Anda di halaman 1dari 3

A.

DEMOKRASI PARLEMENTER 1945 – 1959

UUD NRI Tahun 1945 menetapkan sistem pemerintahan presidensial dengan kekuasaan yang
besar di tangan presiden. Wewenang MPR DAN DPR akan dijalankan oleh presiden dengan
nasihat dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Pada tanggal 14 November 1945, Presiden
Soekarno melantik kabinet parlementer yang pertama, dengan Sutan Sjahrir sebagai Perdana
Menteri. Dengan dikeluarkannya Maklumat Presiden tersebut, demokrasi di Indonesia berubah
dari demokrasi Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensial menjadi demokrasi
parlementer. Namun pada kenyataannya Demokrasi Parlementer tidak cocok dengan jiwa
bangsa Indonesia.

Demokrasi parlementer adalah konsep pemerintahan di suatu negara yang memberikan


otoritas kepada parlemen untuk mengerjakan tugas-tugas negara. Parlemen memiliki peran
yang fundamental dan kuat untuk mengangkat seorang perdana menteri. Bahkan, parlemen
memiliki legitimasi untuk menjatuhkan pemerintahan di suatu negara. Tentu hal ini sifatnya
berbeda dengan demokrasi presidensial yang tonggak kekuasaan tertingginya dipegang oleh
presiden dan perdana menteri. Presiden adalah pucuk pimpinan tertinggi yang bertanggung
jawab dalam mengurus tugas-tugas pemerintahan (eksekutif).

Ciri-Ciri Demokrasi Parlementer atau Sistem Pemerintahan Parlementer

● Sistem pemerintahan secara langsung dipimpin oleh perdana menteri


● Presiden atau raja memiliki peran sebagai kepala negara
● Badan eksekutif yang direpresentasikan oleh presiden dipilih secara konsensus oleh badan
legislatif (parlemen)
● Perdana menteri memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri di
pemerintahan
● Badan legislatif (parlemen) dapat menurunkan badan eksekutif (presiden)

Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi Parlementer


Secara akademis sistem demokrasi parlementer dinilai memiliki beberapa kelebihan yang
strategis, seperti:

● Akselerasi dalam membuat kebijakan, karena adanya konsensus dan ketergantungan antara
badan eksekutif dan legislatif
● Tidak tumpang tindih terkait konteks tanggung jawab, implementasi, dan membuat kebijakan
● Kontrol yang ideal dari badan legislatif kepada badan eksekutif

Di lain sisi, demokrasi parlementer juga dinilai memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
● Dinamis dan tidak jelasnya waktu dilaksanakannya pemilihan umum
● Terlalu tergantungnya badan eksekutif kepada badan legislatif, sehingga berpotensi
pemerintah dijatuhkan sewaktu-waktu
● Di sisi lain, badan eksekutif juga dapat mengontrol badan legislatif sewaktu-waktu ketika
jumlah partai koalisi lebih banyak di parlemen

Beberapa kabinet yang melegitimasi pemerintahan di kurun waktu 9 tahun, yaitu:

1. Kabinet Natsir

Pertama, ada kabinet Natsir yang langsung dipimpin oleh Mohammad Natsir selaku perdana
menteri. Natsir adalah tokoh politik dari partai Masyumi - partai Islam terbesar pada saat itu.
Natsir menjabat mulai 6 September 1950 hingga 21 Maret 1951

2. Kabinet Sukiman-Suwirjo

Kedua, ada kabinet Sukiman-Suwirjo yang merupakan koalisi politik dari dua partai, yakni partai
Masyumi dan PNI. Di kabinet ini, Sukiman Wirjosandjojo bertindak sebagai kepala
pemerintahan dan Suwirjo sebagai wakil kepala pemerintahan. Kabinet ini mengudara mulai 27
April 2951 hingga 3 April 1952.

3. Kabinet Wilopo

Ketiga, ada kabinet Wilopo yang memimpin dari 3 April 1952 hingga 31 April 1953. Kabinet ini
sangat cepat demisioner karena berbagai dinamika politik yang menghantuinya. Misalnya,
muncul gerakan separatisme di Indonesia dan dianggap bersalah dalam kejadian Tanjung
Morawa di Sumatera Utara.

4. Kabinet Ali Sastromidjojo I

Keempat, ada kabinet Ali I yang memerintah sejak 31 Juli 1953 hingga 24 Juli 1955. Salah satu
program kabinet yang cukup membekas adalah program persiapan pemilihan umum untuk
dewan konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

5. Kabinet Burhanuddin Harahap

Kelima, ada kabinet Burhanuddin Harahap yang menjalankan pemerintah sejak 12 Agustus
1955 hingga 24 Maret 1956. Ini merupakan kabinet hasil dari koalisi yang besar, karena terjalin
dengan hampir seluruh partai yang ada parlemen.
6. Kabinet Ali Sastromidjojo II

Ali sastromidjojo menjadi perdana menteri yang kedua kalinya mulai 24 Maret 1956 hingga 14
Maret 1957. Kabinet Ali II ini adalah hasil dari koalisi politik dari tiga partai, yaitu PNI, Masyumi,
dan juga NU.

7. Kabinet Djuanda

Kabinet Djuanda yang dipimpin oleh Djuanda Kartawidjaja yang memiliki 28 menteri. Kabinet
terakhir dalam era demokrasi parlementer ini mulai memerintah sejak 9 April 1957 hingga 6 Juli
1959 sebelum diubahnya sistem pemerintahan menjadi demokrasi terpimpin oleh Soekarno

Dengan Demokrasi parlementer sering terjadi pergantian kabinet, Pembangunan tidak lancar,
partai-partai hanya mementingkan partainya sendiri, hal ini sangat membahayakan kehidupan
bangsa dan negara.

Dengan keadaan tersebut Presiden mengangggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia


dalam keadaan bahaya yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden.

Isi Dekrit Presiden :

1. Bubarkan badan Konstituante

2. memberlakukan kembali UUD 1945, tidak berlakunya lagi UUDS 1950

3.Pembentukan MPRS

4.pembentukan DPAS

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, maka Demokrasi Parlementer berakhir.

Anda mungkin juga menyukai