Anda di halaman 1dari 6

Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi

Anggota:
1.Rehan sandi saputra
2.Nabila Wafa
3.Jenny Dwi Nur C
4.Nur Azizah
5. Ahmad Yoga Saputra
6.Wahyu Setiawan
7.Muhammad Akhdan Rafif
8.Sutrisno Joko Pamungkas
9.subhan Maulana Ibrahim
10.Sahrul Sobirin
BAB I
LATAR BELAKANG
Agama "ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama pun diharapkan
memiliki signifikansi moral dan kemanusiaan bagi keberlangsungan hidup umat manusia.
Secara realistik, tugas semacam itu masih dibenturkan dengan adanya kehadiran modernitas
yang terus- menerus berubah dan menari-nari di atas pusaran dunia sehingga menimbulkan
gesekan bagi agama.
Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa dipandang
sebelah mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan realitas yang tidak bisa
dihindarkan dan perlu direspon dalam konstruksi pemahaman agama yang dinamis pula.
Tarik-menarik antara tradisi (agama) dan modernitas menjadi wacana yang masih hangat
untuk selalu diperdebatkan. Ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang dengan
modernitas.
Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat berbagai petunjuk tentang
bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan. Islam yang diakui
pemeluknya sebagai agama terakhir dan penutup dirangkaikan petunjuk Tuhan untuk
membimbing kehidupan manusia, mengklaim dirinya sebagai agama yang paling sempurna.
Peradaban Islam dipahami sebagai akumulasi terpadu antara normanitas Islam dan historitas
manusia di muka bumi yang selalu berubah-ubah. Maka setiap zaman akan selalu
terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan dengan tingkat
pemikiran manusia zaman ini. Nasib agama Islam di zaman modren ini sangat ditentukan
sejauh mana kemampuan umat Islam merespon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah
yang terjadi di era modern ini.
Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah (transenden).
Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang memberikan kacamata
pada manusia dalam memahami realitas. Secara sosiologis, Islam merupakan fenomena
peradaban, realitas sosial kemanusiaan.
PENDAHULUAN
Pergulatan Islam dan modernitas merupakan salah satu permasalahan krusial yang
dihadapi oleh kaum Muslimin dewasa ini. Secara historis, proses modernisasi di dunia
Muslim sebenarnya sudah berlangsung lama, tepatnya sejak otoritas Islam sebagai kekuatan
politik merosot tajam pada abad ke–18 M. Negara-negara Eropa tidak sekedar melakukan
kolonialisasi tetapi lebih dari itu, mereka juga membawa misi untuk menancapkan mega
proyek yang disebut “modernisasi”, berupa paket besar dari Barat yang di dalamnya terdapat
ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, agama bahkan budaya. Akibat modernisasi yang
kadang-kadang terlihat sengaja dipaksakan itu, telah menimbulkan kontradiksi-kontradiksi di
dunia Islam khususnya Timur Tengah. Uniknya, ketegangan teologis ini secara tak terduga
telah melahirkan reaksi intelektual dari kaum Muslimin yang berupa aliran-aliran pemikiran
keagamaan yang kemudian memperkaya pemikiran dan khazanah intelektual-keagamaan
Islam. Di antaranya, apa yang terkenal dengan sebutan Modernisme Islam, Tradisionalisme
Islam, Fundamentalisme Islam, Neo Modernisme Islam, Neo Fundamentalisme Islam dan
Post Tradisionalisme Islam.

PEMBAHASAN
Pendidikan dalam sejarah peradaban anak manusia adalah salah satu komponen
kehidupan yang paling urgen. Aktifitas ini telah dan akan terus berjalan semenjak manusia
pertama ada di dunia sampai berakhirnya kehidupan di muka bumi ini. Bahkan kalau ditarik
mundur lebih jauh lagi, kita akan dapatkan bahwa pendidikan telah mulai berproses semenjak
Allah swt. menciptakan manusia pertama Adam di sorga dimana Allah telah mengajarkan
kepada beliau semua nama-nama yang oleh para malaikat belum dikenal sama sekali (QS Al
Baqarah: 31-33).
Semenjak manusia berinteraksi dengan aktifitas pendidikan ini semenjak itulah
manusia telah berhasil merealisasikan berbagai perkembangan dan kemajuan dalam segala
lini kehidupan mereka. Bahkan pendidikan adalah suatu yang alami dalam perkembangan
peradaban manusia. Dan secara paralel proses pendidikan pun mengalami kemajuan yang
sangat pesat, baik dalam bentuk metode, sarana maupun target yang akan dicapai. Karena hal
ini merupakan salah satu sifat dan keistimewaan dari pendidikan, yaitu selalu bersifat maju
(taqaddumiyyah). Sehingga apabila sebuah pendidikan tidak mengalami serta tidak
menyebabkan suatu kemajuan atau malah menimbulkan kemunduran maka tidaklah
dinamakan pendidikan. Karena pendidikan adalah sebuah aktifitas yang integral yang
mencakup target, metode dan sarana dalam membentuk manusia-manusia yang mampu
berinteraksi dan beradabtasi dengan lingkungannya, baik internal maupun eksternal demi
terwujudnya kemajuan yang lebih baik
A. Manusia Berperan Sebagai Ibadullah dan Kholifatullah fil Ard, dan bagaimana
mewujudkannya. Beribadah kepada Allah SWT merupakan tugas pokok bahkan satu-satunya
tugas dalam kehidupan manusia sehingga apa pun yg dilakukan oleh manusia dan sebagai apa
pun dia seharusnya dijalani dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT sebagaimana firman-
Nya yg artinya “Dan Aku tidak menciptakan manusia kecuali supaya mereka menyembah-
Ku.” . Agar segala yg kita lakukan bisa dikategorikan ke dalam ibadah kepada Allah SWT
paling tidak ada tiga kriteria yg harus kita penuhi. 1. Melakukan segala sesuatu dengan niat
yg ikhlas karena Allah SWT. Keikhlasan merupakan salah satu kunci bagi diterimanya suatu
amal oleh Allah SWT dan ini akan berdampak sangat positif bagi manusia yg melaksanakan
suatu amal karena meskipun apa yg harus dilaksanakannya itu berat ia tidak merasakannya
sebagai sesuatu yg berat apalagi amal yg memang sudah ringan. Sebaliknya tanpa keikhlasan
amal yg ringan sekalipun akan terasa menjadi berat apalagi amal yg jelas-jelas berat utk
dilaksanakan tentu akan menjadi amal yg terasa sangat berat utk mengamalkannya. 2.
Melakukan segala sesuatu dgn cara yg benar bukan membenarkan segala cara sebagaimana
yg telah digariskan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh RasulNya. Manakala seorang
muslim telah menjalankan segala sesuatu sesuai dgn ketentuan Allah SWT maka tidak ada
penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan ini yg membuat perjalanan hidup manusia
menjadi sesuatu yg menyenangkan. 3. Melakukan segala sesuatu dgn tujuan mengharap ridha
Allah SWT dan ini akan membuat manusia hanya punya satu kepentingan yakni ridha-Nya.
Bila ini yg terjadi maka upaya menegakkan kebaikan dan kebenaran tidak akan menghadapi
kesulitan terutama kesulitan dari dalam diri para penegaknya hal ini krn hambatan-hambatan
itu seringkali terjadi krn manusia memiliki kepentingankepentingan lain yg justru
bertentangan dgn ridha Allah SWT.2 Manusia berkedudukan sebagai wakil atau pengganti
Allah di muka bumi. Yaitu manusia yang mempunyai kemampuan untuk mengatur dan
mengubah alam. Manusia yang sedikit banyak mengetahui rahasia alam. Semua itu tidak
berlaku bagi makhlukmakhluk lainnya. Semua manusia secara potensial (bil-quwwah),
diciptakan untuk menjadi khalifatullah. Namun agar potensi tersebut menjadi nyata (bil-fi’li),
terdapat sejumlah kriteria yang harus dimilikinya, yaitu ilmu, iman, amal shaleh, memberi
keputusan dengan benar, tidak mengikuti hawa nafsu dan ber-amar ma’ruf dan nahi munkar
baru lah Khalifah Allah. Ingatlah, ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
Sesungguhnya Aku akan menciptakan di muka bumi seorang khalifah. Para malaikat serentak
berkata, Apakah Engkau hendak menciptakan di muka bumi (makhluk) yang akan melakukan
kerusakan dan akan menumpahkan darah di dalamnya, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan menyanjung-Mu dan mensucikan-Mu? Seraya Allah menjawab, Sungguh Aku lebih
mengetahui apa-apa yang tidak kalian ketahui. (QS. Al-Baqarah ayat 30).3 Ayat di atas
termasuk dari sekian firman Allah Ta’ala yang senantiasa segar dibahas dan dikaji. Hingga
saat ini para ulama, khususnya Mufassirin (ahli tafsir AlQur’an), belum puas-puas dan tidak
henti-hentinya mengungkap dan mengeksplorasi sedalam-dalamnya maksud dari ayat
tersebut, untuk mendapat kebenaran darinya. Alasan mereka jelas dan sederhana. Karena ayat
ini menyangkut eksistensi manusia yang sebenarnya. Kriteria-Kriteria Khalifatullah adalah:
1. Ilmu Kriteria pertama adalah ilmu. Pada ayat yang telah disebutkan terdahulu, selanjutnya
disambung dengan ayat yang berbunyi : Dia mengajarkan kepada Adam asma (nama benda-
benda) semuanya, kemudian dia mempertunjukkannya kepada para malaikat. Lalu Allah
berfirman (kepada para malaikat), Sebutkanlah kepada-Kuasma-asma itu, jika kalian memang
benar ?”(QS. Al-Baqarah : 31). Para mufasir berbeda pendapat tentang pengertian asma yang
tercantum pada ayat di atas. Walaupun mereka berbeda pendapat tentang makna asma, tetapi
yang pasti (al-qadru al-mutayaqqan) dan yang tidak diperselisihkan lagi adalah, bahwa Adam
as. dibekali pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh para malaikat.
Modernisasi selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua hal
iniadalah anak kandung modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Makanya
ketikaseseorang membicarakan tentang modernisasi, maka pastilah akan membicarakan
tentangliberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang secara
konseptualdikaitkan dengan barat yang modern.Dengan demikian bicara modernisasi juga
mesti dikaitkan dengan barat.Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentunya
merupakan tantangan yangsangat serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai
perwujudan daritradisionalisme yang momot dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan
kemiskinanyang sangat kentara. Oleh karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan
duniatradisionalnya, maka yang pertama diambil adalah liberalisme atau kebebasan
untukmelakukan sesuatu dalam konteks pragmatisme.Liberalisme kemudian tidak hanya
menjadi gaya hidup yang menghinggapikebanyakan orang yang ingin dianggap modern akan
tetapi juga menjadi pedoman ungguldi dalam semua perilakunya. Ajaran agama yang momot
dengan ajaran yang membatasikebebasan lalu ditinggalkan dan dianggap sebagai penghalang
kemajuan. Agamadianggap sebagai penyebab ketidakmajuan sebuah masyarakat. Agama
dianggap sebagaicandu masyarakat, agama dianggap sebagai kabar angin dari langit dan
sebagainya.Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak
pemikirantentang penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk
menafsirkanagama dengan konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya pemahaman
tantangkonteks sosial ini, maka teks yang selama ini dianggap penting bahkan
sepertiditinggalkan. Jika ada teks yang dianggapnya sudah tidak relevan dengan zaman,
makateks itu harus ditinggalkan. Begitulah mereka menafsirkan ajaran agama
dalamframework yang mereka kembangkan.Menghadapi tantangan liberalisme dan
modernisasi ini, maka ada tiga sikap yangmenghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa
ada kritisisme sedikitpun. Apa yangada di barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang
dari barat adalah sebuahkebaikan. Barat adalah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi
agar menjadi. modern maka harus mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat.
Kehidupan yangserba permisif juga menjadi trennya. Lalu menolak apa saja yang datang dari
barat.Semua yang dari barat harus ditolak dan disingkirkan.

Tidak ada kebaikan sedikitpun yang datang dari barat. Sikap ini mendasariterjadinya
berbagai sikap keras atau fundamental di dalam agama. Sikap mengutuk baratdengan seluruh
budayanya adalah sikap yang melazimi terhadap sikap dan tindakan kaumfundamentalis.
Barat harus diperangi dengan segala kekuatan. Tidak ada alasan untuktidak memerangi barat
yang dianggap sebagai perusak moral dan terjadinya dekandensimoral di kalangan umat
Islam. Pornografi dan pornoaksi, narkoba dan tindakan permisiveness yang melanda
masyarakat dewasa ini harus ditimpakan kepada pengaruh barat yang tidak bisa dilawan.
Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali
“lawan”. Meskipun tidak imbang perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis
lalu mengembangkan perlawanan melalui teror dan sebagainya.Kemudian, sikap yang
diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerimadengan sikap kritis. Ada
anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya barat yang negatif. Makanya,
di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil budaya barat yang positif dan
membuang budaya barat yang negatif. Handphone adalah produk budaya barat yang lebih
banyak positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagimenghalangi orang untuk berkomunikasi
satu dengan lainnya. Bisa orang berbicaratentang hal-hal yang santai sampai urusan bisnis
internasional dihandle dengan teknologiHP tersebut. Namun demikian, tidak selamanya HP
itu positif. Kalau yang disimpan di dalamHP adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi
adalah kejelekan. Akan tetapi kalauyang disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat AL
Quran, dan AL Quran itu dibaca pastilah HP memiliki sifat menguntungkan atau
bermanfaat.Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan
manayang dianggap mudarat. Jadi tetap saja ada yang manfaat dan ada yang mudarat dari
budaya barat yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, maka umat Islam harus
cerdasmengambil sikap di tengah modernisasi yang tidak bisa dilawan. Masyarakat Islam
harusmenjadi modern tetapi harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang
selalumengagungkan terhadap penetapan norma-norma yang selalu berguna bagi umat
manusia.

Anda mungkin juga menyukai