumbuhkan sendiri prinsip
transparansi dan akuntabilitas di tingkat masyarakat desa, (5) melakukan reposisi peran pihak-
pihak luar desa dari agen pembangunan menjadi fasilitator pemberdayaan, dan (6) percepatan
transformasi struktural ekonomi perdesaan melalui pengembangan strategi pertumbuhan inklusif
sektor pertanian dan perdesaan.

3. Periode 1998-2007
Program yang dilaksanakam pada masa ini adalah program-program penanggulangan ke-
miskinan pada saat krisis dan pasca krisis ekonomi tahun 1997/1998. Krisis ekonomi meng-
akibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin. Menurut perhitungan BPS, jumlah penduduk
miskin meningkat menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) pada tahun 1998. Pemerintah telah berhasil
memperbaiki kondisi perekonomian melalui pengendalian harga barang dan jasa, serta

17
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga jumlah penduduk miskin menurun secara


bertahap dari semula 49,5 juta jiwa (24,2%) pada tahun 1998 menjadi 36,1 juta jiwa (16,6%)
pada 2004. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 11,5 juta jiwa (12,6%) berada di perkotaan
dan 24,6 juta jiwa (19,5%) berada di perdesaan. Penurunan ini merupakan dampak dari hasil
transfer pendapatan berbagai program pembangunan termasuk jaring pengaman sosial yang
dirancang khusus untuk mengatasi dampak negatif krisis (SNPK, 2005).
1) Jaring Pengaman Sosial (JPS)
Untuk mengatasi kemiskinan yang lebih buruk pemerintah selanjutnya mengeluarkan prog-
ram Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang di koordinasikan melalui Keppres Nomor 190 tahun
1998 tentang Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaring Pengaman Sosial. Program ini
merupakan upaya pemerintah untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat dalam wadah
pengelolaan keuangan yang lebih terpadu, transparan, dapat dipertanggungjawabkan, dan
memberikan akses langsung kepada masyarakat secara cepat serta berkesinambungan.
Program ini tercipta karena adanya kesadaran akan krisis yang beralih dengan cepat se-
kali dari suatu krisis moneter menjadi krisis ekonomi, krisis keamanan dan akhirnya jadi suatu
krisis politik sosial dan krisis moral.
Tujuan pokok dari program ini adalah : (1) menciptakan kesempatan kerja produktif bagi
para penganggur diberbagai sektor kegiatan ekonomi, (2) meningkatkan pendapatan dan daya
beli masyarakat, (3) meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat, terutama yang
terkena dampak langsung kondisi krisis, dan, (4) mengkoordinasikan berbagi program pem-
bangunan penanggulangan dampak krisis dan berbagai program penanggulangan kemiskinan.
Program ini meliputi empat prioritas: (1) program ketahanan pangan, dilaksanakan agar
masyarakat miskin dapat memperoleh pangan dengan mudah dan terjangkau, program ini
dilaksanakan melalui empat skim yaitu skim cadangan pangan, skim bantuan pangan, skim
intensifikasi produksi pangan, skim subsidi pupuk dan modal, (2) program padat karya dan
penciptaan lapangan kerja produktif, (3) program pengembangan usaha kecil dan menengah, (4)
program peningkatan pelayanan sosial.
Program ini mengalami dua kendala utama: (1) data yang akurat dan lengkap mengenai
pendududk miskin di suatu daerah terbatas, (2) sistem pemantauan dan pengendalian pelaksa-
naan JPS dilapangan masih belum memadai. Sehingga pada saat itu pemerintah mengeluarkan
Keppres No. 190/1998 mengenai pembentukan gugus tugas peningkatan JPS. Hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya kebocoran dana.
Selanjutnya pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 124 Tahun 2001 membentuk
Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang berfungsi sebagai forum lintas pelaku dalam
melakukan koordinasi perencanaan, pembinaan, pemantauan dan pelaporan seluruh upaya
penanggulangan kemiskinan. Untuk lebih mempertajam keberadaan Komite Penanggulangan
Kemiskinan maka pada tanggal 10 September 2005 dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Keberadaan TKPK
diharapkan melanjutkan dan memantapkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh KPK. Sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tugas dari TKPK adalah melakukan langkah-langkah
konkret untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah NKRI
melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan
penanggulangan kemiskinan.

18
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

2) Program Pengembangan Kecamatan (PPK)


Program ini merupakan upaya pemerintah dalam uapay menanggulangi kemiskinan pada
saat krisis sekaligus merupakan kelanjutan dan pengembangan dari IDT dan P3DT. PPK adalah
salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan,
memperkuat institusi lokal, dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Program ini mengusung
sistem pembangunan bottom up planning, program pembangunan yang direncanakan dan
dilaksanakan oleh masyarakat. PPK berada dibawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD), Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Pembiayaan
program berasal dari alokasi APBN, APBD, dana hibah lembaga/ negara pemberi bantuan,
serta kontribusi Grup Bank Dunia.
PPK merupakan program pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia ini. Terbesar
karena cakupan wilayah, serapan dana, kegiatan yang dihasilkan dan jumlah pemanfaatnya.
PPK menyediakan dana bantuan secara langsung bagi masyarakat (BLM). Besarnya BLM
antara Rp500 juta - Rp1 miliar per kecamatan, tergantung dari jumlah penduduk. Program yang
mengusung sistem pembangunan bottom up planning yang diusulkan langsung dan dilaksanakan
oleh masyarakat. Masyarakat desa bersama-sama terlibat dalam proses perencanaan partisipatif
dan pengambilan keputusan penggunaan dana BLM. Penggunaan BLM dilakukan atas dasar
kebutuhan pembangunan dan prioritas yang ditentukan bersama dalam forum musyawarah.
PPK cepat tanggap merespons dan membantu lokasi/ korban bencana alam. Untuk wi-
layah paska-bencana seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD); Kepulauan Nias,
Sumatera Utara; DIY dan Klaten, Jawa Tengah; PPK melaksanakan program khusus rehabilitasi
dengan alokasi dana yang lebih tinggi. Program PPK ini dianggap pemerintah sebagai program
yang berhasil sehingga program PPK dan P2KP dijadikan dasar terbentuknya program selanjutnya
yaitu PNPM-Mandiri.
3) Program Penganggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)
Program ini merupakan program yang mengikutkan masyarakat dalam memikirkan per-
masalahan kemiskinan, merencanakan, dan melaksanakan sekaligus mengawasi berbagi per-
soalan yang dihadapi oleh lingkungan mereka sendiri. Program P2KP dan PPK merupakan
program yang melompati birokrasi. Program ini merupakn kerjasama antara pemerintah Indo-
nesia dengan Bank Dunia melalui Loan IDA credit yang merupakan program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Selain PPK dan P2KP pada era ini juga ada program Bantuan Langsung Tunai (BLT) hal
ini di maksudkan untuk pengganti subsidi BBM yang dicabut. Pemerintah mengganti dan me-
ngembangkan kebijakan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan era masa jabatan presiden.
Secara ringkas jika disebutkan macam kebijakan yang diambil sesuai era presiden menjabat
adalah sebagai berikut (Litbang KOMPAS dalam Prihatini):
1. Era Presiden Soekarno : - Pembangunan Nasional Berencana 8 tahun (Penasbede)
2. Era Presiden Soeharto : - Repelita I – IV melalui program Sektoral & Regional
- Repelita IV – V melalui program Inpres Desa Tertinggal
- Program Pembangunan Keluarga Sejahtera
- Program Kesejahteraan Sosial
- Tabungan Keluarga Sejahtera
- Kredit Usaha Keluarga Sejahtera

19
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

- GN-OTA
- Kredit Usaha Tani
3. Era Presiden Habiebie :
- Jaring Pengaman Sosial
- Program Penanggulangan Kemiskinan & Perkotaan
- Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal
- Program Pengembangan Kecamatan
4. Era Presiden Gusdur :
- Jaring Pengaman Sosial
- Kredit Ketahanan Pangan
- Program Penangggulangan Kemiskinan & Perkotaan
5. Era Presiden Megawati:
- Pembentukan Komite Penganggulangan Kemiskinan
- Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
6. Era Presiden SBY :
- Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
- Bantuan Langsung Tunai
- Program Pengembangan Kecamatan
- Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
- Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Selain program-program diatas telah dibuat juga Strategi Nasional Penanggulangan
Kemiskinan (SNPK) yang kemudian dintegrasi menjadi Dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 yang kemudian dilanjutkan dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 sesuai Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2010.

Penanggulangan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi


Negara yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah sudah sejak lama diamanati UUD
1945 untuk menganggulangi berbagai permasalahan kemiskinan. Seperti yang telah termaktub
dalam batang tubuh UUD 1945 diantaranya sebagai berikut:
(1) Pasal 18 B ayat 1:“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyara-
kat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan per-
kembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”
Pasal 18 B ayat 1 menjelaskan bahwa selain memberlakukan hukum negara, negara tetap
mengakui dan menghormati hukum adat dan hak-hak tradisionalnya, selama hukum adat dan
hak tradisional itu masih ada dan selama sesuai dengan perkembangan masyarakat serta tetap
menjunjung tinggi prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia ketentuan mengeai hukum adat
ini diatur dalam undang-undang.
(2) Pasal 27 ayat 2 : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”.

20
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

Pasal 27 ayat 2 menjelaskan bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Tentunya ini memberikan tanggung
jawab kepada pemerintah untuk mengadakan lapangan kerja supaya setiap warga Negara In-
donesia mendapatkan pekerjaan. Namun tanggung jawab pemerintah tidak hanya sampai ma-
syarakat mendapatkan pekerjaan, tetapi juga penghidupan yang layak yang berarti mampu
mencukupi kebutuhan, terutama kebutuhan pokok.
(3) Pasal 28 A : “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”
Pasal 28 A dan pasal 28 B ayat 2 ini menjelaskan bahwa tiap orang mempunyai hak untuk
hidup dan bertahan hidup serta perlindungan terhadap setiap anak. Pasal ini juga termasuk dasar
perlindungan terhadap setiap warga Negara dari setiap hal yang membahayakan kehidupannya.
Serta perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi.
(4) Pasal 28 B ayat 2 : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan ber-
kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
(5) Pasal 28 C :
a. Ayat 1: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.”
b. Ayat 2: “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.”
Pasal 28 C menjelaskan bahwa setiap orang berhak berusaha untuk mengembangkan diri
atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Berhak mendapatkan pendidikan serta
sgala hal yang berhubungan IPTEK, seni dan budaya, tidak ada pembatasan dan perbedaan
kepada warga Negara di Indonesia.
(6) Pasal 28 D :
a. Ayat 1: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
b. Ayat 2: “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.”
c. Ayat 3: “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.”
d. Ayat 4: “Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”.
Pasal 28 D ayat 1 menjelaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang
sama dihadapan hukum dan memperolah pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang sama tanpa ada pembedaan. Pasal 28 D ayat 2 menjelaskan bahwa setiap orang berhak
untuk bekerja/ memperoleh pekerjaan dan berhak mendapatkan imbalan yang adil sesuai dengan
standartnya serta mendapatkan perlakuan yang adil juga dalam hubungn kerja. Pasal 28 D ayat
3 dan 4 menjelaskan tentang kesamaan dalam kesempatan dalam pemerintahan/hak untuk
berpolitik dan hak kewarganegaraan.
(7) Pasal 28 F : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,

21
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala


jenis saluran yang tersedia.”
Pasal 28 F menjelaskan tentang komunikasi dan informasi, yang tentunya ini akan me-
nimbulkan kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan perlindungan kepada masyarakat ter-
hadap masalah komunikasi dan informasi, termasuk melindungi masyarakat dari kejahatan yang
berhubungan dengan komunikasi dan informasi.
(8) Pasal 28 G ayat 1: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, ke-
hormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.”
Pasal 28 G ayat 1 menjelaskan tentang hak pribadi masyarakat hak untuk memperoleh
perlindungan keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda serta hak memperoleh rasa aman
dari ancaman ketakutan.
(9) Pasal 28 H :
a. Ayat 1 : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”.
b. Ayat 2 : “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk mem-
peroleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.
c. Ayat 3 : “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.
d. Ayat 4 : “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28 H ayat 1 menjelaskan tentang hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik, serta hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
Pasal 28 H ayat 2 menjelaskan tentang hak memperoleh kesempatan dan manfaat. Pasal
28 H ayat 3 menjelaskan tentang memperoleh jaminan sosial. Pasal 28 H ayat 4 menjelaskan
tentang hak milik pribadi.
(10) Pasal 28 I :
a. Ayat 1: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
b. Ayat 2: “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
c. Ayat 4: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
d. Ayat 5: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan.”

22
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

Pasal 28 I ayat 1 mejelaskan tentang warga memiliki hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbu-
dak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia. Pasal 28 I ayat 2 tentang hak memperoleh
perlindungan dari perlakuan diskriminatif. Pasal 28 ayat 3 tentang kewajiban Negara terhadap
HAM. Pasal 28 I ayat 4 menjelaskan tentang jaminan HAM. Pasal 28 I ayat 5 menjelaskan
tentang perlindungan hukum terhadap HAM.
(11) Pasal 31 ayat 1: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
Pasal 31 ayat 1 menjelaskan tentang hak warga untuk memperoleh pendidikan. Tentunya
menjadi dasar kewajiban pemerintah menyediakan fasilitas pendidikan oleh pemerintah.
(12) Pasal 33 :
a. Ayat 1 : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluar-
gaan”.
b. Ayat 2 : “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
c. Ayat 3 : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
d. Ayat 4 : “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi de-
ngan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional”.
Pasal 33 ayat 1, 2, 3 menjelaskan tentang dasar perekonomian Indonesia sekaligus sebagai
dasar terbentuknya Koperasi, BUMN, dan BUMS. Pasal 33 ayat 4 menjelaskan pelaksanaan
perekonomian nasional yang dilaksanakan di Indonesia.
(13) Pasal 34 :
a. Ayat 1 : “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
b. Ayat 2 : “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan”.
c. Ayat 3 : “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
pelayanan umum”.
Pasal 34 ayat 1 menjelaskan tanggung jawab pemerintah dalam memelihara fakir miskin
dan anak terlantar. Pasal 34 ayat 2 menjelaskan tentang jaminan sosial kepada masyarakat.
Pasal 34 ayat 3 menjelaskan bahwa pemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
dan pelayanan umum.
Berdasarkan penjelasan pasal-pasal tersebut di atas telah jelas tentang hak dari setiap
warga negara. Sehingga untuk menangani kemiskinan pemerintah harus berusaha agar hak-hak
tersebut terpenuhi dengan demikian kemiskinan dapat ditanggulangi. Karena menurut definisi
kemiskinan adalah tidak terpenuhinya hak-hak dasar dari warga Negara Indonesia. Sedangkan
hak-hak dasar warga Negara Indonesia adalah seperti yang tersebut dalam UUD 1945.

23
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

Formulasi Strategi Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Konstitusi


Berdasarkan UUD 1945 strategi penanggulangan kemiskinan yang dapat diterapkan ada-
lah sebagai berikut :
1. Perlindungan pekerja oleh pemerintah, hal ini sesuai dengan Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28
D Ayat 2. Dalam hal ini pemerintah sesuai dengan UUD 1945 harus memberikan
perlindungan terhadap pekerja agar para pemilik perusahaan memberikan imbalan yang
sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Sehingga masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal yang pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah
penghapusan sistem kontrak karena sisitem ini sama sekali tidak berpihak kepada pekerja,
serta tidak sesuai dengan UUD 1945.
2. Program untuk pendidikan gratis, hal ini sesuai dengn Pasal 28 C Ayat 1 dan Pasal 31 ayat
1. Pemerintah harus memberikan pendididkan yang benar-benara gratis kepada masyarakat
karena ini memang hak warga Negara seperti yang tertulis dalam pasal-pasal tersebut.
Selain itu pendidikan merupakan investasi jangka panjang, dengan masyarakat yang cerdas
tentunya akan memungkinkan penciptaan lapangan kerja yang baru dimasa depan sehingga
dapat mengurangi pengangguran. Selain itu prerlu juga dibenahi pola pendidikan supaya
menciptakan lulusan yang mandiri yang tidak tergantung pada lowongan pekerjaan.
3. Layanan kesehatan gratis, pemerintah harus menyediakan pelayaan kesehatan gratis
terutama untuk penduduk miskin sesuai dengan Pasal 28 H ayat 1 dan Pasal 34 Ayat 3.
Kesehatan sama pentingnya dengan pendidikan karena Negara membutuhkan SDM yang
cerdas dan sehat. Dengan layanan kesehatan gratis tentunya akan menguragi jumlah angka
kematian dan kesehatan masyarakat akan meningkat sehingga program-program
pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dapat terlaksana.
4. Program yang ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja, pemerintah harus mendorong
penciptaan lapangan kerja sesuai dengan pasal 33 ayat 1 sebenarnya program yang sesuai
adalah koperasi. Namun saat ini koperasi hanya menjadi sebuah nama yang didalamnya
bukan koperasi. Koperasi sekarang bukan usaha bersama tapi berubah menjadi usaha
perorangan untuk mencari keuntungan. Pemerintah harus mendorong setiap usaha diberbagai
sektor, terutama sektor pertanian harus mendapat perhatian karena banyak lahan yang
telah habis karena pembangunan. Selain itu perlu adanya pengembangan teknologi untuk
menciptakan pertanian yang lebih modern.
5. Jaminan sosial untuk masyarakat miskin, jaminan sosial ini sesuai dengan Pasal 34 Ayat 2.
Masyarakat miskin wajib mendapatkan jaminan sosial agar lebih semangat dalam hidup
sehingga dapat memberikan kontribusinya kepada Negara. Dengan jaminan sosial tersebut
masyarakat akan lebih merasa terjamin dan aman.
6. Perlindungan terhadap hak orang miskin, hal ini dikarenakan kemiskinan membatasi hak
rakyat untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk
memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak
rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang
terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak
rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) Hak rakyat untuk mem-
peroleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik
dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat menjalankan hubungan

24
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan
mengelola pemerintahan dengan baik. Perlindungan terhadap hak orang miskin ini sesuai
dengan pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Hak-hak orang miskin ini perlu di-
lindungi karena akan memperparah kondisi masyarakat miskin.
Pelaksanaan strategi penanggulangan kemiskinan itu harus diterapkan dalam kebijakan
nasional maupun daerah yang saling mendukung dan berkelanjutan. Karena untuk menang-
gulangi kemiskinan memerlukan waktu tidak dapat dilakukan dalam waktu yang pendek. Pro-
gram pembangunan yang baik yang pernah dilaksanakan di Indonesia yaitu pada masa orde
baru namun pelaksanaannya yang banyak kendala dan kesalahan terutama dikarenakan masalah
birokrasi dan KKN yang menyebabkan banyak terjadi penyimpangan. Selain itu dikarenakan
dana pembangunan terlalu bergantung pada dana hutang luar negeri yang menyebabkan
perekonomian keropos yang akhirnya hancur terkena krisis.

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari uraian sebelumnya adalah sebagai berikut.
1. Program penanggulangan kemiskinan merupakan agenda yang utama dari pemerintah
namun banyak kendala dalam pelaksanaannya. Kendala yang menyebabkan kegagalan
mulai dari politik, birokrasi, pelaksanaan program yang tumpang tindih, KKN, dll.
2. Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang mengagumkan pernah terjadi di
Indonesia pada era orde baru, dimana masyarakat masyarakat miskin yang semula 40%
menjadi 11,3%. Namun program tersebut pun akhirnya gagal disebabkan krisis ekonomi,
yang mana menghancurkan semua program penanggulangan kemiskinan.
3. Kemiskinan tidak mungkin dapat ditanggulangi hanya dalam satu periode pemerintahan,
namun harus menjadi agenda jangka panjang yang terus-menerus dilaksanakan. Kemiskinan
tidak mungkin dapat diselesaikan apabila tiap periode pemerintahan berganti-ganti program
yang dilaksanakan.
4. Strategi penanggulangan kemiskinan harus sesui dengn UUD 1945 diantaranya program
pendidikan gratis, layanan kesehatan gratis, jaminan pekerjaan, jaminan sosial, dan
perlindungan semua hak-hak semua warga Negara disini di utamakan masyarakat miskin
karena masyarakat miskin yang seringkali tidak mendapatkan haknya.

Rekomendasi
1. Program penanggulangan kemiskinan harus seseui dengan amanat konstitusi dan selalu
berkelanjutan. Program pembangunan pemerintah pada era sekarang tertuang dalam
peraturan presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah
Nasional Tahun 2010-2014, program pembangunan ini harus tetap memprioritaskan pe-
nanggulangan kemiskinan dan pelaksanaannya harus selalu diawasi dan dievaluasi. Ja-
ngan sampai program pembangunan selalu berganti-ganti tiapa periode pemerintahan se-
hingga sasarnny yang dituju menjadi tidak jelas.
2. Pemerintah harus mengusahakan pendidikan gratis, layanan kesehatan gratis, jaminan
pekerjaan, jaminan sosial dan perlindungan hak-hak masyarakat miskin, karena semua itu

25
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

adalah hak warga Negara seperti yang tertuang dalam UUD 1945. Sehingga merupakan
kewajiban pemerintah untuk memenuhinya.
3. Program penaggulangan kemiskinan harus difokuskan pada penciptaan masyarakat yang
mandiri yang mampu menciptakan lapangan kerja bukan bantuan seperti BLT yang mungkin
hanya dinikmati sekejap saja.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. STIE YKPN. Yogyakarta.


Asra, Abuzar. 1989. Poverty Trend In Indonesia 1970-1987. Jurnal Ekonomi dan Keuangan
Indonesia, Vol. 37 No. 3. Jakarta
Basri, Faisal. 1995. Profil dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Bhagwati, Jagdish. 1966. The Economic of Under Development Countries. McGraw-Hill Book
Company. New York, Toronto.
Bigsten, Arne. 1994. Kemiskinan, Ketimpangan, dan Pembangunan, dalam Norman Gemmel (ed).
Ilmu Ekonomi Pembangunan, beberapa survey. LP3ES. Jakarta.
Chambers, Robert. 1995. “Poverty and Livelihoods: Whose Reality Count ?” dalam Uner Kirdar
dan Leonard Silk ( ed ). People from Impoverishment to Empowerment. New Yok Univer-
sity. New York
Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
2002. Pedoman Umum Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan. Penerbit Proyek
Pengembangan Kecamatan Perkotaan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
2002. Pegangan Pelaku Kader Masyarakat Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan.
Penerbit Proyek Pengembangan Kecamatan Perkotaan. Jakarta.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis. Penerbit BPFE.
Yogyakarta.
Krause, Walter. 1962. Economic Development, The Underdevelopment World and The Ameri-
can Interest. Wadsworth Publishing Company. Belmont, California.
Meier, Gerald M. dan Robert Baldwin. 1965. Pembangunan Ekonomi, terjemahan, Sihotang.
Bhratara. Jakarta.
Mubyarto. 1995. Ekonomi dan Keadilan Sosial. Aditya Media. Jakarta.
Mubyarto, 2002. Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Rayat. Artikel Tahun
I No. 7, November 2002, Jakarta. www.ekonomi rakyat.org.
Nasir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Nasution, Anwar. 2002. The Indonesian Economic Recovery From The Crisis in 1997-1998. Jour-
nal of Asia Economics 165. North-Holland.
Ngatimin. 2001. Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (Thesis). Program Pasca Sarjana
Universitas Brawijaya. Malang

26
Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi
Multifiah

Octaviani, Dian. 2001. Inflasi, Pengangguran, dan Kemiskinan di Indonesia: Analisis Indeks Forrester
Greer & Horbecke. Media Ekonomi, Vol. 7 No. 2 Agustus 2001. Jakarta.
Prihatini, Dyah Aryati,_. Perbandingan Total Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia dan Bank
Dunia dengan Peran Strategis dari Usaha Mikro untuk Pengentasan Kemiskinan. Fakultas
Ekonomi Gunadarma.
Rostow, W.W. 1965. Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi, terjemahan, Paul Sitohang. Bhratara.
Jakarta.
Santoso, Singgih. 2004. SPSS Parametrik. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sen, Amartya. 2000. Demokrasi Bisa Memberantas Kemiskinan, terjemahan, Yuliani Lipoto. Mizan,
Bandung.
Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan.
Jakarta.
Swasono, Sri Edi. 2002. Empowerment and Disempowerment:Membangun Ekonomi Lokal
Berdasar Kekuatan Rakyat: Butir-Butir Ceramah Pada Seminar “Pengaruh Globalisasi
Terhadap Kemandirian Perekonomian Indonesia”. Surabaya.
Swasono, Sri Edi. 2002. Membangun Ekonomi Rakyat: Apa Yang Mesti Kita Persiapkan. Makalah
Pada Seminar “Pengaruh Globalisasi Terhadap Kemandirian Perekonomian Indone-
sia”. Surabaya.
Warsito, Hermawan. 1991. Pengantar Metodologi Penelitian. Gramedia. Jakarta.

27
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15 No. 1 Juni 2020 | 1-18

JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA

p-ISSN: 1907-2902 (Print)


e-ISSN: 2502-8537 (Online)

DAMPAK KEMISKINAN TERHADAP POLA MOBILITAS TENAGA KERJA


ANTARSEKTOR DI INDONESIA

(THE IMPACT OF POVERTY ON PATTERNS OF INTER-SECTOR


LABOR MOBILITY IN INDONESIA)

Evie Dian Pratiwi1*, Khusnul Ashar2, Wildan Syafitri2


1
Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

*
Korespondensi penulis: eviedianpratiwi@gmail.com

Abstract Abstrak

Mobility can act as a stepping stone to get out of poverty. Mobilitas dapat menjadi batu loncatan bagi pekerja untuk
This research examines whether the effect of poverty dapat keluar dari kemiskinan. Penelitian ini mengkaji
encouraging or inhibiting the mobility of workers across apakah kemiskinan dapat berdampak positif (mendorong)
sectors. By using data from the 2018 Indonesia National atau negatif (menghambat) terhadap mobilitas pekerja
Labor Force Survey (Sakernas) that cover 8,869 antarsektor. Dengan menggunakan data Survei Angkatan
respondents, this study applies multinomial regression Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2018, kajian ini
models to analyse inter-sector mobility types among menerapkan model regresi multinomial untuk
labors in Indonesia. The results show that low-income menganalisis tipe mobilitas antarsektor yang ditemui
workers in the industrial and service sectors tend to have pada tenaga kerja di Indonesia. Hasil analisis
a 4.8% and 6.3% greater probability of transferring to memperlihatkan pekerja berpendapatan rendah di sektor
the agricultural sector. However, agricultural workers industri dan jasa memiliki peluang 4,8% dan 6,3% lebih
that suffer from poverty choose to survive in the same besar untuk melakukan mobilitas ke sektor pertanian.
sector due to the high cost of inter-sector mobility. Other Namun, pekerja pertanian yang tergolong miskin memilih
findings show that older age and higher education level bertahan di sektor yang sama karena tingginya biaya
decreased the propensity to move across sectors. In the mobilitas antarsektor. Temuan lain menunjukkan
efforts to alleviate poverty, the role of the government is pertambahan usia dan tingkat pendidikan menurunkan
expected to be seen in two ways. Firstly, by facilitating peluang berpindah antarsektor. Dalam upaya pengentasan
workers to move into productive sectors, i.e. industrial kemiskinan, pemerintah diharapkan dapat berperan
and service sectors, and secondly, by increasing the dalam memfasilitasi pekerja untuk berpindah pada sektor-
productivity of the agricultural sector. sektor produktif yaitu industri dan jasa, serta
meningkatkan produktivitas sektor pertanian.
Keywords: labor, inter-sector mobility, poverty,
Indonesia Kata Kunci: tenaga kerja, mobilitas antarsektor,
kemiskinan, Indonesia

1
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

PENDAHULUAN ekonomi. Para pekerja yang memutuskan melakukan


mobilitas baik antarwilayah maupun antarsektor,
Kemiskinan merupakan permasalahan kronis yang kerap memiliki peluang lebih besar untuk keluar dari status
ditemui pada banyak negara, khususnya negara kemiskinan, terutama mereka yang tinggal di pedesaan.
berkembang. Berbagai strategi telah diterapkan di Fakta ini selaras dengan pernyataan Sihaloho dkk. (2016)
beberapa negara dalam upaya pengentasan kemiskinan bahwa kemiskinan yang dialami oleh pekerja di pedesaan
seperti program Bantuan Tunai Langsung di India, telah mendorong mereka untuk melakukan mobilitas
pemotongan pajak produk pertanian di China, serta sebagai salah satu strategi meningkatkan kualitas hidup.
dorongan untuk melakukan transformasi struktur Sependapat dengan hal tersebut, Christiaensen dan Todo
ekonomi dari sektor pertanian menuju sektor manufaktur (2014) serta Imai dkk. (2017) menyatakan bahwa
sebagaimana terjadi di Afrika. Namun demikian, mobilitas pekerja dari sektor pertanian menuju industri
penyelesaian masalah kemiskinan bukan hal yang merupakan kunci dari upaya mempercepat pengentasan
sederhana, terbukti hingga saat ini masalah kemiskinan kemiskinan.
masih menghantui pemerintah di berbagai negara. Sektor
apa yang harus tumbuh lebih cepat, mengapa dan Di Indonesia, jumlah penduduk miskin di pedesaan
bagaimana cara berinvestasi terbaik di sektor tersebut menunjukkan tren penurunan seiring dengan semakin
agar dapat memaksimalkan dampak pengentasan besarnya proporsi penduduk di perkotaan. Situasi ini
kemiskinan merupakan topik perdebatan para pembuat diduga akibat pergerakan pekerja dari sektor pertanian di
kebijakan di berbagai negara (Christiaensen & Martin, perdesaan menuju sektor modern di perkotaan dalam
2018). rangka melepaskan diri dari kemiskinan. Peluang kerja
yang terbuka serta tawaran upah tinggi telah mendorong
Sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, penduduk miskin bergerak dari sektor pertanian di
permasalahan kemiskinan di Indonesia tidak hanya pedesaan menuju sektor industri dan jasa di perkotaan.
sebagai bagian dari pembangunan ekonomi, tetapi juga Penurunan kemiskinan di pedesaan diperkirakan juga
merupakan tantangan di bidang demografi. Hal ini tentu disebabkan adanya remitansi yang mengalir dari para
saja tidak lepas dari fakta masih terdapat 25,95 juta migran ke daerah asal (Hagen-Zanker dkk., 2017).
penduduk Indonesia yang tergolong dalam kriteria miskin Sebagian besar remitansi digunakan untuk kebutuhan
(BPS, 2018). Angka ini setara dengan jumlah seluruh produktif dibandingkan kebutuhan konsumtif (Primawati,
penduduk benua Australia bahkan lima kali lebih besar 2011) sehingga dalam jangka panjang mampu
dari jumlah penduduk Singapura (World Bank, 2018). Di meningkatkan kesejahteraan keluarga (Gumilang, 2009).
sisi lain, program pengentasan kemiskinan yang
dicanangkan pemerintah seperti stabilisasi harga, Kemiskinan dan mobilitas penduduk merupakan dua
pemberian bantuan tunai masyarakat dan penyaluran dana konsep penting yang saling berkaitan dalam ekonomi
desa dipandang belum efektif mengurangi kemiskinan di pembangunan dan perubahan demografi (Thurlow dkk.,
Indonesia. 2019). Temuan Gurgand (2006) menyatakan bahwa
penurunan kemiskinan yang signifikan di China
Kemiskinan dan Mobilitas Pekerja merupakan dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan
pemerintah yang tepat. Kebijakan yang dianggap murah
Terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian dan efektif mengurangi kemiskinan adalah memberikan
menuju sektor non-pertanian pada dekade 1980an hingga fasilitas bagi penduduk untuk melakukan migrasi.
tahun 1990 menandai adanya mobilitas tenaga kerja lintas Sementara itu, temuan di Pakistan menunjukkan bahwa
sektor yang secara umum berpengaruh terhadap kondisi keputusan migrasi telah mengurangi kemungkinan
ketenagakerjaan di Indonesia (Vibriyanti, 2013). kemiskinan sebesar 0,18 poin pada rumah tangga
Selanjutnya, Hampshire (2002) serta Narayan dan Singh pedesaan (Kousar dkk., 2016). Selanjutnya, dalam tataran
(2015) mengemukakan bahwa kemiskinan dan mobilitas perpindahan sektoral, McCulloch dkk. (2007)
pekerja memiliki keterkaitan, khususnya dalam hal status mengemukakan bahwa pergerakan pekerja menuju sektor

2
Dampak Kemiskinan terhadap Pola Mobilitas … | Evie Dian Pratiwi dkk.

nonpertanian dapat menjadi batu loncatan (stepping Karakteristik Sosial-Demografi Pekerja


stone) keluar dari kemiskinan. Berdasarkan uraian
tersebut, kajian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan Teori migrasi Todaro menyatakan bahwa motivasi utama
penelitian: Bagaimana pola mobilitas yang dipilih pekerja pekerja dalam melakukan migrasi adalah harapan
dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka? memperoleh upah yang lebih tinggi (Todaro & Smith,
2006). Teori ini menyimpulkan bahwa rendahnya upah
Mobilitas Pekerja Antarsektor atau kemiskinan telah mendorong pekerja melakukan
mobilitas. Selaras dengan hal tersebut, Du dkk. (2005)
McConnell dkk. (2017) mendefinisikan mobilitas mengklaim bahwa penduduk miskin lebih cenderung
menjadi dua kelompok, yaitu mobilitas geografis untuk bermigrasi sehingga mereka mampu menaikkan
(geographical mobility) dan mobilitas pekerjaan pendapatan sebesar 8,5 hingga 13,1%.
(occupational mobility). Mobilitas geografis
menggambarkan pergerakan pekerja dari satu wilayah ke Selanjutnya, McConnell dkk. (2017) mengungkapkan
wilayah lain. Sementara itu, mobilitas pekerjaan bahwa mobilitas pekerja tidak semata-mata respons
dijelaskan sebagai pergerakan pekerja dari satu jenis terhadap perbedaan upah, tetapi terdapat faktor lain yang
pekerjaan ke jenis pekerjaan yang lain baik secara turut menentukan keputusan mobilitas, seperti usia,
horizontal (pada kelas/tingkat yang sama) maupun pendidikan, faktor keluarga serta lingkungan kerja. Tidak
vertikal (dari kelas lebih rendah ke kelas yang lebih hanya itu, penelitian mobilitas pekerja di sektor publik
tinggi). dan swasta oleh Cribb dan Sibieta (2015)
mengungkapkan bahwa pegawai laki-laki melakukan
Wang dan Fu (2019) menyebutkan bahwa keputusan mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan pekerja
mobilitas pekerja lintas sektor dimotivasi oleh terbukanya perempuan. Hal ini selaras dengan temuan Mahesh
kesempatan kerja sektor industri dan jasa, sebagaimana (2002) yang menyatakan mayoritas pekerja laki-laki
ungkapan Fallick (1993) bahwa sektor tujuan tersebut melakukan pindah kerja dari sektor pertanian menuju
menawarkan upah yang lebih tinggi dibandingkan sektor sektor nonpertanian. Temuan berbeda terjadi pada pola
sebelumnya yaitu sektor pertanian. Situasi realokasi mobilitas pekerja perempuan, kehamilan dan memiliki
tenaga kerja antarsektor seperti ini dapat ditemukan di anak usia pra sekolah. Karakteristik pekerja seperti ini
berbagai negara, terutama negara berkembang. Kwan menyebabkan pekerja perempuan berpindah menjadi
dkk. (2018) mengklaim bahwa pemindahan tenaga kerja pekerja paruh waktu atau bahkan keluar dari pasar kerja
yang tidak efisien, seperti pada sektor pertanian subsisten (Looze, 2017). Sebagian besar keputusan mobilitas
ke sektor industri modern sangat penting untuk pekerja perempuan, khususnya yang telah menikah,
pertumbuhan output, meningkatkan total produksi, serta sangat dipengaruhi oleh anggota keluarga yang lain.
menguntungkan sektor industri di perkotaan melalui Meskipun inisiatif untuk bekerja datang dari perempuan
tambahan pasokan tenaga kerja yang berasal dari sektor sendiri, tetapi persetujuan biasanya diberikan oleh ayah
pertanian. Su dkk. (2018) juga mengungkapkan bahwa dan suami (Raharto, 2017). Sementara itu, Nguyen dkk.
adanya mobilitas penduduk dari perdesaan menuju (2015) mengungkapkan bahwa jenis kelamin tidak
perkotaan, selain menyalurkan tenaga kerja juga memiliki pengaruh signifikan pada keputusan mobilitas.
berdampak positif pada percepatan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya Mengulas kaitan gender dan pergerakan pekerja, temuan
pendapatan menyebabkan kenaikan permintaan barang Pearlman (2018) menunjukkan pekerja perempuan
dan jasa sehingga mendorong ekonomi untuk tumbuh berpendidikan tinggi memiliki mobilitas antarperusahaan
lebih cepat. lebih tinggi dibandingkan pekerja laki-laki berpendidikan
rendah yang didorong oleh upaya mempersempit
kesenjangan upah. Jika pada mobilitas geografi,
khususnya mobilitas desa-kota, latar belakang pendidikan
yang tinggi akan mendorong pekerja untuk melakukan

3
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

mobilitas, maka pada perpindahan pekerja antarsektor, Pandangan bahwa migrasi (spasial) menjadi langkah
hal tersebut tidak selalu terjadi. Li (2010) menjelaskan pertama ‘keluar’ dari kemiskinan mungkin perlu
bahwa pekerja dengan keterampilan rendah cenderung dikoreksi. Faktanya, mobilitas pekerjaan (migrasi sosial)
lebih mobile dibandingkan dengan pekerja berkualitas yang sejatinya mendorong pekerja melakukan migrasi
dengan skill yang tinggi. Pekerja dengan keahlian khusus antarwilayah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
lebih memilih untuk tetap berada pada industri yang Molloy dkk. (2017), pekerja yang berpindah sektor
dimasukinya karena terbatasnya permintaan pasar tenaga mempertimbangkan untuk mutasi ke wilayah lain yang
kerja terhadap pekerja dengan kualifikasi khusus tersebut. menawarkan sektor pekerjaan yang ingin dituju. Dengan
kata lain, migrasi spasial merupakan konsekuensi dari
Sebagaimana dampak pendidikan, pengaruh usia migrasi sosial. Temuan ini diperkuat oleh McCulloch
terhadap pola pergeseran tenaga kerja memiliki keunikan dkk. (2007) yang menyatakan bahwa pekerja pertanian di
tersendiri. Syafitri dan Knerr (2012) menyebutkan pedesaan dapat ‘keluar’ dari kemiskinan tanpa harus
terdapat hubungan positif antara usia dan peluang melakukan migrasi ke perkotaan, tetapi cukup dengan
melakukan mobilitas. Hal ini terjadi karena semakin tua melakukan shifting ke sektor nonpertanian yang lebih
usia pekerja, maka dipastikan semakin banyak produktif meskipun lokasinya juga di pedesaan.
pengalaman kerja yang telah dikuasai. Faktanya,
pertambahan usia tidak selalu linear dengan perpindahan Pada tenaga kerja Indonesia, Rahayu (2010) memaparkan
sektoral. Pembagian rentang usia menjadi usia muda (15 bahwa pekerja laki-laki lulusan perguruan tinggi yang
hingga 29 tahun), usia prima/matang (30 hingga 50 tahun) tinggal di perkotaan berstatus tidak/pernah kawin,
dan usia tua (lebih dari 51 tahun) berperan penting dalam berperan sebagai pencari nafkah utama, dan bekerja di
analisis pasar kerja, terutama terkait dengan perbedaan sektor formal pada lapangan usaha manufaktur
produktivitas dan upah (Mahlberg dkk., 2013). Meskipun merupakan kelompok penduduk yang memiliki peluang
tidak ditemukan penurunan produktivitas pada rentang pindah kerja paling tinggi. Selaras dengan temuan ini,
usia 25 hingga 60 tahun, tetapi Börsch-Supan dan Weiss Permata dkk. (2010) menyatakan bahwa jenis kelamin,
(2016) menemukan lebih sedikit pekerja berusia di atas tingkat pendidikan, besaran upah, tingkat jabatan dan
55 tahun yang bekerja pada industri perakitan (assembly status pengalaman kerja secara signifikan berpengaruh
line) dikarenakan mereka berpindah pada pekerjaan yang terhadap keputusan pindah kerja antarsektor. Sebaliknya
lebih baik. Sebaliknya, Castellucci dkk. (2011) temuan Miskiyah dkk. (2017a) mengungkapkan bahwa
menyebutkan bahwa usia 30-32 tahun merupakan puncak hanya pengalaman kerja dan usia yang signifikan
(peak) produktivitas tertinggi dan sangat memungkinkan memengaruhi mobilitas pekerja antarsektor di kota-kota
untuk berpindah antarpekerjaan. besar di Sumatera bagian Selatan. Berdasarkan uraian di
atas serta mengacu pada penelitian Xiao dan Zhao (2018),
Selanjutnya, Borjas (2016) memaparkan fakta bahwa penelitian ini mengelompokkan faktor pendorong
keputusan mobilitas bukan semata keputusan mobilitas menjadi tiga kategori, yaitu status kemiskinan
individu/pribadi melainkan bagian dari keputusan pekerja; karakteristik individu (meliputi variabel jenis
keluarga. Oleh karena itu, karakteristik keluarga sangat kelamin, usia, pendidikan dan status tempat tinggal); serta
berpengaruh pada mobilitas pekerja, seperti status karakteristik rumah tangga (meliputi status perkawinan
perkawinan dan jumlah anggota rumah tangga atau dan jumlah anggota rumah tangga).
ukuran keluarga. Hal ini sejalan dengan temuan Abella
(2013) yang mengklaim bahwa bertambahnya jumlah
tanggungan mengakibatkan meningkatnya biaya hidup
sehingga pekerja terdorong untuk melakukan mobilitas
pekerjaan. Artinya, pekerja dengan status kawin dan
jumlah anggota rumah tangga yang banyak memiliki
kecenderungan terbesar untuk melakukan mobilitas
sektoral (Nabila & Pardede, 2014).

4
Dampak Kemiskinan terhadap Pola Mobilitas … | Evie Dian Pratiwi dkk.

METODE terdiri atas sektor perdagangan besar, eceran, rumah


makan dan hotel, angkutan, pergudangan dan
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu memberikan komunikasi, keuangan, asuransi, usaha persewaan
estimasi empiris mengenai faktor-faktor yang bangunan atau tanah, jasa kemasyarakatan, sosial dan
memengaruhi mobilitas pekerja lintas sektor sebagai perorangan.
strategi pengentasan kemiskinan maka dilakukan analisis
pada data dari Survei Angkatan Kerja Nasional Metode analisis yang digunakan adalah regresi
(Sakernas). Sakernas yang dilaksanakan oleh Badan multinomial logit. Regresi multinomial logit merupakan
Pusat Statistik (BPS) di 34 provinsi sebanyak dua kali bagian dari regresi logistik polikotomus, yaitu model logit
dalam setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus. untuk variabel dependen Y yang memiliki tiga atau lebih
Penelitian ini menggunakan data Sakernas bulan Agustus kategori. Regresi multinomial logit digunakan karena
pada tahun 2018. Dari 478.682 responden yang menjadi masing-masing kategori pada variabel dependen Y tidak
sampel penelitian, sebanyak 8.869 responden merupakan memiliki tingkatan melainkan hanya membedakan. Pada
pekerja yang melakukan mobilitas antarsektor. model multinomial logit apabila terdapat j kategori maka
terdapat j-1 persamaan untuk masing-masing kategori
Mobilitas pekerja antarsektor dinyatakan dalam enam relatif terhadap kategori referensi (base category).
kategori yaitu mobilitas pada sektor yang sama (0),
pertanian ke industri (1), pertanian ke jasa (2), industri ke  p 
jasa dan sebaliknya (3), industri ke pertanian (4) serta jasa exp   k x ik 
 k =1 
ke pertanian (5). Sementara itu, kemiskinan dinyatakan P (Y = j | x i ) = (1)
 p

sebagai status bagi pekerja yang memiliki pendapatan 1 + exp   k x jk 
dibawah garis kemiskinan yang berlaku di suatu provinsi  k =1 
baik untuk pedesaan maupun perkotaan (1) dan (0) untuk
lainnya. Jika variabel dependen terdiri dari enam kategori, yaitu
j=0,1,...,5 maka nilai peluang ke-j diperoleh melalui
Definisi kemiskinan dalam penelitian ini menggunakan persamaan (2) sebagai kategori acuan.
pendekatan pendapatan, yaitu batas minimum pendapatan
dapat memenuhi kebutuhan minimum seseorang. 1
Pendapatan minimum merupakan batas antara miskin dan P(Y = 0 | xi ) =
 p 
1 + exp   k xik 
(2)
tidak miskin atau dapat disebut dengan Garis Kemiskinan
(GK). Konsep ini disebut dengan kemiskinan absolut  k =1 
(mutlak). Pekerja dikategorikan sebagai pekerja miskin
(1) apabila pendapatan yang diterima oleh rumah tangga Sementara itu, untuk j-1 kategori lainnya, persamaan
lebih kecil dibandingkan dengan garis kemiskinan (GK yang berlaku adalah sebagai berikut:
perkapita dikalikan jumlah anggota rumah tangga).
Pengukuran GK mengacu pada kriteria BPS yang berbeda  p 
untuk tiap wilayah, baik antarprovinsi, antarkabupaten/ exp   k xik 
P (Y = 1 | xi ) =  k =1 
kota, termasuk di dalamnya telah mengakomodir (3)
 p 
perbedaan nilai GK untuk pedesaan dan perkotaan. 1 + exp   k xik 
Penentuan sektor lapangan pekerjaan mengacu pada  k =1 
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) ...
2015, yaitu (1) sektor pertanian terdiri atas sektor  p 
pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan exp   k xik 
P (Y = 5 | xi ) =  k =1 
perikanan; (2) sektor industri terdiri atas sektor (4)
 p

pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, 1 + exp   k xik 
listrik, gas, dan air serta konstruksi; dan (3) sektor jasa  k =1 

5
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

Melalui persamaan (2) hingga (4) akan diketahui masing- Selanjutnya, untuk melihat rasio peluang tiap variabel
masing peluang dari variabel dependen yang diteliti. independen dalam kategori perpindahan antarsektor,
Estimasi parameter β diperoleh menggunakan Maximum model multinomial logit menyajikan Relatif Risk Ratio
Likelihood Estimation (MLE). Setiap kategori pada (RRR), yang biasanya dikenal dengan odds ratio atau Exp
variabel dependen tidak memiliki korelasi dengan (B) dalam regresi logit.
kategori lainnya sehingga tidak menimbulkan bias pada
hasil estimasi (Ariefianto, 2012). Model logit dalam
penelitian ini sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN

𝐽 𝐾 Karakteristik pelaku mobilitas pada Tabel 2 menunjukkan


𝑦𝑖 = 𝛼 + 𝛽𝑖 𝑃𝑜𝑣 + ∑ 𝛾𝑗 𝐼𝐶𝑗𝑖 + ∑ 𝛿𝑘 𝐻𝐶𝑘𝑖 sebagian besar (75%) dilakukan oleh laki-laki berkisar
𝑗=1 𝑘=1 usia 35 tahun. Di mana hampir setengahnya (48%) berada
𝐿
(5)
pada usia prima dengan rata-rata lama sekolah sekira 8,9
+ ∑ 𝜃𝑙 𝑂𝐶𝑙𝑖 + 𝜖𝑖 tahun atau belum tamat SMP. Selaras dengan hal tersebut,
𝑙=1 terlihat separuh (55%) dari pelaku mobilitas
berpendidikan dasar ke bawah atau hanya tamat SD
Keterangan: bahkan sebagian yang lain tidak bersekolah. Sebanyak
𝑦𝑖 : pola mobilitas pekerja antarsektor (6 kategori) 31% pekerja berstatus pernah menikah dengan jumlah
𝑃𝑜𝑣 : status kemiskinan pekerja (+/-) anggota rumah tangga berkisar 4 hingga 5 orang.
IC : karakteristik individu meliputi jenis kelamin
pekerja (+), usia yang terbagi atas muda (+), prima Tabel 2. Ringkasan statistik
(+) dan tua (-), tingkat pendidikan pekerja yaitu
dasar (-), menengah (+) dan tinggi (+/-) serta lokasi Variabel Proporsi S.D
Mobilitas pekerja
tempat tinggal (+)
Sektor sama (base) 51%
HC : karakteristik keluarga meliputi status perkawinan Pertanian → Industri 7%
(-) dan jumlah anggota rumah tangga (-) Pertanian → Jasa 5%
OC : karakteristik pekerjaan yaitu upah/gaji/ pendapatan Industri ↔ Jasa 22%
yang diterima pekerja (+/-) Industri → Pertanian 8%
Jasa → Pertanian 7%
(+/-) : hipotesis hubungan antara variabel independen
Kemiskinan 61% 0,48
dengan pola mobilitas pekerja lintas sektor. Karakteristik individu
Laki-laki 75% 0,43
Asteriou dan Hall (2011) menyebutkan bahwa bagian Usia 35 12,12
utama pada model logit adalah tanda positif atau negatif Muda (15–29) 41% 0,49
Prima (30–50) 48% 0,50
pada koefisien regresi yang menunjukkan signifikansi
Tua (di atas 51) 11% 0,32
statistik dan interpretasi variabel dalam model. Tanda Pendidikan 8,90 4,33
negatif berarti bahwa peluang pada kategori tersebut lebih Dasar ke bawah 55% 0,49
rendah dibandingkan kategori acuan ketika variabel Menengah 37% 0,48
independen meningkat. Akan tetapi, koefisien tidak Tinggi 8% 0,27
Pedesaan 47% 0,49
mudah untuk diinterpretasikan secara langsung
Karakteristik rumah tangga
sebagaimana pada Ordinary Least Square (OLS). Pada Pernah menikah 31% 0,46
model logit, penjelasan berdasarkan efek marginal Ukuran keluarga 4,4 1,69
memberikan penjelasan yang lebih komprehensif. Efek n 8.869
marginal P(Y = j | xi ) berbeda dengan koefisien pada Sumber: Hasil olah data Sakernas 2018

model logit karena nilai pengaruh dari estimasi koefisien


Selanjutnya, Tabel 3 menyajikan transisi mobilitas
relatif kecil (minor) dibandingkan dengan dampak dari
pekerja antarsektor. Berdasarkan tabel tersebut, dapat
estimasi efek marginal yang cenderung lebih luas (large).

6
Dampak Kemiskinan terhadap Pola Mobilitas … | Evie Dian Pratiwi dkk.

diketahui sebagian besar pekerja memilih untuk Meskipun tidak selaras dengan ungkapan Lewis (1954),
berpindah pada sektor yang sama (kecuali pada sektor fenomena yang terjadi di Indonesia selaras dengan model
pertanian), yaitu sebanyak 30,87% pekerja pada sektor Mellor (McCulloch dkk., 2007) yang menyatakan bahwa
jasa memutuskan untuk pindah pada sektor yang sama, pada negara berkembang dengan basis agraris, seperti
begitu pula dengan pekerja sektor industri (13,56%). India dan Mesir, pertumbuhan ekonomi berpihak pada
penduduk miskin (pro-poor) dalam rangka meningkatkan
Tabel 3. Matriks transisi mobilitas pekerja antarsektor produktivitas sektor pertanian. Pada negara agraris,
(n) pergeseran pekerja ke sektor pertanian lebih tinggi
dibandingkan mobilitas antarsektor lainnya, termasuk di
Asal Tujuan (%) Total
dalamnya migrasi berbasis perkotaan.
Sektor Pertanian Industri Jasa (%)
7,11 7,35 4,81 19,28
Pertanian (631) (652) (427) (1710) Tingginya mobilitas pekerja dari sektor industri dan jasa
7,87 13,56 11,66 33,09 ke sektor pertanian didorong oleh realitas bahwa sektor
Industri (698) (1203) (1034) (2935) pertanian dapat menjadi jaring pengaman pada saat
meningkatkan jumlah pengangguran. Masih tersedianya
6,16
10,60 30,87 47,62 lahan pertanian yang luas menjadikan sektor pertanian
Jasa (546) (940) (2738) (4224) mampu menyerap lebih banyak pengangguran dan bukan
21,14 31,51 47,34 100,00 angkatan kerja dibandingkan sektor lainnya (Permata
Total (%) (1875) (2795) (4119) (8869) dkk., 2010). Untuk mendapatkan penghasilan/upah yang
Sumber: Hasil olah data Sakernas 2018 lebih tinggi, pekerja didorong untuk melakukan mobilitas
dari sektor pertanian menuju sektor industri dan jasa, atau
Keputusan untuk memilih pindah pada sektor yang sama lebih spesifik dari sektor informal ke sektor formal.
diduga dipengaruhi oleh adanya biaya mobilitas. Biaya Namun, realitas pekerja Indonesia menunjukkan hal
mobilitas dapat berupa fisik maupun nonfisik. Semakin sebaliknya. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui
besar biaya mobilitas, maka semakin kecil kemungkinan faktor-faktor yang memengaruhi kemungkinan pekerja
pekerja melakukan labor shifting pada sektor yang untuk melakukan labor shifting sehingga keputusan
berbeda (Holzer, 1991). Hal ini sebagaimana mobilitas sebagai sebuah strategi pengentasan
diungkapkan oleh Permata dkk. (2010) bahwa pekerja kemiskinan dapat dicapai.
yang memutuskan berpindah pada sektor yang berbeda
harus memiliki tingkat penyesuaian yang tinggi karena Tabel 4. Persentase pelaku mobilitas berdasarkan kelas
adanya perbedaan spesifikasi/keahlian dibandingkan pendapatan
dengan sektor sebelumnya. Upaya penyesuaian inilah
Kelompok Pendapatan (%)
yang kemudian dianggap sebagai biaya mobilitas. Mobilitas
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
Sektor sama 44,38 48,96 51,54 53,17 60,22
Sebagian besar pekerja yang melakukan mobilitas pada P→ I 3,73 7,23 7,98 10,80 7,34
sektor yang berbeda berasal dari sektor industri yaitu P→J 4,51 6,12 5,40 3,62 4,23
sebesar 7,87% berpindah ke sektor pertanian dan 11,66% I↔J 16,80 21,91 26,07 24,02 22,97
ke sektor jasa. Sementara itu, pekerja pertanian yang I→ P 15,02 9,36 5,82 5,19 3,38
J→ P 15,57 6,42 3,18 3,20 1,86
beralih pada sektor modern (industri/jasa) menempati
Total (%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
posisi terendah yaitu 7,35% pindah ke sektor industri dan Sumber: Hasil olah data Sakernas 2018
4,81% ke sektor jasa. Temuan ini bertolak belakang
dengan teori Lewis (1954) yang menyatakan bahwa untuk Selanjutnya, untuk menggambarkan pendapatan pelaku
mencapai pertumbuhan berkesinambungan (self- disajikan kelas pendapatan dari masing-masing pekerja.
sustaining growth), pekerja harus bergerak dari sektor Kajian ini membagi pendapatan menjadi 5 kelompok
tradisional menuju sektor modern. (kuantil). Kuantil 1 (Q1) adalah kelompok berpendapatan
terendah, naik terus hingga kuantil 5 sebagai kelompok

7
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

berpendapatan tertinggi. Langkah ini dilakukan untuk itu, penelitian ini memperlihatkan bahwa status
melihat kecenderungan mobilitas pekerja berdasarkan kemiskinan pekerja dapat mendorong maupun
kelas pendapatan yang mereka peroleh, terutama untuk menghambat laju mobilitas pekerja lintas sektor. Tanda
pekerja yang berpendapatan rendah. +/- menandai perbedaan dampak kemiskinan terhadap
tiap pola mobilitas. Status kemiskinan berpengaruh
Penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja pada kelas positif signifikan apabila pekerja melakukan mobilitas
pendapatan berapapun memiliki kemungkinan mobilitas dari sektor industri dan jasa menuju sektor pertanian.
yang sama yaitu semakin tinggi pendapatan (Q5)
menyebabkan peningkatan persentase mobilitas ke sektor Peluang pekerja berpendapatan rendah di sektor industri
yang sama. Hal ini bertolak belakang dengan meningkat 4,8% sedangkan pada sektor jasa mengalami
Pusponegoro dkk. (2012) yang mengklaim bahwa peningkatan yang lebih tinggi yaitu 6,3%. Pekerja yang
perubahan nilai konsumsi rumah tangga lebih banyak tidak puas terhadap pendapatan di sektor sebelumnya
terjadi pada tiga kuantil tengah, sedangkan rumah tangga ‘terpaksa’ bergeser ke sektor pertanian. Pendorong utama
kuantil terendah dan teratas cenderung untuk tidak mobilitas ke sektor pertanian adalah ketidakpuasan
mengalami mobilitas. terhadap pendapatan. Sebagaimana terlihat pada Tabel 4,
lebih dari separuh pelaku mobilitas berada pada Q1 yaitu
Rendahnya pendapatan (Q1) pekerja pertanian pada kelas pendapatan terendah. Apabila dilihat dari nilai
menyebabkan ketidakmampuan memenuhi biaya RRR, diketahui pekerja miskin di sektor industri memiliki
mobilitas sehingga hanya mereka pada kelas pendapatan kemungkinan 3,23 kali lebih tinggi berpindah ke sektor
yang lebih tinggi yang berpindah ke sektor industri pertanian dibandingkan pekerja yang tidak miskin.
maupun jasa. Sebaliknya, pekerja berpendapatan rendah Begitupula halnya dengan pekerja miskin di sektor jasa,
(Q1 dan Q2) pada sektor industi dan jasa memiliki mereka 5,23 kali lebih mungkin berpindah ke sektor
persentase tinggi untuk berpindah ke sektor pertanian. pertanian.
Kemiskinan diduga telah mendorong terjadinya
deindustrialisasi di Indonesia. Perbedaan kecenderungan Kegagalan meningkatkan standar hidup mendorong
mobilitas pada tiap kelas pendapatan dengan pekerja meninggalkan sektor industri dan jasa. Di sisi lain,
memperhatikan faktor sosio-demografi dapat dijelaskan luasnya lahan pertanian yang tersedia di Indonesia
melalui Tabel 5. menjadikan sektor pertanian berperan penting dalam
penyerapan tenaga kerja (BPS, 2019). BPS mencatat pada
Tabel 5 menunjukkan hasil estimasi (efek marginal) dari tahun 2018 terdapat 27,2 juta rumah tangga pengguna
regresi multinomial logit. Tanda +/- pada koefisien lahan pertanian atau meningkat 5,71% dibandingkan
menunjukkan dugaan peneliti atas hubungan variabel tahun 2013. Rata-rata penguasaan lahan oleh petani
independen terhadap mobilitas pekerja pada kondisi di Indonesia sebesar 7.791,54 m2. Dengan kata lain, dengan
mana mobilitas lintas sektor menjadi cara untuk mencapai asumsi setiap keluarga memiliki 2 sampai 3 anggota
pendapatan yang lebih tinggi. Interpretasi hasil analisis rumah tangga yang juga ikut bekerja sebagai petani, maka
model multinomial logit berdasarkan nilai marginal efek setiap pekerja di sektor pertanian menguasai lahan 2.500
(dy/dx) untuk melihat peluang masing-masing kategori. m2 hingga 3.500 m2. Angka tersebut jauh lebih besar dari
Sementara itu, arah hubungan antar variabel dilihat rata-rata penguasaan lahan di Vietnam yaitu 1.200
berdasarkan tanda dari koefisien, artinya peningkatan dan m2/perkapita, sehingga secara umum sektor pertanian
penurunan peluang berdasarkan tanda (+/-) koefisien. masih menjadi pilihan pekerja untuk melakukan
mobilitas dalam rangka menciptakan kesejahteraan.
Dampak Kemiskinan terhadap Mobilitas Pekerja

Syafitri (2013) mengungkapkan bahwa kemiskinan


memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kemungkinan seseorang melakukan mobilitas. Sementara

8
Dampak Kemiskinan terhadap Pola Mobilitas … | Evie Dian Pratiwi dkk.

Tabel 5. Hasil estimasi regresi multinomial logit

Variabel Rujukan Pertanian → Industri Pertanian → Jasa Industri ↔ Jasa Industri→ Pertanian Jasa → Pertanian
Hip
Independen dy/dx Coef RRR dy/dx Coef RRR dy/dx Coef RRR dy/dx Coef RRR dy/dx Coef RRR dy/dx

Kemiskinan +/- -0,083 -0,148 0,94 -0,015 0207* 1,34 0,002 0,092 1,14 -0,014 1,057*** 3,23 0,048 1,492*** 5,23 0,063

Karakteristik Individu

Laki-laki -0,133 1,204*** 4,68 0,038 0,132 1,31 -0,004 0,393 1,61 0,037 1,297*** 4,59 0,048 0,489*** 1,87 0,012

Usia

Muda + 0,398 -2,869*** 1,05 -0,091 -2,681*** 0,96 -0,071 -0,773*** 1,31 -0,0003 -2,946*** 0,79 -0,109 -3,459*** 0,91 -0,127

Prima + 0,397 -2,631*** 1,43 -0,088 -2,526*** 1,18 -0,072 -0,788*** 1,31 0,002 -2,551*** 1,25 -0,096 -3,370*** 1,03 -0,143

Tua - 0,335 -2,715*** 1,55 -0,055 -2,714*** 1,14 -0,048 -1,029*** 1,14 -0,099 -2,939*** 0,97 -0,066 -3,274*** 1,32 -0,063

Pendidikan -

Dasar - 0,006 -0,455*** 0,71 -0,019 -0,249* 0,87 -0,009 0,131* 1,25 0,036 -0,434*** 0,72 -0,021 0,137 1,29 0,007

Menengah + 0,097 -1,262*** 0,34 0,049 -0,878*** 0,49 -0,028 -0,064 1,07 0,027 -1,044*** 0,41 -0,045 -0,213* 0,97 -0,002

Tinggi + 0,209 -3,217*** 0,05 -0,058 -1,940*** 0,17 -0,039 -0,601*** 0,63 -0,057 -2,390*** 0,11 -0,058 -0,243 0,94 0,005

Pedesaan +/- -0,120 1,329*** 4,36 0,057 1,164*** 3,57 0,042 -0,144** 0,91 -0,087 1,173*** 3,59 0,056 1,185*** 3,65 0,051

Karakteristik Keluarga

Kawin + 0,004 0,171 1,32 0,008 0,209 1,34 0,009 -0,069 0,97 -0,015 -0,168 0,91 -0,009 0,038 1,11 0,002
Ukuran -
- 0,019 -0,071** 0,99 -0,002 -0,051 1,01 -0,040** 0,99 -0,001 -0,187*** 0,88 -0,008 -0,153*** 0,90 -0,006
Keluarga 0,0007

n 8869

Chi-Square 5644,83

McFadden’s R2 0,083

AIC 22.668,447

Kode signifikansi: *** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1


Sumber : Hasil olah data

9
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

McCulloch dkk. (2007) mengemukakan bahwa tingginya pertanian menuju sektor jasa, namun mereka tidak
kemiskinan pada pekerja pertanian disebabkan rendahnya menjadikan kesenjangan upah antara sektor pertanian dan
harga produk dan upah sektor pertanian sehingga upaya jasa sebagai pertimbangan.
dalam jangka pendek mengentaskan kemiskinan adalah
‘mengeluarkan’ mereka dari sektor pertanian. Sebaliknya, Berdasarkan uraian di atas, secara umum status
hasil estimasi menunjukkan pekerja pertanian yang kemiskinan pekerja dapat mendorong maupun
‘menderita’ kemiskinan ‘enggan’ berpindah ke sektor menghambat mobilitas pekerja lintas sektor. Rendahnya
industri. Peluang mereka keluar dari sektor pertanian penghasilan/upah menyebabkan ketidakpuasan pekerja di
menuju sektor industri menurun 1,5%. Dengan kata lain, sektor industri dan jasa sehingga mereka meninggalkan
pekerja yang memiliki pendapatan di bawah garis keduanya dan berpindah ke sektor pertanian. Salah satu
kemiskinan cenderung untuk tetap berpindah di sektor daya tarik sektor pertanian adalah pertumbuhan sektor
pertanian dibandingkan ke sektor industri. Hal ini pariwisata dengan basis pedesaan (local tourism) yang
berkaitan dengan adanya biaya mobilitas yang harus mengeksplorasi potensi desa, khususnya di bidang
ditanggung pekerja saat memutuskan melakukan pindah pertanian terutama perkebunan. Pada kegiatan pariwisata
kerja. Biaya tersebut dapat berupa biaya fisik maupun tersebut dibutuhkan dukungan asosiasi pedagang di
nonfisik. Biaya fisik meliputi keikutsertaan dalam kawasan pariwisata (Ashar, 2013) yang biasanya
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, biaya menawarkan produk-produk pertanian subsektor
transportasi ke lokasi tempat kerja yang baru, dan biaya perkebunan sebagai daya dukung untuk menarik
lainnya yang melekat. Sementara itu, biaya nonfisik wisatawan. Proses ini akan memberi banyak manfaat bagi
(psikis) dapat berupa penyesuaian dengan lingkungan pertumbuhan ekonomi pedesaan, termasuk di dalamnya
kerja yang baru serta biaya yang ditanggung karena harus penyerapan tenaga kerja sektor pertanian.
berpisah dengan keluarga apabila pekerja juga melakukan
migrasi antarwilayah. Pada perkembangannya, pekerja pertanian memiliki
kecenderungan yang rendah untuk pindah ke sektor
Bertolak belakang dengan mobilitas ke sektor industri, industri karena adanya biaya mobilitas yang membebani
perpindahan pekerja pertanian ke sektor jasa sangat mereka. Besarnya biaya transportasi akibat tidak
dipengaruhi oleh status kemiskinan, dibuktikan dengan terhubungnya antarwilayah di Indonesia serta mahalnya
koefisien yang bertanda positif signifikan. Murahnya biaya hidup di perkotaan, seperti biaya permukiman,
biaya mobilitas ke sektor jasa tidak menjadi menjadi penghambat terbesar gerak pekerja dari sektor
pertimbangan pekerja miskin untuk keluar dari sektor pertanian ke industri. Hal ini sebagaimana diungkapkan
pertanian, sebagaimana diungkapkan McKenzie dan Du dkk. (2005) bahwa penduduk miskin lebih cenderung
Woodruff (2006) bahwa berpindah pada sektor tidak melakukan mobilitas, meskipun terdapat
perdagangan dan jasa layanan pribadi membutuhkan kemungkinan pendapatan yang lebih tinggi.
biaya yang lebih rendah dibandingkan berpindah pada
sektor industri. Namun demikian, pekerja yang Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Mobilitas
‘menderita’ kemiskinan juga menyadari bahwa sebagian Sektoral
besar pekerjaan di sektor jasa bergerak pada bidang
informal, sehingga tidak menjamin kesejahteraan yang Sebagian besar variabel pembentuk karakteristik pelaku
lebih baik. Bahkan, sebagian pekerja berpandangan mobilitas menunjukkan pengaruh yang signifikan
perpindahan ke sektor informal akan memperparah terhadap masing-masing pola mobilitas lintas sektor.
kondisi kemiskinan (Taufiq, 2017) karena ketidakpastian Jenis kelamin merupakan karakteristik individu yang
pendapatan yang diterima pekerja seperti diungkapkan paling berpengaruh terhadap keputusan pekerja
Dartanto dkk. (2019). Oleh sebab itu, mobilitas pekerja melakukan mobilitas. Peluang pindah kerja meningkat
dari sektor pertanian ke sektor jasa belum optimal sebagai pada pekerja laki-laki, peluang perpindahan pekerja laki-
strategi ‘keluar’ dari kemiskinan. Artinya, pekerja laki yang tertinggi adalah pada pola perpindahan dari
berpenghasilan rendah terdorong untuk keluar dari sektor sektor industri ke sektor pertanian yang mencapai 4,8%.

10
Dampak Kemiskinan terhadap Pola Mobilitas … | Evie Dian Pratiwi dkk.

Selain itu, laki-laki memiliki kemungkinan mobilitas 4,59 pekerja berusia muda dan prima memilih untuk berpindah
kali lebih tinggi dibanding perempuan. Hal ini sejalan pada sektor yang sama.
dengan temuan Permata dkk. (2010) bahwa pada sektor
pertanian, pertambangan, industri, konstruksi dan listrik, Kecilnya kemungkinan pekerja berusia muda dan prima
pekerja laki-laki memiliki peluang lebih besar untuk berpindah lintas sektor berkaitan erat dengan lama masa
mengalami perpindahan dibandingkan pekerja studi yang mereka tempuh. Tabel 2 menunjukkan bahwa
perempuan. Laki-laki sebagai pencari nafkah 55% dari 90% pekerja pada rentang usia ini hanya
(breadwinner) merespons ketidakpuasan atas pendapatan menempuh pendidikan hingga tingkat SMP (pendidikan
dengan cara melakukan mobilitas antarsektor. Sementara dasar) sehingga peluang berpindah menurut pendidikan
pada mobilitas pekerja meninggalkan pertanian menuju semakin menurun seiring dengan semakin tinggi
sektor jasa, tidak ditemukan perbedaan pengaruh yang pendidikan yang ditempuh sesuai dengan tanda negatif
signifikan kecenderungan mobilitas berdasarkan gender. pada masing-masing koefisien, kecuali pada mobilitas
Pekerja laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang lintas sektor industri-jasa. Menurunnya peluang mobilitas
sama untuk masuk ke sektor jasa. Pertumbuhan upah di seiring dengan semakin tingginya pendidikan sesuai
sektor jasa telah membuka peluang yang sama bagi dengan temuan Tansel (2017) yang mengungkapkan
pekerja laki-laki dan perempuan dalam melakukan bahwa probabilitas pindah kerja akan semakin berkurang
mobilitas (Maltseva, 2005). seiring dengan semakin tingginya jenjang pendidikan
yang ditempuh pekerja. Kondisi ini diperkuat oleh adanya
Usia pada setiap rentangnya berhubungan negatif dengan kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga
seluruh pola mobilitas. Artinya, pada rentang usia kerja terdidik di Indonesia (Handayani, 2015). Situasi
berapapun, peluang pekerja untuk melakukan mobilitas yang menunjukkan bahwa separuh dari pekerja
lintas sektor akan tetap menurun. Meskipun tidak berpendidikan tinggi tidak memenuhi kualifikasi yang
seluruhnya menunjukkan hal yang sama, temuan ini ditetapkan dalam pasar kerja dapat mengindikasikan
berlawanan dengan hipotesis yang dibangun. bahwa mereka mengalami hambatan dalam melakukan
Sebagaimana disampaikan Gielen dan Van Ours (2006) mobilitas terutama menuju sektor dengan tekhnologi
yang mengklaim bahwa dinamika perubahan lapangan tinggi.
pekerjaan banyak ditemui pada pekerja dengan usia muda,
sementara pekerja tua memilih untuk tetap berada pada Hasil berbeda ditunjukkan pola mobilitas antar sektor
sektor yang sama. industri-jasa. Tanda positif pada koefisien menandakan
peluang pekerja berpendidikan dasar dan menengah
Namun demikian apabila dilihat hasil estimasi Tabel 5, meningkat masing-masing sebesar 3,6% dan 2,7%.
peluang pindah sektor semakin kecil seiring Sebaliknya, peluang pekerja berpendidikan tinggi
bertambahnya usia menuju usia prima, tetapi naik menurun hingga 5,7%. Fenomena mobilitas antarsektor
kembali saat pekerja berada pada usia tua. Mobilitas industri dan jasa khususnya perpindahan menuju sektor
meninggalkan sektor jasa menuju pertanian misalnya, jasa banyak terjadi di Indonesia pada lima tahun terakhir.
peluangnya menurun 12,7% pada usia muda, kemudian Tumbuhnya jasa transportasi online misalnya, telah
menurun kembali hingga 14,3% pada pekerja usia prima, mendorong banyak pekerja dari sektor lain bergerak
tetapi akhirnya hanya menyisakan penurunan 6,3% pada menuju sektor jasa. Pendapatan yang lebih tinggi dan
usia tua. Hal ini didorong oleh fakta pekerja usia tua waktu yang lebih fleksibel menjadikan jasa transportasi
cenderung untuk berpindah pada pekerjaan yang lebih online pilihan yang feasible bagi pekerja. Sebagaimana
baik (Börsch-Supan & Weiss, 2016) dan memiliki waktu hasil penelitian Lembaga Demografi Universitas
yang lebih fleksibel seperti kerja paruh waktu (part-time Indonesia (LD UI) (2018) yang menyebutkan bahwa
work) (Ponomareva & Sheen, 2013). Artinya, pekerja penghasilan pekerja atau disebut mitra GOJEK
usia tua di Indonesia memiliki kecenderungan yang lebih meningkat sebesar 45% dan lebih tinggi dibandingkan
tinggi untuk melakukan mobilitas antarsektor. Sebaliknya, UMK yang berlaku yaitu sebesar Rp4,9 juta untuk
Jabodetabek dan Rp3,8 Juta untuk luar Jabodetabek.

11
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

Selaras dengan hal tersebut, CSIS dalam rilis yang Pengaruh Keluarga terhadap Keputusan Mobilitas
dikeluarkan oleh Tenggara Strategics (2019) menemukan Antarsektor
fakta peningkatan pendapatan pekerja atau partner Grab
sebesar 113% dibandingkan pendapatan pada pekerjaan Sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan di awal
sebelumnya. Kondisi ini telah sejalan dengan upaya penelitian, tidak ditemukan hubungan positif antara
pengentasan kemiskinan melalui mobilitas pekerja karakteristik keluarga dan mobilitas pekerja antarsektor.
antarsektor yang bertujuan mendorong peningkatan Hasil ini mengonfirmasi temuan Borjas (2016) bahwa
pendapatan sehingga mampu menciptakan kesejahteraan kondisi keluarga memengaruhi keputusan mobilitas
pekerja. mereka. Setiap keluarga berupaya untuk meningkatkan
pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
Terakhir, terkait status tempat tinggal pekerja, kajian Listiani (2018) mengungkapkan bahwa mobilitas yang
McCulloch dkk. (2007) mengemukakan bahwa pekerja dilakukan ayah dalam sebuah keluarga cenderung
yang berasal dari pedesaan, terutama dari sektor pertanian, berpengaruh positif terhadap pertumbuhan anak.
harus melakukan mobilitas agar mendapatkan upah yang Keluarga yang memiliki pendapatan lebih tinggi akan
lebih baik. Penelitian ini telah mendukung hipotesis memberikan dukungan kepada anak-anak mereka
tersebut sebab pekerja pedesaan memiliki peluang yang mendapatan pendidikan yang lebih tinggi sehingga
meningkat untuk melakukan mobilitas, kecuali pada mereka mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik
mobilitas lintas sektor industri-jasa. Peluang melakukan di masa depan (Ashar dkk., 2016).
mobilitas antarsektor industri-jasa menurun 8,7% pada
pekerja yang tinggal di pedesaan. Hal ini disebabkan Gambar 1. Lapangan usaha pelaku mobilitas di
pekerja nonpertanian di pedesaan sebagian besar berada pedesaan
pada lapangan usaha industri pengolahan (industri) dan
perdagangan (jasa) (Gambar 1). Pada kedua jenis
pekerjaan tersebut, pekerja mendapatkan upah yang lebih
baik dibandingkan upah di sektor pertanian. Proses ini
dapat menjadi strategi pengentasan kemiskinan melalui
peralihan pekerja lintas sektor di pedesaan.

Karakteristik individu merupakan faktor penting yang


memengaruhi mobilitas. Kajian sebelumnya oleh
Miskiyah dkk. (2017b) menunjukkan bahwa sensitivitas
personal, kecerdasan, dan pengetahuan kondisi dan
situasi di tempat tujuan bergantung pada akses pribadi
atas sumber-sumber informasi yang tidak tersedia secara
universal. Selaras dengan hal tersebut, penelitian ini
menemukan bahwa untuk ‘keluar’ dari kemiskinan,
pekerja laki-laki berusia tua dengan latar belakang
pendidikan tingkat dasar yang tinggal di pedesaan
didorong untuk melakukan mobilitas antarsektor. Pola
mobilitas yang dapat dipilih adalah industri-pertanian, Sumber: Hasil olah data Sakernas 2018
jasa-pertanian dan industri-jasa. Sementara itu, pekerja
pertanian yang ‘menderita’ kemiskinan lebih cenderung Pekerja yang berstatus kawin atau bahkan memiliki
untuk tetap di sektor yang sama. jumlah anggota rumah tangga yang lebih banyak
memiliki kecenderungan lebih kecil untuk melakukan
mobilitas lintas sektor. Menariknya, status pernikahan
berhubungan negatif dan signifikan dengan pola

12
Dampak Kemiskinan terhadap Pola Mobilitas … | Evie Dian Pratiwi dkk.

mobilitas keluar dari pertanian menuju sektor industri pertanian tidak mampu membiayai proses mobilitas lintas
atau jasa. Sebaliknya, pertambahan jumlah anggota sektor, sehingga mereka lebih memilih berpindah pada
rumah tangga menurunkan peluang mobilitas pekerja sektor yang sama, yaitu tetap pada sektor pertanian.
menuju sektor pertanian baik dari sektor industri maupun
jasa. Pekerja pertanian yang terikat dalam suatu Sementara itu, karakteristik pekerja, baik individu
hubungan pernikahan cenderung untuk berpindah pada maupun keluarga, memiliki pengaruh yang beragam pada
sektor yang sama dibandingkan melakukan mobilitas ke tiap pola mobilitas. Sebagian variabel meningkatkan
sektor industri atau jasa. Mereka mempertimbangkan peluang mobilitas lintas sektor, sedang variabel lainya
biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang mungkin cenderung menyebabkan pekerja ‘hanya’ berpindah pada
akan didapatkan di sektor yang baru. Salah satu sektor yang sama. Hal ini tidak lepas dari realitas adanya
komponen biaya yang membebani pekerja adalah biaya biaya mobilitas yang harus ditanggung pekerja saat
psikis jika harus meninggalkan keluarga (McConnell dkk., melakukan mobilitas. Semakin tinggi biaya, semakin
2017), terutama apabila mobilitas sektoral menyebabkan kecil kemungkinan melakukan mobilitas.
migrasi spasial (Molloy dkk., 2017).
Secara umum, perpindahan pekerja dari sektor pertanian
Secara umum, bertambahnya jumlah anggota rumah menuju sektor industri atau jasa memiliki peluang yang
tangga selalu dianggap sebagai tambahan biaya yang lebih kecil dibandingkan tetap pada sektor pertanian.
harus ditanggung pekerja sehingga menurunkan peluang Gerak pekerja pertanian terhambat oleh besarnya biaya
melakukan mobilitas (Cherry & Tsournos, 2001). Namun mobilitas. Rendahnya upah dan keterbatasan
demikian, dalam upaya mendapatkan upah yang lebih keterampilan menghalangi mereka untuk mendapatkan
tinggi, pekerja berstatus kawin dengan jumlah anggota standar hidup yang lebih baik melalui bekerja pada
rumah tangga empat hingga lima orang dapat melakukan sektor-sektor modern. Sementara itu, mobilitas
mobilitas di sektor yang sama. antarsektor industri dan jasa cenderung lebih dinamis.
Keberadaan sistem pengupahan dan sistem kerja yang
sudah terstruktur dengan baik pada sektor industri
KESIMPULAN DAN SARAN menjadikan peluang arus mobilitas antarsektor menjadi
lebih kecil. Sektor jasa -yang umumnya merupakan
Penelitian ini menunjukkan bukti nyata pengaruh sektor informal- tumbuh menjadi tujuan mobilitas yang
kemiskinan terhadap pola mobilitas pekerja. Mobilitas ke berkembang pesat seiring dengan kemajuan teknologi
sektor yang lebih produktif dan menawarkan upah yang dan digitalisasi. Pola mobilitas industri-jasa memberikan
lebih tinggi menjadi salah satu upaya pekerja keluar dari kontribusi signifikan terhadap upaya pengentasan
kemiskinan. Sektor jasa dipandang pekerja pertanian kemiskinan. Sebaliknya, meskipun tidak populer,
sebagai tujuan mobilitas yang memberikan banyak sebagian pekerja Indonesia melakukan mobilitas menuju
keuntungan. Di sisi lain, pekerja yang menerima upah sektor pertanian. Sektor pertanian yang identik dengan
rendah di sektor industri dan jasa, akibat sebagian besar sektor tradisional subsisten tetap menjadi tujuan
mereka merupakan pekerja kasar (blue collar), memilih mobilitas pekerja yang tidak mampu mendapatkan upah
untuk berpindah ke sektor pertanian. yang tinggi pada sektor sebelumnya.

Kemiskinan yang dialami pekerja dapat mendorong Implikasi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah
sekaligus menghambat proses mobilitas lintas sektor. seperti, memperbaiki sistem pendidikan dan menata
Pekerja miskin di sektor industri dan jasa terdorong ulang program peningkatan keterampilan sehingga
melakukan mobilitas menuju sektor pertanian, karena mampu mendorong mobilitas tenaga kerja (Adam, 2016).
masih tersedia lahan pertanian. Sementara itu, Pemberian bekal keterampilan pekerja dapat dilakukan
kemiskinan menghambat pekerja pertanian berpindah ke melalui pemberdayaan BLK (Balai Latihan Kerja) yang
sektor industri dikarenakan tingginya biaya mobilitas dan tersebar di beberapa daerah. Selain tanpa biaya, BLK
ketidakpastian upah. Kemiskinan menjadikan pekerja memudahkan pekerja karena adanya kerjasama dengan

13
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

stakeholder atau perusahaan yang membutuhkan tenaga DAFTAR PUSTAKA


kerja dengan keterampilan tertentu. Dalam hal ini,
pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja memberikan Abella, M. (2013). Effects of labour mobility: An analysis
of recent international development literature.
pelatihan pada pekerja yang akan melakukan mobilitas,
The International Indigenous Policy Journal,
bukan hanya pada pencari kerja. Selanjutnya, pemerintah 4(3). https://doi.org/10.18584/iipj.2013.4.3.3
harus melakukan monitoring pada pekerja yang telah
menerima pembekalan. Proses ini tidak hanya Adam, L. (2016). Membangun daya saing tenaga kerja
memastikan pekerja dapat memasuki pasar kerja, tetapi Indonesia melalui peningkatan produktivitas.
Jurnal Kependudukan Indonesia, 11(2) 71-84.
juga ikut memantau terbentuknya peta potensi https://doi.org/10.14203/jki.v11i2.205
penyerapan tenaga kerja pada tiap sektor di suatu wilayah.
Akgündüz, Y. E., Aldan, A., Bağır, Y. K., & Torun, H.
Sejatinya, untuk mendapatkan upah yang lebih baik, (2019). Job mobility in Turkey. Central Bank
Review, 19(3), 83-91.
pekerja harus melakukan mobilitas dari sektor yang
https://doi.org/10.1016/j.cbrev.2019.08.002
kurang produktif menuju sektor yang lebih produktif
(Akgündüz dkk., 2019). Robby dkk. (2019) menekankan Ariefianto, M. D. (2012). Ekonometrika: Esensi dan
bahwa sektor industri, khususnya industri manufaktur, aplikasi dengan menggunakan Eviews. Erlangga.
merupakan sektor dengan tingkat produktivitas dan Ashar, K. (2013). The enhancement of micro small
kompetisi yang tinggi sehingga mampu menawarkan enterprises capacity and local economy through
upah yang lebih baik. Namun, sebagian besar lokasi socio economic institution networking: Study in
industri terdapat di perkotaan atau terkonsentrasi pada East Java tourism area. Abstract of Economic,
Finance and Management Outlook (ICEFMO),
wilayah tertentu. Pekerja harus menanggung biaya
Conscientia Beam, 1, 1-32.
mobilitas jika memutuskan berpindah pada sektor https://ideas.repec.org/a/pkp/ecfmao/2013p32vo
industri. Pemerintah dapat menekan tingginya biaya l1.html
transportasi melalui penyediaan sarana dan prasarana
Ashar, K., Susilo, & Fazaalloh, A. M. (2016). Study of
yang memadai agar tiap wilayah mampu terhubung
institution model of micro finance to raise
melalui moda transportasi yang aman, nyaman dan murah. children opportunities of poor families for having
Selain itu, gerak pekerja ke perkotaan menimbulkan higher education: Perception and effort of poor
masalah pemukiman. Untuk mengatasi hal ini, households. International Journal of Social and
pemerintah dapat memfasilitasi melalui program rumah Local Economic Governance, 2(1), 32-39.
murah atau rumah susun. Dengan program ini, https://doi.org/10.21776/ub.ijleg.2016.002.01.4
kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan Asteriou, D., & Hall, S. G. (2011). Applied econometrics
perumahan (backlog) diharapkan dapat teratasi. Di sisi (2nd ed.). Palgrave MacMillan.
lain, besarnya minat pekerja untuk pindah ke sektor
Borjas, G. J. (2016). The wage impact of the Marielitos:
pertanian membutuhkan dukungan bagi pemerintah untuk
Additional evidence. https://scholar.harvard.edu/
meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pemerintah files/gborjas/files/mariel2015a.pdf
sebaiknya berfokus pada sektor pertanian modern mulai
dari hulu hingga hilir termasuk di dalamnya memastikan Börsch-Supan, A., & Weiss, M. (2016). Productivity and
age: Evidence from work teams at the assembly
ketersediaan daya dukung berupa infrastuktur yang
line. The Journal of the Economics of Ageing, 7,
memadai. 30-42.
https://doi.org/10.1016/j.jeoa.2015.12.001
Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan analisis
BPS [Badan Pusat Statistik]. (2018). Perhitungan dan
kemiskinan dan mobilitas pekerja tiap provinsi. Hal ini
analisis kemiskinan makro Indonesia tahun 2018.
akan memudahkan strategi mendorong mobilitas Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/
antarsektor sebagai upaya pengentasan kemiskinan publication/2018/12/21/78d449eddaad892e383b
berdasarkan karakteristik sektoral yang berbeda untuk 7fd9/penghitungan-dan-analisis-kemiskinan-
setiap wilayah di Indonesia. makro-dan-indonesia-tahun-2018.html

14
Dampak Kemiskinan terhadap Pola Mobilitas … | Evie Dian Pratiwi dkk.

______________. (2019). Hasil Survei Pertanian Antar Gumilang, K. A. R. (2009). Dinamika rumahtangga
Sensus (SUTAS) 2018. Badan Pusat Statistik. tenaga kerja wanita Desa Banaran Jawa Tengah.
https://www.bps.go.id/publication/2019/01/02/c SosioKonsepsia: Jurnal Penelitian dan
7cb1c0a1db444e2cc726708/hasil-survei- Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 14(1), 21-
pertanian-antar-sensus--sutas--2018.html 32.
https://ejournal2.kemsos.go.id/index.php/SosioK
Castellucci, F., Padula, M., & Pica, G. (2011). The age- onsepsia/article/view/738
productivity gradient: Evidence from a sample of
F1 drivers. Labour Economics, 18(4), 464-473. Gurgand, M. (2006). Mei Zhang: China’s poor regions.
https://doi.org/10.1016/j.labeco.2010.09.002 Rural-urban migration, poverty, economic
reform and urbanization. China Perspectives, 67.
Cherry, T. L., & Tsournos, P. T. (2001). Family ties, labor http://journals.openedition.org/chinaperspectives
mobility and interregional wage differentials. The /1055
Journal of Regional Analysis and Policy, 31(1),
23-33. https://doi.org/10.22004/ag.econ.132188 Hagen-Zanker, J., Postel, H., & Vidal, E. M. (2017,
September). Poverty, migration and the 2030
Christiaensen, L., & Martin, W. (2018). Agriculture, agenda for sustainable development (ODI
structural transformation and poverty reduction: Briefing).
Eight new insights. World Development, 109, https://www.odi.org/sites/odi.org.uk/files/resour
413-416. ce-documents/11743.pdf
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.05.027
Hampshire, K. (2002). Fulani on the move: Seasonal
Christiaensen, L., & Todo, Y. (2014). Poverty reduction economic migration in the Sahel as a social
during the rural–urban transformation – The role process. The Journal of Development Studies,
of the missing middle. World Development, 63, 38(5), 15-36. https://doi.org/10.1080/0022038
43-58. 0412331322491
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2013.10.002
Handayani, T. (2015). Relevansi lulusan perguruan tinggi
Cribb, J., & Sibieta, L. (2015). Mobility of public and di Indonesia dengan kebutuhan tenaga kerja di
private sector workers (IFS Briefing Note era global. Jurnal Kependudukan Indonesia,
BN173). Institute for Fiscal Studies. 10(1), 53-64. https://doi.org/10.14203/
https://doi.org/10.1920/BN.IFS.2015.00173 jki.v10i1.57
Dartanto, T., Halimatussadiah, A., Rezki, J. F., Holzer, H. J. (1991). Employment, unemployment and
Nurhasana, R., Siregar, C. H., Bintara, H., demand shift in local labor markets. The Review
Usman, Pramono, W., Sholihah, N. K., Yuan, Z. of Economics and Statistics, 73(1), 25-32.
W. Y., & Soeharno, R. (2019). Why do informal https://www.jstor.org/stable/2109683
sector workers not pay the premium regularly?
Evidence from the National Health Insurance Imai, K. S., Gaiha, R., & Garbero, A. (2017). Poverty
System in Indonesia. Applied Health Economics reduction during the rural–urban transformation:
and Health Policy, 18(1), 81-96. Rural development is still more important than
https://doi.org/10.1007/s40258-019-00518-y urbanisation. Journal of Policy Modeling, 39(6),
963-982.
Du, Y., Park, A., & Wang, S. (2005). Migration and rural https://doi.org/10.1016/j.jpolmod.2017.10.002
poverty in China. Journal of Comparative
Economics, 33(4), 688-709. Kousar, R., Naz, F., Sadaf, T., Adil, S. A., Shahid, T. Z.,
https://doi.org/10.1016/j.jce.2005.09.001 & Mushtaq, S. (2016). The impact of migration
on rural poverty: The case study of District
Fallick, B. C. (1993). The industrial mobility of displaced Faisalabad, Pakistan. International Journal of
workers. Journal of Labour Economic, 11(2), Economics and Financial Issues, 6(S3), 22-27.
302-323. https://www.jstor.org/stable/2535283 https://www.econjournals.com/index.php/ijefi/ar
Gielen, A. C., & Van Ours, J. C. (2006). Age-specific ticle/view/2577
cyclical effects in job reallocation and labor
mobility. Labour Economics, 13(4), 493-504.
https://doi.org/10.1016/j.labeco.2006.02.006

15
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

Kwan, F., Zhang, Y., & Zhuo, S. (2018). Labour Maltseva, I. (2005). Gender differences in occupational
reallocation, productivity growth and dualism: mobility and segregation at the labor market: The
The case of China. International Review of case of Russian economy (Working Paper No.
Economics and Finance, 57, 198-210. 05/11). Economics Research Network Russia and
https://doi.org/10.1016/j.iref.2018.01.004 CIS. https://www.cpc.unc.edu/projects/rlms-
hse/publications/1499.
Lembaga Demografi Universitas Indonesia. (2018). Hasil
riset Lembaga Demografi (LD) FEB UI tahun McConnell, C. R., Brue, S. L., & Macpherson, D. A.
2018: GOJEK sumbang Rp 44,2 triliun ke (2017). Contemporary labor economics (11th
perekonomian Indonesia. https://ldfebui.org/wp- ed.). McGraw-Hill Education.
content/uploads/2019/03/Berita-Pers-Lembar-
Fakta-LD-UI-Dampak-GOJEK.pdf McCulloch, N., Weisbrod, J., & Timmer, C. P. (2007).
Pathways out of poverty during an economic
Lewis, W. A. (1954). Economic development with crisis: An empirical assessment of rural
unlimited supplies of labour. The Manchester Indonesia (Policy Research Working Paper No.
School, 22(2), 139-191. 4173). World Bank.
https://doi.org/10.1111/j.1467- http://documents.worldbank.org/curated/en/2094
9957.1954.tb00021.x 31468051556022/Pathways-out-of-poverty-
during-an-economic-crisis-an-empirical-
Li, D. (2010). Job reallocation and labour mobility assessment-of-rural-Indonesia
among heterogeneous firms in Norway [Master’s
thesis, University of Oslo]. McKenzie, D. J., & Woodruff, C. (2006). Do entry costs
https://www.duo.uio.no/bitstream/handle/10852/ provide an empirical basis for poverty traps?
17615/danli- Evidence from Mexican microenterprises.
thesis.pdf?sequence=1&isAllowed=y Economic Development and Cultural Change,
55(1), 3-42. https://www.jstor.org/stable/
Listiani, T. (2018). The impact of gendered labor 10.1086/50575
migration on children's growth: A case of
Indramayu Regency, West Java Province, Miskiyah, N., Taufiq, Sariman, T. A., & Chodijah, R.
Indonesia. Jurnal Kependudukan Indonesia, (2017a). Job mobility in big cities, Southern
13(2), 77-88. Sumatera. International Journal of Scientific and
https://doi.org/10.14203/jki.v13i2.328 Research Publications, 7(2).
http://www.ijsrp.org/research-paper-
Looze, J. (2017). Why do(n't) they leave?: Motherhood 0217.php?rp=P626209
and women's job mobility. Social Science
Research, 65, 47-59. https://doi.org/ Miskiyah, N., Marwa, T., Sariman, T. A. M., & Chodijah,
10.1016/j.ssresearch.2017.03.004 R. (2017b). Inter sector labor mobility in
Palembang, Indonesia. Eurasian Journal of
Mahesh, R. (2002). Labour mobility in rural areas: A Economics and Finance, 5(2), 73-83.
village-level study (Discussion Paper No. 48). https://econpapers.repec.org/article/
Kerala Research Programme on Local Level ejnejefjr/v_3a5_3ay_3a2017_3ai_3a2_3ap_3a73
Development, Centre for Development Studies. -83.htm
http://www.cds.ac.in/
krpcds/publication/downloads/w48.pdf Molloy, R., Smith, C. L., & Wozniak, A. (2017). Job
changing and the decline in long-distance
Mahlberg, B., Freund, I., Cuaresma, J. C., & Prskawetz, migration in the United States. Demography,
A. (2013). Ageing, productivity and wages in 54(2), 631-653. https://doi.org/10.1007/s13524-
Austria. Labour Economics, 22, 5-15. 017-0551-9
https://doi.org/10.1016/j.labeco.2012.09.005
Nabila, A., & Pardede, E. L. (2014). Kemiskinan dan
migrasi: Analisis data SAKERTI 2000 dan 2007.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia,
14(2), 168-187.
https://doi.org/10.21002/jepi.v14i2.547

16
Dampak Kemiskinan terhadap Pola Mobilitas … | Evie Dian Pratiwi dkk.

Narayan, R., & Singh, S. K. (2015). Differentials and Rahayu, T. E. (2010). Pengaruh perbedaan penghasilan
determinants of out migration in Eastern Uttar terhadap keputusan pindah kerja tahun 2008-
Pradesh. Social Science Spectrum, 1(4). 2009 [Tesis Magister, Universitas Indonesia].
http://socialspectrum.in/index.php/sp/article/vie http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/metadata-
w/37 20342992.pdf
Nguyen, L. D., Raabe, K., & Grote, U. (2015). Rural– Robby, A., Maskie, G., & Syafitri, W. (2019). Analysis
urban migration, household vulnerability, and of the performance of the manufacturing industry
welfare in Vietnam. World Development, 71, 79- sector in East Java Province and implications for
93. strategy preparation. International Journal of
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2013.11.002 Scientific and Technology Research, 8(2), 72-77.
http://www.ijstr.org/final-
Pearlman, J. (2018). Gender differences in the impact of print/feb2019/Analysis-Of-The-Performance-
job mobility on earnings: The role of Of-The-Manufacturing-Industry-Sector-In-East-
occupational segregation. Social Science Java-Province-And-Implications-For-Strategy-
Research, 74, 30-44. Preparation.pdf
https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2018.05.010
Sihaloho, M., Wahyuni, E. K., & Kinseng, R. A. (2016).
Permata, M. I., Yanfitri, & Prasmuko, A. (2010). Rural poverty, population mobility, and agrarian
Fenomena labor shifting dalam pasar tenaga change: A historical overview. Sodality: Jurnal
kerja Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Sosiologi Pedesaan, 4(1), 48-60.
Perbankan, 12(3), 269-310. https://doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14406
https://doi.org/10.21098/bemp.v12i3.243
Su, Y., Tesfazion, P., & Zhao, Z. (2018). Where are the
Ponomareva, N., & Sheen, J. (2013). Australian labor migrants from? Inter- vs. intra-provincial rural-
market dynamics across the ages. Economic urban migration in China. China Economic
Modelling, 35, 453-463. Review, 47, 142-155.
https://doi.org/10.1016/j.econmod.2013.07.038 https://doi.org/10.1016/j.chieco.2017.09.004
Primawati, A. (2011). Remitan sebagai dampak migrasi Syafitri, W. (2013). Determinants of labour migration
pekerja ke Malaysia. Sosio Konsepsia: Jurnal decisions: The case of East Java, Indonesia.
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Bulletin of Indonesian Economic Studies, 49(3),
Sosial, 16(2), 209-222. 385-386.
https://doi.org/10.33007/ska.v16i2.804 https://doi.org/10.1080/00074918.2013.850638
Pusponegoro, N. H., Noviyanti, L., & Setyanto, G. R. Syafitri, W., & Knerr, B. (2012). Migration in East Java,
(2012). Menentukan indeks kesejahteraan Indonesia: Implications for family welfare and
masyarakat melalui mobilitas konsumsi rural development. Dalam B. Knerr (Ed.),
menggunakan matriks transisi kuantil. E- Transfer from international migration: A strategy
Prosiding Nasional Seminar Nasional Statistika of economic and social stabilization at national
Departemen Statistika FMIPA Unpad, 2(1), 264- and household level (vol. 8, hal. 92-128). Kassel
272. University Press.
http://prosiding.statistics.unpad.ac.id/index.php/
prosiding/article/view/sns2-30 Tansel, A. (2017). Labor mobility across the
formal/informal divide in Turkey. Journal of
Raharto, A. (2017). Pengambilan keputusan tenaga kerja Economic Studies, 44(4), 617-635.
Indonesia (TKI) perempuan untuk bekerja di luar https://doi.org/10.1108/jes-06-2015-0103
negeri: Kasus Kabupaten Cilacap. Jurnal
Kependudukan Indonesia, 12(1), 39-54. Taufiq, N. (2017). Pengaruh dinamika sektor pekerjaan
https://doi.org/10.14203/jki.v12i1.275 terhadap dinamika kemiskinan di Indonesia.
Sosio Konsepsia: Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 7(1), 1-14.
https://doi.org/10.33007/ska.v7i1.1148

17
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 1-18

Tenggara Strategics. (2019, 6 Mei). Grab's role in Vibriyanti, D. (2013). Ketimpangan jender dalam
unlocking Indonesia's informal economy 2018. partisipasi ekonomi: Analisis data SAKERNAS
https://tenggara.id/research/Grab-Research- 1980-2013. Jurnal Kependudukan Indonesia,
Grabs-Role-in-Unlocking-Indonesias-Informal- 8(1), 1 -16. https://doi.org/10.14203/jki.v8i1.18
Economy-in-2018
Wang, S. X., & Fu, Y. B. (2019). Labor mobility barriers
Thurlow, J., Dorosh, P., & Davis, B. (2019). and rural-urban migration in transitional China.
Demographic change, agriculture, and rural China Economic Review, 53, 211-224.
poverty. Dalam C. Campanhola & S. Pandey https://doi.org/10.1016/j.chieco.2018.09.006
(Ed.), Sustainable food and agriculture: An
integrated approach (hal. 31-53). The Food and World Bank. (2018). Population, total - Singapore,
Agriculture Organization of the United Nations Australia.
and Elsevier Inc. https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TO
TL?locations=SG-AU
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2006). Pembangunan
Ekonomi Jilid I (Edisi Kesembilan). Xiao, W., & Zhao, G. (2018). Agricultural land and rural-
ERLANGGA. urban migration in China: A new pattern. Land
Use Policy, 74, 142-150.
https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2017.05.013

18
PRISMA 1 (2018)
PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/

Pentingnya Kemampuan Literasi Matematika untuk Menumbuhkan


Kemampuan Koneksi Matematika dalam Meningkatkan SDM.
Masjaya1), Wardono2)
1
SMP Eka Sakti Semarang, Semarang
2
Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Semarang
masjaya.emje@yahoo.com

Abstrak
Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam pembangunan di era
globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia
yang bermutu lebih penting dari pada sumber daya alam yang melimpah. Disadari, daya
saing bangsa Indonesia di tengah bangsa lain cenderung kurang menggembirakan. Salah
satunya, tercermin dalam perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sumber
daya manusia yang bermutu hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang bermutu,
termasuk di dalamnya adalah penguasaan matematika dan pemahamannya secara holistik.
Oleh karena itu, masyarakat dengan segala keunikan kecerdasan individunya harus
memiliki kemampuan literasi matematika dan koneksi matematika yang memadai.
Seseorang yang literate (melek) matematika tidak sekedar paham tentang matematika akan
tetapi juga mampu mengunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari. Dalam hal ini
literasi matematika dapat menumbuhkan kemampuan koneksi matematis. Masalahnya,
kemampuan literasi matematika siswa Indonesia, dari hasil penilaian peringkat matematika
secara internasionaal, sangat jelek dibandingkan dengan negara-negara lain. Terdapat
sejumlah faktor determinan dari capaian literasi matematika tersebut, yaitu faktor personal,
faktor instruksional, dan faktor lingkungan. Namun apakah literasi matematika itu? Apa
sebenarnya koneksi matematika itu? Mengapa ia menjadi kompetensi yang penting bagi
masyarakat saat ini? Bagaimana pendidikan matematika mampu meningkatkan SDM?
Makalah ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kajian ini untuk
mengetahui dan mendalami teori yang mendukung peningkatan literasi dan koneksi
matematis yang bermuara pada peningkatan SDM. Berdasarkan kajian tersebut dapat
ditindak lanjuti dengan penelitian pengembangan perangkat pembelajaran matematika
yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan literasi matematika dan koneksi
matematika.

Kata Kunci: Literasi matematika, Koneksi Matematika, SDM

PENDAHULUAN
Sumber daya manusia (SDM) yang bermutu merupakan faktor penting dalam
pembangunan di era globalisasi saat ini. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai
proses perluasan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people's choices).
(Badan Pusat Statistik, 2014). Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja
pembangunan secara keseluruhan dinilai menggunakan pendekatan tiga dimensi dasar.
Dimensi tersebut mencakup: (a).Umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy
life), (b).Pengetahuan (knowledge) dan (c).Standar hidup layak (decent standard of
living), yang kesemuanya terangkum dalam satu nilai tunggal, yaitu indeks
pembangunan manusia (IPM). IPM Indonesia 2013 sebesar 68,4; peringkat 108 dari 187

568
Masjaya, Pentingnya Kemampuan Literasi Matematika untuk Menumbuhkan …

negara. Indonesia di tataran ASEAN berada pada peringkat 5 dan masuk dalam kategori
menengah.
Diyakini, dimensi pengetahuan (knowledge) adalah faktor penting yang
mempengaruhi pembangunan SDM di Indonesia. Faktor ini merupakan kapabilitas
dasar bagi manusia yang perlu dimiliki agar mampu meningkatkan potensinya. Di
tengah persaingan global, semakin tinggi kapabilitas dasar yang dimiliki suatu bangsa,
semakin tinggi peluang untuk meningkatkan potensi Sumber Daya Manusia bangsa itu.
Ironisnya kualitas pendidikan Indonesia oleh banyak kalangan dinilai masih rendah,
khususnya penguasaan matematika. Hal ini terlihat dari beberapa hasil survei yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional seperti Trend in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student
Assessment (PISA) yang menempatkan Indonesia pada posisi yang belum
menggembirakan di antara negara-negara yang di survei. Sedangkan NCTM (2000),
menentukan lima standar kemampuan dasar matematika yaitu; pemecahan masalah
(problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connections), dan representasi (representation).
Kemampuan koneksi matematika dan pemecahan masalah memiliki kaitan erat dengan
kemampuan literasi matematika, dimana kemampuan literasi yang baik, tentunya akan
membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi
matematikanya.
Dari fakta diatas, diduga kuat bahwa dimensi pengetahuan (knowledge),
khususnya kemampuan literasi matematika dan kaitannya dengan kemampuan koneksi
matematika mempunyai korelasi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia di
Indonesia. Kajian ini untuk mencari solusi secara teoritis terhadap permasalahan
tersebut, dan mendalami teori yang mendukung peningkatan literasi dan koneksi
matematis yang bermuara pada peningkatan SDM. Berdasarkan kajian ini dapat ditindak
lanjuti dengan penelitian pendidikan matematika untuk meningkatkan kemampuan
literasi matematika dan koneksi matematika.

PEMBAHASAN
Dasar Pemikiran
Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu SDM bangsa Indonesia
saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan, khususnya matematika. Hal ini juga
dapat dilihat dari berbagai indikator. Di tingkat nasional, evaluasi pembelajaran
matematika di sekolah dilakukan menggunakan standar Ujian Nasional (UN).
Sedangkan, di level internasional, saat ini terdapat dua asesmen utama yang menilai
kemampuan matematika siswa, yaitu TIMSS (Trend in International Mathematics and
Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment).
Dalam hal kemampuan matematika, survei hasil studi Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS), yang dilakukan setiap 4 (empat) tahun yang
dimulai tahun 1999, tahun 2011 menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara.
Tahun 2015 hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia belum
menunjukkan prestasi memuaskan. Kemampuan Matematika peserta didik Indonesia,
hanya mampu menempati peringkat 45 dari 50 negara, dengan pencapaian skor 397 dan
masih di bawah skor rata-rata internasional, yaitu 500.
Rendahnya mutu pendidikan dapat pula dilihat dalam laporan studi Programme
for International Student Assessment (PISA) tahun 2015. Rangking Indonesia untuk
Sains 62, Matematika 63, dan Membaca 64 dari 70 negara (OECD, 2016). Pada PISA

PRISMA 1, 2018 | 569


Masjaya, Pentingnya Kemampuan Literasi Matematika untuk Menumbuhkan …

2012 lalu, ranking Sains dan Matematika adalah 64 dari 65 sedangkan Membaca 61 dari
65 negara. Skor rata-rata untuk PISA 2015 (dan 2012) adalah skor Sains 403 (382),
Matematika 386 (375) dan Membaca 397 (396).
Literasi matematika merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan
literasi matematika menekankan pada kemampuan siswa untuk menganalisis, memberi
alasan dan mengomunikasikan ide secara efektif pada pecahan masalah matematis yang
mereka temui (OECD, 2009, p.19). Hal inilah yang menghubungkan matematika yang
dipelajari di ruang kelas dengan berbagai macam situasi dunia nyata. Menurut OECD
(PISA 2012, p.37) literasi matematika adalah kemampuan individu untuk merumuskan,
menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Dalam hal ini
termasuk penalaran matematis dan menggunakan konsep matematika, prosedur, fakta
dan alat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi
fenomena/kejadian.
Survei TIMSS, yang dilakukan oleh The International Association for the
Evaluation and Educational Achievement (IAE) berkedudukan di Amsterdam,
mengambil fokus pada domain isi matematika dan kognitif siswa. Domain isi meliputi
Bilangan, Aljabar, Geometri, Data dan Peluang, sedangkan domain kognitif meliputi
pengetahuan, penerapan, dan penalaran. Sementara itu studi tiga (3) tahunan PISA, yang
diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) sebuah badan PBB yang berkedudukan di Paris, bertujuan untuk mengetahui
literasi matematika siswa. Fokus studi PISA adalah kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi dan memahami serta menggunakan dasar-dasar matematika yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Studi TIMSS dan PISA tersebut intinya terletak pada kekuatan penalaran
matematis siswa serta kemampuan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini menunjukkan kelemahan siswa dalam menghubungkan konsep-konsep matematika
yang bersifat formal dengan permasalahan dalam dunia nyata. Memperhatikan
rendahnya kemampuan siswa Indonesia dalam survei tersebut, Pemerintah Indonesia,
dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebenarnya telah
mengantisipasinya dengan melakukan beberapa perubahan kurikulum.
Pada kurun waktu tahun 2000 sampai sekarang saja telah ada tiga jenis
kurikulum yang diberlakukan, yaitu kurikulum 2004, kurikulum 2006, dan kurikulum
2013. Walaupun kurikulum diganti dan diperbaiki, ternyata belum mampu mengangkat
prestasi siswa di forum internasional. Pengamatan sementara menunjukkan bahwa
meskipun kurikulum berganti, tetapi fungsi dan peran guru dalam pembelajaran
matematika, khususnya terkait cara menyampaikan materi pelajaran tidak pernah
berubah.

Literasi Matematika
Tuntutan kemampuan siswa dalam matematika tidak sekedar memiliki
kemampuan berhitung saja, akan tetapi kemampuan bernalar yang logis dan kritis dalam
pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini tidak semata-mata masalah yang berupa
soal rutin akan tetapi lebih kepada permasalahan yang dihadapi sehari-hari.
Kemampuan matematis yang demikian dikenal sebagai kemampuan literasi
matematika. Seseorang yang literate (melek) matematika tidak sekedar paham tentang
matematika akan tetapi juga mampu mengunakannya dalam pemecahan masalah sehari-
hari. Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin littera
(huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-

PRISMA 1, 2018 | 570


Masjaya, Pentingnya Kemampuan Literasi Matematika untuk Menumbuhkan …

konvensi yang menyertainya. Kendati demikian, literasi utamanya berhubungan dengan


bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan, sementara sistem bahasa tulis itu sifatnya
sekunder. Pengembangan dan penggunaan bahasa tentunya tidak lepas dari budaya,
sehingga pendefinisian istilah literasi tentunya harus mencakup unsur yang melingkupi
bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial budayanya. Berkenaan dengan ini, Kern (2000)
mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut: “Literacy is the use
of socially, and historically, and culturally-situated practices of creating and
interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the
relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the
ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive,
literacy is dynamic not static and variable across and within discourse communities and
cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and
spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge.”
Pengertian lain literasi matematika, sebagaimana dikutip dalam laporan PISA
2012, adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan
matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis
dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta dan fungsi
matematika untuk menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena
(OECD, 2013). Dengan penguasaan literasi matematika, setiap individu akan dapat
merefleksikan logika matematis untuk berperan pada kehidupannya, komunitasnya,
serta masyarakatnya. Literasi matematika menjadikan individu mampu membuat
keputusan berdasarkan pola pikir matematis yang konstruktif.
Wells (1987) menyebutkan bahwa terdapat empat tingkatan literasi, yaitu:
performative, functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat performative, orang
mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-simbol yang
digunakan. Pada tingkat functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, manual, atau
petunjuk. Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan
kemampuan berbahasa, sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu
mengungkapkan pengetahuan ke dalam bahasa sasaran.
Terdapat sejumlah variabel yang dapat menjadi determinan literasi siswa. Secara
umum faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu faktor
dalam diri siswa (internal) dan faktor di luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor internal
dapat dipilah menjadi aspek kognitif seperti kemampuan intelektual, kemampuan
numerik, dan kemampuan verbal; dan aspek nonkognitif seperti minat dan motivasi.
Adapun faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta
lingkungan media massa dan lingkungan sosial (Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang
Kemdikbud, 2013b).

Koneksi Matematika
NCTM (National Council of' teachers of Mathematics) merumuskan lima
kemampuan dasar yang menjadi standar kemampuan matematika, (1) pemecahan
masalah (problem solving), (2) penalaran dan bukti (reasoning and proof), (3)
komunikasi (communication), (4) koneksi (connections), dan (5) representasi
(representation). Kemampuan yang tidak kalah pentingnya yang harus dimiliki siswa
adalah kemampuan koneksi matematika. Kemampuan koneksi matematika memiliki
kaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah, dimana kemampuan pemecahan
masalah yang baik, tentunya akan membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan

PRISMA 1, 2018 | 571


Masjaya, Pentingnya Kemampuan Literasi Matematika untuk Menumbuhkan …

koneksi matematikanya, begitu juga sebaliknya. Kemampuan koneksi matematika


adalah kemampuan seseorang dalam memperlihatkan hubungan internal dan
eksternal matematika, yang meliputi: koneksi antar topik matematika, koneksi dengan
disiplin ilmu lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Melalui koneksi
matematika maka konsep pemikiran dan wawasan siswa semakin terbuka terhadap
matematika, tidak hanya terfokus pada topik tertentu saja yang dipelajari, sehingga akan
menimbulkan sifat positif terhadap matematika itu sendiri. Kenyataan dilapangan, hasil
penelitian Ruspiani (2000:13O) mengukapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan
koneksi matematika siswa sekolah menengah rendah, nilai rata-ratanya kurang dari
60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematika siswa dengan pokok
bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan 7,3%
untuk koneksi matematika dengan kehidupan sehari-hari. Mc Ginn dan Boote (2003)
mengidentifikasi empat faktor utama yang mempengaruhi kesulitan peserta didik
menyelesaikan masalah, yakni: (1) kategorisasi yaitu kemampuan untuk
mengidentifikasi masalah dari categorizable mudah untuk un-categorizable, (2) tujuan
interpretasi yaitu mencari solusi dari yang terdefinisi sampai yang tak terdefinisi, (3)
sumber daya relevansi yaitu bagaimana sumber daya yang relevan, (4) kompleksitas
yaitu melakukan operasi untuk mencari solusi.

Hasil Kajian
Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia berdampak langsung terhadap kualitas
SDM di Indonesia. , hal ini ditunjukkan oleh penguasaan peserta didik terhadap
beberapa mata pelajaran, khususnya mata pelajaran yang diukur dalam standar
internasional. Sehubungan dengan itu, hasil revieu yang dilakukan atas studi-studi
TIMMS, dan PISA pada tahun 2015 mengungkapkan bahwa faktor psikologis,
keterlibatan guru dan sekolah memiliki peran yang besar dalam mewujudkan prestasi
siswa terhadap bidang studi. Demikian juga variabel eksternal di luar siswa dan
guru/sekolah, seperti faktor lingkungan siswa turut berperan dalam mendorong siswa
lebih termotivasi dalam pembelajaran di kelas (Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang
Kemdikbud, 2013).
Walberg (1992) serta Wilkin, Zembilas, & Travers (2002), sebagaimana dikutip
Umar dan Miftahuddin (2012), mengidentifikasi tiga kelompok variabel yang
memengaruhi bukan hanya prestasi belajar, tetapi juga aspek perkembangan afektif dan
perilaku siswa, yaitu: (a) variable personal seperti prestasi sebelumnya, umur, motivasi,
self concept, (b) variabel instruksional seperti intensitas, kualitas, dan metode
pengajaran, dan (c) variabel lingkungan seperti keadaan di rumah, kondisi guru, kelas,
sekolah, teman belajar, dan media belajar.
Terkait pengaruh faktor instruksional, misalnya, hasil penelitian Simanjuntak
(2013) pada siswa SMA di Pangkal Pinang mengungkapkan bahwa kemampuan guru
melaksanakan pembelajaran memberikan kontribusi positif terhadap hasil belajar
matematika siswa. Oleh karena itu, dalam kajian ini dikelompokkan variable-variabel
yang secara teoretik merupakan determinan dari capaian literasi siswa tersebut. Sebagai
learning outcomes variable, literasi matematika dianalisis dalam hubungannya dengan
variable-variabel yang terkait (variabel personal, variable instruksional, dan variabel
lingkungan) yang merupakan respon siswa, guru, dan pihak sekolah.
Dalam metode mengajar tradisional, seorang guru dianggap sebagai sumber
ilmu, guru bertindak otoriter dan mendominasi kelas. Guru langsung mengajar
matematika, membuktikan semua dalil-dalilnya dan memberikan contoh-contohnya.

PRISMA 1, 2018 | 572


Masjaya, Pentingnya Kemampuan Literasi Matematika untuk Menumbuhkan …

Sebaliknya murid harus duduk dengan rapi, mendengarkan dengan tenang dan berusaha
meniru cara-cara guru membuktikan dalil dan cara guru mengerjakan soal-soal.
Demikianlah suasana belajar dan belajar yang tertib dan tenang. Murid bersifat passif
dan guru bersifat aktif. Murid-murid yang dapat dengan persis mengerjakan soal-soal
seperti yang dicontohkan gurunya adalah murid yang akan mendapat nilai yang paling
baik. Murid-murid pada umumnya kurang diberikan kesempatan untuk berinisiatif,
mencari jawaban sendiri, merumuskan dalil-dalil. Murid-murid pada umumnya
dihadapkan pada pertanyaan bagaimana menyelesaiakan soal bukan kepada mengapa
penyelesaiannya demikian". Pada pembelajaran seperti ini guru hanya sekedar
penyampai pesan pengetahuan, sementara siswa cenderung sebagai penerima
pengetahuan semata dengan cara mencatat, meniru, mendengarkan dan menghapal apa
yang telah disampaikan oleh gurunya. Pembelajaran matematika seperti ini tidak
mamberikan arti apa-apa pada siswa. Oleh karena itu perubahan paradigm guru
mengajar menjadi paradigm siswa belajar sudah seharusnya menjadi perhatian utama
dalam pembelajaran matematika. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat
meningkatkan pemecahan masalah dan koneksi matematika adalah model pembelajaran
yang inovatif yang mengajak anak untuk berfikir, yaitu model pembelajaran
konstruktivistik. Hal ini juga sesuai dengan fokus pelaksanaan pembelajaran matematika
sesuai dengan kurikulum 2013. Menurut teori konstruktivistik, belajar merupakan
sebuah proses aktif dan pengetahuan itu dibangun dari pengalaman serta belajar adalah
interpretasi individu terhadap dunia (Christie, 2005). Dalam model pembelajaran
konstruktivistik, pengetahuan dibangun oleh peserta didik melalui pengalaman, interaksi
sosial dan dunia nyata.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka permasalahan
pada kajian teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (a) bagaimana capaian literasi
matematika siswa jenjang pendidikan menengah dengan menggunakan desain tes
internasional?, (b) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pencapaian literasi
matematika siswa tersebut?, (c) bagaimana capaian literasi matematika siswa
berkorelasi dengan kemampuan koneksi matematika? (d) bagaimana capaian literasi
matematika dan koneksi matematika mampu meningkatkan kualitas SDM. Kajian ini
bertujuan untuk: (a) menggali informasi sejauh mana capaian literasi matematika di
jenjang pendidikan menengah mampu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan koneksi matematika; dan (b) mengkaji beberapa faktor yang
diduga memengaruhi capaian literasi matematika dan kemampuan koneksi matematika
tersebut.

SIMPULAN
Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia berdampak langsung terhadap kualitas
SDM di Indonesia. , hal ini ditunjukkan oleh penguasaan peserta didik terhadap
beberapa mata pelajaran, khususnya mata pelajaran yang diukur dalam standar
internasional.
Soal-soal literasi pada studi PISA menuntut kemampuan penalaran dan
pemecahan masalah yang menekankan pada berbagai masalah dan situasi dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan yang diujikan dalam PISA dikelompokkan dalam
komponen proses (OECD. 2010), yaitu kemampuan pemahaman dan pemecahan
masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan
komunikasi (communication). Sejalan dengan hal itu, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang juga memuat standar isi mata pelajaran

PRISMA 1, 2018 | 573


Masjaya, Pentingnya Kemampuan Literasi Matematika untuk Menumbuhkan …

matematika telah mengakomodir dan selaras dengan pengembangan literasi matematika.


Tujuan mata pelajaran matematika disebutkan yaitu agar peserta didik memiliki
kemampuan memahami, menggunakan penalaran, memecahkan masalah,
mengkomunikasikan dan memiliki sikap menghargai matematika.
Lebih jauh, literasi memiliki multiplier effect, yakni memberantas kemiskinan,
mengurangi angka kematian anak, mengekang pertumbuhan penduduk, mencapai
kesetaraan gender dan menjamin pembangunan berkelanjutan, perdamaian, dan
demokrasi (Unesco, 2014). Jadi kemampuan literasi, pemecahan masalah dan koneksi
matematika, berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik.2014. Indeks Pembangunan Manusia. Metode Baru. Jakarta.
Subdirektorat Analisis Statistik.
Christie, A. 2005. Constructivism and its implications for educators.
http://alicechristie.com/edtech/learning/constructivism/index.htm.
Kern, R. 2000. Literacy and Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.
Mc Ginn, M.K., dan Boote, D.N. 2003. “A First-Person Perspective on Problem Solving
in A History of Mathematics Course”. Mathematical Thinking and Learning,
Volume 5 No. 1. Hal 71-107.
NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. (Online).
(http://www.nctm.org, diakses 13 Oktober 2017)
OECD. 2009. Learning Mathematics for Life: A Perspective from PISA. Paris: OECD
Publishing.
OECD. 2010. PISA 2009. Matemathics Framework. Paris: PISA-OECD Publishing.
OECD. 2013. PISA 2012 Results: What Students Know and Can Do: Student
Performance in Mathematics, Reading and Science. (Volume 1). Paris: PISA-
OECD Publishing.
OECD. 2016. PISA 2015; PISA Results in Focus. Paris. PISA- OECD Publishing.
Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemdikbud. 2013. Laporan Kompetensi Guru
dan Prestasi Siswa Sebagai Dampak Dana Bantuan Langsung BERMUTU
kepada KKG/MGMP. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan.
Ruspiani. 2000. Kemampuan Siswa Dalam Melakukan Koneksi Matematika. Tesis tidak
diterbitkan. Bandung PPS UPI Bandung. Rusdi, A. 2008. Pengembangan
Perangkat Pembelajaran. Tersedia di: http ://www Andirusmath Blog at
WordPress.com. (diunduh 3 mei 2010).
Simanjuntak, H. 2013. “Kontribusi Kemampuan Guru Melaksanakan Pembelajaran
Terhadap Hasil Belajar Persamaan Kuadrat pada Siswa SMAN 1 Pangkal
Pinang.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 19 (1), hlm. 94-106.
UNESCO. 2014. Literacy for All. http://en.unesco.org/themes/literacy-all, diakses 12
Juni 2014.
Umar, J & Miftahuddin. 2012. Analisis Prestasi Matematika pada TIMSS Tahun 2011.
Makalah disampaikan pada Seminar Kebijakan Penilaian Pendidikan Berbasis
Kajian Sebagai Umpan Balik Kegiatan Belajar Mengajar untuk Meningkatkan
Mutu Pendidikan yang diselenggarakan oleh Puspendik, Kemdikbud pada tanggal
7-8 Desember 2012 Di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat.
Wells, G. 1987. “Apprenticeship in Literacy.” Interchange, 18, (1/2) (Spring/Summer),
hlm. 109-123.

PRISMA 1, 2018 | 574


Noor Zuhdiyati Dan David K: Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan.............. 27

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KEMISKINAN DI INDONESIA SELAMA LIMA TAHUN
TERAKHIR (Studi Kasus Pada 33 Provinsi)
Noor Zuhdiyaty
Alumni Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
David Kaluge
Dosen Pascasarjana Universitas Brawijaya

ABSTRAKSI
Pembangunan suatu negara adalah hal yang paling utama dilakukan untuk mensejahterakan
masyarakat. Salah satu hal yang merupakan tolak ukur pembangunan adlah dengan berkurangnya angka
dan pengangguran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kemiskinan di Indonesia selama kurun waktu lima tahunan 2011 -2015. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan uji regresi. Penelitian ini dilakukan pada 33 provinsi yang ad a di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara IPM dengan kemiskinan, sedangkan untuk
pertumbuhan ekonomi dan TPT tidak memiliki pengaruh terhadap kemiskinan.
Key Word : Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, IPM, TPT.

PENDAHULUAN masih kurang efektif dalam menangani masalah


Pembangunan adalah tujuan dari sutau kemiskinan yang ada.
negara, dimana negara tersebut semakin maju Hal tersebut terlihat dalam laporan BPS
ketika ada peningkatan pada pembangunannya. pada bulan september 2016 bahwa presentase
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan penduduk miskin perkotaan turun dari 7,79%
adalah dengan meningkatnya pertumbuhan menjadi 7,73% sementara pada daerah perdesaan
ekonomi, diharapkan dengan pertumbuhan turun dari 14,11% menjadi 13,96%. Namun
ekonomi yang tinggi mampu mengurangi meskipun demikian jumlah penduduk miskin
pengangguran ataupun kemiskinan yang ada perkotaan naik sebesar 0.15 juta orang. Selain itu
(Rustam 2010). Selain pertumbuhan ekonomi masih adanya provinsi yang memiliki presentase
salah satu aspek yang digunakan untuk melihat kemiskinan diatas presentase nasional. Hal
kinerja pembangunan ekonomi adalah seberapa tersebut menandakan bahwa masih adanya angka
besar efektifitas penggunaan sumber daya yang kemiskinan yang tinggi yang terjadi pada daerah
tersedia(Yacoub 2012). provinsi yang ada di Indonesia.
Kemiskinan sendiri pada negara Masih adanya tingkat kemiskinan yang terjadi
berkeembang merupakan masalah yang cukup pada daerah Indonesia, maka dari itu penulis
rumit meskipun beberapa negara berkembang ingin meneliti terkait faktor-faktor yang
telah berhasil melaksanakan pembangunan dalam mempengaruhi kemiskinan di Indonesia dengan
hal produksi dan pendapatan nasional (Sartika et studi pada 33 provinsi kurun waktu 2011-2015.
al. 2016). Kondisi kemiskinan suatu negara atau KAJIAN PUSTAKA
daerah juga merupakan cerminan dari tingkat Kemiskinan dipandang sebagai
kesejahteraan penduduk yang tinggal pada ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
negara/daerah tersebut (Christianto, 2013) . memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
Indonesia adalah negara yang tergolong masih makanan yang diukur dari sisi pengeluaran
berkembang dan kemiskinan merupakan masalah (BPS). Kemiskinan merupakan masalah yang
yang masih menjadi perhatian. dihadapi oleh semua negara. Pertumbuhan
Pratama ( 2014) mengatakan bahwa ekonomi sebagai salah satu indikator dalam
Indonesia sebagai negara berkembang yang mengatasi masalah kemiskinan, dimana
sudah berumur 57 tahun, masih mengalami pertumbuhan ekonomi merupakan konsep dari
masalah kemiskinana sebesar 24% jika angka pembangunan ekonomi (Atalay 2015).
kemiskinan di bawah 1$US dari 240 juta jiwa. Berbagai studi empiris yang telah ada
Namun, jika angka kemiskinan menggunakan menunjukkan bahwa harapan pembangunan
standart hidup dibawah 2$ maka angka ekonomi adalah untuk membawa perbaikan
kemiskinan tersebut melonjak menjadi 35%. ekonomi, seperti pengentasan kemiskinan,
Pembangunan ekonomi Indonesia saat ini dirasa standart pendidikan yang lebih baik atau
perbaikan kesehatan (Cremin & Nakabugo
28 JIBEKA VOLUME 11 NOMOR 2 FEBRUARI 2017 : 27 - 31

2012). Pertumbuhan ekonomi sendiri dapat jurnal, dsb. Alat analisis yang digunakan adalah
menjadi kekuatan pendorong untuk regresi data panel. Pertama dilakukan uji Chow
menghasilkan kekayaan yang nantinya akan untuk menentukan model masuk dalam common
menetes kebawah untuk memberantas effect ataupun fixed effect, kedua dilakukan uji
kemiskinan dan semua masalah yang Hausman untuk menentukan model masuk dalam
menyertainya (Cremin & Nakabugo 2012). fixed effect ataupun random effect. Ketiga uji
Pendidikan merupakan investasi yang dapat tersebut dilakukan untuk menentukan mana
menunjang pertumbuhan ekonomi. Mendidik model terbaik yang akan digunakan.
anak-anak miskin memiliki peluang yang tinggi Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
untuk membawa mereka keluar dari kemiskinan adalah variabel kemiskinan, pertumbuhan
(World Bank). ekonomi, Indeks pembangunan manusia (IPM)
Salah satu indikator pendidikan dapat dan Tingkat pengangguran terbuka (TPT). Model
dilihat dari tingkat IPM. IPM merupakan indeks yang digunakan adalah :
komprehensif sebagai ciri tingkat pembangunan Kemiskinan = α+β1.Pertumbuhanekonomi
manusi disuatu daerah atau negara yang diukur +β2.TPT +β3.IPM+ e
dari tingkat pendidikan, kesehatan dan umur Adapun definisi operasionalnya antara lain
panjang, serta pendapatan (Yakunina RP & 1. Kemiskinan
Bychkov GA 2015). IPM menurut BPS ada tiga presentase kemiskinan setiap provinsi yang
dimensi yaitu umur panjang dan hidup sehat, sudah penjumlahan total antara kemiskinan yang
pengetahuan dan standar hidup yang layak. terjadi di perkotaan dan perdesaan.
Kesehatan datang sebagai konsep dari bagian 2. Pertumbuhan ekonomi
modal manusia sebagai bukti dampak panjang presentase pertumbuhan ekonomi atas dasar
pada pertumbuhan ekonomi seperti halnya yang harga konstan pada setiap provinsi.
terjadi di Inggris 200 tahun terakhir (Hafner & 3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Mayer-Foulkes 2013). Tingkat pengangguran terbuka dari masing-
Disisi lain pengangguran merupakan masing provinsi di Indonesia
salah satu penyebab kemiskinan. Pengangguran, 4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
setengah menganggur atau kurangnya lahan Indeks pembangunan manusia dengan metode
produktif sebagai aset penghasil pendapatan penghitungan baru yang telah diterbitkan oleh
merupakan hal yang akut bagi masyarakat miskin BPS.
ketika dalam memeroleh kebutuhan paling dasar
untuk makanan, air dan tempat tinggal adalah hal HASIL DAN PEMBAHASAN
yang harus diperjuangkan pada setiap harinya Pada gambar dibawah ini dpat dilihat
(world bank ). presentase kemiskinan yang terjadi pada 33
Agar kemiskinan tidak semakian akut, provinsi yang ada di Indonesia. Gambar tersebut
maka pemerintah harus meletakkan kemskinan menunjukkan bahwa angka kemiskinan pada
menjadi pusat perhatian, beberapa ahli beberapa provinsi berada diatas angka
menyebutkan bahwa penanggulangan kemiskinan nasional. Diantaranya Aceh,
kemiskinan yang paling jitu adalah dengan Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa
menciptakan aktivitas ekonomi pada daerah guna Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi
menciptakan pertumbuhan ekonomi (Yacoub Tengah, Gorontalo, Maluku, Papua Barat dan
2012). Pertumbuhan ekonomi yang ada nantinya Papua.
diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru Gambar 1. Presentase Kemiskinan 33
sehingga berkurangnya pengangguran yang ada, Provinsi di Indonesia Tahun 2015
serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat
yang nanti akan dapat mengurangi kemiskinan
yang ada.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Indonesia
dengan sampel 33 provinsi. Pendekatan dalam
penelitian ini adalah kuantitatif dengan data
sekunder. Sumber data dari penelitian ini adalah
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Periode
waktu yang digunakan selama lima tahun yaitu
2011-2015. Adapun teknik pengumpulan data Sumber : BPS (data diolah oleh penulis)
dilakukan secara dokumentasi yakni berdasarkan
pengamatan terhadap kajian literatur, buku-buku,
Noor Zuhdiyati Dan David K: Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan.............. 29

Hasil penelitian dengan uji Chow menunjukkan


bahwa tingkat probabilitas P-value atau
probabilitas dari c-square dan f test adalah
0.0000 yang berarti pada α 5% atau 0.05, maka p
value < α atau 0.000 < 0.05 yang berarti hasil uji
menandakan bahwa ditolak dan diterima
sehingga model yang terpilih adalah fixed effect.
Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah Sumber : Hasil ouput regresi data panel dengan
ini. regresi eviews 7.0

Berdasarkan hasil uji regresi dengan


metode fixed effect maka pada tabel diatas dapat
dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki
nilai konstanta sebesar
-0.028355 dengan probabilitas sebesar 0.5791 >
0.05. pertumbuhan ekonomi memiliki nilai
negatif tidak signifikan, yang berarti
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
Sumber : Hasil ouput regresi data panel dengan terhadap tingkat kemiskinan. TPT memiliki nilai
regresi eviews 7.0 konstanta sebesar -1.12E-05 dengan probabilitas
= model mengikuti pooled leasts quare sebesar 0.9824 > 0.05. TPT memiliki nilai
negatif tidak signifikan, yang berarti TPT tidak
= model mengikuti fixed effect berpengaruh terhadap kemiskinan. Sedangkan
Sementara pada uji Hausman p-value atau hasil untuk IPM memiliki probabilitas sebesar 0.0202
probabilitas sebesar 0.0040 dengan tingkat < 0.05. IPM memiliki nilai positif signifikan,
kesalahan α 5% atau 0.05 maka p-value< α atau yang berarti IPM berpengaruh terhadap
0.0040<0.05. Sehingga model yang dipilih kemiskinan.
adalah model fixed effect. Hal tersebut dapat Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa uji f
dilihat pada tabel dibawah. statistik dengan nilai 0.0000 < 0.05 maka
variabel independen secara bersama-sama dapat
Tabel 1. Hasil Uji Hausman menjelaskan variabel dependen. Sementara pada
uji koefisien determinasi dengan nilai sebesar
0.96840 mengartikan bahwa variabel 96,84%
variasi tingkat kemiskinan dapat dijelaskan oleh
variabel independent dalam model yaitu
pertumbuhan ekonomi, IPM, TPT. Sedangkan
3,16% dapat dijelaskan oleh variabel lain.

Sumber : Hasil ouput regresi data panel dengan INTERPRETAS I HASIL


regresi eviews 7.0 Berdasarkan hasil uji diatas maka dapat
dilihat bahwa IPM berpengaruh negatif
= model mengikuti fixed effect
signifikan terhadap kemiskinan sebesar -
= model mengikuti random effect 0.289890. Hal tersebut menandakan bahwa
Berdasarkan dari uji Chow dan uji antara IPM dengan kemiskinan memiliki
Hausman maka model yang digunakan dalaam hubungan terbalik, yaitu ketika IPM mengalami
penelitian ini adalah uji Hausman yaitu penurunan sebesar 1 persen dapat menaikkan
menggunakan fixed effect. Selanjutnya dianalisis kemiskinan sebesar -0.289890, begitu
menggunakan regresi. sebaliknya. Hal ini sama dengan penelitian
(Rustam 2010) dan (Pratama, 2014) yang
menunjukkan bahwa IPM berpengaruh negatif
terhadap kemiskinan
Sementara pada pertumbuhan ekonomi
tidak berpengaruh signifikan terhadap
kemiskinan. Hal ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Barika 2013) hal ini
mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi
yang ada lebih banyak ditopang oleh konsumsi
30 JIBEKA VOLUME 11 NOMOR 2 FEBRUARI 2017 : 27 - 31

daripada investasi atau modal. Pertumbuhan 20.


ekonomi yang tidak berpengaruh tersebut 2. Barika, 2013. Pengaruh Pertumbuhan
mencerminkan kurangnya kualitas pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah,
ekonomi yang ada karena masih tidak mampu Pengangguran Dan Inflasi Terhadap
dalam mengurangi kemiskinan. Namun Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Se
penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan Sumatera. Jurnal Ekonomi dan
oleh (Rustam 2010) yang menunjukkan bahwa Perencanaan Pebangunan, 5(3), pp.27–36.
pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif 3. Cremin, P. & Nakabugo, M.G., 2012.
signifikan terhadap kemiskinan. Education, development and poverty
TPT juga tidak berpengaruh terhadap reduction: A literature critique.
kemiskinan, hal ini sama dengan penelitian yang International Journal of Educational
dilakukan oleh (Ketut & Endrayani 2016). Hal Development, 32(4), pp.499–506. Available
tersebut mengindikasikan bahwa tidak semua at:
yang menganggur adalah masyarakat miskin, http://dx.doi.org/10.1016/j.ijedudev.2012.0
atau mereka yang menganggur masih dihidupi 2.015.
oleh orang yang memiliki pendapatan yang 4. Hafner, K.A. & Mayer-Foulkes, D., 2013.
cukup. Namun penelitian ini berbeda dengan Fertility, economic growth, and human
yang dilakukan oleh (Yacoub 2012) yang development causal determinants of the
menunjukkan hasil bahwa pengangguran developed lifestyle. Journal of
berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Selain Macroeconomics, 38(PA), pp.107–120.
itu penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Available at:
yang dilakukan oleh (Barika 2013) yang http://dx.doi.org/10.1016/j.jmacro.2013.04.
menunjukkan hasil bahwa pengangguran 001.
berpengaruh positif terhadap kemiskinan. 5. Ketut, N. & Endrayani, E., 2016.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
KESIMPULAN MEMPENGARUHI TINGKAT
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KEMISKINAN KABUPATEN / KOTA DI
variabel independent pertumbuhan ekonomi, PROVINSI BALI Fakultas Ekonomi dan
TPT, dan IPM berpengaruh secara Bisnis Universitas Udayana (Unud ), Bali ,
simultan/bersama-sama terhadap variabel Indonesia Kesenjangan ekonomi atau
dependent kemiskinan dapat dilihat dari nilai f ketimpangan distribusi pendapatan antara
statistik < 0.05. Pada nilai sebesar 0.96840 kelompok masyarakat . , 1, pp.63–88.
6. Online.diakses 15 Desember 2016.
menjaskan bahwa variabel independent dapat
http://siteresources.worldbank.org/INTPOV
menjelaskan 96% dari variabel dependent dan
sisanya dijelaskan oleh variabel lain. ERTY/Resources/335642-
1124115102975/1555199-
Pertumbuhan ekonomi, TPT, dan IPM
1124115187705/ch2.pdf
memiliki hubungan yang negatif terhadap
kemiskinan. Diantara ketiga variabel tersebut 7. Online. diakses 15 Desember 2016.
hanya variabel Ipm yang berpengaruh terhadap http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/23#s
kemiskinan. Sementara pertumbuhan ekonomi ubjekViewTab1|accordion-daftar-subjek1
tidak berpengaruh terhadap kemiskinan, hal ini 8. Online.diaskes 03 November 2016.
menunjukkan bahwa pertumbuhan yang ada https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/vi
kurang berkualitas sehingga tidak mempengaruhi ew/id/1219
kemiskinan. Begitu juga dengan pengangguran 9. Pratama, Ci.Y., 2014. Analisis faktor faktor
bahwa tingkat TPT juga tidak berpengaruh yang mempengaruhi kemiskinan di
terhadap kemiskinan, hal ini menandakan bahwa Indonesia. Bisnis dan Manajemen,
mereka yang menganggur belum tentu memiliki 4(September), pp.210–223.
pendapatan yang rendah. 10. Rustam, 2010. Perencanaan Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Timur Dalam Rangka
DAFTAR PUSTAKA Mengurangi Angka Pengangguran Dan
1. Atalay, R., 2015. Science Direct The Kemiskinan. , 6(1).
education and the human capital to get rid 11. Sartika, C. et al., 2016. No Title. , 1(April),
of the middle-income trap and to provide pp.106–118.
the economic development. Procedia - 12. Teddy Christianto, 2013. Volume VII, No.
Social and Behavioral Sciences, 174, 2, Desember 2013 ISSN : 1978 - 3612.
pp.969–976. Available at: Determinan dan karakteristik kemiskinan di
http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.01.7 provinsi Riau, VII(2).
13. Yacoub, Y., 2012. Pengaruh Tingkat
Noor Zuhdiyati Dan David K: Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan.............. 31

Pengangguran terhadap Tingkat


Kemiskinan Kabupaten / Kota di Provinsi
Kalimantan Barat. Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura
Pontianak , 8(3), pp.176–185.
14. Yakunina RP & Bychkov GA, 2015.
ScienceDirect Correlation Analysis Of The
Components Of The Human Development
Index Across Countries. Procedia
Economics and Finance, 24(July), pp.766–
771. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/S2212-
5671(15)00692-9.
EDAJ 3 (1) (2014)

Economics Development Analysis Journal

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT


KEMISKINAN DAN STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI KAB.
BREBES TAHUN 2009-2011

Slamet Priyo Marmujiono 

Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana pengaruh variabel pendapatan perkapita,
Diterima Februari 2014 pertumbuhan ekonomi, dan rasio ketergantungan penduduk terhadap jumlah penduduk miskin di
Disetujui Maret 2014 Kab. Brebes tahun 2009-2011, serta bagaimana strategi pengentasan kemiskinan tersebut pada
Dipublikasikan April tahun 2011. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan data time series dan data cross
2014 section atau sering disebut dengan data panel dengan bantuan Software Eviews 6 dan Analisis
________________ SWOT.
Keywords: Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan
Kemiskinan, Pendapatan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Kab. Brebes, pendapatan perkapita berpengaruh
Perkapita, Pertumbuhan positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Kab. Brebes, dan rasio ketergantungan
Ekonomi, Rasio penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Kab. Brebes.
Ketergantungan Penduduk, Berdasarkan hasil penelitian setrategi pengentasan kemiskinan dengan menggunakan analisis
Stategi., poverty, income per SWOT, maka strategi pengentasan kemiskinan melalui strategi S-O (Strength–Oppoutunities) yaitu
capita, economic growth, dengan meningkatkan kinerja penanggulangan kemiskinan pemerintah daerah yang berfokus pada
inhabitant dependency ratio, pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan
and strategy. meningkatkan akses pelayanan pendidikan di Kab. Brebes.
____________________ Abstract
___________________________________________________________________
The writer analyzed the variable income per capita, economic growth, and inhabitant dependency ratio which
influence the in increasing of poverty in Brebes Regency. Moreover, this research is used to analyze the strategy
in overcoming poverty in 2009-2011. The writer used time series data and cross section data which are called
panel data which is combined with software 6 and SWOT analysis.
The result of this research indicates that variable economic growth gives negative and significant effects among
the number of poverty in Brebes Regency, while income per capita and inhabitant dependency ratio give
positive and significant effects. By using SWOT analysis, the writer found S-O (Strength – Opportunities) as
method to pull out the poverty in Brebes Regency. This method is increasing the local government occupation
which focuses on people rights accomplishment and increasing the human resources quality, for instance, by
raising the education among people in Brebes Regency.

© 2014 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6889
Kampus Gedung C-6, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang
Telp/Fax: (024) 8508015, email: edaj_unnes@yahoo.com

159
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

PENDAHULUAN dianggap sebagai kebutuhan minimal dari


Kemiskinan merupakan salah satu standar hidup tertentu. Kemiskinan dipahami
penyakit suatu negara, sehingga harus sebagai keadaan seseorang atau sekelompok
disembuhkan atau paling tidak dikurangi. orang kekurangan uang dan barang untuk
Permasalahan kemiskinan memang merupakan menjamin kelangsungan hidup. Suryawati,
permasalahan yang kompleks dan bersifat 2005. Kemiskinan adalah suatu intergrated
multidimensional. Oleh karena itu, upaya concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1)
pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan
komprehensif, mencakup berbagai aspek (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi
kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara darurat (state of emergency), 4) ketergantungan
terpadu. Kemiskinan muncul ketika seseorang (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik
atau sekelompok orang tidak mampu secara geografis maupun sosiologis.
mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang
Tabel 1
Tingkat Kemiskinan di Pulau Jawa Tahun 2008-2011 (persen)
Provinsi 2008 2009 2010 2011 rata-rata
DKI Jakarta 4,29 3,62 3,48 3,75 3,285
1
Jawa Barat 3,01 11,96 11,27 10,65 11,723
1
Jawa Tengah 9,23 17,72 16,56 15,76 17,318
1
DI Yogyakarta 8,32 17,23 16,83 16,08 17,115
1
Jawa Timur 8,51 16,68 15,26 14,23 16,175
Banten 8,15 7,64 7,16 6,32 7,318
Sumber; BPS, Data dan informasi Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2011
Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dalam menurunkan tingkat kemiskinan belum
merupakan tingkat kemiskinan agregat dari 35 merata ke seluruh kabupaten/kota. Melihat
kabupaten/kota di Jawa Tengah. Tingkat keadaan tersebut perlu dicari faktor-faktor yang
kemiskinan di 35 kabupaten di Jawa Tengah dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di
tidak merata, dan sebagian besar tingkat seluruh kabupaten/kota, sehingga dapat
kemiskinannya masih tinggi. Terdapat empat digunakan sebagai acuan bagi tiap
kota yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah kabupaten/kota dalam usaha mengatasi
10 persen, yaitu Kota Semarang, Kota kemiskinan.
Pekalongan, Kota Tegal, Kota Salatiga,
sedangkan yang lainnya di atas 10 persen. Hal
ini mengindikasikan bahwa usaha pemerintah

160
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

300.0
282.9
250.0 239.0
226.6
200.0 207.6
180.3 182.5 186.9 175.3 174.6
173.2
150.0 142.6 139.1
126.4
110.7 113.5115.498.1 118.4 116.4
100.0 89.8 96.6 105.6 108.4 108.3
104.4
87.3 86.7
85.0 83.5
68.4
50.0 44.9
0.0 9.1 11.4 24.2
21.3

Kab. Wonogiri

Kab. Batang
Kab. Temanggung
Kab. Kendal
Kab. Sragen

Kab. Tegal
Kab. Boyolali

Kab. Pati
Kab. Cilacap

Kab. Grobogan
Kab. Blora
Kab. Rembang

Kab. Jepara
Kab. Demak

Kab. Brebes

Kota Semarang
Kab. Magelang

Kab. Kudus
Kab. Banjarnegara

Kab. Wonosobo

Kota Surakarta
Kab. Purbalingga

Kab. Karanganyar
Kab. Purworejo

Kab. Sukoharjo

Kota Magelang

Kota Tegal
Kab. Banyumas

Kab. Klaten

Kab. Pekalongan
Kab. Kebumen

Kab. Semarang

Kab. Pemalang

Kota Salatiga

Kota Pekalongan
Grafik 1 Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2011 (ribu jiwa)
Sumber; BPS, Data dan informasi Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah, 2011

Dengan jumlah penduduk miskin tingkat kemiskinan tertinggi di Provinsi Jawa


sebanyak 282,9 ribu jiwa pada tahun 2011 Kab. Tengah hal itu dapat dilihat pada grafik 1.
Brebes menjadi kabupaten dengan rata-rata

8
7
6
5
persen

4 Kab. Brebes
P1
3
Jawa
2 Tengah P1
1 Kab. Brebes
P2
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Grafik 2. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Kab.Brebes


Tahun 2002-2011
Sumber; BPS, Data dan Informasi Rendahnya produktifitas mengakibatkan
Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah, 2010 dan rendahnya pendapatan yang mereka terima.
2011 Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada
Penyebab kemiskinan bermuara pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya
teori lingkaran kemiskinan. Lingkaran investasi berakibat pada rendahnya akumulasi
kemiskinan adalah, suatu rangkaian kekuatan modal sehingga proses penciptaan lapangan
yang saling mempengaruhi suatu keadaaan kerja rendah (tercemin oleh lambatnya
dimana suatu negara akan tetap miskin dan pertumbuhan ekonomi). Rendahnya akumulasi
akan banyak mengalami kesukaran untuk modal disebabkan oleh keterbelakangan dan
mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik. seterusnya (Kuncoro, 1997). Berangkat dari
Adanya keterbelakangan, dan ketertinggalan lingkaran setan yang ada maka peneliti
SDM (yang tercermin oleh tingkat pendidikan), menentukan variabel yang berpengaruh
ketidak sempurnaan pasar, dan kurangnya terhadap kemiskinan di Kabupaten Brebes yaitu;
modal menyebabkan rendahnya produktifitas.

161
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

3,400,000.00
3,300,000.00
3,200,000.00
3,100,000.00
rupiah

3,000,000.00
2,900,000.00
2,800,000.00
2,700,000.00
2,600,000.00
2008 2009 2010 2011

Grafik 3. Pendapatan Perkapita Kab. Brebes (rupiah)


Sumber; BPS, Kabupaten Brebes Dalam Angka, 2011

Grafik 3 menunjukan tingkat rendahnya pendapatan penduduk akan berakibat


pendapatan perkapita di Kab. Brebes dari tahun pada rendahnya produktivitas kerja dari
ke tahun yang mengalami kenaikan dari tahun penduduk, sehingga dengan rendahnya
2008 sebesar 2.864.120,05 rupiah, menjadi pendapatan menyebabkan tingginya jumlah
2.999.444,69 rupiah dan 3.157.497,99 rupiah di penduduk miskin.
tahun 2010 dan 2011, dan yang diikuti Tingkat kemiskinan juga sangatlah
persentase penduduk miskin yang naik pada dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi karena
tahun 2011. Rendahnya pendapatan masyarakat kenaikan pertumbuhan ekonomi akan
dapat mengakibatkan pemenuhan akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini
kebutuhan tidak maksimal, rendahnya menunjukkan pentingnya mempercepat
pendapatan juga dapat menurunkan kualitas pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan
sumber daya manusia yang dapat menjadi faktor tingkat kemiskinan.
penyebab terjadinya penduduk miskin,
5.05
5
4.95
persen

4.9
4.85
4.8
4.75
4.7
2008 2009 2010 2011

Grafik 4. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Brebes. Tahun 2008-2011 (persen)


Sumber; BPS, Kabupaten Brebes Dalam Angka, 2011

Grafik 4 menunjukan tingkat persen, sementara pertumbuhan ekonomi Jawa


pertumbuhan ekonomi Kab. Brebes yang masih Tengah sebesar 6 persen, dan pertumbuhan
jauh di bawah persentase pertumbuhan ekonomi ekonomi nasional mencapai 6,5 persen. Dalam
Jawa Tengah dan persentase pertumbuhan RPJMD Kab. Brebes tahun 2008-2012,
ekonomi nasional, dan target Rencana pertumbuhan ekonomi Kab. Brebes ditargetkan
Pembangunan Jangka Menengah Daerah sebesar 5-5,5 persen per tahun. Kondisi ini
(RPJMD) Kab. Brebes. Pada tahun 2011, menunjukkan bahwa Kab. Brebes mengalami
pertumbuhan ekonomi Kab. Brebes hanya 4,97 banyak ketertinggalan dalam bidang ekonomi

162
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

dari kabupaten dan kota lainnya di Jawa maka semakin tinggi pula beban yang harus
Tengah, sehingga memerlukan berbagai ditanggung penduduk yang produktif untuk
terobosan dalam upaya peningkatan menanggung penduduk yang belum produktif
pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dan tidak produktif lagi. Hal tersebut didukung
dilakukan Wongdesmiwati (2009), menemukan oleh penelitian yang dilakukan Knowles (2002),
bahwa terdapat hubungan yang negatif antara yang menyatakan bahwa meningkatnya rasio
pertumbuhan ekonomi dengan tingkat ketergantungan akan meningkatkan proporsi
kemiskinan, untuk itu dalam menurunkan populasi yang hidup dalam kemiskinan. Angka
tingkat kemiskinan pertumbuhan ekonomi harus kelahiran yang tinggi berimplikasi pada
ditingkatkan. tingginya rasio ketergantungan. Negara-negara
Faktor lain yang juga berpengaruh berkembang di Asia yang sukses mengurangi
terhadap tingkat kemiskinan adalah rasio angka kelahiran, maka rasio ketergantungan
ketergantungan penduduk. Karena semakin relatif rendah.
tinggi persentase nilai ketergantungan penduduk
62
60
58
persen

56
54
52
50
48
2009 2010 2011

Grafik 5. Rata-rata Rasio Ketergantungan Penduduk Kab. Brebes (persen)


Sumber; BPS, Kabupaten Brebes Dalam Angka, tahun 2009-2011
Terlihat pada grafik 5 rasio  Bagaimana strategi yang dilakukan
ketergantungan penduduk di Kab. Brebes untuk pengentasan penduduk miskin di
sangatlah tinggi, pada tahun 2009 rata-rata rasio Kab. Brebes pada tahun 2011.
ketergantungan penduduk di Kab. Brebes
sebesar 60,97 persen, mengalami penurunan di
tahun 2010 menjadi 52,97 persen, dan LANDASAN TEORI
mengalami peningkatan di tahun 2011 hingga BPS 2010. Pendapatan perkapita adalah
rata-rata rasio ketergantungan penduduk di Kab. besarnya pendapatan rata-rata penduduk di
Brebes di tahun 2011 adalah 53,06 persen. suatu negara. Pendapatan perkapita dapat
dihitung dari PDRB harga kosntan dibagi
dengan jumlah penduduk pada suatu wilayah,
RUMUSAN MASALAH pendapatan perkapita sering digunakan sebagai
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, tolak ukur kemakmuran dan tingkat
maka dapat dirumuskan masalah sebagai pembangunan suatu daera. Sedangkan
berikut: Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan
 Bagaimana pengaruh pendapatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara
perkapita, pertumbuhan ekonomi, dan yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
rasio ketergantungan penduduk barang ekonomi kepada penduduk yang
terhadap jumlah penduduk miskin di ditentukan oleh adanya kemajuan atau
Kab. Brebes tahun 2009-2011. penyesuaian-penyesuaian teknologi,
institusional, dan ideologis terhadap berbagai

163
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

tuntutan keadaan yang ada. Pertumbuhan jika hanya menggunakan data time series atau
ekonomi wilayah adalah pertambahan cross section saja. Estimasi model yang
pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu menggunakan data panel dapat dilakukan
wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah dengan tiga metode, yaitu metode kuadrat
(value added) yang terjadi di wilayah tersebut terkecil (Pooled Least Square), metode efek tetap
Todaro (2004). (fixed effect) dan metode efek random (random
Menurut BPS (2010). Penduduk adalah effect). Dan Analisis SWOT digunakan untuk
semua orang yang berdomisili di wilayah memperoleh pandangan dasar mengenai strategi
geografis Jawa Tengah selama 6 bulan atau yang diperlukan dalam mencapai suatu tujuan
lebih, dan atau mereka yang berdomisili kurang tertentu, dalam hal ini pengkajian tentang
dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. strategi apa saja yang dapat dijadikan solusi
Sedangkan rasio ketergantungan penduduk alternatif dalam pengentasan kemiskinan di 17
adalah persentase beban yang harus ditanggung Kecamatan Kab. Brebes. Analisis SWOT dapat
oleh penduduk produktif untuk menanggung membandingkan antara faktor-faktor eksternal
penduduk yang belum produktif dan tidak yang merupakan peluang (opportunities) dan
produktif. ancaman (threats) dengan faktor-faktor internal
yang merupakan kekuatan (strengths) dan
METODE PENELITIAN kelemahan (weaknesses).
Sumber data yang digunakan dalam Secara ekonometrika hubungan
penelitian ini adalah data sekunder dan data pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi,
primer, data skunder dalam penelitian ini rasio ketergantungan penduduk terhadap jumlah
adalah data yang diperoleh dengan bentuk yang penduduk miskin di Kab. Brebes dapat dianalisis
sudah jadi atau sudah dikumpulkan dari sumber dengan menggunakan persamaan sebagai
lain dan diperoleh dari pihak lain seperti buku- berikut ini:
buku literatur, catatan-catatan atau sumber yang Y = αi - β1X1 it - β2X2 it + β2X3 it + uit
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data Dimana:
yang diambil adalah data seluruh kecamatan di Y : Jumlah Penduduk Miskin
Kab. Brebes sebanyak 17 Kecamatan. Tahun (Jiwa)
yang dipilih adalah tahun 2009-2011 hal ini X1 : Pendapatan Perkapita (Jutaan
berarti data time series adalah sebanyak 3 tahun Rupiah)
sedangkan data antar ruang (cross section) diambil X2 : Pertumbuhan Ekonomi
dari 17 Kecamatan di kab. Brebes. Jenis data (Persen)
yang digunakan dalam studi ini adalah data time X3 : Rasio Ketergantungan
series dan data cross section atau sering disebut Penduduk (Persen)
dengan data panel, sedangkan data primer αi, : Konstanta
diperoleh dari penyebaran angket terhadap β1 dan β2 : Koefisien regresi untuk
dinas-dinas terkait (BAPPEDA, dinas masing-masing variable
pendidikan dan dinas sosial tenaga kerja dan u : Residual
transmigrasi di Kab. Brebes), untuk memperoleh
informasi tentang kemiskinan yang ada di Kab.
Brebes. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Data Panel untuk melakukan
METODE ANALISIS DATA analisis data panel tahun 2009-2011 dengan
Penelitian menggunakan metode variabel independen adalah pendapatan
penelitian kuantitatif dengan menggunakan data perkapita, pertumbuhan ekonomi dan rasio
panel. Metode data panel merupakan suatu ketergantungan penduduk terhadap jumlah
metode yang digunakan untuk melakukan penduduk miskin di Kab. Brebes. Pemilihan
analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan model ini menggunakan analisis regresi data
164
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

panel dengan menggunakan 3 model yaitu 5%, dengan demikian pengambilan keputusan
common effect model, fixed effect model, dan random model yang digunakan adalah fixed effect mode.
effect model. Pemilihan model mana yang tepat Correlated random effect – Hausman. Dari
antara common effect model dan fixed effect model hasil pengujian diketahui bahwa cross section
digunakan uji likelihood. Sedangkan untuk random sebesar 11.733009 dengan probabilitas
memilih fixed effect model dan random effect model sebesar 0,0184 dan signifikan pada α = 5%.
pengujian yang digunakan adalah melihat Dengan demikian pengambilan keputusan
Hausman test. Kemudian uji penaksiran model yang digunakan bisa memakai fixed effect
modelnya tersebut dapat dilihat sebagai berikut: model ataupun random effect di karenakan melihat
Redundant Fixed Effect – Likelihood Ratio. faktor lain seperti nilai siknifikansinya dan
Dalam pengujian ini yang membandingkan kesesuaian model terhadap teori maka
common effect model dan fixed effect model diputuskan dalam penelitian ini memakai fixed
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Hasil effect model .
dari uji likelihood dapat diketahui bahwa cross Selain serangkaian uji tersebut, pemilihan
section F sebesar 44.500424 dengan probabilitas model juga dilakukan dengan melihat uji
0.0000 dan signifikan pada α = 5%. Karena goodness of fitnya. Uji goodness of fit selengkapnya
probabilitas cross section F signifikan pada α = disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2
Hasil Estimasi Pengaruh Pendapatan Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio
Ketergantungan Penduduk di Kab. Brebes
Model
Variabel Dependen :
MISKIN Common Effect Fixed Effect Random Effect

KONSTANTA 14927.08 -10631.60 10219.93


Standar error 2912.874 2788.383 5811.275
Probabilitas (0.0000) (0.0006) (0.0851)
PERKAP -0.0001121 0.005031 -0.0000296
Standar error 0.000277 0.000379 0.0000671
Probabilitas (0.002) (0.000)** (0.6611)
PERTUMB -564.8346 -1832.059 -11532.518
Standar error 371.9285 224.3950 663.8249
Probabilitas (0.1355) (0.0000)** (0.0254)
TERGANTUNG -11.73056 201.7533 112.8674
Standar error 42.74150 19.71525 77.95415
Probabilitas 0.7849 0.0000 0.1543
R2 0.720452 0.972189 0.167753
F Statistic 40.3761 57.03535 3.157874
Probabilitas (0.000000)** (0.000000)** (0.033254)
Durbin-Watson Stat 1.103438 2.670123 1.729646
** : signifikan pada α = 5%
perkapita, pertumbuhan ekonomi dan rasio
Berdasarkan Uji Spesifikasi Model yang ketergantungan penduduk terhadap jumlah
telah dilakukan serta dari perbandingan goodness penduduk miskin di Kab. Brebes adalah fixed
of fit-nya, maka model regresi yang digunakan effect model.
dalam mengestimasikan pengaruh pendapatan

165
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

Regresi pendapatan perkapita, Std Error (2788.383) (0.000379)


perumbuhan ekonomi, rasio ketergantungan (224.3950) (19.71525)
penduduk terhadap tingkat kemiskinan di Kab. Sig (0.0006)
Brebes tahun 2009-2011 dengan fixed effect model (0.0000) (0.0000) (0.0000)
dan metode GLS, diperoleh nilai koefisien Interpetasi dapat dilihat pada
regresi sebagai berikut. pembahasan.

Pada Analisis SWOT Berdasarkan hasil


Y = αi - β1X1 it - β2X2 it + β2X3 it + uit analisis faktor internal yang menjadi kekuatan
Y = -10631.60 + 0.005031 X1it - 1832.059 bagi pengentasan kemiskinan di Kab. Brebes
X2it + 201.7533 X3it + uit sebagai berikut:
Tabel 3. Faktor-faktor Strategi Internal
Bobot Skor
Rata- rata- Skor
Faktor Strategis Internal rata rata terbobot
Kekuatan
A Komitmen Pemerintah Kabupaten Brebes dalam pengentasan kemiskinan 0.089 4 0.356
B letak kabupaten Brebes yang strategis 0.019 4 0.076
Tersedianya lahan kehutanan, kelautan dan perikanan yang dapat di olah
C masyarakat 0.071 4.667 0.331
D Meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi 0.077 5 0.385
E Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang baik 0.082 4.667 0.383
F Semakin banyaknya tenaga pengajar bersertifikasi 0.078 4.333 0.338
G Banyaknya penduduk usia kerja 0.060 4 0.024
H Semakin banyaknya industri padat karya 0.057 4.333 0.247
I Meningkatnya partisipasi penduduk angkatan kerja 0.053 4.333 0.23
2.37
Kelemahan
J Belum optimalnya penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik 0.065 2.333 0.152
Rendahnya akses permodalan dan daya saing produk industri, usaha Mikro
K Kecil dan Menengah, dan usaha perdagangan, serta koperasi 0.052 2.333 0.121
L Rendahnya capaian rata-rata lama sekolah masyarakat 0.078 1.333 0.104
M Kurangnya minat orang tua menyekolahkan anaknya 0.067 1.667 0.112
N Banyaknya pengangguran 0.068 2 0.136
O Belum optimalnya perwujudan iklim investasi yang kondusif 0.042 2.667 0.112
0.737
Sumber: Data Primer, diolah 2013
Berdasarkan hasil penelitian terhadap lainya. Sedangkan kelemahan utama yang
faktor internal, maka kekuatan utama bagi dihadapi dalam pengentasan kemiskinan di Kab.
pengentasan kemiskinan di Kab. Brebes adalah Brebes adalah belum optimalnya
meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang
dengan nilai bobot skor rata-rata sebesar 0.385, baik dengan nilai 0.152, nilai tersebut
yang merupakan nilai tertinggi untuk variabel merupakan nilai bobot skor rata-rata tertinggi
kekuatan strategi internal. Artinya bahwa faktor dibandingkan dengan variabel lain. Adapun
tersebut merupakan faktor strategi internal yang total bobot skor rata-rata dari matrik IFAS
paling penting dibandingkan faktor-faktor yang sebesar 3.107 yang terdiri dari nilai bobot skor

166
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

rata-rata kekuatan sebesar 2.37 dan ancaman strategi eksternal yang berpeluang dan acaman
sebesar 0.737. bagi pengentasan kemiskina di Kab. Brebes.
Sedangkan Berdasarkan hasil analisis
eksternal, maka diperoleh beberapa faktor

Tabel 4. Faktor-faktor Strategi Eksternal


Bobot Skor
Skor
Faktor Strategis Eksternal Rata- rata-
terbobot
rata rata
Peluang
A Menurunya angka kemiskinan dengan adanya usaha pemerintah 0.122 4.333 0.529
B Meningkatnya investor untuk menanamkan modalnya 0.067 3.667 0.246
C Meningkatnya minat belajar masyarakat 0.113 4.667 0.527
D Semakin banyak tenaga kerja terdidik 0.12 3.667 0.44
E Ekspor hasil bumi (kelautan, kehutanan dan perikanan) 0.07 3.667 0.256
F Meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat 0.081 3.333 0.27
2.268
Ancaman
G Inflasi 0.075 2.333 0.175
Tingginya persaingan daerah lain bidang kelautan, kehutanan dan
H perikanan 0.081 2 0.162
I Belum optimalnya perwujudan iklim pendidikan yang kondusif 0.116 1.667 0.193

j Banyaknya penduduk yang tidak produktif 0.073 2.333 0.170

K Potensi pencemaran lingkungan dan bencana alam 0.079 2.333 0.184


0.884
Sumber:Data Primer, diolah (2013)

Berdasarkan hasil penelitian terhadap EFAS sebesar 3.152 yang terdiri dari nilai bobot
faktor eksternal, maka peluang utama bagi skor rata-rata peluang sebesar 2.268 dan
pengentasan kemiskinan di Kab. Brebes adalah ancaman sebesar 0.884.
menurunya angka kemiskinan dengan adanya
usaha pemerintah dengan nilai bobot skor rata- PEMBAHASAN
rata sebesar 0.529, yang merupakan nilai Berdasarkan hasil Analisis Regresi dapat
tertinggi untuk variabel peluang strategi dijelaskan bahwa variabel pendapatan perkapita
eksternal yang artinya bahwa faktor tersebut dan rasio ketergantungan penduduk
merupakan faktor strategi eksternal yang paling berpengaruh positif dan signifikan dengan nilai
penting dibandingkan faktor-faktor yang lainya. masing-masing koefisien positif sebesar
Sedangkan ancaman utama yang dihadapi 0.0005031 untuk pendapatan perkapita dan
dalam pengentasan kemiskinan di Kab. Brebes untuk rasio ketergantungan penduduk sebesar
adalah Belum optimalnya perwujudan iklim 201.7533 terhadap jumlah penduduk miskin di
pendidikan yang kondusif dengan nilai 0.193, Kab. Brebes tahun 2009 sampai 2011. Artinya
nilai tersebut merupakan nilai bobot skor rata- apabila pendapatan perkapita dan rasio
rata tertinggi dibandingkan dengan variabel lain. ketergantungan penduduk mengalami
Adapun total bobot skor rata-rata dari matrik peningkatan sebesar 1%, maka akan

167
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

meningkatkan jumlah penduduk miskin di Kab. perumbuhan ekonomi, dan rasio ketergantungan
Brebes sebesar 0.005031% dan 201.7533. Serta penduduk terhadap tingkat kemiskinan di Kab.
dapat dijelaskan juga bahwa variabel Brebes, dari penelitian diperoleh nilai R2 sebesar
pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan 0.972189. Hal ini berarti sebesar 97,21 persen
signifikan, dengan nilai koefisien negatif sebesar variasi tingkat kemiskinan dapat dijelaskan oleh
-1832.059 terhadap jumlah penduduk miskin di 3 variabel independen yaitu variabel pendapatan
Kab. Brebes tahun 2009 sampai 2011. Hal ini perkapita, perumbuhan ekonomi, dan rasio
menunjukkan bahwa apabila pertumbuhan ketergantungan penduduk terhadap tingkat
ekonomi mengalami peningkatan sebesar 1%, kemiskinan. Sedangkan sisanya sebesar 2,79
maka akan menurunkan jumlah penduduk persen dijelaskan oleh variabel lain di luar
miskin di Kab. Brebes sebesar 1832.059%. model.
Selain itu Koefisien Determinasi (Uji R2)
dari regresi pengaruh, pendapatan perkapita,
Tabel 5. Analisis Matriks SWOT
Strengths (S) Weaknesses (W)
Faktor Internal 1. Meningkatnya rata-rata 1. Belum optimalnya
pertumbuhan ekonomi perwujudan iklim
2. Tersedianya sarana dan investasi yang
prasarana pendidikan yang kondusif
baik 2. Banyaknya
3. Komitmen pemerintah pengangguran
Faktor Eksternal Kab. Brebes dalam 3. Rendahnya akses
pengentasan kemiskinan permodalan dan daya
4. Semakin banyaknya tenaga saing produk industri,
pengajar bersertifikasi UMKM dan usaha
5. Tersedianya lahan perdagangan, serta
kehutanan, kelautan dan koperasi
perikanan yang dapat di
olah masyarakat
Opportunities (O) Strategi S-O Strategi W-O
1. Menurunya angka 1. Meningkatkan kinerja 1. Pengadaan program-
kemiskinan dengan adanya penanggulangan kemiskinan program beasiswa
usaha pemerintah pemerintah daerah yang dan meningkatkan
2. Meningkatnya minat belajar berfokus pada pemenuhan hak- kualitas pendidikan
masyarakat hak dasar masyarakat untuk lebih
3. Semakin banyak tenaga kerja 2. Meningkatkan kualitas meningkatkan daya
terdidik sumberdaya manusia dengan beli masyarakat
meningkatkan akses pelayanan 2. Peningkatan
pendidikan perekonomian rakyat
3. Penggalian potensi-potensi melalui bantuan dana
yang dimiliki setiap daerah pengelolaan
pertanian, UMKM
dan koprasi

168
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

Threats (T) Strategi S-T Strategi W-T


1. Belum optimalnya perwujudan 1. Memberikan pelatihan 1. Mewujudkan
iklim pendidikan yang kondusif kewirausahaan yang pembangunan
2. Potensi pencemaran lingkungan berhubungan dengan berwawasan
dan bencana alam pengelolaan lingkungan
3. Inflasi sumberdaya alam serta 2. Perluasan pangsa
4. Banyaknya penduduk yang tidak meningkatkan promosi pasar dan jaringan
produktif produk-produk produk asli daerah
unggulan daerah serta perbaikan tata
2. Pengadaan teknologi kelola daerah guna
modern menarik minat
investor
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
b. Mengacu pada lingkaran kemiskinan,
Berdasarkan hasil analisis matrik SWOT usaha pengentasan kemiskinan dapat
menggunakan data yang telah diperoleh dari ditempuh dengan meningkatkan
matrik IFAS dan EFAS, didapatkan empat kualitas sumberdaya manusia dengan
strategi utama yang disarankan yaitu Strategi SO cara meningkatkan akses pelayanan dan
(Strengths Opportunities), Strategi ST, Strategi fasilitas pendidikan yang didasari
WO (Weaknesses Opportunities), dan Strategi WT kemauan dan usaha pemerintah.
(Weaknesses Threats). Maka diperoleh hasil Pemerintah Kab. Brebes dapat
analisis matrik SWOT pada strategi pengentasan meningkatkan kualitas pendidikan di
kemiskinan di Kab. Brebes dapat dilihat pada Kab. Brebes yang dimaksudkan untuk
tabel 5. Maka alternatif strategi yang meningkatkan derajad pendidikan
dirumuskan adalah: dengan mengupayakan biaya
Strategi SO yang merupakan strategi yang pendidikan yang terjangkau bagi
dibuat berdasarkan jalan pemikiran objek. masyarakat. Hal ini dilakukan dalam
Artinya dengan menggunakan seluruh kekuatan rangka membangun sumberdaya
untuk merebut dan memanfaatkan peluang manusia yang cerdas dan berprestasi
sebesar-besarnya. Berikut adalah alternatif yang pada gilirannya akan menjadi
strategi yang dapat ditawarkan untuk manusia yang produktif dan berdaya
pengentasan kemiskinan di Kab. Brebes saing tinggi.
a. Meningkatkan kinerja penanggulangan Strategi ST yang menggunakan kekuatan
kemiskinan pemerintah daerah yang yang dimiliki objek untuk mengatasi ancaman.
berfokus pada pemenuhan hak-hak a. Dengan memberikan pelatihan
dasar masyarakat. Seperti kesehatan, kewirausahaan yang berhubungan
pendidikan, dan memanfaatkan jumlah dengan pengelolaan sumberdaya alam,
penduduk yang ada di Kab. Brebes. serta meningkatkan promosi produk-
Pemerintah dapat memanfaatkan produk unggulan daerah. Meningkatkan
peluang tersebut dengan menciptakan pengembangan ekonomi kerakyatan
masyarakat yang mandiri dan produktif dengan memperkuat inovasi-inovasi
guna meningkatkan pembangunan baru dan memperluas pasar melalui
yang bebasis keberdayaan masyarakat pengenalan produk-produk unggulan
khususnya pada bidang ekonomi. keluar daerah. Promosi produk-produk
Adanya partisipasi angkatan kerja yang tersebut merupakan salah satu usaha
besar akan secara produktif mampu dalam mewujudkan kesejahteraan
meningkatkan pendapatan masyarakat. masyarakat dan mencapai
pembangunan perekonomian Kab.
169
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

Brebes yang berorientasi pada usaha a. Mewujudkan pembangunan


ekonomi rakyat. berwawasan lingkungan dengan
b. Pengadaan teknologi modern meningkatkan pembangunan
Memiliki wilayah yang luas dan letak infrastruktur antar kecamatan.
yang setrategis, Kab. Brebes memiliki berbagai Pembangunan yang mencakup sarana
potensi sumber daya, baik di sektor pertanian, dan prasarana untuk mendukung
perikanan dan kelautan, maupun kehutanan. jaringan infrastruktur transportasi,
Pengadaan teknologi modern guna perhubungan serta aksesibilitas dan
mengoptimalkan sumberdaya yang ada di Kab. mobilitas antar wilayah. tujuan dari
Brebes sangat diperlukan untuk membentuk kegiatan ini adalah untuk meningkatkan
daerah yang maju. pertumbuhan ekonomi, ketahanan
Strategi WO ini ditetapkan berdasarkan pangan, daya saing ekonomi daerah,
pemanfaatan peluang yang ada dengan cara dan kesejahteraan masyarakat secara
meminimalkan kelemahan yang ada. merata.
a. Pengadaan program beasiswa dan b. Perluasan pangsa pasar dan jaringan
meningkatkan kualitas pendidikan. produk asli daerah serta perbaikan tata
Adanya beasiswa akan meningkatkan kelola daerah guna menarik minat
minat belajar masyarakat dan investor. Letak Kab. Brebes yang
meningkatkan kualitas pendidikan. strategis serta sumberdaya alam dan
Selain itu mengupayakan biaya sumberdaya manusia yang melimpah
pendidikan yang terjangkau bagi dapat dimanfaatkan untuk inovasi-
masyarakat dan fasilitas yang baik, inovasi produk asli daerah dan
dapat menciptakan sumberdaya menciptakan pangsa pasar yang lebih
manusia yang cerdas dan berprestasi. luas agar investor-investor tertarik
Kualitas sumberdaya manusia yang menanamkan modalnya.
tinggi akan menghasilkan manusia yang Selanjutnya dapat di rumuskan Kuadran
produktif dan memiliki daya saing yang SWOT yang digunakan untuk mancari posisi
lebih baik. strategi yang ditunjukan oleh titik (x,y). Yang
b. Peningkatan perekonomian rakyat diperoleh dari penghitungan hasil dari matrik
melalui bantuan dana pengelolaan IFAS dan EFAS.
pertanian, koperasi, usaha mikro kecil Analisis Internal :
dan menengah (UMKM), Kekuatan – Kelemahan = 2.370 – 0,737
perindustrian, perdagangan, dan = 1,633
pariwisata, melalui pemberdayaan Analisis Eksternal :
masyarakat. Masyarakat dilatih untuk Peluang – Ancaman = 2,268 – 0,886 =
mandiri dan produktif. Kuhsusnya 1,382
peningkatan di bidang ekonomi, dengan Dari perhitungan yang diperoleh didapat
memanfaatkan tingkat partisipasi titik koordinat (x,y) yang terletak pada (1,633 :
angkatan kerja yang besar sehingga 1,382). Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor
secara produktif mampu meningkatkan kekuatan lebih besar dari faktor kelemahan dan
pendapatan masyarakat. pengaruh faktor peluang lebih besar dari faktor
Sedangkan Strategi WT di dasarkan pada ancaman. Didapatkan posisi strategi
kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha pengentasan kemiskinan di Kab. Brebes yakni
meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada berada pada kuadran I yang berarti pada posisi
serta menghindari ancaman. Usaha tersebut agresif.
dapat dilakukan dengan:

170
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

peluang yang ada, dengan meningkatkan kinerja


PENUTUP penanggulangan kemiskinan pemerintah daerah
SIMPULAN yang berfokus pada pemenuhan hak-hak dasar
Berdasar analisis regresi dan SWOT yang masyarakat dan meningkatkan kualitas
telah dilakukan pada Bab IV, maka dapat sumberdaya manusia dengan meningkatkan
diambil kesimpulan sebagai berikut: akses pelayanan pendidikan.
Diketahui bahwa yang berpengaruh
secara sifinfikan terhadap tingkat kemiskinan SARAN
pada 17 Kecamatan di Kab. Brebes adalah Berdasarkan hasil pembahasan dan
variabel pendapatan perkapita dengan pengaru kesimpulan yang telah diberikan, maka
0.005031, pertumbuhan ekonomi dengan dapat diberikan beberapa saran yaitu
pengaruh -1832.059 dan rasio ketergantungan sebagai berikut :
penduduk dengan pengaruh 201.7533. Pendapatan perkapita berpengaruh positif
Selanjutnya hasil uji koefisien determinasi (R2) dan signifikan terhadap jumlah penduduk
menunjukkan bahwa besarnya nilai R2 cukup miskin di Kab. Brebes, karenadampak
tinggi yaitu 0.972189. Nilai ini berarti model peningkatan pendapatan perkapita di Kab.
yang dibentuk cukup baik karen 97.21 persen Brebes belum merata ke seluruh masyarakat dan
variasi-variabel dependen tingkat kemiskinan, hanya sekelompok masyarakat saja yang
dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel- merasakan peningkatannya. Diharapkan
variabel independen. Sedangkan 2.79 persen pemerintah Kab. Brebes lebih memperhatikan
sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor di luar penduduk miskin dan membuat program tepat
model. Dan Uji F-statistik menunjukkan bahwa sasaran yang menitik beratkanpada masyarakat
Coefficient, hasil regresi menunjukan nilai 0.0000 yang berpendapatan rendah agar ketimpangan
yang berarti semua variabel independen dalam dapat ditekan. Hal tersebut dapat dilakukan
model regresi bersama sama mempengaruhi melalui peningkatan sektor sekunder dalam
tingkat kemiskinan di Kab. Brebes dengan taraf struktur perekonomian daerah melalui
keyakinan 99 persen (α = 1 persen), pengembangan industri rumah tangga yang
Pengentasan kemiskinan di Kab. Brebes dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan-
diperoleh hasil, yang berada di kuadran I yang pelatihan pengolahan hasil pertanian agar harga
berarti berada di posisi agresif dan strategi jual maupun manfaat bernilai lebih tinggi,
alternatif yang tepat adalah strategi S-O (Strength pemberian modal pada industri kecil dan
– Oppoutunities) yaitu memanfaatkan kekuatan menengah melalui bentuan dana Kredit Usaha
yang dimiliki oleh Kab. Brebes untuk meraih Rakyat (KUR) yang mudah prosesnya.
171
Slamet Priyo Marmujiono / Economics Development Analysis Journal 3 (1) (2014)

Sedangkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh _________________. 2012. Kondisi


negatif terhadap tingkat kemiskinan, sehingga Ketenaga Kerjaan dan Pengangguran Jawa Tengah.
pemerintah hendaknya dapat melaksanakan Jawa Tengah.
pembangunan yang berorientasi pada
pemerataan pendapatan serta pemerataan hasil- _________________. 2010. Kabupaten
hasil ekonomi ke seluruh golongan masyarakat, Brebes Dalam Angka. Jawa Tengah.
hal tersebut dapat dilakukan melalui penggalian
potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah _________________. 2011. Kabupaten
baik itu di bidang SDM, maupun SDA, Brebes Dalam Angka. Jawa Tengah.
pengembangan infrastruktur guna
mempermudah akses antar daerah yang diikuti BKKBN. 2010. Profil Hasil Pendataan
dengan mempermudah pelayanan publik. Rasio Keluarga Tahun 2010. Badan Koordinasi
ketergantungan penduduk berpengaruh Keluarga Berencana Nasional. Jakarta.
signifikan terhadap faktor penyebab kemiskinan Knowles, James. C. 2002. A Look at
di Kab. Brebes, untuk menekan angka Poverty in The Developing Countries of Asia. Asia-
kemiskinan yang ada di Kab. Brebes, Pacific Population & Policy, No. 52, January
pemerintah harus lebih menekankan program 2000.
keluarga berencana kepada masyarakat, selain Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi
itu pemerintah dapat memanfaatkan jumlah Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan,
penduduk yang tinggi dengan menjadikanya Edisi Ketiga,Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
sumber kekuatan pembangunan pada bidang
ekonomi, agar pada nantinya masyarakat dapat _________________. 2003. Ekonomi
meningkatkan pendapatanya dan dapat Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan,
menekan angka kemiskinan yang ada di Kab. (2nd ed). Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Brebes. Pada initinya pengentasan kemiskinan
di Kab. Brebes tidak bisa lepas dari peran Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis SWOT
pemerintah daerah. Pemerintah haruslah fokus Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:
pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, Gramedia Pustaka Utama..
meningkatkan akses pendidikan dan pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan kualitas Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan
sumberdaya manusia. Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi kedelapan.
Erlangga: Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Wongdesmiwati. 2009. “Pertumbuhan
Daerah Jawa Tengah. 2007. Dukungan Provinsi Ekonomi Dan Pengentasan Kemiskinan Di
Jawa Tengah Dalam Pemberantasan Kemiskinan. Indonesia: Analisis konometrika”.
http://p3b.bappenas.go.id/Loknas_Won http://wongdesmiwati.files.wordpress.com/200
osobo/Content/docs/materi/2 9/10/pertumbuhan/ekonomi dan pengentasan-
Bappeda%20Jateng.pdf. (24 juni 2012). kemiskinan-di-indonesia-_analisis
ekonometri_.pdf (14 November 2011).
Badan Pusat Statistik. 2010. Jawa Tengah
Dalam Angka. Jawa Tengah.

_____________. 2011. Data Dan Informasi


Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah 2002-2011. Jawa
Tengah.

172
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

THE ANALYSIS OF THE EFFECTS OF HUMAN DEVELOPMENT INDEX


AND OPENED UNEMPLOYMENT LEVELS TO THE POVERTY IN
INDONESIA

Saparuddin Mukhtar*, Ari Saptono, As’ad Samsul Arifin


Faculty Of Economics, Universitas Negeri Jakarta, Indonesia
*saparuddin@unj.ac.id

Abstract - This study aims to determine the effect of Human Development Index and
Open Unemployment to poverty in Indonesia. The data in this study are secondary data
about the human development index, the opened unemployment rate, and the percentage
of poverty. The data is obtained from panel data of 33 provinces in Indonesia for 4 years
from 2011 to 2014. The data analysis techniques uses regression analysis by using
Random Effects based on the results of the Lagrange Multiplier test. The results showes
that the Human Development Index hasa significant negative effect to poverty.
Meanwhile, the level of opened unemployment has no significant effect to poverty in
Indonesia.
Keywords: Human Development Index, Opened Unemployment Rate, Poverty

ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN TINGKAT


PENGANGGURAN TERBUKA TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Indeks Pembangunan


Manusia dan Pengangguran Terbuka terhadap kemiskinan di Indonesia. Data yang
digunakan adalah data sekunder tentang indeks pembangunan manusia, tingkat
pengangguran terbuka dan presentase kemiskinan. Data diperoleh dari data panel dari 33
provinsi di Indonesia selama 4 tahun dari tahun 2011 sampai 2014. Teknik analisis data
menggunakan analisis regresi dengan menggunakan Random Effect berdasarkan hasil uji
test Lagrange Multiplier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks pembangunan
manusia berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan. Sementara itu tingkat
pengangguran terbuka tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia.
Kata kunci : Indeks Pembangunan Manusia, Tingkat Pengangguran Terbuka, Kemiskinan

77
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

PENDAHULUAN tersedianya SDM yang berkualitas ini


Latar Belakang Masalah merupakan syarat penting bagi
Sebagai permasalahan bagi semua berlangsungnya pembangunan ekonomi
negara berkembang, kemiskinan menjadi secara berkesinambungan (Sjafi’i dan
perhatian utama dalam tujuan Hidayanti, 2009 : 68-69). Maka dari itu
pembangunan di negara berkembang. pemerintah Provinsi Banten juga punya
Kemiskinan di Indonesia berdasarkan perkerjaan besar untuk meningkatkan
pada jumlah rupiah yang dikonsumsi IPM (indeks pembangunan manusia).
berupa makanan yaitu 2100 kalori per Menurut Mentri Ketenagakerjaan RI
orang per hari (dari 52 jenis komuditi (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri
yang dianggap mewakili pola konsumsi mengatakan, pemerintah terus berupaya
penduduk yang berada dilapisan bawah) menekan angka kemiskinan melalui
dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis pembangunan sumber daya manusia.
komoditi makanan sesuai kesepakatan Langkah itu dinilai efektif karena mampu
nasional dan tidak dibedakan antara memutuskan mata rantai kesenjangan di
wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan masyarakat, yang mana akan berdampak
kecukupan 2100 kalori itu berlaku untuk terhadap penurunan angka kemiskinan
semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan “kenapa orang miskin? Karena
tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta penghasilannya rendah? Kenapa rendah?
perkiraan status fisiologi penduduk, Karena pekerjaannya tidak berkualitas.
ukuran ini sering disebut dengan garis Kenapa tidak berkualitas? Karena
kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendidikannya rendah sehingga tidak
pendapatan dibawah garis kemiskinan mempunyai keterampilan. Kenapa
dikatakan dalam kondisi miskin (Badan pendidikannya rendah? Karena miskin.
Pusat Statistik, 2010). Berputar seperti lingkaran setan,”
Di Indonesia dari tahun 2011 Indeks Pembangunan Manusia
sampai 2014 menunjukan penurunan (IPM) pada tahun 2011 sampai 2014
tingkat kemiskinan sebesar 1,62% yang menunjukan pertumbuhan sebesar 1,81%
menunjukan penurunan tingkat yang menunjukan pertumbuhan yang
kemiskinan yang cukup signifikan, namun cukup baik dan stabil di semua Provinsi di
di beberapa Provinsi di Indonesia Indonesia. Pemerataan antara Provinsi di
menunjukan tingkat presentase Indonesia merupakan pekerjaan rumah
kemiskinan yang naik seperti di provinsi yang cukup serius bagi pemerintah,
DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Banten, ketimpangan presentase antara Provinsi
Bali, Kalimantan Tengah, Sulawesi DKI Jakarta dan Papua sebesar 21,33%.
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Pemerataan pembangunan yang
Tengagara, Sulawesi Barat, Maluku menopang dalam meningkatkan SDM
Utara. Sementara pada Provinsi lainnya di yang baik sangat mempengaruhi tingkat
Indonesia mengalami naik turunnya Indeks Pembangunan Manusia saat ini.
presentase kemiskinan yang cukup lambat Indikator yang berperan penting dalam
salah satunya seperti provinsi bengkulu menaikan IPM ialah akses yang mudah
yang mengalami penurunan jumlah untuk mendapatkan pendidikan dan
kemiskinan sebesar 0,04% selama 4 Kesehatan.
tahun. Maka dari itu peran premerintah
Permasalahan kemiskinan bisa sangat penting untuk megatasi
ditimbulkan karena kurangnya sumber ketimpangan agar IPM yang berkualitas
daya manusia yang berkualitas. Bahwa dapat tersebar di segala wilayah Provinsi
78
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

di Indonesia dengan menunjukan pengeluaran konsumsinya. Selain itu


keberpihakan pemerintah pada mereka pengangguran juga dapat mengganggu
yang lemah. Selain di sektor pendidikan taraf kesehatan keluarga (Sadono Sukirno,
pemerintah juga berperan dalam 2004:14)
meningkatkan harapan hidup masyarakat. Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut UNDP meskipun usia harapan (TPT) pada tahun 2011 sampai 2014
hidup negara-negara didunia terus naik menunjukan penurunan sebesar 1,4%
secara dramatis, namun tidak diikuti oleh yang menunjukan penurunan yang cukup
kenaikan usia harapan hidup sehat secara signifikan terutama pada tahun 2012 turun
signifikan. sebesar 0,97%. Pemerataan lagi-lagi
Misalkan usia harapan seseorang menjadi pekerjaan rumah yang cukup
telah mencapai 80 tahun, namun sejak serius bagi pemerintah Indonesia,
umur 70 tahun dia menderita penyakit. Ini ketimpangan presentase Pengangguran
akan menjadi tantangan bagi Indonesia di Terbuka pada tahun 2014 di beberapa
masa yang akan datang. Defisit BPJS Provinsi masih cukup tinggi yang
kesehatan yang terus membengkak angkkanya masih di atas 9% yaitu
apabila kebijakan kesehatan yang bersifat provinsi Aceh, Banten dan Maluku.
promotif dan preventif tidak segera Pemerataan kesempatan kerja berbagai
dilaksanakan. Jika ketimpangan dalam sektor di seluruh wilyah Provinsi di
membangun manusia di Indonesia dapat Provinsi adalah tantangan yang
teratasi dengan baik dan angka harapan sebenarnya yang harus di selesaikan
hidup bisa dinaikan beserta usia harapan pemerintah Indonesia.
hidup yang sehat, dengan cara itu akan Penelitian yang dilakukan Ahmad
meningkatkan angka IPM yang Syaifullah dan Nazarudin (2017)
berkualitas dan merata diseluruh wilayah berdasarkan hasil yang diperoleh
Indonesia. menujukan bahwa IPM memiliki
Selain peningkatan pertumbuhan pengaruh yang negatif dan tidak
Pembangunan Manusia yang cepat dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di
pertumbuhan lapangan kerja yang relatif ASEAN-4. Sedangkan penelitian yang
lambat menyebabkan masalah dilakukan Levinia Kotambunan, Sutomo
pengangguran yang ada di suatu daerah Wim Palar, & Richard L.H Tumilaar
menjadi semakin tinggi. besarnya tingkat (2015) indeks pembangunan manusia
pengangguran yang tinggi merupakan (IPM) mempunyai pengaruh negatif dan
ukuran kurang berhasilnya pembangunan signifikan dengan nilai koefisien sebesar –
di suatu negara. Pengangguran dapat 1,433856 dan tingakat probabilitas
mempengaruhi kemiskinan dengan sebesar 0,01433%. Selain itu penelitian
berbagai cara (Tambunan, 2001). yang dilakukan oleh Dio Syahrullah
Pengangguran merupakan keadaan (2014) berdasarkan hasil perhitungan
dimana seseorang yang tergolong dalam menunjukan bahwa TPT berpengaruh
angkatan kerja iningin mendapatkan signifikan dan positif terhadap
pekerjaan tetapi belum dapat kemiskinan di Provinnsi Banten dengan
memperolehnya. Ditinjau dari sudut tingkat keyakinan 95% dan nilai
individu, pengangguran menimbulkan probabilitas sebesar 0,0006%. Sementara
masalah ekonomi dan sosial kepada siapa itu hasil yang berbeda di daptkan oleh
yang mengalaminya. Ketiadaan Desi Yulianti (2016) berdasarkan hasil
pendapatan menyebabkan para perhitungan menunjukan bahwa
penganggur harus mengurangi pengangguran berpengaruh tidak
79
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

signifikan terhadap tingkat kemiskinan di bukan makanan meliputi pengeluaran


Provinsi DIY. Berdasarkan penelitian untuk perumahan, pendidikan, dan
terdahulu yang mendapatkan hasil yang kesehatan.
berbeda-beda, maka peneliti ingin Sedangkan ukuran menurut World
melakukan pembaharuan dalam penelitian Bank menetapkan standar kemiskinan
pada kedua variabel yaitu IPM dan TPT berdasarkan pendapatan per kapita.
berpengaruh terhadap kemiskinan di Penduduk yang pendapatan per kapitanya
Indonesia dengan Teknik analisis data kurang dari sepertiga ratarata pendapatan
menggunakan analisis regresi dengan perkapita nasional. Dalam konteks
menggunakan Random Effect berdasarkan tersebut, maka ukuran kemiskinan
hasil uji test Lagrange Multiplier. menurut World Bank adalah USD $2 per
Berdasarkan paparan diatas, dapat orang per hari.
kita lihat masih tingginya ketimpangan Konsep kemiskinan didefinisikan
yang terjadi pada masalah perbedaan secara oprasional oleh Badan Pusat
angka baik itu kemiskinan, IPM maupun Statistik (2016), yaitu kemiskinan
TPT yang masih cukup tinggi antara dipandang sebagai ketidak mampuan dari
Provinsi di Indonesia. Hal ini memiliki sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk dasar makanan dan bukan makanan yang
mengetahui seberapa besar pengaruh yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi
ditimbulkan oleh Indeks Pembanguan penduduk miskin adalah penduduk yang
Manusia dan Pengangguran terhadap rata-rata pengeluaran perkapita perbulan
Presentase kemiskinan di Provinsi Banten. dibawah garis kemiskinan, baik itu
Hal ini pula yang melatar belakangi pengeluaran untuk makanan atau
peneliti untuk melakukan penelitian yang nonmakanan. Seseorang dikatakan miskin
berjudul “Analisi Pengaruh Indeks apabila hidupnya serba kekurangan,
Pembangunan Manusia dan Pengangguran sehingga tidak mampu memenuhi
Kemiskinan di Indonesia”. kebutuhannya. Sementara, Menurut
Soetrisno (2001 : 78) kemiskinan adalah
KAJIAN TEORETIK menyangkut kemungkinan orang atau
Kemiskinan keluarga miskin untuk melangsungkan
Garis kemiskinan yang digunakan dan mengembangkan kegiatan
setiap negara berbeda-beda, sehingga perekonomian dalam upaya meningkatkan
tidak ada satu garis kemiskinan yang taraf kehidupannya. Kemiskinan yang
berlaku umum karena adanya perbedaan dimaksud diatas adalah ketika seseorang
lokasi dan standar kebutuhan hidup. atau keluarga miskin melangsungkan
Menurut Badan Pusat Statistik (2010), kegiatan dan pengembangan dalam
penetapan perhitungan garis kemiskinan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk
dalam masyarakat adalah masyarakat meningkatkan kualitas hidupnya.
yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 Berdasarkan beberapa pengertian di
per orang per hari. Penetapan angka Rp atas maka dapat disimpulkan bahwa
7.057 per orang per hari tersebut berasal kemiskinan merupakan kondisi dimana
dari perhitungan garis kemiskinan yang seseorang berpenghasilan yang tidak
mencakup kebutuhan makanan dan non dapat memenuhi kebutuhan makanan
makanan. Untuk kebutuhan minimum maupun non makanan. Jadi seseorang
makanan digunakan patokan 2.100 yang memiliki pengeluaran perbulan yang
kilokalori per kapita per hari. Sedang dibawah garis rata-rata kemiskinan. Selain
untuk pengeluaran kebutuhan minimum itu kemiskinan juga bukan soal
80
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

pendapatan yang anda dapatkan atau untuk anak-anak sampai dengan pelatihan
seberapa besar pengeluaran yang anda dalam pekerjaan (on the job training)
gunakan. Kemiskinan memiliki beberapa untuk para pekerja dewasa. berdasarkan
faktor di luar materi, seperti faktor definisi Mankiw dapat disimpulkan
pendidikan dan kesehatan yang masih bahwa modal bagi manusia dalam
sulit dijangkau oleh orang-orang yang meningkatkan kualitas dirinya dalam
tidak memiliki akses atau akses yang dunia kerja ialah melalui program
terbatas dikarenakan kurangnya pendidikan mulai dari anak-anak sampai
infrastruktur dan geografis. dewasa. Maka dari itu modal di sektor
pendidikan sangat penting untuk
Indeks Pembangunan Manusia meningkatkan kualitas sumber daya
Menurut Badan Pusat Statistik manusia sehingga Indeks pembangunan
(2007), Indeks pembangunan manusia manusia juga meningkat.
(IPM) merupakan ukuran capaian Berdasarkan beberapa pengertian di
pembangunan manusia berbasis sejumlah atas maka dapat disimpulkan bahwa
komponen dasar kualitas hidup. IPM indeks pembangunan manusia (IPM)
menggambarkan beberapa komponen, merupakan pengembangan sumber daya
yaitu capaian umur panjang dan sehat manusia yang berkualitas dengan
yang mewakili bidang kesehatan; angka memberi pendidikan yang baik serta
melek huruf, partisipasi sekolah dan rata- pelatihan keterampilan dalam bekerja agar
rata lamanya bersekolah mengukur dapat meningkatkan perekonomian yang
kinerja pembangunan bidang pendidikan; berkesinambungan. Dengan seperti itu
dan kemampuan daya beli masyarakat jika suatu negara ingin membangun
terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang perekonomian yang berjangka panjang
dilihat dari ratarata besarnya pengeluaran dan saling berkesinambungan maka
per kapita. sangat penting untuk meningkatkan
Menurut (Sjafi’i dan Hidayanti, indeks pembangunan manusia yang akan
2009) Bahwa tersedianya SDM yang meningkatkan kualitas SDM di suatu
berkualitas ini merupakan syarat penting negara.
berlangsungnya pembangunan ekonomi
secara berkesinambungan. Berdasarkan Pengangguran
definisi Sjafi’i dan Hidayanti dapat Menurut Sadono Sukirno (2000)
disimpulkan bahwa sumber daya manusia Pengangguran adalah seseorang yang
adalah hal yang sangat penting bagi sudah digolongkan dalam angkatan kerja
pembangunan suatu perekonomian secara yang secara aktif sedang mencari
berkesinambungan, dengan seperti itu jika pekerjaan pada suatu tingkat upah
suatu negara ingin membangun tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh
perekonomian yang berjangka panjang pekerjaan yang diinginkannya. Oleh sebeb
dan saling berkesinambungan maka itu Sadono Sukino membedakan
sangat penting untuk meningkatkan pengangguran menjadi 3 jenis
indeks pembangunan manusia yang akan berdasarkan keadaan yang
meningkatkan kualitas SDM di suatu menyebabkannya, yaitu :1.Pengangguran
negara. friksional, yaitu pengangguran yang
Menurut (Mankiw, 2003) Modal disebabkan oleh tindakan seseorang
manusia adalah pengetahuan dan pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan
kemampuan yang diperoleh para pekerja mencari kerja yang lebih baik atau sesuai
melalui pendidikan mulai dari program dengan keinginannya, 2.Pengangguran
81
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

struktural, yaitu pengangguran yang pendapatan yang diterima rendah.


disebabkan oleh adanya perubahan Rendahnya pendapatan akan berdampak
struktur dalam perekonomian, pada rendahnya tabungan dan investasi.
3.Pengangguran konjungtur, yaitu Rendahnya investasi mengakibatkan
pengangguran yang disebabkan oleh kemiskinan. Maka dari itu, setiap usaha
kelebihan pengangguran alamiah dan untuk mengurangi kemiskinan harus bisa
berlaku sebagai akibat pengurangan memotong lingkaran dan perangkap
dalam permintaan agregat. kemiskinan tersebut (Mudrajat Kuncoro,
Menurut Sadono Sukirno (2004) 2004).
Salah satu faktor penting yang
menentukan kemakmuran masyarakat Perumusan Hipotesis
adalah tingkat pendapatan. Pendapatan Berdasarkan pada kerangka teoritik
masyarakat mencapai maksimum apabila yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat dirumusan beberapa hipotesis
dapat terwujudkan, sehingga apabila tidak penelitian sebagai berikut:
bekerja atau menganggur maka akan H1 : Indeks Pembangunan Manusia
mengurangi pendapatan dan hal ini akan mempengaruhi negatif terhadap
mengurangi tingkat kemakmuran yang Kemiskinan
mereka capai dan dapat menimbulkan H2: Tingkat Pengangguran Terbuka
buruknya kesejahteraan masyarakat. mempengaruhi positif terhadap
Berdasarkan beberapa pengertian di Kemiskinan
atas maka dapat disimpulkan bahwa H3: Indeks Pembangunan Manusia dan
pengangguran merupakan permasalahan Pengangguran Terbuka secara bersama-
yang memiliki berbagai macam jenisnya, sama mempengaruhi dalam Kemiskinan
baik itu datang dari individu tersebut yang
memilih menjadi pengangguran atau
METODOLOGI PENELITIAN
memang yang di sebabkan oleh kelebihan
Tempat dan Waktu Penelitian
tenaga kerja namun kesempatan kerja
Penelitian dilakukan di Negara
yang sedikit. Dampak dari pengangguran
Indonesia. Indonesia merupakan negara
tersebut akan mengurangi pendapatan
yang luas dan memiliki belasan ribu pulau
individu yang menganggur dan akan
sehingga masih banyak wilayah yang
mengurangi tingkat kemakmuran dan
masyarakatnya hidup dibawah garis
kesejahteraan bagi individu atau
kemiskinan. Indeks pembangunan
keluarganya.
manusia yang masih tidak menyeluruh ke
seluruh wilayah kabupaten/kota yang
Teori vivious circle of poverty menyebabkan sumber daya manusia yang
Teori yang dikembangkan oleh tidak berkualitas dan tidak memiliki daya
(Ragnar Nurkse,1953 dalam saing yang kuat sehingga tidak majunya
Kuncoro,2004) dalam penelitian perekonomian di suatu wilayah. Selain
(Irfansyah Yus, 2015) mengatakan “a itu, kurang berkualitasnya sumber daya
poor country is poor because it is poor” manusia menyebabkan tingginya tingkat
yang artinya negara miskin itu miskin pengangguran terbuka di Indonesia.
karena dia miskin. Adanya
ketidaksempurnaan pasar, Metode Penelitan
keterbelakangan dan kurangnya modal Penelitian ini penulis menggunakan
akan menyebabkan produktivitas rendah, pendekatan kuantitatif dengan metode
produktivitas yang rendah mengakibatkan analisis regresi data panel bertujuan untuk
82
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

mengetahui adanya analisis terhadap Berdasarkan cara memperolehnya, data


pengaruh perbedaan entitas dan atau diambil dari Kantor Badan Pusat Statistik
pengaruh perbedaan periode pengamatan. (BPS), buku, jurnal, makalah, serta
Data diolah menggunakan software sumber-sumber lain yang berkaitan
Eviews 8. dengan penelitian.

Jenis dan Sumber Data HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan sifatnya, data yang Teknik Analisis Data
digunakan dalam penelitian ini
merupakan data kuantitatif yaitu data Pengujian dalam penelitian ini
yang berupa angka-angka. jenis data yang menggunakan SPSS 23. Adapun hasil
digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian data adalah sebagai berikut:
data sekunder pada tahun 2011-2014. Uji Persyaratan Awal
Uji Normalitas

Dari Histogram diatas nilai disimpulkan bahwa H0 ditolak berarti


Probability sebesar 0.172412 > 0,05. data dalam penelitian ini terdistribusi
Menurut Winarno, (2009) apabila nilai dengan normal.
Probabilitasnya di atas 0,05 maka dapat

Uji Asumsi Klasik


Uji Multikolinieritas

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 1.676207 4621.798 NA
IPM 0.519364 4775.070 1.110046
TPT 0.011064 16.03403 1.110046

Dapat diketahui bahwa tidak ada dari 10. Menurut Winarno (2015) apabila
masalah Multikolonieritas, hal ini dapat nilai kedua variabel independen kurang
dilihat dari nilai VIF pada gambar diatas dari 10 maka data tersebut bebas dari
untuk ke dua variabel independen kurang masalah multikolinieritas, Dimana nilai

83
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

dari tabel di atas adalah 1.110046 kurang multikolinearitas. Sehingga dapat


dari 10. H0 ditolak. Oleh karena itu, data disimpulkan tidak terjadi
pada variabel indeks pembangunan multikolonieritas.
manusia dan tingkat pengangguran
terbuka bebas dari masalah
Uji Heteroskedasitas
Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.687348 Prob. F(2,129) 0.1891


Obs*R-squared 3.365143 Prob. Chi-Square(2) 0.1859
Scaled explained SS 1.686280 Prob. Chi-Square(2) 0.4304

Tabel diatas memaparkan memaparkan di atas bahwa nilai prob. Chi-square sebesar
hasil residual dengan uji Heterokedastisitas. 0,4304 dimana angka tersebut lebih dari 0,05.
Menurut Winarno (2015) apabila niali Chi- H0 ditolak sehingga terdapat kesamaan
square lebih besar dari 0,05 maka teerdapt variabel dari residual untuk semua
kesamaan variabel. Dapat diketahui dari tabel pengamatan model regresi.

Uji Hipotesis
Model Regresi Uji Lagrange Multiplier

Secara statistik hasil output E- ditolak. Model Random Effect lebih


views menurut Winarno (2009) apabila sesuai dari pada Common Effect untuk
nilai p-value lebih kecil dari 0,05 maka digunakan sebagai model regresi data
model Random Effect yang dipilih, dari panel untuk data-data yang ada dalam
hasil tabel di atas di dapatkan bahwa nilai penelitian ini.
p-value = 0.0000 < 5% sehingga H0

84
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

Analisis Regresi Linier Berganda

Variable Coefficient Std. t- Prob.


Error Statistic

C 5.904392 1.373493 4.298816 0.0000


IPM -2.717184 0.738400 - 0.0003
3.679826
-
TPT -0.123035 0.062885 1.956506 0.0526

Effects Specification
S.D. Rho

Cross- 0.223725 0.9758


section
random
Idiosyncratic
random 0.035262 0.0242

Weighted Statistics

R-squared 0.094097 Mean dependent var 0.067345


Adjusted R- 0.080052 S.D. dependent var 0.036969
squared
S.E. of 0.035458 Sum squared resid 0.162190
regression
F-statistic 6.699676 Durbin-Watson stat 1.304630
Prob(F-
statistic) 0.001705

Unweighted Statistics

R-squared -0.048182 Mean dependent var 0.857202


Sum squared 6.595193 Durbin-Watson stat 0.296926
resid

85
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

Menurut (Usman, 2006) metode ini negatif terhadap kemiskinan. Berdasarkan


perlu diuraikan menjadi error dari komponen hasil uji t yang disajikan dalam tabel di atas,
individu, error untuk komponen waktu dan Indeks Pembangunan Manusia memiliki t
error gabungan. Persamaan random effect hitung sebesar -3.679 dengan tingkat
dapat dirumuskan sebagai: signifikansi sebesar 0.0003. Hal ini
KMN = 5.904392 -2.717184IPM - menunjukkan bahwa t hitung lebih besar
0.123035)TPT + u daripada t tabel (3.679 > 1,656) dengan nilai
Nilai konstanta sebesar 5.904392 signifikansi (0.0003 < 0,05). Sehingga dapat
artinya jika nilai X1(IPM), X2 (TPT) adalah disimpulkan bahwa, Indeks Pembangunan
0, maka besarnya Y(KMN) memiliki nilai Manusia berpengaruh negatif signifikan
sebesar 5.904392. Koefisien regresi variabel terhadap kemiskinan.
X1 (IPM) sebesar -2.17 artinya jika nilai Hipotesis kedua yang diajukan pada
Indeks Pembangunan Manusia mengalami penelitian ini menyatakan bahwa: Tingkat
kenaikan 1% sedangkan nilai variabel lain Pengangguran Terbuka (X2) berpengaruh
tetap, maka nilai Y(KMN) akan mengalami Positif terhadap Kemiskinan. Berdasarkan
penurunan sebesar 2.17. Koefisien bernilai hasil uji t yang disajikan dalam tabel diatas,
negatif artinya terjadi hubungan negatif Tingkat Pengangguran Terbuka memiliki t
antara Indeks Pembangunan Manusia dengan hitung sebesar -1.956 dengan tingkat
kemiskinan, semakin tinggi Indeks signifikansi sebesar 0.0526. Hal ini
Pembangunan Manusia maka nilai menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil
kemiskinan semakin menurun. Koefisien daripada t tabel (1.956 > 1.656) dengan nilai
regresi variabel X2 (TPT) sebesar -0.12 signifikansi (0.0526 > 0,05). Sehingga dapat
artinya jika nilai Tingkat Pengangguran disimpulkan bahwa, Tingkat Pengangguran
Terbuka mengalami kenaikan 1% sedangkan Terbuka berpengaruh Negatif tidak
nilai variabel lain tetap, maka nilai Y(KMN) signifikan terhadap Kemiskinan.
akan mengalami penurunan sebesar 0.12.
Koefisien bernilai negatif artinya terjadi PEMBAHASAN
hubungan negatif antara Tingkat
Pengangguran Terbuka dengan kemiskinan. Hipotesis pertama yang diajukan pada
penelitian ini adalah indeks pembangunan
Uji F manusia berpengaruh signifikan terhadap
Uji F digunakan untuk mengetahui kemiskinan. Berdasarkan hasil uji t yakni
apakah variabel independen secara simultan hasil pengujian parsial antara variabel IPM
berpengaruh signifikan terhadap variabel (Indeks Pembangunan Manusia) secara
dependen. Nilai Ftabel dapat dilihat pada parsial berpengaruh terhadap kemiskinan di
tabel, df 1 = jumlah variabel - 1 atau 3-1=2 Indonesia. Hal ini karena nilai t hitung lebih
dan df 2 = n-k-1 atau 133-2-1=130. Dengan besar dari t tabel dimana nilainya yaitu -3,67
signifikansi 0,05 diperoleh hasil F tabel =
lebih dari -1,65 dan probobilitasnya kurang
3,07. Variabel IPM dan TPT secara simultan
dari 0,05 dimana nilai probobilitasnya
berpengaruh terhadap kemiskinan. Hal ini
sebesar 0,0003 sehingga HO ditolak. Berarti
karena nilai F hitung > F tabel (6.699 > 3.07)
dengan nilai signifikansinya 0,0017 < 0,05. indeks pembangunan manusia memiliki
pengaruh dan signifikan terhadap kemiskinan
Uji t di Indonesia.
Hipotesis pertama yang diajukan pada Pengaruh yang masih sedikit dari
penelitian ini menyatakan bahwa: Indeks Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan Manusia (X1) berpengaruh terhadap kemiskinan dikarenakan masih

86
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

adanya ketimpangan dalam peningkatan IPM diterima. Berarti tingkat pengangguran


di seluruh wilayah Indonesia, selain itu faktor terbuka memiliki pengaruh dan tidak
kesadaran yang masih rendah di Indonesia signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia.
baik itu dari orang tua atau anak itu sendiri. Tidak signifikanya Tingkat
Misalkan saja anak seorang buruh petani Pengangguran Terbuka (TPT) terhadap
yang lebih memilih berkerja seperti orang kemiskinan dikarenakan indikator TPT lebih
tuanya sejak dia kecil dibandingkan ke informal, yaitu mereka yang sedang
menuntut ilmu disekolah. Makdari itu mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha,
walaupun pemerintah sudah memberikan mereka yang tidak mencari pekerjaan karena
program 9 tahun sekolah gratis pada tahun itu merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan,
akan percuma jika masyarakatnya tidak dan pekerja yang belum memulai bekerja.
memiliki kesadaran yang tinggi akan Dari indikator berikut dapat kita lihat bahwa
pentingnya pendidikan, selain itu kualitas Pengangguran Terbuka bukanlah semata-
dalam pelayanan kesehatan yang tidak mata korban dari kalahnya persaingan dalam
merata, baik itu dari pelayanan ataupu akses dunia pekerjaan. Melainkan, pilihan dari dari
yang masih sulit untuk di rasakan oleh individu masing-masing yang lebih memilih
sebagian wilayah Indonesia. menjadi pengusaha dibandingkan bekerja
Dalam beberapa tahun kedepan atau individu yang lebih memilih tidak
Indonesia akan mendapatkan bonus mencari pekerjaan dikarenakan merasa tidak
demografi yang sangat menguntungkan mungkin mendapat pekerjaan dengan
perekonomian Indonesia, maka dari itu berbagai alasan, meskipun mereka
perlunya modal manusia yang memiliki menganggur namun belum tentu mereka akan
pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh menyumbang angka kemiskinan di
melalui pendidikan, mulai dari program indonesiam, karena di beberapa tempat
untuk anak-anak sampai dengan pelatihan mereka lebih memilih menganggur atau
dalam pekerjaan untuk para pekerja dewasa. mencoba usaha karena latar belakang
Seperti halnya dengan modal fisik, modal keluarga juga yag sudah mencukupi atau
manusia meningkatkan kemampuan produksi pekerjaan yang tidak sesuai dengan
barang dan jasa. Untuk meningkatkan level keinginannya, baik itu dalam bekerja atau
modal manusia dibutuhkan investasi dalam upah.
bentuk guru, perpustakaan dan waktu belajar Menurut Godfrey (1993) bahwa
(Mankiw, 2003) kemiskinan mungkin tidak selalu
Hipotesis kedua yang diajukan pada berhubungan dengan masalah
penelitian ini adalah tingkat pengangguran ketenagakerjaan. Selain itu juga diperkuat
terbuka berpengaruh dan tidak signifikan dengan pendapat Lincolin Arsyad (1997)
terhadap kemiskinan di Indonesia. berpendapat bahwa hubungan yang erat
Berdasarkan hasil uji t yakni hasil pengujian sekali antara tingginya tingkat pengangguran
parsial antara variabel TPT (tingkat terbuka dan kemiskinan. Bagi sebagian besar
pengangguran terbuka) secara parsial masyarakat, yang tidak mempunyai
berpengaruh terhadap kemiskinan di pekerjaan tetap atau hanya part-time selalu
Indonesia. Hal ini karena t hitung lebih besar berada diantara kelompok masyarakat yang
dari t tabel dimana nilai t hitungnya sebesar sangat miskin. Masyarakat yang bekerja
1.95 lebih dari 1.65 dan probabilitasnya lebih dengan bayaran tetap di sektor pemerintah
dari 0,05 dimana nilai probabilitasnya yakni dan swasta biasanya termasuk diantara
sebesar 0,0526 lebih dari 0,05 sehingga Ho kelompok masyarakat kelas menengah
87
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

keatas. Setiap orang yang tidak mempunyai Indonesia.


pekerjaan adalah miskin, sedangkan yang
Ketiga, Berdasarkan analisis dalam
bekerja secara penuh adalah orang kaya.
Karena kadangkala ada juga pekerja di model random effect dan menggunakan uji f
perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela dapat disimpulkan bahwa indeks
karena mencari pekerjaan yang lebih baik
dan yang lebih sesuai dengan tingkat pembangunan manusia dan tingkat
pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan- pengangguran terbuka berpengaruh dan
pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah
signifikan secara bersama-sama terhadap
dan mereka bersikap demikian karena
mereka mempunyai sumber-sumber lain yang kemiskinan di Indonesia.
bisa membantu masalah keuangan mereka.
Orang-orang seperti ini bisa disebut DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sjafi’i dan nur aini Hidayati (2009).
menganggur tetapi belum tentu miskin. Sama
Genjot anggaran pendidikan-rendam
juga halnya adalah, banyaknya individu yang kemiskinan, dalam gemari. edisi
mungkin bekerja secara penuh per hari, tetapi 101/tahun X/juni 2009: 68-69
tetap memperoleh pendapatan yang sedikit. Arsyad, Lincolin. (1999). Pengantar
Banyak pekerja yang mandiri disektor Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
informal yang bekerja secara penuh tetapi Daerah. BPFE. Yogyakarta.
mereka sering masih tetap miskin. Dio Syahrullah (2014) “Analisis pengaruh
produk domestik regional bruto (PDRB),
pendidikan, dan pengangguran terhadap
KESIMPULAN kemiskinan di Provinsi Banten tahun
20092012,” Yogyakarta: Fakultas
Berdasarkan hasil pengolahan data Ekonomi UGM.
Kotambunan, L., Palar, S. W., & Richard, L.
mengenai Indeks Pembangunan Manusia dan (2016). “Analisis pengaruh benalnja
modal dan indeks pembangunan manusia
Tingkat Pengangguran mempengaruhi
(IPM) terhdap Kemiskinan di sulawasi
Kemiskinan di Indonesia, dapat diambil utara (dalam tahun 2005-2014)”. Jurnal
Berkala Ilmiah Efesiensi, Vol 16 No.01.
beberapa kesimpulan sebagai berikut : Kuncoro, Mujarat. (2004). Otonomi dan
pertama, Berdasarkan analisis dalam model Pembangunan Daerah : Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang.
random effect menggunakan uji t dapat Yogyakarta : Erlangga
Mankiw N. Gregory, dkk. (2003). Teori
disimpulkan bahwa secara parsial indeks makroekonomi. Jakarta, Erlangga.
pembangunan manusia berpengaruh dan Odubola israel O. (2015). “Poverty,
unemployment, human capital
signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. development, and growth in Nigeria”. .
Lagos Stat Umv.
Kedua, Berdasarkan analisis dalam
Soetrisno, loekman. (2001). Kemiskinan,
model random effect menggunakan uji t perempuan dan pemberdayaan.
Yogyakarta, kanisius. Sonu Madan
dapat disimpulkan bahwa secara parsial (2012) “Human development and
tingkat pengangguran terbuka berpengaruh Poverty – a parspective Across Indian
states.” Journal Economic of bisnis,
dan tidak signifikan terhadap kemiskinan di Vol.49
Sonu Madan (2012) “Human development and
88
Jurnal Ecoplan Vol.2 No.2, Oktober 2019, hlm. 77-89 Mukhtar, S., Saptono, A., Arifin, A.S.

Poverty – a parspective Across Indian


states.” Journal Economic of bisnis,
Vol.49
M. Sri Wahyudi. (2010). “Pengaruh produk
domestik bruto (PDB) dan indeks
pembangunan manusia (IPM) terhadap
angka kemiskinan di Indonesia”. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Hal 357-366.
Sukirno, Sadono. (2000). Makroekonomi
Modern. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Sukirno, Sadono. (2004). Pengantar Teori
Mikroekonomi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Sylvia Yasmin Supraba (2018) “Analisis
Pengaruh IPM, pertumbuhan ekonomi,
pengangguran dan inflasi terhadap
kemiskinan provinsi daerah instimewa
yogyakarta.” Fakultas Ekonomi UII
Tulus H.Tambunan. (2001). Perekonomian
Indonesia. Jakarta : Penerbit Ghalia

89
Journal of Management Science (JMS)
Volume 2 No. 1 (2021) Januari - Juni
P-ISSN: 2722-4937, E-ISSN: 2722-4961
Website: http: pasca-umi.ac.id/index.php/jms
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan Dan Kesehatan


Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Takalar

Muhammad Idris Thahir1*, Baharuddin Semmaila2, Aryati Arfah3


1Magister Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana, Universitas Muslim Indonesia
Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muslim Indonesia
2,3

Email Korespondensi: muhammadidristhahir@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk menguji dan menganalisis apakah terdapat pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan pada Kabupaten Takalar. Metode
penelitian yang digunakan merupakan metode deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh
dari https://takalarkab.bps.go.id serta Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah
Kabupaten Takalar. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda, uji kelayakan
model, uji koefisien determinasi R-Square dan Uji hipotesis Setelah data dikumpulkan, data diolah dan dianalisis
menggunakan program SPSS (Statistic Product and Service Solution) Versi 24. Berdasarkan hasil dan pembahasan
penilitian ini menunjukkan hasil pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap tingkat
kemiskinan pada kabupaten takalar dan pendidikan memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap tingkat
kemiskinan pada kabupaten takalar serta kesehatan memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap tingkat
kemiskinan pada kabupaten takalar

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan dan Kemiskinan.

1. Pendahuluan
Salah satu tujuan Negara adalah mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat. Upaya
untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan diantaranya dengan pembangunan ekonomi. Berbagai
kegiatan pembangunan ekonomi dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. Salah
satunya dengan mengarahkan berbagai kegiatan pembangunan pada daerah yang relatif memiliki
penduduk dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Salah satu indikator utama keberhasilan
pembangunan adalah penurunan jumlah penduduk miskin. Masalah kemiskinan adalah persoalan
yang mendasar dan menjadi perhatian serius dari pemerintah disetiap negara, tidak terkecuali di
Negara Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) kemiskinan merupakan ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar baik kebutuhan makanan atau bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat berbahaya bagi setiap daerah, karena
kemiskinan merupakan masalah yang sering terjadi di suatu daerah dan sulit mengatasinya tanpa ada
sinergi antara masyarakat dengan pemerintah.
Kemiskinan bersifat multidimensial, yang artinya kebutuhan manusia itu tidak terbatas dan
berbagai macam sehingga membuat kemiskinan memiliki banyak aspek (Arsyad, 2016). Kemiskinan
meliputi aspek primer dan aspek sekunder. Sedangkan (Todaro dan Stephen, 2011) berpendapat bahwa
kemiskinan yang absolut (absolute poverty) merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk
menentukan tingkat pendapatan minimum untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar akan makanan,
pakaian, dan perumahan sehingga dapat menjamin keberlangsungan hidupnya. Sedangkan yang
dimaksud dengan kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang lebih banyak ditentukan oleh keadaan
sekitarnya, yakni dari lingkungan orang yang bersangkutan. Konsep kemiskinan relative ini bersifat
dinamis, sehingga kemiskinan akan selalu ada (Arsyad, 2016). Penanggulangan kemiskinan merupakan
agenda dan prioritas pembangunan nasional. Berbagai kebijakan, strategi dan kegiatan yang dilakukan
dalam penanggulangan kemiskinan yang bersifat langsung maupun tidak langsung telah dilaksanakan
baik dalam skala nasional maupun lokal. Selama ini kebijakan dan strategi pemenuhan kebutuhan
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 62

masyarakat tersebut dilakukan melalui pelaksanaan proyek dan atau program yang seringkali
penyaluran dan pembinaan sumber dananya sangat terbatas. Menanggulangi dan mengentaskan
kemiskinan bukanlah usaha yang mudah dan sederhana, tetapi harus dilakukan dengan perencanaan
yang terintegrasi dan terkoordinir dengan baik dengan bermacam-macam kebijakan yang harus
tercermin dalam setiap kebijakan pemerintah dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan
masyarakat dalam waktu yang relatif panjang dan berkelanjutan (Safuridar, 2017).
Masalah kemiskinan terus menjadi masalah besar yang dihadapi Indonesia. Tingkat kemiskinan
di Indonesia mengalami cenderung menurun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase
penduduk miskin di Indonesia sejak tahun 2010-2019 terus mengalami penurunan. Meskipun terus
mengalami penurunan, jumlah persentase penduduk miskin masih diatas 10% sampai dengan tahun
2017. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan
melalui berbagai program pro rakyat dan memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan
masyarakat. Tren penurunan angka kemiskinan ini merupakan dampak dari berbagai kebijakan
pemerintah dalam memberikan bantuan sosial, baik dalam hal pangan, pendidikan, maupun
kesehatan. Diantaranya melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Beras
Sejahtera (Rastra), dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Salah satu daerah di Indonesia yang
penduduk miskinnya masih berada dibawah jumlah penduduk miskin secara nasional adalah Povinsi
Sulawesi selatan. Persentase penduduk miskin terhadap penduduk di Povinsi Sulawesi selatan selama
periode 2010-2019 mengalami fluktuasi setiap tahunnya.
Dibalik fluktuasi angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat pula daerah yang juga
menunjukkan tren penurunan angka kemiskinan, salah satunya di Kabupaten Takalar. Jumlah
penduduk miskin Kab. Takalar tahun 2019 sekitar 25,93 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin (atau
dikenal dengan angka kemiskinan) di Kabupaten Takalar tahun 2019 sebesar 8,7. Angka ini berarti dari
100 penduduk Kab. Takalar ada sekitar 8 hingga 9 orang penduduk miskin. Pada periode 2013 hingga
2017 terlihat tren penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin. Secara absolut, penurunan
jumlah penduduk miskin tahun 2015-2019 sebesar 1,19 ribu jiwa. Secara relatif juga terjadi penurunan
angka kemiskinan sekitar 0,78 poin pada periode 2015- 2019. Salah satu faktor yang mempengaruhi
dalam tingkat kemiskinan yaitu pertumbuhan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk melihat
pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah adalah Produk domestik regional bruto (PDRB). Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah keseluruhan nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas
dari pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam skala regional, pertumbuhan ekonomi dihitung dari
perkembangan nilai PDRB selama periode pembangunan tertentu, baik secara riil maupun secara
nominal. Produk Domestik regional Bruto merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi
suatu negara, wilayah, atau suatu daerah. Sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat
kemiskinan.
Salah satu cara mengatasi kemiskinan adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah. Nurmalita
(2018), menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat
kemiskinan. Hal ini berarti jika pertumbuhan ekonomi naik maka kemiskinan akan mengalami
penurunan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk
menurunkan tingkat kemiskinan. Safuridar (2017) juga mengemukakan bahwa dengan meningkatkan
jumlah pertumbuhan ekonomi disuatu daerah akan berdampak pada penurunan jumlah kemiskinan
pada daerah tersebut. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Takalar terus mengalami fluktuasi
pertumbuhan dari tahun 2010-2019, dimana ditahun 2010 dengan tahun 2010 hanya mengalami
pertumbuhan 0,02 persen. Meskipun ada lonjakan ditahun 2016 dengan persentase sebesar 9,76 persen
dan ditahun 2016 dengan persentase 9,61 persen. Pertumbuhan PDRB tidak lepas dari peran setiap
sektor-sektor ekonomi. Besar kecilnya kontribusi pendapatan setiap sektor ekonomi merupakan hasil
perencanaan serta pertumbuhan yang dilaksanakan di daerah. Semakin besar sumbangan yang
diberikan oleh masing-masing sektor terhadap PDRB suatu daerah maka akan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik.
Salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia yang
disebabkan karena rendahnya pendidikan. Pendidikan sebagai faktor terpenting yang dapat membuat
seseorang keluar dari kemiskinan. Menurut BPS, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) / Mean Years School
63 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

(MYS) didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani
pendidikan formal Pendidikan yang diukur menggunakan RLS pada Kabupaten Takalar terus
menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun 2010-2019. Dimana pertumbuhan selama periode
tersebut memiliki peningkatan angka RLS sebesar 0,95 tahun, tentunya dengan peningkatan angka RLS
pertahun tersebut berbanding terbalik dengan angka kemiskinan di Kabupaten Takalar yang terus
menunjukkan tren angka penurunan. Data pertumbuhan RLS Kabupaten Takalar pada tahun 2019
tersebut, menurut BPS merupakan data pertumbuhan tertinggi yang ada di Sulawesi Selatan dalam hal
IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Arisrina (2017) Tingkat Pendidikan tidak memiliki Pengaruh terhadap kemiskinan, Pendidikan
yang difokuskan pada rata-rata lama sekolah tidak mempengaruhi kemiskinan karena rata-rata
penduduk yang buta huruf berusia relatif cukup tua yang pada masa mudanya tidak mengenyam
pendidikan, dan kebanyakan terjadi di daerah pedesaan. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan adalah kesehatan. Tingkat kesehatan akan sangat berdampak pada tingkat
kesejahteraan masyarakat dan memiliki keterkaitan erat dengan kemiskinan hal tersebut dapat dilihat
melalui angka harapan hidup pada kalangan masyarakat pada wilayah tertentu Soleh dan Yunie (2018).
Setiap terjadi peningkatan usia harapan hidup, maka jumlah kemiskinan akan mengalami penurunan.
Di sisi lain setiap terjadi peningkatan jumlah rata-rata lama bersekolah penduduk maka jumlah
penduduk miskin akan mengalami penurunan pula. Hal ini menujukkan bahwa kesehatan memiliki
dampak terhadap penurunan jumlah kemiskinan suatu daerah dengan melihat jumlah angka harapan
hidup pada masyarakat.
AHH pada Kabupaten Takalar juga terus menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun
2010-2019. Dimana pertumbuhan selama periode tersebut memiliki peningkatan angka AHH sebesar
1,25 persen, tentunya dengan peningkatan angka AHH tersebut juga masih berbanding terbalik dengan
angka kemiskinan di Kabupaten Takalar yang juga terus menunjukkan tren angka penurunan. Data
pertumbuhan AHH Kabupaten Takalar pada tahun 2019 tersebut, menurut BPS juga merupakan data
pertumbuhan tertinggi yang ada di Sulawesi Selatan dan dalam hal IPM. Salah satu faktor yang
mendasari kebijakan ini adalah perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan
miskin, kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan
meningkatkan output energi. Oleh karena itu, kesehatan yang baik akan menurunkan tingkat
kemiskinan. Masyarakat yang memiliki tingkat kesehatan yang baik akan memiliki tingkat
produktivitas kerja yang tinggi, tingkat pendapatan tinggi, tingkat pendidikan tinggi dan sejumlah hal
positif lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, studi ini mengalamatkan beberapa rumusan
masalah diantaranya:
Tabel 1: Rumusan dan Tujuan Penelitian
Rumusan Masalah Tujuan Penelitian
1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh 1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh
terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
Takalar? kemiskinan di Kabupaten Takalar.
2. Apakah pendidikan berpengaruh terhadap 2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh
tingkat kemiskinan di Kabupaten Takalar? pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di
3. Apakah kesehatan berpengaruh terhadap Kabupaten Takalar.
tingkat kemiskinan di Kabupaten Takalar? 3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh
kesehatan terhadap tingkat kemiskinan di
Kabupaten Takalar.

Penelitian ini bermanfaat baik secara teoritis dan praktis sebagai berikut:
1. Secara Teoritis, yaitu menambah pengetahuan mengenai pengaruh pertumbuhan
ekonomi, pendidikan dan kesehatan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Takalar,
serta sebagai bahan informasi, referensi, dan literatur tentang kemiskinan di Kabupaten
Takalar.
2. Secara Praktis yaitu bagi pemerintah, sebagai dasar yang dapat digunakan dalam
pengambilan kebijakan untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Kabupaten Takalar.
Adapun bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan dan menambah wawasan terhadap permasalahan ekonomi yang ada di
lingkungan sekitar.
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 64

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Kemiskinan
Todaro (2011) mengemukakan kemiskinan absolut, yaitu sejumlah penduduk yang tidak mampu
mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk tersebut hidup
dibawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah garis kemiskinan. Murni (2006)
kemiskinan, khususnya kemiskinan dikota erat kaitannya dengan langkanya peluang kerja yang
produktif. Penduduk, baik pendatang (urbanis) maupun penduduk kota yang baru masuk angkatan
kerja, dengan kemampuan yang mereka miliki menciptakan kesempatan kerja dengan memanfaatkan
kehidupan kota. Dipandang dari sudut ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari beberapa sisi, yaitu: (1)
Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang
menimbulkan distribusi yang timpang. Penduduk miskin memiliki sumberdaya terbatas dan
kualitasnya rendah. (2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia.
Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya
upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya tingkat pendidikan,
nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. (3) Kemiskinan muncul
akibat perbedaan akses dalam modal. (4) Di daerah perkotaan, derasnya arus migran masuk juga
memberi dampak terhadap semakin banyaknya penduduk dalam kategori miskin. Di daerah
perkotaan, terputusnya akses pengairan di sebagian subak-subak, berdampak pada perubahan perilaku
petani. Apabila petani tidak dapat segera mengantisipasi perubahan tersebut, mereka akan kesulitan
untuk melakukan aktivitas produktif di pertanian. Optimalisasi lahan yang telah terputus akses
pengairannya perlu segera dipolakan agar kemanfaatannya oleh petani dan masyarakat perkotaan
dapat dirasakan.
Sahdan (2006) kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks, maka cara penanggulangan
kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan
diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah
variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan, dan dari variable itu dihasilkan
serangkain strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan.
Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah,
tetapi juga banyak hal lain, seperti : tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam
hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan dan
ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dalam empat
bentuk yaitu: (1) Kemiskinan absolut: bila pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup
untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk
bisa hidup dan bekerja. (2) Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan
pada pendapatan. (3) Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan,
malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar. (4) Kemiskinan struktural: situasi
miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu
sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi
seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan
Secara umum ada beberapa macam ukuran kemiskinan yang biasa digunakan yaitu,
menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar Arsyad (2016). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar
yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Berdasarkan pendekatan tersebut , indikator
yang digunakan adalah Head Count Index (HCI) yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang
berada dibawah garis kemiskinan (poverty line). Selain Head Count Index (𝑃0) terdapat juga indikator
lain yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskianan, yaitu indeks kedalaman kemiskinan
(Poverty Gap Index-𝑃1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-𝑃2). Head Count
Index (𝑃0) merupakan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Semakin
kecil angka ini menunjukkan semakin berkurangnya jumlah penduduk yang berada dibawah garis
kemiskinan. Demikian juga sebaliknya, bila angka 𝑃0 besar maka menunjukkan tingginya jumlah
persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.
65 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

Poverty Gap Index (𝑃1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Angka ini memperlihatkan jurang (gap) antara
pendapatan rata-rata yang diterima penduduk miskin dengan garis kemiskinan. Semakin kecil angka
ini menunjukkan secara rata-rata pendapatan penduduk miskin sudah semakin mendekati garis
kemiskinan. Semakin tinggi angka ini maka semakin besar kesenjangan pengeluaran penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan
ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Poverty Severity Index (𝑃2) memberikan gambaran
mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Angka ini memperlihatkan sensitivitas
distribusi pendapatan antar kelompok miskin. Semakin kecil angka ini menunjukkan distribusi
pendapatan diantara penduduk miskin semakin merata. Kemiskinan dapat diukur dengan
membandingkan tingkat konsumsi seseorang dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah yang
dikeluarkan untuk konsumsi orang perbulan. Sedangkan penduduk miskin adalah penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.
Untuk mengidentifikasi kemiskinan sering digunakan adalah garis kemiskinan (poverty line).
Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non
makanan. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan
yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilo kalori perkapita
perhari. Garis kemiskinan non makanan merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari
komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan sandang, pendidikan dan
kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan
dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Teori-teori kemiskinan pada umumnya bermuara pada dua
paradigma besar yang juga berpengaruh pada pemahaman mengenai kemiskinan dan penanggulangan
kemiskinan. Dua paradigma yang dimaksud adalah Neo-Liberal dan Demokrasi-sosial. Paradigma ini
memiliki perbedaan terutama dalam melihat kemiskinan maupun dalam memberikan solusi
penyelesaian masalah kemiskinan.
Paradigma Neo-Liberal dalam melihat kemiskinan, memberikan penjelasan bahwa kemiskinan
merupakan persoalan individu yang merupakan akibat dari pilihan-pilihan individu. Bagi pendekatan
ini kekuatan pasar merupakan kunci utama untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini
dikarenakan kekuatan pasar yang diperluas dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan
menghapuskan kemiskinan. Bagi pendekatan ini strategi penanggulangan kemiskinan bersifat
sementara dan peran negara sangat minimum. Peran negara baru dilakukan bila institusi-institusi di
masyarakat, seperti keluarga, kelompok-kelompok swadaya, maupun lembaga-lembaga lainnya tidak
mempu lagi menangani kemiskinan. Sednagkan Paradigma Demokrasi Sosial tidak melihat kemiskinan
sebagai persoalan individu, melainkan lebih melihatnya sebagai persoalan structural (Cheyne, O’Brien
dan Belgrave (1998). Ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakatlah yang mengakibatkan
kemiskinan ada dalam masyarakat. Bagi pendekatan ini tertutupnya akses-akses bagi kelompok
tertentu menjadi penyebab terjadinya kemiskinan. Pendekatan ini sangat mengkritik sistem pasar
bebas, namun tidak memandang sistem kapitalis sebagai sistem yang harus dihapuskan, karena masih
dipandang sebagai bentuk pengorganisasian ekonomi yang paling efektif. Peran Negara dalam
pendekatan ini cukup penting terutama dalam merumuskan strategi untuk menanggulangi
kemiskinan.
Menurut World Bank (2014) ada beberapa faktor-faktor dan analisis penyebab kemiskinan di
Indonesia, yaitu: (1) Pendidikan, kemiskinan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan yang
tidak memadai. Kemiskinan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan yang tidak memadai.
Kemiskinan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan yang tidak memadai. Sama halnya
dengan temuan di negara-negara lain, capaian jenjang pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan
konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi pula. Melampaui jenjang pendidikan sekolah dasar
meningkatkan kesejahteraan secara berarti. Di daerah perkotaan, kepala rumah tangga dengan tingkat
pendidikan sekolah menengah atas (SMA) memiliki korelasi dengan tingkat konsumsi yang 33 persen
lebih tinggi dibandingkan dengan kepala rumah tangga yang tidak berpendidikan. Peningkatan
konsumsi yang berkorelasi dengan pendidikan khususnya terlihat mencolok pada lulusan universitas,
baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Hasil yang sama pun berlaku bagi anggota rumah
tangga yang lain, meskipun pada tingkat yang lebih rendah, khususnya rumah tangga di daerah
perkotaan. Meningkatkan capaian jenjang pendidikan di wilayah/area tertentu berkorelasi dengan
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 66

pengurangan kemiskinan yang lebih besar. disamping memiliki angka koefisien tertinggi yang
memiliki asosiasi dengan pendidikan dalam fungsi pengeluaran.
Demikian pula, peningkatan capaian jenjang pendidikan diwilayah perkotaan akan mengurangi
angka kemiskinan secara lebih tajam. (2) Pekerjaan, bekerja disektor pertanian memiliki korelasi yang
kuat dengan kemiskinan. Kepala rumah tangga yang bekerja disektor pertanian memiliki tingkat
konsumsi yang jauh lebih rendah (dan karena itu memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi
miskin) dibandingkan mereka yang bekerja di sektor lain. Dengan menggunakan kepala rumah tangga
yang bekerja di sektor pertanian informal sebagai dasar (base), faktor-faktor yang berkorelasi dengan
kemiskinan menunjukkan bahwa kepala rumah tangga di daerah pedesaan yang bekerja di sektor
pertanian formal memiliki korelasi dengan kenaikan tingkat konsumsi dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 3,1 persen, sedangkan mereka yang bekerja di sektor industri informal dengan nilai koefisien
sebesar 5,4 persen. Koefisien korelasi yang lebih tinggi terdapat pada kepala rumah tangga yang bekerja
di sektor industri formal (11,7 persen). Koefisien korelasi yang tertinggi terdapat di sektor jasa: sektor
jasa informal sebesar 14 persen, sedangkan sektor jasa formal sebesar 22 persen, yang berlaku untuk
daerah perkotaan maupun daerah pedesaan.
(3) Gender, meskipun tingkat kemiskinan terlihat sedikit lebih rendah pada rumah tangga dengan
kepala keluarga perempuan, namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Rumah tangga yang
dengan kepala keluarga laki-laki masih jauh lebih beruntung dibandingkan rumah tangga dengan
kepala keluarga perempuan. (4) Akses terhadap pelayanan dan infrastruktur, kemiskinan jelas
berkaitan dengan rendahnya akses terhadap fasilitas dan infrastruktur dasar. Beberapa ukuran lokalitas
digunakan untuk mencerminkan berbagai tingkat akses terhadap fasilitas dan infrastruktur tersebut.
(5) Lokasi Geografis, dengan adanya ketimpangan antar wilayah, lokasi geografis juga berkorelasi
dengan kemiskinan. Indonesia terdiri dari 33 provinsi, 440 kabupaten atau kota, 5.850 kecamatan dan
73.219 desa/kelurahan. Namun, sejalan dengan tujuan penilaian atas kemiskinan nasional ini,
meskipun penting untuk menangkap berbagai gambaran yang terpisah sebanyak mungkin, penilaian
ini diputuskan untuk secara khusus difokuskan pada perbedaan-perbedaan geografis dan temuan-
temuan di enam wilayah pengelompokan kepulauan yang luas : Sumatera, Jawa/Bali, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara/Maluku and Papua. Fokus fitur 6 wilayah memberi arti variasi wilayah
tersebut dan profil ringkas kemiskinan bagi tiap-tiap wilayah pengelompokan. Mengenai korelasi
pengelompokan geografis ini dan kemiskinan, temuan dari faktor-faktor yang berkorelasi dengan
kemiskinan dari masing-masing wilayah.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi


Menurut pandangan kaum historis, diantaranya Friedrich List dan Rostow, pertumbuhan ekonomi
merupakan tahapan proses tumbuhnya perekonomian mulai dari perekonomian bersifat tradisional
yang bergerak di sektor pertanian dimana produksi bersifat subsisten, hingga akhirnya menuju
perekonomian modern yang didominasi oleh sektor industri manufaktur. Menurut pandangan ekonom
klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, maupaun ekonom Neoklasik, Robert
Solow dan Trover Swan, menyatakan pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1) Jumlah penduduk, 2) Jumlah stok barang modal, 3) Luas tanah dan
kekayaan alam, 4) Tingkat teknologi yang digunakan. Suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya
Sedangkan menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi adalah
proses inovasi, dan pelakunya adalah inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi
suatu masyarakat hanya bisa diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur.
Menurut Arsyad (2016) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik
Bruto/Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih
kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.
Menurut Todaro (2006) Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari
Negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya yang
ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan
ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Menurut Rapanna dan Zulfikry (2017) bahwa
pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses di mana meningkatnya pendapatan tanpa
mengaitkannya dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Tingkat pertumbuhan penduduk umumnya
sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi. Berdasarkan sejumlah pendapat ahli diatas, maka
67 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

dapat ditarik benang merah berikut : (1) Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan
kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa. (2) Pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam melakukan analisis tentang
pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. (3) Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi lebih merujuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (angka). Menurut Arsyad (2016) ada
bebrapa faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam,
Pembentukan Modal, Pengembangan Teknologi, serta Faktor Sosial dan Politik.
Menurut Arsyad (2016) menjelaskan dengan berbagai teori yang berkaitan dengan pertumbuhan
ekonomi, sebagai berikut: (1) Teori Pertumbuhan Klasik Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik,
ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhanekonomi, yaitu jumlah penduduk, luas tanah dan
kekayaan, dan tingkat Teknologi yang digunakan. Teori ini menekankan tentang pentingnya faktor-
faktor produksi dalam menaikkan pendapatan Nasional dan mewujudkan pertumbuhan. Akan tetapi
yang terutama diperhatikan ahli ekonomi klasik adalah peranan tenaga kerja. Menurut mereka tenaga
kerja yang berlebihan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. (2) Teori Schumpeter Teori ini
menekankan tentang pentingnya pengusaha dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, bahwa para
pengusaha merupakan golongan yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam
kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi memperkenalkan barang baru, mempertinggi efisiensi cara
memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar sesuatu barang ke pasaran yang
baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan
dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. (3) Teori Harrod–
Domar Teori ini bertujuan untuk menrangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian
dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau “steady growth” dalam jangka panjang. Teori ini pada
dasarnya menekankan peranan segi permintaan dalam mewujudkan penerimaan negara. (4) Teori Neo
Klasik melalui kajian empircal theory ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi dan
peningkatan kemahiran masyarakat merupakan faktor yang terpenting yang mewujudkan
pertumbuhan ekonomi. Tinggi rendahnya laju pertumbuhan ekonomi merupakan konsekuensi dari
pertumbuhan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut.
Pertumbuhan merupakan syarat penting bagi terciptanya pertumbuhan inklusif. Klasen (2010)
menyatakan bahwa penting untuk menentukan episode ekonomi seperti apa yang memiliki
karakteristik sebagai pertumbuhan yang inklusif. Ada dua kemungkinan untuk hal tersebut, yang
pertama melihat melalui proses. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalah pertumbuhan yang
meluas antar sektor atau intensif terhadap tenaga kerja. Dengan begitu pertumbuhan inklusif dapat
dikatakan sebagai pertumbuhan yang melibatkan partisipasi semua pihak tanpa diskriminasi dan
mampu melibatkan seluruh sektor ekonomi. Fokus kedua yaitu pada hasil dari proses pertumbuhan.
Dalam hal ini, konsep pertumbuhan inklusif berkaitan erat dengan konsep pertumbuhan yang pro
poor. Berdasarkan kedua fokus tersebut, pertumbuhan inklusif dapat didefinisikan sebagai
pertumbuhan yang tidak mendiskriminasikan dan mampu menjamin pemerataan akses pertumbuhan
sekaligus sebagai pertumbuhan yang mampu menurunkan kelompok yang tidak memperoleh
keuntungan dari pertumbuhan (mengurangi disparitas antar kelompok).
Berhubungan dekat dengan konsep kemiskinan didukung oleh Habito (2009). Menurut
kesimpulannya, pertumbuhan inklusif didefinisikan sebagai pertumbuhan GDP yang dapat
menurunkan kemiskinan. Struktur perekonomian dan komposisi sektoral dalam pertumbuhan
ekonomi telah diyakini sebagai faktor penting untuk mencapai pertumbuhan inklusif, dengan
pernyataan umum bahwa pertumbuhan yang lebih kuat pada struktur pertanian akan mempercepat
penurunan kemiskinan. Penekanan pada sektor pertanian ini wajar bila mengingat bahwa peran sektor
pertanian terutama dalam penyerapan tenaga kerja di negara berkembang sangat besar. Selain fokus
akan kondisi sektor perekonomian, Habito memandang investasi pada fasilitas publik seperti
kesehatan, pendidikan dan perumahan sangat penting untuk mencapai pertumbuhan inklusif. Berbagai
konsep yang ditawarkan untuk merumuskan pertumbuhan inklusif memiliki pandangan
masingmasing mengenai bagaimana seharusnya pertumbuhan dapat bekerja dalam perekonomian.
Pertumbuhan inklusif dapat dikatakan sebagai ukuran apakah pertumbuhan ekonomi suatu negara
merupakan pertumbuhan yang berkualitas. Definisi pertumbuhan inklusif dalam penelitian ini
merupakan gabungan dari beragam konsep yang telah diuraikan sebelumnya. Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi disebut inklusif apabila pertumbuhan tersebut mampu menurunkan
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 68

kemiskinan, menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan, dan menyerap lebih banyak tenaga
kerja.
Menurut Kuncoro (2010) bahwa untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dapat digunakan
indikator untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) menurut Badan Pusat Statistik PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi disuatu wilayah. PDRB dapat menggambarkan
kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu, besaran
PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi faktor-faktor
produksi di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi menurut Tambunan (2014) memiliki korelasi yang
kuat terhadap kemiskinan, pertumbuhan ekonomi pada tahap awal menyebabkan tingkat kemiskinan
cenderung meningkat namun pada saat mendekati tahap akhir terjadi pengurangan tingkat kemiskinan
secara berkesinambungan. Dengan demikian, dapat dikatakan pertumbuhan ekonomi memiliki
pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan. Menurut Pangiuk (2018) pertumbuhan ekonomi
merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan.

2.3. Pendidikan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan pendidikan adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam upaya mencapai pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan (sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan yang sangat
strategis khususnya dalam mendorong akumulasi modal yang dapat mendukung proses produksi dan
aktivitas ekonomi lainnya. Dalam konteks ini, pendidikan dianggap sebagai alat untuk mencapai target
yang berkelanjutan, karena dengan pendidikan aktivitas pembangunan dapat tercapai, sehingga
peluang untuk meningkatkan kualitas hidup di masa depan akan lebih baik. Didu dan Ferri (2016).
Analisis atas investasi dalam bidang pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia.
Modal manusia (human capital) adalah istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk
pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika
hal-hal tersebut ditingkatkan. Soleh dan Yunie (2018) mengemukakan bahwa keadaan pendidikan
penduduk secara umum dapat diketahui dari beberapa indikator seperti angka partisipasi sekolah,
tingkat pendidikan yang ditamatkan, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Aspek pendidikan
dianggap memiliki peranan paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Karena melalui
pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia
diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik sehingga kita mengenal
kurikulum berbasis kompetensi dan atau life skills. Secara rasional dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kualitas hidup manusia akan semakin baik (Azra 2002).
Pada kelompok masyarakat tertentu pendidikan sebagai salah satu bentuk investasi belum
disadari sepenuhnya dengan benar. Pendidikan masih dianggap sebagai keterpaksaan bukan sebagai
kewajiban yang harus dihadapinya. Kebanyakan masyarakat kita menganggap bahwa ukuran
keberhasilan hidup seseorang dari kemampuan ekonomi seseorang tersebut, memang tidak seluruhnya
salah tetapi ada hal yang harus diluruskan (Mulyadi 2003). Pemahaman seperti itulah yang
mengakibatkan banyaknya orangtua yang tidak menyekolahkan anaknya karena menurut pemahaman
mereka, anak-anak tidak sekolahpun bisa mencari uang misalnya bekerja di ladang atau sebagai
nelayan. Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen sentral dalam pembangunan suatu
bangsa. Keberhasilan suatu negara untuk memajukan pendidikan akan membawa perubahan tidak
hanya pada sektor ekonomi semata namun juga sektor politik, sosial, dan budaya. Arsyad, (2016)
Pendidikan formal dan non formal bisa berperan penting dalam menggurangi kemiskinan dalam
jangka panjang, baik secara langsung dan tidak langsung melalui perbaikan produktivitas dan efesiensi
secara umum, maupun secara langsung melalui pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang
dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka dan pada gilirannya akan meningkatkan
69 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

pendapatan mereka. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian
juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Rendahnya
produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh
pendidikan Grasiano dkk. (2018). Menurut Todaro (2011) pendidikan merupakan cara untuk
menyelamatkan diri dari kemiskinan.

2.4. Kesehatan
Dalam undang-undang No 36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.Yoga dan Fitrie (2012) beberapa ekonom beranggapan bahwa kesehatan
merupakan fenomena ekonomi yang dapat dinilai dari stok maupun juga dinilai sebagai investasi
sehingga fenomena kesehatan menjadi variabel yang nantinya dapat dianggap sebagai suatu faktor
produksi untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa, atau sebagai suatu sasaran dari berbagai
tujuan yang ingin dicapai oleh individu, rumah tangga maupun masyarakat, yang dikenal sebagai
tujuan kesejahteraan. Oleh sebab itu, kesehatan dianggap sebagai modal yang memiliki tingkat
pengembalian yang positif baik untuk individu perorangan maupu untuk masyarakat luas. Kesehatan
merupakan salah satu variabel kesejahteraan rakyat yang dapat menggambarkan tingkat kesehatan
masyarakat sehubungan dengan kualitas kehidupannya. Keadaan kesehatan penduduk merupakan
salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan bangsa karena dengan penduduk yang sehat.
Arsyad (2016) menjelaskan intervensi untuk memperbaiki kesehatan dari pemerintah juga
merupakan suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu faktor yang
mendasari kebijakan ini adalah perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan
miskin: kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan
menaikkan output energi. Oleh karena, itu kesehatan yang baik akan berpengaruh negatif terhadap
tingkat kemiskinan. Indikator kesehatan salah satunya ditunjukkan dengan Angka Harapan Hidup
Nurmalita (2018). Menurut Simanjuntak (2001), kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan produktivitas kerja seseorang berdampak pada kualitas dan kemampuan fisik sesorang.
Kualitas dan kemampuan fisik sesorang, untuk meningkatkan produktivitas kerja seseorang erat
kaitannya dengan tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik.

2.5. Penelitian Terdahulu


Penelitian Safuridar, 2017 yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
di Kabupaten Aceh Timur. Hasil penelitian tersebut menjealaskan bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Aceh Timur. Selanjutnya, Alfi
Amalia, M.E.I. 2017. Dengan judul penelitian Pengaruh Pendidikan, Pengangguran Dan Ketimpangan
Gender Terhadap Kemiskinan di Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut yaitu Tingkat pendidikan,
pengangguran dan ketimpangan gender bersama-sama mempengaruhi kemiskinan di Sumatera Utara.
Pendidikan dan ketidaksetaraan gender berpengaruh signifikan dan negative terhadap kemiskinan
sedangkan pengangguran berpengaruh signifikan dan positif terhadap kemiskinan di Sumatera Utara.
Selain itu, Ahmad Soleh dan Yunie Rahayu, 2018. Dengan judul penelitian Analisis Pengaruh Tingkat
Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan Di Propinsi Jambi. Hasil penelitian tersebut yaitu
tingkat Pendidikan memiliki pengaruh positif tidak signifikan pada tingkat kemiskinan, dimana
pendidikan sudah mengalami peningkatan akan tetapi jumlah kemiskinan juga masih berada dijumlah
yang tinggi. Hasil Penelitian juga menunjukkan bahwa Selama periode 2005 – 2015 angka kemiskinan
penduduk Provinsi Jambi mengalami penurunan sebesar 0.30% per tahun. Bahwa setiap terjadi
peningkatan usia hidup sebesar 1 persen maka jumlah penduduk miskin di Provinsi Jambi akan
mengalami penurunan.

2.6. Kerangka Konseptual


Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan
sebagai berikut:
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 70

Pertumbuhan Ekonomi

Pendidikan Kemiskinan

Kesehatan

Gambar 1: Kerangka Konseptual


Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual tersebut di atas, maka hipotesis, yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan.


H2: Pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan.
H3: Kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan.

3. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis,
terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain
menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai
dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian
pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, tabel, grafik, atau
tampilan lainnya. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian asosiatif kausal
dengan teknik kuantitatif. Menurut Sugiyono (2016), penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan penelitian ini maka akan
dapat dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu
gejala. Hubungan kausal merupakan hubungan yang sifatnya sebab-akibat, salah satu variabel
(independen) mempengaruhi variabel yang lain (dependen).
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Waktu
penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu bulan November dan Desember
2020. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu merupakan data kuantitatif berbentuk data
sekunder. Dimana data tersebut merupakan kumpulan dari data angka-angka. Data sekunder yang
digunakan adalah data deret waktu (time-series data) untuk kurun waktu tahun 2005 - 2019. Sumber
data dalam penulisan tesis ini bersumber dari berbagai buku, jurnal, dan penelitian terdahulu yang
mendukung penelitian. Sedangkan untuk sumber indeks pembangunan manusia yang diperoleh dari
https://takalarkab.bps.go.id serta Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan
Daerah Kabupaten Takalar. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode observasi dan metode dokumentasi. Metode
observasi merupakan telaah pustaka dengan mengamati literatur-literatur dan jurnal-jurnal terdahulu
yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan metode dokumentasi merupakan metode
pengumpulan data-data dengan cara mencatat dokumen-dokumen yang berhubungan dengan data
penelitian, yang dilakukan dengan mengambil data laporan Indeks Pembangunan Manusia yang
diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Takalar.
Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh data laporan IPM (Indeks Pembangunan
Manusia) BPS Takalar. Adapun pemilihan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling
yaitu dengan teknik quota sampling. Adapun sampel data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Kemiskinan di Kabupaten Takalar dari tahun 2005 - 2019.
2. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Takalar tahun 2005 - 2019.
71 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

3. Pendidikan di Kabupaten Takalar tahun 2005 - 2019.


4. Kesehatan di Kabupaten Takalar tahun 2005 - 2019.

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi
yang digunakan dalam penelitian. Pengujian ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa didalam
model regresi yang digunakan tidak terdapat multikolinearitas dan heterokedastisitas serta untuk
memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2013). Pengujian asumsi klasik
dalam penelitian ini menggunakan bantuan software statistik yaitu SPSS 24. Salah satu cara menguji
normalitas adalah melalui pengamatan residual. Jika data bersifat normal, maka data residual akan
terdistribusi secara normal dan independen yaitu perbedaan nilai prediksi dengan skor yang
sesungguhnya atau error akan terdistribusi secara simetris disekitar nilai rata-rata (Ghozali, 2013).
Untuk menguji normalitas suatu data, salah satu cara menguji normalitas data adalah dengan uji
Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:

a) Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.
b) Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal.

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi
antara variabel bebes (Independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara
variabel independent (Ghozali, 2013). Uji multikolonieritas ini dilakukan dengan melihat nilai
Tolerance dan nilai variance Inflation Factor (VIF). Kriteria pengambilan keputusan pada uji
multikolonieritas adalah sebagai berikut :

a) Jika nilai Tolerance > 0,10 maka tidak terjadi multikolonieritas terhadap data yang diuji.
Sebaliknya jika nilai Tolerance < 0,10 maka terjadi multikolonieritas terhadap data yang diuji.
b) Jika nilai VIF < 10,00 maka tidak terjadi multikolonieritas terhadap data yang diuji. Sebaliknya
jika nilai Tolerance > 10,00 maka terjadi multikolonieritas terhadap data yang diuji.

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamataan yang lain. Model regresi yang baik adalah
tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uji
Glejser dengan maksud megusulkan meregresi nilai absolute residual terhadap variabel independen.
Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

a) Jika nilai sig. > 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


b) Jika nilai sig. < 0,05 maka terjadi heteroskedastisitas.

Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam mode regresi ada kolerasi antara kesalahan
pengganggu pada periode-t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya), jika
terdapat kolerasi maka dinamakan ada masalah kolerasi. Autokolerasi biasa terjadi karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan antara suatu dengan lainnya. Pengujian autokolerasi
dilakukan dengan uji durbin watson dengan membandingkan nilai durbin waston hitung (DW) dengan
nilai durbin watson tabel, yaitu batas atas (dU) dan batas bawah (dL). Kriteria pengujian adalah sebagai
berikut :

a) Jika 0 < DW < dL, maka terjadi autokolerasi positif.


b) Jika dL < DW < dU,maka tidak ada kepastian terjadi autokolerasi.
c) Jika 4-dL < DW < 4, maka terjadi outokolerasi negatif.
d) Jika 4-dU < d < 4-dL, maka tidak ada kepastian terjadi autokolerasi.
e) Jika dU < d 4-dU, maka tidak terjadi autokolerasi positif maupun negatif.

Metode analisis data yang digunakan yaitu (1) Analisis Statistik deskriptif dan analisis statistik
inferensial untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang diteliti. Dalam menggunakan
statsitik deskriptif, suatu data dapat dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, varian, nilai maksimum,
nilai minimum, sum, range, kutois dan skewness. Statistik deskriptif digunakan untuk mempermudah
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 72

ciri-ciri karakteristik suatu kelompok data agar mudah dipahami (Ghosali, 2013). Statistik deskriptif
dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai variabel penelitian serta
rigkasan data-data penelitian seperti tingkat kemiskinan, produk domestik regional bruto, rata-rata
lama sekolah dan angka harapan hidup di Kabupaten Takalar. Pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan nilai minimum, nilai maksimum, mean dan standar deviasi. (2) Analisis
statistik Inferensial, secara umum, analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai
ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (bebas),
dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai variabel
variabel independen yang diketahui (Ghozali, 2013). Model analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Persamaan yang digunakan berdasarkan
kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = α + X1 + X2 + X3 + e
Dimana :
Y = Tingkat Kemiskinan
α = Konstanta
X1 = Pertumbuhan Ekonomi
X2 = Pendidikan
X3 = Kesehatan
e = Standar Eror

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa mjauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel eksogen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai
adjusted R2 yang kecil berarti kemapuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti varibel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2013).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel
independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel indevenden, maka R2
akan meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh signitifikan terhadap variabel
dependen. Oleh karena itu, penelitian ini menggunkan adjusted R2 seperti yang dianjurkan peneliti
lainya. Dengan menggunkan adjusted R2 dapat dievaluasi model regresi mana yang terbaik. Tidak
seperti R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.
Kelayakan Model, pengujian kelayakan model pada penelitian ini menggunakan uji F, uji ini digunakan
untuk membuktikan apakah semua variabel dalam model penelitian ini Fit atau layak. Dengan
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

a) Jika nilai sig. < 0,05 maka model dikatakan layak.


b) Jika nilai sig. >0,05 maka model dikatakan tidak layak.

Pengujian hipotesis merupakan pengambilan keputusan yang didasarkan pada analisis data.
Pengujian ini bertujuan untuk menetukan ada tidaknya pengaruh hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunkan uji t (student test). Uji ini
digunakan untuk membuktikan apakah variabel independen secara individu mempengaruhi variabel
dependen secara langsung. Dengan kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :

a) Jika nilai sig. < 0,05 maka Hipotesis diterima.


b) Jika nilai sig. > 0,05 maka Hipotesis ditolak.
73 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Deskripsi Data Penelitian


Deskripsi data penelitian yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan data statistik yang
diperoleh dan bersumber dari www.takalarkab.bps.go.id selama 15 tahun terakhir adalah sebagai
berikut:
a. Kemiskinan
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS menunjukkan bahwa dari tahun 2005-2019 Kabupaten
Takalar terus mengalami tren penurunan angka kemiskinan penduduk, kecuali pada tahun 2010
yang meningkat keangka 11,16% jika dibandingkan dengan angka kemiskinan ditahun 2009
sebesar 11,06% dan tahun 2014 meningkat keangka 9,62% jika dibandingkan dengan angka
kemiskinan ditahun 2014 sebesar 9,60%. Hingga dari tahun 2015-2018 angka kemiskinan
penduduk berada pada angka 8,70%. Dalam kurun waktu 15 tahun data pengamatan angka
kemiskinan di Kabupaten Takalar berhasil memangkas angka kemiskinan penduduk sebanyak
6,24%.

b. Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan
menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000. Ditahun 2005
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Takalar sebesar 5,58% dan terus tumbuh hingga 7,59% ditahun
2011. Kemudian pada tahun 2012 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi menjadi 6,58%.
Hingga 2013-2019 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Takalar mengalami fluktuasi pertumbuhan,
dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 9,76%. Dalam kurun waktu
15 tahun data pengamatan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 untuk
mengukur pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Takalar hanya bertumbuh sebesar 1,29%.

c. Pendidikan
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa dari tahun 2005-2019 data pendidikan yang
dicerminkan dengan RLS (rata-rata lama sekolah) penduduk pada usia 15 tahun keatas yang
menamatkan pendidikan formalnya di Kabupaten Takalar secara konsisten terus mengalami tren
peningkatan dari rata-rata 5,26% pada tahun 2005 menjadi rata-rata 7,18% pada tahun 2019.
Dengan demikian dalam kurun waktu 15 tahun data pengamatan pendidikan yang dicerminkan
dengan RLS (rata-rata lama sekolah) penduduk pada usia 15 tahun keatas yang menamatkan
pendidikan formalnya untuk mengukur RLS di Kabupaten Takalar hanya bertumbuh sebesar
1,92% dalam menyelesaikan pendidikan formalnya. Angka pertumbuhan tersebut masih terpaut
jauh dari angka pertumbuhan di Sulawesi Selatan dalam hal IPM (Indeks Pembangunan
Manusia).

d. Kesehatan
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa dari tahun 2005-2019 data kesehatan yang
dicerminkan dengan AHH (Angka Harapan Hidup) di Kabupaten Takalar digambarkan
mengalami pertumbuhan dalam 2 fase. Fase pertama pada tahun 2005-2019 mengalami
pertumbuhan dari angka 67,49 tahun menjadi 69,17 tahun. Kemudian secara drastis mengalamin
penurunan AHH di tahun 2010 menjadi 65,76 tahun. Fase kedua dari 2010-2019 secara konsisten
terus mengalami pertumbuhan dari 65,76 tahun menjadi 67,01 tahun. Dengan demikian dalam
kurun waktu 15 tahun data pengamatan kesehatan yang dicerminkan dengan AHH(angka harapa
hidup) penduduk di Kabupaten Takalar mengalami penurunan AHH sebesar 0,48 tahun dalam
hal lama hidup. Angka pertumbuhan tersebut masih terpaut jauh dari angka pertumbuhan di
Sulawesi Selatan dalam hal IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 74

4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik


Hasil pengujian asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Uji Normalitas

Tabel 2. hasil uji normalitas


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Predicted
Value
N 15
Normal Parametersa,b Mean 10,8233333
Std. Deviation 1,87423259
Most Extreme Differences Absolute ,173
Positive ,173
Negative -,126
Test Statistic ,173
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber : Data diolah (2020).

Berdasarkan tabel one-sample kolmogorov-smirnov test diatas, menunjukkan nilai asymp. sig. (2-
tailed) sebesar 0,200 lebih besar dari 0,05. Maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji
normalitas, dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Dengan demikian, asumsi atau
persyaratan normalitas dalam model regresi telah terpenuhi.

2. Uji Multikolinearitas

Tabel 3. hasil uji multikolineritas


Tolerance VIF
1 (Constant)
PDRB ,572 1,748
RLS ,852 1,212
AHH ,636 1,572
a. Dependent Variable: KEMISKINAN
Sumber : Data diolah (2020).

Berdasarkan tabel coefficients diatas, menunjukkan nilai VIF pada masing-masing variabel
independen lebih kecil dari 10. Maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji
multikolinearitas, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas. Dengan demikian,
asumsi atau persyaratan kolinearitas dalam model regresi telah terpenuhi.

3. Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4. hasil uji heteroskedastisitas
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) -11,917 13,190 -,904 ,386
PDRB -,010 ,166 -,021 -,059 ,954
1
RLS -,144 ,423 -,102 -,339 ,741
AHH -,202 ,182 ,378 1,109 ,291
a. Dependent Variable: RES2
Sumber : Data diolah (2020).

Berdasarkan tabel coefficients diatas, menunjukkan nilai sig. pada masing-masing variabel
independen lebih besar dari 0,05 dimana variabel RES2 berperan sebagai variabel dependen. Maka
75 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji heteroskedastisitas model glejser, dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Dengan demikian, asumsi atau persyaratan
hetero dalam model regresi telah terpenuhi.

4. Uji Autokorelasi
Tabel 5. hasil uji autokorelasi
Model Summaryb
1 1,679
a. Predictors: (Constant), AHH, RLS, PDRB
b. Dependent Variable: KEMISKINAN
Sumber : Data diolah (2020).

Berdasarkan tabel model summary diatas, menunjukkan nilai durbin-watson (d) sebesar 1,679.
Dengan jumlah variabel independen (k) sebanyak 3 dan jumlah sampel (N) sebanyak 15 pada taraf
signifikansi 5% diperoleh nilai dL 0,814 dan nilai dU 1,750. Sehingga kriteria yang terbentuk yaitu dL <
d < dU. Maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji autokorelasi, dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi gejala atau masalah autokorelasi. Dengan demikian, regresi linier berganda untuk
uji hipotesis penelitian dapat dilanjutkan.

Hasil analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Analisis Regresi Linier Berganda

Tabel 6. analisis regresi linier berganda


Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta
1 (Constant) -6,559 20,555 -,319 ,756
PDRB -,308 ,259 -,197 -1,190 ,259
RLS -2,986 ,660 -,625 -4,525 ,001
AHH -,579 ,283 ,321 2,042 ,066
a. Dependent Variable: KEMISKINAN
Sumber : Data diolah (2020).

Berdasarkan tabel coefficients diatas, menunjukkan arah dan nilai koefisien regresi pada masing-
masing hubungan dengan bentuk sebagai berikut :
Y = - 6,559
B1 PDRB = - 0,308
B2 RLS = - 2,986
B3 AHH = - 0,597
e = Standar Eror

Kemiskinan ketika dalam keadaan yang tidak sedang dalam pengaruh variabel PDRB, RLS dan
AHH atau dalam keadaan yang konstan memiliki nilai -6,559. Pertumbuhan Ekonomi yang diukur
menggunakan PDRB memiliki arah koefisien regresi bernilai negatif sebesar -0,308. Hal ini berarti
bahwa ketika terjadi perubahan peningkatan nilai PDRB sebesar 1%, maka angka kemiskinan
mengalami penurunan sebesar 0,308%. Pendidikan yang diukur menggunakan RLS memiliki arah
koefisien regresi bernilai negatif sebesar -2,986. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi perubahan
peningkatan nilai RLS sebesar 1%, maka angka kemiskinan mengalami penurunan sebesar 2,986%.
Kesehatam yang diukur menggunakan AHH memiliki arah koefisien regresi bernilai negatif sebesar -
0,579. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi perubahan peningkatan nilai AHH sebesar 1%, maka angka
kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0,579%.
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 76

b. Koefisien Determinasi (R2)


Tabel 7. koefisien determinasi
Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 ,909a ,827 ,779 ,96819


a. Predictors: (Constant), AHH, RLS, PDRB
b. Dependent Variable: KEMISKINAN
Sumber : Data diolah (2020).

Berdasarkan tabel model summary diatas, menunjukkan nilai R square yaitu sebesar 0,827. Hal ini
berarti bahwa seluruh variabel independen dalam menjelaskan pengaruh perubahan variabel
dependen pada penelitian ini sebesar 82,7%. Sedangkan sebesar 17,3% (100% - 82,7%) dijelaskan oleh
pengaruh perubahan variabel prediktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

c. Uji Kelayakan Model (f)

Tabel 8. hasil uji fisher


ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 49,178 3 16,393 17,488 ,000b
1 Residual 10,311 11 ,937
Total 59,490 14
a. Dependent Variable: KEMISKINAN
b. Predictors: (Constant), AHH, RLS, PDRB
Sumber : Data diolah (2020).

Berdasarkan tabel anova diatas, menunjukkan nilai signifikansi untuk pengujian model penelitian
(f) yaitu sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa model
yang digunakan dalam penelitian ini fit atau layak untuk digunakan.

4.3. Hasil Uji Hipotesis


Hasil uji hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 9. hasil uji hipotesis
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients t Sig.
Model Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -6,559 20,555 -,319 ,756
PDRB -,308 ,259 -,197 -1,190 ,259
1
RLS -2,986 ,660 -,625 -4,525 ,001
AHH -,579 ,283 ,321 2,042 ,066
a. Dependent Variable: KEMISKINAN

a. Pertumbuhan ekonomi (PDRB) terhadap kemiskinan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,259
lebih besar dari 0,050. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan, maka pertumbuhan
ekonomi berpengaruh secara tidak signifikan terhadap kemiskinan. Sehingga H1 dalam
penelitian ini ditolak.
b. Pendidikan (RLS) terhadap kemiskinan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari
0,050. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan, maka pendidikan berpengaruh secara
signifikan terhadap kemiskinan. Sehingga H2 dalam penelitian ini diterima.
c. Kesehatan (AHH) terhadap kemiskinan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,066 lebih besar
dari 0,050. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan, maka kesehatan berpengaruh secara
tidak signifikan terhadap kemiskinan. Sehingga H3 dalam penelitian ini ditolak.
77 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

4.4. Pembahasan

a. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Takalar


Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 sampai tahun 2019 hanya tumbuh sebesar 1,29%. Pada
penelitian ini memiliki arah koefisien regresi bernilai negatif dengan dampak nilai yang tidak
signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kemiskinan. Artinya bahwa semakin tinggi angka pertumbuhan ekonomi akan
mengurangi angka kemiskinan, tetapi tidak begitu berdampak secara nyata terhadap pengurangan
angka kemiskinan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator guna melihat keberhasilan pembangunan perekonomian disuatu wilayah. PDRB dapat
menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumberdaya alam yang dimilikinya.Oleh karena
itu, besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing masing daerah sangat bergantung kepada potensi
faktor-faktor produksi didaerah tersebut. Tetapi, pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur
berdasarkan pertumbuhan PDRB secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana
distribusi pendapatan telah menyebar kelapisan masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasil-
hasilnya. Artinya, pertumbuhan hendaknya menyebar disetiap golongan pendapatan, termasuk
golongan penduduk miskin. Kebijakan Pemerintah Daerah yang tidak tepat sehingga menyebabkan
terjadi penurunan PDRB disektor utama dan disribusi yang tidak merata dari manfaat pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Takalar dianggap sebagai faktor penyebab lambatnya pengurangan angka
kemiskinan. Dasar teori dari hasil regresi juga mengikuti hipotesis Kuznet yang menyatakan bahwa
pada awal dari proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat akhir
jumlah orang miskin berangsur berkurang. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Cholili pada tahun 2014 dan menolak hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Syafuridar pada tahun 2017.

b. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Takalar


Pendidikan dari tahun 2005 sampai tahun 2019 mengalami pertumbuhan sebesar 1,92%. Pada
penelitian ini memiliki arah koefisien regresi bernilai negatif dengan dampak nilai yang signifikansi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.
Artinya bahwa semakin tinggi pendidikan akan berdampak besar dalam mengurangi angka
kemiskinan. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) mengindikasikan makin tinggi pendidikan yang dicapai
oleh masyarakat disuatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang
pendidikan yang dijalani. Rata-rata lama sekolah merupakan rata-rata penduduk usia 15 tahun ke atas
yang telah menyelesaikan pendidikan di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti.
Pendidikan formal dan non formal bisa berperan penting dalam menggurangi kemiskinan dalam
jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan produktivitas dan efesiensi secara umum,
maupun secara langsung melalui pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang dibutuhkan
untuk meningkatkan produktivitas mereka dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan
mereka. Indeks pendidikan Kabupaten Takalar masih terpaut jauh dengan indeks pendidikan di
Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2019, meski begitu angka indeks ini menunjukkan perubahan
yang positif selama kurun lima tahun terakhir. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa telah terjadi
perubahan pembangunan manusia ke arah yang lebih baik dari sisi pendidikan masyarakat, hanya saja
belum seperti yang kita harapkan bersama. Dengan tekad dan keinginan bersama baik dari pemerintah,
swasta, maupun masyarakat, maka kita harus yakin bahwa dunia pendidikan di Kabupaten Takalar
akan berkembang seperti apa yang kita harapkan, tentunya dengan diiringi oleh peningkatan mutu
pendidikan serta fasilitas pendidikan yang memadai. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari
keahlian/ keterampilan serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya yang dapat digambarkan dari tingkat
pendidikan yang ditamatkannya. Seseorang yang menamatkan pendidikannya hingga jenjang
pendidikannya yang tinggi dianggap mempunyai pengetahuan yang luas serta keterampilan/ keahlian
yang tinggi. Dengan semakin meningkatnya keterampilan/ keahlian akan semakin mudah
mendapatkan kesempatan untuk bekerja. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi diharapkan dapat
menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Menurunnya tingkat kemiskinan dan
meningkatnya penghasilan tentu akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat. Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah terutama dalam
meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan mendorong penelitian dan
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 78

pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan


melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan
mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Sedangkan, rendahnya produktivitas kaum miskin
dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan. Sehingga, pendidikan
merupakan salah satu faktor yang dapat menyelamatkan seseorang dari rantai kemiskinan sehingga
semakin tinggi pendidikan akan membantu seseorang terbebas dari kemiskinan. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sholeh dan Rahayu pada tahun 2018 dan
menolak hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahman dan Alamsyah pada tahun 2019.

c. Pengaruh Kesehatan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Takalar


Kesehatan pada tahun 2005 sampai tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,48%. Pada
penelitian ini memiliki arah koefisien regresi bernilai negatif dengan nilai yang tidak signifikan,
sehingga dapat dikatakan bahwa kesehatan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
kemiskinan. Artinya bahwa semakin tinggi angka kesehatan akan mengurangi angka kemiskinan,
tetapi tidak begitu berdampak secara nyata terhadap pengurangan angka kemiskinan. Salah satu cara
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan meningkatkan derajat kesehatannya.
Kesehatan merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan untuk membangun sumber daya
manusia yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan mutu pembangunan manusia suatu wilayah.
Upaya pelayanan kesehatan masyarakat perlu terus ditingkatkan agar semua lapisan masyarakat dapat
memperolehnya secara mudah dan murah. Berbagai hal dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sasaran utama pembangunan bidang kesehatan adalah
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang makin bermutu dan merata, sehingga mampu
mewujudkan manusia yang tangguh, sehat, cerdas, kreatif dan produktif, dengan titik berat upaya
kesehatan yang ditekankan pada pelayanan kesehatan melalui sarana dan prasarana kesehatan yang
ada. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas
kesehatan dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, merata dan terjangkau. Hal ini
dapat dilakukan dengan, menyediakan sumber daya kesehatan yang kompeten dan
mendistribusikannya secara merata ke seluruh wilayah pembangunan sarana dan prasarana penunjang
kesehatan melalui pembangunan puskesmas, rumah sakit, polindes, dan posyandu, serta menyediakan
obatobatan yang terjangkau oleh masyarakat. Angka Harapan Hidup (AHH) atau Life Ecpectancy (LE)
merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui derajat kesehatan penduduk.
UHH menunjukkan rata-rata umur penduduk mulai lahir sampai dengan akhir hidupnya. Faktor yang
memengaruhi perubahan AHH terdiri dari beberapa hal seperti kondisi lingkungan dan status sosial
ekonomi penduduk, ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
AHH cukup representatif jika digunakan sebagai indikator kesejahteraan khususnya dibidang
kesehatan. Semakin tinggi pencapaian angka harapan hidup di suatu daerah secara tidak langsung
dapat menggambarkan semakin membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat didaerah tersebut.
AHH peduduk Kabupaten Takalar selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun khususnya
dalam sepuluh tahun terakhir. Meskipun peningkatannya kecil, tetapi hal ini menandakan bahwa
terjadi perpanjangan usia hidup masyarakat Kabupaten Takalar. Peningkatan AHH ini sangat
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : semakin baik dan teraksesnya pelayanan kesehatan bagi
semua kelompok masyarakat, perilaku hidup sehat oleh masyarakat luas dan disertai semakin baiknya
kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan peningkatan kesehatan lingkungan. Peningkatan derajat
kesehatan suatu wilayah perlu didukung dengan adanya perbaikan sarana dan prasarana kesehatan
bagi seluruh masyarakat. Akses masyarakat dalam dalam memanfaatkan tenaga kesehatan tidak hanya
dilihat dari indikator ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas, tetapi juga dilihat dari
ketersediaan/ kemudahan dalam mencapai fasilitas kesehatan sebagai rujukan masyarakat jika
mengalami keluhan sakit sehingga harus pergi berobat. Dari informasi tersebut dapat teridentifikasi
berbagai masalah yang dihadapi penduduk dalam mengakses dan memanfaatkan fasilitas dan
pelayanan kesehatan. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan penduduk adalah jarak tempat
tinggal dengan letak sarana pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan, sosial ekonomi penduduk yaitu
kemampuan penduduk untuk membiayai pengobatannya serta jenis pelayanan kesehatan. Fasilitas
pelayanan kesehatan yang tersedia bagi masyarakat antara lain rumah sakit baik rumah sakit
79 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

pemerintah maupun rumah sakit swasta, tempat praktek dokter/ bidan, klinik/ praktek dokter
Bersama, puksemas/pustu, Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), praktek
pengobatan tradisional, dan lain sebagainya. Dibalik membaiknya Fasilitas Kesehatan Masyarakat di
kabupaten Takalar, ternyata biaya pengobatan sampai saat ini masih menjadi kendala bagi sebagian
masyarakat untuk menikmati fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia. Program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang dimulai pada Januari 2014 diberlakukan bagi seluruh penduduk Indonesia tidak
terkecuali penduduk Takalar, tujuannya mengatasi kendala biaya pengobatan tidak mampu
dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Berdasarkan hasil Susenas 2019, persentase penduduk
yang memiliki jaminan kesehatan BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) semakin meningkat,
namun masih banyak penduduk Kabupaten Takalar yang tidak menggunakan jaminan kesehatan
untuk berobat. Dalam teori lingkaran kemiskinan yang menyatakan bahwa kesehatan masyarakat yang
semakin berkualitas ditunjukkan dengan meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH). Tingkat
produktifitas masyarakat yang meningkat dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang pada
akhirnya akan menurunkan tingkat kemiskinan, artinya semakin tinggi angka AHH maka tingkat
kemiskinan akan menurun. Bertolak belakang dengan hasil pada penelitian, Pemerintah Daerah
Kabupaten Takalar terus meningkatkan Layanan Fasilitas Kesehatan masyarakat tetapi dalam sisi
pemanfaatan pelayanan, sebagian masyarakat tidak menggunakan layanan fasilitas yang telah
disediakan tersebut. Sehingga, peran kesehatan dianggap tidak efektif dalam menurunkan angka
kemiskinan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sholeh dan
Rahayu pada tahun 2018 dan menolak hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Permana dan Ariyanti
pada tahun 2012. Berdasarkan hasil analisis penelitian serta pembahasan yang dikemukakan
sebelumnya, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di


Kabupaten Takalar. Artinya meningkatnya pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
produk domestik regional bruto mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kabupaten Takalar
namun tidak memberi dampak signifikan.
2. Pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten
Takalar. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kualitas
hidup manusia akan semakin meningkat, karena dengan keterampilan dan ilmu
pengetahuannya ia dapat mengelola dirinya sendiri, baik di lingkup perekonomian secara
umum maupun secara mandiri. Dengan kata lain peningkatan kualitas pendidikan masyarakat
akan menurunkan tingkat kemiskinan pada suatu daerah tertentu, dalam hal ini Kabupaten
Takalar.
3. Kesehatan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten
Takalar. Artinya dengan meningkatnya kesehatan pada masyarakat yang merupakan salah
satu faktor guna meningkatkan produktivitas kerja seseorang dan berdampak pada kualitas
dan kemampuan fisik sesorang dalam bekerja, maka akan menurunkan tingkat kemiskinan
disuatu daerah, akan tetapi di Kabupaten Takalar tidak memberi dampak yang signifikan.

5. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti memberikan saran
sebagai berikut : 1). Untuk Pengembangan Ilmu sebagai salah satu upaya dalam pengkajian dan
menambah pengetahuan terhadap pertumbuhan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kemiskinan
yang terkhusus di Kabupaten Takalar. 2). Untuk pemerintah Kabupaten Takalar yakni sebagai salah
satu upaya konkrit agar lebih memperhatikan dan mengupayakan peningkatan laju pertumbuhan
ekonomi dengan menciptakan beberapa sektor lapangan pekerjaan agar pemerataan tingkat
kesejateraan masyarakat Kabutaen Takalar dapat merata. Kedua, tetap konsisten menjaga dan
meningkatkan taraf pendidikan bagi sejumlah masyarakat Kabupaten Takalar dengan menyediakan
sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat menghasilkan pendidikan bekualitas. Ketiga, lebih
meningkatkan fasilitas kesehatan yang berdampak pada harapan hidup bagi masyarakat demi
terwujutnya masyarakat sehat sehingga dapat mengurangi jumlah kemiskinan di Kabupaten Takalar.
Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021 | 80

Oleh Sebab itu, untuk penelitian selanjutnya agar menambahkan variabel variabel lain yang dapat
mempengaruhi tingkat kemiskinan. Kemudian untuk peneliti selanjutnya agar memperluas sampel
dalam penelitian ini sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasi.

Daftar Pustaka
Abdul Wahid Ismail (2010). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Guru Pondok Pesantren Ummul
Mukminin: Makassar.
Amalia, Alfi. 2017. Pengaruh pendidikan, pengangguran dan Ketimpangan gender terhadap kemiskinan di
Sumatera utara. Jurnal Ilmiah At-Tawassuth, Vol. III, No.3.
Anwar Prabu Mangkunegara, 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Arfah, A., Olilingo, F. Z., Syaifuddin, S., Dahliah, D., Nurmiati, N., & Putra, A. H. P. K. (2020). Economics During
Global Recession: Sharia-Economics as a Post COVID-19 Agenda. The Journal of Asian Finance, Economics,
and Business, 7(11), 1077-1085.
Arfah, A., & Putra, A. H. P. K. (2020). Factors Affecting The Export of Coffee In South Sulawesi Province. Point Of
View Research Economic Development, 1(3), 39-50.
Aristina, Ita. Made Kembar Sri Budhi. Wirath. Ida Bagus Darsana. 2017. Pengaruh tingkat pendidikan,
pengangguran dan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di provinsi bali. E-jurnal ekonomi
pembangunan universitas udayana Vol.6, No. 5.
Arsyad, L. (2016). Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. STIE YKPN. Yogyakarta
Azra, Azyumardi, (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Kompas.
Badeni 2013. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Alfabeta:Bandung
Cheyne, Christine, Mike O’Brien and Michael Belgrave. 1998. Social Policy in Aotearoa New Nealand: A Critical
Instroduction. Auckland, Oxford University Press.
Crow and Crow 1989. Psikologi pendidikan. Nurbaya: Yogyakarta.
Dahliah, D., Kurniawan, A., & Putra, A. H. P. K. (2020). Analysis and strategy of economic development policy for
SMEs in Indonesia. The Journal of Asian Finance, Economics, and Business, 7(5), 103-110.
Dahliah, D. (2021). The Role of Public Expenditure and Private Investment on Economic Growth in Makassar. Point
Of View Research Economic Development, 2(1), 01-10.
Davis Keith dan Newstron 1989.Human Behavior At Work. Organizational Behavior: New York McGraw Hill
Internasional.
Didu, Saharuddin dan Ferri Fauzi. 2016. Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan Dan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten Lebak. Jurnal Ilmu Ekonomi. Vol. 6 No. 1.
Faisal Fachsan (2007). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Pegawai Rumah Sakit Umum Nene
Mallomo: Sidendreng Rappang
Flippo Edwin 1995. Manajemen Personalia. Terjemahan Ma’sud Muhammad Edisi Keenam Erlangga: Jakarta.
Fred Luthans 2006. Prilaku Organisasi. Edisi sepuluh, Terjemahan. Andi : Yogyakarta.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 24 Update PLS Regresi. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Gomes Faustino Cardoso 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi: Yogyakarta.
Grasiano, Paulo Izaak Kawatu, Daisy S. M. Engka, Krest D. Tolosang. 2018. Pengaruh Anggaran Kesehatan,
Pendidikan Dan Sosial Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten Minahasa (Studi Pada Kebijakan Operasi
Daerah Selesaikan Kemiskinan). Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi. Vol. 18. No. 3.
Habito, Cielto. (2009). Patterns of Inclusive Growth in Developing Asia : Insights from an Enhanced Growth-
Poverty Elasticity Analisys. Asian Development Bank Institute (ADBI) Working paper Series No. 145. Tokyo.
Hakimudin, D. R. (2010). Analisis Efisiensi Belanja Kesehatan Pemerintah Daerah Di Provinsi Jawa Tengah Tahun
2005-2007. Semarang: FE Universitas Diponegoro.
Hani Handoko 1998. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi 2 BPFE: Yogyakarta.
Harianti, Asni M dkk. 2012. Statistik 1 Andi. Yogyakarta
Indeks pembangunan manusia yang diperoleh dari https://takalarkab.bps.go.id
Klasen, Sthepan. (2010). Measuring and Monitoring Inclusive Growth. ADB Sustanable Development Working
Paper Series.l
Kuncoro, M. (2010). Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Laurens, S., & Putra, A. H. P. K. (2020). Poverty Alleviation Efforts through MDG's and Economic Resources in
Indonesia. The Journal of Asian Finance, Economics, and Business, 7(9), 755-767.
Mulyadi, S.. (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Persfektif. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Murni, Asfia. 2006. Ekonomi Makro, Bandung: Refika Aditama.
Nurmalita, Andri Suryandari. 2018. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, Dan Kesehatan Terhadap
Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Diy Tahun 2004-2014. Jurnal Pendidikan dan Ekonomi, Vol. 7, No. 1,
81 | Journal of Management Science (JMS), Vol.2, No. 1, Januari - Juni 2021

Pangiuk, Ambok. 2018. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Kemiskinan Di Provinsi Jambi
Tahun 2009-2013. Journal Of Shariah Economic Research, Vol. 2, No. 2
Putri, I. A. P. Septyana Mega dan Ni Nyoman Yuliarmi. 2013. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kemiskinan di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, Vol. 2 No. 10
Rapana, Patta dan Zulfikry Sukarno. 2017. Ekonomi Pembangunan. Makassar. CV. Sah Media
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 20, Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Rusastra, Wayan. (2011). Reorientasi Paradigma dan Strategi Pengatasan Kemiskinan Dalam Mengatasi Dampak
Krisis Ekonomi Global. Pengembangan Inovasi Pertanian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Bogor. No. 4. Vol. 2
Safuridar, 2017. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Aceh Timur. E JURNAL
IHTIYADH Vol. 1 No.1
Salim, A., Rustam, A., Haeruddin, H., Asriati, A., & Putra, A. H. P. K. (2020). Economic Strategy: Correlation
between Macro and Microeconomics on Income Inequality in Indonesia. The Journal of Asian Finance,
Economics and Business (JAFEB), 7(8), 681-693.
Sahdan, 2006, Economic Growth and Pproperty Reduction in Indonesia
Simanjuntak, Payaman. J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI.
Soleh, Ahmad dan Yunie Rahayu. 2018. Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap
Kemiskinan Di Propinsi Jambi. Jurnal Sungkai Vol.6 No.1
Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. PT. Alfabet. Bandung.
Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting Dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian: Penjelasan tentang konsep,
istilah, teori dan indikator serta variabel. Bina Rena Pariwara, Jakarta.
Tambunan, T. (2014). Perekonomian Indonesia: Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tapparan, S. R. (2020). Analisis Pengaruh Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Dan Pengeluaran Pemerintah
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tana Toraja. Jurnal Ekonomika, 4(2), 12-18.
Tapparan, S. R. (2020). Analisis Korelasi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tana
Toraja. Jurnal Ekonomika, 4(1), 68-72.
Todaro, M. P. & Stephen C. S. (2011). Pembangunan Ekonomi. Edisi 11. Erlangga. Jakarta
www.bps.go.id
www.worldbank.org
Yoga, Anggit Permana dan Fitrie Arianti. 2012. Analisis Pengaruh Pdrb, Pengangguran, Pendidikan, Dan
Kesehatan Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 2004-2009. Journal of economics. Vol. 1. No. 1.
FORUM EKONOMI, 24 (1) 2022, 45-53
http://journal.feb.unmul.ac.id/index.php/FORUMEKONOMI

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan

Laga Priseptian1*, Wiwin Priana Primandhana2


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, Surabaya.
*
Email: 18011010063@student.upnjatim.ac.id

Abstrak
Salah satu ukuran kondisi sosial dan ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan
pemerintah di suatu daerah adalah tingkat kemiskinan itu sendiri. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh Upah Minimum Provinsi (X1), Indeks Pembangunan Manusia (X2), Pertumbuhan
Ekonomi (X3) dan Pengangguran (X4) terhadap Kemiskinan (Y) di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2005
hingga 2020. Metode penelitian kuantitatif yang menggunakan analisis regresi linier berganda dengan
model Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Upah Minimum Provinsi
(X1) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (X2)
memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi (X3)
memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan, Pengangguran (X4) memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan, dan secara simultan seluruh variabel bebas
mempengaruhi kemiskinan di Jawa Timur.
Kata Kunci: Kemiskinan; upah minimum provinsi; indeks pembangunan manusia; pertumbuhan
ekonomi; pengangguran

Analysis of factors affecting poverty

Abstract
One measure of social and economic conditions in assessing the success of government
development in an area is the level of poverty itself. This study was conducted to find out the effect of
the Provincial Minimum Wage (X1), Human Development Index (X2), Economic Growth (X3) and
Unemployment (X4) on Poverty (Y) in East Java Province from 2005 to 2020. Quantitative research
methods that use linear regression analysis double with the Ordinary Least Square (OLS) model. The
results showed that the Provincial Minimum Wage (X1) had a negative and significant influence on
poverty, the Human Development Index (X2) had a positive and insignificant influence on poverty,
Economic Growth (X3) had a negative and insignificant influence on poverty, Unemployment (X4) had
a positive and significant influence on poverty, and simultaneously all free variables affected poverty in
East Java.
Keywords: Poverty; provincial minimum wage; human develompent index; economic growth;
unemployment

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
45
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan;

Laga Priseptian, Wiwin Priana Primandhana

PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan masalah utama bagi banyak negara di dunia, terutama di negara
berkembang. Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan, pakaian, obat-obatan dan tempat tinggal (Hardinandar, 2019). Salah satu ukuran
kondisi sosial dan ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan pemerintah di suatu daerah adalah
adanya kemiskinan itu sendiri (Oktaviana et al., 2021).
Grafik kemiskinan di Indonesia berbanding lurus dengan Jawa Timur. Namun kemiskinan di Jawa
Timur masih melebihi angka kemiskinan di Indonesia, hal tersebut tentu menjadi sebuah permasalahan
mengingat Jawa Timur memberikan kontribusi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut
data BPS Indonesia (2021) rata-rata angka kemiskinan di Jawa Timur dinyatakan berada di urutan ke-15
dari 34 provinsi di Indonesia.

14
11.95 11.49 11.28
12 11,00 10.38 10.92 10.29
9.74 9.32 9.99
10
8
6
4
2
0
2016 2017 2018 2019 2020
Indonesia Jawa Timur
Gambar 1. Persentase kemiskinan Indonesia dan Jawa Timur tahun 2016-2020
Provinsi Jawa Timur memiliki tingkat kemiskinan tertinggi ketiga dibandingkan dengan Pulau
Jawa seperti DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten (BPS Indonesia, 2021).
Hal ini menunjukkan ketimpangan pertumbuhan ekonomi di semua kelas sosial dimana pertumbuhan
ekonomi hanya dirasakan oleh sekelompok kecil masyarakat.
Tabel 1. Kemiskinan di Pulau Jawa tahun 2016-2020
Tahun
Nama Wilayah
2016 2017 2018 2019 2020
DI Yogyakarta 13,22 12,69 11,97 11,57 12,54
Jawa Tengah 13,23 12,62 11,25 10,69 11,62
Jawa Timur 11,95 11,49 10,92 10,29 11,28
Jawa Barat 8,86 8,27 7,35 6,86 8,15
Banten 5,39 5,52 5,24 5,01 6,27
DKI Jakarta 3,75 3,77 3,56 3,45 4,61
Peningkatan kemiskinan di Jawa Timur disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar, namun
tidak diimbangi dengan pemerataan penduduk dan peningkatan kesempatan kerja (BPS Jawa Timur,
2021). Selama ini mayoritas penduduk masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Menurut data sensus BPS
2020, 56,10% dari total penduduk Indonesia tinggal di Jawa, dimana 26,11% tinggal di Jawa Timur.
Kenaikan harga bahan pokok akibat kelangkaan sembako pada pandemi Covid-19 juga menjadi salah
satu penyebab naiknya angka kemiskinan di Jawa Timur. Akibatnya terjadi ketimpangan distribusi
kesenjangan pembangunan dan pendapatan, serta pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.
Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Jawa Timur, seperti upah
minimum, kualitas hidup masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran. UMP adalah upah
minimum termasuk tunjangan pokok dan tunjangan tetap, atau upah minimum yang ditetapkan gubernur
yang harus dibayarkan pada pekerja yang menduduki jabatan terendah dalam struktu jabatan (Djumialdji,

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
46
FORUM EKONOMI, 24 (1) 2022, 45-53

2006). Kualitas hidup masyarakat digambarkan oleh IPM menggambarkan bagaimana penduduk dapat
mengakses hasil pembangunan dari segi pendapatan, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Selain itu,
pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada berkembangnya kegiatan ekonomi yang meningkatkan barang
dan jasa yang dihasilkan masyarakat secara proporsional dengan kemakmuran masyarakat (Sukirno,
2011). Serta pengangguran merupakan ukuran seberapa besar dari total angkatan kerja yang sedang
mencari pekerjaan.
Larasati Prayoga et al. (2021) menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain upah minimum yang tidak memadai, taraf hidup masyarakat yang buruk, dan meningkatnya
angka pengangguran setiap tahun tanpa adanya tambahan kesempatan kerja. Todaro & Stephen C (2014)
menjelaskan upah minimum dibuat dengan tujuan untuk meningkatan kesejahteraan pekerja dan dengan
demikian dapat mengurangi kemiskinan. Standar hidup masyarakat digambarkan melalui meningkatnya
kualitas pengetahuan, keterampilan dan bakat. Pangiuk (2018) menjelaskan dengan pertumbuhan
ekonomi akan terwujud kesejahteraan masyarakat melalui berbagai pembangunan sosial dan
pembangunan ekonomi dalam mengatasi masalah kemiskinan. Terbatasnya jumlah lapangan pekerjaan
yang tersedia menjadi penyebab utama terjadinya pengangguran dan berdampak langsung pada
tingginya kemiskinan (O’Campo et al., 2015).
Dari uraian diatas terlihat bahwa fenomena penurunan kemiskinan di Jawa Timur masih cukup
tinggi dibandingkan dengan 34 provinsi di Indonesia dan beberapa provinsi di Jawa. Sebaliknya pandemi
Covid-19 telah menaikkan angka kemiskinan dan menjadi fokus upaya pemerintah mengatasi
kemiskinan yang tidak tepat sasaran. Selain itu, kemiskinan tidak diimbangi dengan pemerataan
penduduk dan peningkatan kesempatan kerja. Dampak kemiskinan terhadap perekonomian sangat
merugikan dan untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang kemiskinan di
Jawa Timur.
METODE
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi kuantitatif dan menggunakan rumus-rumus
statistik untuk membantu dalam analisis data dan fakta yang diperoleh. Metode penelitian kuantitatif
adalah metode penelitian yang berkaitan dengan filosofi positifisme yang digunakan untuk survei
populasi atau sampel tertentu, metode pengumpulan data menggunakan alat survey, dan data statistik
(Sugiyono & Susanto, 2015). Tempat penelitian dilakukan melalui pengumpulan data di Provinsi Jawa
Timur kurun waktu 16 tahun, yaitu dari 2005 hingga 2020. Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah, yaitu variabel kemiskinan (Y) dalam satuan persentase, variabel UMP (X1) dalam satuan
rupiah, variabel IPM (X2) dalam satuan persentase, variabel pertumbuhan ekonomi (X3) dalam satuan
persentase, dan variabel pengangguran (X4) dalam satuan persentase.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh upah minimum provinsi, indeks
pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Timur.
Metode yang digunakan dalam analisis adalah analisis regresi linier berganda dengan model OLS
(Ordinary Least Squares) dan menggunakan uji asumsi klasik BLUE (Best Linier Unbiased Estimate)
yang diaplikasikan pada program SPPS versi 25.
Bentuk persamaan regresi berganda oleh Supranto (2004) yang kemudian disesuaikan oleh penulis
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Kmskn = β0 + β1UMP + β2IPM + β3PE + β4PNG + µi
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji asumsi klasik (BLUE), uji koefisien determinasi
(R2), uji simultan (uji F), dan uji parsial (uji t).

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
47
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan;

Laga Priseptian, Wiwin Priana Primandhana

HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk memeriksa hubungan antara penganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 (Gujarati, 2010). Uji Durbin-Watson digunakan untuk menentukan ada
tidaknya autokorelasi. Uji ini dikatakan tidak memiliki autokorelasi jika dU ≤ dw ≤ 4-dU.

Gambar 2. Kurva durbin-watson test


Dari gambar 2 diperoleh nilai Durbin-Watson adalah 2,030. Nilai dU adalah 1,935 karena N yang
merupakan jumlah sampel diperoleh 16 dan k adalah jumlah variabel bebas yaitu 4. Hasilnya adalah
1,935 (dU) ≤ 2,030 (DW) ≤ 2,065 (4-dU). Sehingga penelitian ini berada dalam area tidak ada
autokorelasi.
Uji multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi karena sebagian besar variabel dalam model regresi saling berhubungan
(Gujarati, 2010). Dalam penelitian ini mengidentikasi gejala multikolinearitas menggunakan nilai
Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas tidak akan terjadi apabila nilai
tolerance ≥ 0,10 dan nilai VIF ≤ 10,00.
Tabel 2. Hasil uji multikolinearitas
Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
(Constant)
X1 = UMP ,216 4,630
1 X2 = IPM ,584 1,711
X3 = PE ,504 1,984
X4 = PNG ,343 2,918
Dari tabel 2 seluruh variabel bebas memiliki nilai tolerance ≥ 0,10 dan nilai VIF ≤ 10,00. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas dalam penelitian ini menunjukkan tidak
terjadi multikolinearitas.
Uji heteroskedastisitas
Untuk menguji heteroskedastisitas, penelitian ini menggunakan uji Rank Spearman. Uji koefisien
korelasi Rank Spearman bertujuan untuk mengkorelasikan residual absolut hasil regresi dengan semua
variabel bebas (Sujarweni, 2014). Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil uji heteroskedastisitas
Sig 2-tailed Sig 2-tailed Sig 2-tailed Sig 2-tailed
Variabel Y Ketentuan Keterangan
(X1) (X2) (X3) (X4)
Tidak Terjadi
Kemiskinan 0,610 0,940 0,528 0,970 ≥ 0,05
Heteroskedastisitas

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
48
FORUM EKONOMI, 24 (1) 2022, 45-53

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa variabel bebas tidak menunjukkan tanda gejala
heteroskedastisitas, karena karena nilai hasil signifikansi ≥ 0,05. Dijelaskan bahwa nilai residual tidak
berkolerasi secara signifikan dengan variabel.
Uji koefisiensi determinasi (R2)
Nilai R square pada uji koefisien determinasi menunjukkan seberapa dekat hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Ghozali (2018) menjelaskan bahwa kolom R square menunjukkan
jumlah persentase yang dijelaskan oleh variabel independen, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak termasuk dalam model regresi.
Tabel 4. Uji koefisien determinasi
Model summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 ,990a ,980 ,972 ,58729 2,030
a. Predictors: (Constant), X4 = PNG, X2 = IPM, X3 = PE, X1 = UMP
b. Dependent Variable: Y = KMSKN
Dari tabel 4 menunjukkan nilai R Square sebesar 0,980 atau 98%. Hal ini menunjukkan bahwa
seluruh variabel bebas mempunyai hubungan sangat kuat dengan Kemiskinan sebesar 98%, selebihnya
2% dijelaskan oleh variabel selain variabel bebas yang digunakan dalam penelitian.
Uji F (simultan)
Uji statistik simultan atau uji F menunjukkan apakah semua variabel bebas memiliki pengaruh
yang sama terhadap variabel terikat. Sujarweni (2014) menjelaskan bahwa jika F hitung ≥ F tabel atau
signifikansi F ≤ 0,05 (α=5%), maka dapat ditentukan bahwa variabel bebas mempengaruhi variabel
terikat secara bersamaan.
Tabel 5. Uji F (ANOVA)
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 184,035 4 46,009 133,395 ,000b
1 Residual 3,794 11 ,345
Total 187,829 15
a. Dependent Variable: Y = KMSKN
b. Predictors: (Constant), X4 = PNG, X2 = IPM, X3 = PE, X1 = UMP
Dari tabel 5 diperoleh nilai F hitung adalah 133,395 dengan signifikansi 0,000b dengan taraf
signifikansi 5% atau u (α = 0,05) maka nilai Sig. 0,000 < 0,005. Sedangkan nilai F tabel dengan degree
of freedom (df1) adalah jumlah variabel bebas sebesar 4, dan df2 sebesar 11 (n-k-1) diperoleh nilai F
tabel sebesar 3,366 maka 133,395 (F hitung) ≥ 3,366 (F tabel). Dapat disimpulkan seluruh variabel bebas
mempunyai pengaruh signifikan secara simultan terhadap kemiskinan.
Uji t (Parsial)
Uji t menunjukkan apakah variabel bebas secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel terikat.
Tabel 6. Uji t (Parsial)
Variabel t Hitung t Tabel Sig.
Upah Minimum Provinsi (X1) -6,584 2,201 0,000
Indeks Pembangunan Manusia (X2) 2,087 2,201 0,061
Pertumbuhan Ekonomi (X3) -0,293 2,201 0,775
Pengangguran (X4) 6,993 2,201 0,000
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa varibel UMP (X1) berpengaruh negatif dan signifikan, variabel
IPM (X2) berpengaruh positif dan tidak signifikan, variabel pertumbuhan ekonomi (X3) berpengaruh
negatif dan tidak signifikan, dan variabel pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
49
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan;

Laga Priseptian, Wiwin Priana Primandhana

Pengaruh upah minimum provinsi terhadap kemiskinan


Berdasarkan hasil penelitian, bahwa UMP memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah UMP maka kemiskinan di Jawa Timur
semakin rendah atau mengalami penurunan. Sebaliknya, jika jumlah UMP rendah maka kemiskinan
tinggi. Menurut teori Boediono (2014) menaikkan upah minimum sebagai mekanisme untuk
meningkatkan pendapatan penduduk dalam kesejahteraan pekerja dan pada akhirnya upah minimum
dapat mengurangi kemiskinan. Senada dengan pernyataan dari Disnakertrans Jawa Timur (2021) upah
minimum provinsi membantu mencegah upah pekerja jatuh ke level terendah sebagai akibat dari
ketidakseimbangan pasar tenaga kerja di Jawa Timur, dengan memperhatikan aspek produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi untuk mencapai keberlangsungan usaha dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Utami & Masjkuri (2018) tentang
pengaruh UMP terhadap kemiskinan yang berpengaruh negatif dan signifikan. Studi lain oleh Sholihin
& Wiwoho (2020) juga menemukan bahwa hal itu berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kemiskinan. Dengan demikian, peningkatan UMP di Jawa Timur memberikan peluang bagi pekerja
untuk meningkatkan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, atau setidaknya memenuhi standar hidup
minimum mereka, yang juga berdampak pada kesejahteraan pekerja, sehingga akan menyelamatkan
pekerja dari kemiskinan.
Pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap kemiskinan
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa IPM memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Jawa Timur meningkat seiring dengan
meningkatnya indeks pembangunan manusia di Jawa Timur. Tetapi peningkatan IPM tidak besar dan
tidak signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IPM bukan merupakan salah satu faktor
penentu kemiskinan di Jawa Timur. Hal ini karena kenaikan IPM di Jawa Timur dibentuk oleh tiga aspek:
a) Rata-rata indeks harapan hidup di Jawa Timur belum menjaring penduduk miskin secara keseluruhan,
sehingga masih terdapat angka kematian bayi yang tinggi; b) Pengetahuan diartikan sebagai pendidikan
yang diterima oleh sebagian kecil masyarakat berpenghasilan tinggi dan masyarakat miskin di Jawa
Timur secara keseluruhan belum banyak merasakannya; dan c) Standar hidup rendah karena daya beli
masyarakat Jawa Timur rendah. Pernyataan tersebut didukung oleh BPS Jawa Timur (2021) yang
menyatakan bahwa sekitar setengah dari penduduk miskin di Jawa Timur berada dalam kondisi
kesehatan yang sangat buruk, hal ini tergambar dari penggunaan tempat pembuangan air limbah dengan
septik tank di dekat sumur yang masih terus digunakan sehingga menyebabkan pencemaran air bersih.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Syaifullah & Malik (2017) bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan antara IPM dengan kemiskinan. Studi lain oleh M Palenewen et al.
(2018) juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Walaupun
kenaikan IPM didorong oleh berbagai program pemerintah di bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi
di Jawa Timur, serta peningkatan kualitas infrastruktur daripada sumber daya manusia. Keberhasilan
program tersebut juga tergantung pada cara pandang masyarakat terhadap pemanfaatan sarana dan
prasarana (BPS Jawa Timur, 2021).
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Jawa Timur menurun seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan di Jawa Timur. Tetapi peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak
besar dan tidak signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah
salah satu faktor penentu kemiskinan di Jawa Timur. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Sukirno (2011)
yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi menyebabkan peningkatan barang dan jasa yang
dihasilkan oleh masyarakat dan membuatnya sejahtera. Hasil pertumbuhan ekonomi tidak terfokus pada
masalah kemiskinan, tetapi digunakan untuk keperluan lain seperti transportasi, infrastruktur dan
perumahan sehingga tidak ada dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskiann di Jawa Timur.
Pernyataan ini didukung oleh (BPS Jawa Timur, 2021) yang menyeimbangkan pembangunan perkotaan
dan perdesaan, dengan kawasan perkotaan menjadi pusat pengumpulan dan distribusi produksi di

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
50
FORUM EKONOMI, 24 (1) 2022, 45-53

perdesaan, dan kawasan perdesaan diarahkan menjadi pusat produksi agribisnis/agropolitan dan sektor
lainnya.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fadila & Marwan (2020) bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan. Studi lain oleh
Nainggolan (2020) juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Dapat
ditunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis mengurangi kemiskinan dan seringkali
terjadi ketidak-konsistenan pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan di Jawa Timur.
Pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pengangguran memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah pengangguran maka
kemiskinan di Jawa Timur semakin tinggi atau mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika jumlah
pengangguran rendah maka kemiskinan rendah. Senada dengan teori Sukirno (2011) bahwa efek negatif
dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat dan pada akhirnya terjadi penurunan
kesejahteraan masyarakat yang memungkinan jatuh ke dalam perangkap kemiskinan. Banyaknya
pengangguran di Jawa Timur disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja dengan kesempatan kerja
yang tidak merata, kesempatan kerja yang terbatas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan pandemi
Covid-19, angkatan kerja yang buruk, kesenjangan pasokan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga kerja
yang tidak memadai, dan motivasi kewirausahaan untuk menciptakan lapangan kerja baru masih rendah
(Disnakertrans Jawa Timur, 2021).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Bintang & Woyanti (2018) tentang
pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan yang berpengaruh positif dan signifikan. Studi lain oleh
Ariasih & Yuliarmi (2021) juga menemukan bahwa hal itu berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kemiskinan. Dengan demikian pengangguran tentunya tidak memiliki penghasilan dari pekerjaan yang
pada akhirnya akan mengurangi kekayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketika kebutuhan
dasar mereka tidak terpenuhi, mereka dimasukkan dalam kategori orang miskin.
SIMPULAN
Diperoleh kesimpulan secara simultan UMP, IPM, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
mempengaruhi kemiskinan di Jawa Timur. Secara parsial UMP (X1) memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap kemiskinan, hal ini dikarenakan UMP membantu mencegah upah pekerja jatuh ke
level terendah sebagai akibat dari ketidakseimbangan pasar tenaga kerja di Jawa Timur. Secara parsial
IPM (X2) memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan, hal tersebut akibat indeks
harapan hidup di Jawa Timur belum menjaring penduduk miskin seluruhnya, pendidikan diterima oleh
sebagian kecil masyarakat berpenghasilan tinggi dan standar hidup rendah. Secara parsial Pertumbuhan
Ekonomi (X3) memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan, ini terjadi karena hasil pertumbuhan
ekonomi tidak terfokus pada masalah kemiskinan, tetapi digunakan untuk keperluan lain seperti
transportasi, infrastruktur dan perumahan sehingga tidak ada dampak pertumbuhan ekonomi terhadap
kemiskiann di Jawa Timur. Secara parsial Pengangguran (X4) memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kemiskinan, ini terjadi karena banyaknya pengangguran di Jawa Timur disebabkan oleh
pertumbuhan angkatan kerja dengan kesempatan kerja yang tidak merata, angkatan kerja yang buruk dan
lain sebagainya sehingga pada akhirnya akan mengurangi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Diharapkan pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan perhatian khusus kepada
masyarakat yang kurang mampu dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pendidikan dan
program lainnya, menjaga upah minimum untuk memenuhi kebutuhan taraf hidup masyarakat, menjaga
perkembangan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan, dan melakukan banyak pelatihan
tenaga kerja untuk mengembangkan keterampilan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariasih, N. L. M., & Yuliarmi, N. N. (2021). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Tingkat Kesehatan, dan
Pengangguran Terbuka terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bali. Jurnal Ilmiah Indonesia
Cerdika, 1(7), 807–825.

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
51
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan;

Laga Priseptian, Wiwin Priana Primandhana

Bintang, A. B. M., & Woyanti, N. (2018). Pengaruh PDRB, Pendidikan, Kesehatan, Dan Pengangguran
Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah (2011-2015). Media Ekonomi Dan Manajemen,
33(1), 20–28. http://dx.doi.org/10.24856/mem.v33i1.563
Boediono. (2014). Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Makro. Yogyakarta:BPFE.
BPS Indonesia. (2021). Berita Resmi Statistik. https://www.bps.go.id/
BPS Jawa Timur. (2021). Berita Resmi Statistik. https://jatim.bps.go.id/
Disnakertrans Jawa Timur. (2021). Buku Informasi dan Profil Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian
Provinsi Jawa Timur. https://disnakertrans.jatimprov.go.id/
Djumialdji, F. . (2006). Perjanjian Kerja. Jakarta:Sinar Grafika.
Fadila, R., & Marwan, M. (2020). Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat periode tahun 2013-2018.
Jurnal Ecogen, 3(1), 120. https://doi.org/10.24036/jmpe.v3i1.8531
Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisi Multivariate dengan Program IBM SPSS 25. Semarang:Universitas
Diponegoro.
Gujarati, D. (2010). Basic Econometrica. Fifth Edition. New Yorik:Mc Graw Hill.
Hardinandar, F. (2019). Determinan Kemiskinan (Studi Kasus 29 Kota/Kabupaten Di Provinsi Papua).
Jurnal REP (Riset Ekonomi Pembangunan), 4(1), 1–12. https://doi.org/10.31002/rep.v4i1.1337
Larasati Prayoga, M., Muchtolifah, & Sishadiyati. (2021). Faktor Kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo.
Jambura Economic Education Journal, 3(2), 135–143. https://doi.org/10.24856/mem.v33i2.671
M Palenewen, T. O., Walewangko, E. N., & Sumual, J. I. (2018). Pengaruh Pengeluaran Pemerintah
Sektor Pendidikan Dan Sektor Kesehatan Terhadap IPM Dan Dampaknya Terhadap Kemiskinan
Di Sulawesi Utara. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 18(4), 52–61.
Nainggolan, E. (2020). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan di
Provinsi Sumatera Utara (2010-2019). Manajemen Bisnis Eka Prasetya, 6(2), 61–74.
https://doi.org/10.47663/jmbep.v6i2.58
O’Campo, P., Molnar, A., Renany, A., Mitchell, C., Shankardass, K., & Muntaner, C. (2015). Social
welfare matters: A realist review of when, how, and why unemployment insurance impacts
poverty and health. Social Science & Medicine, 132, 88–94.
Oktaviana, D., Primandhana, W. P., & Wahed, M. (2021). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Upah Minimum Kabupaten, dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Kabupaten Madiun.
Jurnal Syntax Idea, 4(1), 6.
Pangiuk, A. (2018). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Kemiskinan di Provinsi Jambi
Tahun 2009-2013. ILTIZAM Journal of Sharia Economic Research, 2(2), 44.
https://doi.org/10.30631/iltizam.v2i2.160
Sholihin, M. K., & Wiwoho, B. (2020). Pengaruh Upah Minimum dan Tingkat Pengangguran Terhadap
Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 5(September), 12–
26. https://doi.org/10.1234/jeb17.v5i2.5677
Sugiyono, & Susanto, A. (2015). Cara Mudah Belajar SPSS & Lisrel. Bandung:CV. Alfabeta.
Sujarweni, V. W. (2014). Metode Penelitian: Lengkah, Praktis, dan Mudah Dipahami.
Yogyakarta:Pustaka Baru Press.
Sukirno, S. (2011). Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
52
FORUM EKONOMI, 24 (1) 2022, 45-53

Syaifullah, A., & Malik, N. (2017). Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan Produk Domestik Bruto
Terhadap Tingkat Kemiskinan di ASEAN-4 (Studi Pada 4 Negara ASEAN). Jurnal Ilmu Ekonomi,
1(1), 107–119. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jie/article/download/6071/5525
Todaro, M. P., & Stephen C, S. (2014). Economic Development. United Kingdom:Pearson Education
Limited.
Utami, H. W., & Masjkuri, S. U. (2018). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, Tingkat
Pengangguran Terbuka Dan Pendidikan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin. Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Airlangga, 4(01), 11–20. 10.20473/jeba.V28I22018.5822

Copyright © 2022, FORUM EKONOMI ISSN Print: 1411-1713 ISSN Online: 2528-150X
53
Model Matematika Zakat dalam Pengurangan Kemiskinan

Lani Widia Putri#1, Muhammad Subhan*2, Media Rosha*3


#
Student of Mathematics Department Universitas Negeri Padang, Indonesia
*Lecturers of Mathematics Department Universitas Negeri Padang, Indonesia

1laniwidiaputri17@gmail.com
213subhan@gmail.com
3mediarosha@gmail.com

Abstract –Poverty is condition where people have lack of income to fulfill basic living needs. The
condition is cause by some reasons like less of natural resources, less of human resources, and less of
financial. Zakah is a effort to poverty decrement. To determine the factors that should be improved that
we use mathematical model. Mathematical model of zakah in form of nonlinear differential equation
system. Based on analysis of factor model than influence poverty decrement are zakah influence level,
business success level, and interaction level. The simulation it looks interaction level is more large to
reach stability than other factors, it means that more height the interaction level makes more optimum to
poverty decrement.

Keywords – Mathematical Model, Zakah, Poverty, System of Differential Equations, Fixed Point .

Abstrak – Kemiskinan merupakan keadaan kurangannya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang pokok. Terjadi karena kurangnya sumber daya alam, modal dan rendahnya kualitas sumber daya
manusia. Zakat merupakan suatu upaya untuk mengurangi kemiskinan. Untuk menentukan faktor yang
harus ditingkatkan agar zakat lebih optimal dalam pengurangan kemiskinan dibentuklah model
matematika. Model matematika zakat tersebut berbentuk sistem persamaan diferensial nonlinear. Dari
hasil analisis, faktor yang mempengaruhi dalam pengurangan kemiskinan adalah tingkat pengaruh zakat,
tingkat keberhasilan usaha dan tingkat interaksi. Berdasarkan simulasi yang dilakukan tingkat interaksi
lebih besar dalam mencapai kestabilan dibandingkan faktor lainnya sehingga semakin tingginya tingkat
interaksi semakin optimal dalam pengurangan kemiskinan.

Kata Kunci – Model Matematika, Zakat, Kemiskinan, Sistem Persamaan Differensial, Titik Tetap.

PENDAHULUAN sangat besar salah satunya adalah dapat memerangi


kemiskinan [5].
Kemiskinan merupakan masalah yang tengah dihadapi Salah satu bukti zakat mengurangi kemiskinan adalah
oleh banyak Negara di dunia saat sekarang ini. Salah satu yaitu di Selangor Malaysia yang dibuktikan oleh riset
Negara yang dihadapi dengan masalah kemiskinan adalah Patmawati seorang pakar zakat asal Universiti Malaya
Indonesia [5]. Indonesia sendiri diakui Negara dengan (UM) menemukan bahwa zakat mampu mengurangi
populasi muslim paling besar dengan populasi kira-kira jumlah keluarga miskin, mengurangi tingkat kedalaman
129 juta kaum yang terjerat kemiskinan dengan dan keparahan kemiskinan [8]. Kesenjangan pendapatan
pendapatan kurang dari US$ 2 per hari yang setara pun dapat dikurangi 10 persen kelompok masyarakat
dengan Rp. 26.000 [4]. terbawah dapat menikmati 10 persen kekayaan karena
Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang zakat. Jika tanpa zakat, maka kelompok masyarakat
ditafsirkan sebagai kurangnya pendapatan untuk terbawah tersebut hanya menikmati 9,6 persen kekayaan
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Kemiskinan saja. Sedangkan 10 persen kelompok teratas menikmati
menyebabkan seseorang mengalami keresahan, 32 persen kekayaan, atau turun dari angka 35,97 persen
kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah jika tanpa zakat. Ini membuktikan bahwa dengan zakat
hidup [1]. kesenjangan antar kelompok dapat dikurangi.
Islam mengenal sebuah istilah yang disebut sebagai Zakat dan kemisikinan erat kaitannya dalam
zakat. Zakat adalah mengeluarkan sejumlah harta tertentu mengurangi kemiskinan. Dampak dari zakat dapat
secara syar’i untuk disalurkan kepada suatu golongan [6]. merubah perekonomian masyarakat. Secara konseptual
Tepatnya delapan golongan yang disebutkan dalam surat zakat memiliki dimensi pengentasan dan penanggulangan
At-Taubah ayat 60 [2]. Jika zakat dapat diolah secara kemiskinan serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
lebih efektif dan efisien zakat memiliki manfaat yang Terdapat beberapa alasan yang cukup kuat untuk

46
meyakini zakat sebagai instrumen dan pilar Islam yang berkaitan dengan permasalahan zakat dalam
mampu mensejahterakan masyarakat [2]. pengurangan kemiskinan.
Model matematika merupakan representasi sederhana 5. Menganalisis model matematika yang telah di peroleh
dari masalah nyata kedalam simbol-simbol matematika. dengan menemukan titik kesetimbangan model,
Pemodelan matematika adalah merepresentasikan dan menentukan kestabilan dari titik kesetimbangan
menjelaskan masalah dunia nyata dalam pernyataan model.
matematika, sehingga diperoleh pemahaman dari problem 6. Menginterpretasikan hasil analisis dari model yang
dunia nyata menjadi lebih tepat. Representasi matematika diperoleh.
dari suatu fenomena yang dihasilkan dari proses 7. Jika hasil analisis yang diperoleh tidak memuaskan
mendeskripsikannya dalam simbol-simbol matematika maka ulangi membentuk model dan periksa asumsi.
dinamakan sebagai “Model Matematika” [10]. 8. Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah
Langkah-langkah kerja dalam model matematika diperoleh.
adalah pertama, mengidentifikasi masalah yang
sebenarnya yang akan diangkat dalam penelitian. Kedua, HASIL DAN PEMBAHASAN
membangun asumsi agar permasalahan tidak terlalu
kompleks. Ketiga, mengkonstruksi model. Keempat, A. Model Matematika Zakat dalam Pengurangan
menganalisis model agar model representatif terhadap Kemiskinan
permasalahan yang dibahas. Kelima, menginterpretasikan
model. Keenam adalah memvalidasi model apakah sesuai Zakat diperuntukkan bagi masyarakat golongan
dengan tujuan penyelesaian permasalahan [7]. ekonomi lemah yaitu penerima zakat yang diperoleh dari
Pembentukan model dilakukan dengan golongan ekonomi kuat yaitu kelompok ekonomi wajib
menggunakan persamaan diferensial. Masyarakat dibagi zakat. Diasumsikan bahwa kelompok ekonomi hanya
menjadi 3 kelompok ekonomi yaitu wajib zakat dan terdiri dari yang wajib zakat dan penerima zakat.
membayar zakat, wajib zakat namun tidak membayar Kemudian dengan adanya faktor tertentu kelompok
zakat dan penerima zakat maka diperoleh 3 persamaan ekonomi penerima zakat dapat menjadi pembayar zakat,
diferensial yang saling berhubungan dan terkait sehingga dan bisa berlaku sebaliknya. Sehingga diperoleh model
disebut sebagai sistem persamaan diferensial [9]. matematika zakat dalam pengurangan kemiskinan berupa
Akan dikonstruksi model zakat yang bertujuan untuk persamaan diferensial nonlinear sebagai berikut:
mengurangi kemiskinan. Kemudian akan ditentukan titik
tetap dari model tersebut dan selanjutnya akan dilakukan =𝑗 𝑇 + 𝑝𝑄 + 𝑧𝑄 − 𝑟𝐾 − 𝜇𝐾 (1)
uji kestabilan titik tetap dengan menggunakan beberapa
kasus. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan = 4𝑝𝑄 + 𝑧𝑄 − 𝑗 𝑇 − 2𝑟𝑇 − 𝜇𝑇 (2)
wawasan tentang zakat serta faktor-faktor yang dapat
= 2𝑟𝑇 + 𝑟𝐾 − 5𝑝𝑄 − 2𝑧𝑄 − 𝜇𝑄 + 𝜇𝑁 (3)
mengakibatkan zakat optimal dalam tujuan untuk
mengurangi jumlah masyarakat miskin atau singkatnya dimana 𝑁 = 𝐾 + 𝑇 + 𝑄
sebagai pengurangan kemiskinan [5].
Dalam pemodelan ini tingkat ekonomi masyarakat
METODE dibagi menjadi 3 kelompok ekonomi yaitu kelompok
individu wajib zakat dan membayar zakat/ muzzaki (𝐾 ),
Penelitian ini adalah penelitian dasar dengan kelompok individu wajib zakat namun tidak membayar
menggunakan suatu metode. Adapun metode yang zakat (𝑇 ), kelompok individu penerima zakat/ mustahiq
digunakan adalah studi kepustakaan dengan menganalisis (𝑄 ). Adapun perubahan jumlah banyaknya individu dari 3
teori-teori yang relevan terhadap permasalahan yang kelompok tersebut adalah dipengaruhi oleh faktor-faktor
dibahas. Langkah-langkah untuk mendapatkan jawaban yaitu tingkat interaksi (𝑗), tingkat pengaruh zakat (𝑧),
dari permasalahan yaitu: tingkat keberhasilan dalam usaha yang ditandai dengan
1. Mengidentifikasi masalah sesungguhnya yang akan pertumbuhan ekonomi (𝑝), tingkat kegagalan dalam
diangkat dalam penelitian yaitu mengenai masalah usaha (𝑟), tingkat kelahiran dan kematian alami (𝜇).
zakat yang bertujuan sebagai pengurangan Pada tahap melakukan penyederhanakan model yaitu
kemiskinan. dengan mendefenisikan variabel baru sebagai berikut 𝐾 =
2. Mengumpulkan teori–teori yang relevan dengan , 𝑇 = dan 𝑄 = sehingga diperoleh, 𝐾 = 𝐾𝑁, 𝑇 =
masalah zakat.
3. Menentukan metoda yang akan digunakan dalam 𝑇𝑁, 𝑄 = 𝑄𝑁 dan 𝑄 = 1 − 𝐾 − 𝑇 dengan melakukan
penyelesaian masalah kemiskinan dengan zakat, substitusi variabel yang baru terdahap model matematika
dalam hal ini mempergunakan model matematika. zakat dalam pengurangan kemiskinan yang berupa
4. Membentuk model matematika zakat dalam persamaan diferensial nonlinear pada persamaan (1),
pengurangan kemiskinan dengan terlebih dahulu persamaan (2) dan persamaan (3) sehingga diperoleh
menentukan variabel, parameter, dan asumsi yang bentuk model matematika zakat yang lebih sederhana
yaitu:

47
𝑗𝐾𝑇 + 𝑝 − 𝑝𝐾 − 𝑝𝑇 + 𝑧 − 𝑧𝐾 − 𝑧𝑇 − 𝑟𝐾 − 𝜇𝐾 = 0 (4) dengan:

4𝑝 − 4𝑝𝐾 − 4𝑝𝑇 + 𝑧 − 𝑧𝐾 − 𝑧𝑇 − 2𝑟𝑇 − 𝑗𝐾𝑇 − 𝜇𝑇 = 0 1


𝐾∗ = [−(𝑏)𝑟 − 𝑐 − (𝑑)𝜇 + (𝑒)𝑗 + 𝑓]
(5) 2𝑗𝑎
Diperoleh titik tetap dari model matematika zakat: 1
𝐸 = (𝐾 ∗ , 𝑇 ∗ ) 𝑇∗ = [(𝑏)𝑟 + 𝑐 + (𝑑)𝜇 + (𝑒)𝑗 − 𝑓]
2𝑗𝑎

dimana:
𝑎 = 𝜇 + 5𝑝 + 2𝑟 + 2𝑧, 𝑏 = 3𝜇 + 6𝑝 + 3𝑧, 𝑐 = 𝜇 + 2𝑟 , 𝑑 = 5𝑝 + 2𝑧, 𝑒 = 5𝑝 + 2𝑧

𝑓 = (25𝜇 + (−30𝑗 + 60𝑟)𝜇 + 25𝑗 − 20𝑗𝑟 + 36𝑟 )𝑝

3 6
+ (20𝜇 + (−12𝑗 + 54𝑟)𝜇 + 20𝑗 + 2𝑗𝑟 + 36𝑟 )𝑧 + 10(𝜇 + 𝑟)(𝜇 + 2𝑟) ì − 𝑗 + 𝑟 𝑝
5 5
3
+ (4𝜇 + 12𝜇𝑟 + 4𝑗 + 4𝑗𝑟 + 9𝑟 )𝑧 + 4(𝜇 + 𝑟)(𝜇 + 2𝑟) 𝑟 + 𝜇 𝑧 + (𝜇 + 2𝑟) (𝜇 + 𝑟)
2

B. Analisis Model Matematika Zakat dalam Pengurangan lihat pengaruh dari perbedaan nilai parameter tersebut
Kemiskinan dengan Beberapa Kasus yaitu:

Analisis kestabilan model matematika zakat dalam Kasus 1


pengurangan kemiskinan dilakukan dengan mencari nilai 𝑗 = 0.01; 𝑝 = 0.04; 𝑧 = 0.01; 𝑟 = 0.008;
eigen pada masing-masing titik tetap yang telah diperoleh 𝜇 = 0.014
diatas di atas. Nilai eigen ditentukan dengan
menggunakan rumus, Kemudian, dengan mensubstitusikan nilai parameter
tersebut ke dalam matriks Jacobi di atas diperoleh
𝑑𝑒𝑡 𝜆𝐼 − 𝐽(𝐸) = 0 kembali matriks Jacobi yaitu:

Dimana 𝐽(𝐸) adalah matriks Jacobi. −0.0665 −0.0467


𝐽(𝐸) =
−0.1755 −0.2033
Nilai eigen dikatakan stabil apabila semua nilai eigen
yang diperoleh bertanda negatif. Adapun matriks Jacobi Untuk memperoleh nilai eigen dilakukan dengan
yang diperoleh yaitu: menyelesaikan persamaan 𝑑𝑒𝑡 𝜆𝐼 − 𝐽(𝐸) = 0.
𝑑𝑓 𝑑𝑓
𝜆 0 −0.0665 −0.0467
𝐽(𝐸) = 𝑑𝐾 𝑑𝑇 |𝜆𝐼 − 𝐽(𝐸)| = − =0
𝑑𝑓 𝑑𝑓 0 𝜆 −0.1755 −0.2033
𝑑𝐾 𝑑𝑇
ë + 0.0665 0.0467
|𝜆𝐼 − 𝐽(𝐸)| = =0
dengan: 0.1755 𝜆 + 0.2033

{(𝜆 + 0.0665)(𝜆 + 0.2033)} − {(0.0467)(0.1755)} = 0


𝑓 = 𝑗𝐾𝑇 + 𝑝 − 𝑝𝐾 − 𝑝𝑇 + 𝑧 − 𝑧𝐾 − 𝑧𝑇 − 𝑟𝐾 − ì𝐾
𝜆 + 0.2698𝜆 + 0.00532360 = 0
𝑓 = 4𝑝 − 4𝑝𝐾 − 4𝑝𝑇 + 𝑧 − 𝑧𝐾 − 𝑧𝑇 − 2𝑟𝑇 − 𝑗𝐾𝑇
Sehingga diperoleh nilai eigen:
− 𝜇𝑇
𝜆 = −0.0214
Sehingga, diperoleh:

𝑗𝑇 − 𝑝 − 𝑧 − 𝑟 − 𝜇 𝑗𝐾 − 𝑝 − 𝑧 𝜆 = −0.2483
𝐽(𝐸) =
−4𝑝 − 𝑧 − 𝑗𝑇 −4𝑝 − 𝑧 − 2𝑟 − 𝑗𝐾 − 𝜇
Menggunakan cara yang sama dan menggunakan
Nilai eigen dicari dengan mempergunakan beberapa beberapa nilai parameter yang berbeda untuk kasus-kasus
nilai parameter dengan 12 kasus yang memiliki nilai lainnya, dengan menggunakan nilai parameter untuk
parameter yang berbeda-beda untuk tiap parameter tingkat kelahiran dan kematian sebesar dengan 𝜇 =
terdapat 3 nilai parameter yang berbeda sehingga dapat di 0.014 diperoleh untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 1.

48
TABEL 1.
UJI KESTABILAN TITIK TETAP DENGAN12 KASUS
Kasus Titik tetap
𝑧 𝑗 𝑟 𝑝 𝑄∗ Nilai eigen
(𝐾 ∗ , 𝑇 ∗ )
Kasus 1 0.04 (0.33, 0.55) 0.12 (−0.0214, −0.2483)
Kasus 2 0.01 0.01 0.008 0.06 (0.33, 0.58) 0.09 (−0.0230, −0.3464)
Kasus 3 0.08 (0.34, 0.59) 0.07 (−0.0211, −0.4483)
Kasus 4 0.009 (0.29, 0.57) 0.14 (−0.0226, −0.1341)
Kasus 5 0.01 0.01 0.011 0.04 (0.30, 0.56) 0.14 (−0.0249, −0.2501)
Kasus 6 0.013 (0.30, 0.58) 0.12 (−0.0267, −0.2536)
Kasus 7 0.02 (0.43, 0.43) 0.14 (−0.0217, −0.2454)
Kasus 8 0.01 0.04 0.008 0.04 (0.57, 0.30) 0.13 (−0.0152, −0.2496)
Kasus 9 0.06 (0.67, 0.21) 0.12 (−0.0470, −0.2495)
Kasus 10 0.02 (0.36, 0.53) 0.11 (−0.0221, −0.2681)
Kasus 11 0.04 0.01 0.008 0.04 (0.40 0.50) 0.10 (−0.0238, −0.3081)
Kasus 12 0.06 (0.43, 0.49) 0.08 (−0.0239, −0.3476)

Berdasarkan semua kasus dengan menggunakan C. Simulasi Model Matematika Zakat dalam
beberapa nilai parameter dengan nilai parameter yang Pengurangan Kemiskinan
berbeda untuk 4 faktor di atas yang diperoleh nilainya
eigen menunjukkan tanda negatif diperoleh kesimpulan Selanjutnya Simulasi kestabilan titik tetap model
bahwa semua titik tetap pada semua kasus tersebut matematika zakat dalam pengurangan kemiskinan
bersifat stabil. Untuk menguji lebih lanjut kestabilan dari dilakukan dengan membentuk trayektori dari beberapa
titik-titik tetap tersebut akan di buat trayektori dari kondisi awal yang berbeda dan menggunakan nilai
beberapa kasus tersebut yang apabila kurva tersebut parameter-parameter yang telah di tentukan pada
menunjukan bentuk mendekati titik tetap diperoleh pengujian kestabilan titik tetap. Selanjutanya, simulasi
kesimpulan bahwa kondisi tersebut titik tetap yang kestabilan titik tetap ini dapat digunakan sebagai alat
didapatkan memiliki sifat yang stabil. menguji keberadaan titik tetap.

1). Kasus 6
Nilai parameter yaitu 𝑗 = 0.01; 𝑝 = 0.04; 𝑧 = 0.01; 𝑟 = 0.013; 𝜇 = 0.014

Grafik 𝐾(𝑡) Grafik 𝑇(𝑡)


Gambar 1. Trayektori di Sekitar Titik Tetap Kasus 6

Titik tetap yang diperoleh jika disubtitusika nilai tetap yang diperoleh tersebut bersifat stabil,
parameter di atas adalah 𝐸 = (0.30, 0.58). arah gerak sesuaidengan nilai eigen yang bertanda negatif yang
kurva sama-sama mendekati titik tetap. Sehingga titik menyatakan titik tetap yang stabil.

49
2). Kasus 9
Nilai parameter yaitu 𝑗 = 0.06; 𝑝 = 0.04; 𝑧 = 0.01; 𝑟 = 0.008; 𝜇 = 0.01

Grafik 𝐾(𝑡) Grafik 𝑇(𝑡)


Gambar 2. Trayektori di Sekitar Titik Tetap Kasus 9

Titik tetap yang diperoleh jika disubtitusikan nilai tetap yang diperoleh tersebut bersifat stabil, sesuai
parameter di atas adalah 𝐸 = (0.67, 0.21). arah gerak dengan nilai eigen yang bertanda negatif yang
kurva sama-sama mendekati titik tetap. Sehingga titik menyatakan titik tetap yang stabil.

3). Kasus 12
Nilai parameter yaitu 𝑗 = 0.01; 𝑝 = 0.04; 𝑧 = 0.06; 𝑟 = 0.008; 𝜇 = 0.014

Grafik 𝑇(𝑡) Grafik 𝐾(𝑡)

Gambar 3. Trayektori di Sekitar Titik Tetap Kasus 12

Titik tetap yang diperoleh jika disubtitusikan nilai Sehingga titik tetap yang diperoleh tersebut bersifat
parameter di atas adalah 𝐸 = (0.43, 0.49). Arah gerak stabil, sesuai dengan nilai eigen yang bertanda negatif
kurva yang diperoleh sama-sama mendekati titik tetap. yang menyatakan titik tetap yang stabil.

50
D. Interpretasi Model Matematika Zakat dalam yang paling berpengaruh dari zakat dalam pengurangan
Pengurangan Kemiskinan kemiskinan adalah tingkat pengaruh zakat, tingkat
keberhasilan usaha dan tingkat interaksi dimana dengan
Berdasarkan analisis dan simulasi yang telah tingginya tingkat interaksi, karena tingkat interaksi paling
dilakukan dapat dilihat faktor yang paling menentukan besar dalam menuju kestabilan dibandingkan faktor
agar zakat lebih dapat optimal dalam pengurangan lainnya.
kemiskinan adalah dengan tingginya tingkat pengaruh
zakat, tingkat keberhasilan usaha yang ditandai dengan REFERENSI
pertumbuhan ekonomi dan tingkat interaksi yang terjadi
antara wajib zakat dan membayar zakat dan wajib zakat [1] Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta
[2] Al-Syaikh, I. Y. 2008. Kitab Zakat: Hukum, Tata Cara dan
namun tidak membayar zakat. Dengan kata lain semakin Sejarah. Bandung: Marja
tingginya tingkat dari 3 faktor tersebut akan lebih optimal [3] Kementian Agama RI. 2013. Buku Saku Menghitung Zakat.
dalam pengurangan jumlah masayarakat miskin. Direktorat Pemberdayaan Zakat.
[4] Kusuma, W. B. D, dan Sukmana, R. 2010. The Power of Zakah in
Poverty Elleviation. Universiti Kebangsaan Malaysia: Malaysia.
SIMPULAN [5] Putri, Lani Widia. 2017. Model Matematika Zakat dalam
Pengurangan Kemiskinan. Universitas Negeri Padang: Padang.
Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat [6] Mukri, G. 2011. Fiqih Zakat Kontemporer. Solo: Al-Qowam
disimpulkan bahwa model matematika zakat dalam [7] Pagalay. U. 2009. Mathematical Modelling. Universitas Islam
Negeri: Malang Press.
pengurangan kemiskinan berbentuk sistem persamaan [8] Patmawati. 2006. Economic Role of Zakat in Reducing income
diferensial nonlinear. Dari analisis yang dilakukan inequality and proverty in Selangor. Ph.D. Dissertation. Universiti
diperoleh titik tetap yang di uji dengan menggunakan Putra Malaysia: Malaysia.
beberapa kasus sehingga di peroleh untuk semua kasus [9] Perko, Lawrance. 2001. Differential Equations and Dynamical
Systems. Third Edition. Springer.
adalah titik tetap yang menunjukan titik tetap yang [10] Widowati dan Sutimin. 2007. Buku Ajar Pemodelan Matematika.
stabil. Dari hasil analisis tersebut diperoleh bahwa faktor Universitas Diponegoro.

51

Anda mungkin juga menyukai