UUD NRI Tahun 1945 menetapkan sistem pemerintahan presidensial dengan kekuasaan yang
besar di tangan presiden. Wewenang MPR DAN DPR akan dijalankan oleh presiden dengan
nasihat dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Pada tanggal 14 November 1945, Presiden
Soekarno melantik kabinet parlementer yang pertama, dengan Sutan Sjahrir sebagai Perdana
Menteri. Dengan dikeluarkannya Maklumat Presiden tersebut, demokrasi di Indonesia berubah
dari demokrasi Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensial menjadi demokrasi
parlementer. Namun pada kenyataannya Demokrasi Parlementer tidak cocok dengan jiwa
bangsa Indonesia.
● Akselerasi dalam membuat kebijakan, karena adanya konsensus dan ketergantungan antara
badan eksekutif dan legislatif
● Tidak tumpang tindih terkait konteks tanggung jawab, implementasi, dan membuat kebijakan
● Kontrol yang ideal dari badan legislatif kepada badan eksekutif
Di lain sisi, demokrasi parlementer juga dinilai memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
● Dinamis dan tidak jelasnya waktu dilaksanakannya pemilihan umum
● Terlalu tergantungnya badan eksekutif kepada badan legislatif, sehingga berpotensi
pemerintah dijatuhkan sewaktu-waktu
● Di sisi lain, badan eksekutif juga dapat mengontrol badan legislatif sewaktu-waktu ketika
jumlah partai koalisi lebih banyak di parlemen
1. Kabinet Natsir
Pertama, ada kabinet Natsir yang langsung dipimpin oleh Mohammad Natsir selaku perdana
menteri. Natsir adalah tokoh politik dari partai Masyumi - partai Islam terbesar pada saat itu.
Natsir menjabat mulai 6 September 1950 hingga 21 Maret 1951
2. Kabinet Sukiman-Suwirjo
Kedua, ada kabinet Sukiman-Suwirjo yang merupakan koalisi politik dari dua partai, yakni partai
Masyumi dan PNI. Di kabinet ini, Sukiman Wirjosandjojo bertindak sebagai kepala
pemerintahan dan Suwirjo sebagai wakil kepala pemerintahan. Kabinet ini mengudara mulai 27
April 2951 hingga 3 April 1952.
3. Kabinet Wilopo
Ketiga, ada kabinet Wilopo yang memimpin dari 3 April 1952 hingga 31 April 1953. Kabinet ini
sangat cepat demisioner karena berbagai dinamika politik yang menghantuinya. Misalnya,
muncul gerakan separatisme di Indonesia dan dianggap bersalah dalam kejadian Tanjung
Morawa di Sumatera Utara.
Keempat, ada kabinet Ali I yang memerintah sejak 31 Juli 1953 hingga 24 Juli 1955. Salah satu
program kabinet yang cukup membekas adalah program persiapan pemilihan umum untuk
dewan konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kelima, ada kabinet Burhanuddin Harahap yang menjalankan pemerintah sejak 12 Agustus
1955 hingga 24 Maret 1956. Ini merupakan kabinet hasil dari koalisi yang besar, karena terjalin
dengan hampir seluruh partai yang ada parlemen.
6. Kabinet Ali Sastromidjojo II
Ali sastromidjojo menjadi perdana menteri yang kedua kalinya mulai 24 Maret 1956 hingga 14
Maret 1957. Kabinet Ali II ini adalah hasil dari koalisi politik dari tiga partai, yaitu PNI, Masyumi,
dan juga NU.
7. Kabinet Djuanda
Kabinet Djuanda yang dipimpin oleh Djuanda Kartawidjaja yang memiliki 28 menteri. Kabinet
terakhir dalam era demokrasi parlementer ini mulai memerintah sejak 9 April 1957 hingga 6 Juli
1959 sebelum diubahnya sistem pemerintahan menjadi demokrasi terpimpin oleh Soekarno
Dengan Demokrasi parlementer sering terjadi pergantian kabinet, Pembangunan tidak lancar,
partai-partai hanya mementingkan partainya sendiri, hal ini sangat membahayakan kehidupan
bangsa dan negara.
3.Pembentukan MPRS
4.pembentukan DPAS