Anda di halaman 1dari 266

KOMUNIKASI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK

RETARDASI MENTAL DALAM MEMBANGUN KETAHANAN


KELUARGA DI SLB HANDAYANI SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi
Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh:
Olivia Alvira Aurellia
1502184181

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG
2022
KOMUNIKASI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK
RETARDASI MENTAL DALAM MEMBANGUN KETAHANAN
KELUARGA DI SLB HANDAYANI SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi
Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh:
Olivia Alvira Aurellia
1502184181

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG
2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

KOMUNIKASI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK


RETARDASI MENTAL DALAM MEMBANGUN KETAHANAN
KELUARGA DI SLB HANDAYANI SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi


Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh:

Olivia Alvira Aurellia

1502184181

Pembimbing

Maulana Rezi Ramadhana, S.Psi., M.Psi

NIP. 20820005-1

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG
2022

i
HALAMAN PERNYATAAN

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ridho dan
karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Komunikasi Orang Tua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental Dalam Membangun
Ketahanan Keluarga”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana (S1)
Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi di Fakultas Komunikasi dan Bisnis,
Telkom University.

Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada Telkom University, khususnya


Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Bisnis atas kesempatan dan
didikan yang diberikan selama ini. Peneliti menyadari bahwa Skripsi ini tidak akan
selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut terlibat dalam
penyusunan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Adiwijaya, S.Si., M.Si. selaku Rektor dan pimpinan tertinggi
Universitas Telkom, Bandung.
2. Ibu Ade Irma Susanty, M.M., Ph.D selaku Dekan Fakultas Komunikasi dan
Bisnis, Universitas Telkom, Bandung.
3. Ibu Idola Perdini Putri, Ph.D selaku Kaprodi Ilmu Komunikasi, Fakultas
Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom, Bandung
4. Bapak Maulana Rezi S.Psi., M.Psi selaku dosen pembimbing yang telah
berkontribusi besar meluangkan waktu, pikiran dan perhatiannya untuk
memberikan bimbingan, arahan dan saran bagi peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Diah Agung Esfandari, B.A., M.Si. selaku dosen wali yang selalu
memberikan arahan dan motivasi selama perkuliahan peneliti.
6. Seluruh dosen pengajar program studi Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmu, wawasan, pemahaman serta pengalamannya selama
peneliti mengikuti studi di Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas
Telkom.
7. Seluruh staf administrasi program studi Ilmu Komunikasi atas kelancaran
informasi dan dukungan administrasi selama mengikuti program
pendidikan ini.
iii
8. Bapak Toni Sutrisna dan Ibu Erli Marliana selaku orang tua peneliti yang
telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa terbaik kepada peneliti.
9. Alfito Athar Rayyansyah dan Aisha Farhana Sakhi selaku adik peneliti
yang selalu memberikan semangat dan hiburan selama penyusunan skripsi
ini.
10. Ibu Atus yang telah membantu dan menjembatani peneliti dalam proses
pencarian informan di SLB Handayani Sukabumi.
11. Seluruh orang tua beserta anak retardasi mental di SLB Handayani
Sukabumi yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada
peneliti untuk membahas topik penelitian ini.
12. Rizky Ilhamsyah yang selalu ada di saat suka dan duka dan setia menjadi
tempat berkeluh kesah dalam proses penyusunan skripsi ini.
13. Handrian Taufik, Sherina Francis Matakena, Alicia Achma Syafir, Zesica
Novanda Febriola, selaku teman sekelas sekaligus sahabat peneliti yang
selalu memberikan semangat, doa, serta hiburan kepada peneliti.
14. Haudhia, Aanisah, Handrian selaku teman satu bimbingan yang sudah
berjuang bersama penulis sejak proses pertama pengerjaan skripsi.
15. Ghina Ayu Septarina, Anggita Rahmawati, selaku teman dekat yang selalu
memberikan semangat dan ada di setiap suka dan duka.
16. Semua pihak yang peneliti tidak dapat sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan maupun dukungan, semoga Allah SWT melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada mereka semua.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dalam teknik penelitian, struktur bahasa, ataupun persepsi ilmiah. Untuk itu, peneliti
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa
mendatang. Peneliti juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti
maupun pembaca.

Bandung, 1 Maret 2022

Olivia Alvira Aurellia

iv
ABSTRAK

Proses komunikasi yang terjalin antara ayah dan ibu dari anak retardasi mental
penuh dengan tantangan, dalam situasi ini anak retardasi mental perlu diberikan
perawatan di keluarga. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan komunikasi orang
tua anak retardasi mental dalam membangun ketahanan keluarga menggunakan teori
komunikasi ketahanan. Metode dan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara kepada sepuluh informan
yakni lima ayah dan lima ibu dari anak retardasi mental. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa komunikasi dilakukan oleh orang tua anak retardasi mental dalam
membangun ketahanan keluarga diantaranya a) komunikasi dalam menyusun
kenormalan baru, b) komunikasi dalam menyampingkan perasaan negatif dan
mengedepankan tindakan produktif, c) komunikasi dalam menegaskan jangkar
identitas. Ketiga proses tersebut memunculkan sebelas tema diantaranya komunikasi
dengan pasangan, kerja sama, aktivitas sosial, rutinitas baru, mendekatkan diri kepada
tuhan, dapat dukungan dalam menciptakan kenormalan, diskusi dengan pasangan,
menggunakan hambatan sebagai strategi, percaya diri dalam menjelaskan identitas,
berbagi cerita, dan dapat dukungan ketika mengalami kesulitan. menjadi faktor untuk
membangun ketahanan keluarga, Penelitian ini dapat membantu memberikan
informasi mengenai proses komunikasi yang dapat dilakukan oleh orang tua dengan
anak retardasi mental untuk membangun ketahanan keluarga

Kata kunci: Komunikasi, Keluarga, Communication Theory of Resilience, Anak


Retardasi Mental, Ketahanan Keluarga

v
ABSTRACT

The communication process that is established between the father and mother
of a mentally retarded child is full of challenges, in this situation, the mentally retarded
child needs to be given treatment in the family. The purpose of this study is to describe
the communication of parents of mentally retarded children in building family
resilience using the communication theory of resilience. The methods and samples in
this study used qualitative methods by collecting data through interviews with ten
informants, namely five fathers and five mothers of mentally retarded children. The
results of this study showed that communication is carried out by parents of mentally
retarded children in building family resilience including a) crafting normalcy b)
foregrounding productive action while backgrounding negative feelings c) affirming
identity anchors. The three processes resulting eleven themes including
communication with partners, cooperation, social activities, new routines, getting
closer to God, get support in creating normality, discussions with partners, using
obstacles as a strategy, being confident in explaining identity, sharing stories, get
support when experiencing difficulties, and comparing yourself to others are factors
for building family resilience. This study can help give information about the
communication process that parents with mentally retarded children can do to build
family resilience.

Keywords: Communication, Family, Communication Theory of Resilience,


Children with Mental Retardation, Family Resilience.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................................. v
ABSTRACT ............................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL....................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian ............................................................................................ 5
1.3 Perumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.5 Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 6
1.5.1 Kegunaan Teoritis ......................................................................................... 6
1.6 Waktu dan Periode Penelitian ....................................................................... 6

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ............................................................................ 8


2.1 Komunikasi Interpersonal .................................................................................. 8
2.1.1 Komunikasi Keluarga............................................................................. 8
2.1.2 Ketahanan Keluarga ............................................................................. 10
2.1.3 Retardasi Mental .................................................................................. 16
2.2 Penelitian Terdahulu.................................................................................... 17
2.3 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 32


3.1 Metode dan Jenis Penelitian ............................................................................. 32
3.2 Lokasi Penelitian .............................................................................................. 34
3.3 Subjek dan Objek Penelitian ............................................................................ 35
vii
3.4 Unit Analisis Penelitian .................................................................................... 36
3.5 Informan Penelitian .......................................................................................... 36
3.6 Teknik Pengumpulan Data Penelitian .............................................................. 37
3.7 Teknik Analisis Data ........................................................................................ 38
3.7.1 Bantuan Pengolahan Data Dengan Atlas.ti ................................................ 39
3.8 Teknik Keabsahan Data .................................................................................... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 41


4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 41
4.1.1 Data Informan ...................................................................................... 41
4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................... 47
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 91
4.2.1 Analisis Tematik Hasil Wawancara ..................................................... 91
4.2.1.1 Komunikasi Dalam Menyusun Kenormalan Baru ............................... 94
4.2.1.2 Komunikasi Dalam Menyampingkan Perasaan Negatif dan
Mengedepankan Tindakan Produktif ................................................................ 110
4.2.1.3 Komunikasi Dalam Menegaskan Identitas......................................... 120

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 130


5.1 Simpulan .................................................................................................... 130
5.2 Saran .......................................................................................................... 131
5.2.1 Saran Teoritis............................................................................................. 131
5.2.2 Saran Praktis .............................................................................................. 131
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 132
LAMPIRAN ............................................................................................................ 135

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 30


Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian SLB Handayani Sukabumi ...................................... 35
Gambar 4. 1 Informan 1 Bu Siti Salma ..................................................................... 41
Gambar 4. 2 Informan 2 Pak Deni ............................................................................ 42
Gambar 4. 3 Informan 3 Bu Yuni ............................................................................. 42
Gambar 4. 4 Informan 4 Pak Lukman....................................................................... 43
Gambar 4. 5 Informan 5 Bu Yani.............................................................................. 44
Gambar 4. 6 Informan 6 Pak Saeful .......................................................................... 45
Gambar 4. 7 Informan 7 Bu Dedeh ........................................................................... 45
Gambar 4. 8 Informan 8 Pak Adam .......................................................................... 46
Gambar 4. 9 Informan 9 Bu Mita .............................................................................. 46
Gambar 4. 10 Informan 10 Pak Iwan ........................................................................ 47
Gambar 4. 11 Komunikasi Orang Tua Anak Retardasi Mental Dalam Membangun
Ketahanan Keluarga (diolah dengan bantuan atlas.ti versi 9.0) ................................. 93
Gambar 4. 12 Komunikasi Dalam Menyusun Kenormalan Baru dengan
menggunakan bantuan Atlas.ti versi 9.0 .................................................................. 109
Gambar 4. 13 Komunikasi Dalam Menyampingkan Perasaan Negatif Dan
Mengedepankan Tindakan Produktif dengan menggunakan bantuan Atlas.ti versi 9.0
.................................................................................................................................. 119
Gambar 4. 14 Komunikasi Dalam Menegaskan Jangkar Identitas dengan
menggunakan bantuan Atlas.ti versi 9.0 .................................................................. 121

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Waktu dan Periode Penelitian ..................................................................... 7


Tabel 2. 1 Skripsi Terdahulu ...................................................................................... 18
Tabel 2. 2 Jurnal Nasional Terdahulu ........................................................................ 22
Tabel 2. 3 Jurnal Internasional Terdahulu.................................................................. 26
Tabel 3. 1 Unit Analisis Penelitian ............................................................................ 36
Tabel 3. 2 Informan Penelitian ................................................................................... 37
Tabel 4. 1 Tema-tema Pada Komunikasi Dalam Membangun Ketahanan Keluarga 92
Tabel 4. 2 Tema 1 – Komunikasi Dengan Pasangan ................................................. 94
Tabel 4. 3 Tema 2 - Kerja Sama Dengan Pasangan ................................................... 97
Tabel 4. 4 Tema 3 - Mengikuti Aktivitas Sosial ..................................................... 101
Tabel 4. 5 Tema 4 - Rutinitas Baru .......................................................................... 102
Tabel 4. 6 Tema 5 - Mendekatkan Diri Kepada Tuhan............................................ 104
Tabel 4. 7 Tema 6 - Dukungan................................................................................. 105
Tabel 4. 8 Tema 7 - Diskusi Dengan Pasangan ....................................................... 110
Tabel 4. 9 Tema 8 - Menggunakan Hambatan Sebagai Strategi Menghadapi
Kesulitan .................................................................................................................. 112
Tabel 4. 10 Tema 9 – Percaya Diri Dalam Menjelaskan Identitas Sebagai Orang Tua
Anak Retardasi Mental ............................................................................................. 120
Tabel 4. 11 Tema 10 – Berbagi Cerita ..................................................................... 121
Tabel 4. 12 Tema 11 – Mendapat Dukungan Sosial Ketika Mengalami Kesulitan . 123

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan Wawancara ............................................................ 135


Lampiran 2 Transkip Wawancara ........................................................................... 137
Lampiran 3 Dokumentasi Wawancara .................................................................... 252

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelahiran seorang anak merupakan anugerah yang diberikan Sang Pencipta


kepada manusia, dan keluarga akan menyambut kehadiran anak dengan suka cita.
Namun, tidak semua keluarga dapat merasakan hal yang sama, hal ini mungkin
dapat terjadi pada keluarga dengan anak yang memiliki gangguan. Ada banyak
jenis gangguan pada anak, salah satunya adalah gangguan mental atau disebut
Anak dengan Retardasi Mental (Intellectual Disability). Dengan kehadiran Anak
yang memiliki gangguan retardasi mental, tentunya keluarga akan lebih banyak
terfokus dalam perhatian disamping tumbuh kembangnya, mengingat anak dengan
kondisi tersebut perlu diberikan perawatan dan menjadi tantangan dalam
pengasuhan di keluarga. Meski, tiap keluarga berbeda beda merespon kehadiran
anak dengan retardasi mental, namun faktor budaya dan nilai-nilai ketahananlah
yang menjadi faktor penting bagi keluarga (Lidanial, 2014).
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gangguan dalam
fungsi adaptif individu seperti keterbatasan dalam menggunakan bahasa,
membaca, menulis, dan berkomunikasi. Tingkatan retardasi mental mempunyai
karakteristik yang berbeda secara intelektual, kemampuan berkomunikasi, dan
kemampuan adaptif yang terbagi menjadi Mild, Moderate, Severe, dan Profound
(Boer et al., 2016). Menurut kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
saat ini terdapat 1.460.333 anak di Indonesia yang mengalami retardasi mental,
penyandang retardasi mental di Indonesia antara laki-laki dan perempuan
mempunyai rasio 3:2, hal ini menunjukan bahwa penyandang retardasi mental
lebih besar kemungkinannya pada laki-laki daripada kemungkinannya pada
perempuan (Tejena & Valentina, 2015).
Penyandang retardasi mental mengalami kendala yang lebih besar
dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya seperti komunikasi yang lambat,
perilaku yang repititif, dan kurangnya kemampuan anak untuk berinteraksi timbal
balik sehingga menyebabkan anak dengan retardasi mental cenderung menyendiri,
tidak berempati atau tidak merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain (Salman,
2014). Namun, disamping kendala dan perawatan yang menjadi tantangan dalam
1
keluarga anak retardasi mental, pandangan dan pemahaman masyarakat tentang
disabilitas masih merujuk pada perilaku diskriminatif, hal tersebut terjadi karena
pemahaman negatif tentang penyandang disabilitas masih melekat pada pola pikir
masyarakat sehingga hal tersebut juga menjadi tantangan dalam mempertahankan
keluarga (Widinarsih, 2019).
Dilansir dari Liputan6.com di Osaka, Jepang pernah terjadi kasus penyiksaan
anak dengan gangguan mental hingga meninggal dunia. Kedua orang tuanya
mengurung anak tersebut di ruangan kecil selama 15 tahun karena kerap kali
mengamuk, sang anak akhirnya meninggal karena malnutrisi dan hipotermia.
Orang tua tersebut mengurung anaknya karena di Jepang seseorang yang
mengalami gangguan jiwa atau cacat fisik kerap dianggap negatif oleh warga
(Berty, 2017).
Salah satu kasus mengenai percaraian akibat kehadiran anak disabilitas pernah
terjadi pada tahun 2019, dilansir dari news.detik.com seorang ibu bernama Dina
Oktavia (21) menggugat cerai sang suami karena ia kehilangan harapan setelah
sang suami mengaku merasa malu dan menolak kehadiran bayinya yang terlahir
cacat (Amir, 2019).
Kasus serupa mengenai perceraian juga pernah terjadi di YPAC (Yayasan
Pembinaan Anak Cacat Kota Bandung). Menurut Bapak Opik, Pengelola YPAC
mengatakan bahwa di Yayasan ini banyak terjadi masalah yang dihadapi oleh
orang tua dengan anak disabilitas terutama dalam hal kurangnya ekonomi dan
dukungan sosial, di yayasan ini juga pernah terjadi konflik orang tua yang tidak
ingin mengurus anaknya karena sibuk mementingkan pekerjaan sehingga anaknya
dititipkan di yayasan atau kakek-nenek mereka, kurangnya dukungan keluarga dan
sosial juga menyebabkan beberapa orang tua di yayasan tersebut bercerai.
Dari ketiga kasus tersebut dapat dilihat bahwa pandangan negatif masyarakat
mengenai anak disabilitas dan kurangnya dukungan sosial dan keluarga dapat
menyebabkan penurunan ketahanan keluarga. Intervensi terhadap keluarga yang
mempunyai anak retardasi mental belum menjadi perhatian serius dan hanya
terfokus pada hambatan anak-anak, padahal tumbuh kembangnya seorang anak
retardasi mental dipengaruhi oleh dukungan, pendampingan, maupun lingkungan
terdekatnya yaitu keluarga (Lidanial, 2014).

2
Dari berbagai kendala yang telah dipaparkan di atas, kehadiran anak retardasi
mental dapat menyebabkan situasi menegangkan pada orang tua seperti muncul
kecemasan mengenai masa depan anak, pengalaman stigma sosial, keterbatasan
dalam bersosial dan karier, adanya hubungan yang canggung dengan orang sekitar,
kendala keuangan, kesejahteraan dan emosional yang buruk, dan kurangnya
layanan yang memadai. Hal tersebut menjadi tantangan hidup yang terus menerus
yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ketahanan keluarga (Rahayu, 2019).
Ketahanan keluarga memang dapat dipicu oleh peristiwa atau kejadian seperti
diagnosis penyakit yang memberikan hambatan dan tantangan sendiri di dalam
sebuah keluarga. Namun, dengan komunikasi hambatan dan tantangan dapat
dibangun melalui proses komunikatif yang meningkatkan kemampuan seseorang
untuk menciptakan kenormalan baru yang memanfaatkan kekuatan cerita,
hubungan, kreativitas di dalam keluarga. (Buzzanell, 2018)
Bersumber dari teori komunikasi ketahanan menurut Buzzanell (2018)
mengungkapkan bahwa ketahanan keluarga dapat dibangun secara komunikatif
dengan menyusun kenormalan baru, menegaskan jangkar identitas, memelihara
dan menggunakan jaringan komunikasi, menggunakan logika alternatif,
menyampingkan perasaan negatif dan mengedepankan tindakan produktif. Oleh
karena itu, orang tua harus mempunyai kemampuan yang disebut dengan resiliensi,
yaitu kemampuan dalam menghadapi perkembangan dan adaptasi terhadap
peristiwa yang menegangkan.
Hasil penelitian oleh Thariq (2017) menemukan bahwa dalam menghadapi
tantangan yang semakin berat, ketahanan keluarga dapat dibentuk melalui
komunikasi interpersonal melalui proses interaksi yang baik antara orang tua dan
anak, hubungan yang baik dan dukungan sosial. Hal inilah yang menuntut peran
komunikasi untuk meningkatkan ketahanan keluarga, dengan adanya pola
komunikasi yang baik maka akan menghasilkan ketahanan keluarga yang baik
pula.
Kemudian, penelitian mengenai ketahanan keluarga pada anak dengan
skizofrenia pernah dilakukan oleh (Rukmini & Syafiq, 2019) yang menemukan
bahwa kekuatan dari diri sendiri dan dukungan sosial dapat meningkatkan
ketahanan dalam keluarga. Sedangkan penelitian mengenai ketahanan keluarga
dengan anak gangguan spektrum autism oleh (Zhao & Fu, 2020) menemukan bahwa

3
untuk membangun ketahanan keluarga dapat dibentuk melalui hubungan positif
dengan diri sendiri dan orang lain melalui interaksi yang aktif dan mengubah
lingkungan sosial.
Dari ketiga penelitian diatas, dapat diketahui bahwa ada faktor komunikasi
interpersonal, kekuatan diri, dukungan sosial, dan membuat hubungan yang positif
melalui proses interaksi aktif dapat membantu meningkatkan ketahanan dalam
keluarga.
Penelitian mengenai ketahanan keluarga memang sudah banyak dilakukan,
namun penelitian mengenai ketahanan keluarga yang dipengaruhi oleh komunikasi
orang tua dengan anak retardasi mental dengan menggunakan teori komunikasi
ketahanan masih belum banyak dilakukan. Melihat fenomena ini, peneliti ingin
meneliti lebih lanjut mengenai komunikasi orang tua dengan anak retardasi mental
dalam membangun ketahanan keluarga. Terdapat perbedaan dengan penelitian
terdahulu dilihat dari teori yang digunakan, subjek penelitian, objek penelitian, dan
fokus penelitiannya, peneliti berfokus pada komunikasi antara ayah dan ibu yang
mempunyai anak retardasi mental untuk membangun ketahanan keluarga di SLB
Handayani Sukabumi dengan menggunakan dengan menggunakan teori
komunikasi ketahanan.
Lokasi tersebut dipilih karena setelah melakukan pra-riset, Guru di SLB
Handayani yaitu Bu Atus mengatakan bahwa di sekolah ini banyak orang tua yang
mengalami kesulitan ketika anak dengan retardasi mental hadir di kehidupan
mereka. Kesulitan dan konflik yang sering terjadi terutama dalam hal ekonomi dan
dukungan sosial. Kurangnya ekonomi keluarga dan rasa tanggung jawab orang tua
pada anak menyebabkan beberapa anak di SLB Handayani tidak diasuh
sebagaimana mestinya karena orang tua sibuk mementingkan pekerjaan, lalu ada
juga yang menitipkan anak kepada neneknya sehingga anak menjadi kurang
diperhatikan dan menyebabkan anak mengalami gangguan kesehatan sampai
dengan salah pergaulan, kurangnya dukungan sosial dan rasa malu ketika anak
lahir menyebabkan beberapa orang tua berakhir pada perceraian karena suami
tidak dapat menerima keadaan anak yang menyandang disabilitas sehingga
meninggalkan istri dan anaknya, kemudian terdapat pula orang tua yang
mengurung anaknya karena merasa malu dengan kondisi anak yang menyandang
disabilitas.

4
Akhirnya, penelitian ini akan menggunakan teori komunikasi ketahanan dalam
memahami fenomena komunikasi keluarga pada orang tua dengan anak retardasi
mental dalam membangun ketahanan keluarganya. Penelitian ini menggunakan
paradigma interpretif, peneliti akan mengumpulkan data secara kualitatif yang
diolah secara deskriptif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi.
Paradigma interpretif karena peneliti harus memahami pengalaman apa saja yang
sudah dilakukan setiap orang tua anak retardasi mental dalam mempertahanakan
keluarganya. Pengumpulan data diperoleh melalui proses wawancara terhadap
orang tua yang mempunyai anak dengan retardasi mental di SLB Handayani
Sukabumi. Penelitian ini penting untuk dikaji, mengingat orang tua yang
mempunyai anak disabilitas memiliki perbedaan dalam berkomunikasi sebagai
media untuk membentuk ketahanan keluarga. Berdasarkan paparan diatas,
penelitian ini mengangkat judul “Komunikasi Orang Tua Yang Memiliki Anak
Retardasi Mental Dalam Membangun Ketahanan Keluarga Di SLB Handayani
Sukabumi.”

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus dalam penelitian ini adalah,
komunikasi oleh ayah dan ibu dalam membangun ketahanan keluarga dengan
menggunakan pendekatan teori komunikasi ketahanan.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian


ini adalah bagaimana komunikasi orang tua yang memiliki anak retardasi mental
dalam membangun ketahanan keluarga?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan


penelitian ini adalah, untuk mendeskripsikan komunikasi orang tua yang memiliki
anak retardasi mental dalam membangun ketahanan keluarga.

5
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Kegunaan Teoritis

1.5.1.1 Untuk mengembangkan teori-teori komunikasi yang telah ada


khususnya pada ketahanan keluarga.
1.5.1.2 Sebagai sarana untuk menambah wawasan di bidang ilmu komunikasi
tentang peran komunikasi orang tua dalam membangun ketahanan
keluarga dengan anak retardasi mental.
1.5.1.3 Sebagai bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama di masa yang
akan datang.
1.5.1.4 Sebagai bahan referensi dan informasi untuk teman-teman mahasiswa
lainnya yang akan melakukan penelitian yang sama di masa yang akan
datang.
1.5.2 Kegunaan Praktis
1.5.2.1 Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengalaman dan melatih
peneliti dalam menganalisis masalah terkait dengan peran komunikasi
orang tua dengan anak retardasi mental dalam membangun ketahanan
keluarga.
1.5.2.2 Bagi orang tua, penelitian ini memberikan informasi mengenai proses
komunikasi yang dapat dilakukan oleh orang tua dengan anak
retardasi mental untuk membangun ketahanan keluarga.

1.6 Waktu dan Periode Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada rentang waktu Maret 2021 sampai


Maret 2022.

6
Tabel 1. 1 Waktu dan Periode Penelitian
2021 2022
KEGIATAN
MAR APR MEI JUN JUL AGST SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR
Menentukan
Topik
Penelitian
Pra-Penelitian
dan Observasi
Penyusunan
Proposal
Pengajuan
Seminar
Proposal
Pengumpulan
Data
Penelitian
(Wawancara)
Pengolahan
Hasil
Penelitian
Sidang Akhir

(Sumber: Olahan Penulis, 2021)

7
BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

Pada bagian ini akan dipaparkan tinjauan pustaka yang terkait dengan
penelitian ini. Tinjuan pustaka untuk teori keilmuan menggunakan teori
komunikasi interpersonal oleh Mulyana. Kemudian untuk teori utama
menggunakan teori komunikasi ketahanan dari P. Buzzanell untuk membahas
ketahanan yang dibangun secara komunikatif melalui lima proses yaitu menyusun
kenormalan baru, dan menyampingkan perasaaan negatif dengan mengedepankan
tindakan produktif, menegaskan jangkar identitas, memelihara dan menggunakan
jaringan komunikasi, dan menggunakan logika alternatif untuk bekerja.

2.1 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara individu dengan individu


lainnya secara tatap muka, yang diharapkan setiap komunikannya menangkap
reaksi secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Bentuk khusus dari
komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi diadik yang hanya melibatkan
dua orang seperti komunikasi antara suami dan istri (Mulyana, 2017). Dalam
menjalani kehidupan, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat berdiri
sendiri oleh karenanya manusia perlu berkomunikasi dengan manusia lainnya.
Dengan demikian secara tidak langsung manusia akan membuat kelompok yang
lebih besar yang disebut masyarakat yang terdiri dari kelompok terkecil
masyakarat yaitu keluarga (Nurhajati & Wardyaningrum, 2012).

2.1.1 Komunikasi Keluarga

Fitzpatrick (dalam Lestari, 2012) mendenisikan keluarga sebagai


tempat untuk mencakup, sosialisasi atau komunikasi dengan anak,
perawatan, pengajaran, dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-
peran tertentu. Komunikasi keluarga adalah suatu bentuk interaksi dalam
keluarga yang saling mempengaruhi dan menghasilkan hubungan timbal
balik yang melibatkan ayah dan ibu sebagai komunikator dan anak sebagai
komunikan (Rahmawati & Gazali, 2018).

8
Komunikasi keluarga salah satunya dimaksudkan untuk membangun
ketahanan keluarga. Komunikasi dapat membangun ketahanan dengan
memanfaatkan peristiwa atau cerita keluarga yang kemudian dijadikan
rencana untuk bertahan diri dalam kesulitan. Ketahanan dapat dibangun
melalui proses komunikatif, komunikasi yang berketahanan adalah
komunikasi yang memanfaatkan kekuatan ceirta, hubungan, dan kreativitas,
baik dalam hubungan antarpribadi, organisasi, atau keluarga (Buzzanell,
2018).

Menurut Lestari (2012) agar suatu komunikasi dapat berlangsung


dengan baik, maka keluarga harus mempunyai relasi yang kuat satu sama
lain yaitu dengan membangun relasi sebagai berikut:
1. Relasi pasangan suami istri.
Kunci dari kelanggengan perkawinan adalah relasi antara
suami dan istri. Terdapat tiga komponen penting pada
proses penyesuaian menurut Glenn (dalam Lestari, 2012) ,
yaitu komunikasi, konflik, dan berbagi tugas rumah tangga.
Komunikasi yang positif dapat dilakukan untuk meredam
konflik ditandai dengan adanya sikap dan cara yang
konstruktif dalam menghadapi konflik. Maka dari itu,
komunikasi mempunyai peran penting untuk membangun
ketahanan keluarga dengan pasangan.
2. Relasi orang tua dan anak
Menurut Chen (dalam Lestari, 2012), kualitas hubungan
pada orang tua dan anak merefleksikan tingkatan dalam hal
kehangatan (warmth), rasa aman (security), kepercayaan
(trust), afeksi positif (positive affect), dan ketanggapan
(responsiveness). Rasa percaya diri pada anak sangat
dipengaruhi oleh kehangatan dari orang tua, dan rasa aman
pada anak yang diberikan oleh orang tua mendorong anak
untuk melakukan eksplorasi untuk perkembangan
kompetensi.

9
2.1.2 Ketahanan Keluarga
2.1.2.1 Pengertian Ketahanan Keluarga

Ketahanan keluarga adalah kemampuan


memanfaatkan potensi individu atau keluarga dalam
menghadapi tantangan hidup, termasuk kemampuan untuk
mengembalikan fungsi-fungsi keluarga seperti semula ketika
menghadapi tantangan dan krisis keluarga (Puspitawati, 2012).
Sedangkan Ketahanan keluarga menurut Lestari (2012) adalah
kualitas hubungan yang ada di dalam keluarga yang
memberikan kesehatan emosi dan kesejahteraan (well-being)
keluarga. Keberfungsian keluarga dapat dilihat dari tingkat
ketahanannya dalam menghadapi tantangan.
Menurut Chapman (dalam Puspitawati, 2012) adanya
ketahanan keluarga dapat dilihat dari sikap melayani sebagai
tanda kemulian, keakraban antara suami dan isri, orang tua
yang mengajar dan melatih anaknya dengan penuh tantangan
kreatif pelatihan konsisiten, dan mengembangkan
keterampilan, suami dan istri yang menjadi pemimpin dengan
penuh kasih, dan anak-anak yang menaati dan menghormati
orang tuanya. Ketahanan keluarga dapat dibangun apabila
anggota keluarga memiliki usaha untuk melangkah bersama,
saling memilihara hubungan keluarga, menciptakan suasana
yang positif, melindungi martabat bersama dan merayakan
kehidupan bersama.
Mc Cubbin (dalam Puspitawati, 2012)
mengungkapkan bahwa katahanan keluarga dibentuk melalui
komponen-komponen sebagai berikut:
1. Keutuhan keluarga, loyalitas, dan kerja sama
dalam keluarga.
2. Ikatan emosi yang kuat.
3. Saling menghormati antar anggota keluarga.

10
4. Fleksibilitas dalam melaksanakan peran
keluarga.
5. Kemampuan pengasuhan dan perawatan dalam
tumbuh kembang anak.
6. Komunikasi yang efektif.
7. Kemampuan mendengarkan dengan sensitif.
8. Pemenuhan kebutuhan spiritual keluarga.
9. Kemampuan memelihara hubungan dengan
lingkungan luar keluarga.
10. Kemampuan untuk meminta bantuan apabila
dibutuhkan.
11. Kemampuan untuk berkembang melalui
pengalaman.
12. Mencintai dan mengerti.
13. Komitmen spiritual.
14. Berpartisipasi aktif dalam masyarakat.

2.1.2.2 Faktor yang Membangun Ketahanan Keluarga

Defrain dan Stinnett (dalam Lestari, 2012), mengidentifikasi


enam karakteristik untuk membangun ketahanan keluarga, sebagai
berikut:

1. Memiliki komitmen
Dalam hal ini kesetiaan terhadap keluarga dan kehidupan
keluarga menjadi prioritas dalam membangun ketahanan
keluarga.
2. Terdapat kesediaan untuk dapat mengungkapkan apreasiasi.
Dengan melakukan penghargaan kepada anggota keluarga
akan mempengaruhi ketahanan keluarga. Apreasi yang
dapat diberikan dapat berupa kebiasaan mengungkapkan
rasa terimakasih sehingga setiap anggota keluarga dapat
melihat sisi positif dari anggota lainnya.
3. Terdapat waktu untuk berkumpul bersama.

11
Frekuensi yang sering dalam melakukan interaksi dengan
orang tua-anak akan mendorong terbentuknya ketahanan
keluarga. Seringnya kebersamaan akan membantu
menumbuhkan pengalaman yang akan memperkuat
keluarga.
4. Mengembangkan spiritualitas.
Ikatan spiritualitas dalam keluarga akan memberikan
arahan, tujuan dan perspektif.
5. Menyelesaikan konflik serta menghadapi tekanan dan krisis
yang efektif.
Setiap keluarganya pastinya mempunyai konflik yang
berda-beda, namun keluarga yang kukuh akan menghadapi
masalah secara bersama-sama. Ketika terjadi konflik,
masing-masin akan menyelesaikan masalah dengan cara
menghargai sudut pandang berbeda, sehingga ketika
keluarga mengalami krisis, keluarga yang kukuh akan
menghadapinya dengan saling memberi kekuatan dan
dukungan.
6. Memiliki ritme.
Keluarga yang kukuh akan memiliki kebiasaan untuk
meberikan arahan, makna, dan struktur terhadap kehidupan
sehari-hari. Hal ini akan akan memperkuat dan memperjelas
peran keluarga untuk harapan-harapan yang dibangunnya.
Dengan demikian, keluarga harus mempunyai kebiasaan
atau ritme sebagai bagian dari proses penyesuaian, karena
masa lalu dan masa sekarang adalah bagian dari proses
pertumbuhan.

2.1.2.3 Teori Komunikasi Ketahanan oleh Buzzanell

Teori komunikasi ketahanan dikemukakan oleh Buzzanell,


Menurut Buzzanell (2018) komunikasi ketahanan tumbuh karena
pengalaman pribadi seperti kehilangan pekerjaan, deindustrialisasi,
penyakit kronis, kecacatan, kematian, kehilangan hubungan dan
12
penempatan militer dalam keluarga yang dapat mempengaruhi
ketahanan keluarga. Ketahanan manusia dapat dibentuk melalui
proses komunikatif yang meningkatkan kemampuan untuk
menciptakan kenormalan baru. Intinya, komunikasi teori ketahanan
memanfaatkan hubungan, kekuatan cerita, dan kreativitas untuk
membangun kualitas bertahan hidup yang lebih baik (Buzzanell,
2018).

Teori komunikasi ketahanan menurut Buzzanell (2018)


memiliki perbedaan dengan teori lainnya yaitu:

1. Berfokus pada proses adaptasi komunikatif yang sedang


berlangsung, transformasi, reaktivitas, proaktif, perubahan,
stabilitas, reintergrasi, destabilisasi dan restabilisasi.
2. Menempatkan resiliensi ke dalam sebuah interaksi dan
hubungan yang terintergrasi dari komunikasi interpersonal,
keluarga, organisasi, kesehatan, dan mediasi.
3. Berfokus pada ketidakmampuan untuk bangkit kembali
yang dialami keluarga karena mengalami penurunan
sumber daya material, kebijakan, ideologi tentang sifat dan
karakteristik yang dibangun keluarga.
4. Mengakui bahwa ada manfaat dan biaya untuk cara-cara
tertentu di mana ketahanan dapat dibentuk.

Menurut Buzzanell (2018) ketahanan manusia dibangun secara


komunikatif melalui lima proses yaitu menyusun kenormalan baru,
menegaskan jangkar identitas, memeliharan dan menggunakan
jaringan komunikasi, menggunakan logika alternatif,
menyampingkan perasaan negatif dan mengedepankan tindakan
produktif.

Buzzanell (2018) mengidentifikasikan ketahanan sebagai


berikut:

1. Menyusun kenormalan baru

13
Membuat kenormalan melibatkan bahasa dan rutinitas, interaksi
dan ritual, mendongeng, dan membuat cerita yang dilakukan untuk
membangun kenormalan baru yang mengintergrasikan kerugian.
2. Menyampingkan perasaan negatif sambal mengedepankan tindakan
produktif
Dalam mewujudkan ketahanan perlu mengedepankan tindakan
produktif dan menyampingkan perasaan negatif. Dalam hal ini
seseorang perlu mengedepankan komunikasi yang positif untuk
pengambilan keputusan secara sadar dan dengan dukungan orang
lain. Ketika menghadapi stresor, perempuan berjuang untuk
mempertahankan dan mengatasi ketegangan penilaian karir dan
perawatan, pekerjaan dan perhatian relasional, pengalaman sehari-
hari, dan metrik eksternal produktivitas, dan fokus dan
keseimbangan. Perempuan-perempuan ini tidak menekan,
menyangkal, atau sekadar mengatasinya, sebagai gantinya mereka
mewujudkan kontradiksi, frustasi, dan berkabung atas diri mereka
(untuk sementara) yang hilang di tengah-tengah pengasuhan dan
prioritas karir.
3. Menegaskan jangkar identitas
Jangkar identitas adalah kelompok identitas sudah bertahan lama di
mana individu, keluarga atau anggota masyarkat menjelaskan
tentang siapa diri mereka untuk mereka sendiri dan untuk
hubungannya dengan orang lain. Dengan menegaskan jangkar
identitas maka seseorang akan melakukan sesuatu yang berarti bagi
mereka di saat mengalami kesulitan.
4. Memelihara dan menggunakan komunikasi jaringan
Dengan memelihara dan menggunakan jaringan komunikasi akan
memungkingkan seseorang untuk mempererat hubungan mereka
dengan orang lain melalui proses komunikasi tatap muka dan
komunikasi melalui media sosial. Karena, titik awal ketahanan
adalah gangguan, ketika mengalami kesulilitan seseorang biasanya
langsung bertujuan untuk memahami apa yang terjadi dan menilai
situasi mereka sambil menstabilkan hubungan mereka dengan

14
keluarga atau lingkungan sekitarnya sebelum memperluas jaringan
dan mepertimbangkan transformasi, Dengan demikian, memelihara
dan menggunakan jaringan komunikasi dapat membantu menyusun
kenormalan, mengedepankan tindakan produktif, penegasan
jangkar identitas, dan terlibat dengan alternatif logika,
5. Menerapkan logika alternatif
Dengan menerapkan logika alternatif akan timbul akan yang sehat
di mana pola atau rutinitas respons yang benar akan menggagalkan
gangguan. Dengan memanfaatkan sumber daya diskursif dan
material akan menyusun peran keluarga. Memperkaya jangkar
identitas, dan mencari tindakan produktif untuk bereaksi terhadap
aspek kontekstual yang mereka rasakan menuju kenormalan yang
baru.

2.1.2.4 Peran Komunikasi dalam Membangun Ketahanan Keluarga

Menurut Buzzanell (2018) komunikasi dipandang sebagai


konstitutif dari ketahanan, dengan melakukan interaksi seseorang akan
menciptakan, mempertahankan, menolak, dan memodifikasi proses
adaptif dan transformatif dalam konteks tertentu. Proses ketahanan
tergantung pada individu dan budayanya, karena bahasa dan
komunikasi dapat membentuk hubungan, nilai, struktur, dan kebijakan
pada berbagai tingkatan dan konteks komunikasi.
Pada intinya, komunikasi dapat membangun ketahanan
keluarga dengan memanfaatkan kekuatan cerita, hubungan, dan
kreativitas yang dibangun sebuah keluarga. Melalui proses komunikatif
maka akan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menciptakan
kenormalan baru yang dapat membangun ketahanan keluarga, karena
ketahanan manusia dapat dibangun secara interaktif melalui lima proses
yaitu menyusun kenormalan, mengedepankan tindakan produktif
sambil melatarbelakangi perasaan negatif, menegaskan jangkar
identitas, memelihara dan menggunakan komunikasi jaringan, dan
menerapkan logika alternatif (Buzzanell, 2018).

15
2.1.3 Retardasi Mental
2.1.3.1 Pengertian Anak Retardasi mental

Retardasi mental adalah berkurangnya kemampuan kognitif


yakni perbedaan dalam kecepatan dan efisiensi seseorang dalam
memperoleh, mengingat, dan menggunakan pengetahuan baru
dibandingkan dengan orang-orang normal lainnya (Shree & Shukla,
2016). AAIDD (dalam membagi tingkat keparahan intelltual disability
menjadi empat kategori yaitu mild (IQ 55-69), moderate (IQ 36-51),
severe (IQ 20-35), dan profoud (IQ <20).
Sedangkan Kasih (Kasih, 2019) mendefinisikan retardasi
mental sebagai ketidakmampuan intelegensi yang ditandai dengan
keterbatasan fungsi intelektual dan perilaku adaptif. Retardasi mental
terdiri dari tiga fitur utama. Pertama, perkembangan kognitif yang
buruk, biasanya anak dengan intellectual disability mempunyai skor
kurang dari 70 pada tes intelegensi. Kedua, penurunan fungsi adaptif,
yaitu kurangnya kemampuan seseorang untuk mandiri dalam
menyelesaikan tugas. Ketiga, gangguan intellectual disability dialami
sebelum usia 18 tahun.

2.1.3.2 Jenis Anak Retardasi Mental

Dalam upaya untuk menentukan kemungkinan penyebab biologis


dalam individu dibagi menjadi berikut (Shree & Shukla, 2016):
1. Chromosomal abnormality, yaitu kelainan kromoson yang ditandai
dengan ciri-ciri fisik yang khas, umumnya penderita jenis ini
memiliki kecacatan intelektual ringan sampai sedang, dan lebih
rentang dialami oleh laki-laki. contoh dari chromosomal
abnormality adalah down syndrome dan Fragile X syndrome.
2. Metabolic disorders, yaitu kecacatan yang diakibatkan oleh
kesalahan metabolisme bawaan, sifat resestif, contoh dari metabolic
disorders adalah Pnenylketonuria (PKU).
3. Material infections, yaitu kecacatan yang diakibatkan oleh
gangguan pada saat trimester kehamilan sehingga menyebabkan
16
konsekuensi yang parah. Contohnya adalah Rubella (German
measles).
4. Environmental conditions, yaitu kecacatan intelektual ringan
hingga sedang dengan deformitas fisik secara bersamaan.
Contohnya adalah fetal alcohol syndrome.
5. Gestalitonal disorders, yaitu kecatatan yang diakibatkan karena
bayi yang mengalami masalah serius sejak lahir. Penderita ini
biasanya mengamai masalah dalam belajar sensorik atau gangguan
lainnya. Biasanya, hal ini sering terjadi pada ibu yang hidup dalam
kemiskinan, remaja atau wanita yang terlibat dalam penyalagunaan
zat. Contohnya adalah low birth weight/ prematurity.
6. Neonatal complications, yaitu kecacatan intelektual yang
disebabkan karena faktor rumit kelahiran sehingga
perkembangannya mengalami penundaan. Contohnya adalah
anoxia (oxygen deprivation), birth trauma, breach presentation,
dan prolonged delivery.
7. Infections and intoxicants, yaitu kecatatan yang diakibatkan oleh
infeksi virus yang menyebakan kerusakan pada penutup otak-
meninges, dapat disebabkan juga oleh penyakit khas masa kana-
kanak seperti cacar air atau gondongan, contohnya adalah
meningitis. Kemudian, bayi atau balita yang tinggal di panti atau
daerah kemiskinan dengan timah atau cat sehinga menyebabkan
kejang, kerusakan saraf pusat dan kerusakan otak. Contohnya
adalah lead poisoning.
8. Environmental factors, yaitu kecacatan intelektual ringan seperti
kesulitan belajar. Contohnya adalah malnutrition environmental
deprivation dan child abuse.

2.2 Penelitian Terdahulu

Peneliti mencari beberapa referensi untuk dijadikannya bahan acuan. Maka


dari itu, peneliti mencantumkan lima skripsi terdahulu, lima jurnal nasional, lima
jurnal international yang berkaitan dengan judul penelitian yang diambil oleh
peneliti. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang telah dirangkum oleh peneliti:

17
Tabel 2. 1 Skripsi Terdahulu

Skripsi Terdahulu 1
Judul Resiliensi Orang Tua Terhadap Kematian Anak (Studi Kasus
Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas di Desa Air Napal Kecamatan
Air Napal Kabupaten Bengkulu Utara)
Penulis Lela Martini
Tahun 2021
Sumber http://repository.iainbengkulu.ac.id/
Hasil Hasil menunjukan bahwa orang tua yang mengalami kematian
anak dapat membangun ketahananannya melalui tujuh aspek
yaitu aspek optimisme, analisis penyebab masalah, empati,
efikasi diri, pencapaian regulasi emosi dan pengendalian impuls.

Skripsi Terdahulu 2
Judul Peran Keluarga Dalam Mempertahankan Rumah Tangga
Pasangan Tunagrahita (Studi Kasus di Desa Raman Aji
Kecamatan Raman Utara)
Penulis Riza Restia
Tahun 2020
Sumber https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/3631/
Hasil Hasil penelitian ini menunjukan bahwa untuk membentuk
ketahanan keluarga diperlukan kerja sama yang baik antara
suami dan istri serta peran keluarga yang kuat.

Skripsi Terdahulu 3
Judul Metode Pasangan Suami Istri Yang Belum Memiiliki Keturunan
Dalam Upaya Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga (Studi
di Gampong Coet Matang Trienggadeng Pidie Jaya)
Penulis Sri Deva Mahdalena
Tahun 2019
Sumber https://repository.ar-raniry.ac.id/

18
Hasil Hasil menunjukan bahwa tetap bersabar dan bersyukur atas apa
yang Allah kehendaki untuk mereka dan yakin suatu saat akan
diberikan keturunan yang baik, juga menghabiskan waktu
dengan berekreasi bersama dan mencari nafkah bersama
membantu pasangan dalam mempertahankan keluarganya.

Skripsi Terdahulu 4
Judul Resiliensi Keluarga Pada Keluarga Yang Memiliki Anak Down
Syndrome
Penulis Hilmi Kurnia Fatimah
Tahun 2019
Sumber http://repository.unj.ac.id/
Hasil Hasil menunjukan bahwa ketahanan keluarga dipengaruhi oleh
keyakinan dan pola organisasi dalam keluarga.

Skripsi Terdahulu 5
Judul Family Resilience Pada Keluarga Yang Memiliki Anak Dengan
Hidrosefalus
Penulis Risha Nawangsari Basuki
Tahun 2017
Sumber http://repository.ump.ac.id/
Hasil Hasil menunjukan bahwa ketahanan keluarga dapat dibangun
dengan keyakinan, pola organisasi, dan proses komunikasi.

Skripsi terdahulu yang pertama berjudul “Resiliensi Orang Tua Terhadap


Kematian Anak (Studi Kasus Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas di Desa Air Napal
Kecamatan Air Napal Kabupaten Bengkulu Utara)” oleh Lela Martini. Letak
perbedaan dengan penelitian peneliti adalah penelitian ini memfokuskan pada
ketahanan orang tua yang dilihat dari tujuh aspek yaitu aspek optimisme, analisis
penyebab masalah, empati, efikasi diri, pencapaian regulasi emosi dan
pengendalian impuls. Pada aspek regulasi emosi sifat sabar, ikhlas dan

19
mendekatkan diri kepada Allah, kemudian pada aspek pengendalian impuls
ketahanan dapat dibangun karena orang tua tidak membutuhkan waktu lama untuk
beradaptasi, lalu pada aspek optimisme orang tua memiliki harapan akan masa
depan, selanjutnya pada aspek analisis penyebab masalah orang tua dapat
mengidentifikasi masalah dan lingkungan sekitar, lalu aspek efikasi diri di mana
orang tua memiliki keyakinan untuk memecahkan masalah dan merealisasikan
masa depan yang baik, dan yang terakhir aspek pencapaian orang tua memiliki
cara dalam menyelesaikan masalah dan mampu mengambil hikmah yang
membantu orang tua dalam membangun ketahanannya. Sedangkan penelitian
peneliti berfokus pada komunikasi orang tua anak retardasi mental dalam
membangun ketahanan keluarganya dengan menggunakan lima aspek dari teori
komunikasi ketahanan oleh Buzzanell., namun penelitian ini sama-sama bertujuan
untuk membangun ketahanan keluarga.

Skripsi terdahulu kedua berjudul “Peran Keluarga Dalam Mempertahankan


Rumah Tangga Pasangan Tunagrahita (Studi Kasus di Desa Raman Aji Kecamatan
Raman Utara)” oleh Riza restia. Letak perbedaannya adalah penelitian berfokus
pada peran keluarga yaitu peran bilogis, peran edukatif, peran religious, peran
produktif, peran sosialiasi, peran rekreatif, dan peran ekonomid sebagai indikator
dalam membangun ketahanan keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa kerja
sama yang baik antara suami dan istri sangat kuat peranannya untuk mewujudukan
ketahanan keluarga. Sedangkan penelitian peneliti berfokus pada komunikasi
orang tua anak retardasi mental dalam membangun ketahanan keluarganya dengan
menggunakan lima aspek dari teori komunikasi ketahanan oleh Buzzanell Namun,
penelitian ini sama-sama bertujuan untuk membangun ketahanan keluarga.
Skripsi terdahulu ketiga berjudul “Metode Pasangan Suami Istri Yang Belum
Memiiliki Keturunan Dalam Upaya Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga
(Studi di Gampong Coet Matang Trienggadeng Pidie Jaya” oleh Sri Deva
Mahdalena. Letak perbedaan dengan penelitian peneliti adalah penelitian ini
melihat ketahanan keluarga yang diperoleh dari pandangan suami istri menyangkut
keharmonisan rumah tangga (selalu damai, tentram, seluruh keluarga merasa
bahagia dan kebutuhan keluarga terpenuhi), faktor yang menyebabkan keutuhan
(saling mengalah, saling mengerti dan memahami, secara eksternal lingkungan
keluarga yang selalu memberi nasihat agar selalu baik dan rukun, masalah ekonomi
20
tidak dijadikan masalah, saling menerima dan bersyukur), dan cara pasangan
dalam mengatasi disharmonisasi akibat ketiadaan keturunan (sabar, bersyukur atas
apa yang dikehendak Allah dan yakin suatu saat akan diberkan keturunan yang
baik) merupakan hal-hal yang dapat membangun ketahanan keluarga. Sedangkan
peneliti berfokus pada komunikasi orang tua dalam membangun ketahanan dengan
teori komunikasi ketahanan Buzzanell. Namun, penelitian ini sama-sama bertujuan
untuk membangun ketahanan keluarga sehingga dapat menjadi bahan rujukan bagi
peneliti.
Skripsi terdahulu keempat berjudul “Resiliensi Keluarga Pada Keluarga Yang
Memiliki Anak Down Syndrome” oleh Hilmi Kurnia Fatimah. Penelitian ini
membahas bagaimana orang tua anak dengan disabilitas membangun ketahanan
keluarga dengan menghubungkan family resilience dengan gratitude. Letak
perbedaan dengan penelitian peneliti adalah penelitian ini berfokus pada
keyakinan dan pola organisasi orang tua dengan anak down syndrome dalam
membangun ketahanan keluarga, sedangkan peneliti berfokus pada komunikasi
orang tua dalam membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental. Namun,
penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan karena sama-sama membahas
ketahanan keluarga pada orang tua dengan anak disabilitas.
Skripsi terdahulu kelima berjudul “Family Resilience Pada Keluarga Yang
Memiliki Anak Dengan Hidrosefalus” oeh Risha Nawangsari Basuki. Letak
perbedaan dengan penelitian peneliti adalah penelitian ini berfokus pada sistem
keyakinan, pola organisasi, dan proses komunikasi sebagai aspek dalam
membangun ketahanan keluarga. Hasil menunjukan sistem keyakinan dengan
bersyukur, mempunyai harapan positif untuk masa depan anak, dan menerima
kondisi anak, lalu aspek pola organiasi yaitu saling menenangkan dan saling
mendukung dalam merawat anak, serta adanya dukungan moril dan material dari
keluarga, kemudian aspek proses komunikasi dengan mengungkapkan emosi
secara terbuka dan selalu membabahas permasalahan keluarga, menyampaikan
keinginan dan pendapat mengontrol emosi dan membahas permasalah bersama
dapat membantu orang tua dalam mempertahankan keluarganya. Sedangkan
peneliti berfokus pada komunikasi orang tua dalam membangun ketahanan
keluarga anak retardasi mental dengan menggunakan teori komunikasi ketahanan.

21
Namun, penelitian ini sama-sama bertujuan untuk membangun ketahanan
keluarga.

Tabel 2. 2 Jurnal Nasional Terdahulu

Jurnal Nasional Terdahulu 1


Judul Peran Komunikasi Orang Tua-Anak Dalam Proses Pemulihan
Trauma Bencana Alam Tsunami Selat Sunda Di Daerah Pesisir
Pandeglang
Penulis Nanda Rainardo Hidayat, Maulana Rezi
Tahun 2021
Sumber https://openlibrarypublications.telkomuniversity.ac.id/
Hasil Hasil penelitian ini menunjukan keempat proses yang ada di
dalam CTR diterapkan oleh orangtua kepada anak yaitu fokus
pada proses komunikasi yang sedang berlangsung, menempatkan
rasa ketahanan pada hubungan interaksi, fokus untuk bangkit
kembali, meyakini adanya manfaat dan cara dalam membentuk
ketahanan diri. Pada akhirnya komunikasi dapat membantu
menurunkan dampak trauma anak akibat bencana tsunami selat
sunda di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

Jurnal Nasional Terdahulu 2


Judul Pendekatan Komunikasi Resiliensi: Meredam Perkembangan
Covid-19 Pada Klaster Keluarga
Penulis Euis Nurul Bahriyah, Ahmad Sururi Afif, Resman Muharul T
Tahun 2020
Sumber https://digilib.esaunggul.ac.id/pendekatan-komunikasi-
resiliensi-meredam-perkembangan-covid19-pada-klaster-
keluarga-18775.html

Hasil Hasil menunjukan bahwa dibutuhkan komunikasi resiliensi yang


baik dari setiap anggota keluarga berupa dukungan, perubahan,

22
sikap, dan perilaku anggota keluarga dalam menghadapi
perubahan yang diakibat oleh pandemi Covid-19.

Jurnal Nasional Terdahulu 3


Judul Resiliensi Pada Keluarga Sebagai Caregiver Pasien Skizofrenia
Dengan Kekambuhan
Penulis Chandra Tri Rukmini, Muhammad Syafiq
Tahun 2019
Sumber https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/2836
0/25940
Hasil Hasil menunjukan dalam membangun ketahanan keluarga subjek
berusaha untuk mengatasi kesulitan sebagai bentuk resiliensi.
Keyakinan dari dalam diri, dukungan sosial yang didapatkan akan
mempengaruhi kemampuan resiliensi.

Jurnal Nasional Terdahulu 4


Judul Resiliensi Pada Keluarga Yang Mempunyai Anak Disabilitas
Penulis Esti Widya Rahayu
Tahun 2019
Sumber https://psikovidya.wisnuwardhana.ac.id
Hasil Hasil menunjukkan bahwa resiliensi berperan sebagai faktor
pelindung keluarga dalam beradaptasi dan menghadapi anak
disabilitas pada kehidupan sehari-hari.

Jurnal Nasional Terdahulu 5


Judul Problematika Yang Dihadapi Keluarga Dari Anak Dengan
Intellectual Disability (Studi Etnografi)
Penulis Lidanial
Tahun 2014
Sumber https://ejournal.upi.edu/index.php/JER/article/view/3125

23
Hasil Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masalah yang dihadapi
oleh keluarga dengan retardasi mental adalah persepsi atau
intervensi yang salah terhadap anak dengan Intellectual disability,
proses menuju penerimaan yang sulit karena kehadiran anak
dengan Intellectual Disability di tengah-tengah keluarga
memunculkan berbagai dampak negatif dan positif, baik secara
personal, secara interpersonal dalam satu keluarga, maupun
secara interaksional keluarga dengan lingkungan sekitar, dan
mayoritas keluarga berharap anak mengalami kesembuhan atau
menjadi normal.

Jurnal nasional terdahulu pertama berjudul “Peran Komunikasi Orang Tua-


Anak Dalam Proses Pemulihan Trauma Bencana Alam Tsunami Selat Sunda Di
Daerah Pesisir Pandeglang” oleh Nanda Rainardo Hidayat dan Maulana Rezi.
Penelitian ini menemukan bahwa fokus pada proses komunikatif, menempatkan
resiliensi pada hubungan interaksi di dalam keluarga, fokus pada ketidak mapuan
untuk berusaha bangkit,dan mempercayai adanya upaya khusus untuk membentuk
resiliensi membantu menurunkan trauma pada anak dan mengembalikan
semuanya menjadi normal. Penelitian ini dapat menjadi rujukan karena sama-
sama meneliti keluarga yang pernah mengalami gangguan atau kesulitan yang
mempengaruhi ketahanan keluarga dan sama-sama membahas komunikasi
sebagai strategi untuk mengembalikan keadaan menjadi normal pasca bencana.
Namun terdapat perbedaan dengan penelitian peneliti di mana penelitian ini
berfokus pada peran komunikasi orangtua dengan anak untuk menurunkan
dampak trauma akibat bencana tsunami selat sunda di daerah pesisir Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dengan menggunakan teori komunikasi ketahanan
(CTR) oleh Buzzanell tahun 2010, sedangkan penelitian peneliti berfokus pada
komunikasi orang tua anak retardasi mental dalam membangun ketahanan
keluarganya menggunakan teori komunikasi ketahanan (CTR) oleh Buzzanell
tahun 2018.
Jurnal nasional terdahulu kedua berjudul “Pendekatan Komunikasi Resiliensi:
Meredam Perkembangan Covid-19 Pada Klaster Keluarga” Oleh Euis Nurul
24
Bahriyah, Ahmad Sururi, dan Resman Muharul. Penelitian ini sama-sama
membahas tentang peran komunikasi dalam membangun ketahanan keluarga oleh
P.Buzzanell. Penelitian ini dapat menjadi rujukan karena memiliki kesamaan teori
yang digunakan sehingga dapat dibandingkan hasilnya untuk melengkapi teori
tentang komunikasi ketahanan keluarga, namun penelitian ini memiliki perbedaan
sampel dengan penelitian peneliti sehingga dapat dieksplorasi lebih lanjut.
Jurnal nasional terdahulu ketiga berjudul “Resiliensi Pada Keluarga Sebagai
Caregiver Pasien Skizofrenia Dengan Kekambuhan” oleh Chandra Tri Rukmini,
Muhammad Syafiq. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan
komunikasi sebagai indikator membangun ketahanan keluarga, penelitian ini
menyebutkan bahwa kekuatan diri sendiri dan dukungan sosial dapat membangun
ketahanan keluarga. Letak perbedaan dari penelitian peneliti, penelitian ini
berfokus pada ketahanan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan
skizofrenia, sedangkan peneliti berfokus pada komunikasi orang tua dalam
membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental. Namun, penelitian ini
dapat menjadi bahan rujukan karena sama-sama membahas ketahanan keluarga.
Jurnal nasional terdahulu keempat berjudul “Resiliensi Pada Keluarga Yang
Mempunyai Anak Disabilitas” oleh Esti Widya Rahayu. Penelitian ini menemukan
bahwa resiliensi pada keluarga merupakan hal yang penting bagi kelangsungan
hidup anak-anak disabilitas, faktor yang mempengaruhi resiliensi pada keluarga
adalah keagamaan, locus of control, koping, keberfungsian keluarga, komunikasi
antar anggota, kesadaran diri dan dukungan sosial. Terdapat perbedaan dengan
peneliti yaitu pada fokus penelitiannya peneliti akan mengkaji komunikasi orang
tua dalam membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental.
Jurnal nasional terdahulu kelima berjudul “Problematika Yang Dihadapi
Keluarga Dari Anak Dengan Intellectual Disability (Studio Etnografi)” oleh
Lidanial. Penelitian ini sama-sama membahas masalah yang dihadapi oleh
keluarga dengan retardasi mental yang dapat mempengaruhi ketahanan keluarga.
Sehingga dapat dieksplorasi lebih lanjut agar problematika pada keluarga dengan
anak disabilitas tersebut dapat teratasi, namun terdapat perbedaan karena peneliti
lebih berfokus pada komunikasi yang berperan dalam mengatasi permasalahan
keluarga dengan anak retardasi mental.

25
Tabel 2. 3 Jurnal Internasional Terdahulu

Jurnal Internasional Terdahulu 1


Judul Family resilience: a developmental systems framework
Penulis Froma Walsh
Tahun 2016
Sumber https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17405629.2016.1
154035
Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa untuk membangun ketahanan
keluarga diperlukan sembilan kunci yaitu membuat makna dari
kesulitan, pandangan positif, transendensi dan spiritualitas,
fleksibel, keterhubungan, memobilisasi sumber daya sosial dan
ekonomi, kejelasan, berbagi emosional terbuka, dan pemecahan
masalah kolaboratif.

Jurnal Internasional Terdahulu 2


Judul Challenges in building child and family resilience after disasters
Penulis Joy D. Osofsky & Howard J. Osofsky
Tahun 2018
Sumber https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10522158.2018.1
427644?journalCode=wfsw20
Hasil Hasil menunjukan bahwa memang sebagian besar anak
menunjukan ketahanan psikososial setelah bencana namun tetap
diperlukannya pendekatan partisipatif dalam pembentukan
layanan pendukung, ketahanan individu dan komunitas untuk
mendukung pemulihan secara keseluruhan.

26
Jurnal Internasional Terdahulu 3
Judul The resilience of parents who have children with autism spectrum
disorder in China: a social culture perspective
Penulis Meiju Zhao & Wangqian Fu
Tahun 2020
Sumber https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/20473869.2020.1
747761
Hasil Hasil menunjukan bahwa ketahanan keluarga terbentuk dari
interaksi antara sistem sosial yang berbeda termasuk intropeksi
dan kultivasi diri, penerimaan anak dengan gangguan spektrum
autism, dan berbagi peran untuk anaknya, serta memperluas
jaringan sosial. Orang tua harus dapat membangun hubungan
positif dengan diri sendiri dan orang lain melalui interaksi yang
aktif dan mengubah lingkungan sosial untuk membangun
ketahanan keluarga.

Jurnal Internasional Terdahulu 4


Judul Family Protective Factors as The Basis for Helping Children
With Special Needs Increasing Resilience
Penulis Wiwin Hendriani
Tahun 2017
Sumber https://ijds.ub.ac.id/index.php/ijds/article/view/54
Hasil Hasil penelitian ini menunjukan faktor-faktor untuk membangun
ketahanan keluarga dapat dibangun melalui kemandirian
keluarga, kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi masalah,
kegigihan, komunikasi positif, kebersamaan dan dukungan antar
keluarga, dukungan sosial, keaktifan dalam mengakses informasi
dan keterbukaan terhadap perubahan situasional dan kesamaan
respon positif antar orang tua.

27
Jurnal Internasional Terdahulu 5

Judul Family Communication and Resilience


Penulis Jennifer A. Theiss
Tahun 2018
Sumber /https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00909882.2018.1
426706
Hasil Hasil menunjukan bahwa komunikasi memegang peranan penting
dalam mensosialisasikan anak untuk menjadi adaptif secara
emosional dan perilaku melalui pola asuh yang responsif dan
pembinaan emosi yang efektif.

Jurnal international terdahulu pertama berjudul “Family resilience: a


developmental systems framework” oleh Froma Walsh. Penelitian ini berfokus
pada gambaran singkat tentang kerangka konseptual keluarga yang berdasar pada
orientasi sistem perkembangan multi-level. Dalam penelitian ini membahas bahwa
ketahanan keluarga mengacu pada sistem fungsional yang dipengaruhi oleh
peristiwa menegangkan dan konteks sosial yang pada akhirnya mengadaptasi
keluarga menjadi lebih positif dan memperkuat kesatuan keluarga. Hal ini bisa
menjadi bahan eksplorasi di mana penelitian peneliti juga menggunakan subjek
yaitu orang tua anak dengan retardasi mental sehingga bisa menjadi bahan rujukan
bagaimana membangun ketahanan keluarga dengan peristiwa yang menegangkan.
Letak perbedaan dengan penelitian peneliti adalah penelitian ini berfokus pada
tingkat analisis sistem ketahanan keluarga berdasarkan pada perspektif ekosistem
dan perkembangan, sedangkan peneliti berfokus pada peran komunikasi dalam
membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental. Namun, penelitian ini
sama-sama bertujuan untuk membangun ketahanan keluarga.
Jurnal international terdahulu kedua berjudul “Challenges in building child and
family resilience after disasters” oleh Joy D. Osofsky & Howard J. Osofsky.
Penelitian ini membahas tentang cara-cara untuk mendukung resiliensi keluarga
pada anak-anak dan remaja akibat bencana besar dengan mempertimbangkan
adaptasi terhadap ancaman dan infrastuktur sosial di masyarakat. Penelitian ini

28
bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai gejala stress pasca trauma
pada anak-anak dan bagaimana memulihkannya kembali dengan teori ketahanan.
Dari penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan untuk peneliti bagaimana
membangun ketahanan keluarga dalam peristiwa yang menegangkan. Penelitian
ini sama-sama membahas ketahanan keluarga, namun fokus penelitian ini pada
anak-anak korban bencana sedangkan peneliti berfokus pada komunikasi orang
tua anak retardasi mental dalam membangun ketahanan keluarga.
Jurnal International terdahulu ketiga berjudul “The resilience of parents who
have children with autism spectrum disorder in China: a social culture
perspective” oleh Meiju Zhao & Wangqian Fu. Penelitian ini membahas
bagaimana orang tua anak dengan gangguan spektrum autisme membangun
ketahanan keluarga. Letak perbedaan dengan penelitian peneliti adalah penelitian
ini berfokus pada orang tua anak dengan gangguan spektrum autism untuk
membangun ketahanan, sedangkan peneliti berfokus pada komunikasi orangtua
dalam membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental. Namun, penelitian
ini sama-sama bertujuan untuk membangun ketahanan keluarga dan dapat menjadi
bahan rujukan karena sama-sama membahas interaksi di dalam keluarga untuk
membangun ketahanan.
Jurnal International terdahulu keempat berjudul “Family Protective Factors as The
Basis for Helping Children With Special Needs Increasing Resilience” oleh Wiwin
Hendriani. Penelitian ini memfokuskan kemandirian keluarga, kesabaran dan
keikhlasan dalam menghadapi masalah, kegigihan, komunikasi positif,
kebersamaan dan dukungan antar keluarga, dukungan sosial, keaktifan dalam
mengakses informasi dan keterbukaan terhadap perubahan situasional dan
kesamaan respon positif antar orang tua sebagai indikator ketahanan. Dari hasil
tersebut dikatakan salah satunya komunikasi dapat membangun ketahanan yaitu
dengan berbagi, berdiskusi, dan membuat solusi bersama dalam menghadapi
masalah yang dihadapi keluarga, hal ini dapat menjadi rujukan karena peneliti akan
membahas komunikasi orang tua sebagai faktor untuk membangun ketahanan
keluarga, namun tetap terdapat perbedaan dengan peneliti yaitu pada fokus
penelitiannya peneliti akan mengkaji komunikasi orang tua dalam membangun
ketahanan keluarga anak retardasi mental.

29
Dan yang terakhir, jurnal international terdahulu kelima berjudul “Family
Communication and Resilience” oleh Jennifer A. Theiss. Dari penelitian ini dapat
diketahui bahwa stuktur keluarga dan proses komunikasi sangat penting untuk
menumbuhkan individu dan sistem untuk menghadapi kesulitan. Letak perbedaan
dengan penelitian peneliti adalah penelitian ini berfokus pada komunikasi dan
sistem keluarga sebagai indikator membangun ketahanan melalui pemahaman
naratif dan komunal koping, sedangkan peneliti berfokus pada komunikasi
orangtua dalam membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental dengan
menggunakan teori komunikasi ketahanan. Namun, penelitian ini dapat dijadikan
bahan eksplorasi karena sama-sama membahas komunikasi sebagai indikator
ketahanan keluarga.

2.3 Kerangka Pemikiran

Peneliti membuat kerangka pemikiran agar penelitian ini dapat lebih jelas,
terarah dan mudah dipahami. Berdasarkan pada latar belakang masalah yang
sudah dipaparkan sebelumnya, peneliti menuliskan bahwa ada banyak tantangan
yang dihadapi oleh orang tua anak retardasi mental dalam membangun ketahanan
keluarganya. Dalam hal ini orang tua berupaya menerapkan komunikasi keluarga
sebagai fungsi keluarga untuk membangun ketahanan keluarganya.

Untuk lebih mengetahui komunikasi orang tua dalam membangun ketahanan


keluarga anak dengan retardasi mental, teori komunikasi ketahanan dapat
digunakan untuk menjelaskan bagaimana komunikasi dapat membangun
ketahanan keluarga melalui lima proses yaitu menyusun kenormalan baru,
mengedepankan tindakan produktif sambil melatarbelakangi perasaan negatif,
menegaskan jangkar identitas, memelihara dan menggunakan komunikasi
jaringan, dan menerapkan logika alternatif. Berdasarkan alur tersebut, peneliti
merumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:

30
Keluarga Anak Retardasi Mental

Orang Tua
(Ayah dan Ibu)

Communication Theory of
Resilience (Buzzanell, 2018)

Menyusun Menyampingkan Menegaskan Memelihara dan Menerapkan


kenormalan perasaan negatif jangkar menggunakan logika
baru dan identitas jaringan alternatif
mengedepankan komunikasi
tindakan

Komunikasi Orang Tua Dalam Membangun Ketahanan


Keluarga
Anak Retardasi Mental
Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran

31
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Jenis Penelitian

3.1.1 Paradigma Penelitian


Pada penelitian ini peneliti menggunakan paradigma interpretif.
Menurut Sarantakos (dalam Manzilati, 2017) paradigma interpretif adalah
paradigma yang bertujuan untuk memahami perilaku manusia. Paradigma ini
memberikan penekanan kepada Bahasa, interpretasi dan pemahaman. Secara
ringkas ciri paradigma interpretif adalah (Manzilati, 2017):

1. Realitas sosial bersifat subjektif, diciptakan, dan ditafsirkan

2. Hakikat manusia adalah pencipta dunianya, memberikan makna pada


dunia, tidak terikat pada hukum eksternal, dan menciptakan sistem
makna

3. Ilmu pengetahuan pada paradigma ini hanya “common sense”, induktif,


menemukan pada makna, dan menggantungkan diri pada interpretasi.

4. Tujuan penelitian untuk menafsirkan dunia, memahami kehidupan


sosial, menekankan makna, dan pemahaman

Peneliti menggunakan paradigma interpretif karena para orang tua akan


menafsirkan komunikasi mereka sebagai orang tua anak retardasi mental
dalam mempertahankan keluarganya. Sehingga peneliti harus memahami
pengalaman apa saja yang sudah dilakukan setiap orang tua anak retardasi
mental dalam mempertahanakan keluarganya.

3.1.2 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut
Creswell (dalam Raco, 2018) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
mengeksplorasi dan memahami makna individu atau kelompok melalui
pendekatan yang berkaitan dengan masalah manusia.

Pada penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan


pendekatan fenomenologi. Penelitian fenomonologi diterapkan dengan

32
tujuan untuk mencari hakikat dari pengalaman seseorang, dalam hal ini
peneliti harus menyampingkan gagasan dan asumsinya untuk sementara dan
mengutamakan partisipan untuk mengungkapkan pengalamannya, peneliti
juga harus memahami konteks pengalaman partisipan sehingga nantinya
diperoleh penafsiran dari pengalaman tersebut dan dapat menghasilkan
suatu teori baru, khusus, dan unik (Raco, 2018). Maka dari itu, tujuan dari
peneliti fenomenologi adalah untuk menggambarkan makna atau penafsiran
baru dari pengalaman.

Fenomologi yang digunakan pada penelitian ini adalah fenomenologi


Husserl. Fenomenologi Husserl (Asih, 2005) meyakini bahwa fenomena
hanya dialami oleh manusia yang mengalami kejadiannya secara langsung,
sehingga untuk memahami sebuah fenomena seseorang harus mengamati
secara langsung melalui orang yang secara langsung mengalaminya.
Langkah-langkah penelitian dengan menggunakan fenomenologi Husserl
(dalam Asih, 2005) adalah sebagai berikut:

1. Menentukan fenomena yang ingin diteliti dan peran peneliti


dalam penelitian tersebut. Sebagai peneliti harus mampu
mentransformasikan data yang berasal dari partisipan
menjadi gembaran yang murni dan utuh dari fenomena.
2. Pengumpulan data meliputi proses pemilhan partisipan atau
sampel dan metode pengumpulan data. Pada umumnya,
fenomenologi menggunakan Teknik purposes samping, di
mana seseorang yang mempunyai pengalaman yang sesuai
dengan fenomena yang sedang diteliti berhak menjadi
partisipan. Teknik pengumpulan data yang sering
digunakan adalah wawancara.
3. Perlakuan dan Analisis data, prosedur analisis yan
dianggap cocok dan sesuai, seperti metode Colaizzi yang
meliputi membaca transkrip berulang-ulang untuk dapat
menyatu dengan data, mengekstrak pernyataan-pernyataan
spesifik, memformulasi makna dari pernyataan spesifik,
memformulasi tema dan kluster tema, memformulasi

33
deskripsi lengkap dari fenomena dan memvalidasi
deskripsi lengkap dengan cara memberikan deskripsi
kepada partisipan.
4. Studi literatur, yaitu melakukan studi literatur untuk
mengetahui hubungan dan posisi hasil penelitian terhadap
penelitian yang sudah ada sebelumnya.
5. Mempertahankan kebenaran hasil penelitian, pada
umumnya dalam penelitian kualitatif validitas dan
reliabilitas dikenal sebagai credibility, auditability, and
fittingness.
6. Pertimbangan etik yang harus diperhatikan adalah
pemberian informasi tentang sifat penelitian, keikutsertaan
yang bersifat sukarela, ijin untuk merekam interview,
kerahasiaan, identitas partisipan baik pada rekaman,
transkip, maupun pada deskripsi lengkap.

Alasan penggunaan metode fenomenolgi Husserl dikarenakan dalam


penelitian ini tujuannya adalah untuk memahami apa yang informan alami
dengan melihat makna dan arti yang dikembangkan dari pengalaman
tersebut.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLB Handayani Sukabumi Jl. Raya Karangtengah


No. 126, Karangtengah, Kec. Cibadak, Kab. Sukabumi Prov. Jawa Barat. Lokasi
tersebut dipilih karena setelah melakukan pra-riset, Guru di SLB Handayani yaitu
Bu Atus mengatakan bahwa di sekolah ini banyak orang tua yang mengalami
kesulitan ketika anak dengan retardasi mental hadir di kehidupan mereka.
Kesulitan dan konflik yang sering terjadi terutama dalam hal ekonomi dan
dukungan sosial. Kurangnya ekonomi keluarga dan rasa tanggung jawab orang tua
pada anak menyebabkan beberapa anak di SLB Handayani tidak diasuh
sebagaimana mestinya karena orang tua sibuk mementingkan pekerjaan, lalu ada
juga yang menitipkan anak kepada neneknya sehingga anak menjadi kurang
diperhatikan dan menyebabkan anak mengalami gangguan kesehatan sampai
dengan salah pergaulan, kurangnya dukungan sosial dan rasa malu ketika anak
34
lahir menyebabkan beberapa orang tua berakhir pada perceraian karena suami
tidak dapat menerima keadaan anak yang menyandang disabilitas sehingga
meninggalkan istri dan anaknya, kemudian terdapat pula orang tua yang
mengurung anaknya karena merasa malu dengan kondisi anak yang menyandang
disabilitas.

Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian SLB Handayani


Sukabumi
(Sumber: https://www.google.com/)
SLB Negeri Handayani adalah salah satu lembaga pendidikan Negeri yang
khusus melayani anak berkebutuhan khusus (ABK). Pada mulanya berdiri dengan
intruksi presiden tahun 1983 bernama Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), namun
pada perkembangannya pada tahun 2000 berubah status menjadi Sekolah Luar
Biasa (SLB) Negeri Handayani.

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah seseorang yang memberikan penjelasan tentang data


dan informasi yang telah diungkapkan (Siyoto & Sodik, 2015). Sedangkan objek
penelitian menurut Arikunto (dalam Siyoto & Sodik, 2015) adalah sesuatu yang
menjadi perhatian suatu penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua
yang mempunyai anak retardasi mental di SLB Handayani Sukabumi. Objek pada
penelitian ini adalah peran komunikasi pada orang tua yang mempunyai anak
retardasi mental sebagai alat untuk membangun ketahanan keluarga.

35
3.4 Unit Analisis Penelitian

Unit analisis merupakan sesuatu yang berkaitan dengan komponen


yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi komponen penelitian adalah
sebagai berikut:

Tabel 3. 1 Unit Analisis Penelitian

Unit Analisis Sub Analisis


1. Komunikasi dalam menyusun
kenormalan.
2. Komunikasi dalam mengedepankan
tindakan produktif.
Komunikasi dalam ketahanan
3. Komunikasi dalam identitas
keluarga
4. Komunikasi untuk memelihara dan
menggunakan komunikasi jaringan
5. Komunikasi untuk menerapkan
logika alternatif
(Sumber, Olahan Penulis, 2021)

3.5 Informan Penelitian

Informan penelitian adalah seseorang yang menguasai atau memahami sesuatu,


dan terlibat pada suatu peristiwa yang sedang diteliti (Sugiyono, 2013).
Pengambilan informan dalam penelitian ini berjumlah sepuluh orang informan
kunci. Jumlah informan ditentukan berdasarkan batas kejenuhan data, artinya jika
data yang diperoleh dari beberapa informan menunjukan tingkat kemiripan yang
tinggi maka peneliti memutuskan data sudah jenuh dan tidak perlu menambahkan
informan.

Informan kunci adalah narasumber yang mengalami pengalaman yang sesuai


dengan penelitian yang sedang diteliti. Maka informan mengetahui secara
mendalam konflik yang terjadi untuk menjawab permasalahan penelitian ini.
Terdapat informan kunci yang sesuai dengan kriteria peneliti yaitu:

36
1. Orang tua yang memiliki anak didiagnosis penyandang
retardasi mental.
2. Orang tua masih berstatus sebagai suami istri.
3. Anak bersekolah di SLB Handayani Sukabumi.
4. Berdomisili tinggal di Sukabumi.

Berikut adalah demografis informan dalam bentuk tabel:

Tabel 3. 2 Informan Penelitian

Orang Tua
Nama Usia Pekerjaan Nama Usia Pekerjaan
Suami Istri
Pak Deni 47 PNS Bu Siti 49 IRT
Salma
Pak 49 Security Bu Yuni 49 IRT
Lukman
Pak Saeful 55 Pensiun Bu Yani 49 PNS
wartawan
Pak Adam 53 Pedagang Bu 49 IRT
Dedeh
Pak Iwan 49 Security Bu Mita 34 IRT

3.6 Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Menurut Patton (dalam Raco, 2018) mengungkapkan bahwa data kualitatif


terbagi menjadi tiga jenis yaitu melalui wawancara, observasi, dan dokumen. Oleh
karena itu pengumpulan data kualitatif menuntut kredibilitas, keterlibatan dan
pemahaman dari peneliti. Dalam penelitian ini, pengumpulan data diperoleh dari
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer digunakan sebagai data
utama yang diperoleh dari informan yaitu melalui proses wawancara dan
observasi, sedangkan data sekunder yaitu penelitian terdahulu digunakan sebagai
data pelengkap yang dapat memperkaya data agar mencapai titik jenuh dan
harapan peneliti.

37
3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah mengolah data, mengorganisir data, memecahkannya


menjadi unit yang lebih kecil, mencari pola dan tema yang sama, dalam penelitian
kualitatif, analisis data berarti mengatur secara sistematis hasil wawancara dan
observasi kemudian menafsirkannya untuk memperoleh temuan baru seperti
pemikiran, pendapat, teori atau gagasan yang baru (Raco, 2018).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik data
Colaizzi. Menurut Colaizzi (dalam Handayani, 2008), analisis data dilakukan
melalui langkah-langkah berikut:

1. Mengumpulkan gambaran informan tentang pengalaman hidup informan


tersebut, dalam hal ini peneliti menyusun studi literatur tentang teori dan hasil
penelitian yang terkait dengan komunikasi orang tua anak retardasi mental
dalam membangun ketahanan keluarga.
2. Membaca seluruh gambaran informan tentang pengalaman hidup, dalam hal
ini peneliti melakukan wawancara dan menyusun catatan lapangan selama
wawancara, informan tersebut adalah orang tua dengan anak retardasi mental
di SLB Handayani Sukabumi.
3. Memilih pernyataan yang signifikan, dalam hal ini peneliti membaca berulang-
ulang transkip yang disusun berdasarkan wawancara mendalam dan catatan di
lapangan.
4. Mengartikulasi makna dari setiap pernyataan yang signifikan, dalam hal ini
peneliti memilih catatan yang bermakna dan terkait dengan tujuan penelitian.
5. Mengelompokan makna-makna kedalam kelompok tema, dalam hal ini peneliti
menyusun kategori berdasarkan kata kunci yang terdapat dalam penyataan
tersebut dalam tabel pengkategorian awal, dalam proses ini peneliti
menggunakan software Atlas.ti untuk membantu proses pengolahan data.
6. Menuliskan suatu gambaran yang mendalam, dalam hal ini peneliti menyusun
tabel kisi-kisi tema yang membuat pengelompokan kategori ke dalam sub
tema, tema dan kelompok tema. Setelah selesai mengelompokan kategori
berdasarkan kata kunci, hasil pengelompokan tersebut ditampilkan dalam suatu
gambaran yang diolah dengan bantuan Atlas.ti.

38
7. Memvalidasi gambaran yang mendalam tersebut dengan kembali kepada
informan, dalam hal ini peneliti menuliskan tema hasil penelitian kepada pada
informan.
8. Menggabungkan data yang muncul selama validasi kedalam suatu deskripsi
final yang mendalam, dalam hal ini peneliti menyusun suatu gambaran akhir
dari pengalaman individu berupa hasil penelitian.

Analisis data dari penggunaan teknik analisis data oleh Colaizzi dikarenakan
teknik tersebut merupakan teknik untuk menganalisa sebuah penelitian kualitatif
fenomenologis. Melalui penggunaan teknik analisis tersebut akan dapat menghasilkan
tema yang berdasarkan kata kunci dan kategori yang diperoleh dari informan pada
penelitian ini yang telah dianalisis. Adapun data hasil wawancara dan observasi akan
mampu menjawab pertanyaan bagaimana komunikasi orang tua dengan anak retardasi
mental dalam membangun ketahanan keluarga di SLB Handayani Sukabumi.

3.7.1 Bantuan Pengolahan Data Dengan Atlas.ti

Ketiga teknik analisis data tersebut akan diolah dan dibantu oleh software
Atlas.ti. Altas.ti adalah software yang termasuk ke dalam jenis program
CAQDAS (Computer-Aided Qualitative Data Analysis Software) atau sama
halnya dengan dengan QDA software (Qualitative Data Analysis Software) yang
digunakan untuk penelitian kualitatif. Penggunaan atlas.ti dapat membantu
dalam mengorganisasi, memberikan kode, dan menganalisis data penelitian
menjadi efisien dan terstuktur. Selain itu, Atlas.ti mempunyai kemampuan dalam
membaca berbagai jenis data seperti data video, audio, artikel, data survey, buku,
dan wawancara (Afriansyah, 2018). Sehingga penggunaan software ini dapat
membantu peneliti dalam melakukan trianggulasi dengan berbagai jenis
pengumpulan data.
Tahapan-tahapan dalam menggunakan Atlas.ti telah dijelaskan oleh
Van Nes (dalam Afriansyah, 2018) sebagai berikut:
1. Memilah pertanyaan yang ada di dalam wawancara ke dalam
sebuah kutipan.

39
2. Mengkategorikan hasil temuan dari kutipan yang diinputkan ke
dalam software dan menandai ke dalam daftar kode yang telah
ditentukan secara relevan ataupun temuan peneliti sendiri.
3. Menganalisis data wawancara dengan menghubungkan kode yang
relevan pada setiap kutipan yang telah diberi tanda. Berbagai data
yang ditemukan oleh peneliti akan diperkuat oleh hubungan dari
kode dan kutipan yang telat dibuat sehingga akan terlihat gambaran
temuan tersebut (semacam jaringan dari temuan tersebut).

3.8 Teknik Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi (Sugiyono, 2013):

1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas dilakukan dengan dengan perpanjangan pengamatan
yaitu peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengecekan Kembali
apakah data yang ditemukan sudah benar. Kemudian peningkatkan
ketekunan dalam penelitian yaitu melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Lalu, triangulasi dilakukan sebagai
pengecekan data dari berbagi sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu. Akan dihasilkan berupa triangulasi sumber, triangulasi
teknik pengumpulan data, dan waktu.
2. Pengujian Depenability
Uji depenability dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Audit dilakukan oleh auditor yang
independen, atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas
peneliti dalam melakukan penelitian.

40
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan sejak bulan
Maret 2021 sampai dengan bulan Desember 2021 yang diambil melalui Teknik
pengumpulan data wawancara dan dokumentasi untuk menjelaskan komunikasi
orang tua dalam membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental di SLB
Handayani. Teknik utama dalam pengumpulan data adalah wawancara dengan
informan kunci dimana peneliti menanyakan pertanyaan yang telah dibuat di draft
pertanyaan.

4.1.1 Data Informan

Berdasarkan karakteristik informan yang telah ditentukan maka terdapat


lima keluarga yang terdiri dari lima ayah dan lima ibu yang telah peneliti
wawancara. Berikut adalah informasi mengenai informan kunci penelitian:
1. Bu Siti Salma

Gambar 4. 1 Informan 1 Bu Siti Salma


Bu Siti Salma adalah wanita berumur 49 tahun yang merupakan orang
tua dari Raditya Ramdhani yaitu salah satu penyandang down syndrome
yang bersekolah di SLB Handayani Sukabumi. Saat ini beliau bekerja
sebagai ibu rumah tangga, oleh karena itu ia yang selalu mengantar raditya
ke sekolah, pilihannya menjadi ibu rumah tangga karena ia ingin
mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mengurus Raditya.

41
2. Bapak Deni Ramdhani

Gambar 4. 2 Informan 2 Pak Deni

Pak Deni adalah pria berumur 47 tahun yang merupakan suami


dari Bu Siti Salma dan ayah dari Raditya Ramdhani, saat ini beliau
bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Walaupun Pak Deni mempunyai
waktu yang lebih sedikit untuk mengurus anak namun ia sering
mengajak Raditya untuk bermain dan berenang di saat hari libur, hal
tersebut ia lakukan agar ia mempunyai hubungan yang dekat sang anak
juga saling berbagi tugas mengurus anak dengan istrinya. Setiap
minggunya ia juga rutin membawa Raditya ke salah satu tempat terapi
disabilitas di Kota Bogor bersama istrinya.
3. Bu Yuni

Gambar 4. 3 Informan 3 Bu Yuni

42
Bu Yuni adalah wanita berumur 49 tahun yang memiliki empat
orang anak dimana salah seorang anaknya menyandang down
syndrome yaitu Muhammad Lintang Samudra. Saat ini Lintang berusia
9 Tahun dan sudah bersekolah di SLB Handayani selama 2 tahun. Bu
Yuni berasal dari Jakarta namun sejak kecil ia tinggal di Kalimantan
bersama kakaknya namun sejak 20 tahun lalu ia pindah ke sukabumi
saat menikah dengan suaminya. Bu Yuni sendiri adalah seorang ibu
rumah tangga yang mengurus seluruh kebutuhan Lintang. Walaupun
Lintang menyandang down syndrome tapi Bu Yuni tidak pernah
merasa lelah karena menurutnya Lintang adalah anak yang baik dan
sama sekali tidak merepotkan, sang suami juga ikut serta dalam
mengurus Lintang dan saling memberi perhatian satu sama lain, oleh
karena itu ia tidak pernah merasa kesulitan dalam mengurus anak.
4. Bapak Lukman

Gambar 4. 4 Informan 4 Pak Lukman


Pak Lukman adalah pria berumur 49 tahun yang merupakan
suami dari Bu Yuni dan Ayah dari Muhammad Lintang Samudra, saat
ini ia bekerja sebagai seorang security. Walaupun Pak Lukman bekerja
tapi ia selalu menyempatkan dirinya untuk bermain bersama Lintang
setiap harinya, Pak Lukman merasa anak seperti Lintang tetap butuh
bersosialisasi namun tetap dalam pengawasan orangtuanya.

43
5. Bu Yani Suryani

Gambar 4. 5 Informan 5 Bu Yani

Bu Yani Suryani adalah perempuan berusia 54 tahun, saat ini ia


bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Anaknya yang bernama
Muhammad Najran menyandang disabilitas yaitu down syndrome, saat
ini Najran berusia 8 tahun dan sedang menempuh pendidikan di SLB
Handayani kelas 3 SD. Pada awalnya Bu Yani memiliki tiga anak yang
semua anaknya menyandang disabilitas, namun anak pertamanya
meninggal karena penyakit demam berdarah, sehingga saat ini Najran
hanya dua bersaudara bersama kakaknya yang bernama Amanda,
Amanda adalah perempuan berusia 16 tahun yang juga menderita
disabilitas, berbeda dengan Najran yang masih bisa pergi ke sekolah,
Amanda sang kakak menderita microsephalus dimana ukuran kepala
bayi jauh lebih kecil dari normal sehingga mengalami perkembangan
otak yang tidak normal yang menyebabkan terjadinya hambatan
tumbuh kembang bayi, kejang, gangguan penglihatan dan gangguan
pendengaran sehingga seumur hidupnya Amanda hanya dapat tidur
berbaring di kasur. Kondisi keluarga semakin menegangkan ketika
Najran lahir tanpa anus dan menderita anemia aplastic dimana sumsum
tulang belakangnya tidak menghasilkan sel-sel darah merah. Menurut
Bu Yani kondisi ketiga anaknya tersebut disebabkan oleh virus yang
ada di dalam tubuhnya. Namun, walaupun dengan kondisi anak-
anaknya yang disabilitas Bu Yani tetap tegar dan kuat dalam mengasuh

44
anak hal itu dikarenakan suaminya ikut serta dalam membantu
mengasuh anak.
6. Bapak Saeful

Gambar 4. 6 Informan 6 Pak Saeful


Pak Saeful adalah pria berusia 55 tahun yang merupakan istri
dari Bu Yani dan Ayah dari Muhammad Najran dan Amanda, saat ini
beliau sudah pensiun dari pekerjaannya dulu yaitu seorang wartawan di
stasiun TV swasta. Ketika Covid-19 awal tahun 2020 ia memutuskan
untuk pensiun dini karena ingin membantu mengasuh anak full time di
rumah bersama istrinya. Pak Saeful selalu mengantar Najran ke sekolah
karena sang istri yang masih bekerja. Menurut Pak Saeful kondisi
ketiga anaknya disebabkan oleh virus toxoplasma karena sang istri
yang suka mengonsumsi makanan mentah namun walaupun begitu
istrinya lah yang membuatnya kuat dalam menerima keadaan, ketika
istrinya sedang lelah ia selalu siap siaga untuk menjaga kedua anaknya.
7. Bu Dedeh

Gambar 4. 7 Informan 7 Bu Dedeh

45
Bu Dedeh adalah wanita berumur 49 tahun yang merupakan ibu
dari Muhammad Rival yang berusia 12 tahun dan sudah menempuh
pendidikan di SLB Handayani selama lima tahun, sang anak menderita
down syndrome, Rival lahir premature dan hanya memiliki berat satu
kilogram, menurutnya hal tersebut yang menyebabkan rival
mempunyai daya tahan tubuh yang kurang dan akhirnya di diagnose
down syndrome. Saat ini Bu Dedeh bekerja sebagai ibu rumah tangga
karena ingin mengurus Rival full time di rumah, kondisi suaminya yang
bekerja di Jakarta membuat dirinya harus memberikan waktu yang
lebih banyak dalam mengasuh anak.
8. Bapak Adam

Gambar 4. 8 Informan 8 Pak Adam


Pak Adam adalah pria berumur 53 tahun yang merupakan suami
dari Bu Dedeh dan ayah dari Muhammad Rival, saat ini ia bekerja
sebagai pedagang di Jakarta dimana waktu kerjanya dibagi menjadi
satu bulan bekerja di Jakarta satu bulan lagi di rumah, ketika di rumah
ia selalu menyempatkan mengobrol tentang Rival setiap harinya
bersama sang istri, ia juga sering mengantar anaknya ke sekolah ketika
ia sedang di rumah.
9. Bu Mita

Gambar 4. 9 Informan 9 Bu Mita


46
Bu Mita adalah wanita berumur 34 tahun yang merupakan Ibu
dari Rosalia Bella Ananda yang berumur 16 tahun dan sedang
menempuh pendidikan di SLB Handayani kelas 2 SMP. Sang anak
Bella menyandang down syndrome dan baru ketahui ketika berusia satu
tahun. Dengan kondisi anak yang disabilitas, Bu Mita memutuskan
untuk menjadi ibu rumah tangga, namun ia aktif dalam grup arisan
karena menurutnya hal tersebut membuat dirinya refreshing dan lebih
menikmati hidupnya.
10. Bapak Iwan

Gambar 4. 10 Informan 10 Pak Iwan


Pak Iwan adalah pria berumur 45 tahun yang merupakan suami
dari Bu Mita dan ayah dari Rosalia Bella Ananda, saat ini ia bekerja
sebagai security di PT. Cosmo. Sama dengan sang istri Pak iwan juga
merasa menikmati hidupnya tanpa merasa beban, hal itu dikarenakan
ia sering berkomunikasi dan bersifat terbuka bersama istrinya.

4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian

Setelah menyelesaikan wawancara dengan sepuluh informan kunci,


peneliti mendapatkan data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.
Wawancara pertama dilakukan pada hari Rabu, 24 November 2021 yang
berlokasi di SLB Handayani Sukabumi. Wawancara kedua dilakukan pada hari
Minggu, 28 November 2021 yang dilakukan secara virtual melalui aplikasi
zoom. Wawancara keempat dilakukan pada hari Senin, 29 November 2021 di
SLB Handayani Sukabumi. Wawancara kelima dilakukan pada hari Rabu, 1
47
Desember 2021 secara virtual melalui aplikasi zoom. Wawancara keenam
dilakukan pada tanggal 2 Desember 2021 dan wawancara ketujuh pada hari
Senin, 6 Desember 2021 berlokasi yang sama dengan wawancara pertama dan
keempat.
Orang tua yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah
sepasang suami istri yang mempunyai anak retardasi mental dengan rentang
usia 35-54 tahun dan bertempat tinggal di Sukabumi, Jawa Barat. Seluruh
informan memiliki keluarga lengkap, empat dari lima istri adalah full time
rumah tangga, sedangkan satu istri bekerja sebagai pegawai negeri. Sedangkan
dua informan suami bekerja sebagai security, satu pegawai negeri, satu
pedagang, dan satu pensiunan wartawan. Adapun rentang usia anak-anak
retardasi mental adalah 8-12 tahun (usia kanak-kanak sampai remaja awal).
Semua anak-anak retardasi mental memperoleh pendidikan di SLB Handayani
Sukabumi.
Peneliti akan memaparkan ketahanan keluarga yang
diimplementasikan dalam komunikasi ketahanan antara suami dan istri dalam
membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental. Adapun komunikasi
ketahanan yang dimaksud adalah komunikasi yang dibangun dengan
komunikasi orang tua dalam menyusun kenormalan, komunikasi orang tua
dalam mengedepankan tindakan produktif, dan komunikasi orang tua dalam
identitas. Sehingga akan diketahui corak komunikasi orang tua yang akhirnya
dapat membantu orang tua untuk membangun ketahanan keluarga anak
retardasi mental. Berikut deskripsi hasil penelitian berdasarkan topik
wawancara yang telah dilakukan:

Topik 1: Menyusun Kenormalan Baru

Membuat kenormalan melibatkan bahasa dan rutinitas, interaksi dan


ritual, mendongeng, dan membuat cerita yang dilakukan untuk membangun
kenormalan baru yang mengintergrasikan kerugian. Dalam wawancara yang
telah dilakukan, peneliti ingin mengetahui bagaimana upaya informan untuk
mendapatkan kembali kenormalan yang baru dan bagaimana interaksi yang
terjalin antara pasangan dalam menciptakan rutinitas baru pasca diagnosis.

48
Hasil dari wawancara dengan sepuluh informan kunci yaitu pasangan
Bu Siti salma dan Pak Deni, pasangan Bu Yuni dan Pak Lukman, pasangan Bu
Yani dan Pak Saeful, pasangan Pak Adam dan Bu Dedeh, pasangan Bu Mita
dan Pak Iwan adalah sebagai berikut:
Bu Siti Salma mengatakan bahwa dalam menyusun kenormalan baru
dirinya dan suami sudah membawa Radit untuk ikut terapi, walaupun pada
awalnya suami mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang diinginkan anak.
Dalam wawancara Bu Siti Salma mengatakan bahwa:
“emm.. kalau sebagai sepasang suami istri, kalau ibu mah kan
pasti ngerti apa yang diinginkan anak tapi kalau ayah juga lama-lama
bisa ngerti, tapi kita emang dari kecilnya sudah diterapi, dari terapi
cina juga, di fisioterapi juga jadi nggak terlalu sulit ya” (Bu Siti Salma,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)

Bu Siti Salma juga menambahkan bahwa setiap ada masalah anak ia


selalu bercerita kepada suaminya, sehingga walaupun dirinya yang lebih lama
menghabiskan waktu di rumah bersama Raditya namun suaminya selalu
mengetahui apapun yang terjadi. Dalam wawancara Bu Siti Salma mengatakan
bahwa:

“kalau saya mah kalau setiap hari ada masalah anak ya,
ayahnya pulang kerja sore langsung cerita ya tadi anak gini-gini jadi
ayahnya pasti tau apa yang terjadi di hari itu” (Bu Siti Salma,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)

Selain selalu menjalin komunikasi dengan suaminya, Bu Siti Salma


mengatakan bahwa kerja sama dan memahami kondisi anak adalah hal yang
harus dilakukan oleh dirinya dan suaminya sebagai orang tua Raditya. Dalam
Wawancara Bu Siti Salma mengatakan bahwa:

“dia langsung ngerespon harus gimana-gimananya gitu. Jadi


emang udah ada kerja samanya, udah ngerti punya anak seperti ini
gitu” (Bu Siti Salma, wawancara informan kunci pada tanggal 24
November 2021)

Dalam menyusun kenormalan baru, Bu Siti Salma juga mengatakan


bahwa dukungan orang tua turut membantunya bangkit untuk terus mengurus
sang anak Raditya. Dalam wawancara Bu Siti Salma mengatakan bahwa:

“Emang dari awal kan ibu saya yang ngedukung jadi supaya
saya nggak patah semangat kan seminggu sekali itu saya terapi cina
kan jauh ke bogor, tapi kata ibu kalau emang hasilnya bagus jangan
49
putus asa, sampai 4 tahun di terapi cina itu setiap hari sabtu, jadi kan
itu emang didukung kan ibu saya orang bogor, jadi kata ibu jangan
capek kalau misalnya ada hasilnya mah dilanjut gitu” (Bu Siti Salma,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)

Selain itu Bu Siti Salma mengatakan bahwa memang dirinya lah yang
lebih sering membuat keputusan di dalam rumah tangganya, hal ini
dikarenakan dirinya lah yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama
Raditya. Namun, suaminya selalu mendukung apapun yang Bu Siti Salma
lakukan, menurutnya hal tersebut merupakan dukungan dari suami yang
membantu dirinya dalam mempertahankan keluarga. Dalam wawancara Bu Siti
Salma mengatakan bahwa:
“emm jadi kalau misalnya ayahnya nih anak ada masalah, saya
langsung bilang ke ayahnya kata ayahnya cari solusinya gimana?
Kayak misalnya kalau pas sakit kan pernah ini sakitnya parah sampai
dirawat ayahnya mah kan nggak tau apa yang sehari hari, ibu mah kan
tau makannya apa gitu ya, akhirnya kata ayahnya udah bu mau dibawa
berobat kemana terserah ayah mah ikut ngedukung aja, jadi ayahnya
mah selalu mendukung apa yang saya lakukan” (Bu Siti Salma,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)

Bu Siti Salma juga menambahkan bahwa dalam membangun


kenormalan yang baru ia selalu berbagi waktu dengan suaminya dalam hal
mengurus Raditya, ia juga mengatakan bahwa komunikasi dan quality time
bersama anak-anak adalah hal penting untuk dilakukan. Dalam wawancara Bu
Siti Salma mengatakan bahwa:

“pasti banyak ibu lah di rumah 24 jam kan sama ibu, kalau
ayah kan berangkat pagi pulang sore, ya ada waktunya malam tapi
posisinya dia mau tidur, tapi kalau sabtu minggu libur suka main sama
ayahnya, jadi kalau sabtu minggu ayahnya suka ngajak main kayak
berenang, pokoknya apa tuh emm komunikasi aja main sama anak-
anak” (Bu Siti Salma, wawancara pada informan kunci pada tanggal
24 November 2021)

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Pak Deni sebagai suami Bu Siti
Salma mengatakan bahwa pasca diagnosis Raditya ia dan istrinya yaitu Bu Siti
Salma berupaya untuk membangun tim dan selalu berkomunikasi dalam hal
apapun. Dalam hal mengurus Raditya ia mengungkapkan bahwa hal tersebut
tidak bisa dilakukan sendirian ia bersama istrinya berupaya agar Raditya dapat

50
tumbuh dan berkembang sebagai mestinya. Dalam wawancara Pak Deni
mengatakan bahwa:

“iya dong itu harus, soalnya kan nggak bisa kan bertindak
sendiri ya, kita itu harus satu tim satu keluarga, gimana ada sesuatu
pasti dikomunikasikan dulu gitu” (Pak Deni, wawancara informan
kunci pada tanggal 28 November 2021)

Pak Deni juga menambahkan bahwa upaya dirinya dalam menyusun


kenormalan baru adalah dengan memberikan ekstra perhatian kepada anaknya
Raditya. Dalam wawancara Pak Deni mengatakan bahwa:

“Sangat baik, saya tidak membedakan kakak dan adiknya terus


kalau ya manusiawi lah kan ya kalau kita punya anak seperti itu harus
lebih kasih sayangnya daripada anak-anak yang normal gitu” (Pak
Deni, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Salah satu bentuk ekstra perhatian kepada anaknya adalah Pak Deni
selalu mengantar Raditya untuk terapi sedari Raditya kecil, ia tidak pernah
merasa lelah dan optimis agar sang anak bisa berkembang seperti anak-anak
normal lainnya. Dalam wawancara Pak Deni mengatakan bahwa:

“persiapannya saya dari Radit kecil, saya mengantar ibunya


sama Radit terapi ke Suhu yang di Bogor itu selama itu, terus terapi
dimana emm di Sukabumi itu di Hermina ya, tapi saya tidak merasakan
lelah dimana saya mendukung anak saya supaya tumbuh dan
berkembang seperti layaknya anak-anak biasa gitu.” (Pak Deni,
wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Berbeda halnya dengan sang istri yang mendapatkan dukungan dari
ibunya untuk membuat kenormalan yang baru, Pak Deni mengatakan bahwa
upaya yang ia lakukan untuk membangun kenormalan yang baru ia dapatkan
dari naluri dirinya sebagai ayah dari Raditya, ia percaya bahwa kehadiran
Raditya adalah titipan dari tuhan yang harus ia jaga. Dalam wawancara Pak
Deni mengatakan bahwa:
“kita sebagai orang tua menerima radit apa adanya karena kita
bangga kok punya anak seperti itu, itu kan titipan tuhan kita harus
menjaganya, merawatnya gitu,” (Pak Deni, wawancara informan
kunci pada tanggal 28 November 2021)

Sama halnya dengan pasangan Bu Siti Salma dan Pak Deni, Bu Yuni
dan Pak Lukman sebagai orang tua Lintang mereka selalu berupaya untuk
51
selalu menjalin komunikasi ketika ada suatu masalah. Dalam wawancara Bu
Yuni mengatakan bahwa:

“nggak ada sih, sama-sama aja biar baik suka dirundingin


kalau dia beda jadi nggak ada masalah”(Bu Yuni, wawancara
informan kunci pada tanggal 24 November 2021)

Pernyataan Bu Yuni tersebut diperkuat dengan pernyataan suaminya


yaitu Pak Lukman yang mengatakan bahwa ia dan istrinya selalu bekerja sama
dan saling membantu dalam mengasuh Lintang. Dalam wawancara Pak
Lukman mengatakan bahwa:
“maksudnya begini, kalau saya ke Lintang berkomunikasi
Lintang kurang ngerti ibu yang bantuin, ibu juga begitu kalo
komunikasi sama Lintang kadang saya yang bantuin gitu”(Pak
Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Selaras dengan pasangan sebelumnya juga, Bu Yuni juga
menambahkan bahwa memang dirinya lah yang lebih banyak meghabiskan
waktu bersama Lintang karena suaminya bekerja namun ia dan suami selalu
bekerja sama dengan berbagi waktu untuk mengurus Lintang. Dalam
wawacara Bu Yuni mengatakan bahwa:
“pastinya lebih banyak ibu lah di rumah, tapi kalau ayahnya
lagi libur kerja kan kerja pagi pulang sore gitu, kalau hari libur penuh
gitu dia ajak main gitu” (Bu Yuni, wawancara informan kunci pada
tanggal 24 November 2021)

Selain menyelesaikan masalah dengan berkomunikasi dan berbagi


waktu dalam mengasuh anak, Bu Yuni menambahkan bahwa ia dan suaminya
selalu menceritakan keseharian anaknya yaitu Lintang. Dalam wawancara Bu
Yuni mengatakan bahwa:
“nggak ada, paling cerita sama dia tuh dia suka nonton upin
ipin cara sholat wudhu gitu dari situ” (Bu Yuni, wawancara informan
kunci pada tanggal 24 November 2021)

Selaras dengan istrinya, Pak Lukman juga mengatakan bahwa ia da


istrinya sering menceritakan keseharian Lintang mulai dari sekolahnya,
makanan yang dikonsumsi, dan pelajaran yang diajarkan gurunya di sekolah.
52
Pak Lukman juga sering mengajak Lintang bermain walaupun dirinya bekerja,
hal itu ia lakukan untuk ikut serta mengasuh anaknya. Dalam wawancara Pak
Lukman mengatakan bahwa:

“iya kayak Lintang makan, sekolah kan saat ini seminggu sekali
kadang saya nanya sama ibu apa aja yang diajari di sekolah, ibu baru
ngejelasin gini-gini, kata saya sambil diliatin apa yang dijelasin sama
guru yang diajarin sama guru kita ajarin lagi di rumah gitu,
sebenernya dia itu banyak belajar dari TV dia banyak belajar ngomong
dikit-dikit gitu agak jelas dari HP makanya HP yang nagnggur punya
kakaknya pasti diambil dia udah bisa sendiri gitu padahal kita nggak
pernah ngajarin cara mainin HP gimana kadang-kadang waktunya
sholat dia yang ngingetin malah dia yang ngingetin dia pengennya jadi
imam di depan nggak mau dibelakang hehehe, kadang orang ngaji dia
ambil al quran gitu ngomong dia aja gitu kata dia mah ngaji gitu
mungkin, gimana ya banyak bicara gitu jail itu jail banget kalo Lintang
jail gitu tapi dia senang bercanda orangnya tapi kalau lagi kesal ya
marah kalau dia siang pengen olahraga kadang siang ngajak main
bola kalau saya sempat pulang kerja meskipun saya baru pulang kerja
capek juga ya demi anak mungkin ya sisa waktunya pulang kerja kita
ajak main bola sampai dia puas lah main bola kalau dia puas ya ngajak
berhenti ngajak minum istirahat ya akhirnya gitu lagi, gitu aja. Kalau
bergaul sama tetangga sih kadang dia pengen bergaul tapi sama saya
suka diliatin karena Lintang tidak sama dengan anak lainnya dia
pemarah dan galak sama orang makanya suka saya liatin paling sama
tetangga juga dia mungkin pengen ngajakin ngobrol cuma nggak ngerti
kalau Lintang mungkin pakai bahasa dia tetangga ya mana ngerti gitu
ya itu dia tuh cepet marah dia itu, kadang dia pulang nyetel TV, nggak
sih galak mah gitu” (Pak Lukman, wawancara informan kunci pada
tanggal 28 November 2021)
Sebagai bentuk perhatiannya pada istri dan anaknya, Pak Lukman juga
selalu menyempatkan berkomunikasi dengan istrinya menanyakan tentang
kondisi anaknya ditengah-tengah waktu bekerjanya. Dalam wawancara Pak
Lukman mengatakan bahwa:
“selagi sama di rumah kadang-kadang di kerjaan juga sempet-
sempetin WA istri gimana Lintang, dia udah makan belum, kadang-
kadang istri bilang Lintang lagi belajar ini, kadang lagi main hape,
kadang lagi nonton, kadang sama ibunya pengen main bola ya, ibunya
paling berdiri aja, nendang ngga kuat, ga kaya laki-laki. Pokoknya
kemauan dia tuh harus diturutin, ga diturutin ya ngambek. Kalo saya
kerja ya, kalo di rumah ya kalo ga sama mainnya ya sama istri
kebanyakan nonton tv di” (Pak Lukman, wawancara informan kunci
pada tanggal 28 November 2021)

53
“Saya sering komunikasi meskipun lagi sibuk gitu saya sempet-
sempetin nanya tentang Lintang, kan ekstra gitu lah ya buat yang satu
ini ga kaya yang lainnya gitu. Makanya saya suka nanyain lagi ngapain
Lintang. Dia sendiri yang suka telfon saya, ayah video call, ayo kalo
lagi ga sibuk, kalo lagi sibuk entar ya ayah telfon lagi, kalo lagi sibuk.
Terus aja dia hubungi, nelfon aja terus, tapi yang saya bingung kok dia
tau gitu padahal dia belum bisa baca, ga tau , dia liat dari fotonya
mungkin gitu.” (Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal
28 November 2021)
Kemudian Pak Lukman menambahkan bahwa selain membicarakan
keseharian Lintang, ia biasanya membicarakan masa depan Lintang bersama
istrinya. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan bahwa:

“kalau sama istri saya biasanya ngobrolin kayak emm masa


depannya Lintang itu gimana, kita apa ya mengurus Lintang itu biar
dia itu seperti anak normal lainnya gitu, dia sih sebenernya ngerti apa
yang kita omongin, cuma dia buat ke kita itu susah ngucapinnya gitu,
jadi kadang-kadang ibu yang ngerti saya nggak, ibu nggak saya ngerti
gitu” (Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28
November 2021)

Berbeda dengan Bu Siti Salma yang mendapatkan dukungan dari


ibunya untuk bangkit membuat kenormalan baru, Bu Yuni mendapatkan
dukungan dari suaminya untuk menerima keadaan. Dalam wawancara Bu Yuni
mengatakan bahwa:

“ooh iya gitu gitu. Nggak usah malu lah kan ada yang malu lah
punya anak kayak gini jangan gitu lah sama makhluk Allah kan gitu
jadi sama-sama aja gitu” (Bu Yuni, wawancara informan kunci pada
tanggal 24 November 2021)
Dalam membuat kenormalan yang baru dukungan dari luar juga
membantu Pak Lukman untuk menerima keadaan, salah satunya adalah
mengikuti pengajian setiap malam minggu, hal tersebut membantunya untuk
menjadi lebih sabar dalam merawat anaknya. Dalam wawancara Pak Lukman
mengatakan bahwa:

“Saya ikut pengajian tiap malem minggu sama ada di masjid


sebelah situ, masjid terdekat. Jadi sering nanya ke ustadz, dikasih
anugerah kata Pak Ustadz. Harus sabar, berarti kita dikasih
kepercayaan buat ngurus orang yang seperti Lintang ini, yang penting
54
kitanya ikhlas. Kedepannya bisa kaya anak lainnya, yang penting kita
telaten ngerawatnya, sabar ngejalaninnya. Banyak masukan lah dari
pak ustadz alhamdulillah.” (Pak Lukman, wawancara informan kunci
pada tanggal 28 November 2021)
Selaras dengan pasangan Bu Siti Salma dan Pak Deni, Pak Lukman
juga mengatakan bahwa untuk membangun hubungan yang positif dengan
istri adalah dengan menjalin komunikasi dengan istri khususnya
membicarakan soal anak tanpa ada yang harus ditutup tutupi. Dalam
wawancara Pak Lukman mengatakan bahwa:

“Yang saya rasakan sih sama istri, kita kalau dalam hubungan
ya harus positif gitu . apapun perkembangan anak gitu saya kalo misal
lagi ga di rumah saya nanya ke istri, istri juga di rumah suka laporan
gini-gini, tiap anak mungkin beda-beda wataknya. Lintang begini,
kakaknya begini. Tapi memang banyak ngalah ke Lintang karena
mereka pada ngerti kalau Lintang itu ya begitu, super istimewa.” .”
(Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November
2021)
Berbeda kondisi dengan dua pasangan sebelumnya, Bu Yani dan Pak
Saeful mempunyai dua anak disabilitas yang sama-sama menyandang
retardasi mental. Hal tersebut membuat pasangan ini justru lebih kompak
dalam hal mengurus anak, ini dilakukannya tentunya untuk
mempertahankan keluarganya. Bu Yani mengatakan bahwa komunikasi
yang terjalin antara ia dan suaminya yaitu Pak Saeful adalah saling
menguatkan dan saling memahami kondisi anak-anaknya. Dalam
wawancara Bu Yani mengatakan bahwa:
“komunikasinya ya biasa aja ya neng ya seperti yang lainnya
punya anak normal cuma kita lebih emm.. kan setiap orang masalah
hidupnya beda paling kita saling menguatkan gitu ya neng karena ya
memang namanya punya anak kayak gini memang spesial segala-
galanya ya butuh kesabaran, biayanya juga, ya emang harus ini mental
kitanya juga harus ikhlas gitu ya harus kuat, jadi ke anaknya juga kalo
kita ini emm.. memotivasi apa namanya, kalo kitanya kuat pasti ke
anaknya juga baik, positifnya gitu daripada kitanya lemah gitu ya neng
ya”(Bu Yani, wawancara informan kunci pada tanggal 1 Desember
2021)
“Kayak gimana ya.. kaya gitu aja kali ya Neng saling nguatin
gitu ya mau gimana jadi kita intinya, kita dikasih anak yang seperti itu
ya mau gimana kita harus ikhlas, biar jadi ladang ibadah gitu jangan
acara ngeluh lah cuma mau gimana kita sering begini ya Allah mudah-
mudahan kita sering motivasi kita harus kuat kemarin kan Bapak sakit
diverneck kita harus kuat buat anak-anak. Harus sehat harus kuat
harus ini harus demi anak-anak gitu” (Bu Yani, wawancara informan
kunci pada tanggal 1 Desember 2021)
55
Demikian juga yang dikatakan oleh Pak Saeful bahwa mempunyai
anak disabilitas perlu membangun rasa saling pengertian dengan pasangan
dan tidak membiarkan pasangan mengurus anak sendirian. Dalam
wawancara Pak Saeful mengatakan bahwa:

“Harus, saling pengertian gitu. Ga boleh isteri saya sendiri


gitu, kalau istri saya sendiri aja ga mungkin bisa karena kan memang...
panjang anaknya udah tinggi. Makanya saya bilang, kalau mau
wawancara langsung sambil ngeliatin anaknya” (Pak Saeful,
wawancara informan kunci pada tanggal 29 November 2021)

Sama seperti pasangan Bu Siti Salma dan Pak Deni, Bu Yuni dan Pak
Saeful juga mencoba membawa anaknya untuk ikut terapi, hal ini ia lakukan
agar anaknya menjadi lebih mandiri. Dalam wawancara Bu Yani
mengatakan bahwa:

“kalau kan Najran ini terapi kan neng maksudnya biar dia lebih
mandiri, pokoknya namanya punya anak kayak gini nggak ada pun kita
paksain pokoknya kita berusaha memberikan yang terbaik buat anak
istilahnya maksain gitu ya neng, sampe Najran itu kan kena
anemiaplastik itu pengeluarannya gede ya neng suplemennya aja
sebulan kita abis berapa berjuta juta gitu ya belum waktu itu terapi
terus terapi diberhentiin kita cari obat buat anemiaplastik karena kan
terapi mandiri disamping itu bikin capek biayanya gede juga neng
pokoknya anak kayak gini pasti biayanya gede nengya kecuali mungkin
kalo sama kita dikasih makan aja tapi kan nggak gitu bukan hanya
dikasih makan, makanya dikasih terapi paling nggak biar dia agak
mandiri” (Bu Yani, wawancara informan kunci pada tanggal 1
Desember 2021)
Pak Saeful juga menambahkan dalam membangun ketahanan
keluarganya ia dan istrinya sering kali membicarakan masalah anak
supaya anaknya dapat berkembang sebagaimana mestinya, hal tersebut
mereka upayakan semaksimal mungkin salah satunya dengan
membawa Najran terapi. Dalam wawancara Pak Sarful mengatakan
bahwa:
“Diobrolin masalah anak gitu misalnya ya kita hadapin aja
gimana yang sekarang terus kita terapi kaya dede Najran kita terapi di
rumah ada guru khusus datang ke rumah kita terapi. Kalau AManda
sih emang rada ini ya cuma yang harapan saya itu ya dede Najran itu
ya dia kan bisa jalan, sedikitnya bisa komunikasi kalo AManda ga bisa
sama sekali. Makanya kita ini ya kita usahain sampe semaksimal
mungkin lah” (Pak Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal
29 November 2021)
56
Sama halnya dengan pasangan Bu Yuni dan Pak Lukman, Bu Yani
dan Pak Saeful juga sering berbagi cerita tentang keseharian anaknya.
Dalam wawancara Bu Yani mengatakan bahwa:

“iya, tapi juga cerita kayak itu si dedek tadi gini-gini, dia kan
care orangnya dedek gini-gini dia cerita gitu orangnya ternyata dia
peduli dia tau harus balas budi ke yang urus yang kerja, dia tau harus
balas budi apalagi anak yang normal, kita senang kalau dia emm kalau
Amanda kakaknya nggak bisa ngapa-ngapain sama sekali, kita usaha
kalau hasil mah gimana nanti gitu ya neng” (Bu Yani, wawancara
informan kunci pada tanggal 1 Desember 2021)
“iyalah neng memang kayak misalnya kayak tadi mah si dedek
itu dibeliin sepatu dia seneng banget karena namanya orang tua pasti
gitu kan yang lain mungkin anaknya udah pada gede kalau kita ya yang
diceritain kelakukan anaknya, tadi juga pas pulang mah punya sepatu
baru dia cerita terus kita bahas sama bapak” (Bu Yani, wawancara
informan kunci pada tanggal 1 Desember 2021)
Bu Yani juga menambahkan bahwa dukungan dari suaminya
membantunya untuk menerima keadaan. Dalam wawancara Bu Yani
mengatakan bahwa:
“…Pokoknya lama-lama Ibu kuat ya butuh proses tapi emang
karena itu karena suami ini jadi Ibunya juga jadi kuat. Kan biasanya
kalau anak gitu suaminya biasa suka ninggalin. Kalo laki-laki tuh
diberi beban yang ini ini ini apasih dia ini pasti dia ini kan biayanya
udah ngerawatnya karena Bapak ini Ibunya jadi kuat gitu ya” (Bu
Yani, wawancara informan kunci pada tanggal 1 Desember 2021)
Seperti yang dikatakan Bu Yani, Pak Saeful juga mengatakan
demikian bahwa dirinya sering kali memberi dukungan kepada istrinya
untuk lebih kuat juga turut mengasuh anaknya dikala istrinya sedang lelah.
Dalam wawancara Pak Saeful mengatakan bahwa:
“Iya begitu saling bersyukur terus saya juga sering kasih
nasihat ke isteri memberi kekuatan ke isteri ya karena saya ini liat kan
kalau istri lagi sedih, lagi suntuk, lagi capek saya ambil alih dulu. Udah
kamu istirahat aja, biar saya yang jagain anak-anak. Jadi jadi
kalaupun dia lagi suntuk saya ambil atau kalau pun saya lagi capek dia
ambil jadi saling” (Pak Saeful, wawancara informan kunci pada
tanggal 29 November 2021)
Disamping saling memberi dukungan, Pak Saeful dan Bu Yani juga
saling menasihati apabila ada kekurangan diantara keduanya. Mereka
sama-sama saling memberikan kepercayaan dan ikhlas dalam mengurus
anak-anaknya. Dalam wawancara Pak Saeful mengatakan bahwa:

57
“Udah udah pasti udah apa sama anak-anak juga kita ini harus
saling menasihati juga misalnya saya ada kekurangan nanti istri yang
ngasih tau jangan gitu pak, harus gini, saya juga gitu sama istri. Kita
saling lah pokoknya. Saling memberi kepercayaan lah. Kuat gitu loh
punya anak kayagini. Awalnya kita emang kita berat. Berat sekali,
gimana, dua-duanya kya gini. Ngurus anak ini kan biaya ga kecil kan
besar ya, belum terapinya, belum makannya, belum vitaminnya.
Vitamin kan juga ga bisa sembarangan. Yaitu makanya, karena kitanya
kuat dan kitanya pasrah jalannya ada aja” (Pak Saeful, wawancara
informan kunci pada tanggal 29 November 2021)

Selain Bu Yani yang merasa bahwa dukungan suami yang


membantunya untuk menerima keadaan, Pak Saeful sebagai suami Bu
Yani juga mengatakan hal yang sama, bahwa dukungan istrinya lah yang
membantunya kuat untuk menerima keadaan sehingga dirinya merasa
lebih bersyukur dan lebih enjoy dalam merawat anak-anaknya.
“Kita banyak berdoa sama Allah ya jadi saya sadar bahwa ini
titipan, titipan dari Allah, jadi mau gimana kita tetap aja kita
beradaptasinya saya disesuaikan aja jadi kan istri saya juga
alhamdulillah basicnya dari agama juga mau gimana lagi udah nasib
kita ya kita jalanin aja. Jadi ya kita enjoy aja jalaninnya. Mau dia lagi
sakit kayagimana pun kita enjoy aja, kita udah biasa aja. Enteng aja
kita bawa ke rumah sakit kita obatin. Apalagi kalo dia lagi kejang gitu
ya. Terutama AManda gitu ya kasian. Sampe dua jam dia kejang
kadang-kadang. Kadang-kadang kalo kejang itukan istri saya udah tau
dikasih obat gitu kan anusnya. Makanya istri saya udah kuat kalo
kayagitu. Makanya justru saya kuatnya dari isteri” (Pak Saeful,
wawancara informan kunci pada tanggal 29 November 2021)

Selain dukungan dari suami yang membantunya menerima keadaan,


Bu Yani mengatakan bahwa dukungan keluarga juga turut berperan untuk
membantunya bangkit dan beradaptasi kembali. Dalam wawancara Bu
Yani mengatakan bahwa:
“Iya si Neng, kalau sebetulnya kalau dukungan dari luar nggak
begitu ini juga ya Neng yang penting keluarga ya kalo kata Ibu
meskipun tetangga juga memang pada baik gitu ya misalnya di kantor
gitu pokoknya lingkungan ssosial, tapi pokoknya yang lebih ini
keluarga dulu dong ya saudara juga adik kakak ini ya mau gimana ya
ahaha..” (Bu Yani, wawancara informan kunci pada tanggal 1
Desember 2021).
Pak Saeful juga mengatakan bahwa ia dan istrinya rutin mengikuti
pengajian setiap sabtu subuh di dekat rumahnya. Dari mengikuti pengajian
tersebut Pak Saeful merasa mendapatkan dampak positif seperti
58
menambah kekuatan dan kesabaran di dalam dirinya. Dalam wawancara
Pak Saeful mengatakan bahwa:
"Oh iya pasti. Jadi kita tambah sabar lagi jadi tambah kuat,
mau dikasih cobaan ini bukan orang-orang sembarang. Orang-orang
kuat lah tapi alhamdulillah gitu” (Pak Saeful, wawancara informan
kunci pada tanggal 29 November 2021)

Dalam membangun kenormalan yang baru, Bu Yani mengatakan


bahwa dirinya lebih sering intropeksi diri dan sharing dengan temannya
yang sama-sama mempunyai anak disabilitas. Dalam wawancara Bu Yani
mengatakan bahwa:
“Itu aja Neng kalo Ibu ya di rumah harus banyak memperbaiki
diri ya Neng ya jadi ya itu ikut kayak meskipun sekarang dari Youtube
gitu ya dianteranya kita ya itu Ibu juga suka ngobrol-ngobrol sama
yang sama-sama punya anak yang kayak gini juga, kita sharing gitu ya
kalau begitu yaa sama orang-orang baik ya Neng ya” (Bu Yani,
wawancara informan kunci pada tanggal 1 Desember 2021)
Pak Saeful sebagai suami Bu Yani juga menambahkan bahwa ia dan
istrinya memahami kondisi anak-anaknya sehingga mereka sama-sama
bekerja sama dalam merawat anak-anaknya. Dalam wawancara Pak Saeful
mengatakan bahwa:
“Jadi gimana ya jadi kalau dia sakit kalau apa kita harus
sam..harus sama-sama harus saling soalnya saya anaknya yang bukan
satu aja yang sakit, dua-duanya, yang satu”
Demi mengurus anak-anaknya Pak Saeful juga memutuskan untuk
pensiun dini agar lebih fokus dan mempunyai waktu lebih banyak untuk
membantu istrinya mengurus anak-anaknya. Dalam wawancara Pak Saeful
mengatakan bahwa:
“…. Ya emang begitu. Jadi kenapa saya ambil pensiun dini, ya
karena istri saya PNS, jadi kalo saya pergi istri saya pergi, Cuma
pembantu aja di rumah, kasian dia. Nah itu jadi saya ngalah yaudah
saya ambil pensiun dini jadi sekarang saya ngantar anak , jadi kalo
malem juga istri saya pulang kerja sore itu kita ngrus anak kalau mau
tidur kita harus dicebokin, dibersihin apalagi yang besar ini si AManda
umur lima belas tahun, saya pikir dengan anak saya kayagini AManda
itu ga ngel karena kan pas lahirnya”
Sama dengan pasangan Pak Saeful dan Bu Yani, pasangan Bu Dedeh
dan Pak Adam juga mengatakan bahwa ia dan suaminya saling memahami
kondisi anaknya yaitu Rifal. Dalam wawancara Bu Dedeh mengatakan
bahwa:

59
“Iya saling lah ngerti kan punya anak beda dari anak orang
lain, ga sama tapi misalnya kan kalo model Rifal mah ya, kalau pengen
apa-apa harus harus ada langsung harus ada, jadi kita mah ya
ngomong ke suami teh gimana ini harus beli, harus beli sekarang
soalnya Rifal ga ngerti anak mah ga ngerti. Apa? Sana di aa . Soalnya
ayah Ifall mah harus kalau misalnya mau ini harus ada, gimana itu
caranya pak, tenang aja gitu walaupun udah ga kerja misal bapanya
mah itu alhamdulillah ada aja itu miliknya Ifall” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Dalam proses penerimaannya, Bu Dedeh tetap bersyukur walaupun
dengan kondisi anak yang tidak sempurna, tapi ia tetap menerima dan
bersyukur anaknya masih diberikan waktu untuk hidup. Dalam
Wawancara Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Menerima langsung subhanallah kalau ga ada Ifal kan
misalnya mah kalau ga Ifal ya kan mau gimana teh perempuan kan
saya mah gimana gitu, kan yang perempuan itu meninggalnya ibu
sakitnya itu parah gitu misalnya kalo ga Ifal gimana itu saya bukannya
gimana tapi saya teh mau perempuan tapi gada diambil lagi gitu, tapi
kalau ga ada Ifal mah gimana saya. Kaya anak kecil gitu, umur enam
tahun juga kaya anak kecil gitu. Sekarang juga gitutu perasaannya
cuma lima tahun gitu. Langsung menerima teh subhanallah gitu
walaupun kecil tapi dia bisa hidup ada suara gitu belum ada suara
dulu. Sedihnya tuh gini, ya Allah ya Rabbi kecil, ini idup ga ya, segede
botol ibu” (Bu Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6
Desember 2021)
Bu Dedeh juga mengatakan bahwa memiliki anak seperti Rifal
perlu perhatian yang esktra. Sehingga dirinya sangat mengutamakan
kondisi kesehatan anaknya. Dalam wawancara Bu Dedeh mengatakan
bahwa:
“Jadi dinomor satukan ya segalanya mah kalo gitu kan beda,
kalo kedinginan juga mah ga bisa kedinginan Ifal mah. Laangsung
batuk pilek, jadi sebulan itu ke rumah sakit lima kali” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Selaras dengan pasangan sebelumnya juga, Bu Dedeh juga
mengikuti pengajian yang menruutnya memberikan dampak positif
terhadap dirinya, ketika mengikuti pengajian ia merasa mendapatkan
ketenangan dan bersyukur atas segala yang diberikan oleh tuhan.
Dalam wawancara Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Jadi lebih gimana ya lebih enak tenang kalau misalnya kalau
ke masjid kan ngedenger ceramah kiai di mana terus bersyukur kalau
kita dikasih penyakit itu titipan dari Allah harus bersyukur kita kalo
punya anak tuh harus diinget kita punya anak, begini suka ngomong

60
begini kan ustadznya belum tentu ibu lain mah mampu seperti” (Bu
Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Bu Dedeh juga mengatakan bahwa dalam mengurus anaknya ia
dan suaminya sama-sama berbagi waktu dalam mengurus anaknya,
salah satunya jika dirinya tidak bisa mengantar ke sekolah maka
suaminya yang akan mengantar Rifal ke sekolah. Dalam wawancara Bu
Dedeh mengatakan bahwa:
“Sering ibu teh seminggu itu senin ikut pengajian di masjid
jami, terus selasa musholla deket rumah terus jumat RT sholawat trus
minggu pengajian lagi. Jadi pengajian bersama mah dua senin sama
jumat tapi saya mah ga nganter sekolah kalau ga ada halangan
bapaknya aja yang nganter gitu saya kan ke masjid” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021).
Seperti yang dikatakan oleh Bu Dedeh, Pak Adam juga
mengatakan bahwa dirinya dan istri saling membantu dalam mengurus
anak dan jika ia tidak bekerja ia ikut serta dalam mengasuh anaknya.
Dalam wawancara Pak Adam mengatakan bahwa:
“Diaples lah, kadang-kadang saya lagi di Jakarta pulang
giliran di rumah saya apis sekarang giliran saya nganterin tiap-tiap
tiga.. berarti dua kali Senin anter Rebo saya ke sini, istri di rumah aples
lah gitu kalo saya lagi dinas di luar, istri ke sini gitu, saling saya lah
saling”(Pak Adam, wawancara informan kunci pada tanggal 24
November 2021)
Pak Adam juga menambahkan bahwa dirinya dan Bu Dedeh
bekerja sama dalam mengajari anaknya di rumah. Dalam wawancara
Pak Adam mengatakan bahwa:
“Oke, ya.. kalo lagi ada ngobrol-ngobrol biasa, kadang-
kadang kan kalo di rumah ya, saling belajar dua-duanya, gitu lah sa
saya sama istri saya sama. Saya kekadang belajar ngaji untuk anaknya
di rumah, terus ibunya belajar nulis gitu di rumah, gitu aja ga ada
...nya, sama lah.” Pak Adam, wawancara informan kunci pada tanggal
24 November 2021)
Selain bekerja sama dalam mengurus anaknya, Pak Adam juga
sering membicarakan tentang anak bersama istrinya. Dalam wawancara
Pak Adam mengatakan bahwa:
“Iya gitu, sering saya ngobrol-ngobroll tentang anak” (Pak
Adam, wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)
Sama seperti pasangan sebelumnya juga, dalam membangun
kenormalan yang baru Bu Dedeh dan Pak Adam saling memberi
dukungan dan mengajak satu sama lain untuk saling bersyukur. Dalam
wawancara Bu Dedeh mengatakan bahwa:

61
“ya itu sama rasa syukur punya anak Ifal itu, dua ya berdua
kita yang momong kita berdua bersyukur alhamdulillah sekarang Ifal
udah bisa sekolah masih bisa sekolah walaupun saya ga kerja itu kerja
serabutan gitu tapi ada aja miliknya suka ngomong gitu tiasa sama
bapaknya” (Bu Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6
Desember 2021).
“Saling ngajakin bersyukur gitu, alhamdulillah kita mah orang
lain dari pagi sampe sore anaknya kaya gitu tuh dari sd tapi ga juga
kayagini, kita nih kerjanya serabutan kadang-kadang kerja kadang
engga gitu kan ya namanya di kampung ya paling nyari rumput, kita
mau ngangon kambing gitu kan itu mah satu tahun sekali gitu ya dijual
satu tahun sekali, alhamdulillah Ifal ada miliknya gitu” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021).
Seperti yang dikatakan Bu Dedeh, Pak Adam juga mengatakan
demikian bahwa ia kerap kali mendapatkan dukungan dari istrinya yang
membuat dirinya lebih tenang dan kuat dalam menerima keadaan.
Dalam wawancara Pak Adam mengatakan bahwa:
“Engga, ditenangin aja gitu saya sama istri saya. Biarin aja lah
kuatin ya Allah kita menerima aja keadaan dari Allah ini” (Pak Adam,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)
Demikian dengan pasangan Bu Mita dan Pak Iwan, sebagai
orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental dalam menjalin
komuunikasi mereka saling pengertian dan mengutamakan kondisi
anaknya yaitu Bella.
“saling pengertian, pokoknya kalau ada apa-apa itu
diutamakan Bella dulu”(Bu Mita, wawancara informan kunci pada
tanggal 2 Desember 2021)
Serupa dengan pasangan sebelumnya Bu Mita dan Pak Iwan
dalam kesehariannya biasanya membicarakan tentang perkembangan
anaknya.
“iya, paling gitu Bella sekarang udah bisa apa, alhamdulillah
udah bisa mandi sendiri pake baju sendiri kita kan lihat kondisi anak
beda-beda yah 16 tahun kalau disabilitas gitu tapi Bella alhamdulillah
udah bisa apa-apa sendiri” ”(Bu Mita, wawancara informan kunci
pada tanggal 2 Desember 2021)
Frekuensi komunikasi antara Bu Mita dan Pak Iwan juga sangat
sering, selain membicarakan keadaan anak, Bu Mita juga suka
menanyakan kondisi pekerjaan suaminya. Dalam wawancara Bu Mita
mengatakan bahwa:
“sering banget, kalau di rumah pasti sering banget, keadaan
anak-anak gimana atau dia pekerjaannya gimana pokoknya baik

62
banget lah” (Bu Mita, wawancara informan kunci pada tanggal 2
Desember 2021)
Demikian dengan Pak Iwan juga mengatakan bahwa biasanya ia
sering membicarakan tentang anak seperti sekolah anak, bermain, dan
bagaimana masa depan anaknya. Dalam wawancara Pak Iwan
mengatakan bahwa:
“masalah sekolah aja, terus main, terus gimana ke depannya
gitu paling juga” (Pak Iwan, wawancara informan kunci pada tanggal
2 Desember 2021)
Sama halnya seperti pasangan sebelumnya Bu Mita juga
mengatakan bahwa dirinya memberi ekstra perhatian kepada anaknya
yaitu Bella.
“oh iya, kita harus lebih menjaga aja menjaga anak kalau
misalnya seperti kalau main harus tetep dijagain gitu takutnya maaf
yah diejek sama temennya gitu pokoknya saling aja” (Bu Mita,
wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Dalam proses penerimaannya Bu Mita mengatakan bahwa
karena keluarga menerima dengan ikhlas ia jadi terbantu dan tidak
pernah merasa minder dengan kondisi anaknya.
“dari pertama lahir pun nggak kelihatan yah, pas kelihatannya
pas anak usia satu tahun aja kelihatannya teh kok belum bisa jalan
terus lemes ya tapi alhamdulillah sih semua keluarga menerima apa
adanya gitu karena itu titipan Allah yah, nggak sih nggak ada rasa
minder nggak pokoknya mah babari kalo Bahasa sundanya mah kita
the punya jimat lah gitu ceuk sundanya mah” (Bu Mita, wawancara
informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Sama seperti istrinya, Pak Iwan juga mengatakan bahwa dalam
proses penerimaannya ia merasa ikhlas dan tidak merasa terbebani
dengan kondisi anaknya.
“nggak jadi beban sih, udah apa yaa.. menerima apa adanya gitu”
(Pak Iwan, wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember
2021)
Dalam membangun kenormalan yang baru Bu Mita juga
berusaha keras untuk membuat anaknya dapat berkembang
sebagaimana mestinya, ia membawa anaknya terapi sampai akhirnya
bisa berjalan seperti anak-anak lainnya.
“alhamdulillah nggak semua keluarga juga pas Bella nggak
bisa jalan juga inshaAllah pede semua keluarga juga inshaAllah Bella
bisa jalan pas bisa jalan itu 5 tahun tapi dengan usaha itu dengan
pengennya jalan itu usahanya sangat keras lah kayak ke tempat pijit
itu seminggu 2 kali gitu tapi rutin itu berapa tahun itu teh gitu” (Bu
Mita, wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)

63
Pak Iwan juga mengatakan bahwa ia berupaya agar anaknya
tetap berkembang dengan membawa anaknya ikut terapi dan
bersekolah. Dalam wawancara Pak Iwan mengatakan bahwa:
“di sekolahin biar dia ngerti, kan pertamanya itu di urut dulu
kan dia nggak bisa jalan di urut dulu, gimana sih kayak anak gitu,
sayang, ke anak yang itu, ke Bella, ke adik-adiknya disamain nggak
ada yang berbeda” (Pak Iwan, wawancara informan kunci pada
tanggal 2 Desember 2021)

Kehadiran keluarga yang baik dan memberikan dukungan


kepada Bu Mita, membantunya untuk tegar dalam menerima keadaan.
“ya karena ada keluarga yang sangat baik gitu jadi dukungan
keluarga gitu aja” (Bu Mita, wawancara informan kunci pada tanggal
2 Desember 2021)
Demikian juga dengan Pak Iwan dalam menerima keadaan
walaupun ia mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman, ia
merasa dukungan utama yang membantu dirinya yaitu dari Bu Mita
sebagai istrinya.
“semuanya, teman saudara pada baik lagian nomor satu kan
istri, istri bapak jadi apa ya menerima apa adanya gitu istri juga, jadi
nggak gini lah pas lahir oh gimana-gimana nggak, gimana aja ini yang
terbaik kan, Allah ngasih semuanya ini pasti ada hikmahnya yang
terbaik kan” (Pak Iwan, wawancara informan kunci pada tanggal 2
Desember 2021)
Sama seperti pasangan sebelumnya, Bu Mita juga mempunyai
rutinitas yaitu mengikuti pengajian dan arisan yang membantunya
menjadi lebih tenang dan bersyukur dengan kondisi hidupnya
“iya kayak gitu jadi nggak ada beban sih hidup, jadi kita mah
hidup dalam keluarga itu harus selalu bersyukur yah nggak ada beban
sama sekali sih jalani apa adanya aja” (Bu Mita, wawancara informan
kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Bu Mita juga menambahkan dirinya jadi tidak merasa jenuh
karena menjalani rutinitas yang ia sukai yaitu ikut arisan.
“tah itu nggak jenuh hidup teh kan kita punya anak paling kecil-
kecil ya kata orang teh ih capek apa gimana ah nggak, nggak ngerasa
capek dijalani apa adanya mah bersyukur aja” (Bu Mita, wawancara
informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Dalam mempertahankan keluarganya Bu Mita juga
mengatakan bahwa ia dan suami saling memberi dukungan satu sama
lain seperti memberi rasa kasih sayang, saling menjaga, saling

64
menghormati dan mengajak selalu bersyukur dengan segala kondisi
hidupnya.
“iya itu we pertama keluarga itu harus penuh rasa kasih sayang
ya saling menjaga, menghormati terus hidup itu penuh dengan
bersyukur aja” (Bu Mita, wawancara informan kunci pada tanggal 2
Desember 2021)
Bu Mita juga menambahkan bahwa dalam menjalin
komunikasi ia dan suaminya bersifat terbuka dan tidak pernah
menutupi hal sekecil apapun. Dalam wawancara Bu Mita mengatakan
bahwa:
“yaa itu nya mah saling terbuka aja nggak ada yang ditutupi
sekecil apapun” (Bu Mita, wawancara informan kunci pada tanggal 2
Desember 2021)
Sama seperti istrinya, Pak Iwan juga menjawab dengan serupa
ia mengatakan bahwa dalam menjalin komunikasi ia dan istrinya
bersifat terbuka dan tidak menutupi masalah sekecil apapun. Dalam
wawancara Pak Iwan mengatakan bahwa:
“sering komunikasi, sering ngobrol lah jadi gimana yah.. kita
mah nggak ada yang ditutupi masalah sekecil apapun suka ngobrol
sama istri sampai hal kayak gaji aja saya mah terbuka” (Pak Iwan,
wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)

Topik 2: Menyampingkan Perasaan Negatif dan Mengedepankan tindakan


produktif.

Mengedepankan tindakan produktif sambil melatarbelakangi perasaan


negatif berpusat pada perwujudan resiliansi. Dalam hal ini, orang tua dengan
anak retardasi mental perlu mengedepankan komunikasi positif dan mengelola
hambatan dengan melibatkan pembuatan keputusan secara sadar dan dukungan
orang lain.
Dalam wawancara yang telah dilakukan, peneliti ingin mengetahui
bagaimana cara orang tua menyampingkan perasaan negatif dan membangun
komunikasi yang positif dengan pasangan dalam mengambil keputusan dan
dan dalam menyelesaikan masalah untuk membangun ketahanan keluarganya.
Hasil dari wawancara dengan sepuluh informan kunci yaitu pasangan
Bu Siti salma dan Pak Deni, pasangan Bu Yuni dan Pak Lukman, pasangan Bu

65
Yani dan Pak Saeful, pasangan Pak Adam dan Bu Dedeh, pasangan Bu Mita
dan Pak Iwan adalah sebagai berikut:
Bu Siti Salma mengatakan bahwa dalam pengambilan keputusan
biasanya dirinya lah yang lebih dominan dalam mengambil keputusan, hal itu
dikarenakan dirinya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sehingga ia
lebih tahu bagaimana kondisi anaknya. Meskipun begitu, suaminya yaitu Pak
Deni selalu mendukung dan respect dengan apapun keputusan istrinya. Dalam
wawancara Bu Siti Salma mengatakan bahwa:

“iya, karena yang sehari hari di rumahnya itu saya bukan


ayahnya, jadi ayahnya mah ngedukung terserah ibu, ibu mau sekolahin
dimana juga gitu.” (Bu Siti Salma, wawancara informan kunci pada
tanggal 24 November 2021)
Pak Deni sebagai suami Bu Siti Salma juga menambahkan bahwa
dalam mengambil keputusan ia dan dirinya bekerja sama dan mengambil
keputusan secara bersama, ia juga mengatakan bahwa sekecil apapun
masalahnya pasti ia dan istrinya selesaikan dengan cara berkomunikasi.

“nggak, kita mengambil keputusan itu bersama yah, kata saya


juga tadi kita satu tim satu keluarga, bagaimanapun masalahnya kita
harus berkomunikasi sekecil apapun masalahnya kita pasti
berkomunikasi gitu” (Pak Deni, wawancara informan kunci pada
tanggal 28 November 2021)
Meskipun ada perbedaan pendapat diantara keduanya Pak Deni dan Bu
Siti Salma merasa bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan
dapat diselesaikan dengan komunikasi dan mengambil yang terbaik.

“kalau perbedaan pendapat wajar ya, perbedaan pendapat itu


berarti intinya berkomunikasi apa pendapat yang salah dan apa
pendapat yang benar gitu” (Pak Deni, wawancara informan kunci
pada tanggal 28 November 2021)
Dalam menyampingkan perasaan negatifnya, Bu Siti Salma
menggunakan hambatan sebagai strategi, di mana dirinya merasa bahwa
diberikan anak dengan kondisi retardasi mental merupakan bentuk
kepercayaan tuhan terhadap dirinya. Ia juga tidak pernah memperdulikan
perkataan negatif dan justru mengikuti saran orang lain jika menurutnya itu
baik untuk anaknya. Dalam wawancara Bu Siti Salma mengatakan bahwa:

66
“kalau saya sih prinsipnya, kalau saya dikasih anak seperti itu
berarti Allah percaya saya, jadi saya mah nggak peduli orang bilang
apa gitu, saya juga kalau ada yang ngasih tau harus kesini saya ikutin
gitu yang nilainya positif nggak negatif” (Bu Siti Salma, wawancara
informan kunci pada tanggal 24 November 2021)
Berbeda dengan istrinya, Pak Deni tidak pernah mendapatkan
perasaan negatif dari lingkungan sekitarnya, ia justru merasa bahwa teman-
temannya memberikannya semangat untuk menerima keadaan.

“nggak sih, malah teman-teman mensupport, kalau saya itu


juga mendukung soalnya kata saya juga tadi anak itu anugrah ya
titipan tuhan bagaimanapun dia keadannya bagaimanapun dia
kondisinya harus menerima dan kita harus menjalaninya” (Pak Deni,
wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Tak dapat dipungkiri bahwa tentunya di dalam keluarga selalu ada
masalah yang terjadi, masalah yang biasanya terjadi diantara Bu Siti Salma
dan Pak Deni adalah biasanya kurangnya kontrol emosi saat Pak Deni
mengasuh Raditya. Meskipun begitu, masalah tersebut biasanya langsung
diselesaikan karena memahami kondisi anak dan Pak Deni meminta maaf
atas apa yang ia lakukan. Dalam wawancara Bu Siti Salma mengatakan
bahwa:

“saya langsung suka ambil Raditnya, kata saya ayah jangan


kasar, kata ayahnya langsung minta maaf dedek ayah minta maaf
langsung gitu, makanya dia mah ngerti radit kalau misalnya dia salah
dedek minta maaf ke ayah langsung cium tangan ngerti sampai
sekarang radit juga soalnya gitu sama saya, ayah langsung minta maaf
gitu langsung panggil dedek gitu ayah minta maaf yah langsung gitu.”
(Bu Siti Salma, wawancara informan kunci pada tanggal 24 November
2021)
Sebagai perempuan Bu Siti Salma juga kerap kali merasa cemas
ketika Raditya sakit, ketika mengalami kecemasan ia selalu diskusi dengan
suaminya untuk mencari solusi. Dalam wawancara Bu Siti Salma
mengatakan bahwa:
“iya pasti bilang ke ayahnya, kadang saya sambil nangis ayah
kasian anaknya sebenarnya sakit apa udah dibawa ke dokter tapi masih
gini sakitnya dia jalannya tuh sampai nahan gitu kata ayahnya aduh
gimana atuh ibu kan ayah juga bingung harus gimana udah kita ke
Suhu aja, kan pegangannya itu ke terapi cina itu Suhu, tunggu aja
sampai obatnya habis kan saya mah kalau dianya sakit masih sakit
udah ke dokter ema masih sakit juga suka langsung ke bogor ke Suhu
itu kan alternatif pegangan dia kan sampai 4 tahun dia ke Suhu itu.”

67
(Bu Siti Salma, wawancara informan kunci pada tanggal 24 November
2021)
Pak Deni juga menambahkan bahwa dirinya tidak pernah merasa
cemas namun ia selalu membantu istrinya ketika merasa cemas seperti saat
Raditya jatuh sakit. Dalam wawancara Pak Deni mengatakan bahwa:
“iya paling juga saya.. emm kan yang paling mengerti ibunya
ya, kalau ada apa-apa paling juga saya kalau disuruh beli obat
misalkan langsung saya berangkat gitu, yang tau radit tiap hari itu kan
ibunya saya cuma hari sabtu dan minggu aja di rumah gitu” Pak Deni,
wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Sama seperti pasangan Pak Deni dan Bu Siti Salma, dalam mengambil
keputusan Bu Yuni dan Pak Lukman juga selalu berdiskusi terlebih dahulu
untuk kemudian mengambil keputusan yang terbaik. Dalam wawancara Bu
Yuni mengatakan bahwa:
“suka ambil yang terbaik aja, kita berdua suka dirundingin
dulu gimana nanti dia kita kan cari emm nggak usah dia pinter atau
untuk orang lain asal buat dia dulu sendiri. Nggak sih, sama-sama
aja”(Bu Yuni, wawancara informan kunci pada tanggal 24 November
2021)
Selaras dengan Bu Yuni, Pak Lukman juga mengatakan hal yang sama
bahwa ia dan Bu Yuni sebagai istrinya selalu berunding dan mencari hasil
terbaik di setiap keputusan. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan
bahwa:

“Kita kalo ngambil keputusan soal Lintang selalu sama-sama,


sama istri.berunding sama istri mana hasil terbaik, pokoknya
rembukan sama istri, malah sama kakak-kakaknya kita rundingin.”
(Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November
2021)
Sampai saat ini Bu Yuni tidak pernah mendapatkan perasaan negatif
dari lingkungan sekitarnya, namun ia kerap kali mendengar perkataan dari
sekitarnya bahwa anaknya berbeda dari yang lain namun maksud tersebut
sebenarnya baik karena agar anaknya tidak diberikan perlakuan yang tidak
pantas. Dalam wawancara Bu Yuni mengatakan bahwa:

“nggak ada ya, tapi cuma ya suka denger jangan digalakin


katanya kan Lintang mah beda ajak main, paling gitu aja main sama-
sama gitu aja” (Bu Yuni, wawancara informan kunci pada tanggal 24
November 2021)

68
Untuk menghindari adanya perasaan negatif biasanya Bu Yuni
saling memberikan pengertian kepada anak-anaknya. Dalam wawancara Bu
Yuni mengatakan bahwa:

“iya saling memberikan pengertian ya, kasih sayang apalagi ya


sama anak-anak kadang kalau lagi sama-sama di rumah gitu dijelasin
lagi sama kakak-kakaknya gitu itu adiknya harus di bimbing gitu aja
sih” (Bu Yuni, wawancara informan kunci pada tanggal 24 November
2021).
Berbeda dengan istrinya yang memberikan pengertian kepada
anaknya yang lain, dalam menyampingkan perasaan negatifnya Pak
Lukman berupaya untuk selalu berpikir positif dan bersyukur atas apa yang
sudah diberikan tuhan. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan bahwa:
“Ah kita mah positif thinking aja ya, biar bagaimana pun juga
anak ya kan, pemberian dari Gusti Allah, harus kita syukuri, harus kita
pelihara dengan baik. Kita harus ya memberikan makannya, ya
pakaiannya, ilmunya, sekolahnya ya sekuat kita.” (Pak Lukman,
wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)

Dalam menghadapi konflik di antara pasangan, Bu Yuni mengatakan


bahwa suaminya biasanya turut memberi saran dan sama-sama menerima
solusi terbaik diantara keduanya. Dalam wawancara Bu Yuni mengatakan
bahwa:
“emm kan ayahnya suka kasih saran aja gitu ya sama terima
baiknya dia juga terima baiknya juga gitu” (Bu Yuni, wawancara
informan kunci pada tanggal 24 November 2021).
Sama seperti pasangan sebelumnya juga, Pak Lukman
menambahkan bahwa istrinya lah yang lebih unggul dalam menyelesaikan
masalah terkait anak, karena istrinya yang lebih banyak menghabiskan
waktu bersama Lintang. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan
bahwa:
“Biasanya sih yang lebih unggul dalam menyelesaikan
masalah sih istri, soalnya kan istri tiap hari sama anak, kalau saya
selagi di rumah aja. Istri lebih tau sikap dan sifatnya anak, istri yang
lebih tau.” (Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28
November 2021)
Walaupun begitu, Pak Lukman mengatakan bahwa ia dan istrinya
sangat memahami kondisi anak sehingga jika terjadi konflik jika ada kesalah
pahaman pasti saling memaafkan dan tidak pernah berlarut-larut dalam
masalah. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan bahwa:
“Ngga sih, belum pernah. Kalau pun kita itu ada kesalah
pahaman kita pasti saling memaafkan, namanya juga ngurus anak

69
pasti capek sih iya, kita ngerti cuman kita harus mengerti dalam
mengurus anak pasti capek. Ya harus mengerti. Itu karena emang
resiko kita sebagai orang tua, ga sampe berlarut langsung diselesaikan
aja” Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28
November 2021)
Sama seperti Bu Siti Salma, Bu Yuni juga kerap kali mengalami
kecemasan terutama dalam memikirkan masa depan anaknya. Dalam
meredam kecemasannya biasanya Bu Yuni meminta bantuan kepada
anaknya yang lain untuk sama-sama mengurus Lintang di masa yang akan
datang. Dalam wawancara Bu Yuni mengatakan bahwa:
“heem, kadang tetehnya yang dewasa itu yang pertama titip
gitu semuanya lah kakak-kakaknya titip Lintang gitu namanya umur kita
kan nggak tau itu aja sih” (Bu Yuni, wawancara informan kunci pada
tanggal 24 November 2021).

Berbeda dengan dengan Bu Yuni yang kerap mengalami kecemasan


terkait masa depan Lintang, Pak Lukman mengatakan bahwa dirinya tidak
pernah merasa cemas namun ia kerap kali merasa sedih ketika Lintang jatuh
sakit karena tidak seperti anak lainnya, Lintang tidak bisa mengungkapkan
secara baik apa yang dirasakannya. Dalam wawancara Pak Lukman
mengatakan bahwa:
“Kalau cemas engga, sedih kadang-kadang ada. Sedih itu
kalau Lintang lagi sakit, ga bisa ngungkapin apa yang dirasa dia, kita
kadang sedih. Dia ga bisa ngungkapin apa yang dia rasa, cuman bisa
nangis ya sedih gitu” (Pak Lukman, wawancara informan kunci pada
tanggal 28 November 2021)
Ketika merasa sedih biasanya Pak Lukman mencoba mencari
hiburan seperti bernyanyi dan berjoget bersama anaknya.
“Yaa enjoy aja. Saya memang suka nyanyi buat menghibur diri
sama Lintang kan suka joget, nyanyi juga dia seneg, kadang kalo dia
joget ya saya ikut joget sama dia, kadang ikut nyanyi” (Pak Lukman,
wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Selanjutnya pasangan Bu Yani dan Pak Saeful, Bu Yani mengatakan
bahwa dalam pengambilan keputusan biasanya dimulai dari salah satu dulu
yang kemudian baru diambil keputusannya oleh kedua belah pihak. Dalam
wawancara Bu Yani mengatakan bahwa:
“Ini kedua belah pihak ya meskipun asalnya dari salah satu
gitu ya eh ini aja pas mau terapi gitu, ada terapi gitu. Sebulan waktu
itu dua juta lapan ratus gitu terapinya, waduh mahal mahal banget,
belum obatnya kan Neng eh engga terapi dulu eh malah berobatnya
lebih mahal kita gitu Neng ada terapi yang bagus jadi kita Neng iya iya
dulu ya apa ya uangnya gimana nanti harus harus gitu Neng kan kita
kan harus yakin di mana ada kesulitan di situ ada kemudahan hahaha
70
itulah udah tua juga kita semangat ahahaha” (Bu Yani, wawancara
informan kunci 1 Desember 2021)
Sebagai suami Bu Yani, Pak Saeful juga mengatakan bahwa dalam
mengambil keputusan ia dan istrinya bersifat saling terbuka dan tidak
pernah menutupi masalah. Dalam wawancara Pak Saeful mengatakan
bahwa:
“Iya memang harus harus ini, kita emang kalau ada masalah
sama anak emang harus ga boleh rahasia-rahasiaan harus terbuka pah
gini gini, mah gini gini, Amanda gini gini semacam dia mens aja ga
boleh diumpetin harus ngomong.” (Pak Saeful, wawancara informan
kunci pada tanggal 29 November 2021)
Sama seperti Pak Lukman, Bu Yani juga mengatakan bahwa dalam
menyampingkan perasaan negatifnya ia selalu berpikir positif dalam kondisi
apapun. Dalam wawancara Bu Yani mengatakan bahwa:
“Engga engga putus asa bunuh diri gitu ya rugi soalnya kita ini
kalau dibikin kalau kita dikasih cobaan nggak enak dibikin ngeluh
kayak gini dibikin putus asa malah kita nggak ada dapat apa-apa gitu
ya mendingan kita ini aja kita insyaAllah Neng cuman ya itu kalau apa
gitu Ibu suka kalau lagi kecil itu ya beh bandel kqn itu ya Neng kan ga
tau” (Bu Yani, wawancara informan kunci 1 Desember 2021)
Sama halnya seperti Bu Siti Salma, Bu Yani juga pernah
mendapatkan perilaku yang tidak mengenakan dari lingkungan sekitarnya,
namun ia berusaha untuk tidak memperdulikan hal tersebut, Bu Yani juga
menambahkan ia lebih sering mendapatkan perlakuan baik dari lingkungan
sekitarnya. Dalam wawancara Bu Yani mengatakan bahwa:
“Iya iya kalo sekarang Ibu nggak ini ya, orang boleh punya
pendapat apa misalnya dia pendapat ke anak kita kaya apa itu hak dia
tapi yang Ibu rasakan yang memang banyak yang baiknya jadi kita ga
ini ya pa ya ada misalnya satu dua yang itu tapi lebih banyak yang
baiknya kita ga mikirin yang sedikit Neng” (Bu Yani, wawancara
informan kunci 1 Desember 2021)
“Iya pernah Neng, cuma kita nggak terlalu ini sama itu soalnya
kasian anaknya ya, kalo misal anak kita main ternyata anaknya iya sih
tapi ga terlalu diiniin sih, toh ga ga ga terus-terusan misalnya ada
tetangga yang kaya gitu maksudya kaya misalnya pas anak kita masuk
ke rumahnya dia ga suka gitu tapi seringnya baik lagi ya pa ya sekali-
kalinya gitu ga terlalu diiniin” (Bu Yani, wawancara informan kunci 1
Desember 2021)
Selaras dengan istrinya, Pak Saeful juga mengatakan bahwa ketika
mendapatkan perasaan negatif ia tidak memperdulikan tanggapan buruk dari
orang lain.

71
“Oh ada tapi saya ga perlu marah kayagitu. Wjarlah ada orang
yang pro ada orang yang kontra wajar. Ada. Ada tetangga saya juga
ada kayagitu cuman saya ga perlu ditanggepin gitu dianggep angin
lalu aja” (Pak Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal 29
November 2021)
Walaupun pada awalnya Pak Saeful merasa marah ketika
mendapatkan tanggapan yang buruk, tapi istrinya selalu meredam
amarahnya agar tidak memperdulikan perkataan orang lain.
“Marah , marah iya tapi ga perlu lah saya pikir-pikir. Awalnya
saya marah cuman karena istri, ngapain kita, biarin aja biarin” (Pak
Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal 29 November 2021)
Sama seperti pasangan Bu Siti Salma dan Pak Deni, Bu Yani juga
mengatakan bahwa konflik yang pernah terjadi adalah kurang kontrol emosi
dari suaminya ketika mengasuh anak. Dalam wawancara Bu Yani
mengatakan bahwa:
“Ahaha iya itu kalau masalah itu dulu laki-laki kan gitu kalau
nggak nurut suka gitu kan suka agak diseret gitu suka nggak suka itu
Ibu tapi ya sebentar” (Bu Yani, wawancara informan kunci 1
Desember 2021)
Pak Saeful juga mengatakan hal yang sama bahwa konflik yang
biasanya terjadi antara ia dan istrinya adalah perihal mengontrol emosi dan
mengasuh anak. Menurut Pak Saeful istrinya lebih sabar dalam mengasuh
anak sedangkan dirinya merasa anak tetap perlu merasa takut agar dapat
menahan keinginanannya.
“Kalau takut terlalu takut terlalu was was gitu. Kalau saya kan
tetap aja ank ini harus ada yang ditakutin bapanya kalau misal saya
marah sama anak kadnag-kadang istri suka ga boleh jangan lupa gini
gini. Saya bilang ga gitu juga, kita marah bukan selalu kalo memang
dia minta apa-apa kita turutin kalo kita emang lagi ada, kalau kita ga
ada tetap aja kita harus ngejaga, kadang-kadang kita suka gitu sama
istri suka dikasih tau, kalo istri kan ya lemah. Istri saya mah orangnya
sabar.” (Pak Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal 29
November 2021)
Namun, Bu Yani selalu berusaha tidak memperbesar masalah karena
menurutnya kebersamaan ia dan suaminya adalah kebahagiaan untuk anak-
anaknya.
“Kalau masalah pasti ada mah ya Neng rumah tangga
namanya tapi ya itu kita berusaha ini lah apa jangan ini jangan jadi
masalah. Masalah sih ada cuma jangan diperbesar gitu. Iya kalo masih
muda mah kelo Neng kan kalo ribut nggak bisa diumpetin. Dia sedih
kenapa kebahagiaan mereka tuh kita ngumpul di kamar gitu sama-

72
sama seneng anak-anak kalau misalnya ribut gitu dia ketawa-ketawa
sendiri gitu” (Bu Yani, wawancara informan kunci 1 Desember 2021)
Pak Saeful juga mengatakan bahwa ketika terjadi konflik ia dan
istrinya berusaha saling intropeksi diri. Dalam wawancara Pak Saeful
mengatakan bahwa:
“Alhamdulillah ga ada sih karena kita dikasih anak gini jadi
satu sama lain saling intropeksi diri gitu, jadi saya selama ini ga ada
lah, istri saya pun kayagitu. Biasanya kalau punya anak gini, biasanya
suaminya pergi gitu,ninggalin gitu. Woh kali saya ga gitu saya lebih
takut sama Allah saya. Jadi kita ga ga ada gini, biasa aja kita” (Pak
Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal 29 November 2021)
Bu Yani juga menambahkan bahwa dalam menyelesaikan masalah
dirinya mengutamakan kesabaran dan membelakangi keegoisan diri. Dalam
wawancara Bu Yani mengatakan bahwa:
“Udah pasti Neng kalo perempuan mah lebih sabar lah nanti
juga Eneng kalau punya suami kalo kita ini kenapa, Ibu pasti banyak
kenapa kebahagiaan anak tuh kebahagiaan mereka ini harus sama
orang tuanya kan kalau misalnya Ibu mikirin diri sendiri berarti nggak
sayang anak kan jadi Bapak juga kalau Ibunya ngalah gitu Bapaknya
baik yang baik banget ya pak ya kalo laki-laki gitu Neng” (Bu Yani,
wawancara informan kunci 1 Desember 2021)
Sama seperti pasangan sebelumnya, Bu Yani juga sering kali
mengalami kecemasan terutama di saat anaknya jatuh sakit.
“Sering, kalau masalah itu sering apalagi kalo sakitnya kita,
Neng kalo punya anak gini sakitnya suka deg deg deg nanti kalo dia
pas panas sakit kasian kita kurang tidur takut kenapa gitu ya kan
anaknya ini kan bikin ini Neng, deg degan huuh kalau mau nangis gitu”
(Bu Yani, wawancara informan kunci 1 Desember 2021)
Ketika mengalami kecemasan biasanya Bu Yani saling memberikan
support dengan Pak Saeful suaminya.
“Malah malah kalau Ibu cemas gitu pas lagi banyak tugas jadi
ya emang harus kuat gitu ya harus saling nguatin” (Bu Yani,
wawancara informan kunci 1 Desember 2021)
Sama seperti istrinya, Pak Saeful juga pada awalnya pernah merasa
cemas apabila ia dan istrinya tidak ada di rumah, namun kecemasannya itu
ia sampingkan dengan berserah diri kepada tuhan. Dalam wawancara Pak
Saeful mengatakan bahwa:
“Ya kita awalnya saya cemas. Apalagi misal nih kalo saya ga
di tempat terus istri ga ada yaitu cemas tapikan semua itu kan Allah
yang tau. Allah lebih tau. Makanya kita dikasih anak ini, kita semuanya

73
kita serahin sama Allah saya sih ga terlalu ini ya, santai aja” (Pak
Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal 29 November 2021)
Selain itu Pak Saeful juga pernah mengalami kecemasan mengenai
masa depan anaknya, ia kerap merasa khawatir jika istrinya tidak ada.
Namun, ketika berpikiran negatif seperti itu Pak Saeful selalu berserah
kepada tuhan dan istrinya selalu meredam kecemasannya.
“Iya. Saya kadang kecemasannya gitu, saya pikir kalau
misalnya saya ga ada istri ga ada ntar Manda sama siapa ya gitu
cuman kita gausah pikir ke situ, Allah lebih tau mana yang ini. Jadi
Allah memberikan anak yang begini Dia udah ada ininya, jadi kita
gausah terlalu cemas ke situ. Jaid yaitulah kita, kecemasannya. Tapi
ya gitu lah sama istri diredam” (Pak Saeful, wawancara informan
kunci pada tanggal 29 November 2021)
Berikutnya adalah pasangan Bu Dedeh dan Pak Adam, Bu Dedeh
mengatakan bahwa dalam mengambil keputusan ia dan suaminya
menerapkan sifat jujur dan saling terbuka. Dalam wawancara Bu Dedeh
mengatakan bahwa:
“Jujur, terbuka masa ga terbuka sama suami, ya sama siapa
lagi kita cerita kan yang satu udah menikah, jujur kita mah kalau ada
apa gitu. Misalnya kalo ga kerja lagi kita harus punya modal supaya
Ifall bisa sekolah sampai mudah-mudahan sampai kuliah misalkan,
kita mah harus punya modal buat apa aja misal buat jauh-jauh lah
kerjanya maksudnya biar Ifallnya keurus lah sekolahnya gitu suka
ngomong-ngomong gitu” (Bu Dedeh, wawancara informan kunci pada
tanggal 6 Desember 2021)
Sedangkan Pak Adam mengatakan bahwa dalam mengambil
keputusan ia mengutamakan dan memahami kondisi anak.
“Heem heem iya ga ada, ga ada kalo kesal gitu, saya belum
pernah berantem gara-gara anak ini. Kan anaknya udah tau anak
begini” (Pak Adam, wawancara informan kunci pada tanggal 24
Noevmber 2021)
Sama seperti pasangan sebelumnya, Bu Dedeh juga pernah
mendapatkan perilaku yang buruk dari orang-orang disekitarnya. Dalam
wawancara Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Sedih iya emang sedih, suka diejek, itu gausah diajak itu mah
galak misalnya, itu jangan diajak si Ifall emang suka sedih saya kalau
ngomong sama suami teh” (Bu Dedeh, wawancara informan kunci
pada tanggal 6 Desember 2021)
Walaupun pernah mendapatkan perilaku yang buruk, Bu Dedeh
tetap bisa menyampingkan perasaan negatifnya dengan berpikir positif dan
bersyukur bahwa terkadang anaknya lebih mengerti dan menjaga akhlaknya
dibandingkan anak normal lainnya.
74
“Yaa bersyukur aja bersyukur. Walaupun Ifall teu sempurna
insyaAllah Ifall akhlaknya sempurna. Ada yang sempurna tapi
akhlaknya ga sempurna gitu, ada yang kayagitu banyak tapi Ifal mah
udah tau disiplin gitu waktu sholat misalnya jam 12 gitu masih nyetel
musik, dimatiin, pa adzan, udah ngerti dia alhamdulillah tapi orang
yang normal mah ga kaya si Rifal woh misalnya nyetel musik dimatiin,
adzan adzan, Allah gitu iIfall mah ngerti makanya bersyukur saya tapi
ga normal gitu tapi akhlaknya udah keliatan gitu waktu ibadah gitu,
bersyukur saya harus bersyukur. Walaupun didiknya Cuma saya sama
bapaknya mah sekarang ga tiap hari gitu ya saya hyang tiap hari saya
sama bapaknya Ifal alhamdulillah udah keliatan waktunya sholat ke
orang lain teh Allah, Allah, Allah gitu Adzan, Adzan” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Demikian juga dengan Pak Adam yang mengatakan bahwa ia
kadang-kadang mendengar perkataan buruk dari teman-teman seusia Rifal.
“Iya, kadang-kadang sakit kalau udah dari luar anak-anak
desa bilang kadang-kadang ini tapi sabar” (Pak Adam, wawancara
informan kunci pada tanggal 24 Noevmber 2021)
Sama seperti istrinya, Pak Adam juga mengatakan bahwa untuk
menyampingkan perasaan negatif tersebut ia banyak bersyukur dan
mengingat kembali bahwa anaknya adalah titipan Tuhan yang harus ia jaga.
“Kadang-kadang begini ya, itu aja kadang-kadang kita kalau
punya hem ya Allah ya Rabbi, kalau anak saya semacam kaya anak
orang lain ya Allah ya Rabbi kata saya ini, biar ngaji ya allah ya Rabbi,
gitu aja. Istri saya gitu, sama. Punya itu, kalo anak-anaknya udah 12
tahun umur, berarti anaknya ini anaknya udah SMP berarti kalo di
kampung liat orang gitu aja tapi menyadari lagi ama diri kita kalau
kita dikasih sama Allah berarti titipan dari-Nya gitu aja.” (Pak Adam,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 Noevmber 2021)
Sedangkan konflik yang sering tejadi diantara Bu Dedeh dan Pak
Adam adalah perbedaan pendapat ketika menuruti keinginan anak. Bu
Dedeh merasa dirinya lebih sabar dan mengikuti keinginan anak, sedangkan
Pak Adam tidak selalu ingin menuruti keinginan anaknya. Dalam
wawancara Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Suka misalnya begini nih minta uang ni ke bapaknya kan udah
capek nyari, minta duit minta duit mulu nanti batuk itu, saya yang kasih
aja yang marah kasih aja kasih aja nanti kalau anaknya sakit kerasa
mau apa-apa ga mau kan udah tadi jangan jangan dikasih mulu kata
bapanya dia mau beli eksrim kan batuk, kasih aja nanti nangis
anaknya, saya yang suka marah gitu, kalau mukul yang ini aja jangan
ininya, kan bapanya suka gitu, jangan nakal gitu misalnya sama kalau
jumatan sama ank orang lain suak nyubit gitu, jangan ga boleh marah
saya marah saya yang marahin, saya yang ngandung, saya yang
ngerasain, harus ngerti lah, kadnag-kadang bapanya ngingetin tapi
75
harus itu lah sedikit-sedikit dikasih peringatan, kan saya yang marah
ya, saya yang ngandung, saya yang ngelahirin gemes cuman gitu yaa
ngomong gitu” (Bu Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6
Desember 2021)
Selain masalah dalam mengasuh anak, masalah yang kerap terjadi di
antara Bu Dedeh dan Pak Adam adalah masalah ekonomi, Bu Dedeh suka
merasa khawatir jika ia tidak mempunyai biaya untuk anaknya yaitu Rifal.
“Ada ada pasti ada, suka ngeluh saya gimana ya besok mau
sekolah uangnya ga ada, yah dagang di kampung mah ya uangnya
dagang kecil-kecilan gimana ya besok kalau ga punya, Ifal kan kalo ga
dianterin mah biayanya itu yang ngemahalin lima puluh tujuh puluh
itu mah abis kalau ga ada yang nganterin gitu” (Bu Dedeh, wawancara
informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Sama seperti Bu Dedeh, Pak Adam juga mengatakan bahwa konflik
yang biasanya terjadi antara ia dan Bu Dedeh adalah masalah ekonomi.
Dalam wawancara Pak Adam mengatakan bahwa:
“Saya kadang-kadang begini bu, ya jelas aja ya kadang-kadang
kalo kita lagi mabok kan usaha ke usaha kalo lagi sepi dagangan
kadang-kadang istri juga ngomong kumaha jena, gimana katanya mau
sakola mau sakolah tapi usaha begini, tapi yang namanya usaha kata
saya, namanya rejeki dari Allah mah, memang segini, mudah-mudahan
aja kata saya jangan sampai kita masa depan kita kalau sekarang gini
bu ya, kita kan masalah ribut ada ada aja, masalah anak ini ada aja,
saudara kita juga, kan saudara kadang-kadang ga diajak tu anak, nah
ributnya di situ anak sama istri saya jadi kata saya udah aja bu, jangan
sampe ribut sama sodara soalnya sama adenya, jadi ga enak kali ya
anak anak ga bisa bego, ga bisa sekolah kan gaenak kata saya sabar
aja akhirnya ribut ributnya oh apa masalah ributnya sama sodara .
biarin aja kata saya mah ga ada ini, biarin aja. Mudah-mudahan anak
kita suatu saat maju ekonomi apapun anak kita walau begini mudah-
mudahan anak-anak itu si pada minjem duit sama anak saya itu. Ga
pernah ribut, gitu aja.” (Pak Adam, wawancara informan kunci pada
tanggal 24 Noevmber 2021)
Walaupun begitu, Bu Dedeh dan Pak adam selalu berbicara baik-
baik dalam menyelesaikan masalah diantara keduanya. Dalam wawancara
Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Ngomong baik-baik” (Bu Dedeh, wawancara informan kunci
pada tanggal 6 Desember 2021)
“Yang penting bisa makan katanya, bisa sekolah yang penting
mah bisa jajan aja cukup lah ga neko-neko, penting bisa sekolah Ifal
bisa makan, bisa jajan, bisa beli baju udah gitu aja ga minta apa-apa
lagi itu aja” (Bu Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6
Desember 2021)

76
Demikian juga dengan Pak Adam yang mengatakan bahwa dia dan
istrinya tidak pernah larut terlalu lama dalam masalah dan mencoba untuk
tidak memperdulikan ketika mendapat perilaku buruk dari orang lain.
“Oh kadang-kadang saya tapi Alhamdulillah ya, damai gitu
sama istri ya, nurut lah. Biarin aja jangan sampai diambil hati
namanya juga kan kita lagi emosi gitu kan, lain-lain. Engga belum
pernah” (Pak Adam, wawancara informan kunci pada tanggal 24
Noevmber 2021)

Bu Dedeh juga kerap kali mengalami kecemasan sampai membuat


dirinya terkena penyakit asam lambung. Dalam wawancara Bu Dedeh
mengatakan bahwa:
“Heeh ibu bukan dari makanan kalo dari lambung ga ngerti
saya kan bukannya dari makanan tapi pikiran saya kan pikir emang bu
punya anak ga. Mikirnya gini kalau ga da saya gitu gimana kalau Ifal
ga sekolah misalnya, kan kalo sekolah-sekolah bisa itu nama dia aja
bisa gitu jadi ga diledekin sama orang lain gitu, takut emang dipikir,
takutnya gitu” (Bu Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6
Desember 2021)
Ketika mengalami kecemasan seperti itu, Bu Dedeh biasanya lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan untuk membuat dirinya lebih tenang.
“Itu aja banyak dzikir aja banyak dzikir” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Selain itu, anak-anaknya yang lain juga selalu menenangkan dirinya
agar tidak banyak berpikir negatif untuk masa depan Rifal. Hal tersebut
membantunya dirinya merasa lebih tenang. Dalam wawancara Bu Dedeh
mengatakan bahwa:
“Heem misalnya gitu kalau misalnya saya ga ada kan masih
ada sodaranya gitu kan masih ada kakanya kan kata anak teh kata
kakaknya Ifal jangan banyak pikiran misalnya saya makan si Ifal jajan
jadi ya walaupun saya juga udah kerja jadi ga bakal ga inget gitu ke
Ifal, jangan banyak pikiran ya umi setiap hari liat Ifal paling seminggu
sekali ke umi bilang jangan banyak pikiran jangan. Jangan dipikir saya
ga ada takut Ifal ga jadi apa-apa jangan, seidkit-sedikit kan dikasihlah
saya dagang cilung di rumah buat jajan Ifal, kalau ga jajan mah
gimana, kalau saya sehat bapanya ga kemana-mana, di anterin aja pak
gitu kan kalo ditinggalin sendiri kan sayang kasiann saya kan dagang
gdikit-dikit kalau minta jajan dikasih kan minta jajan dikasih” (Bu
Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Berbeda dengan istrinya, Pak Adam justru tidak pernah mengalami
kecemasan, ia selalu berpikir positif untuk anaknya di masa akan yang
datang.

77
“Tenang aja gitu pikiran tenang aja punya anak begini ada
sekolah berangkatin, kalau udah keluar juga engga ada, eh de juga ga
ada. Ga ada pikiran, mikirin apa lagi sama istri. Yang penting mah kita
anak satu-satunya ini, cumannn satu lagi sampai pun mana juga lah
sampai kuat saya, sakolahin aja mudah-mudahan masih SLB berdiri ,
sama gurunya doain aja gurunya mudah-mudahan anak kita si panjang
umur” (Pak Adam, wawancara informan kunci pada tanggal 24
Noevmber 2021)
Begitu pula dengan pasangan Bu Mita dan Pak Iwan, Bu Mita
mengatakan bahwa dalam mengambil keputusan ia dan suami
mengutamakan sifat saling terbuka dan tidak menutupi hal sekecil apapun.
Dalam wawancara Bu Mita mengatakan bahwa:
“iya, kunci rumah tangga itu saling terbuka nggak ada tertutup
walau sekecil apapun” (Bu Mita, wawancara informan kunci pada
tanggal 2 Desember 2021)
Pak Iwan sebagai suami Bu Mita juga mengatakan hal yang sama
bahwa dirinya dan Bu Mita selalu berdiskusi dalam mengambil keputusan.
“diambil berdua, suka diskusi sama istri” (Pak Iwan,
wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Pak Iwan juga menambahkan bahwa sifat saling terbuka ketika
mengambil keputusan adalah sebuah keharusan di antara ia dan Bu Mita.
“iya dong saling terbuka, harus itu mah” (Pak Iwan,
wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Bu Mita juga menambahkan bahwa keputusan yang ia ambil
bersama suaminya selalu berdasarkan atas keputusan kedua belah pihak.
“diambil dua belah pihak soalnya suami saya lebih tua bu jadi
bedanya juga 11 tahun yah jadi nggak usah curhat ke siapapun ke
suami juga asa ke orang tua we gitu” (Bu Mita, wawancara informan
kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Berbeda dengan pasangan sebelumnya, Bu Mita mengatakan bahwa
dirinya tidak pernah mendapatkan pandangan atau perilaku negatif dari
lingkungannya. Ia juga selalu berpikir positif kepada orang-orang di
sekitarnya.
“nggak, karena kan saya orangnya orang bisnis yah ekonomi
jadi harus apa ya.. harus akur gitu sama semua orang jadi nggak punya
pikiran negative ke orang harus punya hati bersih aja jadi kitanya
kalau positive mah enak ya nggak punya pikiran jelek kitanya atau
gimana gitu ah jadi hati bersih gimana sih yang penting mah orang
lain jangan nyentil kita aja” (Bu Mita, wawancara informan kunci
pada tanggal 2 Desember 2021)
Bu Mita juga mengatakan bahwa di antara ia dan suaminya jarang
sekali terjadi konflik karena sama-sama saling mengerti.

78
“alhamdulillah nggak pernah ada konflik soalnya pada ngerti,
nggak pernah sih hehe” (Bu Mita, wawancara informan kunci pada
tanggal 2 Desember 2021)
Demikian juga dengan Pak Iwan yang mengatakan bahwa di antara
ia dan istrinya jarang terjadi konflik.
“iya jarang, nggak pokoknya mah” (Pak Iwan, wawancara
informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)

Bu Mita menambahkan bahwa jika terjadi sesuatu pada anaknya, ia


dan suami berusaha untuk bekerja sama untuk meminimalisir masalah.
“kalau sakit ya diobatin nggak pernah ada konflik gimana kita
nggak alhamdulillah kalau Bella sakit ya obatin pokoknya intinya kerja
sama aja” (Bu Mita, wawancara informan kunci pada tanggal 2
Desember 2021)
Sama seperti Bu Dedeh, Bu Mita juga pernah mengalami
kecemasan, ia merasa khawatir anaknya mendapatkan perilaku yang buruk
dari lingkungannya.
“nggak sih cuma gini aja emm cemas mah selalu ada ya
takutnya diejek pas kita lagi nggak ada ya” (Bu Mita, wawancara
informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Berbeda dengan istrinya, Pak Iwan justru tidak pernah mengalami
kecemasan.
“nggak ada sih normal” (Pak Iwan, wawancara informan
kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Namun, sampai saat ini hal tersebut tidak pernah terjadi karena
orang-orang di sekitarnya yang baik.
“nggak sih cuma gimana ya kita saudara semua
lingkungannya” (Bu Mita, wawancara informan kunci pada tanggal 2
Desember 2021)

Kemudian dalam menyampingkan perasaan negatifnya, orang tua


dengan anak retardasi mental menggunakan cara mereka dalam memandang
ketidaksempurnaan menjadi hal yang bermakna untuk meningkatkan kualitas
rasional mereka. Sebagai orang tua yang memiliki anak retardasi mental Bu
Siti Salma merasa lebih beruntung jika ia melihat orang-orang di sekitarnya
mengalami masalah yang lebih berat dari dirinya. Dalam wawancara Bu Siti
Salma mengatakan bahwa:

79
“iya emang. Emm nggak sih tapi kalau misalnya emang ngeliat
orang yang lebih itu ada obat tersendiri buat saya gitu, jadi sayanya
nggak usah mencari kemana-mana lagi gitu, jadi kalau liat orang lain
lebih dari kita udah mampu kok kita nggak gitu, saya mah nggak apa
teh emm dukungan kemana-mana yaa” (Bu Siti Salma, wawancara
informan kunci pada tanggal 24 November 2021)

Sedangkan Pak Deni suami dari Bu Siti Salma mengatakan bahwa


dirinya diberikan kepercayaan yang harus ia jaga. Dalam wawancara Pak Deni
mengatakan bahwa:

“kita sebagai orang tua menerima radit apa adanya karena kita
bangga kok punya anak seperti itu , itu kan titipan tuhan kita harus
menjaganya, merawatnya gitu.” (Pak Deni, wawancara informan
kunci pada tanggal 28 November 2021)

Sama seperti Bu Siti Salma, Bu Yuni juga memandang dirinya


diberikan kepercayaan oleh Tuhan yang tidak semua orang dapat diberikan
kepercayaan tersebut. Dalam wawancara Bu Yuni mengatakan bahwa:
“… kita dikasih kepercayaan sama Allah katanya gitu nggak
semua orang dikasih gitu, yaa bersyukur lah gitu saya juga” (Bu Yuni,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)
“nggak sih, ya menerima aja ya bersyukur gitu, yang lain itu
belum tentu dikasih kepercayaan, dikasih ngurus yang seperti ini tapi
nggak ada masalah sih alhamdulillah” (Bu Yuni, wawancara informan
kunci pada tanggal 24 November 2021)
Selaras dengan istrinya, Pak Lukman juga merasa bersyukur karena
diberikan kepercayaan oleh Tuhan
“…Bersyukurlah saya punya anak, dikasih kepercayaan soal
Lintang. Saya ga minder ga apa, Lintang sering diajak kemana-mana,
dikenalin gitu biar tetangga juga tau kalo saya punya anak seperti
Lintang, ga kalo saya ga merasa gimana gitu engga, malah bersyukur”
(Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November
2021)
Demikian dengan Bu Yani, ia mendapatkan nasihat dari suami sehingga
ia merasa bahwa ia diberikan kepercayaan oleh Tuhan. Dalam wawancara Bu
Yani mengatakan bahwa:
“Bapak bilang ma gini ajalah pokoknya kita mah harus ya mau
gimana lagi tu dikasih anak-anak ya anak-anak spesial ya kata Bapak
gitu, ya kita mah udah jangan dibikin susah, takutnya, iya sih bener
Neng kalau masalah itu tergantung kitanya dibikin susah ya susah”
(Bu Yani, wawancara informan kunci pada tanggal 1 Desember 2021)

80
Pak Saeful menyadari bahwa anaknya adalah titipan dari Tuhan,
sehingga ia banyak berdoa dan bisa menikmati di setiap proses yang ia jalani.
Dalam wawancara Pak Saeful mengatakan bahwa:
“Kita banyak berdoa sama Allah ya jadi saya sadar bahwa ini
titipan, titipan dari Allah, jadi mau gimana kita tetap aja kita
beradaptasinya saya disesuaikan aja jadi kan istri saya juga
alhamdulillah basicnya dari agama juga mau gimana lagi udah nasib
kita ya kita jalanin aja. Jadi ya kita enjoy aja jalaninnya. Mau dia lagi
sakit kayagimana pun kita enjoy aja, kita udah biasa aja. Enteng aja
kita bawa ke rumah sakit kita obatin. Apalagi kalo dia lagi kejang gitu
ya. Terutama AManda gitu ya kasian. Sampe dua jam dia kejang
kadang-kadang. Kadang-kadang kalo kejang itukan istri saya udah tau
dikasih obat gitu kan anusnya. Makanya istri saya udah kuat kalo
kayagitu. Makanya justru saya kuatnya dari isteri” (Pak Saeful,
wawancara informan kunci pada tanggal 29 November 2021)
Sama seperti Bu Siti Salma, Bu Dedeh juga merasa lebih beruntung
ketika anaknya bisa tetap hidup walaupun dengan kondisi yang tidak sempurna.
Dalam wawancara Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Menangis itu maksudnya bukan menangis ga terima bukan,
tapi alhamdulillah mah itu 7 bulan ya orang lain mah ya ada yang
meninggal ini alhamdulillah pan ya ini kaya ga ada yang tulang-tulang
ga ada, jadi diginiin mudah aja gitu kaya baju basah gitu. Alhamdullah
kalau orang lain bulan kan ga bisa ibu, kadang-kadang mah” (Bu
Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Sama halnya seperti Pak Saeful, Pak Adam juga menyadari bahwa
anaknya adalah titipan dari Tuhan.
“Kadang-kadang begini ya, itu aja kadang-kadang kita kalau
punya hem ya Allah ya Rabbi, kalau anak saya semacam kaya anak
orang lain ya Allah ya Rabbi kata saya ini, biar ngaji ya allah ya Rabbi,
gitu aja. Istri saya gitu, sama. Punya itu, kalo anak-anaknya udah 12
tahun umur, berarti anaknya ini anaknya udah SMP berarti kalo di
kampung liat orang gitu aja tapi menyadari lagi ama diri kita kalau
kita dikasih sama Allah berarti titipan dari-Nya gitu aja.” (Pak Adam,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)
Demikian juga dengan Bu Mita, berkat dukungan keluarga ia
memandang dirinya diberikan kepercayaan yang spesial oleh Tuhan. Dalam
wawancara Bu Mita mengatakan bahwa:
“dari pertama lahir pun nggak kelihatan yah, pas kelihatannya
pas anak usia satu tahun aja kelihatannya teh kok belum bisa jalan
terus lemes ya tapi alhamdulillah sih semua keluarga menerima apa
adanya gitu karena itu titipan Allah yah, nggak sih nggak ada rasa
minder nggak pokoknya mah babari kalo Bahasa sundanya mah kita
teh punya jimat lah gitu ceuk sundanya mah” (Bu Mita, wawancara
informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)

81
Sama seperti istrinya, Pak Iwan juga merasa bahwa kehadiran anaknya
adalah takdir yang Tuhan berikan. Dalam wawancara Pak Iwan mengatakan
bahwa:
“iya menerima aja itu mungkin takdir dari Allah” (Pak Iwan,
wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)

Topik 3: Menegaskan jangkar identitas

Jangkar identitas adalah kelompok identitas yang sudah bertahan lama


di mana individu, keluarga atau anggota masyarakat menjelaskan tentang siapa
diri mereka untuk mereka sendiri dan untuk hubungannya dengan orang lain.
Dengan menegaskan jangkar identitas maka seseorang akan melakukan
sesuatu yang berarti bagi mereka di saat mengalami kesulitan.
Dalam wawancara yang telah dilakukan, peneliti ingin mengetahui
bagaimana hubungan orang tua dengan lingkungannya dan bagaimana mereka
sudah menjelaskan tentang siapa dirinya kepada orang lain. Hasil dari
wawancara dengan sepuluh informan kunci, yaitu pasangan Bu Siti salma dan
Pak Deni, pasangan Bu Yuni dan Pak Lukman, pasangan Bu Yani dan Pak
Saeful, pasangan Pak Adam dan Bu Dedeh, dan pasangan Bu Mita dan Pak
Iwan adalah sebagai berikut:
Bu Siti Salma mengatakan bahwa dirinya sudah memberi tahu orang-
orang disekitarnya tentang siapa dirinya. Dalam wawancara Bu Siti Salma
mengatakan bahwa:
“iya sudah, tetangga saya juga sudah pada tahu semua” (Bu
Siti Salma, wawancara informan kunci pada tanggal 24 November
2021)
Sama seperti istrinya, Pak Deni juga mengatakan bahwa dirinya tidak
menutupi identitasnya sebagai orang tua Raditya dan justru kerap kali
berkomunikasi dengan orang baru dan menceritakan kondisi anaknya.

“iya, dari TK dari kecil dari semenjak dibawa ke Susuhu ya


terapi itu saya selalu berkomunikasi walaupun ada orang yang nggak
kenal, pastikan kita berbincang-bincang ya kondisi masalahnya seperti
apa gitu” (Pak Deni, wawancara informan kunci pada tanggal 28
November 2021)
Bu Yuni juga mengatakan bahwa dirinya percaya diri dalam
menegaskan identitasnya sebagai orang tua Lintang.

82
“iya percaya diri” (Bu Yuni, wawancara informan kunci pada
tanggal 24 November 2021)
Pak Lukman juga mengatakan hal yang sama dengan istrinya, ia
percaya diri dan tidak merasa minder. Ia juga sering kali menjelaskan tentang
kondisi anaknya kepada orang baru yang dimaksudkan agar mereka memahami
kondisi anaknya. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan bahwa:

“Oh sangat. Pokoknya saya kenalin Lintang. Jangankan ke


temen-temen kerja, keluar Lintang dibawa-bawa juga kita kenalin
Lintang, sebelum mereka tanya juga kita udah kenalin. Maaf anak saya
begini, down syndrome. Mereka langsung ngerti oh gitu, kadang dia
ngeliatin aja,mau ngomong ga ngenak, saya langsung ngejelasin anak
saya begini-begini, baru dia ohh begitu-begitu, baru nanya” (Pak
Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)

Selaras dengan Bu Siti Salma dan Bu Yuni, Bu Yani juga tidak pernah
menyembunyikan identitasnya sebagai orang tua dari Amanda dan Najran.
Dalam wawancara Bu Yani mengatakan bahwa:

“Engga Neng makanya kan dari awal Ibu punya anak itu nggak pernah
diumpetin, kan kalo gitu ada tuh yang suka diumpetin kalau dulu awal-
awal anak pertama Ibu mikirnya gimana masa depan itu ya pa ya,
gimana masa depan anak Ibu dengan keadaaan yang seperti itu kalau
mau berumah tangga dengan keadaan gitu karena itu kan belum tau
dulu ternyata sekarang apalagi dengan pengalaman pas kedua
Amanda lahir lebih parah yang pertama meninggal oh Allah lebih tau
ini Allah ngasih cobaan bener-bener ini berat banget sampai nggak
bisa kemana-mana sementara kita kan punya anak yang kayak gini
harus harus punya uang terus kita Neng kita misalnya kalo anak sakit
semua gimana misalnya maksudanyya dikasih anaknya tiga-tiganya
repot banget ga bisa ngapa-ngapain Allah lebih tau gitu ya” (Bu Yani,
wawancara informan kunci pada tanggal 1 Desember 2021)

Demikian juga dengan Pak Saeful ia juga mengatakan bahwa dirinya


hidup bermasyarakat sehingga orang-orang di sekitarnya sudah mengetahui
kondisi anak-anaknya. Dalam wawancara Pak Saeful mengatakan bahwa:
“Udah udah udah pasti itu. orang udah pada tau semua jadi
kita ini anak-anak saya di situ kan kita bermasyarakat, jadi mereka
udah tau” (Pak Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal 29
November 2021)

83
Sama halnya juga dengan Bu Dedeh, ia juga sering kali menjelaskan
dirinya sebagai orang tua Rifal kepada orang-orang sekitarnya. Dalam
wawancara Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Oh iyaa tau, sering sering sering saya omong gitu sama tetangga”
(Bu Dedeh, wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember
2021)
Pak Adam juga mengatakan bahwa orag-orang di sekitarnya sudah tahu
dan paham akan kondisi anaknya.
“Udah udah udah taulah bahwa ini paham bahwa anak saya
oh anaknya pa rt katanya” (Pak Adam, wawancaara informan kunci
apda tanggal 24 November 2021)
Ketika menjelaskan tentang dirinya dan kondisi anaknya, menurut Bu
Dedeh itu membantu orang-orang di sekitarnya untuk memahami kondisi
anaknya yang mempunyai keterbatasan. Dalam wawancara Bu Dedeh
mengatakan bahwa:
“Heem heem udah, Ifal misalnya kalo ada apa misalnya kaya
kemaren kan ada yang jeung dilemparin itunhya ngomong sama saya
atau bapaknya ini misalkan harus diganti ya diganti kan, namanya
orang kecil ya rumahnya di bawah ya Ifall di atas suka di lemparin itu
dilemparin ke ibunya aja ke bapaknya suka gitu diganti iyaa gapapa
juga namanya anak kecil sama yang itu juga sama yang tetangga
gapapa bu namnya juga anak kecil gitu orang dewasa mah ga bakalan
gitu saya bilang mah gapapa diganti aja, berapa duit gitu siapa yang
ngelempar diganti aja kata tetangga ngga, gapapa” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)

Sama halnya dengan istrinya, Pak Adam juga mengatakan bahwa ia


perlu menjelaskan kepada orang-orang di sekitarnya tentang kondisi anaknya
agar mereka mengerti kondisi Rifal yang menyandang retardasi mental. Dalam
wawancara Pak Adam mengatakan bahwa:
“Kalo saya kan di Kampung Ciputat, kalo ada anak saya
seandainya mukul atau gimana lah, harus ngerti ya kadang-kadang
ada yang nggak ngerti pan Bu ya, kan anaknya tau sendiri anaknya itu
mah aga galak lah sedikit makanya sama saya disekolahin mudah-
mudahan, jauh-jauh ya dari sana, Cikidang sampe sini kan jauh
jaraknya jalannya juga beuh, kalo itu tebing- tebingnya juga, makanya
udah disampaikan warga masyarakat makanya ga ada, makanya belum
pernah lah anak ini sampe ribut orang tuanya ribut, ga ada masa ini.”
(Pak Adam, wawancaara informan kunci apda tanggal 24 November
2021)

84
Selaras dengan Bu Dedeh, Bu Mita juga tidak menutupi identitasnya
sebagai orang tua Bella, hal tersebut ia lakukan agar orang-orang di sekitarnya
terutama guru-guru dari anak-anaknya yang lain agar mereka dapat memahami
kondisi dirinya yang memiliki anak retardasi mental dan butuh perhatian ekstra
daripada anaknya yang lain. Dalam wawancara Bu Mita mengatakan bahwa:
“semua nggak ada yang ditutupi, kan kita seperti punya adik,
Bella itu punya adik, gurunya Rahma adiknya Bella aja udah tau kalau
Rahma aitu punya kakak seperti Bella makanya kalau ada apa-apa
saya pentingin yang di sekolah Bella dulu, kita punya sekolah yang di
paud dede Ratu ditinggalkan gitu jadi kayak udah pada mandiri ya gitu
jadi kita yang diutamainnya Bella aja soalnya kenapa? Soalnya
takutnya kalo Bella kepengen pipis comtohnya takutnya pintunya
nggak ditutup atau gimana gitu, kita mentingin itu aja gitu” (Bu Mita,
wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)

Demikian juga dengan istrinya Bu Mita, Pak Iwan juga mengatakan


bahwa ia tidak merasa beban dan tidak menutupi identitasnya sebagai orang
tua Bella baik di lingkungan pekerjaannya atau di antara teman-temannya.
Dalam wawancara Pak Iwan mengatakan bahwa:
“ah udah pada tau sih, nggak ada yang ditutupin nggak jadi
beban kata bapak juga di lingkungan pekerjaan juga udah pada tau
teman-teman bapak, bapak punya anak Bella gitu” (Pak Iwan,
wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Dengan memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam menegaskan
jangkar identitas sebagai orang tua anak retardasi mental, orang tua
menggunakan koneksi mereka dengan teman, keluarga, atau rekan kerja utuk
pulih dari gangguan dan kemampuan individu untuk berbagi cerita tentang apa
yang ia rasakan. Hasil dari wawancara dengan sepuluh informan kunci, yaitu
pasangan Bu Siti salma dan Pak Deni, pasangan Bu Yuni dan Pak Lukman,
pasangan Bu Yani dan Pak Saeful, pasangan Pak Adam dan Bu Dedeh, dan
pasangan Bu Mita dan Pak Iwan adalah sebagai berikut:
Sebagai orang tua anak retardasi mental, Bu Siti Salma mengandalkan
hubungannya bersama orang lain untuk memberikan dirinya kekuatan.
Dukungan keluarga yaitu dari ibunya membuat dirinya tidak patah semangat
dalam merawat Raditya. Dalam wawancara Bu Siti Salma mengatakan bahwa:

“emang dari awal kan ibu saya yang ngedukung jadi supaya
saya nggak patah semangat kan seminggu sekali itu saya terapi cina
kan jauh ke bogor, tapi kata ibu kalau emang hasilnya bagus jangan
putus asa, sampai 4 tahun di terapi cina itu setiap hari sabtu, jadi kan
85
itu emang didukung kan ibu saya orang bogor, jadi kata ibu jangan
capek kalau misalnya ada hasilnya mah dilanjut gitu” (Bu Siti Salma,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)
Berbeda dengan istrinya yang hanya bercerita kepada keluarga, Pak
Deni suka berbagi cerita kepada keluarga dan teman-temannya, ia tidak pernah
merasa minder dengan kondisi anaknya.

“iya, saya ceritakan ke keluarga saya dan teman-teman saya


apalagi ke kerabat-kerabat saya ya gitu, saya tidak merasa minder
punya anak seperti itu malahan saya bangga punya anak seperti
itu”(Pak Deni, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November
2021)
Pak Deni juga biasanya sharing dengan teman-temannya yang
mempunyai anak atau cucu yang menyandang disabilitas.

“iya, misalkan dia teman saya punya anak punya cucu seperti
itu saya ceritakan harus gini gini gitu” (Pak Deni, wawancara
informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Dari berbagi cerita tersebut Pak Deni mendapatkan dukungan dari
teman-temannya sehingga dirinya merasa mudah menerima keadaan. Dalam
wawancara Pak Deni mengatakan bahwa:

“nggak sih, malah teman-teman mensupport, kalau saya itu


juga mendukung soalnya kata saya juga tadi anak itu anugrah ya
titipan tuhan bagaimanapun dia keadannya bagaimanapun dia
kondisinya harus menerima dan kita harus menjalaninya” (Pak Deni,
wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Berbeda dengan Bu Siti Salma yang lebih nyaman berbagi cerita
dengan keluarga, Bu Yuni sering kali berbagi cerita dengan orang tua lainnya
yang sama-sama mempunyai anak retardasi mental. Dalam wawancara Bu
Yuni mengatakan bahwa:

“suka juga, suka saling gitu. Kok saya mah anaknya gini
katanya, saya mah gini gitu hehe kan beda-beda yaa” (Bu Yuni,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)
Bu Yuni juga menambahkan bahwa keluarga dan teman-temannya turut
serta memberikan dukungan kepada dirinya agar Lintang tetap melanjutkan
sekolahnya. Dalam wawancara Bu Yuni mengatakan bahwa:

“paling juga responnya yang penting sekolah kan penting


sekolah mah katanya kalau di rumah beda juga kan ya nggak kayak di
86
sekolah” (Bu Yuni, wawancara informan kunci pada tanggal 24
November 2021)
Selaras dengan istrinya, Pak Lukman juga kerap kali berbagi cerita
dengan teman-temannya dan saling sharing tentang pengalaman mengurus
anak bersama temannya. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan bahwa:

“itu juga iya, saya kadang-kadang cerita ke temen saya punya


anak yang kaya begini, ada masukan positif dari temen katanya harus
sabar dalam menghadapi anak kaya Lintang, ada juga temen yang
punya anak kaya Lintang cuman itu mah ga bisa ngomong sama sekali.
Intinya sih, kita sharing sama temen itu apa ya, saling berbagi
pengalaman mengurus anak. Anak yang seperti ini gitu.” (Pak
Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Pak Lukman juga menambahkan bahwa keluarga dirinya sering kali
menanyakan kondisi Lintang. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan
bahwa:
"Iya. Keluarga juga sama malah kaya ade saya, kakak saya,
yang ditanyain pasti Lintang. Suka dibercandain gitu lah diajak
ngobrol, soalnya lucu. Kalau saudara saya ga ngerti, nanya ke saya
apa katanya yang diomongin, saya bilang ohh itu belajar.” (Pak
Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November 2021)
Selain keluarganya, teman-teman Pak Lukman juga sering kali
menanyakan kondisi Lintang. Dalam wawancara Pak Lukman mengatakan
bahwa:
“Sering, malah temen kan, Lintang lucu gitu ya ga kaya anak
yang lainnya. Temen-temen suka nanya gimana Lintang, suka nanya
gitu, kalau pengen ini tuh apa. Ah pokoknya lucu lah, temen-temen suka
nanyain, kalau video call juga dia pengen ikutan nimbrung gitu
hahaha” (Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28
November 2021)

Dari berbagi cerita tersebut, Pak Lukman mendapatkan dukungan


sehingga dirinya merasa jadi lebih bersemangat dan sabar dalam mengurus
Lintang.
“Biasa aja, ga ngeliatin wah anak saya tuh begini. Malah dia
ngasih saya semangat. Ya sama lah kaya teman-temen yang lain. Harus
sabar dalam ngadepin Lintang. Ada yang saranin di sekolah anu, tapi
kata saya cukup di sekolah ini aja. Ada yang ngasih saran begitu.”
(Pak Lukman, wawancara informan kunci pada tanggal 28 November
2021)

87
Selaras dengan Bu Yuni, Bu Yani juga seringkali berbagi cerita dengan
teman-temannya, hal itu ia lakukan agar dia tidak memendam perasaannya
dan mendapatkan saran baik dari orang lain. Dalam wawancara Bu Yani
mengatakan bahwa:

“Pasti yang nanya kan kita sharing juga kan gitu pasti cerita
karena kan kalau, kalau kita dipendam sendiri juga pasti ini ga
mungkin tapi kita memang jangan ngeluh gitu kan ya kita cerita ya
memang semua gimana kitanya memang gimana kitanya, kitanya harus
kuat jadi orang juga kalau kitanya kuat kok kaya ga punya masalah
gitu mau gimana lagi, padahal udah tua ya Ibunya gitu” (Bu Yani,
wawancara informan kunci pada tanggal 1 Desember 2021)
Bu Yani menambahkan bahwa respon orang-orang terdekatnya
sangatlah baik sehinga membuat dirinya merasa nyaman. Dalam wawancara
Bu Yani mengatakan bahwa:
“Kebetulan responnya baik ya anggaplah kita sabar, padahal
mah bukan sabar karena keadaanya kaya gini kitanya, untungnya mah
Ibu emang keluarga pada baik tetangga juga sini juga pada baik sama
temen juga pada baik” (Bu Yani, wawancara informan kunci pada
tanggal 1 Desember 2021)
Salah satu respon yang biasa orang-orang terdekat Bu Yani berikan
adalah dukungan agar dirinya tidak merasa terbebani dengan kondisi anak-
anaknya. Hal tersebut membuat dirinya merasa lebih kuat.
“Iya iya jadi kita tuh ternyata ya memang punya anak yang
kayak gini gausah dijadikan ini gitu ya ini kan memang jadi yang lain
itu ngomong ini kan ladang ibadah ya gitu gitu jadi ya tambah
insyaAllah tambah kuat kitanya” (Bu Yani, wawancara informan kunci
pada tanggal 1 Desember 2021)
Selaras dengan istrinya, Pak Saeful juga pernah berbagi cerita kepada
orang-orang terdekatnya dan dari berbagi cerita tersebut orang-orang
terdekatnya memberi dukungan dan merasa salut dengan Pak Saeful. Dalam
wawancara Pak Saeful mengatakan bahwa:
“Pernah pernah ya mereka semuanya pada pada bukannya
saya ini ya tapi mereka pada salut gitu sama saya, memberi dukungan
gitu” (Pak Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal 29
November 2021)
Selain itu orang-orang terdekat Pak Saeful juga selalu memberikan
dukungan dalam bentuk saran yang membuat dirinya menjadi lebih sabar
dalam merawat anak-anaknya.
"Ya mendukung, ya sabar sama anak itu titipan Tuhan, titipan
Allah jadi emang ga semata-mata Allah itu ngasih anak kamu kaya
gini. Mungkin allah itu lebih tau kalau kenapa Allah kasih anak itu ke
88
kamu karena kamu yang mampu bilang gitu, jadi ya mau ga mau kita
emang betul ya” (Pak Saeful, wawancara informan kunci pada tanggal
29 November 2021)
Sama seperti Bu Siti Salma, Bu Dedeh juga merasa lebih nyaman
berbagi cerita ke keluarga terdekatnya, biasanya ia menceritakan bagaimana
Rifal di sekolah. Dalam wawancara Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Iya sama ade mungkin kakak ade kalau temen sama tetangga
engga, paling ngumpul sama kakak-kakak, saudara gitu ade gitu,
bibinya Ifal, ngomongin gitu gitu. Ngomongin Ifal, cerita Ifal gimana
sekolahnya alhamdulillah masih gimana suka nyubit kan dulu lah tapi
sekarang kan engga, suka nyubit temennya dulu mah tapi
alhamdulillah sekarang engga seneng sodara tuh seneng habis sekolah
itu suka cerita Ifal gimana sekolahnya alhamdulillah sekarang mah ga
jail dulu suka jail sekarang mah engga gitu alhamdulillah udah
dewasa. Kalo ke tetangga ga suka, jarang gitu” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Bu Dedeh juga menambahkan bahwa dirinya merasa takut jika bercerita
tentang masalah dirinya kepada yang bukan keluarganya. Dalam wawancara
Bu Dedeh mengatakan bahwa:
“Sering kalau ke saudara mah ngobrol, kalo ke tetangga mah
ga pernah ngobrolin masalah keluarga engga ah takut gitu, tapi misal
ke keluarga, ke kakak gitu ke ade gitu kan saya kan anak kedua kakak
ke satu, itu ke ade ngobrol gitu gimana, ngobrol sama ade” (Bu Dedeh,
wawancara informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)
Dari bercerita kepada keluarganya, Bu Dedeh mendapatkan respon
yang baik yang membuat dirinya merasa bersyukur dan merasa lebih kuat
dalam merawat anaknya.
"Bersyukur, harus kuat kalo ibunya ga kuat lagi mah gimana
gitu anaknya, jangan nangis gitu kalo kab saya sakit-sakit mulu, harus
kuat gitu kalau mah ga ada ibunya Ifal gimana gitu, mau ga mau orang
mah nyiapin makannya suka gitu, jangan sakit-sakit mulu lah punya
anak kasian, kan ga seperti anak lain gitu kan” (Bu Dedeh, wawancara
informan kunci pada tanggal 6 Desember 2021)

Berbeda dengan istrinya, Pak Adam biasanya menjelaskan kondisi


Rifal dan meminta orang-orang terdekatnya mengajak Rifal bermain dan
memahami kondisi anaknya. Dalam wawancara Pak Adam mengatakan
bahwa:
“Pernah saya gini, kalau kata saya, anak saya gini, tolonglah
kasih ini ini ini supaya tau kadang-kadang dia aja kan ya kalo main
bola diajak main bola kadang-kadang ini tolonglah, nanti juga kita
ngerti lah makanya suka dibawa-bawa tuh bu ya sama anak-anak di
kampung itu dibawa futsal gitu tolonglah kata saya. Supaya anak saya
89
ada cerah lah saling ini kata saya, oh iya kadang-kadang ga ini bu
anak-anak sekarang, baik lah udah. Itu udah dikasih kita unjukkan
pada masyarakat gitu biar tau” (Pak Adam, wawancara informan
kunci pada tanggal 24 November 2021)
Selain itu, Pak Adam juga pernah berbagi cerita kepada habib di
pengajiannya, hal itu ia lakukan agar dirinya mendapatkan dukungan dari
orang terdekatnya.
“Pernah saya, pernah habib malah. Kata habib , pas itu datang
ke pengajian. Pak kata habib, sabar. Mudah-mudahan ini anak Bapak
ngangkat nama Bapak ya amin Pak kata saya sampe ustadz eh habib
itu sama saya sampe inilah mudah-mudahan ini saya doain ya kata
saya Pak kadang-kadang sedih saya teh. Kan dikampung itu cuman
saya yang punya anak gitu, ya itu Pak dikasih di 28 27 b katanya
berarti anak Bapak yang paling nomor satu di sini” (Pak Adam,
wawancara informan kunci pada tanggal 24 November 2021)
Selaras dengan Bu Dedeh, Bu Mita juga mengatakan bahwa dirinya
merasa lebih nyaman untuk bercerita kepada keluarganya. Dalam wawancara
Bu Mita mengatakan bahwa:
“kalau ke tetangga sih nggak pernah ya paling aja ke keluarga
ya soalnya kita kan nggak tau ya tetangga itu gimana gitunya, paling
nyaman itu keluarga tempat curhat mah”(Bu Mita, wawancara
informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Berbeda dengan istrinya, Pak Iwan suka berbagi cerita kepada teman-
teman di lingkungan pekerjaannya. Dalam wawancara Pak Iwan mengatakan
bahwa:
“ah udah pada tau sih, nggak ada yang ditutupin nggak jadi
beban kata bapak juga di lingkungan pekerjaan juga udah pada tau
teman-teman bapak, bapak punya anak Bella gitu” (Pak Iwan,
wawancara informan kunci pada tanggal 2 Desember 2021)
Biasanya Pak Iwan menceritakan kelucuan dari anaknya yaitu Bella.
Dalam wawancara Pak Iwan mengatakan bahwa:
“ah jadi lucunya dia aja” (Pak Iwan, wawancara informan
kunci pada tanggal 2 Desember 2021).

90
4.2 Pembahasan

Pada sub bab ini, peneliti akan membahas hasil penelitian berdasarkan ketiga
topik yang telah dilakukan dan akan dikaitkan dengan teori komunikasi ketahanan
oleh Buzzanell di mana ketahanan dapat dibangun melalui proses komunikasi
dengan menerapkan lima proses yaitu menyusun kenormalan baru,
menyampingkan perasaan negatif dan mengedepankan tindakan produktif,
menegaskan jangkar identitas, memelihara dan menggunakan jaringan komunikasi
dan menerapkan logika alternatif untuk menjawab fokus penelitian yang telah
ditentukan oleh peneliti yaitu komunikasi orang tua anak retardasi mental dalam
membangun ketahanan keluarga dengan menggunakan pendekatan teori
komunikasi ketahanan. Output yang dihasilkan menggunakan atlas.ti yang
kemudian dipetakan menjadi network sehingga akan terlihat tema-tema yang
muncul dari temuan peneliti.

4.2.1 Analisis Tematik Hasil Wawancara

Hasil tabulasi dari pengkodean wawancara yang telah peneliti buat


sebelumnya menemukan sebelas tema yang muncul dari wawancara sepuluh
informan kunci yang dibagi menjadi tiga aspek berdasarkan teori komunikasi
ketahanan oleh buzzanell yaitu komunikasi dalam menyusun kenormalan
baru, komunikasi dalam menyampingkan perasaan negatif dan
mengedepankan tindakan produktif, dan komunikasi dalam menegaskan
jangkar identitas. Tema-tema yang muncul akan dijelaskan berdasarkan kode
dan juga kategori dari hasil wawancara informan kunci untuk menjawab
pertanyaan penelitian yaitu bagaimana komunikasi orang tua yang memiliki
anak retardasi mental dalam membangun ketahanan keluarga.

91
Tabel 4. 1 Tema-tema Pada Komunikasi Dalam Membangun Ketahanan
Keluarga

Aspek Komunikasi Dalam


Tema-tema Yang Muncul
Ketahanan Keluarga
1) Komunikasi Dengan Pasangan
2) Kerja Sama
3) Mengikuti Aktivitas Sosial
Komunikasi Dalam Menyusun
4) Rutinitas Baru
Kenormalan Baru
5) Mendekatkan Diri Kepada Tuhan
6) Dukungan

Komunikasi Dalam 1) Diskusi Dengan Pasangan


Menyampingkan Perasaan 2) Menggunakan Hambatan Sebagai
Negatif dan Mengedepakan Strategi
Tindakan Produktif

1) Percaya Diri Dalam Menjelaskan


Tentang Identitas
Komunikasi Dalam Menegaskan
2) Berbagi Cerita
Jangkar Identitas
3) Mendapat Dukungan Ketika
Mengalami Kesulitan

92
Gambar 4. 11 Komunikasi Orang Tua Anak Retardasi Mental
Dalam Membangun Ketahanan Keluarga (diolah dengan bantuan
atlas.ti versi 9.0) 93
4.2.1.1 Komunikasi Dalam Menyusun Kenormalan Baru

Komunikasi orang tua anak retardasi mental dalam menyusun


kenormalan baru memunculkan enam tema yang dihasilkan dari kategori yang
tersusun melalui transkip wawancara dari topik satu (menyusun kenormalan
baru). Untuk kategori keterbukaan, selalu mengomunikasikan masalah, cerita
tentang anak termasuk ke dalam tema 1) komunikasi dengan pasangan, untuk
kategori kerja sama mengasuh anak dan saling pengertian dengan
mengutamakan anak 2) kerja sama dengan pasangan, untuk kategori ikut
komunitas atau grup termasuk ke dalam tema 3) mencari aktivitas diluar
lingkup keluarga, untuk kategori ikut terapi, konsultasi ke psikolog anak,
memasukan anak ke SLB, dan intropeksi diri termasuk ke dalam tema 4)
rutinitas baru, untuk kategori bersyukur dan ikhlas masuk ke dalam tema 5)
mendekatkan diri kepada tuhan, untuk kategori saling memberi dukungan
dengan pasangan dan dukungan keluarga termasuk ke dalam tema 6)
dukungan. Berikut tabel yang menjelaskan kata kunci dan kategori yang
menyusun tema:

Tabel 4. 2 Tema 1 – Komunikasi Dengan Pasangan

Kode/Kata Kunci Kategori


• nggak bisa nyembunyiin masalah
• terbuka (Bu Yani, 01/12/21)
• terbuka aja nggak ada yang ditutupi
sekecil apapun (Bu Mita, 02/12/21)
• kita selalu terbuka kalau komunikasi
sama istri. Ga pernah ada yang ditutup-tutupi Keterbukaan
(Pak Lukman, 28/11/21)
• sering komunikasi, sering ngobrol
• nggak ada yang ditutupi masalah sekecil
apapun
• suka ngobrol sama istri (Pak Iwan,
02/12/21)
• misalnya ayahnya nih anak ada masalah,
saya langsung bilang ke ayahnya kata Selalu
ayahnya cari solusinya gimana? (Bu Siti
Salma, 24/11/21) Mengomunikasikan
Masalah Bersama
• suka dirundingin kalau dia beda jadi nggak
ada masalah (Bu Yuni, 24/11/21)

94
• kita berusaha ini lah apa jangan ini jangan
jadi masalah.
• masalah sih ada cuma jangan diperbesar
gitu. (Bu Yani, informan kunci, 01/12/21)

• interaksi kita selalu berkomunikasi (Pak


Deni, 28/11/21)
• kita itu harus satu tim satu keluarga
• gimana ada sesuatu pasti dikomunikasikan
• saya bilang ke istri saya dulu gimana
caranya penyelesaiannya
• Kita komunikasi dulu ada solusi suatu
masalah baru kita menyampaikan (Pak
Deni, 28/11/21)
• ada suatu masalah gitu ya kita membentuk
tim
• kita komunikasikan ini harus gini ya (Pak
Deni, informan kunci, 28/11/21)
• ngobrolin kayak emm masa depannya
Lintang itu gimana (Pak Lukman, 28/11/21)
• Diobrolin masalah anak gitu misalnya ya
kita hadapin aja gimana yang sekarang
(Pak Saeful, 29/11/21)
• masalah sekolah aja, terus main, terus
gimana ke depannya gitu paling juga (Pak
Iwan, 02/12/21)
• langsung cerita ya tadi anak gini-gini jadi
ayahnya pasti tau apa yang terjadi di hari itu
(Bu Siti Salma, 24/11/21)

• paling cerita sama dia tuh dia suka nonton


upin ipin cara sholat wudhu gitu dari situ”
(Bu Yuni, 24/11/21)
• cerita kayak itu si dedek tadi gini-gini (Bu
Yani, 01/12/21)
• kalau kita ya yang diceritain kelakukan
anaknya Cerita Tentang
• pas pulang mah punya sepatu baru dia
cerita terus kita bahas sama bapak (Bu Anak
Yani, 01/12/21)
• paling gitu Bella sekarang udah bisa apa (Bu
Mita, 02/12/21)
• keadaan anak-anak gimana (Bu Mita,
02/12/21)
• apapun perkembangan anak gitu saya kalo
misal lagi ga di rumah saya nanya ke istri
(Pak Lukman, 28/11/21)
• kayak Lintang makan, sekolah kan saat ini
seminggu sekali kadang saya nanya sama
95
ibu apa aja yang diajari di sekolah (Pak
Lukman, 28/11/21)”
• selagi sama di rumah kadang-kadang di
kerjaan juga sempet-sempetin WA istri
gimana Lintang (Pak Lukman, 28/11/21)
• sering saya ngobrol-ngobrol tentang anak
(Pak Adam, 24/11/21)
• ah jadi lucunya dia aja (Pak Iwan, 02/12/21)

Menurut Buzzanell (2018) ketahanan manusia dapat dibentuk dalam


dan melalui proses komunikatif yang meningkatkan kemampuan seseorang
untuk menciptakan kenormalan baru, komunikasi dapat dipahami dan
disituasikan dalam cerita keluarga dan bagaimana keluarga berencana untuk
bertahan dari kesulitan. Pada penelitian ini orang tua anak retardasi mental
melibatkan komunikasi dengan pasangan sebagai upaya untuk menyusun
kenormalan yang baru. Dalam melakukan komunikasi dengan pasangannya,
orang tua anak retardasi mental menerapkan sifat keterbukaan, selalu
mengomunikasikan masalah, dan bercerita tentang anak mereka.
Dalam menyusun kenormalan yang baru, orang tua anak retardasi
mental selalu menerapkan keterbukaan dengan tidak menutupi masalah sekecil
apapun hal ini dilakukan agar di antara ayah dan ibu sama-sama mengetahui
kondisi anak mereka. Komunikasi juga dijadikan strategi untuk menyelesaikan
setiap masalah yang terjadi, ketika dihadapkan dengan realita bahwa anak
mereka menyandang disabilitas, para orang tua sudah menyadari mereka
berada di dalam situasi yang menegangkan dan perlu menyelesaikannya setiap
kesulitan secara bersama. Seperti yang dikatakan Pak Deni bahwa sebagai
orang tua anak retardasi mental ia bersama istrinya sama-sama membentuk tim
dalam menyelesaikan masalah.
Terjalinnya komunikasi pada orang tua anak retardasi mental tidak
hanya saat terjadinya masalah saja, sebagai sepasang suami istri mereka juga
sering menceritakan tentang perilaku dan perkembangan anak-anak mereka hal
tersebut membuat hubungan mereka sebagai sepasang suami istri dan
hubungan antara orang tua dan anak menjadi lebih melekat. Penelitian yang
sudah dilakukan sebelumnya oleh Theiss (2018) juga mengungkapkan proses
komunikasi sangat penting dilakukan untuk menumbuhkan individu dan sistem
agar dapat beradaptasi dalam menghadapi kesulitan. Sama halnya dengan
96
temuan peneliti komunikasi dengan pasangan membantu mereka bangkit dan
beradaptasi dengan situasi yang menegangkan sampai akhirnya mendapatkan
kenormalan yang baru. Seperti yang dikatakan oleh Buzzanell (2018) bahwa
dalam membuat kenormalan yang baru perlu interaksi untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi.

Tabel 4. 3 Tema 2 - Kerja Sama Dengan Pasangan

Kode Kategori
• bermain mengajak kemana gitu,
berenang gitu (Pak Deni, 28/11/21)
• kalau saya ke Lintang berkomunikasi
Lintang kurang ngerti ibu yang
bantuin
• kalo komunikasi sama Lintang kadang
saya yang bantuin gitu (Pak Lukman,
28/11/21)
• kalau ibunya nggak bisa suapin saya
yang suapin kalau ibu lagi masak (Pak
Lukman, 28/11/21)
• kalau saya sempat pulang kerja
meskipun saya baru pulang kerja
capek juga ya demi anak mungkin ya
sisa waktunya pulang kerja kita ajak
main bola (Pak Lukman, 28/11/21)
• karena saya ini liat kan kalau istri lagi
sedih, lagi suntuk, lagi capek saya
Kerja Sama Dalam
ambil alih dulu
• Udah kamu istirahat aja, biar saya Mengasuh Anak
yang jagain anak-anak
• kalaupun dia lagi suntuk saya ambil
atau kalau pun saya lagi capek dia
ambil jadi saling (Pak Saeful,
29/11/21)

• kalau dia sakit kalau apa kita harus


sam..harus sama-sama harus saling
soalnya (Pak Saeful, 29/11/21)
• Nah itu jadi saya ngalah yaudah saya
ambil pensiun dini
• jadi sekarang saya ngantar anak
• jadi kalo malem juga istri saya pulang
kerja sore itu kita ngurus anak (Pak
Saeful, 29/11/21)
• Jadi saya tiap malem, tiap hari lah
saya harus bebersih ya gitu kerjaannya
(Pak Saeful, 29/11/21)

97
• Harus, saling pengertian gitu. Ga
boleh isteri saya sendiri gitu (Pak
Saeful, 29/11/21)
• giliran di rumah saya apis sekarang
giliran saya nganterin tiap-tiap tiga..
berarti dua kali
• saya lagi dinas di luar, istri ke sini gitu
• (Pak Adam, 24/11/21)
• saling belajar dua-duanya
• Saya kekadang belajar ngaji untuk
anaknya di rumah, terus ibunya
belajar nulis gitu di rumah (Pak Adam,
24/11/21)
• jadi kita saling pengertian
• ibu belum nyuapin nanti dibersihin
nanti yang nyimpen bapak
• dede nih nggak bisa dikasih tau nih
kalau sama ibu kadang kan suka ini
kalau sama bapak kan tegas jadi kalau
dede nggak nurut bapak yang turun
gitu
• (Bu Yani, 01/12/21)
• kalau Bella sakit ya obatin pokoknya
intinya kerja sama aja (Bu Mita,
02/12/21)
• kalau sabtu minggu ayahnya suka
ngajak main kayak berenang (Bu Siti
Salma, 24/11/21)
• kalau hari libur penuh gitu dia ajak
main gitu (Bu Yuni, 24/11/21)
• saya mah ga nganter sekolah kalau ga
ada halangan bapaknya aja yang
nganter (Bu Dedeh, 06/12/21)
• kita memang lebih menjaga lebih
fokusnya buat kesehatannya aja jadi
untuk nutrisinya, sup pasti butuh
suplemennya. (Bu Yani, 01/12/21)
• Jadi dinomor satukan ya segalanya
mah kalo gitu kan beda (Bu Dedeh,
06/12/21)
• kita mah harus ekstra pokoknya” (Bu Saling Pengertian
Dedeh, 06/12/21) Dengan Mengutamakan
• saling pengertian, pokoknya kalau ada
apa-apa itu diutamakan Bella dulu” Kondisi Anak
(Bu Mita, informan kunci, 02/12/21)
• kita harus lebih menjaga aja menjaga
anak (Bu Mita, 02/12/21)
• kalau kita punya anak seperti itu harus
lebih kasih sayangnya daripada anak-
anak yang normal gitu (Pak Deni,
28/11/21)

98
• kan ekstra gitu lah ya buat yang satu
ini ga kaya yang lainnya gitu (Pak
Lukman, 28/11/21)
• Cuma mungkin ke Lintang harus ekstra
lebih ga kaya yang lainnya.
• harus lebih diperhatiin dari yang lain
(Pak Lukman, 28/11/21)
• Setiap hari itu harus obat belum
makan-makanannya, buah-
buahannya, kita siapin itu semua buat
ketahanan tubuhnya dia (Pak Saeful,
29/11/21)
• udah ngerti punya anak seperti ini gitu
(Bu Siti Salma, 24/11/21)
• memang namanya punya anak kayak
gini memang spesial segala-galanya
ya butuh kesabaran, biayanya juga, ya
emang harus ini mental kitanya juga
harus ikhlas gitu ya harus kuat (Bu
Yani, 01/12/21)
• saling lah ngerti kan punya anak beda
dari anak orang lain (Bu Dedeh,
informan kunci, 06/12/21)
• iya saling membantu memahami (Bu
Mita, informan kunci, 02/12/21)
• kita ini harus saling menasihati juga
misalnya saya ada kekurangan nanti
istri yang ngasih tau jangan gitu pak,
harus gini, saya juga gitu sama istri
(Pak Saeful, informan kunci, 29/11/21)

Tema kedua dalam menyusun kenormalan yang baru adalah


kerja sama dengan pasangan yang menghasilkan tiga kategori yaitu
kerja sama dalam mengasuh anak, dan saling pengertian dengan
mengutamakan kondisi anak. Penelitian sebelumnya oleh Restia (2020)
juga menemukan bahwa kerja sama yang baik antara suami dan istri
sangat kuat peranannya untuk mewujudukan ketahanan keluarga. Hal
ini ditemukan juga pada penelitian peneliti bahwa membesarkan anak
yang menyandang retardasi mental tentunya akan berbeda dengan
membesarkan anak normal lainnya, ketika mengalami hal tersebut
tentunya akan terasa sulit jika hanya salah satu pihak saja yang
berperan, oleh karena itu diperlukan kerja sama antara ayah dan ibu
dalam mengasuh dan merawat anak retardasi mental.

99
Berdasarkan penuturan yang diberikan oleh Pak Deni dan Pak
Lukman, walaupun mereka sibuk dengan pekerjaannya mereka berdua
tetap menyempatkan diri untuk bermain bersama anak, selain
membantu istri mengurus anak, hal ini juga membuat hubungan mereka
menjadi lebih dekat dengan anak. Hal serupa yang lebih ekstrim
dilakukan adalah memutuskan untuk pensiun dini, hal itu dilakukan
oleh Pak Saeful untuk membantu Bu Yani sebagai istrinya untuk
mengurus kedua anaknya di rumah, ia menyadari bahwa mengurus
anak dengan disabilitas tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja
terlebih lagi semua anaknya yang menyandang retardasi mental,
sehingga kini ia fokus untuk mengurus anak-anaknya di rumah.
Selain dengan kerja sama dalam mengasuh anak, saling
pengertian dengan mengutamakan kondisi anak seperti memberi ekstra
perhatian mulai dari menjaga anak, merawat anak, membeli vitamin
untuk daya tahan tubuh anak dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab
dan upaya orang tua untuk beradaptasi dengan situasi yang baru.
Kemudian, kehadiran anak retardasi mental juga menjadi pemicu para
orang tua agar saling mengerti kondisi anak mereka sehingga dalam hal
ini orang tua anak retardasi mental berupaya untuk saling pengertian
dan saling menasihati pasangan mereka agar lebih sabar dan ikhlas
dalam mengurus anak mereka. Seperti yang dikatakan oleh Buzzanell
(2018) dalam teori komunikasi ketahanan, ketahanan dapat dibangun
karena seseorang mampu menghadapi dan memahami keadaan dengan
memanfaatkan koneksi atau hubungan antarpribadi, salah satu
hubungan antarpribadi yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
kerja sama antara suami dan istri dalam mengasuh anak retardasi
mental.

100
Tabel 4. 4 Tema 3 - Mengikuti Aktivitas Sosial

Kode Kategori
• lebih enak tenang kalau misalnya
kalau ke masjid kan ngedenger
ceramah kiai di mana terus
bersyukur kalau kita dikasih
penyakit itu titipan dari Allah harus
bersyukur kita kalo punya anak tuh
harus diinget kita punya anak (Bu
Dedeh, 06/11/21)
• jadi nggak ada beban sih hidup,
• jadi kita mah hidup dalam keluarga
itu harus selalu bersyukur yah
nggak ada beban sama sekali sih
jalani apa adanya aja (Bu Mita,
02/12/21)

• jadi kita harus lebih bersabar kita


harus bersyukur aja gitu
• (Bu Mita, informan kunci,
02/12/21)
• Saya ikut pengajian tiap malem
minggu sama ada di masjid Ikut Komunitas/Grup
• Jadi sering nanya ke ustadz, dikasih
anugerah kata Pak Ustadz
• Harus sabar, berarti kita dikasih
kepercayaan
• Banyak masukan lah dari pak
ustadz alhamdulillah.
• (Pak Lukman, 28/11/21)
• Ikut saya ikut tiap malam saya, tiap
sabtu subuh saya sama istri sama
(Pak Saeful, 29/11/21)
• Jadi kita tambah sabar lagi jadi
tambah kuat, mau dikasih cobaan
ini bukan orang-orang sembarang
(Pak Saeful, 29/11/21)
• jadi hidup teh asa gimana yah ceuk
sundanya mah ah enjoy we gitu
nggak ada beban (Bu Mita,
02/12/21)
• nggak jenuh hidup teh (Bu Mita,
02/12/21)

Selain menjalin komunikasi dan kerja sama dengan pasangan,


dalam menyusun kenormalan yang baru orang tua anak retardasi mental
juga mencari aktivitas diluar lingkup keluarga seperti mengikuti
komunitas atau grup di lingkungan sekitarnya. Menurut Buzzanell

101
(2018) dalam menyusun kenormalan yang baru diperlukan ritual atau
kebiasaan yang dapat mengintegrasikan kerugian seseorang. Sebagai
orang tua anak retardasi mental tentunya mereka mengalami kesulitan
yang terus menerus karena anaknya mengalami keterlambatan
perkembangan dan keterbatasan dalam menggunakan bahasa,
membaca, menulis, dan berkomunikasi sehingga beberapa orang tua
melakukan upaya untuk bangkit menuju keadaan yang normal yang
mengintegrasikan kerugian mereka salah satunya dengan mengikuti
komunitas atau grup seperti pengajian dan arisan.
Mengikuti pengajian adalah hal yang sering dilakukan oleh
orang tua anak retardasi mental, berdasarkan penuturan mereka ketika
mengikuti pengajian mereka merasa hidup yang dijalani menjadi lebih
tenang dan tidak merasa terbebani dengan keadaan yang ada, hal itu
dikarenakan ceramah dan nasihat yang diberikan membantu mereka
menjadi lebih bersabar dan bersyukur dengan keadaan. Sama halnya
dengan Bu Mita, ia ikut arisan setiap minggunya yang membantunya
merasa tidak jenuh dengan kebiasaan yang ada dan lebih bersyukur
menjalani hidup.

Tabel 4. 5 Tema 4 - Rutinitas Baru

Kode Kategori
• kita emang dari kecilnya sudah diterapi
(Bu Siti Salma, 24/11/21)
• seminggu sekali itu saya terapi cina kan
jauh ke bogor (Bu Siti Salma, 24/11/21)
• saya mengantar ibunya sama Radit
terapi ke Suhu yang di Bogor
• terapi dimana emm di Sukabumi itu di
Hermina ya
• saya tidak merasakan lelah dimana saya Ikut Terapi
mendukung anak saya supaya tumbuh
dan berkembang seperti layaknya anak-
anak biasa (Pak Deni, 28/11/21)
• kalau kan Najran ini terapi kan neng
maksudnya biar dia lebih mandiri (Bu
Yani, 01/12/21)
• dengan pengennya jalan itu usahanya
sangat keras lah kayak ke tempat pijit itu

102
seminggu 2 kali gitu tapi rutin (Bu Mita,
informan kunci, 02/12/21)
• diusahain dengan cara pijat gitu aja
terapi kayak gitu (Bu Mita, 02/12/21)
• terus kita terapi kaya dede Najran kita
terapi di rumah ada guru khusus datang
ke rumah kita terapi.
• harapan saya itu ya dede Najran itu ya
dia kan bisa jalan (Pak Saeful, 29/11/21)
• Saya bawa dia terapi saya kadang-
kadang bawa dia jalan, supaya dia bisa
bersosialisasi (Pak Saeful, 29/11/21)
• Jadi supaya bisa main-main supaya
jangan kecil gitu langsung saya bawa
jalan ke mana. Jalan-jalanlah supaya
dia tau, supaya dia mandiri gitu (Pak
Saeful, 29/11/21)
• dimasukin ke SLB ini aja ya saya kan Konsultasi Ke Psikolog
konsultasi dulu ke psikolog anak di
Hermina (Bu Siti Salma, 24/11/21) Anak
• masukin aja ke SLB Handayani yang di
Karang Tengah (Pak Lukman, informan Memasukan Anak Ke
kunci, 28/11/21)
SLB
• di sekolahin biar dia ngerti (Pak Iwan,
informan kunci, 02/12/21)

Tema keempat yang muncul dalam menyusun kenormalan baru


adalah rutinitas baru, dalam penelitian ini rutinitas baru memunculkan
empat kategori yaitu membawa anak ikut terapi, konsultasi ke psikolog
anak, memasukan anak ke sekolah luar biasa (SLB), dan intropeksi diri.
Kehadiran anak retardasi mental akan banyak memunculkan
perubahan di dalam keluarga, orang tua berperan penting untuk
memperhatikan tumbuh kembang anak mereka yang tentunya harus
melewati tahap penyesuaian diri dengan keadaan yang justru menjadi
sumber kesulitan yang berdampak pada ketahanan keluarga mereka.
Menurut Buzzanell (2018) peristiwa menegangkan tersebut
mengaktifkan resiliensi untuk membuat kenormalan baru dengan
melakukan rutinitas baru yang mereka belum pernah lakukan
sebelumnya untuk mengintegrasikan kerugian.
Rutinitas baru yang dilakukan oleh orang tua anak retardasi
mental seperti membawa anak ikut terapi dengan harapan anak mereka
dapat berkembang seperti anak normal lainnya sampai dengan

103
konsultasi ke psikolog anak untuk mengetahui kondisi anak secara
detail. Kemudian dalam upaya membuat keadaan menjadi normal lagi,
orang tua juga tetap berupaya agar anak mereka tetap bersekolah seperti
anak lainnya walaupun dengan memasukannya ke sekolah luar biasa,
namun hal itu dilakukan para orang tua agar anak mereka tetap
mendapatkan pelajaran dari guru dan menjadi lebih mandiri seperti
anak normal lainnya.

Tabel 4. 6 Tema 5 - Mendekatkan Diri Kepada Tuhan

Kode Kategori
• lebih ke syukuri aja apa yang ada (Bu
Yani, 01/12/21)
• kita berdua bersyukur (Bu Dedeh,
06/12/21)
• Saling ngajakin bersyukur gitu (Bu
Dedeh, 06/12/21)
• harus bersyukur karena titipan Allah
itu berharga buat kita (Pak Deni, Bersyukur
28/11/21)
• malah bersyukur (Pak Lukman,
28/11/21)
• Iya begitu saling bersyukur (Pak
Saeful, 29/11/21)
• Kita banyak berdoa sama Allah ya jadi
saya sadar bahwa ini titipan, titipan
dari Allah (Pak Saeful, 29/11/21)
• saya menerima radit apa adanya gitu
(Pak Deni, 28/11/21)
• saya sih pasrah aja udah sama Allah
(Pak Saeful, 29/11/21)
• karena kitanya kuat dan kitanya pasrah
jalannya ada aja
• (Pak Saeful, 29/11/21)
• Titipan kata saya ini anak harus sabar, Ikhlas
Alhamdulillah sabar sesabarnya ga
ada keluhan (Pak Adam, 24/11/21)
• menerima apa adanya (Pak Iwan,
02/12/21)
• menerima keadaan
• nggak apa-apa nggak jadi beban gitu
(Pak Iwan, 02/12/21)

Selain rutinitas baru, tema yang muncul kelima dalam membuat


kenormalan yang baru adalah mendekatkan diri kepada tuhan yang
104
menghasilkan dua ketegori yaitu bersyukur dan ikhlas dengan keaadan.
Penelitian sebelumnya oleh Deva (2019)juga menemukan bahwa rasa
bersyukur dengan karunia Tuhan membantu pasangan yang tidak
mempunyai anak mempertahankan keharmonisan keluarganya.
Kemudian penelitian oleh Hendriani (2017) menemukan bahwa
kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi masalah didefinisikan
sebagai sikap positif keluarga dalam menghadapi kesulitan yang dapat
mendorong orang tua untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan
kondisi stres tanpa merasa putus asa atau rendah diri.
Hal ini juga ditemukan dalam penelitian ini bahwa dalam
mempertahankan keluarganya orang tua anak retardasi mental juga
berupaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Pasca diagnonis
anaknya, orang tua berusaha untuk menerima segala sesuatu yang
diberikan Tuhan salah satunya adalah menerima kenyataan dengan
kehadiran anak mereka yang menyandar retardasi mental. Bersyukur
dan ikhlas dengan apa yang diberikan Tuhan berhasil membuat orang
tua anak retardasi mental menerima keadaan dan membuat makna
tersendiri untuk keluarganya.

Tabel 4. 7 Tema 6 - Dukungan

Kode Kategori
• ayahnya udah terserah yang
penting yang terbaik asal ke
ibunya mentalnya bisa
mentalnya kuat (Bu Siti Salma,
24/11/21)
• jadi ayahnya mah selalu
mendukung apa yang saya Saling Memberi
lakukan (Bu Siti Salma,
24/11/21) Dukungan Dengan
• Nggak usah malu lah kan ada Pasangan
yang malu lah punya anak kayak
gini (Bu Yuni, 24/11/21)
• Memang peran suami itu emm
berperan banget (Bu Yani,
01/12/21)
• saling menguatkan gitu (Bu
Yani, 01/12/21)

105
• karena suami ini jadi Ibunya
juga jadi kuat. (Bu Yani,
01/12/21)
• Bapak bilang ma gini ajalah
pokoknya kita mah harus ya mau
gimana lagi tu dikasih anak-
anak ya anak-anak spesial ya
kata Bapak gitu (Bu Yani,
01/12/21)
• Dengan rasa kasih sayang
• memberi dukungan sama istri
sama kakak-kakaknya (Pak
Lukman, 28/11/21)
• Saling memberi kepercayaan
lah. Kuat gitu loh (Pak Saeful,
29/11/21)
• “Istri juga yang bikin saya
kuat” (Pak Saeful, 29/11/21)
• Makanya istri saya udah kuat
kalo kayagitu. Makanya justru
saya kuatnya dari isteri Pak
Saeful, 29/11/21)
• saya juga sering kasih nasihat
ke isteri memberi kekuatan ke
isteri (Pak Saeful, 29/11/21)
• ditenangin aja gitu saya sama
istri saya (Pak Adam, 24/11/21)
• Anak ini ya sabar aja kata saya
sama istri (Pak Adam, 24/11/21)
• dia juga kadang-kadang
ngedukung lah ke saya
mendukung kaya kalo misalnya
saya ke Jakarta yah saling
mendukung saya gini aja nitip
kalo kata ke Jakarta saya anak
jangan sampai ada kata-kata
atau apapun atau kah digampar
itu ini saya mohon (Pak Adam,
informan kunci, 24/11/21)
• lagian nomor satu kan istri, istri
bapak jadi apa ya menerima apa
adanya gitu istri juga (Pak Iwan,
02/12/21)
• keluarga itu harus penuh rasa
kasih sayang ya saling menjaga,
menghormati terus hidup itu
penuh dengan bersyukur aja (Bu
Mita, 02/12/21)
• emang dari awal kan ibu saya yang
ngedukung Dukungan Keluarga
• tapi kata ibu kalau emang hasilnya bagus
jangan putus asa

106
• kata ibu jangan capek kalau misalnya
ada hasilnya mah dilanjut gitu (Bu Siti
Salma, 24/11/21)
• kata ibu harus nerima terus harus bener-
bener ngurus anak ini jaminannya surga
kata ibu teh, dari situ saja akhirnya saya
bener-bener mengurusnya. (Bu Siti
Salma, 24/11/21)
• semuanya kenormalan baru itu di
dukung oleh keluarga (Bu Siti Salma,
24/11/21)
• alhamdulillah sih semua keluarga
menerima apa adanya gitu karena itu
titipan Allah (Bu Mita, 02/12/21)
• karena ada keluarga yang sangat baik
gitu jadi dukungan keluarga (Bu Mita,
02/12/21)

Tema yang terakhir dalam menyusun kenormalan yang baru


adalah dukungan yang terdiri dari dua kategori yaitu saling mendukung
dengan pasangan dan dukungan keluarga yang membantu menyusun
kenormalan. Menurut Buzzanell (2018) menyusun kenormalan baru
melibatkan interaksi untuk mengintegrasikan kerugian. Dalam hal ini
orang tua anak retardasi mental saling memberi dukungan dengan
pasangannya, selama proses penerimaan sebagai sepasang suami istri
orang tua anak retardasi mental saling memberikan dukungan satu sama
lain ketika dihadapkan dengan situasi yang menegangkan yaitu pasca
diagnosis retardasi mental, ketika anak sakit, atau ketika pasangannya
merasa lelah dalam mengasuh anak. Dukungan tersebut dapat berupa
nasihat, memberikan rasa kasih sayang, dan memberikan kekuatan
kepada pasangan mereka.
Selain saling memberi dukungan ketika dihadapkan dengan
kesulitan, dukungan keluarga juga membantu orang tua anak retardasi
mental untuk membuat kenormalan yang baru. Berdasarkan penuturan
Bu Siti Salma dan Bu Mita karena dukungan keluarga yang baik
mereka menjadi lebih semangat dan dapat menerima keadaan.
Berdasarkan enam tema yang muncul dalam menyusun
kenormalan yang baru, yaitu komunikasi dengan pasangan, kerja sama
dengan pasangan, mencari aktivitas diluar lingkup keluarga,

107
mendekatkan diri kepada tuhan, melakukan rutinitas baru, dan
dukungan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diperoleh
kesimpulan bahwa komunikasi dengan pasangan dengan menerapkan
sifat saling terbuka, selalu mengomunikasikan masalah, dan sering
bercerita tentang anak akan membuat hubungan antara suami dan istri
menjadi lebih erat yang kemudian membuat ketahanan keluarga
menjadi lebih kuat. Selain komunikasi, kerja sama juga diperlukan
antara suami dan istri dalam mengasuh anak retardasi mental yang tidak
hanya mengandalkan satu pihak saja, selanjutnya mencari aktivitas
diluar lingkup keluarga seperti mengikuti pengajian dan arisan juga
membantu orang tua anak retardasi mental agar tidak merasa jenuh
dengan kebiasaan yang ada juga membantu mereka merasa lebih tenang
dengan nasihat-nasihat yang diberikan.
Selain itu, orang tua anak retardasi mental berusaha melakukan
rutinitas yang baru seperti membawa anak ikut terapi, konsultasi ke
psikolog, dan memasukan anak ke sekolah luar biasa sebagai upaya
mereka untuk membuat anaknya tetap mengalami pertumbuhan dan
perkembangan seperti anak-anak normal lainnya. Kemudian, dalam
menyusun kenormalan baru orang tua anak retardasi mental juga
meningkatkan spiritualitas mereka dengan mendekatkan diri kepada
tuhan yang membuat mereka merasa bersyukur dan ikhlas dengan apa
yang telah diberikan oleh Tuhan, dan yang terakhir dukungan
membantu orang tua dalam menghadapi kesulitan, maka dari itu
sebagai suami istri perlu adanya saling memberi dukungan ketika
pasangan dihadapkan dengan kesulitan, selain itu dukungan keluarga
juga membantu orang tua dalam menerima keadaan.

108
Gambar 4. 12 Komunikasi Dalam Menyusun Kenormalan Baru
dengan menggunakan bantuan Atlas.ti versi 9.0

109
4.2.1.2 Komunikasi Dalam Menyampingkan Perasaan Negatif dan
Mengedepankan Tindakan Produktif

Menurut Buzzanell (2018) menyampingkan perasaan negatif dan


mengedepankan tindakan produktif melibatkan komunikasi positif dalam
pengambilan keputusan dan bagaimana seseorang menggunakan strategi untuk
menghadapi kesulitan. Komunikasi orang tua anak retardasi mental dalam
membangun ketahanan keluarga pada komunikasi dalam menyampingkan
perasaan negatif dan mengedepankan tindakan produktif memunculkan dua
tema yaitu 1) diskusi dengan pasangan yang menghasilkan lima kategori
yaitu membuat keputusan bersama, saling respect dengan perbedaan pendapat,
saling terbuka, mengelola kecemasan, dan memahami kondisi anak, sedangkan
untuk tema 2) menggunakan hambatan sebagai strategi dalam
menghadapi kesulitan menghasilkan delapan kategori yaitu meningkatkan
spiritualitas, tidak mempedulikan pandangan negatif, merasa diberikan
kepercayaan oleh tuhan, berpikir positif, menerima saran orang lain, mengajak
anggota keluarga lainnya untuk saling pengertian, mengelola kecemasan, dan
memandang diri lebih beruntung.

Tabel 4. 8 Tema 7 - Diskusi Dengan Pasangan

Kode Kategori
• kita berdua suka dirundingin (Bu
Yuni, 24/11/21)
• kedua belah pihak ya meskipun
asalnya dari salah satu (Bu Yani,
01/12/21)
• Dua-duanya, bapanya sama saya (Bu
Dedeh, 06/12/21)
• diambil dua belah pihak (Bu Mita,
02/12/21) Membuat Keputusan Bersama
• kita mengambil keputusan itu
bersama yah
• kata saya juga tadi kita satu tim satu
keluarga (Pak Deni, 28/11/21)
• Kita kalo ngambil keputusan soal
Lintang selalu sama-sama
• berunding sama istri mana hasil
terbaik malah sama kakak-kakaknya

110
kita rundingin (Pak Lukman,
28/11/21)
• Kalau ada perbedaan pendapat, kita
ambil terbaiknya sama suara
terbanyak aja (Pak Lukman,
28/11/21)
• “diambil berdua, suka diskusi sama
istri” (Pak Iwan, 02/12/21)
• kalau perbedaan pendapat wajar ya
• perbedaan pendapat itu berarti
intinya berkomunikasi apa pendapat Saling Respect Pada Perbedaan
yang salah dan apa pendapat yang
benar gitu (Pak Deni, 28/11/21) Pendapat
• iya tetap respect sama suami (Bu
Yuni, 24/11/21)
• kita selalu terbuka kalau komunikasi
sama istri.
• Ga pernah ada yang ditutup-tutupi
(Pak Lukman, informan kunci,
28/11/21)
• Jujur, terbuka masa ga terbuka sama
suami
• jujur kita mah kalau ada apa gitu (Bu
Dedeh, informan kunci, 06/12/21)
• kunci rumah tangga itu saling Saling Terbuka Dalam
terbuka nggak ada tertutup walau
sekecil apapun (Bu Mita, 02/12/21)
Pengambilan Keputusan
• kita emang kalau ada masalah sama
anak emang harus ga boleh rahasia-
rahasiaan harus terbuka (Pak Saeful,
29/11/21)
• jadi kita emang harus terbuka lah ga
boleh saling menutupi (Pak Saeful,
29/11/21)
• iya dong saling terbuka, harus itu
mah (Pak Iwan, 02/12/21)
• meskipun istilahnya belum masak,
mendingan ngurusin dulu anak
• Jangan sampai keluar kemana-mana
harus diperhatikan (Pak Lukman,
28/11/21)
• Iya lebih mengutamakan anak dulu
(Pak Lukman, 28/11/21) Saling Memahami Kondisi Anak
• Kalau pun kita itu ada kesalah
pahaman kita pasti saling
memaafkan
• namanya juga ngurus anak pasti
capek sih iya
• kita harus mengerti dalam mengurus
anak pasti capek

111
• Itu karena emang resiko kita sebagai
orang tua, ga sampe berlarut (Pak
Lukman, informan kunci, 28/11/21)
• saya belum pernah berantem gara-
gara anak ini. Kan anaknya udah tau
anak begini (Pak Adam, 24/11/21)

Tema ketujuh yang muncul yaitu diskusi dengan pasangan yang


menghasilkan empat kategori yaitu membuat keputusan bersama, saling
respect dengan perbedaan pendapat, saling terbuka dalam mengambil
keputusan, dan saling memahami kondisi anak. Menurut Buzzanell (2018)
komunikasi dalam menyampingkan perasaan negatif sambil mengedepankan
tindakan produktif dapat diperoleh dengan melibatkan komunikasi yang positif
dalam pengambilan keputusan.
Penelitian sebelumnya oleh Hendriani (2017) menemukan bahwa
komunikasi positif yaitu komunikasi yang terbuka untuk berbagi, berdiskusi
dan menciptakan solusi bersama atas berbagai masalah yang dihadapi keluarga
dapat membantu keluarga dengan anak berkubutuhan khusus mempertahankan
keluarganya, Hal ini juga ditemukan peneliti bahwa berdasarkan network yang
dipetakan dengan menggunakan atlas.ti dalam mengambil keputusan orang tua
anak retardasi mental berusaha untuk mendikusikan terlebih dahulu masalah
yang ada untuk kemudian keputusan diambil atas dasar kedua belah pihak,
dalam mengambil keputusan tersebut antara suami dan istri saling menghargai
pendapat yang berbeda, saling terbuka dengan tidak menutupi hal-hal sekecil
apapun dan saling mengerti bahwa mereka mempunyai anak yang menyandang
retardasi mental sehingga jika dihadapkan dengan suatu konflik mereka sama-
sama memahami kondisi anak mereka dengan tidak membesar-besarkan
masalah.

Tabel 4. 9 Tema 8 - Menggunakan Hambatan Sebagai Strategi


Menghadapi Kesulitan

Kode Kategori
• Itu aja banyak dzikir aja
banyak dzikir (Bu Dedeh,
06/12/21) Meningkatkan Spritualitas
• Alhamdulillah ga ada sih
karena kita dikasih anak gini

112
jadi satu sama lain saling
intropeksi diri gitu
• saya lebih takut sama Allah
(Pak Saeful, informan kunci,
29/11/21)
• kalau saya dikasih anak seperti
itu berarti Allah percaya saya
(Bu Siti Salma, 24/11/21) Merasa Diberikan Kepercayaan
• tapi menyadari lagi ama diri
Oleh Tuhan
kita kalau kita dikasih sama
Allah berarti titipan dari-Nya
(Pak Adam, 24/11/21)
• jadi saya mah nggak peduli
orang bilang apa gitu (Bu Siti
Salma, informan kunci,
24/11/21)
• kita ga mikirin yang sedikit (Bu
Yani, 01/12/21)
• kita nggak terlalu ini sama itu
soalnya kasian anaknya ya (Bu
Yani, 01/12/21)
• jadi kita nggak usah mikirin
orang gimana sikapnya sama
kita mendingan lupain aja lah
gitu (Bu Yani, 01/12/21)
• tapi saya ga perlu marah kaya
gitu
• saya ga perlu ditanggepin gitu
dianggep angin lalu aja (Pak
Saeful, 29/11/21) Tidak Mempedulikan
• marah iya tapi ga perlu lah
saya pikir-pikir Pandangan Negatif
• Awalnya saya marah cuman
karena istri, ngapain kita,
biarin aja biarin
• (Pak Saeful, 29/11/21)
• gausah peduli orang kita ga
minta sama dia kok
• kalo gitu dianggep biasa aja
(Pak Saeful, informan kunci,
29/11/21)
• kadang-kadang sakit kalau
udah dari luar anak-anak desa
bilang kadang-kadang ini tapi
sabar (Pak Adam, 24/11/21)
• Biarin aja jangan sampai
diambil hati (Pak Adam,
24/11/21)

• Engga engga putus asa bunuh Berpikir Positif


diri gitu ya rugi

113
• kalau kita dikasih cobaan
nggak enak dibikin ngeluh
kayak gini dibikin putus asa
malah kita nggak ada dapat
apa-apa (Bu Yani, informan
kunci, 01/12/21)
• Walaupun Ifall teu sempurna
insyaAllah Ifall akhlaknya
sempurna (Bu Dedeh,
06/12/21)
• Yang penting bisa makan
katanya, bisa sekolah yang
penting mah bisa jajan aja
cukup lah ga neko-neko (Bu
Dedeh, 06/12/21)
• nggak punya pikiran negative
ke orang harus punya hati
bersih (Bu Mita, 02/12/21)
• kita mah positif thinking aja ya
• biar bagaimana pun juga anak
ya kan, pemberian dari Gusti
Allah, harus kita syukuri, harus
kita pelihara dengan baik (Pak
Lukman, informan kunci,
28/11/21)
• tapikan semua itu kan Allah
yang tau. Allah lebih tau
• kita semuanya kita serahin
sama Allah saya sih ga terlalu
ini ya (Pak Saeful, 29/11/21)
• Mudah-mudahan anak kita
suatu saat maju (Pak Adam,
24/11/21)
• Yang penting mah kita anak
satu-satunya ini, cuman satu
lagi sampai pun mana juga lah
sampai kuat saya, sakolahin
aja mudah-mudahan masih
SLB berdiri, sama gurunya
doain aja gurunya mudah-
mudahan anak kita si panjang
umur (Pak Adam, informan
kunci, 24/11/21)
• saya juga kalau ada yang
ngasih tau harus kesini saya
ikutin gitu yang nilainya positif Menerima Saran Orang Lain
nggak negatif (Bu Siti Salma,
24/11/21)
• titip gitu semuanya lah kakak-
Mengajak Anggota Keluarga
kakaknya titip Lintang (Bu
Yuni, 24/11/21) Lainnya Untuk Saling Pengertian
• saling memberikan pengertian

114
• di rumah gitu dijelasin lagi
sama kakak-kakaknya gitu itu
adiknya harus di bimbing (Bu
Yuni, informan kunci,
24/11/21)
• jangan banyak pikiran ya umi
setiap hari liat Ifal paling
seminggu sekali ke umi bilang
jangan banyak pikiran (Bu
Dedeh, 06/12/21)
• Saya suka nitipin Lintang sama
kakaknya
• Karena kakaknya sangat
sayang pada Lintang ini. (Pak
Lukman, informan kunci,
28/11/21)
• Kalau lagi sedih, saya
biasanya nyanyi gitu, nyanyi
dangdut (Pak Lukman,
informan kunci, 28/11/21)
• Saya memang suka nyanyi buat
menghibur diri sama Lintang
kan suka joge (Pak Lukman,
28/11/21)
• iya pasti bilang ke ayahnya,
kadang saya sambil nangis
ayah kasian anaknya
sebenarnya sakit apa (Bu Siti
Salma, 24/11/21)
• kalau sakit ya diobatin nggak
pernah ada konflik gimana kita
nggak alhamdulillah kalau Mengelola Kecemasan
Bella sakit ya obatin pokoknya
intinya kerja sama aja” (Bu
Mita, 02/12/21)
• saya pikir kalau misalnya saya ga ada
istri ga ada ntar Manda sama siapa ya
gitu cuman kita gausah pikir ke situ,
Allah lebih tau mana yang ini
• Allah memberikan anak yang begini
Dia udah ada ininya, jadi kita gausah
terlalu cemas ke situ
• Tapi ya gitu lah sama istri
diredam (Pak Saeful, 29/11/21)
• kalau Ibu cemas gitu pas lagi
banyak tugas jadi ya emang
harus kuat gitu ya harus saling
nguatin (Bu Yani, 01/12/21)
• ngeliat orang yang lebih itu ada
Memandang Diri Lebih
obat tersendiri buat saya gitu
• kalau liat orang lain lebih dari Beruntung
kita udah mampu kok kita

115
nggak gitu (Bu Siti Salma,
24/11/21)
• alhamdulillah mah itu 7 bulan ya
orang lain mah ya ada yang
meninggal (Bu Dedeh, 06/12/21)
• saya liat ada yang lebih kebih
parah, banyak ternyata anak kita
segitu ga seberapa (Pak Saeful,
29/11/21)
• menerima aja ya bersyukur
• yang lain itu belum tentu dikasih
kepercayaan (Bu Yuni, 24/11/21)
• kita dikasih kepercayaan sama
Allah katanya gitu nggak semua
orang dikasih gitu, yaa bersyukur
lah gitu saya juga (Bu Yuni,
24/11/21)
• dikasih anak-anak ya anak-anak
spesial (Bu Yani, 01/12/21)
• karena itu titipan Allah yah
• pokoknya mah babari kalo Bahasa
sundanya mah kita the punya jimat
lah gitu ceuk sundanya mah (Bu
Mita, 02/12/21)
• itu kan titipan tuhan kita harus
menjaganya, merawatnya gitu (Pak
Deni, 28/11/21)
• Bersyukurlah saya punya anak,
dikasih kepercayaan soal Lintang.
(Pak Lukman, 28/11/21)
• jadi saya sadar bahwa ini titipan,
titipan dari Allah (Pak Saeful,
29/11/21)
• Titipan kata saya ini anak harus
sabar (Pak Adam, 24/11/21)
• menerima aja itu mungkin takdir
dari Allah (Pak Iwan, 02/12/21)

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai anak retardasi mental membuat


mereka menganggap kehadiran anak retardasi mental merupakan aib di dalam keluarga
yang harus dijauhi. Penelitian sebelumnya oleh Lidanial (2014) mengungkapkan
bahwa kehadiran anak dengan disabilitas intelektual menyebabkan terbatasnya ruang
sosial atau pergaulan orang tua karena ketergantungan anak, kekhawatiran orang tua
yang berlebihan serta munculnya berbagai tekanan psikologis baik yang berasal dari
dalam diri atau lingkungan sekitar. Dalam penelitian ini peneliti juga menemukan
bahwa orang tua anak retardasi mental yaitu pasangan Pak Saeful dan Bu Yani juga

116
pasangan Pak Adam dan Bu Dedeh pernah mengalami stigma negatif yang ada di
masyarakat yaitu dipandang negatif di lingkungan tempat tinggal mereka yang dapat
mempengaruhi ketahanan keluarga mereka, selain itu Pak Saeful, Bu Siti Salma, Bu
Yani, dan Bu Mita pernah mengalami khawatiran yang berlebihan terhadap anak
mereka. Oleh karena itu, orang tua anak retardasi mental harus mempunyai strategi
untuk menyampingkan pandangan negatif yang mereka dapatkan dari lingkungan
mereka.

Berdasarkan network yang diolah dengan atlas.ti diperoleh tema kedelapan


yaitu menggunakan hambatan sebagai strategi dalam menghadapi kesulitan yang
menghasilkan delapan kategori yaitu meningkatkan spiritualitas, merasa diberikan
kepercayaan oleh tuhan, tidak mempedulikan pandangan negatif, berpikir positif,
mengajak anggota keluarga lainnya untuk saling pengertian, menerima saran orang
lain, menghibur diri, dan mengelola kecemasan sebagai strategi orang tua anak
retardasi mental untuk menyampingkan perasaan negatif mereka.

Ketika mendapat pandangan buruk dari orang lain, orang tua berusaha tidak
mempedulikan perkataan orang lain, menghibur diri ketika merasa stres dan tetap
berpikir positif di tengah-tengah kesulitan yang mereka hadapi. Namun, tidak semua
orang memberikan pandangan buruk kepada orang tua retardasi mental, ada juga yang
memberikan saran positif yang akhirnya digunakan sebagai strategi untuk
mengedepankan tindakan produktif mereka. Sebagai orang tua anak retardasi mental
para orang tua mengalami kecemasan ketika mengasuh anak namun ketika dihadapkan
dengan konflik atau gangguan suami dan istri berjuang untuk mempertahankan dan
mengatasi ketegangan dengan cara meredam kecemasan yang dialami oleh pasangan
mereka.

Kemudian, berdasarkan network yang sudah diolah dengan bantuan atlas.ti


peneliti menemukan bahwa orang tua anak retardasi mental menggunakan cara baru
untuk membingkai kembali pandangannya tentang kesulitan yaitu dengan cara
membandingkan diri dengan orang lain, mereka berbicara lebih beruntung daripada
orang tua lainnya ketika melihat kondisi anak orang tua lain ternyata lebih berat
dibandingkan dengan kondisi anak mereka. Selain itu, mereka juga menganggap
bahwa kehadiran anak retardasi mental di kehidupan mereka adalah sebuah
kepercayaan yang spesial diberikan Tuhan dan tidak semua orang mendapatkan
117
kepercayaan tersebut sehingga kedua hal tersebut menjadi obat tersendiri bagi orang
tua anak retardasi mental dalam menghadapi kesulitan mereka.

118
Gambar 4. 13 Komunikasi Dalam Menyampingkan Perasaan Negatif Dan
Mengedepankan Tindakan Produktif dengan menggunakan bantuan Atlas.ti
versi 9.0

119
4.2.1.3 Komunikasi Dalam Menegaskan Identitas

Komunikasi orang tua anak retardasi mental dalam membangun


ketahanan keluarga pada komunikasi dalam menegaskan jangkar identitas
memunculkan satu tema yaitu 1) percaya diri dalam menjelaskan identitas
sebagai orang tua anak retardasi mental menghasilkan satu ketegori yaitu
memberitahu orang lain sebagai orang tua anak retardasi mental. 2) berbagi
cerita yang terdiri dari empat kategori yaitu sharing dengan keluarga, sharing
dengan teman, sharing dengan sesame orang tua yang memiliki anak
disabililtas, dan meminta perhatian, sedangkan untuk tema kedua yaitu 3)
dapat dukungan sosial ketika mengalami kesulitan yang terdiri dari dua
kategori yaitu dukungan keluarga dan dukungan teman.

Tabel 4. 10 Tema 9 – Percaya Diri Dalam Menjelaskan Identitas Sebagai


Orang Tua Anak Retardasi Mental

Kode Kategori
• tetangga saya juga sudah pada tahu
semua (Bu Siti Salma, 24/11/21)
• iya percaya diri (Bu Yuni, 24/11/21)
• dari awal Ibu punya anak itu nggak
pernah diumpetin (Bu Yani, 01/12/21)
• sering saya omong gitu sama tetangga
(Bu Dedeh, 06/12/21)
• jadi nggak ada yang ditutupi jadinya
gurunya Ratu gurunya Rahma adik-
adiknya Bella itu udah pada tau semua
(Bu Mita, 02/12/21)
• saya selalu berkomunikasi walaupun Memberitahu Orang Lain
ada orang yang nggak kenal Sebagai Orang Tua Anak
• kita berbincang-bincang ya kondisi
masalahnya (Pak Deni, 28/11/21) Retardasi Mental
• Pokoknya saya kenalin Lintang
• Jangankan ke temen-temen kerja,
keluar Lintang dibawa-bawa juga kita
kenalin Lintang
• saya langsung ngejelasin anak saya
begini-begini (Pak Lukman, 28/11/21)
• orang udah pada tau semua jadi kita ini
anak-anak saya di situ kan kita
bermasyarakat (Pak Saeful, 29/11/21)
• udah disampaikan warga masyarakat
(Pak Adam, 24/11/21)

120
• udah taulah bahwa ini paham bahwa
anak saya oh anaknya pa rt (Pak Adam,
24/11/21)
• nggak ada yang ditutupin
• di lingkungan pekerjaan juga udah
pada tau (Pak Iwan, 02/12/21)

Tema kesembilan yang muncul adalah percaya diri dalam menjelaskan


identitas diri. Penerimaan orang tua anak dengan retardasi mental memang
menjadi nilai tersendiri, pasalnya orang tua yang memiliki anak retardasi mental
membutuhkan proses untuk menerima anak mereka secara penuh, hal ini juga
yang dapat menjadi ketakutan mereka dalam menjelaskan tentang dirinya
sebagai orang tua anak retardasi mental di lingkungan tempat tinggalnya.
Berdasarkan network yang sudah diolah dengan atlas.ti dalam
mempertahankan keluarganya semua orang tua dengan anak retardasi mental
sudah percaya diri untuk menjelaskan tentang siapa mereka untuk diri mereka
sendiri dan hubungannya dengan orang lain. Menurut Buzzanell (2018) dengan
menegaskan identitas mereka dengan orang lain, orang-orang di sekitar akan
menjadi memberlakukan apa yang paling berarti bagi mereka di saat kesulitan,
Dalam penelitian ini Pak Adam dan Bu Mita juga menjelaskan tentang dirinya
dan keterbatasan anaknya agar orang-orang di sekitarnya memahami dan
memaklumi kondisi anaknya.

Tabel 4. 11 Tema 10 – Berbagi Cerita


Kode Kategori
• Iya sama ade mungkin kakak ade
kalau temen sama tetangga engga
• Ngomongin Ifal, cerita Ifal gimana
sekolahnya (Bu Dedeh, 06/12/21)
• Sering kalau ke saudara mah ngobrol
(Bu Dedeh, 06/12/21)
• kita sharing sama keluarga Sharing Dengan Keluarga
• suka lah ya Neng emang ladang
ibadahnya dari sini (Bu Yani,
01/12/21)
• paling aja ke keluarga ya
• paling nyaman itu keluarga tempat
curhat mah (Bu Mita, 02/12/21)
• saya ceritakan ke keluarga saya dan
teman-teman saya apalagi ke Sharing Dengan Teman
kerabat-kerabat saya ya gitu
121
• saya tidak merasa minder punya anak
seperti itu malahan saya bangga
punya anak seperti itu
• (Pak Deni, 28/11/21)
• saya kadang-kadang cerita ke temen
saya punya anak yang kaya begini
(Pak Lukman, 28/11/21)
• Temen-temen suka nanya gimana
Lintang (Pak Lukman, 28/11/21)
• “oh suka, suka cerita.” (Pak Iwan,
02/12/21)
• “ah jadi lucunya dia aja.” (Pak Iwan,
02/12/21)
• kita sharing juga kan gitu pasti cerita
• kita dipendam sendiri juga pasti ini
ga mungkin (Bu Yani, 01/12/21)
• suka saling gitu
• Kok saya mah anaknya gini katanya,
saya mah gini gitu hehe kan beda-
beda yaa (Bu Yuni, 24/11/21)
• Kaya ke kantor juga misalnya apalagi
kan ternyata banyak kan yang punya
anak disabilitas
Sharing Dengan Sesama Orang
• kalau kita sama punya anak yang
kayak gini sama-sama nggak usah Tua Anak Retardasi Mental
sedih nggak usah ini kalo kata Ibu ya
dinikmatin aja (Bu Yani, 01/12/21)
• ada juga temen yang punya anak kaya
Lintang
• kita sharing sama temen
• saling berbagi pengalaman mengurus
anak (Pak Lukman, 28/11/21)
• misalkan dia teman saya punya anak
punya cucu seperti itu saya ceritakan
harus gini (Pak Deni, 28/11/21)
• tolonglah kasih ini ini ini supaya tau
kadang-kadang dia aja kan ya kalo
main bola diajak main bola
• makanya suka dibawa-bawa tuh bu ya
sama anak-anak di kampung itu Meminta Perhatian
dibawa futsal gitu tolonglah kata saya
• Supaya anak saya ada cerah lah
saling ini kata saya
• dikasih kita unjukkan pada
masyarakat (Pak Adam, 24/11/21)

Tema kesupuluh yang muncul di dalam menegaskan jangkar identitas


adalah berbagi cerita, menurut Buzzanell (2018) dalam membangun ketahanan
seseorang memanfaatkan ikatan atau jaringan komunikasi mereka seperti reka

122
kerja, teman, dan keluarga untuk pulih dari kesulitan dan memberitahu atau
bercerita tentang apa yang mereka rasakan. Hal tersebut didapatkan juga oleh
peneliti dalam wawancara yang telah dilakukan sebelumnya menemukan
bahwa orang tua anak retardasi mental sering kali berbagi cerita seperti sharing
dengan keluarga, sharing dengan teman, sharing dengan sesama orang tua
anak retardasi mental, dan juga meminta perhatian dari orang-orang
disekitarnya.
Orang tua anak retardasi mental sering kali berbagi cerita dengan
keluarga mereka tentang kesulitan mereka dalam mengasuh anak atau
menceritakan perkembangan anak mereka. Berdasarkan hasil wawancara,
beberapa informan merasa lebih nyaman bercerita kepada keluarganya, namun
tidak dipungkiri ada juga yang suka berbagi cerita dengan teman-temannya
seperti Pak Deni, Pak Lukman, Pak Iwan dan Bu Yani hal tersebut dilakukan
mereka untuk mendapatkan nasihat positif tanpa merasa minder sehingga hal
ini membuat mereka tetap menjalin hubungan yang positif dengan
lingkungannya.
Selain sharing dengan keluarga dan teman, berdasarkan hasil
wawancara beberapa informan seperti Bu Yuni, Bu Yani, Pak Deni dan Pak
Lukman juga sering berbagi cerita tentang perkembangan anak mereka atau
bertukar pikiran tentang cara mengasuh anak dengan orang tua yang sama-
sama memiliki anak retardasi mental. Berbeda dengan Pak Adam dan Bu Mita
ia justru berbagi cerita dengan orang-orang disekitarnya untuk mendapatkan
perhatian agar orang-orang yang ia kenal dapat memahami dirinya dan
keterbatasan anaknya.

Tabel 4. 12 Tema 11 – Mendapat Dukungan Sosial Ketika Mengalami


Kesulitan

Kode Kategori
• kata ibu kalau emang hasilnya
bagus jangan putus asa (Bu Siti
Salma, 24/11/21)
• sama kakaknya yang kedua mah
dibantu misal kalo dia ini nangis Dukungan Keluarga
minta jajan gitu (Bu Dedeh,
06/12/21)
• kakaknya itu yang ini mah paling
sayang ini mah kalo ada yang
123
ngeledekeun juga dia yang turun
tangan (Bu Dedeh, informan,
06/12/21)
• Saya mah inget terus mi walau
pun punya istri walau udah
punya komitmen sama istri, saya
mah punya ade, sekolahnya jauh
ini dia mah beda sama orang
lain (Bu Dedeh, informan,
06/12/21)
• Keluarga juga sama malah kaya
ade saya, kakak saya, yang
ditanyain pasti Lintang
• Suka dibercandain gitu lah
diajak ngobrol, soalnya lucu
(Pak Lukman, 28/11/21)
• mereka ya kasih kekuatan juga
(Pak Saeful, 29/11/21)
• responnya yang penting sekolah
kan penting sekolah mah
katanya (Bu Yuni, 28/11/21)
• Kebetulan responnya baik ya
anggaplah kita sabar
• tetangga juga sini juga pada
baik sama temen juga pada baik
(Bu Yani, 01/12/21)
• malah teman-teman mensupport
(Pak Deni, 28/11/21)
• Malah dia ngasih saya semangat
• Harus sabar dalam ngadepin
Lintang
• Ada yang saranin di sekolah anu
(Pak Lukman, 28/11/21)
• ada masukan positif dari temen
katanya harus sabar dalam Dukungan Teman
menghadapi anak kaya Lintang
(Pak Lukman, 28/11/21)
• mereka pada salut gitu sama
saya, memberi dukungn gitu
(Pak Saeful, 29/11/21)
• Ya mendukung, ya sabar sama
anak itu titipan Tuhan, titipan
Allah jadi emang ga semata-
mata Allah itu ngasih anak kamu
kaya gini
• kenapa Allah kasih anak itu ke
kamu karena kamu yang mampu
bilang gitu (Pak Saeful,
29/11/21)
• Mudah-mudahan ini anak Bapak
ngangkat nama Bapak ya amin

124
Pak kata saya sama ustadz (Pak
Adam, 24/11/21)

Tema yang muncul kesebelas di dalam menegaskan jangkar identitas


adalah mendapatkan dukungan sosial ketika mengalami kesulitan. Menurut
Buzzanell (2018) mengandalkan koneksi teman, keluarga membantu seseorang
untuk pulih dari kesulitan. Penelitian sebelumnya oleh rukmini & Syafiq
(2019) mengungkapkan bahwa dukungan teman-teman serta lingkungan
memberikan banyak kekuatan untuk mencapai resiliensi pada keluarga yang
salah satu anggotanya keluarganya mengidap skizofrenia. Hal tersebut
ditemukan juga pada penelitian ini di mana dukungan keluarga dan dukungan
teman memberikan kekuatan bagi orang tua anak retardasi mental dalam
mempertahankan keluarganya.
Berdasarkan hasil wawancara, kemampuan orang tua dalam
mempertahankan keluarganya pasca diagnosis sang anak sangat ditentukan
oleh peran serta dukungan penuh dari keluarga dan teman. Di samping
memberikan kekuatan dan kesabaran bagi mereka, dukungan keluarga dan
teman juga memberikan kepercayaan dalam diri orang tua untuk lebih berusaha
dalam merawat anak mereka dan menerima keadaan yang sudah diberikan oleh
Tuhan.

125
Gambar 4. 14 Komunikasi Dalam Menegaskan Jangkar Identitas
diolah dengan bantuan Atlas.ti versi 9.0

126
Ketahanan keluarga adalah kemampuan memanfaatkan potensi
individu atau keluarga dalam menghadapi tantangan hidup, termasuk
kemampuan untuk mengembalikan fungsi-fungsi keluarga seperti semula
ketika menghadapi tantangan dan krisis keluarga (Puspitawati, 2012).
Keluarga berpengaruh untuk menumbuhkan ketahanan dalam menanggapi
kesulitan (Theiss, 2018). Hasil penelitian menunjukan bahwa semua orang tua
telah berusaha untuk membangun ketahanan keluarganya melalui proses
komunikasi yang dipahami dan disituasikan dalam cerita dan upaya untuk
bertahan dari kesulitan. Proses komunikasi yang telah dilakukan oleh orang tua
anak retardasi mental dalam membangun ketahanan melalui tiga proses yaitu,
1) menyusun kenormalan baru 2) menyampingkan perasaan negatif sambal
mengedepankan tindakan produktif 3) menegaskan jangkar identitas
(Buzzanell, 2018).

Menyusun kenormalan baru berarti upaya orang tua anak retardasi


mental untuk mendapatkan kembali rasa hidup atau kenormalan yang baru
dengan melibatkan rutinitas, interaksi dan ritual untuk meintegrasikan
kerugian. Hasil penelitian menemukan bahwa dalam menyusun kenormalan
baru orang tua anak retardasi mental melibatkan komunikasi dengan pasangan
sebagai strategi yang mereka lakukan, untuk mempertahankan keluarganya.
Orang tua juga sepakat bahwa dalam mengasuh anak retardasi mental tidak
boleh hanya mengandalkan satu pihak saja sehingga diperlukan kerja sama
antara suami dan istri dalam mengasuh anak. Selain itu, orang tua melibatkan
lingkaran komunikasi mereka dengan mencari akivitas diluar lingkup keluarga
seperti mengikuti pengajian dan arisan untuk mendapatkan ketenangan dan
menghindari rasa jenuh dengan kebiasaan atau rutinitas yang ada.

Disamping kesulitan yang dihadapi, orang tua anak retardasi mental


tetap memiliki harapan kepada anak mereka agar dapat tumbuh dan
berkembang seperti anak normal lainnya, sehingga orang tua melakukan
rutinitas baru pasca diagnosis anak seperti ikut terapi, konsultasi ke psikolog
anak, dan memasukan anak ke sekolah luar biasa. Kemudian, dalam menerima
keadaan yang sulit orang tua berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
dengan tetap bersyukur dan ikhlas pada karunia yang telah diberikan. Selain

127
dorongan diri untuk mendekatkan diri kepada tuhan, dalam menerima keadaan
dan melakukan rutinitas baru sebagai sepasang suami istri, orang tua anak
retardasi mental saling memberi dukungan satu sama lain ketika pasangan
mereka dihadapkan dengan kesulitan. Dukungan keluarga juga turut berperan
dalam proses penerimaan realita agar mendapatkan kembali rasa hidup
ditengah-tengah kesulitan yang ada.

Selanjutnya, menyampingkan perasaan negatif sambil mendepankan


tindakan produktif berarti melibatkan komunikasi positif dalam pengambilan
keputusan dan bagaimana seseorang menggunakan strategi untuk menghadapi
kesulitan. Hasil penelitian menemukan bahwa dalam menghadapi setiap
masalah dan mengambil keputusan orang tua selalu berusaha untuk diskusi
dengan pasangan mereka. Selain itu, dalam menyampingkan perasaan negatif
yang didapatkan dari dalam diri atau lingkungan tempat tinggal mereka, orang
tua berusaha menggunakan hambatan sebagai strategi mereka dalam
menghadapi kesulitan yang ada. Kemudian orang tua memiliki kemampuan
untuk menggunakan cara baru dalam menangani masalah dan hidup
sepenuhnya dalam situasi yang berbeda dari orang pada umumnya. Hasil
penelitian menemukan bahwa cara atau strategi yang dilakukan oleh orang tua
anak retardasi dalam menghadapi kesulitan dan situasi yang menegangkan
adalah dengan membandingkan diri dengan orang lain. Melihat kondisi anak
orang lain yang lebih berat daripada kondisi anak mereka dan menganggap
Tuhan memberikan kepercayan yang spesial yang tidak semua orang dapat
merasakannya menjadi cara tersendiri bagi orang tua anak retardasi mental
untuk menerima keadaan anak mereka.

Kemudian, menegaskan jangkar identitas berarti kemampuan orang tua


untuk menjelaskan tentang dirinya sebagai orang tua anak retardasi mental
kepada orang-orang di lingkungan tempat tinggal mereka. Hasil penelitian
menemukan bahwa orang tua anak retardasi mental memiliki kepercayaan diri
dalam menegaskan identitasnya dan menjelaskan tentang siapa dirinya kepada
orang lain. Dari kepercayaan diri tersebut orang tua memiliki kepercayaan
untuk berbagi cerita dan mendapatkan dukungan ketika mereka mengalami
kesulitan, hasil penelitian menemukan bahwa orang tua anak retardasi berbagi

128
cerita kepada keluarga, teman, dan sesama orang tua yang memiliki anak
disabilitas untuk berbagi pengalaman, cerita, dan kesulitan yang mereka hadapi
dalam mengasuh anak retardasi mental dan mendapatkan dukungan ketika
mereka mengalami kesulitan.

129
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dalam membangun ketahanan keluarga anak retardasi mental, proses


pembentukan situasi kenormalan baru muncul melalui komunikasi dengan pasangan,
melibatkan keterbukaan, menyelesaikan masalah bersama, dan secara rutin membahas
tentang perilaku anak. Kemudian terkait dengan kerja sama dengan pasangan
diperlukan sikap saling mengerti diantara pasangan dalam fokus pada perawatan anak.
Terkait aktivitas sosial, keterlibatan pasangan untuk aktif pada aktivitas komunitas
mewarnai perilaku dalam mengembangkan situasi ketahanan, disamping dorongan
untuk mengikuti sejumlah kegiatan pengembangan seperti terapi, konsultasi ke
psikolog anak, mengajak anak ke sekolah. Mendekatkan diri pada Tuhan dengan sikap
bersyukur dan ikhlas serta saling memberi dukungan dengan pasangan turut pula
memberikan makna dalam mengembangkan komunikasi untuk membangun
kenormalan yang baru di dalam keluarga.

Dalam menyampingkan perasaan negatif, diperlukan komunikasi positif dengan


pasangan, melibatkan diskusi dengan pengambilan keputusan secara bersama, saling
menghargai, terbuka dengan perasaan satu sama lain, dan memahami kondisi anak.
Kemudian, dalam menghadapi kesulitan orang tua menggunakan hambatan sebagai
strategi, hal ini terkait dengan aspek spritualitas, tidak mempedulikan pandangan
negatif, keyakinan diberikan kepercayaan oleh Tuhan, berpikir positif, menerima saran
orang lain, mengajak anggota keluarga untuk saling pengertian, menghibur diri,
mengelola kecemasan dan membandingkan diri dengan orang lain.

Kemudian, dalam menjalin hubungan sosial orang tua mempunyai kepercayaan


diri untuk menegaskan identitas. Dari kepercayaan diri tersebut orang tua berbagi
cerita dan meminta perhatian dari lingkungan sekitarnya sehingga ketika mereka
mengalami kesulitan mereka mendapatkan dukungan dari orang-orang disekitarnya.
Meskipun proses komunikasi yang terjalin antara ayah dan ibu dari anak retardasi
mental penuh dengan tantangan pada akhirnya komunikasi dapat membantu
mempertahankan keluarga dengan anak retardasi mental.

130
5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoritis

1. Dalam penelitian ini, pengambilan data sangat terbatas dikarenakan


ketidaksiapan orang tua dalam memberikan jawaban, diharapkan bagi
penelitian selanjutnya dapat memiliki cara dan strategi untuk pengambilan
data secara optimal.
2. Untuk penelitian sejenis, diharapkan dapat menyempurnakan penelitian ini
dengan menggunakan teori dan konsep lain yang dapat melengkapi hasil
penelitian ini.
3. Untuk penelitian selanjutnya, hasil model penelitian ini dapat digunakan
dengan realita, metode, atau teori yang berbeda.

5.2.2 Saran Praktis

1. Berdasarkan hasil penelitian, untuk orang tua dengan anak retardasi mental
dapat meningkatkan ketahanan keluarganya melalui proses komunikasi
yaitu dengan menyusun kenormalan baru, menyampingkan perasaan
negatif dan mengedepan tindakan produktif, dan menegaskan jangkar
identitas.
2. Bagi pemerintah diharapkan agar tidak hanya memperhatikan kondisi anak
retardasi mental tapi juga memperhatikan orang tua dengan mengadakan
program atau penyuluhan bagi orang tua anak retardasi mental dalam
menghadapi kesulitan menerima keadaan, mengasuh anak dan
mempertahankan keluarga.

131
DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah, E. A. (2018). Penggunaan Software ATLAS.ti sebagai Alat Bantu Proses


Analisis Data Kualitatif. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 53–
63. https://doi.org/10.31980/mosharafa.v5i2.260
Amir, B. (2019). Wanita yang Ditinggal Suami Karena Bayinya Cacat Akhirnya
Gugat Cerai. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4808614/wanita-yang-
ditinggal-suami-karena-bayinya-cacat-akhirnya-gugat-cerai/3
Asih, I. D. (2005). FENOMENOLOGI HUSSERL:SEBUAH CARA “KEMBALI KE
FENOMENA. http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/164/345
Berty. (2017). Miris, Orangtua Asal Jepang Kurung Anak Kandung Hingga Tewas.
https://www.liputan6.com/global/read/3207888/miris-orangtua-asal-jepang-
kurung-anak-kandung-hingga-tewas
Boer, H., Alexander, R., Devapriam, J., Torales, J., Ng, R., Castaldelli-Maia, J., &
Ventriglio, A. (2016). World Psychiatric Association (WPA) report on mental
health issues in people with intellectual disability†: Paper 5: Prisoner mental
health care for people with intellectual disability. International Journal of
Culture and Mental Health, 9(4), 441–444.
https://doi.org/10.1080/17542863.2016.1228687
Buzzanell, P. M. (2018). Communication Theory of Resilience. In Engaging
Theories in Family Communication. In Engaging Theories in Family
Communication: Multiple Perspectives. https://doi.org/10.4324/9781315204321
Deva, S. (2019). METODE PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BELUM MEMILIKI
KETURUNAN DALAM UPAYA MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN RUMAH
TANGGA (Studi di Gampong Coet Matang Trienggadeng Pidie Jaya).
https://repository.ar-
raniry.ac.id/id/eprint/14676/1/Sri%20Deva%20Mahdalena%2C%20150402106
%2C%20FDK%2C%20BKI%2C%20082335358376.pdf
Handayani, F. (2008). Studi fenomenologi tentang pengalaman ILWHA (Injecting
Drug Users Living with HIV/AIDS) dalam menjalani terapi antiretroviral saat
terapi rumatan metadon di RS Ketergantungan Obat Jakarta.
https://lib.ui.ac.id/detail?id=127169&lokasi=lokal#
Hendriani, W. (2017). Family Protective Factors as The Basis for Helping Children
With Special Needs Increasing Resilience. Indonesian Journal of Disability
Studies. https://ijds.ub.ac.id/index.php/ijds/article/view/54
Kasih. (2019). Modelling Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Pada Anak
Dengan Intellectual Disability. 5(2), 105–114.
https://ojs.uma.ac.id/index.php/diversita

132
Lestari, S. (2012a). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanaman Konflik
Dalam Keluarga. Kencana Prenada Media Group.
Lestari, S. (2012b). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik
dalam Keluarga ( (pertama). Kencana Prenada Media Group.
Lidanial, L. (2014). Problematika Yang Dihadapi Keluarga Dari Anak Dengan
Intellectual Disability (Studi Etnografi). Jurnal Penelitian Pendidikan UPI,
14(2), 139127. https://doi.org/10.17509/jpp.v14i2.3125
Manzilati, A. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma, Metode, dan
Aplikasi (Tim UB Press, Ed.).
https://books.google.co.id/books?id=7FlVDwAAQBAJ&printsec=copyright&re
dir_esc=y#v=onepage&q&f=false
Mulyana, D. (2017). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Muchlis, Ed.). PT. Remaja
Rosdakarya.
Nurhajati, L., & Wardyaningrum, D. (2012). Komunikasi Keluarga dalam
Pengambilan Keputusan Perkawinan di Usia Remaja. Jurnal Al-Azhar
Indonesia Seri Pranata Sosial, 1(4), 236–248.
Puspitawati. (2012). GENDER DAN KELUARGA: KONSEP DAN REALITA DI
INDONESIA. PT Penerbit IPB Press.
Raco, J. (2018). Metode penelitian kualitatif: jenis, karakteristik dan keunggulannya.
https://doi.org/10.31219/osf.io/mfzuj
Rahayu, E. W. (2019). Resiliensi Pada Keluarga Yang Mempunyai Anak Disabilitas:
Review. Psikovidya, 23(1), 22–45.
https://doi.org/10.37303/psikovidya.v23i1.126
Rahmawati, & Gazali, M. (2018). Pola Komunikasi Dalam Keluarga. 11(2), 63–66.
Restia, R. (2020). PERAN KELUARGA DALAM MEMPERTAHANKAN
RUMAH TANGGA PASANGAN TUNAGRAHITA (Studi Kasus di Desa Raman
Aji Kecamatan Raman Utara). https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/3631/
Rukmini, C. T., & Syafiq, M. (2019). Resiliensi Keluarga Sebagai Caregiver Pasien
Skizofrenia Dengan Kekambuhan. Character: Jurnal Penelitian Psikologi.,
6(2), 1–8.
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/28360/25940
Salman. (2014). Pola Komunikasi Orangtua Dalam Mengatasi Kesulitan
Berkomunikasi Anak Autis. Komunikasi, 1(5), 1–13.
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/viewFile/3334/3231
Shree, A., & Shukla, P. C. (2016). Intellectual Disability: Definition, classification,
causes and characteristics. Learning Community-An International Journal of
Educational and Social Development, 7(1), 9. https://doi.org/10.5958/2231-
458x.2016.00002.6

133
Siyoto, & Sodik. (2015). DASAR DASAR METODOLOGI PENELITIAN (Ayup,
Ed.). Literasi Media Publishing.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta
Bandung.
Tejena, N., & Valentina, T. D. (2015). Sibling Rivalry Antara Anak Dengan Mild
Intellectual Disability Dan Saudara Kandung. Jurnal Psikologi Udayana, 2(2),
129–137. https://doi.org/10.24843/jpu.2015.v02.i02.p02
Thariq, M. (2017). Membangun Ketahanan Keluarga dengan Komunikasi
Interpersonal Building Family Security With Interpersonal Communications.
Simbolika, 3(1), 34–44.
Theiss, J. A. (2018). Family communication and resilience. Journal of Applied
Communication Research, 46(1), 10–13.
https://doi.org/10.1080/00909882.2018.1426706
Widinarsih, D. (2019). Penyandang Disabilitas di Indonesia: Perkembangan Istilah
dan Definisi. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 20(2), 127–142.
Zhao, M., & Fu, W. (2020). The resilience of parents who have children with autism
spectrum disorder in China: a social culture perspective. International Journal
of Developmental Disabilities, 0(0), 1–12.
https://doi.org/10.1080/20473869.2020.1747761

134
LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan Wawancara


Informan Kunci: Orang Tua

Kategori Pertanyaan Pertanyaan


1. Menyusun kenormalan 1. Bagaimana interaksi bapak/ibu
baru sebagai pasangan suami istri dalam
membangun ketahanan keluarga?
2. Bagaimana komunikasi yang terjalin
antara bapak/ibu sebagai sepasang
suami istri?
3. Bagaimana frekuensi interaksi antara
bapak/ibu dalam mengasuh anak
retardasi mental?
4. Bagaimana tindakan bapak/ibu ketika
anak dengan retardasi mental hadir di
dalam keluarga?
5. Apakah bapak/ibu melibatkan
interaksi dan ritual seperti ikut
komunitas/grup untuk membangun
kenormalan baru?
6. Rutinitas seperti apa yang biasanya
bapak/ibu lakukan dalam mengasuh
anakd dan membangun kenormalan
baru?
2. Menyampingkan perasaan 1. Apakah bapak/ibu pernah mengalami
negatif dan konflik atau antar suami-istri ketika
mengedepankan tindakan mengasuh anak dengan retardasi
produktif mental?
2. Biasanya konflik seperti apa yang
sering terjadi antar bapak/ibu ketika
mengasuh anak dengan retardasi
mental?

135
3. Apakah diantara bapak/ibu selalu ada
yang harus lebih unggul ketika
menghadapi konflik dalam mengasuh
anak retardasi mental?
4. Apakah bapak/ibu membuat
komunikasi yang positif sebagai orang
tua dalam mengambil keputusan?
5. Bagaimana bapak/ibu saling memberi
dukungan satu sama lain untuk
membangun ketahnan keluarga?
6. Apakah bapak/ibu sudah
menyampingkan perasaan negatif
ketika menjalin hubungan dalam
keluarga?

3. Menegaskan jangkar 1. Apakah bapak/ibu sudah membangun


identitas hubungan positif dengan orang lain
dan menegaskan identitas sebagai
orang tua dengan anak retardasi
mental?

4. Memelihara dan 1. Apakah bapak/ibu sebagai orang tua


menggunakan jaringan anak retardasi mental pernah berbagi
komunikasi cerita atau mencari dukungan kepada
keluarga atau lingkungan sekitar?

5. Menerapkan logika 1. Bagaimana proses penerimaan


alternatif bapak/ibu dalam menerima anak
dengan retardasi mental?

136
Lampiran 2 Transkip Wawancara
Transkip Wawancara Informan 1
Hari/Tanggal: Rabu, 24 November 2021

Lokasi: SLB Handayani – Jl. Raya Karangtengah No.126 Cibadak, Kabupaten


Sukabumi

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Siti Salma

Usia: 49 Tahun

Peneliti : Ibu, sebelumnya saya perkenalkan diri dulu nama saya Olivia
Alvira, saya mahasiswa Telkom University yang sedang
mengerjakan skripsi, emm.. skripsi saya ini seputar bagaimana suami
istri itu membangun ketahanan keluarga khususnya pada suami istri
yang mempunyai anak disabilitas intelektual bisa tunagrahita atau
down syndrome ya bu ya.. kalau boleh tau nama ibu siapa?
Bu Siti Salma : Nama saya Siti Salma
Peneliti : Usia Berapa Ibu?
Bu Siti Salma : 49
Peneliti : Pekerjaan?
Bu Siti Salma : Ibu rumah tangga
Peneliti : saat ini anak ibu sekolah kelas berapa?
Bu Siti Salma : kelas 4
Peneliti : Berarti udah 4 tahun disini ya bu?
Bu Siti Salma : Disininya mah baru 3 tahun eh 2 tahun jadi baru masuk tahun
kemarin tadinya ngambil yang 2 tahunnya di TK biasa, biar dia
bersosialiasi niatnya
Peneliti : oh biar bersosialiasi, jadi disini baru 3 tahun eh 2 tahun?
Bu Siti Salma : iya 2 tahun, 2 tahunnya di tk
Peneliti : anaknya siapa bu Namanya?
Bu Siti Salma : Raditya Ramdhani

137
Peneliti : Raditya Ramdhani. Kalau umur anaknya berapa bu?
Bu Siti Salma : 11 tahun
Peneliti : Bisa diceritain ngga bu bagaimana komunikasi yang terjadi antara
bapak dan ibu sebagai sepasang suami istri?
Bu Siti Salma : emm.. kalau sebagai sepasang suami istri, kalau ibu mah kan pasti
ngerti apa yang diinginkan anak tapi kalau ayah juga lama-lama bisa
ngerti, tapi kita emang dari kecilnya sudah diterapi, dari terapi cina
juga, di fisioterapi juga jadi nggak terlalu sulit ya
Peneliti : jadi bapak sama ibu dari radit kecil sudah membangun komunikasi
gimana anak supaya bisa tumbuh dengan bagus gitu ya bu?
Bu Siti Salma : iya, udah ada usaha
Peneliti : jadi komunikasi yang terjalin itu udah baik ya bu?
Bu Siti Salma : iya
Peneliti : gimana interaksi bapak atau ibu sebagai sebagai sepasang suami
istri dalam membangun ketahanan keluarga, frekuensinya itu apakah
sering ngobrolin tentang anak untuk membangun ketahanan keluarga
ibu?
Bu Siti Salma : kalau saya mah kalau setiap hari ada masalah anak ya, ayahnya
pulang kerja sore langsung cerita ya tadi anak gini-gini jadi ayahnya
pasti tau apa yang terjadi di hari itu
Peneliti : dan respon suami ibu pun?
Bu Siti Salma : dia langsung ngerespon harus gimana-gimananya gitu. Jadi emang
udah ada kerja samanya, udah ngerti punya anak seperti ini gitu
Peneliti : emm, waktu menerima anak kondisi seperti radit itu kan tidak
mudah ya bu, itu pasti ada prosesnya, gimana sih bu prosesnya
sampai ibu menerima keadaan tersebut sampai sekarang?
Bu Siti Salma : waktu pertamanya emang sih saya merasa keanehan waktu umur 5
bulan yah, soalnya kan waktunya kakaknya usia 5 bulan itu udah bisa
balik, sedangkan radit itu belum, badannya lemes, akhirnya saya
konsultasi ke dokter anak, kata dokter anak ibu setiap anak
perkembangannya beda-beda, ya udah akhirnya saya nggak punya
pikiran punya penyakit itu, pas saya ke bogor sakit ke dokter anak,
dokter anak yang di bogor langsung bilang ini down syndrome harus
138
di fisioterapi kalau ibu mau, supaya badannya kan emang lemes ya,
fisioterapinya seminggu tiga kali dipanasin aja, akhirnya dari situ
saja kan saya punya ibu ngerti agama, kata ibu harus nerima terus
harus bener-bener ngurus anak ini jaminannya surga kata ibu teh, dari
situ saja akhirnya saya bener-bener mengurusnya.
Peneliti : bagaimana tindakan ibu ketika anak seperti kondisi radit hadir di
hidup ibu? Maksudnya apa saja yang ibu perlu siapin dari radit kecil
sampai radit sekarang?
Bu Siti Salma : yang disiapinnya banyak sih ya dari hal materi semuanya, tapi dan
alhamdulillah semuanya bisa tercukupi dan yang penting satu sih
kakaknya saja, jadi kakaknya kan sama-sama laki-laki bedanya kan
sama kakaknya dua tahun kalau istilah normalnya, cuma kakaknya
suka ada sirik gitu kalau ngeliat kita kan kasih sayangnya jadi lebih
gitu, tapi kan kalau kita bukan menyayangi bukan berarti dimanja
tapi kan emang harus ekstra perhatian gitu aja.
Peneliti : kalau tindakan kasih sayang gitu lebih banyak ibu atau suami karena
kan suami ibu kerja gitu?
Bu Siti Salma : pasti banyak ibu lah di rumah 24 jam kan sama ibu, kalau ayah kan
berangkat pagi pulang sore, ya ada waktunya malam tapi posisinya
dia mau tidur, tapi kalau sabtu minggu libur suka main sama
ayahnya, jadi kalau sabtu minggu ayahnya suka ngajak main kayak
berenang, pokoknya apa tuh komunikasi aja main sama anak-anak
Peneliti : apakah ibu melibatkan interaksi ritual atau spiritual agama atau
membuat cerita ke temen-temen ibu atau keluarga ibu untuk
membangun kenormalan yang baru kan maksudnya kondisi radit ini
kan adalah hal yang baru di keluarga ibu, dan atau saling memberi
dukungan satu sama lain?
Bu Siti Salma : emang dari awal kan ibu saya yang ngedukung jadi supaya saya
nggak patah semangat kan seminggu sekali itu saya terapi cina kan
jauh ke bogor, tapi kata ibu kalau emang hasilnya bagus jangan putus
asa, sampai 4 tahun di terapi cina itu setiap hari sabtu, jadi kan itu
emang didukung kan ibu saya orang bogor, jadi kata ibu jangan capek
kalau misalnya ada hasilnya mah dilanjut gitu
139
Peneliti : apakah ada rutinitas yang dilakukan ibu, seperti ikut komunitas atau
grup tertentu untuk berbagi cerita?
Bu Siti Salma : jadi semuanya kenormalan baru itu di dukung oleh keluarga
Peneliti : Ibu selalu membuat komunikasi yang positif nggak bu sebagai
orang tua dalam mengambil keputusan? Misalnya emm komunikasi
yang positif itu apakah ibu mengutamakan antara kedua belah pihak
tuh tetap respect sama keputusan suami ibu dalam mengambil
keputusan gitu?
Bu Siti Salma : oh nggak sih, kayak misalnya aja dimasukin ke SLB ini aja ya saya
kan konsultasi dulu ke psikolog anak di Hermina, kan pas lulus dari
TK nggak langsung kesini kan ya langsung ambil biMBA, saya
niatnya untuk nulis aja karena kalau bicara dia bisa kan, akhirnya
kata ayahnya terserah, akhirnya konsultasi dulu ke psikolog anak,
dari psikolog anak akhirnya ketahuan, ibu ini anak harusnya di SLB
di kelas C soalnya down syndrome, akhirnya saya bilang ke ayahnya
udah terserah yang penting yang terbaik asal ke ibunya mentalnya
bisa mentalnya kuat, saya kan kalo mentalnya nggak kuat dari zaman
di TK biasa juga saya sudah bisa, akhirnya ayahnya langsung
ngedukung, pokoknya mah keputusan tergantung saya mau sekolah
dimana gitu
Peneliti : jadi tergantung ibu gitu ya?
Bu Siti Salma : iya
Peneliti : tapi bapaknya selalu respect dengan keputusan ibu gitu ya?
Bu Siti Salma : iya, karena yang sehari hari di rumahnya itu saya bukan ayahnya,
jadi ayahnya mah ngedukung terserah ibu, ibu mau sekolahin dimana
juga gitu.
Peneliti : Bagaimana ibu saling memberi dukungan satu sama lain ibu ke
bapak untuk membangun ketahanan keluarga?
Bu Siti Salma : emm jadi kalau misalnya ayahnya nih anak ada masalah, saya
langsung bilang ke ayahnya kata ayahnya cari solusinya gimana?
Kayak misalnya kalau pas sakit kan pernah ini sakitnya parah sampai
dirawat ayahnya mah kan nggak tau apa yang sehari hari, ibu mah
kan tau makannya apa gitu ya, akhirnya kata ayahnya udah bu mau
140
dibawa berobat kemana terserah ayah mah ikut ngedukung aja, jadi
ayahnya mah selalu mendukung apa yang saya lakukan
Peneliti : apakah ibu punya perasaan negatif gitu dari misalnya liat kondisi
lingkungan sekitar atau keluarga ibu sampai ibu punya perasaan
negatif terhadap keluarga ibu atau radit gitu ketika menjalin
hubungan dalam keluarga? Bagaimana cara ibu menyampingkan
perasaan negatif itu bu?
Bu Siti Salma: kalau saya sih prinsipnya, kalau saya dikasih anak seperti itu berarti
Allah percaya saya, jadi saya mah nggak peduli orang bilang apa
gitu, saya juga kalau ada yang ngasih tau harus kesini saya ikutin gitu
yang nilainya positif nggak negatif
Peneliti : berarti bersyukur ya bu ya?
Bu Siti Salma : iya berarti Allah percaya saya, masih diberikan kepercayaan untuk
mengurus anak seperti ini
Peneliti : apakah ibu sama suami ibu saling pengertian juga ya bu? Ketika ada
perasaan negatif dari luar gitu?
Bu Siti Salma : iya iya
Peneliti : apakah ibu sudah membangun positif antara suami istri diantara
bapak atau ibu dan menegaskan identitas ibu sebagai orang tua radit
di lingkungan ibu?
Bu Siti Salma : maksudnya?
Peneliti : maksudnya sudah berani memberanikan diri ibu sebagai orang
tuanya radit di lingkungan ibu gitu?
Bu Siti Salma : iya sudah, tetangga saya juga sudah pada tahu semua
Peneliti : terus respon tetangga gimana bu?
Bu Siti Salma : tetangga mah ngerti, karena saya emang bukan asli orang sini,
pindahan dari sininya, saya aslinya bogor.
Peneliti : ibu sebagai orang tua radit pernah berbagi cerita atau mencari
dukungan kepada keluarga ibu atau teman-teman ibu gitu?
Bu Siti Salma : dukungan untuk apa?
Peneliti : dukungan misalnya untuk menguatkan diri, kan kalau perempuan
biasanya tingkat kecemasannya lebih tinggi ya bu ya

141
Bu Siti Salma : iya emang. Emm nggak sih tapi kalau misalnya emang ngeliat orang
yang lebih itu ada obat tersendiri buat saya gitu, jadi sayanya nggak
usah mencari kemana-mana lagi gitu, jadi kalau liat orang lain lebih
dari kita udah mampu kok kita nggak gitu, saya mah nggak apa teh
emm dukungan kemana-mana yaa
Peneliti : jadi menguatkan diri yaa
Bu Siti Salma : iyaa, jadi lihatnya ke yang lebih dari radit
Peneliti : tapi emm dukungan dari suami juga masih terjalin untuk
memberikan semangat?
Bu Siti Salma : iya. Kalau nggak ada dukungan nggak mungkin saya bisa kuat
Peneliti : biasanya konflik seperti apa sih bu yang biasa terjadi di antara bapak
atau ibu ketika mengasuh anak atau mengasuh radit?
Bu Siti Salma : kalau saya kan emm perempuan mah sensitif ya kalau misalnya saya
ngedengar ayahnya kesel gitu ya suka nyentak emm ke sayanya sakit,
ayah jangan langsung diambil jadi kalau ayahnya nyentah tapi
ayahnya nggak ringan tangan cuma kalau lagi kesal atau lagi capek
posisinya kan pasti aja ya manusiawi kadang nggak ke kontrol
emosinya gitu suka marah suka nyentak kalau lagi capek kalau lagi
main hp langsung radit mau minta langsung diambil ayahnya suka
marah
Peneliti : terus gimana mencari solusi untuk menyelesaikan masalah seperti
itu?
Bu Siti Salma : saya langsung suka ambil raditnya, kata saya ayah jangan kasar,
kata ayahnya langsung minta maaf dedek ayah minta maaf langsung
gitu, makanya dia mah ngerti radit kalau misalnya dia salah dedek
minta maaf ke ayah langsung cium tangan ngerti sampai sekarang
radit juga soalnya gitu sama saya, ayah langsung minta maaf gitu
langsung panggil dedek gitu ayah minta maaf yah langsung gitu.
Peneliti : kalau misalnya ada konflik contohnya seperti yang ibu barusan atau
yang lain, siapa sih bu yang lebih unggul dalam menghadapi konflik
tersebut?
Bu Siti Salma : maksudnya?

142
Peneliti : maksudnya kalau misalnya ada konflik tuh yang harus banyak
memikirkan jalan keluarnya itu ibu atau bapak?
Bu Siti Salma : iya saya sendiri, karena emang udah tahu keseharian anak
Peneliti : apakah ibu pernah mengalami kecemasan ketika mengasuh radit
bu?
Bu Siti Salma : nggak sih saya amah
Peneliti : nggak pernah stress atau?
Bu Siti Salma : nggak nggak, cuma saya mah kasiannya gini waktu posisi dia sakit
kita kan nggak tahu apa yang dia rasa dia kan nggak bilang dia nih
sakit kadang saya sedihnya pas waktu dia sakit aja, pernah kan waktu
dia sakit bilangnya sakit perut waktu ke dokter ema dokternya
mendiagnosanya usus buntu karena dia cuma dikasih tau dipegang
ini aw dipegang ini aw karena kan emang nggak bisa bilang aw perut
aja padahal mah alhamdulillahnya bukan usus buntu, sampai bilang
ibu kayaknya mah ini usus buntu tunggu sampai obatnya habis nanti
langsung di rongen bawa ke UGD tapinya alhamdulillah sama saya
dikasih kunyit, sama lambung kayaknya karena terapi cina itu kan
herbal akhirnya saya kasih herbal lagi kunyit, telor, sama madu
ternyata bukan usus buntu, dari situ kan jadinya gitu aja kalau posisi
dia sakit apa yang dirasa, dedek sakit apa aw aw cuma aw karena
nggak bisa bicara itu, bicaranya cuma bisa ayah, ibu, aa, nggak mau.
Peneliti : ketika mengalami kecemasan itu apakah ibu mengkomunikasikan
masalah kecemasan itu sama suami ibu?
Bu Siti Salma : iya pasti bilang ke ayahnya, kadang saya sambil nangis ayah kasian
anaknya sebenarnya sakit apa udah dibawa ke dokter tapi masih gini
sakitnya dia jalannya tuh sampai nahan gitu kata ayahnya aduh
gimana atuh ibu kan ayah juga bingung harus gimana udah kita ke
Suhu aja, kan pegangannya itu ke terapi cina itu Suhu, tunggu aja
sampai obatnya habis kan saya mah kalau dianya sakit masih sakit
udah ke dokter ema masih sakit juga suka langsung ke bogor ke Suhu
itu kan alternatif pegangan dia kan sampai 4 tahun dia ke Suhu itu.
Peneliti : oh iya ibu, ini udah selesai pertanyaannya, ibu makasih banyak ya
bu sudah membantu saya
143
Bu Siti Salma : iya sama-sama ya, sukses ya

144
Transkip Wawancara Informan 2

Hari/Tanggal: Minggu, 28 November 2021

Lokasi: Sukabumi (video call whatsapp)

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Pak Deni

Usia: 47 Tahun

Peneliti : Assalamualaikum pak


Pak Deni : Waalaikumsalam
Peneliti : sebelumnya saya izin perkenalkan diri dulu ya pak
Pak Deni : iya silahkan
Peneliti : Nama saya Olivia Alvira, saya saat ini sedang kuliah di Telkom
University jurusan Ilmu Komunikasi, saat ini saya sedang
mengerjakan skripsi tentang bagaimana suami dan istri membangun
ketahanan keluarga pada anak yang mempunyai disabilitas
intelektual ya pak
Pak Deni : iya
Peneliti : sebelumnya terimakasih banyak sudah meluangkan waktunya di
hari libur bapak
Pak Deni : iya nggak apa-apa
Peneliti : kalau boleh tau nama bapak siapa?
Pak Deni : Deni Ramdani
Peneliti : usia berapa pak?
Pak Deni : 47 neng
Peneliti : pekerjaan saat ini apa pak?
Pak Deni : PNS
Peneliti : saat ini radit kelas berapa ya pak?
Pak Deni : kelas 4
Peneliti : oh iya ya kemarin sudah diceritakan sama ibunya
Pak Deni : iya nggak apa-apa kan emang harus tau

145
Peneliti : Bisa diceritain nggak pak gimana komunikasi yang terjalin antara
bapak sama ibu sebagai sepasang suami istri dan orang tuanya radit
pak?
Pak Deni : Coba diulang
Peneliti : bisa diceritain nggak pak komunikasi yang terjalin antara bapak dan
ibu sebagai orang tuanya radit dan sebagai sepasang suami istri,
gimana sih pak komunikasinya?
Pak Deni : Sangat baik, saya tidak membedakan kakak dan adiknya terus kalau
ya manusiawi lah kan ya kalau kita punya anak seperti itu harus lebih
kasih sayangnya daripada anak-anak yang normal gitu
Peneliti : iya, kalau frekuensi interaksi bapak sama ibu sering nggak sih
ngobrol-ngobrol gitu?
Pak Deni : apa?
Peneliti : frekuensi interaksi bapak sama ibu
Pak Deni : oh interaksi antara anak
Peneliti : bapak sama ibu
Pak Deni : oh sama saya, iya sangat baik interaksi kita selalu berkomunikasi
gitu
Peneliti : jadi bapak sering ngobrol-mgobrol gitu ya pak tentang masalah
radit atau yang lain pak?
Pak Deni : apa? Aduh kurang jelas
Peneliti : bapak sering ngobrol gitu pak tentang masalah radit terus
dikomunikasikan dengan istri bapak?
Pak Deni : iya iya itu, sering itu
Peneliti : waktu radit hadir di kehidupan bapak kan butuh proses ya pak untuk
menerimanya, boleh diceritain nggak pak gimana prosesnya sampai
bapak menerima radit sampai sekarang?
Pak Deni : gimana? oh itu proses radit dari kecil sampai sekarang ya?
Peneliti : iya proses penerimaan bapaknya seperti apa?
Pak Deni : kita sebagai orang tua menerima radit apa adanya karena kita
bangga kok punya anak seperti itu , itu kan titipan tuhan kita harus
menjaganya, merawatnya gitu.

146
Peneliti : kalau bapak ada kendala gitu nggak di awal seperti susah menerima
keadaan gitu pada awalnya?
Pak Deni : Alhamdulillah nggak saya, saya menerima radit apa adanya gitu,
kan nggak seperti orang-orang yang lain ya, saya menerima radit
sebagai anak yang normal bagi saya.
Peneliti : berarti bersyukur ya pak ya proses penerimaannya itu?
Pak Deni : iya harus bersyukur karena titipan Allah itu berharga buat kita
Peneliti : Bagaimana tindakan bapak ketika radit hadir di keluarga bapak,
tindakan itu bisa persiapan apa yang bapak lakukan dari radit kecil
sampai radit sekarang?
Pak Deni : persiapannya saya dari Radit kecil, saya mengantar ibunya sama
Radit terapi ke Suhu yang di Bogor itu selama itu, terus terapi dimana
emm di Sukabumi itu di Hermina ya, tapi saya tidak merasakan lelah
dimana saya mendukung anak saya supaya tumbuh dan berkembang
seperti layaknya anak-anak biasa gitu.
Peneliti : kalau kayak keputusan melakukan terapi kayak tadi ke Bogor ke
Hermina gitu itu keputusannya dilakukan dengan berkomunikasi
bersama istri bapak dulu?
Pak Deni : iya dong itu harus, soalnya kan nggak bisa kan bertindak sendiri ya,
kita itu harus satu tim satu keluarga, gimana ada sesuatu pasti
dikomunikasikan dulu gitu
Peneliti : apakah bapak melibatkan interaksi ritual gitu pak? Kayak ikut
keagamaan gitu nggak pak?
Pak Deni : Nggak-nggak
Peneliti : kalau emm bapak suka cerita-cerita nggak ke teman-teman bapak
atau keluarga bapak atau saudara bapak tentang kondisi radit?
Pak Deni : iya, saya ceritakan ke keluarga saya dan teman-teman saya apalagi
ke kerabat-kerabat saya ya gitu, saya tidak merasa minder punya
anak seperti itu malahan saya bangga punya anak seperti itu
Peneliti : berarti itu bapak sudah membuat cerita untuk membentuk
kenormalan yang baru ya pak?
Pak Deni : maksudnya?

147
Peneliti : maksudnya kan kondisi radit ini hal yang baru di kehidupan bapak,
dan bapak sudah menceritakan itu ke teman-teman dan berbagi cerita
gitu?
Pak Deni : iya, misalkan dia teman saya punya anak punya cucu seperti itu saya
ceritakan harus gini gini gitu
Peneliti : rutinitas seperti apa sih yang biasanya bapak lakukan dalam
mengasuh anak bapak?
Pak Deni : maksudnya rutinitas yang kayak apa tuh?
Peneliti : yang biasanya bapak lakukan bersama anak bapak apa saja?
Pak Deni : biasanya kita bermain sama yang kecil radit yah, paling bermain
mengajak kemana gitu, berenang gitu
Peneliti : kalau bapak ikut komunitas atau grup gitu nggak pak untuk berbagi
cerita gitu nggak pak?
Pak Deni : nggak nggak
Peneliti : berarti ceritanya cuma ke teman-teman dan saudara aja ya pak?
Pak Deni : iya
Peneliti : apakah bapak membuat komunikasi yang positif sebagai orang tua?
Misalnya komunikasi yang positif tuh ketika bapak sama ibu
dihadapkan ke suatu masalah kan pasti harus ada keputusan ya pak,
apakah keputusan itu mengutamakan kedua belah pihak atau ada satu
pihak saja gitu?
Pak Deni : nggak, kita mengambil keputusan itu bersama yah, kata saya juga
tadi kita satu tim satu keluarga, bagaimanapun masalahnya kita harus
berkomunikasi sekecil apapun masalahnya kita pasti berkomunikasi
gitu
Peneliti : kalau ada perbedaan pendapat gitu pak gimana sih biasanya yang
dilakukan sama bapak?
Pak Deni : kalau perbedaan pendapat wajar ya, perbedaan pendapat itu berarti
intinya berkomunikasi apa pendapat yang salah dan apa pendapat
yang benar gitu
Peneliti : jadi saling respect ya pak?
Pak Deni : iya gitu respect

148
Peneliti : bagaimana sih bapak saling memberikan dukungan satu sama lain
ke istri bapak untuk membangun ketahanan keluarga bapak?
Biasanya bentuknya seperti apa pak?
Pak Deni : iya bentuknya emm gimana yaa misalkan ada suatu masalah gitu ya
kita membentuk tim itu misalkan emm masalahnya anak saya yang
gede gitu ya kita komunikasikan ini harus gini ya, nggak gitu, saya
bilang ke istri saya dulu gimana caranya penyelesainnya gitu jadi
nggak melalui tindakan harus gini gini, nggak gitu. Kita komunikasi
dulu ada solusi suatu masalah baru kita menyampaikan
Peneliti : berarti dengan komunikasi ya pak?
Pak Deni : iya dengan komunikasi
Peneliti : kalau bapak pernah ngga sih punya perasaan negative yang
didapatkan dari luar, teman-teman bapak, atau tetangga, atau
saudara?
Pak Deni : maksudnya perasaan negative gimana?
Peneliti : tentang keluarga bapak gitu dari luar dari teman-teman bapak atau
saudara bapak?
Pak Deni : oh maksudnya pandangan ke saya terhadap saya punya anak radit
gitu ya?
Peneliti: iya
Pak Deni : nggak sih, malah teman-teman mensupport, kalau saya itu juga
mendukung soalnya kata saya juga tadi anak itu anugrah ya titipan
tuhan bagaimanapun dia keadannya bagaimanapun dia kondisinya
harus menerima dan kita harus menjalaninya
Peneliti : kalau perasaan negative dari dalam diri bapak gitu ada nggak pak?
Misalnya kenapa yaa gitu..
Pak Deni : nggak, nggak ada malahan saya bersyukur
Peneliti : kalau misalnya istri bapak punya perasaan yang negative biasanya
bapak gimana? Apakah bapak memberikan kasih sayang, saling
memberi pergatian atau mungkin mengajak bersyukur?
Pak Deni : memberikan rasa sayang, intinya berkomunikasi penyebab
masalahnya apa gitu

149
Peneliti : apakah bapak sudah membangun hubungan yang positif antara
suami dan istri? Jadi komunikasi yang terjalin itu baik sampai
sekarang?
Pak Deni : iya iya
Peneliti : jadi selalu mengkomunikasikan setiap masalah gitu pak?
Pak Deni : iya iya betul
Peneliti : kalau hubungannya dengan orang lain gimana pak? Dengan saudara
atau teman-teman bapak?
Pak Deni : sangat baik
Peneliti : sudah menegaskan identitas bapak sebagai orang tua radit kah?
Pak Deni : iya betul
Peneliti : karena tadi juga ya pak suka cerita juga ya pak?
Pak Deni : iya, dari TK dari kecil dari semenjak dibawa ke Susuhu ya terapi
itu saya selalu berkomunikasi walaupun ada orang yang nggak kenal,
pastikan kita berbincang-bincang ya kondisi masalahnya seperti apa
gitu
Peneliti : apakah bapak sebagai orang tuanya radit pernah mencari dukungan
kepada keluarga atau lingkungan sekitar?
Pak Deni : untuk apa tuh dukungannya?
Peneliti : untuk bapak lebih kuat, lebih semangat gitu
Pak Deni : nggak sih, saya biarpun nggak ada dukungan dari orang lain saya
tetap semangat, masih semnagat tuh maksudnya saya menganggap
radit tuh seperti anak biasa bagi saya
Peneliti : selalu bersyukur ya pak
Pak Deni : iya
Peneliti : biasanya konflik seperti apa yang sering terjadi antara bapak sama
istri dalam mengasuh Radit?
Pak Deni : ya konfliknya cuma.. emm tapi perasaan nggak ada konflik sih
hehehe
Peneliti : misalnya hal-hal kecil gitu pak? Mungkin ketika memutuskan untuk
sekolah, atau misalnya kakaknya radit yang cembur, atau mau terapi
kesini gitu?

150
Pak Deni : paling juga kakaknya yang cemburu gitu, itu aja. Tapi dia udah

ngerti gitu, udah dinasehati dikasih pengertian bahwa adiknya itu

harus diberikan perhatian yang lebih gitu tapi kakaknya ngerti gitu.

Peneliti : kalau kayak misalnya Raditnya mau sekolah dimasukin ke sekolah

ini atau mau ikut terapi gitu biasanya kan itu harus buat keputusan ya

pak? Mau disekolahin dimana, mau diterapi dimana gitu

Pak Deni : oh iya

Peneliti : biasanya lebih unggul buat keputusan itu siapa sih pak?

Pak Deni : istri atuh ya lebih unggul. Saya cuma mendukung gitu

Peneliti : karena ibu lebih sering di rumah ya sehari-hari sama Radit?

Pak Deni : iya tiap hari

Peneliti : kalau bapak pernah mengalami kecemasan gitu dalam mengasuh

Radit?

Pak Deni : kecemasan?

Peneliti : iya misalnya berpikir negative atau stress gitu pak?

Pak Deni : oh nggak pernah

Peneliti : kalau konflik-konflik yang lain misalnya Radit lagi sakit atau lagi

rewel gitu pak gimana sih cara bapak mengatasi konflik kayak gitu

pak?

Pak Deni : iya paling juga saya.. emm kan yang paling mengerti ibunya ya,

kalau ada apa-apa paling juga saya kalau disuruh beli obat misalkan

langsung saya berangkat gitu, yang tau radit tiap hari itu kan ibunya

saya cuma hari sabtu dan minggu aja di rumah gitu

151
Peneliti : jadi kalau misalnya ada konflik gitu selalu dikomunikasikan dan

keputusan di pegang istri dan bapak mendukung gitu?

Pak Deni : iya

Peneliti : pertanyannya sudah selesai bapak, alhamdulillah. Terimakasih

banyak ya pak sudah membantu skripsi saya

Pak Deni : iya makasih juga neng

152
Transkip Wawancara Informan 3

Hari/Tanggal: Minggu, 24 November 2021

Lokasi: SLB Handayani – Jl. Raya Karangtengah No.126 Cibadak, Kabupaten


Sukabumi

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Ibu Yuni

Usia: 49 tahun

Peneliti : Assalamualaikum ibu


Bu Yuni : Waalaikumsalam
Peneliti : kalau boleh tau siapa ibu namanya?
Bu Yuni : Ibu Yuni
Peneliti : nama anaknya siapa bu?
Bu Yuni : Muhammad Lintang Samudra
Peneliti : ibu pindahan ke sukabumi ya? Pindah ke sukabumi tahun berapa
ibu?
Bu Yuni : ada 20 tahun tapi saya nggak bisa bahasa sunda, nggak ngerti hehe
Peneliti : sama ibu, saya juga ayah ibu orang sunda papa Bandung Mama
Sukabumi tapi di rumah tuh biasa pakai bahasa Indonesia, jadi kalau
ada orang ngomong sunda tuh ngerti tapi nggak bisa ngomongnya
Bu Yuni : sama gitu, nggak bisa saya juga hehe
Peneliti : kemarin juga diajak ngobrol bahasa sunda sama kepala sekolah
nggak bisa saya hehe
Bu Yuni : sama saya juga suka diajak ngobrol sama ibu-ibu nggak bisa hehe,
nggak apa-apa pakai yang enak aja hehe
Peneliti : ibu sebelumnya saya perkenalkan diri dulu nama saya Olivia, saya
mahasiswa Telkom University jurusan Ilmu Komunikasi, saat ini
saya sedang mengerjakan skripsi tentang bagaimana orang tua
membangun ketahanan keluarga pada anak disabilitas intelektual
Bu Yuni : iya
Peneliti : nama ibu tadi Bu Yuni yah?

153
Bu Yuni : iya
Peneliti : usia berapa ibu?
Bu Yuni : 49
Peneliti : pekerjaan?
Bu Yuni : Ibu Rumah Tangga
Peneliti : saat ini anak ibu sekolah kelas berapa?
Bu Yuni : kelas 2
Peneliti : di SLB Handayani sudah berapa tahun ibu?
Bu Yuni : dari kelas 1 aja
Peneliti : berarti udah dua tahun ya
Bu Yuni : iya
Peneliti : umurnya Lintang berapa tahun ibu?
Bu Yuni : 9 Tahun
Peneliti : bisa diceritain nggak bu gimana komunikasi yang terjalin antara ibu
dan suami sebagai sepasang suami istri dalam mengasuh anak
Lintang?
Bu Yuni : Baik-baik aja
Peneliti : pernah nggak ibu mengalami miss komunikasi atau misalnya
komunikasi yang terjalin itu tidak berjalan dengan lancar ketika
mengasuh Lintang?
Bu Yuni : nggak ada sih, sama-sama aja biar baik suka dirundingin kalau dia
beda jadi nggak ada masalah
Peneliti : Bagaimana interaksi ibu dengan suami untuk membangun
ketahanan keluarga ibu? Frekuensinya lebih banyak siapa?
Bu Yuni : pastinya lebih banyak ibu lah di rumah, tapi kalau ayahnya lagi libur
kerja kan kerja pagi pulang sore gitu, kalau hari libur penuh gitu dia
ajak main gitu
Peneliti : ketika di rumah mengasuh anak tapi tetep komunikasi yang terjalin
baik ya bu?
Bu Yuni : iya jadi saling aja gitu
Peneliti : ketika lahir Lintang hadir di kehidupan ibu prosesnya mungkin
tidak langsung menerima ya bu mungkin ada lika-likunya
Bu Yuni : iya iya
154
Peneliti : bagaimana proses ibu sampai akhirnya bisa menerima keadaan
sampai sekarang ibu?
Bu Yuni : tadinya pas lahir dia tuh agak beda tuh umur 12 hari sakit panas dan
kejang terus kata saya tuh kenapa kejang kan kalau ayan tuh keluar
busa , kata dokter bawa aja sampai disimpan di meja tuh dokter
nggak tau ini penyakit apa dicoba dirujuk di sekarwangi, dapet satu
minggu dia ketahuannya disitu dia ada kelainan jantung sampai disitu
total sembuhnya sampai sekarang dia umur 9 tahun nggak lagi, dia
saat itu juga, sampai ketahuan dia itu down syndrome cuma saya juga
nggak ngerti down syndrome itu apa, suka tanya-tanya down
syndrome itu apa terus dijelasin lah gitu, yaa harus menerima lah
gitu, nggak apa-apa sih hehe, kalau perempuan kan emm kok bisa
gini yaa.. tapi kan kita harus menerima bu namanya juga kayaknya
kita dikasih kepercayaan sama Allah katanya gitu nggak semua orang
dikasih gitu, yaa bersyukur lah gitu saya juga
Peneliti : jadi saling menyemangati untuk menerima keadaan gitu ya bu?
Bu Yuni : iya betul begitu
Peneliti : apakah ibu melibatkan interaksi seperti ritual agama gitu? Atau
mungkin ibu berbagi cerita ke lingkungan sekitar ibu untuk
membangun kenormalan yang baru di keluarga ibu?
Bu Yuni : maksudnya?
Peneliti : apakah ibu misalnya bercerita kepada keluarga atau teman-teman
ibu tentang kondisi Lintang?
Bu Yuni : nggak sih, anggap aja itu kayak anak yang lain aja misalnya kayak
di keluarga sama lah gitu nggak membeda-beda saya, cuma sama
kakak-kakaknya bilangin kan dia beda jangan disamain sama yang
lain kalau yang lain kayak udah bisa sampai angka 10 dia masih 1 aja
gitu, cuma saya sekolahin aja deh di paud biar dia beradaptasi gitu
aja kan sedikit-sedikit ngerti gitu, dia juga kayak merasa sih kalau
sama yang normal
Peneliti : merasa berbeda gitu?

155
Bu Yuni : iya, dia merasa. Suka liat main, dek ayo atuh dek main bareng,
nggak gitu, tapi ada temen yang ngejek cuma dia nggak mau keluar,
di dalem aja gitu nggak mau keluar rumah sendiri
Peneliti : mungkin dia juga bingung lihat kondisi lingkungan sekitar bu
Bu Yuni : iya, tapi kayaknya sayang semuanya, tetangga, alhamdulillah lah
gitu pada katanya sih lucu lah hehehe
Peneliti : kalau ibu ada melakukan ritual keagamaan ketika Lintang hadir di
kehidupan ibu?
Bu Yuni : nggak sih, ya menerima aja ya bersyukur gitu, yang lain itu belum
tentu dikasih kepercayaan, dikasih ngurus yang seperti ini tapi nggak
ada masalah sih alhamdulillah
Peneliti : Rutinitas seperti apa yang biasanya ibu lakukan dalam mengasuh
anak ibu untuk membangun kenormalan baru, mungkin ibu ikut
komunitas atau grup tertentu untuk berbagi cerita secara langsung
atau di media sosial gitu bu?
Bu Yuni : nggak ada, paling cerita sama dia tuh dia suka nonton upin ipin cara
sholat wudhu gitu dari situ
Peneliti : jadi lebih bisa belajar secara visual ya bu?
Bu Yuni : iya betul, iya kita juga ngasih hp nggak sembarang kasih gitu, kasih
ke yang dia bisa, kayak wudhu gimana gitu dia bisa cuma di cara aja
dia nggak bisa gitu
Peneliti : tapi mungkin ibu pernah berbagi cerita ke ibu-ibu yang suka datang
kesini juga nganter anak-anak sekolah mungkin ibu?
Bu Yuni : suka juga, suka saling gitu. Kok saya mah anaknya gini katanya,
saya mah gini gitu hehe kan beda-beda yaa
Peneliti : apakah ibu membuat komunikasi yang positif ketika mengambil
keputusan? Ketika ibu berkomunikasi dengan suami ibu misalnya
ketika ada suatu konflik atau masalah ya yang harus dibuat keputusan
tuh, apakah komunikasi yang terjalin itu saling mengutamakan antara
kedua belah pihak?
Bu Yuni : suka ambil yang terbaik aja, kita berdua suka dirundingin dulu
gimana nanti dia kita kan cari emm nggak usah dia pinter atau untuk
orang lain asal buat dia dulu sendiri. Nggak sih, sama-sama aja
156
Peneliti : jadi mengutamakan antara kedua belah pihak ya bu?
Bu Yuni : iya, diambil yang baiknya aja
Peneliti : jadi tetap respect ya bu?
Bu Yuni : iya tetap respect sama suami
Peneliti : bagaimana ibu saling memberi dukungan satu sama lain suami ke
ibu atau ibu ke suami untuk membangun ketahanan keluarga?
Bu Yuni : di masalah masih seputar anak gitu?
Peneliti : iya
Bu Yuni : baik aja sih
Peneliti : hehe, mungkin kayak misal ibu kasih dukungan ke suami kita harus
tetap kuat gitu atau gimana gitu?
Bu Yuni : ooh iya gitu gitu. Nggak usah malu lah kan ada yang malu lah punya
anak kayak gini jangan gitu lah sama makhluk Allah kan gitu jadi
sama-sama aja gitu
Peneliti : jadi saling menyemangati ya?
Bu Yuni : iya
Peneliti : apakah ibu pernah dapat perasaan negatif atau omongan negatif dari
lingkungan sekitar gitu?
Bu Yuni : nggak ada ya, tapi cuma ya suka denger jangan digalakin katanya
kan Lintang mah beda ajak main, paling gitu aja main sama-sama
gitu aja
Peneliti : tapi ibu sendiri dalam diri ibu pernah muncul nggak perasaan
negatif gitu ketika menjalin hubungan dengan keluarga ibu atau
orang lain gitu dengan kondisi Lintang mungkin ibu merasa segan
gitu?
Bu Yuni : nggak ada, soalnya kita lihat mereka juga sama-sama terbuka gitu,
nggak ada deh ya
Peneliti : ketika ada perasaan negatif gitu bu biasanya apa yang ibu lakukan?
Bu Yuni : iya saling memberikan pengertian ya, kasih sayang apalagi ya sama
anak-anak kadang kalau lagi sama-sama di rumah gitu dijelasin lagi
sama kakak-kakaknya gitu itu adiknya harus di bimbing gitu aja sih
Peneliti : apakah ibu sudah membangun hubungan yang positif dalam
menegaskan identitas ibu sebagai orang tua Lintang?
157
Bu Yuni : maksudnya gimana?
Peneliti : apakah ibu sudah berani sudah percaya diri gitu dengan identitas
ibu?
Bu Yuni : iya percaya diri
Peneliti : apakah ibu pernah berbagi cerita dan mencari dukungan kepada
keluarga atau teman-teman sekitar ibu?
Bu Yuni : paling juga kalau dari sekolah ini gimana seterusnya gitu
pendidikan dia gimana gitu udah dewasa dia gimana gitu aja sih
Peniliti : terus responnya gimana bu?
Bu Yuni : paling juga responnya yang penting sekolah kan penting sekolah
mah katanya kalau di rumah beda juga kan ya nggak kayak di sekolah
Peneliti : berarti keluarga atau lingkungan ibu juga memberikan saran juga
ya bu untuk memberi dukungan
Bu Yuni : iya bentuknya saran
Peneliti : biasanya konflik seperti apa yang biasanya terjadi antara bapak dan
ibu ketika mengasuh anak?
Bu Yuni : apa ya? Nggak ada, anaknya nggak nakal, anaknya diem, apa ya
yang jadi konflik
Peneliti : atau mungkin ibu pernah ngerasa capek sendiri gitu ngomong ke
suami gitu?
Bu Yuni : dia nggak bikin capek beneran dia diem hehehe, apa ya paling juga
emm nggak ada, paling juga ke ayah kalau ayah giliran libur kerja
gitu gentian lah anter gitu
Peneliti : sebenernya kan konflik nggak melulu bermakna negatif ya bu
Bu Yuni : iya, ada kayak anak kita digini-giniin tetangga gitu nggak ada sih
ayahnya cuma bilang kalau ada masalah kayak gitu kita mah sadar
diri aja gitu kita anaknya gimana gitu tapi emang nggak nakal
Lintangnya
Peneliti : sebenarnya kayak yang ibu cerita barusan ayah kalau ayah libur
kerja gantian ngasuh Lintang mungkin biar Lintang juga deket sama
ayahnya ya bu
Bu Yuni : iya

158
Peneliti : emm apakah biasanya ada yang suka lebih unggul gitu bu ketika
menghadapi konflik seperti itu? Misalnya suami ibu lebih sering
ngalah atau ibu lebih sering ngalah gitu
Bu Yuni : emm kan ayahnya suka kasih saran aja gitu ya sama terima baiknya
dia juga terima baiknya juga gitu
Peneliti : jadi nggak ada yang lebih unggul gitu ya bu?
Bu Yuni : iya, sama-sama buat terbaik untuk anak aja
Peneliti : saling ya bu ya
Bu Yuni : iya
Peneliti : apakah ibu pernah mengalami kecemasan atau stress ketika
mengasuh Lintang
Bu Yuni : kayaknya nggak ada, soalnya Lintangnya baik cuma kecemasannya
nanti dia dewasa gimana ya gitu
Peneliti : iya mungkin tetap harus diurus ibu mungkin ya
Bu Yuni : heem, kadang tetehnya yang dewasa itu yang pertama titip gitu
semuanya lah kakak-kakaknya titip Lintang gitu namanya umur kita
kan nggak tau itu aja sih
Peneliti : alhamdulillah ibu pertanyaannya sudah selesai, deg-degan ya ibu?
Bu Yuni : nggak hehe, sedih
Peneliti : semoga ibu sehat selalu, Lintang juga ya bu semangat sekolahnya
Bu Yuni : iya

159
Transkip Wawancara Informan 4
Hari/Tanggal: Minggu, 28 November 2021

Lokasi: Virtual Zoom

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Pak Lukman

Usia: 49 Tahun

Pak Lukman : Assalamualaikum


Peneliti : Waalaikumsalam pak, gimana kabarnya sehat pak?
Pak Lukman : Alhamdulillah sehat
Peneliti : pak izin perkenalkan diri dulu ya
Pak Lukman : iya
Peneliti : Perkenalkan pak nama saya Olivia Alvira, biasa dipanggil Oliv saya
kuliah di Telkom University jurusan ilmu komunikasi. Saat ini saya sedang
mengerjakan penelitian skripsi tentang bagaimana orang tua membangun ketahanan
keluarga pada anak disabilitas intelektual seperti tunagrahita atau downsyndrome
gitu ya pak
Pak Lukman : ooh iya
Peneliti : kalau boleh tau siapa nama bapak?
Pak Lukman : nama saya Lukman Hakim Kosasih
Peneliti : usia berapa pak?
Pak Lukman : tahun depan 6 April lima puluh
Peneliti : berarti sekarang 49 ya?
Pak Lukman : 49 kurang 4 bulan hehehe
Peneliti : saat ini pekerjaan bapak apa pak?
Pak Lukman : saya kerjanya security
Peneliti : anak bapak siapa namanya?
Pak Lukman : yang pertama Tanzila Annisa Vera sudah menikah 2 bulan lalu,
yang kedua Muhammad Rival Rifadillah umurnya 20 tahun kerja di
Jakarta, yang ketiga Amelia Putri Ramadhani kelas 3 SMP, yang
keempat harusnya sih ada kakaknya Lintang waktu berapa bulan ya

160
cuma keguguran, nah Lintang ini, Muhammad Lintang Samudra 9
tahun umurnya sekolahnya di SLB Handayani
Peneliti : hehe jelas banget ya pak rinci. Emm langsung aja ya pak mau tanya-
tanya nih
Pak Lukman : eh teh oliv
Peneliti : iya pak?
Pak Lukman : kenal sama Nita nggak di parung? Mirip soalnya hehe
Peneliti : waduh nggak tau ya pak hehe
Pak Lukman : kirain saya Nita yang telepon ponakan saya, nggak Taunya Oliv
Peneliti : iya hehe
Pak Lukman : iya kenapa teh? Langsung
Peneliti : Pak boleh diceritain gimana komunikasi yang terjalin antara bapak
sama istri bapak sebagai sepasang suami istri dalam mengasuh
Lintang?
Pak Lukman : kalo saya, komunikasi saya dengan istri saya saling gimana ya..
saling mengisi
Peneliti : maksudnya saling mengisi itu gimana pak?
Pak Lukman : maksudnya begini, kalau saya ke Lintang berkomunikasi Lintang
kurang ngerti ibu yang bantuin, ibu juga begitu kalo komunikasi
sama Lintang kadang saya yang bantuin gitu
Peneliti : emm kalau sama istri bapak biasanya ngobrolin tentang apa aja pak?
Pak Lukman : kalau sama istri saya biasanya ngobrolin kayak emm masa
depannya Lintang itu gimana, kita apa ya mengurus Lintang itu biar
dia itu seperti anak normal lainnya gitu, dia sih sebenernya ngerti apa
yang kita omongin, cuma dia buat ke kita itu susah ngucapinnya gitu,
jadi kadang-kadang ibu yang ngerti saya nggak, ibu nggak saya
ngerti gitu
Peneliti : kalau untuk keseharian biasanya apa aja sih pak yg diomongin sama
istri bapak tentang Lintang?
Pak Lukman : kalau keseharian sih biasanya yang diobrolin, emm Lintang
biasanya makan hehe, Lintang badannya gemuk dia abis makan
bilangnya abis mamam nenen gitu, nenen itu susu dia nggak pernah
minum, minumnya itu susu, kalau ibunya nggak bisa suapin saya
161
yang suapin kalau ibu lagi masak, kalau ibu atau saya nggak sempet
ada kerjaan ya ibu yang suapin sampai masak aja di stop dulu gitu
buat suapin soalnya Lintang nggak mau nunggu lama orang kayak
Lintang kalau udah lapar pengen gitu nggak mau nunggu lama
Peneliti : jadi kalau sehari-hari ngobrolin aktivitas aja ya kayak Lintang
makan gitu sekolah ya pak?
Pak Lukman : iya kayak Lintang makan, sekolah kan saat ini seminggu sekali
kadang saya nanya sama ibu apa aja yang diajari di sekolah, ibu baru
ngejelasin gini-gini, kata saya sambal diliatin apa yang dijelasin
sama guru yang diajarin sama guru kita ajarin lagi di rumah gitu,
sebenernya dia itu banyak belajar dari TV dia banyak belajar
ngomong dikit-dikit gitu agak jelas dari HP makanya HP yang
nagnggur punya kakaknya pasti diambil dia udah bisa sendiri gitu
padahal kita nggak pernah ngajarin cara mainin HP gimana kadang-
kadang waktunya sholat dia yang ngingetin malah dia yang ngingetin
dia pengennya jadi imam di depan nggak mau dibelakang hehehe,
kadang orang ngaji dia ambil al quran gitu ngomong dia aja gitu kata
dia mah ngaji gitu mungkin, gimana ya banyak bicara gitu jail itu jail
banget kalo Lintang jail gitu tapi dia senang bercanda orangnya tapi
kalau lagi kesal ya marah kalau dia siang pengen olahraga kadang
siang ngajak main bola kalau saya sempat pulang kerja meskipun
saya baru pulang kerja capek juga ya demi anak mungkin ya sisa
waktunya pulang kerja kita ajak main bola sampai dia puas lah main
bola kalau dia puas ya ngajak berhenti ngajak minum istirahat ya
akhirnya gitu lagi, gitu aja. Kalau bergaul sama tetangga sih kadang
dia pengen bergaul tapi sama saya suka diliatin karena Lintang tidak
sama dengan anak lainnya dia pemarah dan galak sama orang
makanya suka saya liatin paling sama tetangga juga dia mungkin
pengen ngajakin ngobrol cuma nggak ngerti kalau Lintang mungkin
pakai bahasa dia tetangga ya mana ngerti gitu ya itu dia tuh cepet
marah dia itu, kadang dia pulang nyetel TV, nggak sih galak mah gitu
Peneliti : kalau komunikasi sama istri bapak itu termasuk sering atau jarang
atau selalu setiap hari gitu pak?
162
Pak Lukman : Komunikasi saya atau Lintang?
Peneliti : bapak sama istri bapak
Pak Lukman : selagi sama di rumah kadang-kadang di kerjaan juga sempet-
sempetin WA istri gimana Lintang, dia udah makan belum, kadang-
kadang istri bilang Lintang lagi belajar ini, kadang lagi main hape,
kadang lagi nonton, kadang sama ibunya pengen main bola ya,
ibunya paling berdiri aja, nendang ngga kuat, ga kaya laki-laki.
Pokoknya kemauan dia tuh harus diturutin, ga diturutin ya ngambek.
Kalo saya kerja ya, kalo di rumah ya kalo ga sama mainnya ya sama
istri kebanyakan nonton tv dia
Peneliti : Iyaa
Pak Lukman : kadang dia nonton upin ipin yaa begitulah banyak belajar gitu,
ngomong dikit-dikit taunya dari tv
Peneliti : Iya, berarti komunikasi yang terjalin antara bapak sama istri bapak
sering ya pak kalo sampe bapak bekerja tetap nanya soal Lintang ya
pak
Pak Lukman : Saya sering komunikasi meskipun lagi sibuk gitu saya sempet-
sempetin nanya tentang Lintang, kan ekstra gitu lah ya buat yang satu
ini ga kaya yang lainnya gitu. Makanya saya suka nanyain lagi
ngapain Lintang. Dia sendiri yang suka telfon saya, ayah video call,
ayo kalo lagi ga sibuk, kalo lagi sibuk entar ya ayah telfon lagi, kalo
lagi sibuk. Terus aja dia hubungi, nelfon aja terus, tapi yang saya
bingung kok dia tau gitu padahal dia belum bisa baca, ga tau , dia liat
dari fotonya mungkin gitu.
(komunikasi Lintang dan ayahnya)
Peneliti : Boleh lanjut ya pak, kalau ketika Lintang hadir sampai saat ini
proses awalnya, proses penerimaannya panjang ya kan pa ya, proses
penerimaan Lintang nya di kehidupan bapak ini kan pasti ada
ceritanya, boleh diceritain ga pak, proses sampai akhirnya bapak
menerima kehadiran Lintang di hidup bapak .
Pak Lukman : Oh.. kalo bagi saya gini teh , asalnya saya ga tau kalau Lintang
syndrome gitu teh, udah setahun apa ya, waktu 12 hari kan Lintang
sempat dirawat teh, keliatan dari matanya, atasnya agak beda gitu
163
terus saya nanya “Bu, Lintang kayanya beda ya” terus saya ke dokter
dan katanya Lintang syndrome kalau buat saya ya, alhamdulillah ya
saya dikasih kepercayaan buat ngurus anak seperti Lintang, ini juga
anugerah lah buat kita berdua ya, ga pernah beda-bedain anak. Cuma
mungkin ke Lintang harus ekstra lebih ga kaya yang lainnya, cuman
kakaknya juga ngerti kalau saya ke Lintang beda. Kalo saya kan,
Lintang kan ya begitulah harus lebih diperhatiin dari yang lain,
cuman ya kakak-kakaknya juga sayang ke Lintang karena Lintang
beda dari yang lain. Bersyukurlah saya punya anak, dikasih
kepercayaan soal Lintang. Saya ga minder ga apa, Lintang sering
diajak kemana-mana, dikenalin gitu biar tetangga juga tau kalo saya
punya anak seperti Lintang, ga kalo saya ga merasa gimana gitu
engga, malah bersyukur,
Peneliti : Jadi dari awal ga da perasaan kenapa ya harus seperti ini, kok jadi
begini, nggak ada ya perasaan negatif gitu
Pak Lukman : Ngga ngga ngga pernah
Peneliti : Langsung menerima gitu ya
Pak Lukman : Ngga pernah, buat saya sih sama aja lah ya anak normal, Lintang
gini mah dia cuma ngomongnya aja yang ini, pendengarannya mah
bagus, telinganya, otaknya juga dia pinter, cuman ngomongnya aja.
Malah lucu orang kaya Lintang, lucu dia
Peneliti : Hehehe iya, ibu juga bilang gitu.
*ngobrol sama Lintang*
Pak Lukman : Iya gimana tadi teh?
Peneliti : apasih yang membantu bapak dalam beradaptasi ketika dari Lintang
lahir di kehidupan bapak, apa yang membantu bapak beradaptasi
dengan keadaan yang baru itu pak? Apakah dari dukungan teman-
teman atau saudara
Pak Lukman : itu juga iya, saya kadang-kadang cerita ke temen saya punya anak
yang kaya begini, ada masukan positif dari temen katanya harus
sabar dalam menghadapi anak kaya Lintang, ada juga temen yang
punya anak kaya Lintang cuman itu mah ga bisa ngomong sama

164
sekali. Intinya sih, kita sharing sama temen itu apa ya, saling berbagi
pengalaman mengurus anak. Anak yang seperti ini gitu.
Peneliti : Kalau dukungan emosional keluarga gitu ada ga pak kaya dukungan
kasih semangat, empati, dari keluarga.
Pak Lukman : Iya. Keluarga juga sama malah kaya ade saya, kakak saya, yang
ditanyain pasti Lintang. Suka dibercandain gitu lah diajak ngobrol,
soalnya lucu. Kalau saudara saya ga ngerti, nanya ke saya apa
katanya yang diomongin, saya bilang ohh itu belajar.
Peneliti : Bagaimana sih tindakan bapak, ketika Lintang hadir di keluarga
Bapak. Apa saja yang sudah Bapak lakukan dari Lintang kecil sampe
sekarang. Tindakan apa aja misalnya kaya persiapan harus sekolah,
terapi, obat. Pengasuhannya harus seperti apa gitu
Pak Lukman : Kalau terapi sih kita ga sama sekali terapi, kecuali kalo dia sakit lah
ya kita obatin. Pernah sih Lintang katanya selain syndrome, jantung
tapi sih udah engga, cuman kaget sih kalo dia denger-denger suara
yang keras gitu, dia suka kaget gitu, pas lagi di kandungan gitu ada
mobil teguling ker rumah kita, pas Lintang masih 3 bulan di
kandungan
Peneliti : Kalau dalam pengasuhan apa saja yang sudah Bapak bicarakan
dengan Istri Bapak terkait Lintang, misl harus sekolah, harus ini,
harus itu
Pak Lukman : Kalau itu waktu Lintang umur 4 tahun saya pernah bilang ke istri
saya, kalau Lintang umur 5 tahun apa 6 tahun tuh, waktu 4 tahun itu
dia baru jalan lancar ni, 5 tahun baru kita sekolahin ke PAUD. Biar
bisa adaptasi dulu lah sama yang lain. Kata saya sih biarin aja anak
orang pinter ngomong, Lintang biar apa ya
Peneliti : Biar bersosialisasi lah ya pak
Pak Lukman : Biar bisa adaptasi dengan teman-temannya, dengan dia mau masuk
kelas aja saya sudah seneng, nanya ke istri katanya mau masuk asal
ditemenin gitu. Alhamdulillah, dengan begitu juga Lintang apa ya
mau adaptasi gitu dengan teman temannya. 2 tahun gitu, saya nanya-
nanya lagi katanya masukin aja ke SLB Handayani yang di Karang
Tengah. Saya sama kakak saya ke sana dulu, survei ke sekolahan,
165
ketemu sama itu terus tanya-tanya. Sebulan kemudian saya daftar ke
sana sama istri sama kakaknya juga ikut pengen tahu sekolahannya
gitu. Bilang saya yang di karang tengah itu sampai sekarang.
Alhamdulillah udah kelas dua ya
Peneliti : Kalau Bapak ikut ritual keagamaan gitu ga pak?
Pak Lukman : Ritual keagamaan?
Peneliti : Maksudnya itu bukan bermakna negatif pak, misalnya kaya ikut
pengajian gitu pak untuk membantu bapak agar lebih bersemangat
dan menerima keadaan gitu, bapak ikut gak?
Pak Lukman : Saya ikut pengajian tiap malem minggu sama ada di masjid sebelah
situ, masjid terdekat. Jadi sering nanya ke ustadz, dikasih anugerah
kata Pak Ustadz. Harus sabar, berarti kita dikasih kepercayaan buat
ngurus orang yang seperti Lintang ini, yang penting kitanya ikhlas.
Kedepannya bisa kaya anak lainnya, yang penting kita telaten
ngerawatnya, sabar ngejalaninnya. Banyak masukan lah dari pak
ustadz alhamdulillah.
Peneliti : Berarti itu sangat membantu ke bapak ya pak, dalam mengasih
semangatnya.
Pak Lukman : Sangat membantu, iya.
Peneliti : Kalau bapak suka cerita juga ga pak, ke temen-temen bapak, ke
tetangga, ke saudara-saudara Bapak tentang Lintang.
Pak Lukman : Sering, malah temen kan, Lintang lucu gitu ya ga kaya anak yang
lainnya. Temen-temen suka nanya gimana Lintang, suka nanya gitu,
kalau pengen ini tuh apa. Ah pokoknya lucu lah, temen-temen suka
nanyain, kalau video call juga dia pengen ikutan nimbrung gitu
hahaha
Peneliti : Hehehe iya kaya sekarang . Terus respon teman-teman bapak ketika
bapak bercerita gimana?
Pak Lukman : Biasa aja, ga ngeliatin wah anak saya tuh begini. Malah dia ngasih
saya semangat. Ya sama lah kaya teman-temen yang lain. Harus
sabar dalam ngadepin Lintang. Ada yang saranin di sekolah anu, tapi
kata saya cukup di sekolah ini aja. Ada yang ngasih saran begitu.

166
Peneliti : Apakah bapak sudah membangun komunikasi yang positif sebagai
orang tua dalam mengambil keputusan, maksudnya gini pak kan
bapak sma istri bapak pasti pernah dihadapkan dalam suatu masalah
ya pak. Nah ketika ada masalah itu kan harus diselesaikan, dicari
jalan keluarnya. Biasanya dalam menghadapi masalah itu keputusan
yang diambil itu apakah selalu dari kedua belah pihak atau selalu dari
salah satu pihak?
Pak Lukman : Kita kalo ngambil keputusan soal Lintang selalu sama-sama, sama
istri.berunding sama istri mana hasil terbaik, pokoknya rembukan
sama istri, malah sama kakak-kakaknya kita rundingin.
Peneliti : Terus kalau ada perbedaan pendapat gitu gimana pak?
Pak Lukman : Kalau ada perbedaan pendapat, kita ambil terbaiknya sama suara
terbanyak aja sama kakak-kakaknya. Meskipun kata saya begini kata
kakaknya begini, kata yang lain gini, saya ngikutin suara terbanyak
aja.
Peneliti : Ooh gitu ya pak. Tapi suka ada pertengkaran gitu ga pak kalau ada
perbedaan pendapat? Atau selalu respect dengan perbedaan
pendapat?
Pak Lukman : Ga pernah kita kalau ada perbedaan pendapat gitu, ga pernah sampe
ribut gitu.
Peneliti : Jadi kalau ada masalah gitu saling membantu dan memahami
kondisi gitu ya pak?
Pak Lukman : Apa ya? Putus-putus
Peneliti : Kalau misalnya dalam berkomunikasi gitu saling membantu
memahami kondisi anak gitu pak
Pak Lukman : Kalau berkomunikasi, saling membantu dan saling memahami apa
tadi
Peneliti : Kondisi anak
Pak Lukman : Iya, kita memahami kondisi anak.
Peneliti : Apakah bapak kalau berkomunikasi sama istri bapak ada yang
ditutup-tutupi ga? Apakah selalu terbuka?
Pak Lukman : Apa ya? Putus-putus. Kurang jelas, putus-putus, apa ya tadi
pertanyaannya?
167
Peneliti : Ketika bapak berkomunikasi dengan istri bapak apakah selalu
terbuka atau ada yang ditutup-tutupi gitu ga pak?
Pak Lukman : Gak, kita selalu terbuka kalau komunikasi sama istri. Ga pernah ada
yang ditutup-tutupi. Apalagi kalau persoalan Lintang. Lintang kok
begini ya, oh mungkin gini kali, oh iya iya mungkin begini. Gitu, kita
ga pernah ada yang ditutup-tutupi. Malah kalau ada yang baru kitu
kelakuan Lintang, suka komunikasi gitu sama istri sama kakaknya.
Itu Lintang gini
Peneliti : Bagaimana bapak memberi dukungan satu sama lain dengan istri
bapak? Bentuknya seperti apa dukungan yang bapak kasih ke istri
bapak.
Pak Lukman : Dengan gini tangannya gini
Peneliti : Berarti dengan rasa kasih sayang ya pak ya
Pak Lukman : Dengan rasa kasih sayang, memberi dukungan sama istri sama
kakak-kakaknya, karena Lintang lahir hasil kasih sayangnya saya
sama istri.
Peneliti : Iya bener hahaha. Bapak pernah ga si dapat perasaan negatif dari
misalnya omongan teman-teman, saudara atau tetangga bapak
Pak Lukman : Ngga, ga ada. Ga ada
Peneliti : Kalau dari
Pak Lukman : Mereka ngerti malah pengen ngobrol cuman ga bisa nyampeinnya,
takut saya tersinggung, gimana gitu ya ke Lintang, suka tanya dulu
takut saya tersinggung. Kata saya begini-begini kalau ngomong ke
Lintang. Jadi sambil belajar buat komunikasi sama Lintang gitu,
tetangga juga.
Peneliti : Bagaimana sih caranya bapak mengesampingkan perasaan negatif
yang ada dalam diri bapak? Apakah dengan bersyukur, mencari
ketenangan atau punya pikiran positif, gimana pak?
Pak Lukman : Ah kita mah positif thinking aja ya, biar bagaimana pun juga anak
ya kan, pemberian dari Gusti Allah, harus kita syukuri, harus kita
pelihara dengan baik. Kita harus ya memberikan makannya, ya
pakaiannya, ilmunya, sekolahnya ya sekuat kita.

168
Peneliti : Kalau bapak sendiri pernah punya perasaan putus asa, marah, cemas
gitu, sedih, ketakutan pernah ga pak?
Pak Lukman : Kalau cemas engga, sedih kadang-kadang ada. Sedih itu kalau
Lintang lagi sakit, ga bisa ngungkapin apa yang dirasa dia, kita
kadang sedih. Dia ga bisa ngungkapin apa yang dia rasa, cuman bisa
nangis ya sedih gitu
Peneliti : Biasanya kalau bapak lagi sedih gitu, caranya buat
mengenyampingkan perasaan negatif gitu gimana pak?
Pak Lukman : Ulangi, terputus-putus.
Peneliti : Biasanya kalau bapak lagi sedih gitu apa yang bapak lakuin pak?
Pak Lukman : Kalau lagi sedih, saya biasanya nyanyi gitu, nyanyi dangdut
Peneliti : Berarti bapak mengerjakan hobi bapak gitu ya biar seneng
Pak Lukman : Yaa enjoy aja. Saya memang suka nyanyi buat menghibur diri sama
Lintang kan suka joget, nyanyi juga dia seneg, kadang kalo dia joget
ya saya ikut joget sama dia, kadang ikut nyanyi
Peneliti : Apakah bapak sudah membangun hubungan yang positif antara
suami istri?
Pak Lukman : Membangun hubungan yang positif?
Peneliti : Iyaa, membangun hubungan yang positif itu kaya komunikasi yang
terjalinnya bagus, seperti itu pak
Pak Lukman : Yang saya rasakan sih sama istri, kita kalau dalam hubungan ya
harus positif gitu . apapun perkembangan anak gitu saya kalo misal
lagi ga di rumah saya nanya ke istri, istri juga di rumah suka laporan
gini-gini, tiap anak mungkin beda-beda wataknya. Lintang begini,
kakaknya begini. Tapi memang banyak ngalah ke Lintang karena
mereka pada ngerti kalau Lintang itu ya begitu, super istimewa.
Peneliti : Berarti bapak sama istri bapak saling membantu dan memahami
gitu ya pak?
Pak Lukman : Yaa betul saling membantu, saling memahami dan saling mencintai.
Peneliti : Kalau bapak sudah menegaskan identitas bapak sebagai orang
tuanya Lintang belum? Ke keluarga dan teman-temannya bapak
Pak Lukman : Oh sangat. Pokoknya saya kenalin Lintang. Jangankan ke temen-
temen kerja, keluar Lintang dibawa-bawa juga kita kenalin Lintang,
169
sebelum mereka tanya juga kita udah kenalin. Maaf anak saya begini,
down syndrome. Mereka langsung ngerti oh gitu, kadang dia
ngeliatin aja,mau ngomong ga ngenak, saya langsung ngejelasin
anak saya begini-begini, baru dia ohh begitu-begitu, baru nanya
Peneliti : Apakah bapak sebagai orang tuanya Lintang pernah mencari
dukungan, curhat gitu ke teman-teman atau keluarga bapak?
Pak Lukman : Mencari apa?
Peneliti : Mencari dukungan dari keluarga, teman-teman atau lingkungan
bapak ?
Pak Lukman : Dukungan?
Peneliti : Iyaa mencari dukungan
Pak Lukman : Dukungan dalam bentuk apa nih?
Peneliti : Ya misalnya kaya supaya bapanya jadi lebih semangat, lebih kuat,
atau misalnya kaya kondisi Lintang lagi sakit gitu bapak nyari-nyari
solusi di luar gitu atau di keluarga bapak.
Pak Lukman : Oh iya kalau yang saya ngga ngerti atau saya ngga ini, saya suka
cerita ke saudara-saudara gitu. Cuma saya ceritanya sebatas ke
saudara aja, kalau ke temen saya ga terlalu ini, saya cukup ke
saudara, ke kakak-kakaknya Lintang, gimana solusinya
Peneliti : Dan mereka selalu memberikan solusinya gitu pak?
Pak Lukman : Iya mereka kadang suka berikan solusi, banyak dukungan dari
sodara-sodara. Mereka seneng banget sama Lintang
Peneliti : Pak, biasanya konflik seperti apa yang sering terjadi antara Bapak
sama istri bapak dalam mengasuh anak?
Pak Lukman : Konflik?
Peneliti : Iya konflik seperti apa yang biasnaya terjadi antrara Bapak dan istri
bapak ketika mengasuh anak?
Pak Lukman : Kadang gini, gimana ya. Saya suka bilang sama istri saya, meskipun
istilahnya belum masak, mendingan ngurusin dulu anak. Apalagi
kalau anak seperti Lintang. Jangan sampai keluar kemana-mana
harus diperhatikan. Mendingan saya ga makan tapi anak sama istri,
sama kakak-kakaknya diperhatiin gitu lah

170
Peneliti : Iya, berarti konfliknya lebih ke ini ya pak, istri bapak pengen
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga tapi bapak pengen istri bapak
mengutamakan Lintang dulu gitu
Pak Lukman : Iya lebih mengutamakan anak dulu. Kalau Lintang sudah tenang
kan misal kaya nonton tv, sambil diliatin, sambil ngerjain yang lain.
Kadang-kadang kalau saya di rumah saya yang ngasuh Lintang,
ngeliatin Lintang, istri saya yang masak, ngerjain pekerjaan rumah
lah.
Peneliti : Kalau konflik ekonomi atau sosial apakah ada Pak?
Pak Lukman : Konflik apa terputus-putus?
Peneliti : Ekonomi atau sosial
Pak Lukman : Ohh engga kalau ekonomi alhamdulillah meskipun saya kerja gaji
kecil tercukupi aja. Emang sih kebutuhan Lintang ini beda sih sama
kebutuhan anak lainnya karena kan segede gini aja harus paki
pampers, susunya juga ga bisa air biasa gitu ya. Tapi alhamdulillah
ada aja rezekinya.
Peneliti : Kalau misalnya ada konflik dalam mengurus anak, biasanya siapa
yang lebih unggul dalam menyelesaikan masalah pak?
Pak Lukman : Biasanya sih yang lebih unggul dalam menyelesaikan masalah sih
istri, soalnya kan istri tiap hari sama anak, kalau saya selagi di rumah
aja. Istri lebih tau sikap dan sifatnya anak, istri yang lebih tau.
Peneliti : Ketika konflik terjadi pernah ada emosi yang tidak terkontrol
sehingga menyakiti perasaan pasangan?
Pak Lukman : Ngga sih, belum pernah. Kalau pun kita itu ada kesalah pahaman
kita pasti saling memaafkan, namanya juga ngurus anak pasti capek
sih iya, kita ngerti cuman kita harus mengerti dalam mengurus anak
pasti capek. Ya harus mengerti. Itu karena emang resiko kita sebagai
orang tua, ga sampe berlarut langsung diselesaikan aja
Peneliti : Kalau bapak pernah mengalami kecemasan ga pak ketika mengasuh
Lintang?
Pak Lukman : Cemas?
Peneliti : Kecemasan misal stress, pikiran negatif, takut

171
Pak Lukman : Kalau cemas ada, sempat berpikir Lintang gimana nanti gedenya,
atau sekolahnya, kalau masih ada saya, kalau ga ada saya. Saya suka
nitipin Lintang sama kakaknya, namanya umur kita ga tau. Jagain
ade ini yang paling kecil, Lintang kan beda, kalau ayah sama ibu
udah ga ada titip Lintang. Mereka gimana ya, ini sih respinnya bagus,
ke adeknya pada sayang gitu. Jadi saya walau pun ini, ya umur ga
ada yang tau ya jadi udah ga cemas lagi. Karena kakaknya sangat
sayang pada Lintang ini.
Peneliti : Bapak pertanyaannya udah selesai alhamdulillah, makasih banyak
ya pak sudah mau diwawancara.
Pak Lukman : Iyaa mohon maaf kalau jawaban saya kurang memuaskan karena
emang begitu adanya
Peneliti : Gak bapak, udah sangat membantu saya. Alhamdulillah makasih
banyak ya pak udah mau diwawancara
Pak Lukman : Lain kali kalau sempet main ke sini, biar tau gimana kesehariannya
Lintang
Peneliti : Dimana bapak rumahnya?
Pak Lukman : Di Parung Kuda.
Peneliti : Ohh di parung kuda, saya juga dulu di parung kuda rumahnya pak
Pak Lukman : Saya di parung kuda
Peneliti : Ohh kalau saya dulu di komplek PLN Pak
Pak Lukman : Oh kalau komplek PLN kita ke kiri, dari yang masuk jembatan itu
jalan serong rumah saya deket situ, di pinggir jalan.
Peneliti : Ohh saya dulu 2018 udah pindah ke karang tengah
Pak Lukman : Kalau dari cibadak ke parung kuda tuh kita di sebelah kanannya
Peneliti : Iyaa, saya juga lama di parung kuda pak, 18 tahun
Pak Lukman : Ohh lama ya. Main lah kapan-kapan
Peneliti : Iya Pak, InsyaAllah. Bapak makasih banyak ya
Pak Lukman : Iyaa sama-sama
Peneliti : Semoga sehat ya ibu, ditutup telfonnya boleh ya?
Pak Lukman : Mudahan sukses yaa, mudahan lancar. Aaamiin
Peneliti : Iyaa. Izin tutup ya telfonnya
Pak Lukman : iya
172
Transkip Wawancara Informan 5
Hari/Tanggal: Rabu, 1 Desember 2021

Lokasi: Rumah Bu Yani, Perumahan BTN Cibadak Sukabumi

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Bu Yani

Usia: 49 Tahun

Peneliti : ibu sebelumnya saya izin perkenalkan diri ya bu nama saya Olivia
mahasiswa Telkom University jurusan Ilmu Komunikasi, saat ini
sedang mengerjakan skripsi tentang bagaiamana orang tua yang
mempunyai anak disabilitas tuh membangun ketahanan keluarganya.
Kalau boleh tau nama ibu siapa?
Bu Yani : Yani Suryani
Peneliti : usia berapa ibu?
Bu Yani : 54
Peneliti : Pekerjaan saat ini?
Bu Yani : PNS
Peneliti: : nama anak ibu siapa?
Bu Yani : Muhammad Najran
Peneliti : kalau Najran kelas berapa ibu?
Bu Yani : 3 SLB 3 SD
Peneliti : kalau Najran di rumah berapa bersaudara bu?
Bu Yani : tiga, cuma kakaknya udah meninggal, jadi tinggal berdua
Peneliti : umurnya saat ini berapa bu Najran?
Bu Yani : 8 tahun lebih yaa
Peneliti : ibu bisa diceritain nggak gimana komunikasi yang terjalin antara
ibu dan suami sebagai sepasang suami istri di rumah?
Bu Yani : komunikasinya ya biasa aja ya neng ya seperti yang lainnya punya
anak normal cuma kita lebih emm.. kan setiap orang masalah
hidupnya beda paling kita saling menguatkan gitu ya neng karena ya
memang namanya punya anak kayak gini memang spesial segala-
galanya ya butuh kesabaran, biayanya juga, ya emang harus ini
173
mental kitanya juga harus ikhlas gitu ya harus kuat, jadi ke anaknya
juga kalo kita ini emm.. memotivasi apa namanya, kalo kitanya kuat
pasti ke anaknya juga baik, positifnya gitu daripada kitanya lemah
gitu ya neng ya
Peneliti : jadi komunikasi ibu sama suami ibu itu saling pengertian gitu ya?
Bu Yani : heem, jadi ya neng kan ini anaknya belum mandiri gitu, jadi kita
saling pengertian ibu kalau nggak ada bapak karena kan apalagi ibu
dua kan ya misalnya kayak gini aja sekarang ibu belum nyuapin nanti
dibersihin nanti yang nyimpen bapak terus misalnya dede nih nggak
bisa dikasih tau nih kalau sama ibu kadang kan suka ini kalau sama
bapak kan tegas jadi kalau dede nggak nurut bapak yang turun gitu
Peneliti : jadi dua duanya saling memahami kondisi anak ya bu?
Bu Yani : iya betul, cuma mungkin kalau perempuan ibu lebih sabar ya neng
ya, kalau ibu misalnya kalau dia lagi nggak nurut gitu nggak boleh
dikasarin karena kan kalau kasar bukan bentukan mendidik, kalau
bapak mungkin emm sebetulnya bapak baik banget sama anak ya
neng kan pernah ketemu, orang punya karakter karena laki-laki
mungkin suka kasar sedikit gitu neng
Peneliti : jadi nggak ke kontrol emosi gitu ya?
Bu Yani : nggak juga sih cuma kayak suka digusur gitu tapi ya nggak sering
sekali-kali lebih ke apa ya bapak kalau di jalan tuh kan dia nggak
boleh capek karena ada anemia bapak yang ini, cuma ya namanya
orang kan nggak sempurna, sama ibu juga
Peneliti : biasanya apa aja yang ibu suka bicarakan sama bapak dalam hal
mengasuh anak?
Bu Yani : kalau kan Najran ini terapi kan neng maksudnya biar dia lebih
mandiri, pokoknya namanya punya anak kayak gini nggak ada pun
kita paksain pokoknya kita berusaha memberikan yang terbaik buat
anak istilahnya maksain gitu ya neng, sampe Najran itu kan kena
anemiaplastik itu pengeluarannya gede ya neng suplemennya aja
sebulan kita abis berapa berjuta juta gitu ya belum waktu itu terapi
terus terapi diberhentiin kita cari obat buat anemiaplastik karena kan
terapi mandiri disamping itu bikin capek biayanya gede juga neng
174
pokoknya anak kayak gini pasti biayanya gede nengya kecuali
mungkin kalo sama kita dikasih makan aja tapi kan nggak gitu bukan
hanya dikasih makan, makanya dikasih terapi paling nggak biar dia
agak mandiri
Peneliti : jadi kalau ngobrol lebih ke tentang Najran mau diperlakukan
gimana mau terapi kayak gimana gitu ya bu ya?
Bu Yani : iya, tapi juga cerita kayak itu si dedek tadi gini-gini, dia kan care
orangnya dedek gini-gini dia cerita gitu orangnya ternyata dia peduli
dia tau harus balas budi ke yang urus yang kerja, dia tau harus balas
budi apalagi anak yang normal, kita senang kalau dia emm kalau
Amanda kakaknya nggak bisa ngapa-ngapain sama sekali, kita usaha
kalau hasil mah gimana nanti gitu ya neng
Peneliti : jadi cukup sering ya bu komunikasinya?
Bu Yani : iyalah neng memang kayak misalnya kayak tadi mah si dedek itu
dibeliin sepatu dia seneng banget karena namanya orang tua pasti
gitu kan yang lain mungkin anaknya udah pada gede kalau kita ya
yang diceritain kelakukan anaknya, tadi juga pas pulang mah punya
sepatu baru dia cerita terus kita bahas sama bapak
Peneliti : nah ibu ketika Najran lahir di kehidupan ibu kan mungkin ada
prosesnya ya bu
Bu Yani : nggak langsung ikhlas ya
Peneliti : boleh diceritain nggak bu gimana prosesnya sampai menerima
keadaan yang sekarang
Bu Yani : nah itu memang peran suami itu emm berperan banget ketika kita
kalau ibu mungkin bisa nerima nah kalau bapak biasanya ini kan
meskipun ibu anaknya berarti yang pertama IQ nya cuma 65 ya neng
ya epilepsy dari lahir sampai sekarang ini ya pokoknya udah ini aja
ya neng ya epilepsinya sampai dewasa gitu ya neng ya, pas yang
kedua parah banget ya neng itu 8 bulan nangis-nangisnya,
penyakitnya aja baru ketauan 5 bulan baru bisa tidur tuh 8 bulan
kesana tidurnya aja bertahap baru jam 12 baru kesini sini tidur jam
10 atau jam 9, nah pas Najran lahir kan memang ibu tuh lagi
pengobatan virus kan ya neng ya udah hamper negatif ternyata
175
keburu hamil lagi jadi ibu nggak pengen punya anak sebetulnya tapi
keburu hamil lagi otomatis kan nggak mungkin dikeluarin kan pas
ibu cek lagi ke lab emm sebentar ibu ke kamar mandi dulu ya
Bu Yani : nggak ada itu ya, nggak ada kue ya pak ya
Peneliti : i..inii buat Ibu nggak apa-apa
Bu Yani : nggak usah buat eneng
Penelirti : Nggak usah. Ibu nggak usah
Bu Yani : Alpukat atau biskuit aja ya?
Peneliti : Engga Ibu, Ibu jangan
Bu Yani : Ibu tapi sambil nyuapin Amanda nggak apa-apa ya?
Peneliti : nggak apa-apa, bentaran paling ini sepuluh menit
Bu Yani : Iya iya
Peneliti : Tadi pertanyaannya ketika Najran lahir
Bu Yani : Oh iya
Peneliti : Itu kan profilnya
Bu Yani : Iyaa
Peneliti : Gimana bu?
Bu Yani : Pertama kan itu, pas Ibu ini pas Ibu selesai ini baru persalinan
berarti nggak lama jam sembilan gitu, mah si dede nggak ada
anusnya gitu terus katanya si dede nggak ada anusnya terus waktu itu
si Bapak nggak ngerti kalau down syndrome ya woah Neng asa
kiamat gitu meskipun Ibu udah dua kali gitu kan, ini yang kedua gitu,
nggak gampang gitu kan pokoknya masih belum bisa ini aja, trus kan
besoknya operasi kan. Kan waktu itu BPJS kan masih belum itu ya
masih belum jadi kalo dicover itu nggak banyak gitu makanya
fokusnya ini baru ngelahirin harus cari uang, cari uang lagi buat
besok, katakan aja misal segitu misalnya ya kita ini aja usaha nyari
dulu kan kalo Ibu boleh pulang, Najran dirawat kan masih di sana,
nah ini Ibu masih belum bisa ini masih pas pulang ke sana gitu serasa
kiamat gitu Neng ya, ternyata pas Ibu lihat oh ternyata down
syndrome juga. Dokter Hasan juga bilang pak bu nanti anaknya akan
merepotkan katanya gitu rasanya itu sedih aja Neng, gimana si kaya
ditinggal meninggal gitu pas itu lama-lama Bapak bilang ma gini
176
ajalah pokoknya kita mah harus ya mau gimana lagi tu dikasih anak-
anak ya anak-anak spesial ya kata Bapak gitu, ya kita mah udah
jangan dibikin susah, takutnya, iya sih bener Neng kalau masalah itu
tergantung kitanya dibikin susah ya susah
Peneliti : Ya susah
Bu Yani : Dibikin ini ya yaudahlah gitu, udah itu ya ini aja kuat gitu, bertahap
ya Neng tapi emang lama-lama ini itu Najrannya aja Neng ketika Ibu
belum belum istilahnya belum nerima lah gitu kalo ini ke Ibu itu
nggak nggak ini nggak balik ini nggak nengok ke Ibu gitu gatau ini
feeling Ibu gitu, tapi sama yang kerja di ini tuh ini Ibu gitu, karena
yang jagain yang di rumah sakit itu itu yang kerja sama Ibu kan Ibu
kan sama Bapak harus nyari uang gitu. Udah gitu memang kita
berdua belum belum ikhlas banget gitu. Meskipun kita sebelumnya
udah tau gitu jadi pas kata hasil cek lab itu masih ada virusnya, Ibu
periksa di dokter yang tadi nancy gitu, dok kalau ada apa-apa nggak
usah dibilangin gitu, karena maksudnya kan Ibu usianya juga udah
tua gitu kan jadi kalau anaknya kayak gimana kayak gimana
meskipun udah menduga juga jadi tambah kepikiran gitu ya, nah
ternyata pas lahir seperti itu ya kita memang nggak siap nah terus
lama-lama kita siap karena kita liat ya yaudahlah biarin aja rasanya
tuh ketiga kali Neng, sekali tuh tambah sini ya tambah kuat aja gitu
Neng ya mau diapain ya karena semakin ini juga kan tambah tua juga
kita jadi mikir oh ini katanya hari ini kita buat yang terbaik esok nanti
itu mah Allah, itu hanya Allah yang tahu kan. Kaya anak pertama
kan jadi diperkirakan kan low vision asalnya cuman CF aja ternyata
tambah gede tuh matanya ya yang pertama meninggal. Jadi low
vision ya kalau pun dia diberi hidup umur panjang kasian lebih
kasian, Allah lebih tahu gitu. Udah CF, udah nggak bisa ini, nggak
bisa ngeliat lagi itu kan kasian banget ya, pokoknya tuh Allah lebih
tau gitu ya Neng. Pokoknya lama-lama Ibu kuat ya butuh proses tapi
emang karena itu karena suami ini jadi Ibunya juga jadi kuat. Kan
biasanya kalau anak gitu suaminya biasa suka ninggalin. Kalo laki-
laki tuh diberi beban yang ini ini ini apasih dia ini pasti dia ini kan
177
biayanya udah ngerawatnya karena Bapak ini Ibunya jadi kuat gitu
ya
Peneliti : Selain Bapak yang membantu Ibu beradaptasi ada dukungan dari
sosial juga
Bu Yani : Saudara
Peneliti : Sosial Ibu
Bu Yani : Ada
Peneliti : Sosial Ibu
Bu Yani : Iya si Neng, kalau sebetulnya kalau dukungan dari luar nggak begitu
ini juga ya Neng yang penting keluarga ya kalo kata Ibu meskipun
tetangga juga memang pada baik gitu ya misalnya di kantor gitu
pokoknya lingkungan ssosial, tapi pokoknya yang lebih ini keluarga
dulu dong ya saudara juga adik kakak ini ya mau gimana ya ahaha..
Peneliti : Iya nah waktu Najran hadir itu tindakan Ibu apa sih untuk yang Ibu
lakuin gitu misalnya kaya tadi yang Ibu bilang ke terapi terus
persiapannya apa aja gitu ketika Najran lahir ?
Bu Yani : Yang kalo yang awal-awal sih persiapannya itu aja ya kan operasi
persiapan operasinya tiga kali ya Neng ya nah setelah itu sebenernya
Neng kalau punya anak yang kaya gitu kan sekali kena virus kan daya
tahan tubuhnya kurang baik ya Neng ya. Jadi kita memang lebih
menjaga lebih fokusnya buat kesehatannya aja jadi untuk nutrisinya,
sup pasti butuh suplemennya. Suplemen itu pasti di ini, dicukupin
gitu karena jangan sampai sakit aja gitu kan gampang sakit Neng
anak yang kayagini tuh
Peneliti : Kalau Ibu ikut ini nggak bu kaya kajian keimanan gitu, pengajian
gitu ikut juga?
Bu Yani : Ikut meskipun apa tuh maksudnya pokoknya ngaji gitu ya Neng ya,
karena kalo kita nggak ngaji gimana ya haha
Peneliti : Tapi kalau ikut kaya grup pengajian ke masjid mana gitu ikut juga
bu?
Bu Yani : Ngga.... Ibu pan sekarang lagi nggak bisa ke masjid karena kan
sekarang kan subuh-subuh ya biasanya hari sabtu itu pengajian ke
sana ya , kalo Senin sore pulang kerja biasanya ya ke Sekarwangi,
178
tapi karena ada Corona jadi ga bisa gitu terus pengajian yang biasa
yang hari Senin itu sekarang setengah lima ke hari Jumat nah Ibu
juga nggak bisa karena mulainya setengah lima Ibu baru pulang
setengah lima eh mulainya jam empat ya, Ibu pulang baru setengah
lima dari kantor
Peneliti : Jadi nggak ada waktu ya bu?
Bu Yani : Iya heem, jadi paling dari Youtube aja
Peneliti : Kalau Ibu gitu suka cerita gitu nggak si bu ke sodara?
Bu Yani : Temen
Peneliti : Ke sodara, temen kantor gitu bu
Bu Yani : Pasti lah Neng
Peneliti : Tentang anak-anak Ibu gitu
Bu Yani : Pasti yang nanya kan kita sharing juga kan gitu pasti cerita karena
kan kalau, kalau kita dipendam sendiri juga pasti ini ga mungkin tapi
kita memang jangan ngeluh gitu kan ya kita cerita ya memang semua
gimana kitanya memang gimana kitanya, kitanya harus kuat jadi
orang juga kalau kitanya kuat kok kaya ga punya masalah gitu mau
gimana lagi, padahal udah tua ya Ibunya gitu
Peneliti : Terus respon dari saudara sama teman-teman Ibu gimana gitu?
Bu Yani : Kebetulan responnya baik ya anggaplah kita sabar, padahal mah
bukan sabar karena keadaanya kaya gini kitanya, untungnya mah Ibu
emang keluarga pada baik tetangga juga sini juga pada baik sama
temen juga pada baik
Peneliti : Jadi membantu memberikan dukungan ke diri Ibu
Bu Yani : Iya iya jadi kita tuh ternyata ya memang punya anak yang kayak
gini gausah dijadikan ini gitu ya ini kan memang jadi yang lain itu
ngomong ini kan ladang ibadah ya gitu gitu jadi ya tambah
insyaAllah tambah kuat kitanya
Peneliti : Rutinitas seperti apa sih yang biasanya Ibu lakukan untuk
membangun kenormalan yang baru di kehidupan Ibu, rutinitas
Bu Yani : Itu aja Neng kalo Ibu ya di rumah harus banyak memperbaiki diri
ya Neng ya jadi ya itu ikut kayak meskipun sekarang dari Youtube
gitu ya dianteranya kita ya itu Ibu juga suka ngobrol-ngobrol sama
179
yang sama-sama punya anak yang kayak gini juga, kita sharing gitu
ya kalau begitu yaa sama orang-orang baik ya Neng ya
Peneliti : Haha iya
Bu Yani : Iya kan
Peneliti : Ibu nggal ada ikut grup grup tertentu gitu komunitas misalnya di
media sosial atau tatap muka?
Bu Yani : Iyaa Neng, dulu Ibu iya ikut ini karena ya mungkin Ibu kan kerjanya
di pelayanan jadi ya ini terus karena emangnya Ibu udah tua kan dan
juga dulu tuh kurang membaur, kurang gaul kan medsos medsos itu
Ibu ga ini ga tau udah lewat ga tau sih Ibu tergantung padahal kita
bisa ini kan sharing-sharing
Peneliti : Apakah Ibu sudah membangun komunikasi yang positif sebagai
orang tua dalam mengambil keputusan dalam mengasuh anak
Bu Yani : Kalau masalah itu kan yang nilai orang lain tapi kalau Ibu kayanya
belum deh ya nggak sempurna jauh dari sempurna karena wawasan
Ibunya karena ya kalau misalnya tuh kaya teman Ibu yang di dinas
uh dia baca-baca ini tentang ini anaknya autis gitu kebetulan dia juga
masih muda terus anaknya yang sakit itu cuma satu banyak waktu
untuk ini untuk itu apasih namanya Neng untuk
Peneliti : Bersosialisasi?
Bu Yani : Apa emm iya itu jadi kalo menurut Ibu dibanding temen Ibu ya
kurang, kurang banget gitu
Peneliti : Kalau komunikasinya sama suami gitu bu ya ketika ada suatu
masalah gitu ga bu kan ada sesuatu yang harus diselesaikan, harus
dicari jalan keluarnya lah nah biasanya tuh mengutamakan kedua
belah pihak atau cuma salah satunya aja gitu bu
Bu Yani : Ini kedua belah pihak ya meskipun asalnya dari salah satu gitu ya
eh ini aja pas mau terapi gitu, ada terapi gitu. Sebulan waktu itu dua
juta lapan ratus gitu terapinya, waduh mahal mahal banget, belum
obatnya kan Neng eh engga terapi dulu eh malah berobatnya lebih
mahal kita gitu Neng ada terapi yang bagus jadi kita Neng iya iya
dulu ya apa ya uangnya gimana nanti harus harus gitu Neng kan kita

180
kan harus yakin di mana ada kesulitan di situ ada kemudahan hahaha
itulah udah tua juga kita semangat ahahaha
Peneliti : Iya nggak apa-apa pak kalau misalnya ada masalah lagi gitu ya, Ibu
saling terbuka lagi nggak sama suami
Bu Yani : Oh sangat karena kita oranagnya emang nggak bisa nyembunyiin
masalah Neng pasti terbuka lah
Bu Yani : Neng Ibu sambil itu ya sambil buat tetehnya itu apa belum dikasih
ini
Peneliti : Iya
Bu Yani : Ih bapa nggak ada makanan ya
Peneliti : Ibu nggak usah repot-repot nggak apa-apa
Bu Yani : Si Eneng repot-repot bawa makanan
Peneliti : Iya haha, lanjut lagi Ibu. Jadi gimana sih Ibu saling mendukung satu
sama lain untuk membangun ketahanan satu sama lain?
Bu Yani : Kayak gimana ya.. kaya gitu aja kali ya Neng saling nguatin gitu ya
mau gimana jadi kita intinya, kita dikasih anak yang seperti itu ya
mau gimana kita harus ikhlas, biar jadi ladang ibadah gitu jangan
acara ngeluh lah cuma mau gimana kita sering begini ya Allah
mudah-mudahan kita sering motivasi kita harus kuat kemarin kan
Bapak sakit diverneck kita harus kuat buat anak-anak. Harus sehat
harus kuat harus ini harus demi anak-anak gitu
Peneliti : Jadi seling menguatkan ya bu
Bu Yani : Iya harus saling nguatin
Peneliti : Nah Ibu pernah nggak si punya perasaan negatif gitu kaya misalnya
kehilangan jati diri Ibu?
Bu Yani : Engga insyaAllah engga Neng
Peneliti : Putus asa gitu bu?
Bu Yani : Engga engga putus asa bunuh diri gitu ya rugi soalnya kita ini kalau
dibikin kalau kita dikasih cobaan nggak enak dibikin ngeluh kayak
gini dibikin putus asa malah kita nggak ada dapat apa-apa gitu ya
mendingan kita ini aja kita insyaAllah Neng cuman ya itu kalau apa
gitu Ibu suka kalau lagi kecil itu ya beh bandel kqn itu ya Neng kan
ga tau
181
Peneliti : Iya
Bu Yani : Ya Allah ini lari-lari... maklum emak-emak
Peneliti : Kalau perasaan negatif ketika menjalin hubungan dengan sama
suami atau sama keluarga atau sama temen-temen gitu pernah ga bu?
Bu Yani : Kalau dulu
Peneliti : Dapetin perasaan nggak enak
Bu Yani : Iya iya kalo sekarang Ibu nggak ini ya, orang boleh punya pendapat
apa misalnya dia pendapat ke anak kita kaya apa itu hak dia tapi yang
Ibu rasakan yang memang banyak yang baiknya jadi kita ga ini ya pa
ya ada misalnya satu dua yang itu tapi lebih banyak yang baiknya
kita ga mikirin yang sedikit Neng
Peneliti : Tapi pernah nggak pas Ibu dapat kaya gitu jadi merasa sedih atau
takut?
Bu Yani : Iya pernah Neng, cuma kita nggak terlalu ini sama itu soalnya
kasian anaknya ya, kalo misal anak kita main ternyata anaknya iya
sih tapi ga terlalu diiniin sih toh ga ga ga terus-terusan misalnya ada
tetangga yang kaygitu maksundya kaya misalnya pas anak kita
masuk ke rumahnya dia ga suka gitu tapi seringnya baik lagi ya pa
ya sekali-kalinya gitu ga terlalu diiniin
Peneliti : Jadi caranya Ibu buat ngilangin perasaan itu lebih ga peduli gitu ya
bu
Bu Yani : Heeh Neng jadi kita nggak usah mikirin orang gimana sikapnya
sama kita mendingan lupain aja lah gitu
Peneliti : Nah kalau Ibu sudah membangun hubungan dengan positif nggak
bu dengan orang lain dengan menegaskan identitas Ibu sebagai orang
tuanya Najran?
Bu Yani : Gimana kan itu yang nilainya orang lain
Peneliti : Kalau Ibunya sendiri udah percaya diri dengan ngasih cerita ke
orang lain?
Bu Yani : Suka. Kaya ke kantor juga misalnya apalagi kan ternyata banyak
kan yang punya anak disabilitas banyak ya Neng ya, jadi Ibu suka
Ibu juga suka nggak usah ini, kalau kita sama punya anak yang kayak

182
gini sama-sama nggak usah sedih nggak usah ini kalo kata Ibu ya
dinikmatin aja lah gitu
Bu Yani : Bingung ya mau nanya apa
Peneliti : Jadi kayak ini ya bu nggak ada rasa segan kalau cerita ke orang
Bu Yani : Engga Neng makanya kan dari awal Ibu punya anak itu nggak
pernah diumpetin, kan kalo gitu ada tuh yang suka diumpetin kalau
dulu awal-awal anak pertama Ibu mikirnya gimana masa depan itu
ya pa ya, gimana masa depan anak Ibu dengan keadaaan yang seperti
itu kalau mau berumah tangga dengan keadaan gitu karena itu kan
belum tau dulu ternyata sekarang apalagi dengan pengalaman pas
kedua Amanda lahir lebih parah yang pertama meninggal oh Allah
lebih tau ini Allah ngasih cobaan bener-bener ini berat banget sampai
nggak bisa kemana-mana sementara kita kan punya anak yang kayak
gini harus harus punya uang terus kita Neng kita misalnya kalo anak
sakit semua gimana misalnya maksudanyya dikasih anaknya tiga-
tiganya repot banget ga bisa ngapa-ngapain Allah lebih tau gitu ya
Peneliti : Nah Ibu pernah nggak sih berbagi cerita atau mencari dukungan ke
teman atau keluarga Ibu?
Bu Yani : Pasti suka Neng dong ya kita misalnya gini makanya ya itu kalau
kita sharing sama keluarga misalnya yang kita tau pasti ini mah
orangnya baik misal ini mah orangnya ini pastikan hasilnya juga baik
kan suka lah ya Neng emang ladang ibadahnya dari sini
Peneliti : Tapi tadi dipanggil senyum dadah sini
Bu Yani : Seneng dia jadi kaya diaku gitu Neng
Peneliti : Ohh
Bu Yani : Tapi pas ini kenapa karena harus pake ences Neng kan ada air liur
tapi lagi ini lupa belum ngasih progress apa ya.
Peneliti : Tuh
Bu Yani : Ini kayak papanya wajahnya
Peneliti : Tapi putih banget Ibu..
Bu Yani : Kan iya dia jarang keluar, tapi emang putih gitu udah gitu jarang
keluar
Peneliti : Iya putih
183
Bu Yani : Ini kemarin baru sakit Neng dua-duanya jadi sekarang ini baru
mulai agak gemukan
Peneliti : Eh keselek
Bu Yani : Nih udah sakit gini kemarin yang apa tuh harusnya dirawat tapi
nggak jadi gitu Ibunya minta menolak untuk dirawat gitu yang
bingung nih kalo sakit dua-duanya gitu jadi kepikir gitu sama Ibu
Bu Yani : Dua jam sekali kasih itu ya Neng. Lama-lama kita juga nggak kuat
sama uangnya haha, eh diajaknya di dapur nggak di dalam gitu ya
maaf ya
Peneliti : nggak apa-apa Ibu
Bu Yani : Neng bukannya Ibu sama Bapak ini sok ini ya tapi emang bener
karena mungkin kita udah tua jadi pengalaman hidup memang lebih
ke ya udah lah sekarang ini mah lebih ke syukuri aja apa yang ada
gitu ya mau gimana lagi
Peneliti : Ibu biasanya konflik seperti apa sih yang terjadi antara Bapak sama
Ibu kan banyak ya
Bu Yani : Ahaha iya itu kalau masalah itu dulu laki-laki kan gitu kalau nggak
nurut suka gitu kan suka agak diseret gitu suka nggak suka itu Ibu
tapi ya sebentar
Peneliti : Kalau misalnya yang lain gitu ada nggak bu?
Bu Yani : Kalau masalah pasti ada mah ya Neng rumah tangga namanya tapi
ya itu kita berusaha ini lah apa jangan ini jangan jadi masalah.
Masalah sih ada cuma jangan diperbesar gitu. Iya kalo masih muda
mah kelo Neng kan kalo ribut nggak bisa diumpetin. Dia sedih
kenapa kebahagiaan mereka tuh kita ngumpul di kamar gitu sama-
sama seneng anak-anak kalau misalnya ribut gitu dia ketawa-ketawa
sendiri gitu
Peneliti : iya kalau ini juga disamperin Bapak ketawa
Bu Yani : nah itu dulu kalau misalnya ribut gitu apalagi itu dia ketawa-ketawa
maksudnya perhatiin saya mungkin gitu, jangan egois
Peneliti : Biasanya kalau ada konflik gitu bu siapa sih yang lebih unggul
menyelesaikan masalah ada yang lebih unggul atau dua-duanya atau
salah satu?
184
Bu Yani : Udah pasti
Peneliti : Ya kenapa Ibu?
Bu Yani : Udah pasti Neng kalo perempuan mah lebih sabar lah nanti juga
Eneng kalau punya suami kalo kita ini kenapa, Ibu pasti banyak
kenapa kebahagiaan anak tuh kebahagiaan mereka ini harus sama
orang tuanya kan kalau misalnya Ibu mikirin diri sendiri berarti
nggak sayang anak kan jadi Bapak juga kalau Ibunya ngalah gitu
Bapaknya baik yang baik banget ya pak ya kalo laki-laki gitu Neng
Peneliti : Ibu pernah nggak sih punya perasaan kaya mengalami kecemasan
gitu?
Bu Yani : Sering, kalau masalah itu sering apalagi kalo sakitnya kita, Neng
kalo punya anak gini sakitnya suka deg deg deg nanti kalo dia pas
panas sakit kasian kita kurang tidur takut kenapa gitu ya kan anaknya
ini kan bikin ini Neng, deg degan huuh kalau mau nangis gitu,
Peneliti : Terutama kalo lagi sakit ya bu
Bu Yani : Apalagi kalau itu sakitnya lama
Peneliti : Beda
Bu Yani : Apalagi si dede itu anemia aplastik kan Neng jarang itu tapi karena
pertolongan Allah
Peneliti : Biasanya kalau ada sakit gitu, sakit, cemas gimana Ibu
menghadapinya menyelesaikan gitu bu
Bu Yani : Ya kalau rasa cemas ini emang agak agak agak susah gitu ya pak ya
tapi memang kalau apa tuh kata kita kalau sakit gitu khawatir gitu ya
Neng ya cuma nggak terlalu kaya dulu deg degan lo Neng kenapa
lagi ini aja heeng heengg takut gimana gitu
Peneliti : Kalau kayak gitu Ibu suka cerita nggak bu ke sodara ke temen kalau
lagi cemas berlebihan gitu
Bu Yani : Kalo nggak tanpa disengaja gitu ya, itu iyaa tapi nggak selalu cerita.
Cerita juga sama orang belum tentu ini Neng hahaha
Peneliti : Lebih sama suami gitu ya Bu ya
Bu Yani : Malah malah kalau Ibu cemas gitu pas lagi banyak tugas jadi ya
emang harus kuat gitu ya harus saling nguatin

185
Peneliti : Saat ini Ibu sudah memandang perubahan hidup Ibu sebagai bagian
yang normal belum bu?
Bu Yani : Bagian yang normal..gimana ya
Peneliti : Maksudnya bagian yang normal juga bisa dengan Ibu menerima
keadaan udah bisa..
Bu Yani : Iya itu iya iya kali ya insya Allah Neng, iya habisnya mau gimana
lagi kan kalau punya yang gitu jangan dianggap nggak normal kan
ya, kalau misalnya Ibu bisa bijak mengadapi masalah kayak gini
berarti Ibu normal kan ya justru kalau dipake stress jadi ga normal
gitu kan ya
Peneliti : Iya Ibu, Ibu ini udah selesai bu nanya-nanyanya, udah malam udah
jam delapan kasian Amandanya mau tidur juga
Bu Yani : Dia mah tidurnya malem
Peneliti : Oh yaa?
Bu Yani :Sebenarnya kalo sekarang-sekarang dibiasain biar ga tidur malem
Neng istirahatnya kan maksudnya bisa tidur siang Neng

186
Transkip Wawancara Informan 6
Hari/Tanggal: Senin, 29 November 2021

Lokasi: SLB Handayani – Jl. Raya Karangtengah No.126 Cibadak, Kabupaten


Sukabumi

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Pak Saeful

Usia: 55 Tahun

Peneliti : Sebelumnya izin perkenalkan diri dulu ya Pak


Pak Saeful : Heem Heem
Peneliti : Nama saya Olivia mahasiswa Telkom University jurusan Ilmu
komunikasi, biasa dipanggil Oliv. Saat ini sedang menempuh
pendidikan dan mengerjakan skripsi tentang bagaimana sih orang tua
yang mempunyai anak disabilitas intelektual itu membangun
ketahanan keluarganya gitu. Kalau boleh tau nama Bapak siapa?
Pak Saeful : Saeful
Peneliti : Bapak Saeful. Usia berapa Bapak?
Pak Saeful : Usia..lima..lima
Peneliti : Lima lima. Pekerjaan saat ini?
Pak Saeful : Udah pensiun
Peneliti : Oh udah pensiun, pensiunan darimana bapak?
Pak Saeful : Wartawan
Peneliti : Oh wartawan. Di Jakarta?
Pak Saeful : Iya
Peneliti : Di Jakarta
Pak Saeful : Trans tv
Peneliti : Oh transtv. Saat ini anak Bapak sekolah kelas berapa
Pak Saeful : Kelas tiga
Peneliti : Kelas tiga. Namanya siapa Pak?
Pak Saeful : Muhammad Najran
Peneliti : Najran
Peneliti : Berapa bersaudara Najran, Pak
187
Pak Saeful : Saya bersaudara...dua
Peneliti : Dua bersaudara
Pak Saeful : Dua bersaudara
Peneliti : Umurnya berapa Najran pak?
Pak Saeful : Najran umurnya delapan tahun
Peneliti : Delapan tahun. Bisa diceritain ga pak gimana komunikasi yang
terjalin antara bapak sama istri bapak sebagai sepasang suami istri
dalam mengasuh anak
Pak Saeful : Ya..saya punya anak begini ya memang harus.. harus kompak ya
Peneliti : Iya
Pak Saeful : Jadi gimana ya jadi kalau dia sakit kalau apa kita harus sam..harus
sama-sama harus saling soalnya saya anaknya yang bukan satu aja
yang sakit, dua-duanya, yang satu
Peneliti : Maksudnya Down syndrome dua-duanya?
Pak Saeful : Bukan, yang satu lebih parah. Amanda umur 15 tahun sekarang dia
microsephalus, jadi ga bisa apa-apa di tempat tidurnya. Makanya
saya bilang kalau mau wawancara sambil ke rumah sambil liat
anaknya gitu
Peneliti : Oh iya
Pak Saeful : Jadi keliatan. Yang repot yang itu, yang repot yang itu justru dia ga
bisa apa-apa. Kalaupun, kalau dia lagi sakit, lagi panas, beuh itu
panasnya betul-betul panas banget beda dengan orang yang biasa
gitu. Makanya, kejang, kejang itu kadang-kadang bisa sampe dua
jam, kalau anak saya ini, Muhammad Najran, dia sakitnya karena
pertama begitu lahir ga ada anus duh gimana nih si dede ga ada anus,
udah hamil pertama keadaannya kayagini wah pokoknya kita udah,
kita jalanin aja ga anusnya kan harus langsung operasi kan. Hari itu
juga dioperasi, udah dioperasi di divisi antinoec,, divisi antinoec
biasa pulangke rumah, terus paling ngga kan harus dibikinnya ya kita
dirujuk ke bandung disana kita sampe dua bulanan lah sampe di
bikin anus buatan terus ini di itu, ada lagi penyakitnya, dia kena
anemia aplastik, jadi dia sel-sel sumsum tulang bekalangnya itu tidak
bisa menghasilkan darah merah, jadi itu dia harus ditransfusi darah
188
kalau ga ditransfusi darah dia ga bisa bangun, tiduran aja di tempat
tidur nah ketika dia sakit, ketika dia sakit saya bawa lamgsung ke
capita kan. Dua-duanya nih. Kalau yang satu sakit, pasti dua-duanya
sakit. Yang muhammad Najran ini yang begtiu dokter anaknya
bilang anak bapa harus dirujuk ke rumah sakit karena virusnya udah
nyebar, wah kenapa ini pak, anak bapak ini kena anemia aplastik ini
penyakit langka. Waduh, saya udah ga bisa apalah udah pasrah aja
sama Allah kita pasrah aja lah yaudah gimana baiklah ajalah,
akhirnya dicari-cari akhirnya dapat tuh di rumah sakit, di rumah sakit
jakarta di rujuk kesana, ke sana dirujuk tapi tetap aja ga bisa bangun,
kan tetap aja harus di
Peneliti : Transfusi
Pak Saeful : Tranfusi darah. Dia itu kalo jadi menggigil, menggigil udah ga sadar
gitu meggigil dia kalo ujan. Jadi saya kalo di rumah sakit pun ga ada
solusinya, obat-obat gitu kan, udah kita bawa pulang aja. Begitu saya
liat-liat di youtube itu saya liat obat buat anemia aplastik itu spirulina,
udah kita beli itu bawa pulang. Begitu saya pulang ke rumah,
malemnya langsung saya pesen obat itu kan, saya kaish spirulina
sama obat itu, menggigil anak saya, udah pasrah aja saya sama Allah
gimana kalau emang mau diambil anak saya silakan, pokoknya saya
pasar aja. Tapi memang Allah punya rencana lain. Dikasih obat itu
jadi kesini-kesini jadi sembuh gitu. Alhamdulillah sembuh, anak
saya juga yang satu, kita punya anak spesial ini kerjaan tuh
kebanyakan itu, sakit gitu , kalau dia sakit gitu. Ya emang begitu.
Jadi kenapa saya ambil pensiun dini, ya karena istri saya PNS, jadi
kalo saya pergi istri saya pergi, Cuma pembantu aja di rumah, kasian
dia. Nah itu jadi saya ngalah yaudah saya ambil pensiun dini jadi
sekarang saya ngantar anak , jadi kalo malem juga istri saya pulang
kerja sore itu kita ngrus anak kalau mau tidur kita harus dicebokin,
dibersihin apalagi yang besar ini si AManda umur lima belas tahun,
saya pikir dengan anak saya kayagini AManda itu ga ngel karena kan
pas lahirnya
Peneliti : Oh pas lahiranya juga?
189
Pak Saeful : Begitu saya bawa ke kamar mandi, saya cebokin gitu begitu mens
kaget saya, mah ga mens aoh begitu langsung dibawa ke kamar
mandi lagi. Pa maaf pa, gapapa saya bilang. Distulah sedihnya udah
anak kayagini tapi masih mens, gapapa udah gapapa yang penting
kita urusin aja sampe sekarang ini. Kemarin lagi hari selasa kemarin,
dia kan sakit pertma kan sakit, biarin aja lah udah agak mendingan,
kalau AManda sakit lebih lebih, lebih kasian, masalahnya dia kan
gabisa apa-apa
Peneliti : Ga bisa bilang sakit
Pak Saeful : Ga bisa bilang mau balik lagi ga bisa, udah gitu dia sakit terus
muntah-muntah kan, udah muntah-muntah, manggil-manggil saya,
kamu kenapa kamu kenapa, muntah-muntah terus kan pas muntah-
muntah keluar darah ah ini harus dibawa ke aca ini, pagi-pagi
langsung saya bawa ke kartika, pas di kartika di ugd saya, pak harus
ditinggal ini pak, harus dirawat pas mau dirawat ternyata lama gitu
kan saya ambil pulang aja dok bikin surat penolakan aja lah, bapak
nanti tanggung jawab kalo misalkan ga masalah gitu kata saya kan
ga dirawat ternyata alhamdulillah gapapa, jadi kesimpulannya saya
punya anak kayagini tuh ya di samping kita bersyukur juga tapi ya
spot jantung banyaknya
Peneliti : Spot jantung ya pak
Pak Saeful : Tegang gitu, kalau sakit sedikit kan, kalau yang adenya sakit pasti
nanti kakanya sakit.
Peneliti : Ngikut gitu yaa
Pak Saeful : Ngikut juga kakaknya sakit, udah gitu tuh kalo AManda sakit gitu
dia lebih lebih ini gitu lebih kasian, kalo kaya semalem dia tiudr,
kadnag-kadang tidurnya itu jam dua malem baru tidur.
Peneliti : Baru bisa tidur
Pak Saeful : Baru bisa tidur. Kalo panas tuh manggil-manggil, manggil manggih
ngoh ngooh gitu jadi kita harus tau kenapa nih manggil-manggil gitu,
nih misal keringetan, kalo keringetan gitu ga bisa tidur udah gitu
kalau kadang-kadang udah tidur malem gitu umpamanya digigtin
semut, di semut gitu ga bisa tidur anak saya. Harus bersih. Harus
190
bener-bener bersih. Supaya ga ada semut dia itukan, itukan dia air
liurnya kadnag-kadang suka mengundang gitu, jadi ya emang harus
bersih. Jadi saya tiap malem, tiap hari lah saya harus bebersih ya gitu
kerjaannya
Peneliti : Heem jadi tiap hari saling pengertian gitu ya pak
Pak Saeful : Harus, saling pengertian gitu. Ga boleh isteri saya sendiri gitu, kalau
istri saya sendiri aja ga mungkin bisa karena kan memang... panjang
anaknya udah tinggi. Makanya saya bilang, kalau mau wawancara
langsung sambil ngeliatin anaknya
Peneliti : Iya boleh nanti kalau sambil ketemu istri bapak ya. Kalau Maaf
kalau Najran itu didiagnosanya sekarang apa pak?
Pak Saeful : Ane ya anemia aplastik
Peneliti : Itu keterlambatan perkembangan atau gimana pak?
Pak Saeful : Oh kalau kalau Amanda eh kalo yang Najran iya, keterlambatan
karena emang ds, keterlambangan perkembangan kalau gitu dia udah
pasti anemia aplastik, kalo sumsum tulang belakang itu dia tidak bisa
menghasilkan sel darah merah kalau keterlambatan udah pasti lah
jadi emang
Peneliti : Terus untuk transfusi darah itu sebulan sekali atau Seminggu sekali
Pak Saeful : Engga, saya engga transfusi lagi
Peneliti : Oh semenjak yang pake obat itu
Pak Saeful : Iya karena kalo saya jadi transfusi darha pun ngga menyembuhkan
malah lebih parah nantinya saya gitu pikirannya, karena apa ya
namanya juga transfusi darah. Sama aja orang cuci darah kan,
bukannya bukannya ini, makanya saya kasih obat alternatif aja. Tapi
alhamdulillah gitu
Peneliti : Iya, ketika anak bapak Najran sama Amanda lahir itu proses
penerimaannya ada proses gitu ya pak, boleh diceritain ga si pak
gimana proses penerimaan bapak
Pak Saeful : Pertama ya..pertama ya begitu lahir Amanda dulu ya, Amanda lahir,
begitu lahir dia biasa gitu ya, biasa, tapi nangis-nangisnya ga berenti-
berenti. Kenapa nih ni anak nangis-nangis terus, aduh itu saya pulang
jam dua malem kedengeran itu dari ujung anak saya nangis-nangis
191
gitu ya Allah. Kenapa anak ini nangis gitu, saya bawa ke rumah sakit
asy-syifa dokter jefri waktu itu ga apa apa ini pak, gada apa apa. Di
bawa ke rumah sakit harapan kita di jakarta itu pas ke dokter anak
dokter hasan itu namanya, coba pak di tes darah itu anaknya dites
barang kali ada ini, kata dokter di jakarta juga bilang kalau saya belah
kepalanya pun apa yang mau saya ambil katanya
Peneliti : Iya
Pak Saeful : Saya ga tau penyakitnya apa. Begitu dites darah sama dokter Hasan,
sama dokter di jakarta juga katanya CNP, CNP nya tinggi.
Peneliti : CNP itu apa ya pak?
Pak Saeful : Kaya toxoplasma, sejenis toxoplasma cuma dia CNP. Jadi otaknya
itu pengapuran. Otaknya itu udah pengapuran jadi apa ya, ga bisa
berkembang lah
Peneliti : Iya
Pak Saeful : Jadi umur lima belas tahun itu masih kaya anak kecil lah
Peneliti : Itu penyebabnya apa pak setelah diselidiki?
Pak Saeful : Ya.. kalau penyebabnya itukan virus ya karena dulu istri saya
senengnya makan lalap lalap yang mentah, makan sate juga kurang
mateng, makanya itu. Pokoknya yang jelas itu aja. Virus toxoplasma.
Jadi emang pembawanya dari istri, ya pembawanya virus gitu, jadi
kalo emang istri saya mau hamil lagi sebetulnya harus dinetralin dulu
dinegatif dulu virusnya, kalau itu kena janinnya, makanya begitu itu
kan diobatin juga, diobatin juga ternyata ya emang udah begitu ya
jadi begitu anak saya lahir, AManda, ternyata kena CNP ya kita mau
gimana
Peneliti : He’em
Pak Saeful : Ya harus pasrah. Yang penting kita usahain aja terus, pengobatan,
a;ternatif kemana-mana jadi kalo ke rumah sakit terus terang saya
juga anak ini kalau di rumah sakit kasian juga malah nanti
Peneliti : Ketika anak bapak didiagnosis itu kan anak bapak, bapak reaksinya
gimana apakah bapak sempat kaya down gitu?
Pak Saeful : Oh engga
Peneliti : Atau apa saya harus melakukan yang terbaik gitu
192
Pak Saeful : Oh iya, saya sih pasrah aja udah sama Allah. Ya ini mungkin udah
takdir saya dengan anak kayagini, yaudah kita jalani aja mau gimana
lagi. masa punya anak ini mau kita buang, kita gimana telantarin,
yang ada kitanya dosa. Udah gapapa. Gitu saya, dan ketika lahir juga
muhammad Najran gitu juga ya haha
Peneliti : Iya haha. Apasih yang membantu bapak beradaptasi ketika Najran
sama AManda lahir? Beradaptasi kan itu kan hal yang baru, apa asih
yang membantu bapak beradaptasi apakah dukungan sosial,
dukungan keluarga atau dukungan dari dalam diri bapak sendiri.
Pak Saeful : Kita banyak berdoa sama Allah ya jadi saya sadar bahwa ini titipan,
titipan dari Allah, jadi mau gimana kita tetap aja kita beradaptasinya
saya disesuaikan aja jadi kan istri saya juga alhamdulillah basicnya
dari agama juga mau gimana lagi udah nasib kita ya kita jalanin aja.
Jadi ya kita enjoy aja jalaninnya. Mau dia lagi sakit kayagimana pun
kita enjoy aja, kita udah biasa aja. Enteng aja kita bawa ke rumah
sakit kita obatin. Apalagi kalo dia lagi kejang gitu ya. Terutama
AManda gitu ya kasian. Sampe dua jam dia kejang kadang-kadang.
Kadang-kadang kalo kejang itukan istri saya udah tau dikasih obat
gitu kan anusnya. Makanya istri saya udah kuat kalo kayagitu.
Makanya justru saya kuatnya dari isteri
Peneliti : Oh jadi yang menguatkan itu pasangan ya pak ya
Pak Saeful : Istri juga yang bikin saya kuat
Peneliti : Bagiamana sih interaksi bapak sama istri bapak dalam membangun
ketahanan keluarga. Apa aja yang biasanya diobrolin pak?
Pak Saeful : Diobrolin masalah anak gitu misalnya ya kita hadapin aja gimana
yang sekarang terus kita terapi kaya dede Najran kita terapi di rumah
ada guru khusus datang ke rumah kita terapi. Kalau AManda sih
emang rada ini ya cuma yang harapan saya itu ya dede Najran itu ya
dia kan bisa jalan, sedikitnya bisa komunikasi kalo AManda ga bisa
sama sekali. Makanya kita ini ya kita usahain sampe semaksimal
mungkin lah
Peneliti : Kalau ngomong-ngomongin soal anak itu frekuensinya sering,
jarang atau gimana
193
Pak Saeful : Oh sering. Kita sering sharing sama istri terus dari luar juga sharing
ketika dede Najran sekolah di sini juga saya liat ada yang lebih kebih
parah, banyak ternyata anak kita segitu ga seberapa. Makanya kita
yaudah mau gimana jalanin aja udah
Peneliti : Saling menguatkan gitu ya pak
Pak Saeful : Saling menguatkan
Peneliti : Bagaimana sih tindakan bapak ketika Najran dan AManda lahir di
dalam keluarga, persiapannya apa aja pak? Itu yang udah bapak
lakuin dari lahir seperti yang kaya bapak bilang tadi ikut terapi gitu,
obat-obatan gitu. Kayagimana pak?
Pak Saeful : Ya itu aja kita. Kita persiapkannya ya terapi iya, obat-obatan iya
tiap setiap hari. Setiap hari itu harus obat belum makan-makanannya,
buah-buahannya, kita siapin itu semua buat ketahanan tubuhnya dia.
Jadi supaya dia, kalo dia sakit ga terlalu ini lah gitu saya nomor satu
itu vitamin-vitamin, supaya tubuhnya kuat
Peneliti : Daya tahan tubuhnya kuat
Pak Saeful : Iya supaya tubuhnya kuat
Peneliti : Kalau bapak ikut ini ga pak, misal kajian keagamaan gitu
Pak Saeful : Ikut saya,
Peneliti : Peningkatan sprititual bapak gitu
Pak Saeful : Ikut saya ikut tiap malam saya, tiap sabtu subuh saya sama istri
sama
Peneliti : Oh sama istri
Pak Saeful : Iya sama istri saya. Kalau istrikan sama hari jumat di kecamatan,
cuma karena istri kerja jadi hari jumat dia ikut kajian-kajian.
Peneliti : Kecamatan Cibadak?
Pak Saeful : Iya Kecamatan Cibadak jadi paling tidak kalau kita ikut-ikut gitu
kan jadi menambah kekuatan kita gitu,
Peneliti : Jadi yang bapak dapatin dari ikut kajian gitu menguatkan
Pak Saeful : Oh iya pasti. Jadi kita tambah sabar lagi jadi tambah kuat, mau
dikasih cobaan ini bukan orang-orang sembarang. Orang-orang kuat
lah tapi alhamdulillah gitu

194
Peneliti : Tapi kalau bapak pernah gak berbagai cerita cerita gitu ke kaya
bapak kan ikut kajian ke ustadz atau ke teman-teman bapak gitu
cerita-cerita
Pak Saeful : Pernah pernah ya mereka semuanya pada pada bukannya saya ini
ya tapi mereka pada salut gitu sama saya, memberi dukungn gitu
Peneliti : Biasanya dukungannya gimana sih pak ke baapak gitu apa yang
mereka, kata-katanya gimana sih gitu pak
Pak Saeful : Ya mendukung, ya sabar sama anak itu titipan Tuhan, titipan Allah
jadi emang ga semata-mata Allah itu ngasih anak kamu kayagini.
Mungkin allah itu lebih tau kalau kenapa Allah kasih anak itu ke
kamu karena kamu yang mampu bilang gitu, jadi ya mau ga mau kita
emang betul ya
Peneliti : Jadi ga cerita ke sodara ke kerabat gitu pak, sering juga?
Pak Saeful : Sama sama. Mereka ini disamping merka kasian mereka ya kasih
kekuatan juga
Peneliti : Jadi juga membantu bapak ya
Pak Saeful : Iya sama
Peneliti : Kalau rutinitas seperti apa yang biasanya bapak lakukan dalam
mengasuh anak untuk membangun kenormalan yang baru gitu di
keluarga bapak. Rutinitasnya
Pak Saeful : Rutinitasnya ya itu. Saya bawa dia terapi saya kadang-kadang bawa
dia jalan, supaya dia bis bersosialisasi
Peneliti : Bersosialisasi
Pak Saeful : Jadi supaya bisa main-main supaya jangan kecil gitu langsung saya
bawa jalan ke mana. Jalan-jalanlah supaya dia tau, supaya dia
mandiri gitu
Peneliti : Apakah bapak sudah membuat komunikasi yang positif sebagai
orang tua dalam mengambil keputusan dalam mengasuh anak sama
istri bapak maksudnya komunikasi yang positif tuh saling pengertian,
terbuka, jujur, atau kalau misalnya ada suatu masalah gitu,
keputusannya di ambil secara kedua belah pihak, bukan salah satu
aja.

195
Pak Saeful : Iya memang harus harus ini, kita emang kalau ada masalah sama
anak emang harus ga boleh rahasia-rahasiaan harus terbuka pah gini
gini, mah gini gini, Amanda gini gini semacam dia mens aja ga boleh
diumpetin harus ngomong.
Peneliti : Saling memahami kondisi anak ya pak.
Pak Saeful : Heeh jadi kita emang harus terbuka lah ga boleh saling menutupi
harus
Peneliti : Kalau bagaimana sih bapak saling memberi dukungan gitu satu
sama lain dengan istri bapak gitu apakah dengen saling mmberi rasa
kasih gitu atau saling pengertian gitu
Pak Saeful : Iya begitu saling bbersyukur terus saya juga sering kasih nasihat ke
isteri memberi kekuatan ke isteri ya karena saya ini liat kan kalau
istri lagi sedih, lagi suntuk, lagi capek saya ambil alih dulu. Udah
kamu istirahat aja, biar saya yang jagain anak-anak. Jadi jadi
kalaupun dia lagi suntuk saya ambil atau kalau pun saya lagi capek
dia ambil jadi saling
Peneliti : Saling iya. Apakah bapak pernah merasakan perasaan negatif gitu
atau pandangan negatif dari lingkungan bapak sekitar bapak
Pak Saeful : Oh ada tapi saya ga perlu marah kayagitu. Wjarlah ada orang yang
pro ada orang yang kontra wajar. Ada. Ada tetangga saya juga ada
kayagitu cuman saya ga perlu ditanggepin gitu dianggep angin lalu
aja
Peneliti : Tapi ga jadi ga ngerasa marah sedih atau gitu
Pak Saeful : Marah , marah iya tapi ga perlu lah saya pikir-pikir. Awalnya saya
marah cuman karena istri, ngapain kita, biarin aja biarin
Peneliti : Gausah peduli gitu ya
Pak Saeful : Ah iya gausah peduli orang kita ga minta sama dia kok kan gitu oh
yaudah, jadi saya juga oh yaudah kalo gitu dianggep biasa aja kalau
sekarang
Peneliti : Kalau dari dalam diri bapak sendiri pernah ada rasa kecemasan atau
keputusasaan gitu ketika mengasuh anak.
Pak Saeful : Ya kita awalnya saya cemas. Apalagi misal nih kalo saya ga di
tempat terus istri ga ada yaitu cemas tapikan semua itu kan Allah
196
yang tau. Allah lebih tau. Makanya kita dikasih anak ini, kita
semuanya kita serahin sama Allah saya sih ga terlalu ini ya, santai
aja
Peneliti : Lebih ke berpikir positif gitu ya pak
Pak Saeful : Semua semua kan datangnya dari Allah makanya yaudah pasrah aja
Peneliti : Apakah bapak sudah membangun hubungan yang baik, yang positif
gitu bersama istri bapak saat ini
Pak Saeful : Udah udah pasti udah apa sama anak-anak juga kita ini harus saling
menasihati juga misalnya saya ada kekurangan nanti istri yang ngasih
tau jangan gitu pak, harus gini, saya juga gitu sama istri. Kita saling
lah pokoknya. Saling memberi kepercayaan lah. Kuat gitu loh punya
anak kayagini. Awalnya kita emang kita berat. Berat sekali, gimana,
dua-duanya kya gini. Ngurus anak ini kan biaya ga kecil kan besar
ya, belum terapinya, belum makannya, belum vitaminnya. Vitamin
kan juga ga bisa sembarangan. Yaitu makanya, karena kitanya kuat
dan kitanya pasrah jalannya ada aja
Peneliti : Kalau hubungan bapak dengan orang lain gimana pak? Tetangga
atau dengan kerabat bapak apakah sudah menjelaskan identitas
bapak sebagai orang tuanya Najran dan Amanda
Pak Saeful : Udah udah udah pasti itu. orang udah pada tau semua jadi kita ini
anak-anak saya di situ kan kita bermasyarakat, jadi mereka udah tau
Peneliti : Apakah bapak sebagai orang tuanya Najran dan Amanda pernah
mencari dukungan dari lingkungan sekitar bapak gitu
Pak Saeful : Oh engga kalo sa saya ga pernah gitu. Ga pernah minta dukungan
gitu saya, pokoknya yang saya jalanin, saya sama istri gitu, saya aja
gitu paling kita ini nya berobat-berobat aja kalo minta ini engga
Peneliti : Jadi kalo saling mendukung lebih ke sama istri gitu ya pak
Pak Saeful : Iya
Peneliti : Tapi kalau yang bagi cerita yang bapa bilang itu
Pak Saeful : Oh bagi cerita iya kalau bagi cerita. Kalau kita ceirta juga mereka
ya sabar gitu, sabar ya.. duh gimana ya memang orangnya gini, jadi
kita mah ga perlu yang ini, kita jarang cerita. Cerita sekali udah
paling ya yang lain aja ceritanya gitu
197
Peneliti : Biasanya konflik seperti apa sih yang aering terjadi antara bapak
sama istri bapak dalam mengasuh anak
Pak Saeful : Konfliknya kadang-kadang suka salah paham karena istri saya
terlalu takut
Peneliti : Karena perempuan ya pak
Pak Saeful : Kalau takut terlalu takut terlalu was was gitu. Kalau saya kan tetap
aja ank ini harus ada yang ditakutin bapanya kalau misal saya marah
sama anak kadnag-kadang istri suka ga boleh jangan lupa gini gini.
Saya bilang ga gitu juga, kita marah bukan selalu kalo memang dia
minta apa-apa kita turutin kalo kita emang lagi ada, kalau kita ga ada
tetap aja kita harus ngejaga, kadang-kadang kita suka gitu sama istri
suka dikasih tau, kalo istri kan ya lemah. Istri saya mah orangnya
sabar.
Peneliti : Tapi bapak tetap nasihatin gitu ya pak
Pak Saeful : Iya
Peneliti : Kalau misalnya konflik yang tadi kaya anak bapak sakit gitu yang
bapa bilang saling perngertian gitu tapi ada ga si pak yang lebih
unggul gitu dalam mengasuh atau dalam menyelesaikan konflik gitu
Pak Saeful : Saya pikir sama aja sih
Peneliti : Sama aja
Pak Saeful : Sama aja haha
Peneliti : Iya tapi pernah ga sih pak ada konflik yang saling menyakiti
perasaan gitu perasaan pasangan, orang lain
Pak Saeful : Alhamdulillah ga ada sih karena kita dikasih anak gini jadi satu
sama lain saling intropeksi diri gitu, jadi saya selama ini ga ada lah,
istri saya pun kayagitu. Biasanya kalau punya anak gini, biasanya
suaminya pergi gitu,ninggalin gitu. Woh kali saya ga gitu saya lebih
takut sama Allah saya. Jadi kita ga ga ada gini, biasa aja kita
Peneliti : Jaminannya juga surga ya pak
Pak Saeful : Aamiin makanya haha
Peneliti : Yang terakhir bapak, bapak pernah punya kecemasan gitu ga pak
kaya stress atau berpikir negatif apa over thinking gitu

198
Pak Saeful : Iya. Saya kadang kecemasannya gitu, saya pikir kalau misalnya
saya ga ada istri ga ada ntar Manda sama siapa ya gitu cuman kita
gausah pikir ke situ, Allah lebih tau mana yang ini. Jadi Allah
memberikan anak yang begini Dia udah ada ininya, jadi kita gausah
terlalu cemas ke situ. Jaid yaitulah kita, kecemasannya. Tapi ya gitu
lah sama istri diredam
Peneliti : kepikiran tapi ga sampe stress ya pak
Pak Saeful : Engga
Peneliti : Karena udah diredam sama istri
Pak Saeful : Iya. Saya jarang- jarang stress kayak gitu sih
Peneliti : Apakah bapak sudah meMandang perubahan hidup bapak yang
sekarang jadi bagian yang normal
Pak Saeful : Iya udah. Alhamdulillah udah saya. Ketika ini ya jadi normal-
normalnya udah biasa aja gitu, kalau Najran sakit AManda sakit
bawa ke rumah sakit aja gitu kalau pun udah ini kita bawa pulang aja
gitu udah biasa aja gitu udah ga ga mikir macem-macem, apa ya udah
bisa nerima gitu punya anak ini, susah senangnya gitu udah gimana
ya yaudah igtu lah pokoknya lah
Peneliti : Bapak ini pertanyaannya udah selesai alhamdulillah makasih
banyak bapak
Pak Saeful : Iya sama-sama
Peneliti : Atas bantuannya. Nanti emm bapak rumahnya di mana
Pak Saeful : Saya rumahnya di BTN Cibadak.
Peneliti : BTN itu yang deket pabrik, eh yang deket pabrik ya?
Pak Saeful : Bukan yang di sana, di jalan Pelabuhan Ratu
Peneliti : Jalan Pelabuhan Ratu?
Pak Saeful : Jadi dari yang pertigaan, pertigaan pelabuhan ratu belakang pom
bensin ada pom bensin kan cipanas itu kan ada jalan itu, tanya aja
rumah ibu ani yang kerja di dinas kependudukan. Orang pada tau
semua.
Peneliti : Oh iya
Pak Saeful : Nomor teleponnya nanti
Peneliti : Oh iya boleh pak, nanti.. kalau ibu biasanya pulang jam berapa pak?
199
Pak Saeful : Jam lima setengah lima lah nanti kalau ini telfon aja
Peneliti : Pak saeful..takutnya kalo pulang kerja gitu lagi capek ga pak?
Pak Saeful : Oh engga, udah biasa dia kan. Emang pelayanan dia kan
Peneliti : Oh ini nomor ibu?
Pak Saeful : Iya itu nomor ibu. Ibu yani suryani telfon ja nanti tadi saya abis
wawancara mau wawancara ibu juga

200
Transkip Wawancara Informan 7
Hari/Tanggal: Senin, 6 Desember 2021

Lokasi: SLB Handayani – Jl. Raya Karangtengah No.126 Cibadak, Kabupaten


Sukabumi

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Bu Dedeh

Usia: 49 Tahun

Peneliti : Ibu sebelumnya perkenalkan nama saya Olivia mahasiswa Telkom


University jurusan Ilmu komunikasi saat ini saya sedang penelitian
ibu ya, skripsi tentang bagaimana sih komunikasi orang tua dalam
membangun keluarga khususnya pada orang tua yang punya anak
disabilitas intelektual. Kalau boleh tau nama ibu siapa?
Bu Dedeh : Bu Dedeh
Peneliti : Bu Dedeh usia berapa ibu?
Bu Dedeh : Usianya....tujuh..tiga...berarti empat..
Peneliti : Empat sembilan ya?
Bu Dedeh : Iyaa empat sembilan ya
Peneliti : Pekerjaan saat ini apa ibu?
Bu Dedeh : Ibu rumah tangga.
Peneliti : Ibu rumah tangga... saat ini anak ibu namanya siapa?
Bu Dedeh : Muhammad Rifal,
Peneliti : Sekolah..
Bu Dedeh : sekolah di sini kelas 6 C
Peneliti : kelas 6 C
Bu Dedeh : iya
Peneliti : udah berapa tahun ibu sekolah di sini?
Bu Dedeh : Di sekolah ini tiga..empat...tiga empat tahunan lah. Kan waktu
covid itu ya jadi itu lambat ya masuknya, kadang-kadang masuk,
kadang engga di itu apa dia di.. di rolling
Peneliti : Ohh iya, kalau rival umurnya berapa ibu?
201
Bu Dedeh : Dua belas tahun
Peneliti : Dua belas tahun, di rumah berapa bersaudara bu?
Bu Dedeh : Tiga bersaudara
Peneliti : Tiga bersaudara
Bu Dedeh : Ifal yang ketiga, yang keempat kan meninggal
Peneliti : Oh jadi Rifal saat ini bungsu ya
Bu Dedeh : Bungsu iya
Peneliti : Kalau boleh tau ini, Rifal diagnosisnya apa ya bu? Disabilitasnya
Bu Dedeh : Down syndrome
Peneliti : Down syndrome
Bu Dedeh : Heem iya
Peneliti : Ibu bisa diceritain ga bu gimana komunikasi yang terjalin antara ibu
sama ayahnya Rifal sebagai sepasang suami istri, komunikasinya
gimana sih ibu?
Bu Dedeh : Baik-baik aja
Peneliti : Baik-baik aja?
Bu Dedeh : Ya biasa gitu
Peneliti : Baik-baik aja gitu gimana itu maksudnya bu? Apakah saling
pengertian kah
Bu Dedeh : Iya saling pengertian
Peneliti : Saling memahami kondisi anak?
Bu Dedeh : Iya saling lah ngerti kan punya anak beda dari anak orang lain, ga
sama tapi misalnya kan kalo model Rifal mah ya, kalau pengen apa-
apa harus harus ada langsung harus ada, jadi kita mah ya ngomong
ke suami teh gimana ini harus beli, harus beli sekarang soalnya Rifal
ga ngerti anak mah ga ngerti. Apa? Sana di aa . Soalnya ayah Ifall
mah harus kalau misalnya mau ini harus ada, gimana itu caranya pak,
tenang aja gitu walaupun udah ga kerja misal bapanya mah itu
alhamdulillah ada aja itu miliknya Ifall
Peneliti : Jadi komunikasi yang terjalin antara ibu sama ayahnya Ifall itu
saling memahami kondisi anak
Bu Dedeh : Iyaa itu sama-sama aja
Peneliti : Sama sama bekerja sama gitu
202
Bu Dedeh : Bekerja sama iya sama
Peneliti : Nah biasanya ibu ngobrolin apa aja sih sama bapanya Rifal tentang
Rifal gitu sehari-hari, biasanya ibu ngobrolin apa
Bu Dedeh : Ngobrol ini gimana yah kalau kita udah ga ada kita ini, kalau bisa,
gitu kalau bisa mah saya aja gitu yang duluan mati kita jangan sampe
bapaknya itu yang cari nafkah kan si rIfal itu ga sama kaya orang lain
dia, kasian
Peneliti : Kalau sehari-hari itu ibu ngomongin apa sering ga kaya yang Rifal
di sekolah udah bisa ini
Bu Dedeh : Iya alhamdullillah sudah bisa
Peneliti : Belajar ini gitu
Bu Dedeh : Alhamdulillah... iya alhamdulillah udah bisa, bisa ngomong abis
misalkan mau mandi nih, mi sabunnya abis, oh iya inii, itunya abis
eh odolnya abis gitu udah bisa nulis walaupun kan kalo anak down
syndrome mah ceunah bisa nulis angka 1, angka 2 sekarang bisa kalo
besok mah ga bisa lagi. Gapapa, yang penting kita mah sabar aja kata
bapa Rifal, mudah-mudahan rIfal jadi orang, mudah-mudahan kalo
kita punya ini mah Ifall pengen kuliah cita-cita sampe kuliah gitu,
mudah-mudahn gitu supaya bukan Ifal yang butuh kakaknya, tapi
kakaknya yang butuh Ifall gitu.
Peneliti : Nah itu biasanya ngobrolin tentang Ifall itu sering ga si bu
Bu Dedeh : Sering tiap malem
Peneliti : Tiap malem
Bu Dedeh : Iyaa kata bapaknya kalo udah ga ada kita sama siapa gitu Ifal
Peneliti : Oh biasanya sering ngomongin apa ya ketakunannya ibu gitu ya
Bu Dedeh : Emang ketakutan, Ifal itu kalau deket emang sama bapaknya, sama
saya, sama kakaknya yang deket rumah. Tidur juga itu tidur dielus-
elus sama bapaknya, misal kalau sama umi sama uminya ga mau gitu
sama bapa tangannya dielus-elus gitu, biar bisa tidur kita berdua kalo
ga ada gitu bapaknya keluar yang nyari. Misalnya keluar gitu
misalnya lagi nyuci, misalnya mau beli gitu ga ada satu jam gitu,
bapanya yang nyari ngobrolin ini itu, gimana ya mudah-mudahan
ceunah kalau kita emang masih dikasih umur panjang biar Ifal bisa
203
sekolah, kuliah mudah-mudahan ada rezekinya supaya kita ninggalin
gitu kalau ga ada kita teh bukan Ifal yang butuh kakaknya tapi
kakaknya yang butuh Ifal gitu walaupun ada keterbatasan tapi gitu
ngomong-ngomong gitu aja kita pas Ifall tidur gitu tiap malem itu
Peneliti : Tiap malem?
Bu Dedeh : Heem tiap malem. Kasian dia kalo ga ada kita mah suka gimana
gitu kaya pengen nangis saya mah, soalnya kan seperti orang lain Ifal
mah, ga sama misalnya kalo diledekin ngomong bapaknya beh
padahal makannya ceunah belum tentu yang ibu lain tu mampu gitu
tapi kadang-kadang sedih gitu, kalau ga mau di itu mah jangan gitu
jangan diajak Ifal mah. Suka sedih saya teh. Kalau yang ngerti
bapanya mah sama orang lain eh jangan begitu itu ga sama, makanya
sekolahnya di SLB jangan disama-samain kamu, kamu harus
bersyukur kamu di sekolah biasa
Peneliti : Sekolah biasa heem
Bu Dedeh : Heem, jauh sekolahnya kalau orang tuanya gitu sama si Ifal ajak aja
ga pernah itu mukul atau suka ngeledekin, atau pernah dilempar,
makanya kalau ngeldekin Ifal teh jangan sampe digitu-gituin dianya
jadi marah itu jadi balik itu
Peneliti : Balik marah
Bu Dedeh : Iya eeh, balik marah. Harus dibaik-baikin itu mah
Peneliti : Iya karena ga ngerti bu ya
Bu Dedeh : Iya ga ngerti. Alhamdulillah sekarang teh udah bisa... tapi ibu kalau
orang misalkan kaya orang lain mah normal gitu jam 12 itu udah
ngerti ini wudhu, sholat gitu misalnya bapaknya lagi ngobrol ini pak
pak wudhu wudhu, Allah Allah gitu misalnya. Udah ngerti itu
misalnya hari itu hari jumatan, udah mandi gitu, misalnya udah abis
sabun gitu mau jumatan gitu, udah ngerti, alhamdulillah, orang lain
mah anak orang biasa engga
Peneliti : Iyaa belum tentu
Bu Dedeh : Makanya belum tentu, eh mela mela, mandi dulu mandi dulu gitu
ibaratnya sama jam sekolah itu biasanya ngerti tapi ngerti sholat
subuh udah ngerti gitu bangun, sholat dzuhur gitu saya ga ngaji di
204
tempat orang lain gitu, takut, takut kalo anak orang lain galak gitu,
di rumah aja kalo ga saya sama bapaknya misalnya pak, umi lagi
halangan gitu, lagi sama bapak aja ya, itu ngajinya ya.. iyaa.. dua aja
gitu kalau sama bapak sama kan kakanya itu kakanya suka nangolah
itu yang sayang sama Ifal misalnya kalo galak sama orang lain si Ifal,
kakanya dipanggil. Lung alung alung si Ifal galak ngerti dia ngga
engga takut gitu sama kakanya, kan emang deket dia sama kakaknya
sama saya, jadi tiga. Bapaknya, ibunya, kakaknya. Kakaknya yang
pertama engga, ga deket engga maksudnya jadi kumaha ya, sama
kakaknya yang kedua mah dibantu misal kalo dia ini nangis minta
jajan gitu
Peneliti : Kakaknya yang kedua ini itu yang nganter?
Bu Dedeh : Iya itu yang nganter, kakaknya itu yang ini mah paling sayang ini
mah kalo ada yang ngeledekeun juga dia yang turun tangan
Peneliti : Jadi ada yang jagain gitu bu ya
Bu Dedeh : Jadi ada yang jagain iya, kalau misalnya kalo saya ga ada gitu
lengketnya ke kakaknnya ini mah
Peneliti : Iya alhamdulillah
Bu Dedeh : Paling baik ini mah makanya pas udah nikah ya, tapi tadi
Peneliti : Oh udah nikah
Bu Dedeh : Iya udah nikah, tadi september, barusan. Mi, misalnya kalau ya shift
2 gitu kan kerjanya saya aja yang nganter umi gitu bapanya ada rapat
gitu di desa, di telfon umi sekolah ya Ifal, iya sekolah gitu, iya dianter
aja, saya kan mah shift 2 juga kerjanya malem gitu masuknya, iya ,
langsung ke sini, kan paling saya wah itu
Peneliti : Alhamdulillah ya bu
Bu Dedeh : Alhamdulillah itu paling sayang. Dia kan itu yang apa-apa beliin
Ifal, saya mah sekarang ya udah punya istri ga ngarepin ya
Peneliti : Iyaa, karena ada tanggung jawab juga bu ya
Bu Dedeh : Iyaa ada tanggung jawab, tapi mau inget ya alhamdulillah engga
jugakan punya istri saya bilang mah. Tapi dia mah dinomor satukan
dia Ifal mah. Saya mah inget terus mi walau pun punya istru walau
udah punya komitmen sama istri, saya mah punya ade, sekolahnya
205
jauh ini dia mah beda sama orang lain. Kan kalau sama istrinya nih
tidur jangan ga boleh, jangan Ifal ga boleh itu pegang-pegang istri,
kan Ifal ke rumah gitu sama kakaknya Ifal mah, gimana ke ibu itu
kalau ada kemelut Ifal mah, kakaknya Ifal mah, apalagi sama Ifal.
Jadi ga ada teh jadi itu suka kesepian gitu suka nangis aa mana, ga
ada lagi kerja, istrinya ga boleh yaa lagi kerja, ntar kesini yaa ama
bapaknya sekarang mah suka kayagitu sekarang. Kalau jauh sama
kakanya ya, gimana ya, ah gapapa sekarang mah udah ngerti sedikit-
sedikit, udah ngerti tapi kalau belajar kan mah anak itu gini sekarang
kan belajar tuh a b c besoknya lupa lagi kan, lupa lagi jadi ga fokus
gitu ya teh kalo belajar jadi ga fokus. Kalau belajar teh
Peneliti : Nah ibu, ketika Ifal hadir di kehidupan ibukan pasti ada proses
penerimaan dalam diri ibu
Bu Dedeh : Iya
Peneliti : Nah itu boleh diceritain ga bu, dari awal penerimaan ibu kaya
gimana sampai Rifal sekarang
Bu Dedeh : Dulukan Ifal lahirnya di rumah sakit kan ya, di rumah sakit soalnya
kan mah dari rumah teh udah ini, hari senin itu ulah udah keluar itu
ketuban tapi ga keluar-keluar Ifalnya, jadi udah pecah, udah pecah
lapor ke bidan ceunah ke bidan dulu diperiksa ibu ini katanya harus
diperiksa ke rumah sakit, ini mah udah kering, udah banyak keluaran
ketubannya ini mah udah keering, harus ke rumah sakit. Langsung di
bawa ke rumah sakit sekar wangi itu kan ya kata dokter itu di usg
dulu ceunah maaf ya ini harus ada bapanya, keluarganya, soalnya ini
mah harus dioperasi gitu, soalnya ini ceunah udah kering gitu, ini
mah udah kering gimana, terserah dokter aja mah yang penting beres
gitu, yang penting mah sehat bayinya, kan ada saudara, kan bapanya
lagi ga ada lagi di jakarta ke luar selasa eh senin itu teh kan ke rumah
sakit alhamdulillah ga jadi dioperasi tapi lahirnya teh malam kamis
ya, jam 12 malem berarti hari kemis ya dari rabu ke kamis gitu. Ga
itu Ifal mah keluarnya kan
Peneliti : Kaki dulu
Bu Dedeh : Kaki dulu makanya begitukan jadi susah sayanya, makanya di
206
Peneliti : Caesar?
Bu Dedeh : Ngga digedein itunya digunting empat belas jahitan saya.
Peneliti : Waduh banyak banget
Bu Dedeh : Empat belas jahitan soalnya kan kakinya dulu, tapi kan kecil gitu
Peneliti : Tapi itu sembilan bulan?
Bu Dedeh : Engga, tujuh.. tujuh
Peneliti : Oh jadi prematur
Bu Dedeh : Iya jadi prematur Ifal mah, tujuh bulan Ifal mah, kan baru lahir itu
ga bersuara Ifal mah
Peneliti : Ohh ga nangis?
Bu Dedeh : Jadi ini kecil kecil, Cuma 1 kilo setengah, kata dokter kan pas
bapanya udah pulang, pa sini, ini anak maaf katanya kan ga akan bisa
jalan ga bisa ngomong, katanya ga bisa jalan ga bisa ngomong.
Nangis tu bapanya nangis anak itu kan, kalo saya mah pulang gitu
nangis, gimana udah takdir, sayang kita mah sama anak, nangis, kecil
takut kalau ada apa-apa sama anak dirawat dulu itu di inkubator dulu,
saya mah udah pulang ke rumah. Anaknya mah di rumah sakit. Satu
minggu itu di rumah sakit. Bapanya nunggu itu di rumah sakit
bapanya, kalo saya mah di rumah terus gimana gitu ya itu anak tapi
saya bersyukur gitu ya, tetap bersyukur, alhamdulillah gitu ya anak
saya sudah alhamdulillah kata dokter gitu ya udah bisa bersuara
Peneliti : Bisa jalan juga
Bu Dedeh : Enam tahun itu bisa jalannya, woh saya udah bersyukur eh
alhamdulillah gitu, kata dokter ga bisa ngomong, ga bisa jalan
katanya memang ge lambat gitu udah ibaratnya udah TK ya udah
PAUD, ini udah 6 tahun ba baru bisa jalan makanya saya nangis bu
kata tu dokter ga bisa ngomong. Bisa tuh bisa alhamdulillah.
Makanya itu teh bapaknya Ifal kalau bisa jalan mau beli munara buat
masjid, buat masjid saya, pan itu hari itu Ifal bisa jalan, langsung beli
bu, langsung beli itu walau pun pinjem dulu uang ke umi gitu ke
neneknya Ifal, waktu itu udah nazar gitu, pan bisa jalan, pan bukan
ini bu, Ifal ngerangkaknya teu pake gini, nungging Ifal mah
alhamdulillah ya allah, sekarang udah bisa ngomong tapi telat
207
ngomongnya bisa sekarang bisa umi, mami, abis, mau mandi dulu,
mau mela kan jauh ya, misal jajan apa Ifal kan kesukaannya mie
ayam anak ini mah orang lain mah gabisa ya ga bisa orang lain mah
saudara juga ga bisa ngasih makannya apa ga bisa, kan saya ibunya
yah, kalau makan itu ibu mah daging sapi ga doyan engga, daging
domba ga ngerti makannya daging ayam yang pake bumbu kelapa
itu, itu yang satu itu yang doyan makan itu
Peneliti : Serundeng ya bu?
Bu Dedeh : Serundeng iya yang ikan asin ga mau, yang tiap hari di makan itu
ya kalo ga telor ya mie misalnya kalo bubur nih bubur jangan pake
kacang, jangan pake kerupuk, dagingnya harus sedikit-sedikit harus
disuwir-suwir sedeikit misalnya gini makan nih makan bingung
dagingnya keluar buburnya masuk, kalau sayur juga cuman sayur sop
harus yang lembeeek itu sayurnya, banyak airnya jangan pedesnya
jangan kebanyakan
Peneliti : Jadi sukanya yang lembek-lembek ya
Bu Dedeh : Yang lembek-lembek mah makanannya. Jadi misalnya kalo saya
nyayur nih harus dua itu dua ini buat Ifal mah yang bening misal ga
ada apa-apa mau beli sayurn beli apa itu Cuma itu aja telor, tiap hari
Cuma telor sama mie aja bisa. Gini misal mi makan mi sama no, no
itu telor oke terus tong tong buat mi saya suruh buat mi juga harus
sendiri gitu, mau buat sendiri kata ibu jangan nanti panas, ga ngerti
juga pas mau mandi dimandiin buat mi tea, mandi sendiri terus
makan mi sendiri masaknya ini udah bisa nih tapi saya takut udah
takut aja fal umi aja yang masakin mi jangan buatmi , maksudnya
harus buatmi sendiri gitu mandiri ceunah oiya bagus. Udah bisa dia
Peneliti : Iya
Bu Dedeh : Mau makan apa-apa nasi goreng gitu, ga ngerti orang lain mah, di
ini mau makan apa, mau makan ini, ini nih nasi goreng bu diginiin
teh nasi goreng, suka sketawa itu orng-orang masa nasi goreng
digini-giniin
Peneliti : Tadi kan ibu bilang ketika kehadiran Rifal itu ibu sempat nangis
Iya nangis
208
Peneliti : Berarti awal prosesnya itu ga langsung menerima atau kaya apa ya
langsung gapapa gituh
Bu Dedeh : Menangis itu maksudnya bukan menangis ga terima bukan, tapi
alhamdulillah mah itu 7 bulan ya orang lain mah ya ada yang
meninggal ini alhamdulillah pan ya ini kaya ga ada yang tulang-
tulang ga ada, jadi diginiin mudah aja gitu kaya baju basah gitu.
Alhamdullah kalau orang lain bulan kan ga bisa ibu, kadang-kadang
mah
Peneliti : Jadi dari awal langsung menerima gitu ya bu?
Bu Dedeh : Menerima langsung subhanallah kalau ga ada Ifal kan misalnya
mah kalau ga Ifal ya kan mau gimana teh perempuan kan saya mah
gimana gitu, kan yang perempuan itu meninggalnya ibu sakitnya itu
parah gitu misalnya kalo ga Ifal gimana itu saya bukannya gimana
tapi saya teh mau perempuan tapi gada diambil lagi gitu, tapi kalau
ga ada Ifal mah gimana saya. Kaya anak kecil gitu, umur enam tahun
juga kaya anak kecil gitu. Sekarang juga gitutu perasaannya cuma
lima tahun gitu. Langsung menerima teh subhanallah gitu walaupun
kecil tapi dia bisa hidup ada suara gitu belum ada suara dulu.
Sedihnya tuh gini, ya Allah ya Rabbi kecil, ini idup ga ya, segede
botol ibu
Peneliti : Hah?
Bu Dedeh : Segede botol itu apa yah
Peneliti : Aqua yang gede? 1,5 liter?
Bu Dedeh : Bukan, kecil kaya apa ya botol segede gini segede gini teh mudah-
mudahan ya hidup itu, tapi alhamdulillah ibu itu diimunisasi terus
naik-naik, setengah kilo, setengah kilo Ifal teh ganteng gitu dulu ya
sekarang teh joree jelek
Peneliti : Nggak boleh gituu ibu hehe
Bu Dedeh : Jadi dinomor satukan ya segalanya mah kalo gitu kan beda, kalo
kedinginan juga mah ga bisa kedinginan Ifal mah. Laangsung batuk
pilek, jadi sebulan itu ke rumah sakit lima kali
Peneliti : Waduh lima kali?

209
Bu Dedeh : Sebulan itu lima kali ke rumah sakit atau ke puskesmas teh, batuk
pilek gitu. Jadi kedinginan sedikit nih, ga pake kaus kaki nih lupa nih
ketiduran namnya orang lagi nyusuin kan langsung, langsung panas.
Saya teh jualan kecil-kecilannya ya di rumahm warung kecil sejak
dulu gitu misalnya dua meter nih dari Ifal nih, kena, kena batuk
langsung
Peneliti : Berarti imunnya, daya tahan tubuhnya lemah
Bu Dedeh : Ya gitu, kena. Sekarang juga gitu, kalau ada orang panas gitu deket
sama Ifal
Peneliti : Nular
Bu Dedeh : Langsung nular, makanya gitu kalau ada saudara yang kena, biar
saudara sakit ga dibawa gitu ikut itu suami hajatan kan ga dibawa Ifal
mah ditinggal sama bibinya, takut kan
Peneliti : Kalau sakit sana repot yang dikota
Bu Dedeh : Kita ni takut kemana-mana, malah dulu mah kalau apa gitu kaos
kaki, sama ciputnya itu soalnya kan takut panas, sekarang mah lama-
lama alhamdulillah sehat, sekarang mah jarang masuk rumah sakit
alhamdulillah. Dulu kalau misalnua batuk sakit apa aja,
alhamdulillah sekarang mah. Dulu ke rumah sakit empat kali lima
kali, cuma panas aja itu batuk panas batuk panas
Peneliti : Nah waktu Rifal hadir gitu, apa aja sih tindakan ibu yang udah ibu
lakukan, persiapannya dari Rifal lahir sampai sekarang mungkin
kaya di sekolahnya gitu persiapan tau mungkin ikut terapi atau obat-
obatan apa gitu persiapannya, tapi selain yang disebutkan juga
persiapannya gapapa
Bu Dedeh : Persiapan Rifal
Peneliti : Tindakannya pasti beda kan ya bu ya
Bu Dedeh : Beda itu mah harus ada obat panas misal di rumah teh, obat batuk,
harus ada itu, harus ekstra hati-hati, harus banyak kaos kaki, sweater,
kita mah harus ekstra pokoknya
Peneliti : Oh tindakannya
Bu Dedeh : Misalkannya ya kurang ini kurang persiapan hujan gerimis, harus
persiapan itu obat-obatan di rumah ya
210
Peneliti : Jadi tindakannya lebih ke karena tau daya tubuhnya yang ga kuat
Bu Dedeh : Iya jadi tau udah kedinginan kepanasan langsung udah
Peneliti : Jadi perhatiannya lebih esktra gitu ya
Bu Dedeh : Iya bener. Lebih ekstra gitu hati-hati lah gitu.
Peneliti : Nah kalau ibu ikut ini ga bu kaya kajian pengajian misal atau
keagamaan gitu, ikut ga bu?
Bu Dedeh : Ikut pengajian gitu
Peneliti : Pengajian ya bu
Bu Dedeh : Ikut, hari senin itu sekarang senin pengajian kalo sekarang kan
engga ga masuk sekolah biasanya kan kalo bapanya yang nganter
saya ke pengajian sholawat pengajian rutin gitu, senin, selasa, rabu,
jumat itu
Peneliti : Sering juga ya bu ya
Bu Dedeh : Heeh kan kalo sholawatan dekat kalo masjid jami mah senin kan ya
itu mah siang, kalau selasa mah jam empat jumat jam empat sabtu
jam empat minggu pagi
Peneliti : Ketika ibu ikut pengajian gitu ada dampak yang ibu dapetin gak dari
buat diri ibu jadi membantu ibu
Bu Dedeh : Membantu
Peneliti : Membantu jadi gimana bu?
Bu Dedeh : Jadi lebih gimana ya lebih enak tenang kalau misalnya kalau ke
masjid kan ngedenger ceramah kiai di mana terus bersyukur kalau
kita dikasih penyakit itu titipan dari Allah harus bersyukur kita kalo
punya anak tuh harus diinget kita punya anak, begini suka ngomong
begini kan ustadznya belum tentu ibu lain mah mampu seperti
Peneliti : Ibu
Bu Dedeh : Seperti ibu, mamahnya Ifal, belum tentu orang lain kaya mamanya
Ifal kan ekstra ya dari pagi sampe jam enam teh kan sama kita ya kan
kemana-kemana nak-anak lain mah misalnya ga ada nih, langsung
dicari, makanya saya bersyukur kalau ke masjid itu mah, berarti kata
pa ustadz ini ga salah kan miliknya walau ga kerja kalau miliknya
adaa aja orang lain kan nangis dulu minta jajan baru diini engga kan
memang ga alhamdulillah ada aja gitu
211
Peneliti : Jadi memang dampaknya yang ibu dapatin dari pengajian itu lebih
tenang
Bu Dedeh : Tenang iyaa bersyukur gitu
Peneliti : Kalau ibu
Bu Dedeh : Kalau yang ini anak ini teh gini ga kaya kakaknya ga ekstra hati-
hati kalau kakaknya mah engga, kalau ini kan harus ekstra hati-hati
kita makannya tidurnya sama main gitu suka jauh-jauh gitu
alhamdulillah
Peneliti : Kalau ibu suka berbagi cerita ga bu sama temen-temen ibu,
tetangga, saudara ibu gitu
Bu Dedeh : Engga sama saudar aja paling
Peneliti : Sama saudara
Bu Dedeh : Iya sama ade mungkin kakak ade kalau temen sama tetangga engga,
paling ngumpul sama kakak-kakak, saudara gitu ade gitu, bibinya
Ifal, ngomongin gitu gitu. Ngomongin Ifal, cerita Ifal gimana
sekolahnya alhamdulillah masih gimana suka nyubit kan dulu lah
tapi sekarang kan engga, suka nyubit temennya dulu mah tapi
alhamdulillah sekarang engga seneng sodara tuh seneng habis
sekolah itu suka cerita Ifal gimana sekolahnya alhamdulillah
sekarang mah ga jail dulu suka jail sekarang mah engga gitu
alhamdulillah udah dewasa. Kalo ke tetangga ga suka, jarang gitu
Peneliti : Kalau rutinitas seperti apa sih yang bisanya ibu lakukan untuk
membangun kenormalan yang baru gitu di hidup ibu, apakah ibu ikut
grup pengajian atau komunitas gitu bu
Bu Dedeh : Engga saya mah, pengajian aja
Peneliti : Pengajian aja
Bu Dedeh : bersholawat gitu
Peneliti : Pengajian itu cukup sering ya bu?
Bu Dedeh : Sering ibu teh seminggu itu senin ikut pengajian di masjid jami,
terus selasa musholla deket rumah terus jumat RT sholawat trus
minggu pengajian lagi. Jadi pengajian bersama mah dua senin sama
jumat tapi saya mah ga nganter sekolah kalau ga ada halangan
bapaknya aja yang nganter gitu saya kan ke masjid
212
Peneliti : Apakah ibu sudah membuat komunikasi yang positif sebagai orang
tua dalam mengambil keputusan. Komunikasi yang positif tuh kalau
dalam mengambil keputusan kedua belah pihak kah hasilnya,
keputusan kedua belah pihak kah atau cuman salah satu aja gitu, terus
saling terbuka gitu ga si bu komunikasinya kalo sama suami
Bu Dedeh : Terbuka atuh terbuka
Peneliti : Jujur jujur
Bu Dedeh : Jujur, terbuka masa ga terbuka sama suami, ya sama siapa lagi kita
cerita kan yang satu udah menikah, jujur kita mah kalau ada apa gitu.
Misalnya kalo ga kerja lagi kita harus punya modal supaya Ifall bisa
sekolah sampai mudah-mudahan sampai kuliah misalkan, kita mah
harus punya modal buat apa aja misal buat jauh-jauh lah kerjanya
maksudnya biar Ifallnya keurus lah sekolahnya gitu suka ngomong-
ngomong gitu
Peneliti : Jadi ga ada yang ditutup-tutupin gitu ya bu
Bu Dedeh : Engga engga
Peneliti : Ibu kalau pengambilan keputusannya itu selalu dari dua belah pihak
atau satu yang lebih dominan, ayahnya aja atau ibunya aja gitu
Bu Dedeh : Dua-duanya, bapanya sama saya
Peneliti : Nah kalau gimana sih ibu saling memberi dukungan satu sama lain
sama suami untuk membangun ketahanan keluarga ibu dengan
kondisi anaknya Rifal sekarang saling memberi dukungannya
gimana si ibu, apakah misalnya saling memberi perhatian, kasih
sayang, rasa syukur
Bu Dedeh : ya itu sama rasa syukur punya anak Ifal itu, dua ya berdua kita yang
momong kita berdua bersyukur alhamdulillah sekarang Ifal udah bisa
sekolah masih bisa sekolah walaupun saya ga kerja itu kerja
serabutan gitu tapi ada aja miliknya suka ngomong gitu tiasa sama
bapaknya
Peneliti : Jadi suka saling
Bu Dedeh : Saling ngajakin bersyukur gitu, alhamdulillah kita mah orang lain
dari pagi sampe sore anaknya kaya gitu tuh dari sd tapi ga juga
kayagini, kita nih kerjanya serabutan kadang-kadang kerja kadang
213
engga gitu kan ya namanya di kampung ya paling nyari rumput, kita
mau ngangon kambing gitu kan itu mah satu tahun sekali gitu ya
dijual satu tahun sekali, alhamdulillah Ifal ada miliknya gitu
Peneliti : Ada aja rejeki
Bu Dedeh : Ada ada gitu rejeki datangnya dari mana aja
Peneliti : Ibu pernah ga sih punya perasaan negatif dalam diri ibu misalnya
kaya tadi ibu bilang suka sedih kalau misalnya anak di
Bu Dedeh : Tinggal, takut
Peneliti : Iya sama orang lain
Bu Dedeh : Sedih iya emang sedih, suka diejek, itu gausah diajak itu mah galak
misalnya, itu jangan diajak si Ifall emang suka sedih saya kalau
ngomong sama suami teh
Peneliti : Terus gimana ibu caranya untuk mengenyampingkan perasaan itu,
membuang perasaan negatif itu
Bu Dedeh : Yaa bersyukur aja bersyukur. Walaupun Ifall teu sempurna
insyaAllah Ifall akhlaknya sempurna. Ada yang sempurna tapi
akhlaknya ga sempurna gitu, ada yang kayagitu banyak tapi Ifal mah
udah tau disiplin gitu waktu sholat misalnya jam 12 gitu masih nyetel
musik, dimatiin, pa adza, udah ngerti dia alhamdulillah tapi orang
yang normal mah ga kaya si Rifal woh misalnya nyetel musik
dimatiin, adzan adza, Allah gitu iIfall mah ngerti makanya bersyukur
saya tapi ga normal gitu tapi akhlaknya udah keliatan gitu waktu
ibadah gitu, bersyukur saya harus bersyukur. Walaupun didiknya
Cuma saya sama bapaknya mah sekarang ga tiap hari gitu ya saya
hyang tiap hari saya sama bapaknya Ifal alhamdulillah udah keliatan
waktunya sholat ke orang lain teh Allah, Allah, Allah gitu Adzan,
Adzan
Peneliti : Terus kalau ibu sudah membangun hubungan yang positif belum
dengan orang lain, dengan tetangga atau siapa pun untuk
menjelaskan identitas ibu gitu sebagai orang tua dari Rifal kaya
misalnya membangun hubungan yang positif itu udah ngga, ngga
segan gitu orang tu tau
Bu Dedeh : Oh iyaa tau, sering sering sering saya omong gitu sama tetangga
214
Peneliti : Jadi orang-orang udah pernah tau
Bu Dedeh : Bukan pernah tau emang udah tau
Peneliti : Jadi secara ga langsung ibu udah memberitahu menegaskan
identitas ibu sebagai orangtuanya Rifal ya
Bu Dedeh : Heem heem udah, Ifal misalnya kalo ada apa misalnya kaya
kemaren kan ada yang jeung dilemparin itunhya ngomong sama saya
atau bapaknya ini misalkan harus diganti ya diganti kan, namanya
orang kecil ya rumahnya di bawah ya Ifall di atas suka di lemparin
itu dilemparin ke ibunya aja ke bapaknya suka gitu diganti iyaa
gapapa juga namanya anak kecil sama yang itu juga sama yang
tetangga gapapa bu namnya juga anak kecil gitu orang dewasa mah
ga bakalan gitu saya bilang mah gapapa diganti aja, berapa duit gitu
siapa yang ngelempar diganti aja kata tetangga ngga, gapapa
Peneliti : Mereka juga ngerti ya
Bu Dedeh : Ngerti gitu ngerti heem
Peneliti : Nah kalau ibu pernah ga sih kaya berbagi cerita ke orang lain terus
mencari dukungan gitu biar ibu lebih tegar lebih semangat hidup gitu
ke sodara ke tetangga
Bu Dedeh : Sodara, ke tetangga mah engga, ke sodara
Peneliti : Sering ga ibu?
Bu Dedeh : Sering kalau ke saudara mah ngobrol, kalo ke tetangga mah ga
pernah ngobrolin masalah keluarga engga ah takut gitu, tapi misal ke
keluarga, ke kakak gitu ke ade gitu kan saya kan anak kedua kakak
ke satu, itu ke ade ngobrol gitu gimana, ngobrol sama ade
Peneliti : Terus biasanya ade ibu ngeresponnya gimana kalau ibu cerita
Bu Dedeh : Baik, baik
Peneliti : Kaya harus lebih sabar bersyukur aja gitu
Bu Dedeh : Bersyukur, harus kuat kalo ibunya ga kuat lagi mah gimana gitu
anaknya, jangan nangis gitu kalo kab saya sakit-sakit mulu, harus
kuat gitu kalau mah ga ada ibunya Ifal gimana gitu, mau ga mau
orang mah nyiapin makannya suka gitu, jangan sakit-sakit mulu lah
punya anak kasian, kan ga seperti anak lain gitu kan

215
Peneliti : Nah ibu biasanya konflik atau masalah apa sih yang sering terjadi
antara ibu sama suami ibu dalam hal mengasuh anak misalnya tadi
ibu bilang kaya gimana gitu?
Bu Dedeh : Suka misalnya begini nih minta uang ni ke bapaknya kan udah
capek nyari, minta duit minta duit mulu nanti batuk itu, saya yang
kasih aja yang marah kasih aja kasih aja nanti kalau anaknya sakit
kerasa mau apa-apa ga mau kan udah tadi jangan jangan dikasih mulu
kata bapanya dia mau beli eksrim kan batuk, kasih aja nanti nangis
anaknya, saya yang suka marah gitu, kalau mukul yang ini aja jangan
ininya, kan bapanya suka gitu, jangan nakal gitu misalnya sama kalau
jumatan sama ank orang lain suak nyubit gitu, jangan ga boleh marah
saya marah saya yang marahin, saya yang ngandung, saya yang
ngerasain, harus ngerti lah, kadnag-kadang bapanya ngingetin tapi
harus itu lah sedikit-sedikit dikasih peringatan, kan saya yang marah
ya, saya yang ngandung, saya yang ngelahirin gemes cuman gitu yaa
ngomong gitu
Peneliti : Jadi konflik yang sering terjadi tuh kaya Rifal takutnya jalo jailin
Bu Dedeh : Orang kan bapaknya suka gitu jangan takut kelepasan, saya yang
marah, saya yang marah, saya yang ngelahirin, saya yang ngandung,
saya yang ngurus gitu itu itu, saya juga yang nafkahin masa orang
lain gitu saya marah kalo dijewer sama bapanya beri perhatian
supaya ga nakal sama orang lain supaya ga jail ke orang lain gitu
Peneliti : Terus kalau kaya permasalahan ekonomi atau sosial ekonomi
lingkungan ibu ada ga sih?
Bu Dedeh : Ekonomi apa
Peneliti : Maksudnya kalo misalnya kurang apa uangnya buat mengasuh anak
Bu Dedeh : Ada ada pasti ada, suka ngeluh saya gimana ya besok mau sekolah
uangnya ga ada, yah dagang di kampung mah ya uangnya dagang
kecil-kecilan gimana ya besok kalau ga punya, Ifal kan kalo ga
dianterin mah biayanya itu yang ngemahalin lima puluh tujuh puluh
itu mah abis kalau ga ada yang nganterin gitu
Peneliti : Sehari itu 70

216
Bu Dedeh : Heem sehari itu tujuh puluh kan Ifal mah anak kaya gitu disini naik
angkot gitu kan di pasar, ngasih gitu kan diambil karena ga ngerti,
harus dibayar Ifal kan ga ngerti gimana kita kalo dikasih lima puluh
itu ga cukup kan kita mah kalau turun dari rumah ke angkot gitu
bayar lagi saya mah, naik lagi ojek mabelas ribut, jadi sehari teh
paling sedikit delapan puluh kalo ga dianter mah kalau dianter
jemput mah paling dua puluh ribu di jalan gitu kan biasanya pulang
sekolah nih laper mi laper gitu kan mau apa mie ayam mi yaudah mie
ayah itu kesenangannya mie ayam kesukaannya mie ayam
Peneliti : Kalau ada konflik kayagitu ada emosi yang ga kekontrol gitu ga bu
yang menyakiti perasaan pasangan satu sama lain
Bu Dedeh : Engga
Peneliti : Engga sampe kaya gitu ya
Bu Dedeh : Engga sampe kayagitu
Peneliti : Karena dibicarakan baik-baik. Terus kalau misalnya ada masalah
atau konflik kayagitu siapa sih bu yang dominan dalam
menyelesaikan masalahnya, apakah suami, atau ibu atau kah
keduanya gitu
Bu Dedeh : Saya
Peneliti : Ibu?
Bu Dedeh : Saya yang ngomong, udah aja ribut mah kalau masalah kedengeran
tetangga Bu tentang ekonomi gitu ibu juga ga banyak ngomong,
sama-sama gitu
Peneliti : Tapi kalau ada konflik gitu penyelesaiannya kayagimana sih ibu
antara ibu sama suami
Bu Dedeh : Ngomong baik-baik
Peneliti : Komunikasikan gitu ya bu
Bu Dedeh : Yang penting bisa makan katanya, bisa sekolah yang penting mah
bisa jajan aja cukup lah ga neko-neko, penting bisa sekolah Ifal bisa
makan, bisa jajan, bisa beli baju udah gitu aja ga minta apa-apa lagi
itu aja
Peneliti : Jadi
Bu Dedeh : Kekelamaan ga ngomong juga takut saya juga
217
Peneliti : Iya kalo kelamaan gitu juga
Bu Dedeh : Harus langsung dibicarakan gitu
Peneliti : Kalau ibu pernah ga sih bu mengalami kecemasan ketika mengasuh
anak misal stress, depresi, pikiran negatif, ketakutan yang
berlebihan, pernah ga bu?
Bu Dedeh : Pernah, makanya saya kalo ga dipikir, kepikir makanya kata dokter
itumah ibu bukan penyakit dari makanan bukan dari makanan aja tapi
dari pikiran. Emang saya kan dipikir gimana gitu kalau Ifall
besarnya, misalnya kalau ga ada saya gimana gitu takut diledek sama
orang lain gitu ngomongnya ga sama kaya orang lain, emang dipikir
gitu dari sekarang-sekarang kata dokter juga ibu bukan
Peneliti : Dokter maksudnya sakit gara-gara ibu sakit ?
Bu Dedeh : Heeh ibu bukan dari makanan kalo dari lambung ga ngerti saya kan
bukannya dari makanan tapi pikiran saya kan pikir emang bu punya
anak ga. Mikirnya gini kalau ga da saya gitu gimana kalau Ifal ga
sekolah misalnya, kan kalo sekolah-sekolah bisa itu nama dia aja bisa
gitu jadi ga diledekin sama orang lain gitu, takut emang dipikir,
takutnya gitu
Peneliti : Terus itu biasanya ibu gimana bu biar kalau sampe ada perasaan
kayagitu atau parahnya sampe ibu sampe sakit biasanya apa sih yang
ibu lakuin biar rasa kecemasan itu hilang dulu sementara gitu,
Itu aja banyak dzikir aja banyak dzikir
Peneliti : Mendekatkan diri sama Allah
Bu Dedeh: : Heem soalnya kan maksudnya kan itu titipan kan titipan pasti ada
jalannya gitu
Peneliti : Jaminannya juga surga gitu
Bu Dedeh : Heem misalnya gitu kalau misalnya saya ga ada kan masih ada
sodaranya gitu kan masih ada kakanya kan kata anak teh kata
kakaknya Ifal jangan banyak pikiran misalnya saya makan si Ifal
jajan jadi ya walaupun saya juga udah kerja jadi ga bakal ga inget
gitu ke Ifal, jangan banyak pikiran ya umi setiap hari liat Ifal paling
seminggu sekali ke umi bilang jangan banyak pikiran jangan. Jangan
dipikir saya ga ada takut Ifal ga jadi apa-apa jangan, seidkit-sedikit
218
kan dikasihlah saya dagang cilung di rumah buat jajan Ifal, kalau ga
jajan mah gimana, kalau saya sehat bapanya ga kemana-mana, di
anterin aja pak gitu kan kalo ditinggalin sendiri kan sayang kasiann
saya kan dagang gdikit-dikit kalau minta jajan dikasih kan minta
jajan dikasih
Peneliti : Jadi kalau ibu kaya mengalami kecemasan gitu tuh, anak ibu tuh
ngebantu gitu
Bu Dedeh : Ngebantu saling gitu
Peneliti : Saling ya ibu
Bu Dedeh : Saling gitu sekeluarga asal buat ada miliknya, saya juga bapanya
Ifal nyar nyari gitu sedikit-sedikit buat jajan walaupun ga seperti dulu
gitu dulu kan di jakarta nah dari situ ada miliknya Ifal alhamdulillah
kan saya gini orang lain mah sekolahnya jauh, di phk dapat bansos
kan saya mah engga, suka ngiri saya teh asa gitu di phk udah dua juta
sejuta gitu sejuta setengah, Ifall kan engga dapet bantuan-bantuan
dari pemerintah mah tapi mikir lagi alhamdulillah gitu ya,
alhamdulillah Ifal sekolah orang lain deket, sekolah sama jajannya
sama gitu gitu lagi biar dapet orang lain mah pantesna Ifal , gausa
pantesnya Ifal , orang lain mah sekolahnya, Ifal mah slb, orang lain
mah deket dapat bansos, dapat dari provinsi dapat kartu yang apa tuh
Peneliti : Iya iya iya
Bu Dedeh : Tapi Ifal mah engga
Peneliti : Kartu bpjs gitu ya
Bu Dedeh : Ifal mah kartu KIP yang merah itu yang sekali beras, minyak telor,
tapi Ifal engga, engga pernah saya mah dari KPAI aja apa gitu teh
Peneliti : Komnas perlindungan anak?
Bu Dedeh : Itu pernah mah Ifal dapet sembilan ratus ribu, katanya mau diajuin
soalnya mah Ifal kasian sekolahnya jauh, orang mah dapat tiap bulan
dapet apa dapet ya sama kok yang dapat dua juta sejuta setengaj ya
jajannya sama lebih dari Ifal syukur gitu
Peneliti : Ibu sudah memandang perubahan hidup ibu sebagai kehidupan
yang normal belum?
Bu Dedeh : Yang normal gimana?
219
Peneliti : Maksudnya kan kehadiran Ifal itu kan ga semua orang bisa ga
semua orang dapetin itu terus kan pengasuhannya beda, tindakan dan
segala macemnya beda tapi sekarang ini ibu udah menganggapnya
jadi kaya sebagai kehidupan normal aja
Bu Dedeh : Normal normal aja biasa aja heum biasa, normal alhamdullillah gitu
Peneliti : Nah ibu alhamdulillah pertanyaannya udah selesai ibu ya, makasih
banyak ibu udah bersedia di wawancara, semoga sehat selalu, bapak,
ibu, kakanya Ifal
Bu Dedeh : Aamiin
Peneliti : Biar bisa ngasih Ifal barang gitu ya bu
Bu Dedeh : Iya aamiin saya juga minta maaf udah yang kemarin kapan itu
Peneliti : Ga apa apa ibu
Bu Dedeh : Ga bisa ketemu baru sekarang
Peneliti : Kemarin teh hari rabu saya kesini kan dah janjian terus tanya bu
azmi, ibu kemana ya ayahnya Rifal sama ibunya Rifal engga katanya
sakit apa gimana gitu kemarin katanya
Bu Dedeh : Engga saudara meninggal itu, saudara meninggal di pelabuhan ratu
jadi udah pake baju itu Ifal teh nangis ga ngerti kan Ifal udah pake
baju sekolah
Peneliti Oh udah pake baju sekolah ibu?
Bu Dedeh : Udah pake baju saya juga udah pake baju kan ada perjanjian itu kan
ga bisa saya bawa, ya bapaknya ngelayat saudara meninggal gitu
Peneliti : Nggak apa-apa ibu

220
Transkip Wawancara informan 8
Hari/Tanggal: Rabu, 24 November 2021

Lokasi: SLB Handayani – Jl. Raya Karangtengah No.126 Cibadak, Kabupaten


Sukabumi

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Pak Adam

Usia: 53 Tahun

Peneliti : Sebelumnya Pak maaf saya ga bisa bahasa Sunda jadi pake Bahasa
Indonesia. Perkenalkan nama saya Olivia. Saya mahasiswa Telkom
University di Bandung. Saat ini saya sedang mengerjakan skripsi
tentang bagaimana orang..orang tua memmbangun ketahanan
keluarga pada anak disabilitas intelektual, bisa tuna grahita atau
down syndrome ak ya. Sebelumnya Pak, nama Bapak siapa?
Pak Adam : Pak Adam
Peneliti : Pak adam usia berapa Bapak?
Pak Adam : Usia lima puluh...tiga
Peneliti : Lima puluh tiga. Pekerjaan Bapak?
Pak Adam : Pekerjaan.. dagang..
Peneliti : Dagang.. saat ini anak Bapak sekolah kelas berapa?
Pak Adam : Kelas enam
Peneliti : Kelas enam..di SLB Handayani udah berapa tahun ?
Pak Adam : Udah... berapa tahun? Hampir..waktu itu kan dua tahun jadi ke ini
Covid jadi perai dulu dari selama berapa tahun tu lima tahun lah
Peneliti : Oo lima tahun. Udah lama ya Pak ya
Pak Adam : Udah lama
Peneliti : Nama anaknya siapa Pak?
Pak Adam : Muhammad Rifal. Rifal
Peneliti : Rifal
Pak Adam : Rifal ya
Peneliti : Umur anak Bapak berapa?
221
Pak Adam : Umur.. umurnya dua belas tahun
Peneliti : Dua belas tahun
Pak Adam : Heu’um
Peneliti : Bapak e...bentar ada telepon
Pak Adam : Sakedap nyak aya acara.. sakedap nyak aya acara
Peneliti : Bapak punten bisa ceritain ga bagaimana komunikasi yang terjalin
antara Bapak dan istri Bapak sebagai sepasang suami istri dengan
anak ..Rifal ya Rifal tuna grahita atau down syndrome?
Pak Adam : Down syndrome
Peneliti : Down syndrome
Pak Adam : He’um
Peneliti : Bagaimana..
Pak Adam : Tapi Alhamdulillah selama sekolah di sini ya, lima tahun ini ada
Alhamdulillah ada pertingkatan, bahasa aga lumayan bertingkat-
tingkat lah
Peneliti : Heum
Pak Adam : Nulis Alhamdulillah sedikit-sedikit udah sekolah di slb ini selama
lima tahun ini saya Alhamdulillah
Peneliti : He’eum.. gimana sih komunikasi interaksi Bapak sama istri Bapak
dalam mengasuh misalnya Bapak disuruh eum, dimintanya untuk
mengasuh Rifal bagian mengantar sekolah atau gimana gitu Pak?
Pak Adam : Tapi
Peneliti : Istri Bapak bagian di rumah mengasuh atau
Pak Adam : Ohh itu
Peneliti : Komunikasi
Pak Adam : Kalo saya kan komunikasi sama istri
Peneliti : Heeh
Pak Adam : Diaples lah, kadang-kadang saya lagi di Jakarta pulang giliran di
rumah saya apis sekarang giliran saya nganterin tiap-tiap tiga.. berarti
dua kali Senin anter Rebo saya ke sini, istri di rumah aples lah gitu
kalo saya lagi dinas di luar, istri ke sini gitu, saling saya lah saling
Peneliti : Ohiya saling gitu ya Pak ya
Pak Adam : Saling
222
Peneliti : Dalam mengasuh anak
Pak Adam : Alhamdulillah lah tidak ada keluhan lah selama punya anak
ini,tidak ada...ini lah sama istri saya
Peneliti : Jadi saling ya Pak ya
Pak Adam : Saling
Peneliti : Bagaimana ...kalau frekuensi ngobrol sama istri Bapak itu sering
atau jarang gitu dalam hal mengasuh anak Bapak?
Pak Adam : Oke, ya.. kalo lagi ada ngobrol-ngobrol biasa, kadang-kadang kan
kalo di rumah ya, saling belajar dua-duanya, gitu lah sa saya sama
istri saya sama. Saya kekadang belajar ngaji untuk anaknya di rumah,
terus ibunya belajar nulis gitu di rumah, gitu aja ga ada ...nya, sama
lah.
Peneliti : Kalau antara bapa sama ibunya ngobrolnya gimana? Sering atau
jarang?
Pak Adam : Sayanya?
Peneliti : Ngobrolin anak gitu
Pak Adam : Ooh
Peneliti : Antara Bapak sama istri Bapak
Pak Adam : Sama.sering yaa. Soalnya saya satu bulan di rumah satu bulan di
Jakarta, keseringan saya di rumah
Peneliti : Ohh iya iya
Pak Adam : Iya gitu, sering saya ngobrol-ngobroll tentang anak
Peneliti : Tindakan apa sih yang Bapak pertama kali lakukan , yang lakukan
ketika Rifal hadir di kehidupan Bapak, maksudnya kan kondisi Rifal
itu berbeda dengan orang-orang lain
Pak Adam : Iya
Peneliti : Tindakan apa yang Bapak lakukan ketika
Pak Adam : Oh tindakan.. ini, saya ga ada tindakan seperti ini kadang-kadang
gini yah, sedihnya begini, kadang-kadang anak saya kan di Kampung
Ciputat ya di Kampung Desa Lapan cuman satu-satunya ini anak
saya, kadang-kadang dilecehin sama anak-anak ya Allah ya Rabbi
lah, kadang mah sedih ya saya.. sedih.. selagi main kadang-kadang

223
ga diajak ,anaknya. Cuma mau gimana ya, mentang-mentang anak
saya punya ucapan begini lah kadang-kadang saya sedih lah
Peneliti : Tapi pernah ga Bapak obrolin masalah tersebut dengan istri Bapak
gitu, gimana mencari jalan keluarnya gitu
Pak Adam : Ya pernah, gimana cari jalan keluarnya yang penting kita sama istri
saya, yang penting anak kita bisa sampai mana pun kita sekuat
tenaga, sekolahin aja sampe kuliah kan kalo saya mampu, sama istri
saya. Walau pun anak-anak atau di kampung semacam menghina lah
sama anak kita biarin aja, yang penting mah anak kita sampe masa
depan lah gitu
Peneliti : Jadi Bapak sama istri Bapak saling mendukung lah
Pak Adam : Saling mendukung
Peneliti : Iya saling pengertian ya pa ya
Pak Adam : Iya saling pengertian ga ada ini
Peneliti : Apakah Bapak melibatkan ritual agama atau misalnya berbagi cerita
dengan lingkungan Bapak, sekitar Bapak atau keluarga Bapak terkait
Rifal gitu Pak
Pak Adam : Iya sering, ama ustadz-ustadz gitu ya. Kalo ngaji, kan anak ini mah
lain ya, mohon maaf kata saya ini titip sama ustadz, anak saya adanya
begini , seandainya, ga kaya orang-orang lain gitu lah saya mohon
maaf sama ustadznya udah titipin ya masuk lah di pengajian , kan
anak begini Bu ya ga sama. Kadang-kadang lain lah gitu ada
perbedaan dikit lah. Tapi Alhamdulillah ustadz itu sama lah dingaji
terus anak itu sampai saat ini ada robahlah dikit-dikit gitu.
Peneliti : Iya
Pak Adam : Ga keluhan lah, ini Alhamdulillah
Peneliti : Biasanya rutinitas seperti apa yang biasanya Bapak lakukan untuk
berbagi cerita itu? Apakah Bapak bergabung dengan komunitas atau
grup di sosial media atau tatap muka aja secara langsung kaya tadi
Bapak ke ustadz?
Pak Adam : Saya mah tatap muka
Peneliti : Heeh
Pak Adam : Tatap muka aja tiap hari juga
224
Peneliti : Berbagi cerita ke ustadz?
Pak Adam : Eeh gitu, kadnag-kadang kan sholat juga kan ya anak saya, maghrib,
isya, subuh, itu anak bener-bener lah ngangkat ka Bapak gitu lah.
Kalo kadang-kadang Pak sholat katanya sholat. Alhamdulillah
selama sekolah di sini ada. Itu saya kadang malu lah
Peneliti : Ya
Pak Adam : Sebagai orang tua kadang-kadang duluan bu, bangunnya, Pak Pak
Peneliti : Bangunin
Pak Adam : Allah Allah katanya Allah, Alhamdulillah selama itu saya sama istri
saya.
Peneliti : Selain ke ustadz-ustadz gitu apa pernah cerita ke keluarga Bapak
atau keluarga Bapak yang lain gitu atau saudara, atau lingkungan
tetangga yang lain gitu?
Pak Adam : Enggak itu aja saya mah
Peneliti : Oh.. cuman di ustadz
Pak Adam : Yaa cuman di ustadz aja
Peneliti : Ketika Rifal hadir di kehidupan Bapak, Bapak kan pasti proses
penerimaannya ga langsung dengan mudah ya Pak ya
Pak Adam : Engga
Peneliti : Ada prosesnya ya
Pak Adam : Ada prosesnya
Peneliti : Boleh diceritain ga Pak gimana prosesnya?
Pak Adam : Ya kalau seandainya cerita-cerita yaitu kalau cerita pulang ngaji ya
Pak gini Pak katanya, langsung bawa ini kan bawa catetan nulis ,
tulisannya tuh oh yaya bagus, kata saya. Alhamdulillah mana Pak..
kan ini Pake kode ya Pak ngajiin Allah terus baca apa tuh eh Allahu
Akbar.. takbir! Takbir oh itu yang dipelajari di ustadz. Oh
Alhamdulillah berarti sedikit-sedikit ke anak gitu . Pak besok
katanya, saya ngomong bahasa Sunda yam ngaji lagi ngaji lagi ya,
suruh beli Quran, beliin Quran, Alhamdulillah alif-alifan, alif ba
udah jelas sampai saat ini gitu. Alhamdulillah itu anak sampe tulas
tulis tulis itu aja di angka 1000 , satuan puluhan

225
Peneliti : Kalau Rifal sendiri pas tau didiagnosa down syndrome itu di usia
berapa Pak?
Pak Adam : Pertama apakah
Peneliti : Ketauan down syndrome itu
Pak Adam : Oh
Peneliti : Usia berapa Pak?
Pak Adam : Usia itu usia keluar aja, lama itu bu, prosesnya 10 8 10 satu 2 tahun
Peneliti : 2 tahun
Pak Adam : Dua tahun ampir ka tiga dia belum bisa belum bisa
Peneliti : Belum bisa jalan?
Pak Adam : Belum bisa jalan aduh gimana ini anak ya Allah mudah-mudahan
berhubungan itu anak, saya kalau bahasa ini mah ya saya
cacarikananlah kalau ini anak sampe bisa jalan, musholla lagi ini,
lagi dibangun, saya mau beli munara, munara yang gede itu, kalo
misalnya, Alhamdulillah Ibu, itu anak bisa berdiri duduk sampe
jalan, saya itu tidak terpaksa beli kubah itu untuk musholla al .. itu
saking saya umpamanya tasyarakuran lah saya itu
Peneliti : Rasa syukur
Pak Adam : Rasa syukur selama sekian tahun tiga empat tahun kaya ini kaya
buaya gimana sih
Peneliti : Iya
Pak Adam : Kaya buaya. Kaya buaya itu, persis. Kalo itu aduh rasa sedih
kadang, nangis air mata gitu sama istri, ya allah sedih cuman anak
tiganya laki-laki ga ada yang perempuan, yang kedua yang iyaa yang
ini berarti yang ketiga. Udah ga ada ini. Cuman ini satu-satunya anak.
Yang dua udah kawin, ini tinggal satu lagi, sekuat tenaga kata saya
ini Bu. Sampai mana pun, sekolahin aja bener.
Peneliti : Tapi sempat dibawa ke rumah sakit gitu Pak ,untuk di ditanya ini
kenapa gitu Pak anak ini lambat atau gimana?
Pak Adam : Iya udah udah di bawa ke rumah sakit sekar wangi wah itu katanya
ini mah kayanya ke rumah sakit saya mah ke dokter ini kadang
percaya kadang-kadang engga
Peneliti : Haha iya
226
Pak Adam : Karena katanya oh ini mah, jangan diceritain lagi ga bakalan bisa
ini, kalo cerita lama mah gabisa ngomong ga bisa sama sekali tapi
Alhamdulillah jangan, Alhamdulillah
Peneliti : Tapi ketika dokter bilang itu Bapak sama ibu sempat susah untuk
menerima gitu atau gimana?
Pak Adam : Engga, ditenangin aja gitu saya sama istri saya. Biarin aja lah kuatin
ya Allah kita menerima aja keadaan dari Allah ini
Peneliti : Jadi
Pak Adam : Titipan kata saya ini anak harus sabar, Alhamdulillah sabar
sesabarnya ga ada keluhan bener ga ada keluhan
Peneliti : Jadi bersyukur ya Pak
Pak Adam : Bersyukur punya anak
Peneliti : Jadi saling kasih sayang
Pak Adam : Alhamdulillah ya
Peneliti : Saling kasih sayang sama istri ya Pak?
Pak Adam : Iya. Tapi dari mana pun ada aja rejekinya bu. Bener itu saya.
Kesabaran saya itu.
Peneliti : Apakah Bapak pernah membuat komunikasi yang positif sebagai
orang tua dalam mengambil keputusan misalnya ketika ada masalah
gitu. Kan pasti keputusan antara suami sama istri suka beda gitu ya.
Apakah selalu mengutamakan kepentingan dua pihak atau apakah
selalu ada perdebatan dulu gitu Pak dalam proses pengambilan
keputusan?
Pak Adam : Anak kadang-kadang gitu ya. Ada aja. Kadang-kadang gitu lagi
kesal kali ya mungkinlah kalo lagi pusing atau ini. Kadang-kadang.
Saya belum pernah ya, anak itu digampar atau apa belum pernah
saya, istri juga belum, kadang-kadang kalo di ini juga disentil lah,
saya kadang-kadang ga ini, awas jangan begitu ini anak saya satu-
satunya kata saya, marah jangan dipukul ini pukul kakinya aja. Kan
tau sendiri kata saya, selama empat tahun pengen jalan kaki itu anak
ya Allah ya Rabbi sampe nangis-nangis Ibu, makanya belum pernah
saya sama istri, gitu aja.
Peneliti : Ga pernah ini ya Pak,
227
Pak Adam : Ga ada
Peneliti : Sampe cekcok gitu
Pak Adam : Engga, ga pernah cekcok
Peneliti : Selalu mengutamakan keputusan kedua belah pihak gitu ya Pak.
Pak Adam : Heem heem iya ga ada, ga ada kalo kesal gitu, saya belum pernah
berantem gara-gara anak ini. Kan anaknya udah tau anak begini
Peneliti : Iya
Pak Adam : Udah
Peneliti : Iya
Pak Adam : Udah merasakan
Peneliti : Justru harusnya Bapak sama ibu
Pa Adam : Nah iya saling
Peneliti : Saling
Pak Adam : Iya saling
Peneliti : Bagaimana Bapak memberikan dukungan satu sama lain
membangun ketahanan keluarga Bapak misalnya Bapak meng-
omong kata-kata yang semangat, saling memberi dukungan
semangat ke ibu gimana Pak?
Pak Adam : Ya itu mah emang, dia juga kadang-kadang ngedukung lah ke saya
mendukung kaya kalo misalnya saya ke Jakarta yah saling
mendukung saya gini aja nitip kalo kata ke Jakarta saya anak jangan
sampai ada kata-kata atau apapun atau kah digampar itu ini saya
mohon gitu kalo udah ke Jakarta saya. Ga ada itu belum pernah saya
kalo ke Jakarta. Kadang-kadang kalo pulang itu anak Pak Pak sholat,
itu yang saya baca anak saya mah kalo di ditelfon di Jakarta. Sholat
Pak iya sholat. Kadang-kadang sedih bu kalau pas di Jakarta kan saya
dari Senin ke Pasar Impres, subuh di proyek Senen sampe subuh di
Jakarta pusat saya dagang, ga ada saya, itu, komunikasi sama istri.
Alhamdulillah lah
Peneliti : Biasanya bentuk dukungannya itu gimana sih Pak? Misalnya
ngingetin ke istri untuk saling bersyukur atau saling ngingetin satu
sama lain gitu Pak.
Pak Adam : Iya
228
Peneliti Kayak seperti itu atau gimana
Pak Adam : Iya, saling ini lah. Kita kan kadang-kadang kasian sama istri ya.
Anak ini ya sabar aja kata saya sama istri. Kadang-kadang kan lagi
masak kadang-kadang ga ada kan takutnya kan takunya kalo kemana
Peneliti : Iya
Pak Adam : Takut kemana, bingung anak itu mah ya. Kadanag-kadang ke
sawah, plangnya apa tuh itu tuh, padi, padi orang sampe pulang
dicabut-dicabut
Peneliti : Hahaha
Pak Adam : Dicabut ituh aduh itu kadang saya, kadang-kadang datang, saya
datangin sendiri
Peneliti : Minta maaf gitu
Pak Adam : Heem minta maaf lah, pas saya lagi di Jakarta, Pak sawah padi
orang di ini , cari lindung cari pluit, kampung, datang aja ini ini, kalo
mau diganti, ganti kata saya gitu aja. Ngerti ajalah anak begini kata
saya, ngerti, masa ga ngerti kata saya sama istri saya. Ga ada keluhan
istri saya. Alhamdulillah saling inilah saling cerita.
Peneliti : Apakah Bapak pernah punya perasan negatif gitu dalam diri Bapak
ketika menjalin hubungan dengan keluarga Bapak atau dengan orang
lain dengan kondisi Rifal yang
Pak Adam : Begini
Peneliti : Perasaan negatif gitu
Pak Adam : Oh iya ada aja
Peneliti : Misalnya segan dengan orang lain atau gimana Pak?
Pak Adam : Kadang-kadang begini ya, itu aja kadang-kadang kita kalau punya
hem ya Allah ya Rabbi, kalau anak saya semacam kaya anak orang
lain ya Allah ya Rabbi kata saya ini, biar ngaji ya allah ya Rabbi, gitu
aja. Istri saya gitu, sama. Punya itu, kalo anak-anaknya udah 12 tahun
umur, berarti anaknya ini anaknya udah SMP berarti kalo di
kampung liat orang gitu aja tapi menyadari lagi ama diri kita kalau
kita dikasih sama Allah berarti titipan dari-Nya gitu aja.
Peneliti : Berarti sudah mengenyampingkan perasaan itu ya Pak?
Pak Adam : Naah sudah.
229
Peneliti : Dengan cara bersyukur
Pak Adam : Bersyukur Allah memberikan kita anak sampe begini gitu.
Peneliti : Apakah Bapak sudah mmebangun hubungan yang positif antara
suami isteri atau dengan orang lain gitu dengan menjelaskan identitas
Bapak sebagai orang tua Rifal
Pak Adam : Kalo saya kan di Kampung Ciputat, kalo ada anak saya seandainya
mukul atau gimana lah, harus ngerti ya kadang-kadang ada yang
nggak ngerti pan Bu ya, kan anaknya tau sendiri anaknya itu mah aga
galak lah sedikit makanya sama saya disekolahin mudah-mudahan,
jauh-jauh ya dari sana, Cikidang sampe sini kan jauh jaraknya
jalannya juga beuh, kalo itu tebing- tebingnya juga, makanya udah
disampaikan warga masyarakat makanya ga ada, makanya belum
pernah lah anak ini sampe ribut orang tuanya ribut, ga ada masa ini.
Peneliti : Berarti hubungannya dengan istri udah baik?
Pak Adam : Udah
Peneliti : Dengan yang lain udah baik juga?
Pak Adam : Udah udah udah taulah bahwa ini paham bahwa anak saya oh
anaknya pa rt katanya
Peneliti : Iya
Pak Adam : Itu udah tau
Peneliti : Apakah Bapak sebagai orang tuanya Rifal pernah berbagi cerita gitu
cerita ke orang lain atau mencari dukungan semangat gitu ke orang
lain?
Pak Adam : Iya gitu
Peneliti : Pernah?
Pak Adam : Pernah saya gini, kalau kata saya, anak saya gini, tolonglah kasih
ini ini ini supaya tau kadang-kadang dia aja kan ya kalo main bola
diajak main bola kadang-kadang ini tolonglah, nanti juga kita ngerti
lah makanya suka dibawa-bawa tuh bu ya sama anak-anak di
kampung itu dibawa futsal gitu tolonglah kata saya. Supaya anak
saya ada cerah lah saling ini kata saya, oh iya kadang-kadang ga ini
bu anak-anak sekarang, baik lah udah. Itu udah dikasih kita unjukkan
pada masyarakat gitu biar tau
230
Peneliti : Tapi pernah ga bapa merasa kaya lagi sedih gitu pasti kan manusia
itu suka ada aja gitu kan rasa kaya ketika lagi sedihnya gitu namanya
juga manusia gitu
Pak Adam : Tentang anak
Peneliti : Heeh iya tapi terus bapa minta temen atau ustadz buat cerita buat
dengerin cerita bapa terus minta Bapak minta dukungan ke ustadz itu
atau temen Bapak pernah ga?
Pak Adam : Pernah saya, pernah habib malah. Kata habib , pas itu datang ke
pengajian. Pak kata habib, sabar. Mudah-mudahan ini anak Bapak
ngangkat nama Bapak ya amin Pak kata saya sampe ustadz eh habib
itu sama saya sampe inilah mudah-mudahan ini saya doain ya kata
saya Pak kadang-kadang sedih saya teh. Kan dikampung itu cuman
saya yang punya anak gitu, ya itu Pak dikasih di 28 27 b katanya
berarti anak Bapak yang paling nomor satu di sini
Peneliti : Iya
Pak Adam : Angkat jempol mudah-mudahan itu anak kata habib. Habib sama
ustadz-usatadz waktu itu kan suka disayang ya deket masjid gitu saya
suka biasanya kadang-kadang minta air gitu sama ustadznya biar ada
inilah kata saya Bapak Pak ustadz. Kadang-kadang gitu aja. Sama
ustadz habib gitu
Peneliti : Kaya doa gitu ya Pak
Pak Adam : Doa. Saya doa aja, tapi Alhamdulillah gitu ya dengan doa
darimanapun juga, satupun dari antara lima gitu satupun
Alhamdulillah tadi
Peneliti : Kalau misalnya dalam keluarga pasti selalu ada konflik ya Pak,
maksudnya konflik itu kan ga selalu negatif ya
Pak Adam : Iya
Peneliti : Pasti ada
Pak Adam : Pasti ada positifnya ya
Peneliti : Heeh gitu misal berdebat gitu selalu ada ya Pak dalam keluarga
Pak Adam : Selalu ada
Peneliti : Biasanya konflik seperti apa sih yang terjadi antra Bapak sama istri
Bapak dalam mengasuh anak?
231
Pak Adam : Oh itu
Peneliti : Atau mungkin dalam hal ekonomi juga bisa
Pak Adam : Bisa bisa bisa
Peneliti : Biasanya seperti apa Pak?
Pak Adam : Saya kadang-kadang begini bu, ya jelas aja ya kadang-kadang kalo
kita lagi mabok kan usaha ke usaha kalo lagi sepi dagangan kadang-
kadang istri juga ngomong kumaha jena, gimana katanya mau sakola
mau sakolah tapi usaha begini, tapi yang namanya usaha kata saya,
namanya rejeki dari Allah mah, memang segini, mudah-mudahan aja
kata saya jangan sampai kita masa depan kita kalau sekarang gini bu
ya, kita kan masalah ribut ada ada aja, masalah anak ini ada aja,
saudara kita juga, kan saudara kadang-kadang ga diajak tu anak, nah
ributnya di situ anak sama istri saya jadi kata saya udah aja bu, jangan
sampe ribut sama sodara soalnya sama adenya, jadi ga enak kali ya
anak anak ga bisa bego, ga bisa sekolah kan gaenak kata saya sabar
aja akhirnya ribut ributnya oh apa masalah ributnya sama sodara .
biarin aja kata saya mah ga ada ini, biarin aja. Mudah-mudahan anak
kita suatu saat maju ekonomi apapun anak kita walau begini mudah-
mudahan anak-anak itu si pada minjem duit sama anak saya itu. Ga
pernah ribut, gitu aja.
Peneliti : Jadi Bapak ngasih tau aja ke ibu buat yaudah biarin aja
Pak Adam : Heeh biarin aja
Peneliti : Kalau ibu juga gitu?
Pak Adam : Heeh.Gitu, sabar Sama aja. Belum pernah ribut sama tetangga,
sama saudara biarin aja, nanti aja liatin aja anak ini biar keliatan
orang nanti jadi orang lah kata saya kalau pernah di sini di kampung
kita gitu aja
Peneliti : Tapi kalau itu konfliknya kan dari luar ya Pak, dari sosial sekitar
Bapak, kalau dari Bapak sama istri Bapak sendiri pernah ga?
Pak Adam : Ga, belum pernah
Peneliti : Dalam segala
Pak Adam : Hal
Peneliti : Mengurus anak
232
Pak Adam : Anak itu, ekonomi belum pernah ribut.
Peneliti : Tapi kalau ribut kan mungkin engga, tapi kalau perdebatan yang
jalan keluarnya masih bingung nih dibawa kemana gitu pernah ga
Pak?
Pak Adam : Engga
Peneliti : Atau dalam hal apa gitu pernah ga Pak?
Pak Adam : Ga ga ga pernah. Belum belum pernah seribut itu masalah anak ini,
malah sayanglah walaupun dia ini ini Bapak jelek Bapak jelek sama
saya, baguss anak Bapak, jelekk
Peneliti : Kalau masalah antara Bapak dan ibu mungkin pernah ga misalnya
kenapa yang mengurus Bapak terus atau ibu terus atau hal-hal yang
lain lah, hal sekecil itu pernah ga?
Pak Adam : Gak
Peneliti : Engga..
Pak Adam : Gak, saya itu mah saling, ibu di rumah kan ada dagangan dikit-dikit,
untuk mendorong anak buat ongkos gitu kita kalau masak juga istri
saya suruh ke sini terus kan di rumah ga ada, bingung. Mending
itulah kerja sama saya berangkat, terkecuali saya dinas kamana yah
ibu kadang-kadang ke slb saling lah kalok kata saya
Peneliti : Berarti seringnya atau adanya dari masalah luar kelurga ya Pak
Pak Adam : Iya, kadang-kadang sakit kalau udah dari luar anak-anak desa bilang
kadang-kadang ini tapi sabar
Peneliti : Ga diambil hati ya pa ya
Pak Adam : Engga, udah ini aja, oh ini berarti anak kita sabar gitu aja
Peneliti : Kalo misalnya ada kaya seperti masalah barusan, biasanya antara
Bapak sama istri Bapak lebih unggul dalam menyelesaikan masalah
biasanya masalah itu siapa sih Pak
Pak Adam : Hem?
Peneliti : Yang lebih unggul dalam menyelesaikan masalah seperti kaya
sodara barusan
Pak Adam : Oh kadang-kadang saya tapi Alhamdulillah ya, damai gitu sama
istri ya, nurut lah. Biarin aja jangan sampai diambil hati namanya
juga kan kita lagi emosi gitu kan, lain-lain. Engga belum pernah
233
Peneliti : Jadi biasanya Bapak yang
Pak Adam : Saya yang ini
Peneliti : lebih ini
Pak Adam : saya lah, rasanya belum pernah lah ribut-ribut gitu, ribut-ribut
masalah ini. Selama punya anak lima tahun ini sekolah di sini,
Alhamdulillah ga ada keluhan ini, kalo berangkat ya berangkat aja
ngadoain aja yang pinter kadang-kadang suka sedih
Peneliti : iya pasti
Pak Adam : duh kata saya jauh-jauh dari sini, mudahan-mudahan kata saya saya
ada hikmahnya soalnya ibu sampe 28 sampe al-hikmah itu jauh-jauh
lah kita biarin kata saya, kan kampung ibu, jauh duh jalannya kalau
tau ya ibu
Peneliti : Cikidang Bapak? Cikidang
Pak Adam : Cilengo,
Peneliti : oh Cilengo
Pak Adam : Cilengonya jauh ka bawah. Kalo jalan itu aduuh masih batu
Peneliti : oh iya Pak, saya ada juga temen orang sana
Pak Adam : orang mana?
Peneliti : Orang Cilengo
Pak Adam : Oh cilengo
Pak Adam : Saya juga kan ini di Cilengo kerjaan di Ciputat tapi saya mah udah
pasti lah Ciputat tau namanya Cileleur namanya
Peneliti : Cileleur
Pak Adam : Jalan juga kalau ini kalau pa ujang kondisi jalan begini, makanya
kdang-kadang saya terlambat gitu kalo musim hujan
Peneliti : Takut?
Pak Adam : Takutnya tuh di jalan gitu
Peneliti : Iya
Pak Adam : Yang penting nyampe gitu
Peneliti : Heem, kalau Bapak sendiri pernah mengalami kecemasan gitu ga
Pak ketika mengasuh anak atau ketika
Pak Adam : Kecemasan?

234
Peneliti : Kecemasan itu kaya ketika pikiran yang terlalu berlebihan,
overthinking gitu pikiran yang takut anak kenapa-kenapa
Pak Adam : Ohiya
Peneliti : Atau gimana, atau stress gitu, pernah ga Pak?
Pak Adam : Tapi saya dipikir-pikir ga pernah engga gapernah
Peneliti : Ga pernah
Pak Adam : Tenang aja gitu pikiran tenang aja punya anak begini ada sekolah
berangkatin, kalau udah keluar juga engga ada, eh de juga ga ada. Ga
ada pikiran, mikirin apa lagi sama istri. Yang penting mah kita anak
satu-satunya ini, cumannn satu lagi sampai pun mana juga lah sampai
kuat saya, sakolahin aja mudah-mudahan masih SLB berdiri , sama
gurunya doain aja gurunya mudah-mudahan anak kita si panjang
umur
Peneliti : Iya
Pak Adam : Ngadoain aja di sini kita.
Peneliti : Bapak ini teh udah selesai pertanyaannya. Alhamdulillah.. Bapak
makasih banyak ya Pak
Pak Adam : Iya iya
Peneliti : Nanti kalau belum saya belum bisa kasih apa-apa nanti
Pak Adam : Iya iya
Peneliti : Kalau kesini lagi insyaAllah dapat rejeki bawa sesuatu ke Bapak ya
Pak Adam : Aamin aamiin Allahumma Aamiin iya mudah-mudahan, belum
pernah emang bantuan bantuan ini belum
Peneliti : Iya
Pak Adam : Dari kampung ini belum ga ada, anak ini saya
Peneliti : Iya
Pak Adam : Saya mah bener ya belum ada bpjs, bayaran sendiri, saya mah ga
ada, saya mah ga ada dari pemerintah
Peneliti : Oh.. ga dapat ban bansos itu Pak?
Pak Adam : Ga ada heran saya ngajuin ngajuin tapi ga ada bantuan anak saya
Peneliti : Waktu prosesnya ga diterima apa gimana?
Pak Adam : Tau..saya mah ngajuin-ngajuin belum
Peneliti : Gitu..
235
Pak Adam : Belum pernah ada anak ini nih di kampung beluman ada
Peneliti : Emang susah sih..
Pak Adam : Tapi tegar saya ga ada se si ah bantuan ga ada. Mudah-mudahan
gitu mah sama Allah
Pak Adam : Iya
Peneliti : Selalu ada ya Pak
Pak Ada : Selalu ada rejeki mah, bener ga ada , belum pernah ada bantuan
Peneliti : Bapak ke sekolah tiap hari apa Pak?
Pak Adam : Tiap hari Senin sama Rabu
Peneliti : Rabu iya. Senin depan insyaAllah saya ke sini lagi Pak
Pak Adam : Aamiin aamiin iya mudah-mudahan panjang umur, sehat selalu gitu
ya
Peneliti : Pak punten boleh minta nomor telepon Bapak sama istri Bapak?
Pak Adam : Boleh boleh
Peneliti : Kalau nomor telefon
Pak Adam : Bapak aja ya
Peneliti : Iya
Peneliti : Ayah Rifal.. oke hatur nuhun ya Pak
Pak Adam : Sami-sami, sami –sami
Peneliti : Semoga Rifalnya sehat selalu
Pak Adam : Aamiin aamiin

236
Transkip Wawancara Informan 9
Hari/Tanggal: Kamis, 2 Desember 2021

Lokasi: SLB Handayani – Jl. Raya Karangtengah No.126 Cibadak, Kabupaten


Sukabumi

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Bu Mita

Usia: 34 Tahun

Peneliti : sebelumnya ibu perkenalkan nama saya Olivia mahasiswa Telkom


University jurusan ilmu komunikasi
Bu Mita : dimana?
Peneliti : di Bandung, saat ini saya sedang mengerjakan skripsi tentang
bagaimana sih komunikasi orang tua dalam membangun ketahanan
keluarganya khususnya pada orang tua dengan anak disabilitas
intelektual. Kalau boleh ibu perkenalkan diri nama ibu siapa?
Bu Mita : nama saya Ibu Mita Rahmalia, anak saya Rosalia Bella Nanda
Peneliti : saat ini anak ibu kelas berapa?
Bu Mita : kelas 2 smp ya
Peneliti : umurnya berapa ibu?
Bu Mita : umurnya 16 tahun karena pas masuk nggak kayak di SD yah
umurnya lebih ini..
Peneliti : terlambat ya bu?
Bu Mita : iya
Peneliti : kalau ibu usia berapa?
Bu Mita : saya usia 34 tahun
Peneliti : pekerjaan ibu saat ini apa?
Bu Mita : ibu rumah tangga, cuma suka ngadain acara kayak ibu-ibu arisan
saya yang megangnya gitu
Peneliti : anak ibu dipanggilnya Bella?
Bu Mita : kadang Bella kadang ada yang panggilnya Bebey
Peneliti : kalau Bella berapa bersaudara ibu?
237
Bu Mita : empat bersaudara ya, pertama kakaknya, kedua Bella, yang ketiga
adiknya dua
Peneliti : emm, ibu bisa diceritain nggak komunikasi yang terjalin antara ibu
sama suami ibu dalam mengasuh Bella?
Bu Mita : alhamdulillah baik, pokoknya sangat baik aja
Peneliti : baiknya tuh gimana sih bu? Apakah saling pengertian atau..
Bu Mita : saling pengertian, pokoknya kalau ada apa-apa itu diutamakan Bella
dulu
Peneliti : jadi mengutamakan kondisi Bella gitu?
Bu Mita : iya
Peneliti : jadi saling ya bu
Bu Mita : iya saling membantu memahami, ada adiknya juga itu kayak
adiknya gitu pokoknya alhamdulillah lah adiknya kakaknya saling
membantu
Peneliti : jadi komunikasi yang terjalin antara ibu dan suami itu lebih ke
saling pengertian dan saling memahami kondisi anak ya bu?
Bu Mita : iya
Peneliti : nah biasanya apa aja sih yang ibu bicarakan sama suami terkait
anak?
Bu Mita : ya seperti ini aja ya kehidupan sehari-hari aja ngobrolnya gitu
Peneliti : kehidupan sehari harinya misalnya kayak gimana? Apakah
misalnya ngobrolin Bella sekolah kayak gimana udah bisa apa gitu?
Bu Mita : iya, paling gitu Bella sekarang udah bisa apa, alhamdulillah udah
bisa mandi sendiri pake baju sendiri kita kan lihat kondisi anak beda-
beda yah 16 tahun kalau disabilitas gitu tapi Bella alhamdulillah udah
bisa apa-apa sendiri
Peneliti : frekuensi ibu ngobrol sama suami ibu itu sering atau jarang?
Bu Mita : sering banget, kalau di rumah pasti sering banget, keadaan anak-
anak gimana atau dia pekerjaannya gimana pokoknya baik banget lah
Peneliti : kalau dalam hal membangun ketahanan keluarga ibu apa aja yang
diobrolin bu?
Bu Mita : misalnya kayak gimana?

238
Peneliti : misalnya kayak kan kondisi anak kita kayak gimana harusnya kita
begini.. gitu
Bu Mita : oh iya, kita harus lebih menjaga aja menjaga anak kalau misalnya
seperti kalau main harus tetep dijagain gitu takutnya maaf yah diejek
sama temennya gitu pokoknya saling aja
Peneliti : ketika Bella lahir di kehidupan ibu kan pasti ada prosesnya ya bu
ya, nah boleh diceritain nggak bu dari Bella lahir sampai sekarang?
Bu Mita : dari pertama lahir pun nggak kelihatan yah, pas kelihatannya pas
anak usia satu tahun aja kelihatannya teh kok belum bisa jalan terus
lemes ya tapi alhamdulillah sih semua keluarga menerima apa
adanya gitu karena itu titipan Allah yah, nggak sih nggak ada rasa
minder nggak pokoknya mah babari kalo Bahasa sundanya mah kita
the punya jimat lah gitu ceuk sundanya mah
Peneliti : jaminan surga ya bu?
Bu Mita : heem, jaminan surga
Peneliti : jadi dari Bella lahir nggak ada perasaan nge-down gitu ibunya?
Bu Mita : alhamdulillah nggak semua keluarga juga pas Bella nggak bisa jalan
juga inshaAllah pede semua keluarga juga inshaAllah Bella bisa
jalan pas bisa jalan itu 5 tahun tapi dengan usaha itu dengan
pengennya jalan itu usahanya sangat keras lah kayak ke tempat pijit
itu seminggu 2 kali gitu tapi rutin itu berapa tahun itu teh gitu
Peneliti : jadi ibu dari awal sudah tegar menerima keadaan gitu ya?
Bu Mita : iya
Peneliti : nah apa sih yang membantu ibu sampai bisa langsung tegar
menerima keadaan?
Bu Mita : ya karena ada keluarga yang sangat baik gitu jadi dukungan
keluarga gitu aja
Peneliti : ketika Bella lahir tindakan ibu apa saja yang sudah ibu lakukan
persiapannya gitu kayak tadi ibu bilang ikut pijat gitu atau ikut terapi
gitu?
Bu Mita : ikut, karena nggak tau pas lahir itu anaknya kayak anak yang lain
pas satu tahun aja perbedaannya orang lain jalan Bella belum ya
dengan cara itu diusahain dengan cara pijat gitu aja terapi kayak gitu
239
Peneliti : nah ketika memutuskan mau ikut pijat, terapi kayak gitu ibu
berkomunikasi dulu sama suami apa aja yang dilakuin?
Bu Mita : iya ngobrol dulu terus kita cari-cari tempat terapi yang bagus dan
tempat pijat yang bagus gitu
Peneliti : sekarang ibu ikut ini nggak kayak keagamaan pengajian kayak gitu?
Bu Mita : bellanya atau ibunya?
Peneliti : ibunya
Bu Mita : iya gitu we ikut sih kalo misalnya kita nggak ada kegiatan nganter
anak sekolah ya paling ikut pengajian kayak gitu pokoknya pas
waktu luang anak sekolah aja
Peneliti : nah ketika ibu ikut pengajian kayak gitu ada dampak tersendiri
nggak bu yang ibu dapetin misalnya kayak ada ceramah gitu buat ibu
jauh lebih kuat kayak gitu?
Bu Mita : iya kayak gitu jadi nggak ada beban sih hidup, jadi kita mah hidup
dalam keluarga itu harus selalu bersyukur yah nggak ada beban sama
sekali sih jalani apa adanya aja
Peneliti : tapi ibu ikut pengajian kayak gitu jadi ada dampak positifnya ya bu
Bu Mita : iya, jadi kita harus lebih bersabar kita harus bersyukur aja gitu
Peneliti : terus ibu suka ini juga nggak bu berbagi cerita ke tetangga, keluarga
ibu, saudara?
Bu Mita : kalau ke tetangga sih nggak pernah ya paling aja ke keluarga ya
soalnya kita kan nggak tau ya tetangga itu gimana gitunya, paling
nyaman itu keluarga tempat curhat mah
Peneliti : terus biasanya respon keluarga itu gimana saat ibu cerita?
Bu Mita : alhamdulillah baik langsung ngerespon baik aja
Peneliti : ngasih dukungan gitu ya bu?
Bu Mita : iya
Peneliti : kalau ibu ikut ini nggak bu komunitas atau grup, tadi ibu bilang ikut
arisan juga?
Bu Mita : iya
Peneliti : kalau ibu ikut arisan kayak gitu ada dampak positifnya nggak yang
ibu dapetin?

240
Bu Mita : ohh ya gini aja kan saya yang megangnya yah jadi hidup teh asa
gimana yah ceuk sundanya mah ah enjoy we gitu nggak ada beban
atau gimana sama lingkungan baik gitu
Peneliti : mungkin dengan ibu ikut pengajian dan arisan kayak begitu ibu juga
jadi nggak jenuh ya bu?
Bu Mita : tah itu nggak jenuh hidup teh kan kita punya anak paling kecil-kecil
ya kata orang teh ih capek apa gimana ah nggak, nggak ngerasa capek
dijalani apa adanya mah bersyukur aja
Peneliti : karena kalau ibunya sendiri sudah menerima ke anaknya juga jadi
enak ya bu?
Bu Mita : iya nggak jadi beban
Peneliti : apakah ibu sudah membangun komunikasi yang positif sebagai
orang tua dalam mengambil keputusan misalnya kalau ada masalah
tuh suka jujur nggak bu apakah saling terbuka sama suami?
Bu Mita : iya, kunci rumah tangga itu saling terbuka nggak ada tertutup walau
sekecil apapun
Peneliti : nah kalau ada masalah gitu kan dicari keputusannya ya bu jalan
keluarnya biasanya kalau ngambil keputusan itu dua belah pihak atau
salah satu aja bu?
Bu Mita : diambil dua belah pihak soalnya suami saya lebih tua bu jadi
bedanya juga 11 tahun yah jadi nggak usah curhat ke siapapun ke
suami juga asa ke orang tua we gitu
Peneliti : bagaimana sih ibu saling memberi dukungan satu sama lain dengan
suami ibu? Apakah misalnya dengan saling memberi rasa kasih
saying, bersyukur gitu
Bu Mita : iya itu we pertama keluarga itu harus penuh rasa kasih saying ya
saling menjaga, menghormati terus hidup itu penuh dengan
bersyukur aja
Peneliti : jadi percaya buat bangkit ya bu
Bu Mita : iya jadi nggak dijadiin beban sih hidup mah enjoy
Peneliti : ibu pernah nggak dapetin perasaan yang negative yang nggak enak
gitu ketika menjalin hubungan dengan orang lain?

241
Bu Mita : nggak, karena kan saya orangnya orang bisnis yah ekonomi jadi
harus apa ya.. harus akur gitu sama semua orang jadi nggak punya
pikiran negative ke orang harus punya hati bersih aja jadi kitanya
kalau positive mah enak ya nggak punya pikiran jelek kitanya atau
gimana gitu ah jadi hati bersih gimana sih yang penting mah orang
lain jangan nyentil kita aja
Peneliti : jadi nggak pernah dapat kata-kata yang nggak enak ya bu?
Bu Mita : nggak, alhamdulillah karena tetangga semua itu saudara jadi
lingkungannya kalau sundanya mah sabonoroyot
Peneliti : terus kalau ibu pernah nggak punya perasaan negatif dengan suami
ibu?
Bu Mita : nggak pernah
Peneliti : biasanya gimana cara ibu biar membangun perasaan yang terjalin
antara ibu dengan suami dengan saudara-saudara ibu hubungannya
baik gitu?
Bu Mita : yaa itu nya mah saling terbuka aja nggak ada yang ditutupi sekecil
apapun
Peneliti : apakah ibu sudah membangun hubungan yang positif dengan orang
lain dan menegaskan identitas ibu sebagai orang tua Bella
Bu Mita : semua nggak ada yang ditutupi, kan kita seperti punya adik, Bella
itu punya adik, gurunya Rahma adiknya Bella aja udah tau kalau
Rahma aitu punya kakak seperti Bella makanya kalau ada apa-apa
saya pentingin yang di sekolah Bella dulu, kita punya sekolah yang
di paud dede Ratu ditinggalkan gitu jadi kayak udah pada mandiri ya
gitu jadi kita yang diutamainnya Bella aja soalnya kenapa? Soalnya
takutnya kalo Bella kepengen pipis comtohnya takutnya pintunya
nggak ditutup atau gimana gitu, kita mentingin itu aja gitu
Peneliti : jadi sudah menegaskan identitas ibu ya sebagai orang tua Bella?
Bu Mita : iya iya jadi nggak ada yang ditutupi jadinya gurunya Ratu gurunya
Rahma adik-adiknya Bella itu udah pada tau semua jadi memahami
punya kakaknya gitu jadi orang tuanya nggak ada di sekolah teh enak
gitu

242
Peneliti : nah biasanya kan ibu tadi cerita ya suka berbagi cerita ke saudara-
saudara ibu, nah kalau ibu pernah nggak kan kalau hidup pasti ada
aja masalahnya walau cuma sedikit, biasanya ibu gimana sih mencari
dukungan ke orang lain tuh?
Bu Mita : nggak pernah sih, suka ini aja kalau ada masalah di keluarga suka
diselesaikan baik-baik contohnya kayak ayahnya lagi marah saya
yang salah saya diem gitu pokoknya saling aja, nggak dua-duanya
marah gitu
Peneliti : kalo terkait anak kalo soal Bella gitu ibu suka mencari dukungan
gitu nggak ke orang lain? biar ibu semangat lagi jadi tempat curhat
gitu?
Bu Mita : alhamdulillah sih karena lingkungannya baik yah nggak pernah
gimana-gimana paling ada temannya Bella seperti suka mengejek
pasti ada aja yah tapi saya suka kasih tau nggak boleh begitu ya ke
teteh Bella kasian gitu terus ke adik-adiknya suka gitu kalau ada yang
ini ke teteh Bebey kasih tau nggak boleh gitu, adik-adiknya juga suka
dikasih pengarahan jadi udah pada dewasa gitu
Peneliti : udah pada ngerti yaa.. jadi nggak ada ini ya bu paling suka cerita-
cerita aja nggak sampe kalau ada masalah nyari dukungan gitu
Bu Mita : alhamdulillah nggak ada masalah
Peneliti : biasanya konflik seperti apa sih yang biasanya terjadi antara suami
dan ibu dalam hal mengasuh Bella?
Bu Mita : alhamdulillah nggak pernah ada konflik soalnya pada ngerti, nggak
pernah sih hehe
Peneliti : kalau misalnya kayak Bella mungkin pernah sakit itu kan masalah
yaa konflik yang kecil juga mungkin gimana sih cara
menyelesaikannya?
Bu Mita : seperti kalau Bella sakit yae mm
Peneliti : iya atau mungkin ketika Bella mau terapi, Bella sekolah kan pasti
dipikirin matang-matang dulu yang terbaik nah biasanya itu gimana
sih bu cara menyelesaikannya dengan suami?
Bu Mita : kan tidak pernah ada masalah jadi bingung ya hehehe
Peneliti : nggak pernah sakit juga?
243
Bu Mita : kalau sakit ya diobatin nggak pernah ada konflik gimana kita nggak
alhamdulillah kalau Bella sakit ya obatin pokoknya intinya kerja
sama aja
Peneliti : ibu pernah nggak sih mengalami kecemasan atau mungkin rasa
sedih, stress, pikiran negatif kayak gitu?
Bu Mita : nggak asih cuma gini aja emm cemas mah selalu ada ya takutnya
diejek pas kita lagi nggak ada ya
Peneliti : biasanya kalau lagi cemas gitu apa yang ibu lakukan?
Bu Mita : nggak sih cuma gimana ya kita saudara semua lingkungannya
Peneliti : jadi ibu cemasnya kalau Bella di sekolah takut di ejek gitu atau
diluar?
Bu Mita : nggak sih, nggak ada rasa gitu sih jadi udah biasa
Peneliti : jadi cuma ketakutan dalam diri aja tapi nggak kejadian gitu?
Bu Mita : nggak, alhamdulillah selama ini baik
Peneliti : apakah ibu sudah memandang hidup ibu yang sekarang menjadi
bagian yang normal lagi?
Bu Mita : alhamdulillah asa normal we hidup teh, nggak ada beban perasaan
apa gitu normal aja kayak orang-orang biasa gitu yang tidak punya
anak seperti itu
Peneliti : jadi balik lagi ke yang cemas tadi itu, ibu kan bilang tadi suka ada
rasa cemas gitu takut diejek, ibu cari solusinya nggak buat
penyelesaiannya itu?
Bu Mita : nggak, alhamdulillah selama ini baik-baik aja
Peneliti : karena nggak kejadian ya bu? Tapi adalah rasa cemas gitu?
Bu Mita : iya takut diejek aja
Peneliti : ibu pertanyaanya sudah selesai, makasih ya bu udah luangin
waktunya buat di wawancara
Bu Mita : iya
Peneliti : paling mau minta nomor teleponnya ibu ya
Bu Mita : iya, jadi intinya mah keluarga kita mah hidupnya enjoy, keluarga
kita mah tenang alhamdulillah sama suami juga nggak ada rasa beban
punya anak gini teh, seperti kita mah nagihan arisan nggak gimana

244
soalnya lingkungannya saudara semua ah kayak nggak punya anak
gini we
Peneliti : iya berarti ibu sudah memandang hidup ibu normal lagi
Bu Mita : ah normal, nggak sugan gimana kita mah kalo ke sekolahan adiknya
kan kecil, anak empat yang paling kecil paud paling gini aja kita
dekatnya sama mamanya siapa titip ya kata dia nggak apa-apa karena
saling memahami sih udah pada tau kita punya anak gini, pokoknya
intinya mah adiknya Bella mah entos kumahanya udah tau gitu asa
kakaknya Bella we
Peneliti : suami ibu juga pengertian jadi ke ibunya juga jadi ada tempat
Bu Mita : kan saya mah orangnya nggak tertutup yah, malahan mah itu mah
Bella mah bapak tiri tapi baiknya lebih dari bapaknya sendiri beli
apa-apa awas buat Bella lupa
Peneliti : pengertian banget ayahnya ya
Bu Mita : kita mah bahagia
Peneliti : alhamdulillah ibu

245
Transkip Wawancara Informan 10

Hari/Tanggal: Kamis, 2 Desember 2021

Lokasi: Virtual Zoom

Observer: Olivia Alvira Aurellia

Informan: Pak Iwan

Usia: 49

Peneliti : Assalamualikum
Pak Iwan : waalaikumsalam
Peneliti : sebelumnya makasih ya pak sudah meluangkan waktunya untuk di
wawancara
Pak Iwan : iya, ayo mau wawancara apa?
Peneliti : sebelumnya saya perkenalkan diri dulu ya pak, nama saya Olivia
Alvira mahasiswa Telkom University jurusan ilmu komunikasi saat ini sedang
melakukan penelitian bagaimana komunikasi orang tua dalam membangun
ketahanan keluarganya khususnya pada orang tua dengan disabilitas intelektual gitu
ya pak. Kalau boleh tau nama bapak siapa?
Pak Iwan : Iwan Gunawan
Peneliti : bapak iwan saat ini usia berapa?
Pak Iwan : 45
Peneliti : pekerjaan saat ini apa pak?
Pak Iwan : security di PT. Cosmo
Peneliti : saat ini anak bapak sekolah kelas berapa di SLB Handayani?
Pak Iwan : kelas 2 SMP
Peneliti : kalua boleh tau nama anak bapak?
Pak Iwan : Surya Bella Ananda
Peneliti : umurnya berapa pak?
Pak Iwan : 16 tahun
Peneliti : nah pak boleh diceritain nggak pak bagaimana komunikasi yang
terjalin antara bapak dengan istri bapak sebagai sepasang suami istri
dalam mengasuh anak?

246
Pak Iwan : Alhamdulillah sampai sekarang baik-baik aja, nggak ada apa-apa
Peneliti : baik-baik aja itu maksudnya gimana pak?
Pak Iwan : biasa aja, menerima apa adanya
Peneliti : menerima keadaan gitu ya pak?
Pak Iwan : iya menerima keadaan, nggak apa-apa nggak jadi beban gitu
Peneliti : bapak sama istri bapak saling memahami kondisi satu sama lain
nggak dan memahami kondisi anak?
Pak Iwan : Saling memahami kata saya juga nggak apa ya, nggak masalah gitu
lah
Peneliti : apa aja sih yang biasanya bapak bicarakan Bersama istri bapak
tentang anak?
Pak Iwan : emm baik-baik aja dan semoga dia menjadi anak yang sukses ke
depannya
Peneliti : biasanya tentang apa sih pak kalau ngobrolin tentang Bella?
Pak Iwan : mudah-mudahan gimana ya kan dia nggak bisa ngomong ya
sekarang the nggak ngerti gitu, minta ke Allah itu supaya dia bisa
ngomong jadi anak yang pinter, yang namanya orang tua pasti
mendoakan yang bagus-bagus aja gitu
Peneliti : kalau sama istri bapaknya? Kan tadi yang bapak bilang lebih ke
harapan bapak ke depannya gitu ya?
Pak Iwan : iya
Peneliti : kalau yang bapak obrolin gitu misalnya keseharian bella atau
mungkin apa gitu pak? Apa aja yang biasanya bapak omongin sama
istri bapak?
Pak Iwan : nggak apa-apa sih nggak ngomongin apa-apa. Dijalani aja soalnya
kan anak buka Bella aja kan punya anak udah empat, jadi selain Bella
ada adik-adiknya ada kakaknya jadi yang penting anak berjalan
secara baik aja gitu normal
Peneliti : kalau ngobrolin soal Bella itu sering apa jarang sama istri bapak?
Pak Iwan : sering juga tiap hari
Peneliti : nah yang tiap hari diobrolin itu tentang apa pak? Kata bapak kan
sering ngobrol nah yang di obrolin itu tentang apa pak?

247
Pak Iwan : masalah sekolah aja, terus main, terus gimana ke depannya gitu
paling juga
Peneliti : Ketika Bella hadir kan ada proses penerimaannya ya pak ada
prosesnya gitu, boleh diceritain nggak proses penerimaan dalam diri
bapak, dari Bella lahir sampai sekarang?
Pak Iwan : nggak jadi beban sih, udah apa yaa.. menerima apa adanya gitu
Peneliti : langsung menerima gitu pak?
Pak Iwan : iya menerima aja itu mungkin takdir dari Allah
Peneliti : kalau boleh tau Bella ini di diagnosisnya apa ya pak?
Pak Iwan : down syndrome yah
Peneliti : Kan tadi bapak bilang Ketika Bella lahir langsung menerima tanpa
beban gitu ya, nah yang membantu bapak dalam menerima keadaan
tersebut siapa sih pak? Apakah keluarga, teman, atau saudara?
Pak Iwan : semuanya, teman saudara pada baik lagian nomor satu kan istri, istri
bapak jadi apa ya menerima apa adanya gitu istri juga, jadi nggak
gini lah pas lahir oh gimana-gimana nggak, gimana aja ini yang
terbaik kan, Allah ngasih semuanya ini pasti ada hikmahnya yang
terbaik kan
Peneliti : nah waktu Bella hadir tindakan apa sih yang bapak lakukan? Kayak
misal ikut terapi kah atau sekolahnya gimana?
Pak Iwan : di sekolahin biar dia ngerti, kan pertamanya itu di urut dulu kan dia
nggak bisa jalan di urut dulu, gimana sih kayak anak gitu, sayang, ke
anak yang itu, ke Bella, ke adik-adiknya disamain nggak ada yang
berbeda
Peneliti : kalau urut itu sama dengan terapi nggak pak?
Pak Iwan : sama dengan terapi
Peneliti : Ketika mau di terapi mau sekolah itu diobrolin sama istri nggak
pak?
Pak Iwan : iya atuh, nggak jadi beban sih ah enjoy aja, anggap aja kayak normal
aja gitu, nggak gini sekarang juga nggak jadi beban gitu soalnya gini
anak normal ada anak gitu ada jadi mungkin anaknya gitu satu jadi
beban, jadi udah punya anak empat jadi yang tiga pada pinter-pinter
Peneliti : nah bapak ikut kayak kajian keagamaan atau pengajian gitu?
248
Pak Iwan : kalau bapak nggak kerja mah ikutan
Peneliti : berarti saat ini belum ya pak?
Pak Iwan : nggak
Peneliti : kalau bapak suka cerita gitu nggak ke keluarga terdekat atau teman-
teman tentang Bella
Pak Iwan : ah udah pada tau sih, nggak ada yang ditutupin nggak jadi beban
kata bapak juga di lingkungan pekerjaan juga udah pada tau teman-
teman bapak, bapak punya anak Bella gitu
Peneliti : jadi bapak sendiri jarang cerita ke orang karena udah pada tau gitu?
Pak Iwan : oh suka, suka cerita
Peneliti : nah biasanya yang diceritain tentang apa pak?
Pak Iwan : ah jadi lucunya dia aja
Peneliti : lucunya Bella gitu ya pak?
Pak Iwan : iya, sekarang juga dia lagi main nggak ada
Peneliti : iya, apakah bapak sudah membuat komunikasi yang positif sebagai
orang tua dalam mengambil keputusan di dalam keluarga?
Maksudnya komunikasi yang positif itu selalu mengutamakan kedua
belah pihak atau salah satu saja yang dominan?
Pak Iwan : diambil berdua, suka diskusi sama istri
Peneliti : kalau kayak ngobrolin sesuatu gitu saling terbuka nggak pak satu
sama lain?
Pak Iwan : iya dong saling terbuka, harus itu mah
Peneliti : gimana sih bapak dengan istri saling memberi dukungan untuk
membangun ketahanan keluarga bapak?
Pak Iwan : sering komunikasi, sering ngobrol lah jadi gimana yah.. kita mah
nggak ada yang ditutupi masalah sekecil apapun suka ngobrol sama
istri sampai hal kayak gaji aja saya mah terbuka
Peneliti : hehe iya pak, nah kalau bapak pernah nggak sih dapat perasaan yang
negatif yang nggak enak dari luar dari teman-teman atau saudara
bapak gitu omongan yang nggak enak gitu?
Pak Iwan : nggak, belum pernah
Peneliti : kalau dalam diri bapak pernah nggak ada perasaan sedih, takut,
cemas mungkin?
249
Pak Iwan : nggak, lagi senang, bahagia bapak mah
Peneliti : jadi nggak pernah punya rasa sedih gitu ya pak?
Pak Iwan : nggak, bahagia terus
Peneliti : kalau bapak sendiri sudah membangun hubungan yang baik dan
positif belum dengan orang lain dan menegaskan identitas bapak
sebagai orang tua Bella?
Pak Iwan : Sudah
Peneliti : kalau bapak pernah nggak mencari dukungan kayak misal mencari
dukungan semnagat ke orang lain
Pak Iwan : nggak, karena emang udah semangat
Peneliti : biasanya konflik apa sih yang suka terjadi anatara bapak sama ibu
dalam mengasuh Bella?
Pak Iwan : nggak, nggak ada
Peneliti : misalnya kayak mau memutuskan mau sekolah itu juga kan konflik
yang kecil yang harus dicari jalan keluarnya
Pak Iwan : nggak, itu mah kan udah ada jatahnya buat Bella buat ini buat ini
udah ada
Peneliti : mungkin kalau Bella lagi sakit gitu?
Pak Iwan : kan ke dokter aja, kan udah ada BPJS nya
Peneliti : jadi jarang ada konflik ya pak?
Pak Iwan : iya jarang, nggak pokoknya mah
Peneliti : kalau misalnya kayak ikut sekolah ikut terapi kayak gitu siapa yang
lebih unggul buat memutuskan sekolah disini gitu?
Pak Iwan : dua-duanya
Peneliti : satu lagi nih pak, bapak pernah punya rasa kecemasan, pikiran
negatif, stress gitu dalam mengasuh anak?
Pak Iwan : nggak ada sih normal
Peneliti : berarti bapak saat ini sudah memandang perubahan hidup sebagai
bagian yang normal lagi ya pak?
Pak Iwan : iya, senang pokoknya
Penelit : bapak pertanyaannya sudah selesai, terimakasih banyak sudah mau
di wawancara dan meluangkan waktunya ya pak
Pak Iwan : iya
250
Peneliti : mau pamit dulu ya, ditutup ya
Pak Iwan : iya assalamuailkum
Peneliti : waalaikumsalam

251
Lampiran 3 Dokumentasi Wawancara

252
253

Anda mungkin juga menyukai