Anda di halaman 1dari 15

PELAKSANAAN KONSELING MULTIBUDAYA DI SMPN 4 PARE

LAPORAN OBSERVASI

Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada


mata kuliah Sosioantropologi BK

OLEH:

RONANDA FATUR RAMADHAN


2014010051

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat TUHAN YME yang senantiasa melimpahkan


rahmat dan hidayah-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan laporan observasi yang berjudul
“PELAKSANAAN KONSELING MULTIBUDAYA DI SMPN 4 PARE”.

Laporan observasi ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan, baik
berupa inspirasi dan motivasi dari berbagai pihak. Terimakasih saya haturkan kepada yang
terhormat:

1. Bapak Dr. Zainal Afandi, M.Pd selaku Rektor Universitas Nusantara PGRI Kediri.
2. Ibu Dr. Mumun Nurmilawati, M.Pd selaku Dekan FKIP Universitas Nusantara PGRI
Kediri.
3. Bapak Galang Surya Gumilang, M.Pd selaku Kaprodi BK Universitas Nusantara
PGRI Kediri sekaligus dosen Pembina mata kuliah Sosioantropologi BK.
4. Serta pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Harapan saya, laporan observasi ini dapat digunakan sebagai syarat untuk kelulusan mata
kuliah Sosioantropologi BK.

Saya menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada laporan observasi ini.
Karena itu, Saya mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan dan
penyempurnaan laporan observasi ini.

Kediri, 27 Desember 2022

Ronanda Fatur Ramadhan


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang penting untuk membentuk sebuah individu
yang lebih baik, lebih pintar dan lebih pandai dari sebelumnya. Baik pendidikan di
sekolah, keluarga, maupun di masyarakat. Dengan pendidikan yang baik, maka individu
bisa memberikan kontribusi terhadap kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat sekitar,
maupun negara. Maka dari itu pendidikan harus diterapkan sedari dini.
Seiring semakin berkembangnya zaman, nilai-nilai luhur semakin hilang dari
dalam diri individu, tidak menutup kemungkinan diri seorang konselor. Jika dikaitkan
dengan pentingnya keberadaan Bimbingan dan Konseling saat ini, konselor mempunyai
tempat yang penting sebagai praktisi di lapangan. Dimana nantinya konselor tersebut baik
dalam kehidupan pribadi sosialnya atau saat pemberian layanan BK baik di sekolah
maupun di luar sekolah membawa nilai-nilai luhur. Selain itu, seorang konselor sangat
penting memiliki wawasan multibudaya dalam praktik konseling.

Di Indonesia, cerminan pendidikan sangat lah tertinggal. Apalagi dapat kita lihat,
terutama di daerah pedalaman serta indonesia timur. Tidak hanya dari segi rendahnya
manusia yang berpartisipasi tapi juga rendahnya kualitas pendidikan. Dimulai dari tidak
layaknya gedung sekolah, fasilitas pendidikan yang kurang memadai, sampai sulitnya
akses jalan menuju gedung sekolah tersebut. Permasalahan kelayakan fasilitas pendidikan
di Indonesia ini sebenarnya bukan lagi hal yang baru pada era modernisasi ini. Bahkan
memasuki awal tahun 2020 disaat pandemic covid-19 menyerang, semua aib pendidikan
di negeri ini seakan ikut terungkap. Dimulai dari kurangnya kemampuan guru mengakses
fasilitas internet, sampai kurangnya fasilitas penunjang untuk mendukung pendidikan
secara WFH. Banyak siswa/siswi yang tidak memiliki fasilitas seperti HP maupun Laptop
untuk mendukung program pemerintah di era modernisasi ini. Jika dilihat dan diamati,
tidak hanya siswa yang tertinggal, tetapi tenaga pendidik juga banyak yang tertinggal
akan program pemerintah ini. Jika diamati kembali secara detail dan dilihat dari hasil
observasi, banyak siswa/siswi yang malah mempergunakan akses fasilitas internet
tersebut tidak diperuntukkan untuk pendidikan mereka, malah banyak diperuntukan untuk
kegiatan menyimpang pada era modernisasi ini, tentu saja hal itu akan merusak pikiran,
pergaulan, merosotnya prestasi siswa, dan merusak Kultur Budaya mereka utamanya.

Konseling diperlukan karena dengan adanya perubahan dan perkembangan zaman


yang yang tengah terjadi di masyarakat, manusia dituntut untuk mampu
memperkembangkan dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat dan untuk itu memang
manusia telah dilengkapi dengan berbagai potensi, baik potensi yang berkenaan dengan
keindahan dan ketinggian derajat kemanusiaannya, yang memungkinkannya untuk
memenuhi tuntutan masyarakat tersebut. Pemenuhan terhadap tuntutan perkembangan
masyarakat sekaligus memerlukan pengembangan individu warga masyarakat secara
serasi, selaras dan seimbang (Prayitno & Amti, 1999: 25).
Interaksi multibudaya di sekolah di satu sisi merupakan kesempatan baik bagi
anak untuk mempelajari budaya orang lain, dan sisi lain interaksi antar individu yang
berbeda budaya dapat menimbulkan bias dan konflik, mengabaikan atau menolak
budaya orang lain (Santrock, 2007). Ahkir-ahkir ini fenomena konflik antar budaya
mulai muncul di sekolah seperti konflik antar kelas, dan perkelahian antar sekolah. Oleh
karena itu, untuk menghindari konflik yang terjadi di sekolah sebagai akibat multibudaya,
di sekolah harus dibangun kesadaran multibudaya bagi anak-anak agar mereka dapat
menerima, menghargai dan melestarikan budaya mereka sendiri dan menerima,
menghadapi dengan respek kultur atau budaya orang lain. Sekolah harus membantu
anak-anak belajar prinsip-prinsip mendasar tentang keberagaman budaya (Sustiawati, N.
L. 2011; Nurhayati, A. 2011; Sintiawati, T. 2016), kritis menilai dan merespon terhadap
pengalaman hidup dalam masyarakat multibudaya, membantu anak belajar
keterampilan sosial, menunjukkan respek terhadap perbedaan etnik, keyakinan, dan
belajar mengerti nilai-nilai yang berlaku secara universal seperti kebersamaan, tolerensi,
kedamaian, kebebasan dalam kelompok multibudaya.
Budaya memiliki dimensi yang luas dan kompleks (Yuliarmi, N. N. 2011;
Rahim,M.,Tahir, M., & Rumbia, W. A. 2014; Mohammad Adib, D., & Bambang
Nugrohadi, D. 1992) yang berhubungan dengan segala hasil daya kreasi manusia. Oleh
karena itu, sukar untuk merumuskan pengertian budaya yang dapat melingkupi semua
aspek budaya. Kuncaraningrat (dalam Ismael, 2004) mengatakan bahwa kebudayaan
berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu budhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang
berarti budi atau akal. Budaya juga dipandang sebagai seperangkat nilai, keyakinan,
harapan, dan karakteristik tingkah laku dari suatu kelompok yang menyediakan anggota
dengan norma, perencanaan, dan aturan untuk hidup sosial (Elliot, 1996; Glading, dalam
Erfort, 2004).

B. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari obsevasari yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses
pemberian Teori Konseling Multibudaya dan pendalaman mengenai Konseling
Multibudaya bagi peneliti di sekolah.

C. Manfaat Observasi
 Untuk meningkatkan kualitas pendidikan konseling multibudaya di masa yang
akan datang
 Untuk motivasi menjadi calon seorang guru bimbingan konseling yang kreatif dan
inovatif
 Untuk menambah wawasan saya mengenai konseling multibudaya sebagai calon
guru
BAB II
ANALISIS SITUASI

A. Paparan Kegiatan
 PERSIAPAN
Sebelum melaksanakan observasi pembelajaran yang terlaksana pada bulan desember
terhadap salah satu guru bk di SMPN 4 PARE setiap mahasiswa mendapatkan pembekalan
yang bertujuan untuk memberi gambaran kepada mahasiswa mengenai kegiatan observasi
dengan mengikuti pembekalan diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan Praktik
Pengalaman Lapangan dengan hasil yang baik.
 PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan observasi dilaksanakan di SMPN 4 PARE yang berlangsung dari
tanggal 27 desember sampai dengan 28 desember 2022.
B. Kajian Teori
Konseling multikultural dikenal juga dengan konseling lintas budaya mempunyai arti
suatu hubungan konseling yang terdiri dari dua peserta atau lebih, berbeda dalam latar
belakang budaya, nilai-nilai dan gaya hidup (Sue dkk, dalam Nugraha, 2012:7). Definisi yang
dikemukakan di atas telah memberikan definisi konseling multikultural secara luas dan
menyeluruh. Konseling multikultural melibatkan koselor (pemberi penyuluh) dan konseli
(individu yang menerima penyuluhan atau klien) yang berasal dari latar belakang yang
berbeda. Oleh karena itu, konselor perlu menyadari dan peka akan nilai-nilai yang berlaku
secara umum. Konseling multikultural tentunya menuntut kedua belah pihak untuk
memahami budaya dari keduanya. Untuk menjalankan konseling multikultural yang efektif
seorang konselor mempunyai ciri atau karakteristik. Karakteristik yang dimiliki konselor
multikultural: mempunyai kesadaran budaya, paham karakteristik konseling secara umum,
menunjukkan empati budaya dan sebagainya. Adanya keragaman budaya merupakan realitas
hidup, yang tidak dapat dimungkiri mempengaruhi perilaku individu dan seluruh aktivitas
manusia, yang termasuk di dalamnya adalah aktivitas konseling. Karena itu, dalam
melakukan konseling, sangat penting untuk mempertimbangkan budaya yang ada. Namun,
dalam kenyataannya, kesadaran budaya dalam konseling multi budaya masih sangat kurang.
Konselor dalam suatu wilayah multibudaya perlu memiliki kompetensi multibudaya agar
dapat melayani klien-klien multibudaya. Kompetensi konseling multikultural meliputi
sikap/keyakinan, pengetahuan dan keterampilan konselor untuk bekerja dengan klien dalam
berbagai kelompok budaya yang luas (Arrenando, 1999; Sue, Arrenando, and McDavis,
1992).
Konselor yang kompeten secara multibudaya memiliki keterampilan yang berguna untuk
bekerja secara efektif dengan klien yang berasal dari berbagai latar belakang etnik/budaya
(Sue, Arredondo, & McDavs, 1992). Supaya konselor sukses melaksanakan konseling
dengan individu dari berbagai budaya, konselor perlu mengenal fungsi ras, kultur, dan
keeknikan dan setiap individu dan tidak hanya terbatas pada minoritas (Sue & Sue, dalam
Sue, Arrenando, and McDavis, 1992). Sue et al (1996) mengembangkan kerangka kerja
konseptual kompetensi konselor untuk konseling multibudaya, yaitu: Pertama meliputi
sikap, keyakinan konselor tentang ras, budaya, etnik, gender, dan oritenasi seksual. Konselor
yang memiliki kompetensi budaya menunjukkan kapasitas untuk memonitor bias personal,
memiliki pandangan positif terhadap keanekaragaman budaya, dan mengerti bagaimana
suatu bias dapat mempengaruhi pelayanan bantuan konseling yang efektif. Kedua mengenal
bahwa kompetensi budaya memerlukan konselor memiliki padangan dirinya yang luas.
Petangkat ketiga, meliputi kapasitas untuk memanfaatkan keterampilan` asesmen secara
efektif, teknik intervensi, dan strategi yang berguna dalam membantu klien yang berasal dari
berbagai budaya (Sue, et. all, 1996).
Salah satu tugas konselor di sekolah multibudaya adalah mengembangkan kesadaran
multibudaya dan membantu anak-anak yang mengalami masalah dalam belajar karena
hambatan budaya. Konselor harus secara aktif dalam mempelajari dan merespon berbagai
persoalan budaya yang menghambat proses pendidikan atau belajar anak-anak. Konselor
sekolah perlu mengidnetifikasi berbagai persoalan multibudaya yang terjadi di sekolah, dan
merancang berbagai program konseling untuk mengatasi berbagai persoalan budaya dan
program pengembangan kesadaran budaya anak-anak; menunjukkan respek terhadap budaya
mereka sendiri dan respek dan toleransi terhadap keberagaman budaya di sekolah. Dalam
merancang program konseling, konselor sekolah harus mempertimbangkan hal berikut:
(a) strategi untuk meningkatkan kesensitifan dan kesadaran siswa terhadap perbedaan
budaya,
(b) keterampilan konsultasi untuk mengidentifikasi faktor-fakor sikap dan kebijakan yang
menghambat proses belajar dari siswa yang berbeda budaya,
(c) pendekatan yang menjamin semua siswa diterima dan direspek dan terpenuhinya
semua kebutuhan siswa, dan
(d) intervensi konseling yang mengoptimalkan potensi siswa (ASCA, 1999).
Karakteristik konselor multibudaya menurut Hays & Erford (2010:30) menyatakan
bahwa konselor yang peka adalah konselor yang mengerti dan paham terhadap perbedaan
dan keberagaman budaya pribadi konselor dan konseli yang dihadapi dalam layanan
konseling. Dalam pelak- sanaan konseling multikultural, konselor harus mempunyai
karakteristik yang dipersyaratkan. Dari berbagai sumber dapat digambarkan bahwa konselor
multibudaya harus memiliki karakteristik:
(1) kesadaran terhadap nilai-nilai pribadi yang dimilikinya dan asumsi asumsi terbaru
tentang perilaku manusia;
(2) kesadaran memiliki nilai nilai sendiri yang harus dijunjung tinggi;
(3) menerima nilai-nilai yang berbeda dari klien dan mempelajarinya;
(4) kesadaran terhadap karakteristik konseling secara umum;
(5) kesadaran terhadap kaidah-kaidah dalam melaksanakan konseling;
(6) mengetahui pengaruh kesukuan dan perhatian terha- dap lingkungannya;
(7) tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi menghambat proses konseling;
(8) tidak boleh men- dorong klien untuk dapat memahami budaya dan nilai-nilai
yang dimiliki konselor.
Dari gambaran karakteristik tersebut bias disimpulkan bahwa konselor multibudaya
harus sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan asumsi-asumsi terbaru tentang
prilaku manusia. Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai sendiri yang dijunjung tinggi
dan akan terus dipertahankan. Di sisi lain konselor juga menyadari bahwa klien memiliki
nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya dan sebagai suatu konsekwensi dari
tugasnya pula sebagai konselor maka konselor multikultural sadar terhadap karateristik
konseling secara umum. Dalam hal ini konselor memiliki pemahaman yang cukup mengenai
konseling secara umum sehingga akan membantunya dalam melaksanakan konseling.
C. Kerangka Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan kompetensi multibudaya konselor sekolah perlu melakukan usaha-
usaha antara lain:
(a) meningkatkan kesadaran terhadap budaya sendiri dan budaya orang lain melalui
membaca artikel, buku-buku, aktivities, refleksi, dan pengalaman,
(b) meningkatkan kesadaran dan bekerja menghilangkan gangguan pribadi untuk
melaksanakan konseling multibudaya yang efektif di sekolah,
(c) menghindari hambatan streotipe untuk konseling dengan siswa dari kelompok budaya
khusus,
(d) menunjukkan penguasaan terhadap pendekatan konseling invididual dan kelompok
dan teknik evaluasi yang sesuai kebutuhan individual siswa dari berbagai budaya atau etnis,
(e) memberikan respek dan sokongan terhadap semua siswa,
(f) memahami gangguan stress yang dialami siswa dari budaya, termasuk
perkembangan identitas, harga diri, pandangan terhadap kehidupan, nlai, isolasi sosial,
praduga, perlawanan, kesempatan dan diskriminasi,
(g) mengerti cara-cara khusus ras, etnik, dan budaya dapat mempengaruhi akademik,
karir, dan perkebangan sosial`/pribadi sisiswa,
(h) merumuskan berbagai bentuk bantuan yang didasarkan pada kebutuhan siswa,
(i) menyediakan sumber belajar untuk siswa dari berbagai budaya atau etnik,
(j) menghasilkan program sekolah yang luas dan kesempatan pengembangan staf dan
masyarakat sekolah dan refleksi dari populasi yang beragam (Sciarra, 2008).
Dalam dunia pendidikan, konselor maupun guru yang melakukan konseling
mempertimbangakan aspek budaya siswa yang berbeda harus mengetahui pengaruh
kesukuan dan mereka mempunyai perhatian terhadap lingkungannya dan konselor dalam
tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk menghambat proses
konseling.terutama yang berkaitan dengan nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh
suku agama tertentu. Dengan pemahaman pada klien konselor multikultural tidak boleh
men- dorong klien untuk dapat memahami budaya dan nilai-nilai yang dimiliki konselor. Ada
aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor karena konselor mempunyai kode etik
konseling yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak boleh memaksakan
kehendaknya kepada klien.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Interaksi multibudaya di sekolah di satu sisi merupakan kesempatan baik bagi
anak untuk mempelajari budaya orang lain, dan sisi lain interaksi antar individu yang
berbeda budaya dapat menimbulkan bias dan konflik, mengabaikan atau menolak budaya
orang lain (Santrock, 2007). Konselor harus secara aktif dalam mempelajari dan
merespon berbagai persoalan budaya yang menghambat proses pendidikan atau belajar
anak-anak. Karakteristik konselor multibudaya menurut Hays & Erford (2010:30)
menyatakan bahwa konselor yang peka adalah konselor yang mengerti dan paham
terhadap perbedaan dan keberagaman budaya pribadi konselor dan konseli yang dihadapi
dalam layanan konseling. Dalam dunia pendidikan, konselor maupun guru yang
melakukan konseling mempertimbangakan aspek budaya siswa yang berbeda harus
mengetahui pengaruh kesukuan dan mereka mempunyai perhatian terhadap
lingkungannya dan konselor dalam tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang
berpotensi untuk menghambat proses konseling.terutama yang berkaitan dengan nilai,
norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu. Dengan pemahaman pada
klien konselor multikultural tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami budaya
dan nilai-nilai yang dimiliki konselor.
B. Saran
Dalam melakukan proses konseling multibudaya, konselor sekolah prosfesional
harus mempertimbangkan secara matang bahasa, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, kelas
sosial, tingkat alkuturasi, ras, dan keeknikan siswa dan menggunakan pelayanan dan
teknik konseling yang konsisten dengan nilai-nilai budaya klien. Tujuan konseling
multibudaya di sekolah adalah untuk membantu siswa-siswa dari berbagai latar belakang
budaya agar dapat berkembang dalam suasana multibudaya, menunjukkan identitas dan
respek terhadap budaya mereka sendiri dan respek terhadap budaya orang lain, memiliki
rasa sensitif, meningkatkan kesensitifan dan kesadaran siswa terhadap perbedaan
budaya, seseorang berbeda secara budaya, dan meningkatkan iklim sekolah dan
masyarakat, diterima dan direspek dan semua kebutuhan siswa ditemukan, dan
intervensi konseling yang memaksimalkan potensi siswa.
DAFTAR PUSTAKA

https://eprints.uny.ac.id/7779/3/BAB%202%20-%2008110241018.pdf
https://www.merdeka.com/jatim/pengertian-budaya-menurut-pandangan-para-ahli-jangan-sampai-
keliru-kln.html
http://eprints.uny.ac.id/18223/3/BAB%20II.pdf
https://www.gramedia.com/literasi/budaya/
http://repository.upi.edu/29196/4/D_PPB_1007040_Chapter1.pdf

https://Erlamsyah, E. (2018, October). Konseling Multibudaya di Sekolah. In Seminar Konseling


2017. Fakultas Ilmu Pendidikan UNP.
https://Elizar, E. (2018). Urgensi Konseling Multikultural Di Sekolah. Edukasi Lingua
Sastra, 16(2), 13-22.
https://Guru, S. D., & Indonesia, S. B. J. T. MeMahaMi Perbedaan Sebagai Sarana KonSeling
lintaS budaya.
https://Mufidah, E. F. (2021). STUDI KASUS PRASANGKA DALAM PRAKTEK KONSELING
MULTIBUDAYA MAHASISWA BK. Jurnal Fokus Konseling, 7(2), 62-68.
https://Setyaputri, N. Y. (2017). Karakter ideal konselor multibudaya berdasarkan nilai luhur
semar. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling, 2(2), 58-65.
DOKUMENTASI
PEDOMAN OBSERVASI
MATA KULIAH SOSIOANTROPOLOGI BK
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

Nama Titik Candranita Rohanna Mayasari, S.Pd.


Kelas -
Umur 26
Alamat Dsn. Tegalrejo, Ds. Langenharjo, Kec. Plemahan, Kab.
Kediri
Jenis Kelamin Perempuan
Hari/tanggal Selasa, 27 Desember 2022
Nama Pengamat Ronanda Fatur Ramadhan

Petunjuk:

Observasi salah satu konselor di sekolah yang melakukan layanan konseling multibudaya dengan
konseli. Identifikasi beragam aspek sesuai rubrik penilaian berikut.

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang konseling multibudaya?


Pemahaman tentang warisan budaya setiap individu, identitas etnis, adanya ketidakadilan,
rasis dan stereotip, adanya perbedaan gaya komunikasi serta karakteristik konseling
konvensional.
2. Bagaimanakah proses pelaksanaan konseling multibudaya di sekolah Bapak/Ibu?
Untuk pelaksanaan konseling multibudaya di sekolah ini itu dengan cara Pertama, pendekatan
universal atau etik yang menekankan inklusivitas, komonalitas atau keuniversalan kelompok-
kelompok.
Kedua, pendekatan emik (kekhususanbudaya) yang menyoroti karakteristik-karakteristik khas
dari populasi-populasi spesifik dan kebutuhan-kebutuhan konseling khusus mereka.
Ketiga, pendekatan inklusif atau transcultural
Jadi kita sebagai guru BK juga harus melihat latar belakang budaya dari konseli, supaya kita
juga bisa membedakan langkah apa saja yang harus kita lakukan dan kita ambil saat
melakukan konseling multibudaya tersebut.
3. Layanan apa saja yang Bapak/Ibu berikan saat proses konseling multibudaya
berlangsung?
Untuk layanan yang saya berikan pada saat konseling Multibudaya adalah layanan konseling
kelompok
4. Bagaimanakah kondisi siswa sebelum pelaksanaan konseling multibudaya?
Siswa terkadang bingung harus berbuat apa pada sat proses konseling kelompok tersebut
berlangsung
5. Dimana biasanya Bapak/Ibu memberikan layanan konseling multibudaya?
Kalau di SMPN 4 PARE ini ada banyak tempat mas, biasanya yang saya pakai itu di Gasebo
depan taman sama di kelas. Soalnya kalau kita pangil di ke ruang BK, terkadang pemikiran
siswa itu pasti beranggapan bahwa mereka itu punya masalah, dan juga kebetulan untuk ruang
BK kita kecil, jadi tidak efisien untuk berkumpul di adakan konseling kelompok
6. Bagaimana jika konseli tidak cocok dengan latar belakang budaya dari Bapak/Ibu saat
proses konseling multibudaya?
Kalau untuk latar belakang saya, saya juga harus bisa menyikapi akan perbedaan itu, soalnya
disini kan saya sebagai guru BK, sebagai konselor mereka, jadi ya harus menerima apa
jawaban dari semua siswa tersebut, dan harus bersikap lebih dewasa lagi akan perbedaan
tersebut
7. Apakah Bapak/Ibu merasa canggung saat proses konseling multibudaya?
Kalau rasa canggung itu pasti ada ya mas, soalnya kan takutnya itu pendapat saya itu beda
dengan pendapat mereka atau perbedaan pendapat antara mereka sendiri
8. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengatasi rasa canggung saat proses konseling
multibudaya?
Ya dengan cara agak sedikit di ajak bercanda agar mereka juga tidak canggung serta spaneng
pada kita sebagai guru BK
9. Berapa jam biasanya Bapak/Ibu memberikan pelayanan konseling multibudaya?
Untuk pelaksaan pelayanan konseling tersebut bisanya mengambil waktu sesuai dengan
jadwal mapel yang ada, yaitu 2x40menit
10. Apa saja kesan dan pesan Bapak/Ibu saat melaksanakan konseling multibudaya?
Untuk kesan dan pesan saya itu lebih ke siswa sih mas, dengan adanya Konseling
Multibudaya ini siswa menjadi lebih tahu dan paham apa saja perbedaan budaya yang ada di
sekitar mereka, bahkan di tingkat desa sekalipun terdapat penyebutan budaya atau tata cara
budaya yang satu dengan yang lainnya. Serta dengan perbedaan tersebut, siswa menjadi
lebih paham langkah apa dan sikap apa yang harus mereka ambil agar membentuk sebuah
toleransi yang tinggi, dan supaya nantinya tidak menjadi bahan Bullying ataupun sindiran
yang lain akan perbedaan tersebut, dan akan menimbulkan rasa cinta tanah air Indonesia,
seperti arti semboyan kita yaitu “Bhineka Tunggal Ika, Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu
Jua”.

Obeserver Guru BK

Ronanda Fatur Ramadhan Titik Candranita Rohanna Mayasari, S.Pd.


NPM. 2014010051 NIP…………………………

Anda mungkin juga menyukai