Anda di halaman 1dari 16

MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA

TERHADAP KONSEP MULTIKULTURALISME DAN PLURALISME


DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED
LEARNING (PJBL) DI KELAS PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME

Dosen Pengampu:
Dr. Isnarmi, M.Pd, M.A

Disusun oleh:
1. Muhammad Akmal S (20052014)
2. Ibnu Alfaridzi Maulana (20052050)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “Rendahnya Pemahaman Konsep Multikulturalisme dan Pluralisme Oleh
Mahasiswa Pada Kelas Pendidikan Multikulturalisme”.
Proposal penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas kami pada mata kuliah
Penelitian Tindakan Kelas. Dalam penyusunan proposal ini banyak pihak yang telah
membantu kami secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih banyak.
Kami berharap proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
juga para pelajar selaku generasi penerus bangsa yang akan membangun negeri ini.
Dan kami pun meminta maaf kalau masih mempunyai kekurangan dalam pembuatan
proposal penelitian ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dalam pembuatan proposal selanjutnya.

Padang,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................5

C. TUJUAN PENELITIAN ..............................................................................5

D. MANFAAT PENELITIAN...........................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA....................................................................................6

A. KAJIAN TEORI............................................................................................6

B. PENELITIAN YANG RELEVAN..............................................................10

C. KERANGKA BERFIKIR............................................................................10
BAB III METODELOGI PENELITIAN.................................................................11
A. SUBJEK DAN OBJEK PENELITIAN........................................................12
B. TEMPAT PENELITIAN.............................................................................12
C. RANCANGAN PENELITIAN....................................................................12
D. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA...................................................14
E. ANALISIS DATA.......................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman


yang sangat kompleks. Memiliki banyak pulau dengan keragaman budaya, ras, bahasa
daerah, suku bangsa, agama dan kepercayaan, dan serta masih banyak lainnya.
Realitas inilah yang menyebabkan Indonesia dapat disebut sebagai masyarakat
“multikultur”. Untuk dapat mengikat keragaman itu dalam sebuah kesatuan, Indonesia
memiliki komitmen yang diwujudkan dalam konsepsi “Bhineka Tunggal Ika”, yang
berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Setiap orang dalam kehidupan masyarakat multikultur ditekankan untuk saling


menghargai dan menghormati. Menurut Atmoko&Faridati (2015) berbagai individu
dan kelompok suku, bertemu dalam suatu tempat atau wilayah, dengan membawa
perilaku masing-masing dengan cara yang khas dan menjadi kebiasaan serta ciri dari
individu atau kelompok tersebut.

Menurut DuPraw & Axner (2002) kompetensi multikultural sangat penting


untuk dikuasai oleh seseorang karena berkaitan dengan apa yang kita lihat, bagaimana
kita memahami apa yang kita lihat, dan bagaimana kita mengekspresikan diri.
Kurangnya pemahaman tentang identitas budaya, dan bagaimana dapat
mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan, dapat menjadi sumber konflik dan
hambatan besar dalam hubungan interpersonal seseorang. Lebih lanjut DuPraw dan
Axner (2002) menyatakan seringkali kita tidak sadar bahwa budaya mempengaruhi
kita. Kadang-kadang kita bahkan tidak menyadari bahwa kita memiliki nilai-nilai
budaya atau asumsi-asumsi yang berbeda dari orang lain.

Dalam mengembangkan kompetensi multikultural menurut Moule (2012) ada


4 komponen atau tahapan yang perlu diperhatikan yaitu : 1) Awareness (kesadaran)
(2) Attitude (sikap) (3) Knowledge (pengetahuan) dan (4) Skills (keterampilan).
Dalam komponen kesadaran diharapkan mampu menyadari reaksi pribadi kita
terhadap orang lain yang berbeda, Komponen sikap diperlukan dalam pengembangan
kompetensi multikultural agar individu hati-hati memeriksa keyakinan dan nilai-nilai
mereka sendiri tentang perbedaan budaya, komponen pengetahuan diperlukan karena
nilai-nilai dan keyakinan serta perbedaan pandangan terhadap orang lain sering
mempengaruhi perilaku kita, dan sering kali kita tidak meyadari hal itu. Banyak orang
yang sering berprasangka terhadap orang lain yang baru dikenal sehingga komponen
pengetahuan menjadi sangat penting dalam pengembangan kompetensi multikultural.
Komponen keterampilan diperlukan untuk melatih komunikasi, isyarat verbal dan non
verbal yang cenderung bervariasi antar budaya.

Kompetensi multikultural perlu dikembangkan karena keharmonisan dan


kesatuan antar kelompok tercipta ketika mampu saling berinteraksi dan mampu
membuka diri satu sama lain. Banyak kasus radikalisme berlatar belakang perbedaan
etnis, budaya, agama, dan paham kepercayaan serta perbedaan lainnya disebabkan
ketidaksiapan individu atau kelompok untuk hidup dalam lingkungan yang plural.
Ketika masyarakat Indonesia memiliki pemahaman yang keliru tentang konsep
multikulturalisme ini, maka bisa diperkirakan terjadi keruntuhan bangsa dan tidak
terciptanya kondisi yang kondusif bagi NKRI

Salah satu agenda penting dalam upaya mengatasi sinyal keruntuhan bangsa
adalah melalui pendidikan, utamanya pengembangan sense of humanity dan sense of
respect melalui penanaman nilai dan sikap saling menghargai. Pendidikan semestinya
mengembalikan manusia pada berbagai potensi yang dimilikinya. Fungsi imperatif
diharapkan mampu memasuki wilayah kultural, edukasi, dan ideologis serta
memberikan nilai-nilai etis di setiap tingkatan masyarakat. Penanaman nilai ini dapat
diwujudkan baik dari pendidikan formal, informal maupun non formal. Mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan salah satu
subsistem pendidikan nasional yang keberadaannya dalam kehidupan bangsa dan
negara berperan penting melalui penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tri Dharma perguruan
tinggi merupakan tiga pilar dasar pola pikir dan menjadi kewajiban bagi mahasiswa
sebagai bagian dari perguruan tinggi, karena mahasiswa memiliki posisi penting
sebagai pejuang terdepan dalam perubahan bangsa kita ke arah yang lebih baik.

Mahasiswa dituntut memiliki kompetensi multikultural karena interaksi social


dengan keragaman budaya jelas tidak dapat mereka dihindari. Para mahasiswa berasal
dari beragam budaya yang berbeda dan memasuki dunia kampus dengan membawa
sejumlah pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, dimana pengetahuan tersebut
sangat terikat erat dengan latar belakang kelompok budayanya, dan pengetahuan
tersebut akan mempengaruhi interaksi seseorang dengan orang lain. Menurut Oparah
(2006) seseorang akan menunjukkan sikap sebagaimana dia dibesarkan, dan sikap
tersebut juga mencakup sejumlah keyakinan dan prasangka mengenai orang lain.

Untuk dapat memiliki kompetensi multikultural tentunya mahasiswa harus


mampu menumbuhkan kesadaran (awareness) terhadap terhadap budaya-budaya atau
latar belakang yang mempengaruhi diri sendiri dan orang lain dalam berinteraksi
sosial. Komponen kesadaran merupakan tahap pertama dalam kompetensi
multikultural. Kesadaran multikultural merupakan kemampuan mengenali berbagai
perbedaan dan persamaan budaya serta kemampuan cara memandang perbedaan
sebagai keberagaman (Locke, 1992). Kesadaran multikultural merupakan kemampuan
seseorang untuk mengerti, memahami dan menghargai bagaimana budaya menjadi
ciri khas diri serta mengarahkan atau mempengaruhi tindakan seseorang

Penekanan terhadap peningkatan kesadaran multikultural mahasiswa harus


terus diperhatikan. Dalam konteks bimbingan dan konseling kesadaran multikultural
merupakan bagian dari domain standar kompetensi kemandirian peserta diri (SKKPD)
pada aspek perkembangan tanggung jawab sosial. Pada domain tersebut mahasiswa di
perguruan tinggi diharapkan mampu: (1) mengembangkan pola-pola perilaku sosial
berdasarkan prinsip kesamaan (equality), (2) mengahyati nilai-nilai kesamaan
(equality) sebagai dasar berinteraksi dalam kehidupan masyarakat luas, (3)
memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam berinteraksi dengan
orang lain (ABKIN:2007). Mahasiswa yang memili kesadaran multikultural akan
memiliki self awareness yang tinggi, mampu menjalin persahabatan baru dengan
orang lain, mampu mengembangkan keterampilan interpersonal yang baik, mampu
menghadapi stereotype dan prasangka terhadap orang lain, menciptakan
keharmonisan antara kelompok, menjadi lebih siap untuk hidup dalam dunia
multikultural. Oleh karena itu program peningkatan kesadaran multikultural di
perguaruan tinggi perlu untuk dilakukan.

Untuk dapat menentukan program peningkatan kesadaran multicultural yang


tepat pihak kampus harus memiliki data awal tentang tingkat kesadaran multicultural
mahasiswa. Oleh karenanya penelitian ini dilakukan merupakan langkah awal untuk
mendeskripsi tingkat kesadaran multikultural mahasiswa sehingga dapat menjadi data
awal untuk menentukan langkah lanjut bagi peningkatan kompetensi kmultikultural
mahasiswa di kalangan mahasiswa
B. Rumusan Masalah

1. Rumusan Masalah

Bagaimana cara meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep


multikulturalisme dan pluralisme dengan menggunakan metode Project Based
Learning (PJBL) di kelas pendidikan multikulturalisme?

2. Pemecahan Masalah

a. Dosen menjelaskan materi konsep multikulturalisme dan pluralisme dengan


menarik dikelas.

b. Dosen memberikan tugas project di lapangan agar mahasiswa lebih


memahami konsep multikulturalisme.

c. Dosen memberikan contoh nyata tentang multikulturalisme dan pluralisme.

d. Dosen mencaritahu kenapa mahasiswa kesulitan dalam memahami konsep


multikulturalisme dan pluralisme.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk dapat meningkatkan pemahaman Mahasiswa terhadap


konsep multikulturalisme dan pluralisme dengan menggunakan metode Project Based
Learning (PJBL) di kelas pendidikan multikulturalisme.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini terdiri dari 2 poin yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa

terhadap konsep multikulturalisme dan pluralisme pada kelas pendidikan

multikulturalisme

2. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat secara nyata bagi

mahasiwa sehingga saat terjun ke masyarakat mahasiswa sudah tau bagaimana


cara membedakan sikap multikulturalisme dan pluralisme.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Konsep Multikulturalisme dan Pluralisme

Konsep multikulturalisme dan pluralisme ini memang sudah wajar


diterapkan di dunia pendidikan Indonesia. Seorang multikulturalis dan pluralis
dalam berinteraksi dengan beraneka ragam agama, suku, budaya, dan bahasa
tentunya tidak saja dituntut untuk membuka diri, belajar dan menghormati mitra
dialognya. Tapi yang paling terpenting ia harus berkomit terhadap agama yang
dianutnya. Menurut Azyumardi Azra, “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah
“pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan
kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan,
pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat” (Rivai
2004).

Untuk membudayakan sikap keterbukaan, menerima perbedaan, dan


menghormati kemajemukan agama, dibarengi loyalitas dan komitmen terhadap
agama masing-masing. Diperlukankan proses pembelajaran dan internalisasi
nilai-nilai agama di lingkungan lembaga pendidikan. Salah satu caranya yaitu
dengan adanya mata kuliah Pendidikan Multikulturalisme di Universitas Negeri
Padang.

2. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah kerangka kerja yang memberikan


gambaran sistematis untuk melaksanakan pembelajaran agar membantu
belajar siswa dalam tujuan tertentu yang ingin dicapai. Artinya, model
pembelajaran merupakan gambaran umum namun tetap mengerucut pada
tujuan khusus. Hal tersebut membuat model pembelajaran berbeda dengan
metode pembelajaran yang sudah menerapkan langkah atau pendekatan
pembelajaran yang justru lebih luas lagi cakupannya.

Definisi di atas senada dengan pendapat Suprihatiningrum (2013, hlm.


145) yang menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur pembelajaran dengan sistematis untuk
mengelola pengalaman belajar siswa agar tujuan belajar tertentu yang
diinginkan bisa tercapai. Menurut Trianto (2015, hlm. 51) Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial. Joyce & Weil dalam Rusman (2018, hlm. 144)
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang
bahkan dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran
jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau lingkungan belajar lain.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas terlihat adanya


kesamaan ciri khusus yang menyelubungi semua pengertian model
pembelajaran. Ciri khusus tersebut adalah adanya pola atau rencana yang
sistematis.

b. Jenis jenis model pembelajaran

Model-model pembelajaran abad 21 yang dipandang potensial untuk


mengintegrasikan teknologi dan luwes diterapkan pada berbagai tingkatan
usia, jenjang pendidikan dan bidang studi, guru dapat menyesuaikan dengan
kondisi sekolah. Model-model pembelajaran dimaksud antara lain;

1) Discovery learning
Belajar melalui penelusuran, penelitian, penemuan, dan pembuktian.

2) Pembelajaran berbasis proyek


Proyek memiliki target tertentu dalam bentuk produk dan peserta didik
merencanakan cara untuk mencapai target dengan dipandu oleh
pertanyaan menantang. Pada prosesnya peserta didik bisa memanfaatkan
teknologi untuk mencari informasi bagi upaya pengembangan gagasan,
membuat sketsa produk menggunakan software tertentu, menguji produk
melalui respon pasar dengan google survey dan sebagainya.
3) Pembelajaran berbasis masalah

Belajar berdasarkan masalah dengan solusi, melalui penelusuran dan


penyelidikan sehingga dapat ditemukan banyak solusi masalah. Peserta
didik terlatih untuk menghasilkan gagasan baru, kreatif, berpikir tingkat
tinggi, kritis, berlatih komunikasi, berbagi, lebih terbuka bersosialisasi
dalam konteks pemecahanmasalah.

4) Belajar berdasarkan pengalaman sendiri (Self Directed Learning/SDL)


SDL merupakan proses di mana insiatif belajar dengan/atau tanpa
bantuan pihak lain dilakukan oleh peserta didik sendiri mulai dari
mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri, merumuskan tujuan,
mengidentifikasi sumber, memilih dan menjalankan strategi belajar, dan
mengevaluasi belajarnya sendiri. Peserta didik belajar mandiri
mengeskplorasi tutorialnya melalui youtube, menerapkan, dan
mengevaluasi kemampuannya.

5) Pembelajaran kontekstual
Guru mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata
peserta didik sehingga memungkinkan peserta didik menangkap makna
dari yang pelajari, mengkaitkan pengetahuan baru dengan pegetahuan
dan pengalaman yang sudah dimiliki.

6) Bermain peran dan simulasi


Peserta didik bisa diajak untuk bermain peran dan menirukan adegan,
gerak/model/pola/prosedur tertentu. Pada tataran lebih kompleks
membuat cerita sendiri kemudian memperagakannya dengan bermain
peran.

7) Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran berdasarkan
faham kontruktivistik. Peserta didik berkelompok kecil dengan tugas
yang sama saling bekerjasama dan membantu untuk mencapai tujuan
bersama.

8) Pembelajaran kolaboratif
Merupakan belajar dalam tim dengan tugas yang berbeda untuk mencapai
tujuan bersama. Pembelajaran kolaboratif lebih cocok untuk peserta didik
yang sudah menjelang dewasa.

9) Diskusi kelompok kecil


Diskusi kelompok kecil bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa
karena lebih banyak siswa yang dilibatkan. Jumlah kelompok diskusi
antara empat sampai lima orang. Metode diskusi digunakan untuk melatih
kecakapan berpikir, kecakapan berkomunikasi, kemampuan
kepemimpinan, debat, dan kompromi.

c. Model pembelajaran PJBL (Project Based Learning)

Project based learning merupakan sebuah model pembelajaran yang


sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat.
Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, project based learning bermakna
sebagai pembelajaran berbasis proyek. Project based learning adalah sebuah
metode pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual
melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks.

Metode Project Based Learning merupakan penyempurnaan dari


metode Problem Based Learning. Project Based Learning merupakan salah
satu strategipelatihan yang berorientasi pada CTL atau contextual teaching
and learning process(Jones, Rasmussen dan Moffit, 1997). CTL merupakan
konsep pembelajaran yang membantu pendidik mengaitkan antara materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik
untukmenggunakan pengetahuan yang dimilikinya dapat diterapkan dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Project Based Learning
adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada pemecahan
problemotentik yang terjadi sehari‐hari melalui pengalaman belajar praktik
langsung dimasyarakat (John, 2008:374). Project Based Learning juga dapat
diartikan sebagai pembelajaran berbasis proyek, pendidikan berbasis
pengalaman, belajar autentik pembelajaran yang berakar pada masalah‐
masalah kehidupan nyata.

Jadi Project Based Learning adalah cara pembelajaran yang bermuara


pada proses pelatihan berdasarkan masalah‐masalah nyata yang dilakukan
sendiri melalui kegiatan tertentu (proyek). Titik berat masalah nyata yang
dilakukan dalam suatu proyek kegiatan sebagai proses pembelajaran ini
merupakan hal yang paling penting.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian oleh Yanuar Eko Saputra (2016) yang dilakukan pada siswa kelas XII
EI 3 SMKN 3 Wonosari yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Project Based
Learning (Pjbl) Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Perekayasaan
Sistem Kontrol Siswa.

C. Kerangka Berfikir

Pada kondisis awal Dosen belum menggunakan Model Pembelajaran Projek,


sehingga mahasiswa kurang memahami konsep multikulturalisme dan pluralisme.
Selanjutnya Dosen melakukan tindakan sebanyak dua siklus. Pada siklus I
pembelajaran Multikulturalisme Dosen memberikan tugas projek ke lapangan kepada
mahasiswa untuk mencari contoh nyata ultikulturalisme di masyarakat dan
dilanjutkan siklus II Pembelajaran Multikulturalisme mahasiswa diminta untuk
mempresentasikan hasil temuan di lapangan mengenai projek yang diberikan dosen.
Hal ini dilakukan dengan harapan agar pemahaman mahasiswa mengenai
multikulturalisme dan pluralisme meningkat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa pada kelas mata kuliah Pendidikan
Multikultural dengan jumlah Mahasiswa 32 orang, yang terdiri 6 laki-laki dan 26 orang
perempuan. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah model pembelajaran project based
learning untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep Pluralisme dan
multikulturalisme

B. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas mata kuliah pendidikan multikultural
Mahasiswa jurusan Ilmu sosial politik Universitas Negeri Padang, semester 6, tahun pelajaran
semester genap 2022/2023.
C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan bulan Maret sampai dengan Juni. Penelitian
ini akan dilakukan dalam 2 siklus. Setiap siklusnya dilakukan dalam 2 kali pertemuan dengan
tujuan agar Mahasiswa dan dosen dapat beradaptasi dengan metode pembelajaran yang
digunakan. Rencana penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTK (Penelitian
Tindakan Kelas). PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin yang dinyatakan dalam
satu siklus terdiri atas empat langkah, yaitu :
a. Perencanaan ( Planning )
b. Aksi atau tindakan (Acting)
c. Observasi (Observing)
d. Refleksi ( Reflecting )

Untuk merencanakan perbaikan, terlebih dahulu perlu dilakukan identifikasi masalah,


analisis, dan perumusan masalah. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan pada diri sendiri tentang pembelajaran yang dikelola. Setelah masalah
teridentifikasi, masalah perlu dianalisis dengan cara melakukan refleksi dan menelaah
berbagai dokumen terkait. Berdasarkan hasil analisis, dipilih dan dirumuskan masalah yang
paling mendesak dan mungkin dipecahkan oleh guru. Setelah masalah dijabarkan, langkah
berikutnya adalah mencari/mengembangkan cara perbaikan yang dilakukan dengan mengkaji
teori dan hasil penelitian yang relevan, berdiskusi dengan teman sejawat dan pakar, dan
menggali pengalaman sendiri. Berdasarkan ini, dikembangkan cara perbaikan atau tindakan
yang sesuai dengan kemampuan dan komitmen dosen, kemampuan mahasiswa, sarana dan
fasilitas yang tersedia, iklim belajar dan iklim kerja di kampus.

1. Perencanaan ( Planning )
Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan tindakan adalah :
a) Dosen mempersiapkan silabus
b) Dosen mempersiapkan materi pembelajaran yang sesuai dengan silabus
c) Dosen mempersiapkan Lesson Plan (RPP)
d) Dosen mempersiapkan instrumen yang akan digunakan dalam proses pembelajaran
(aksi)

2. Aksi (Tindakan)
Pelaksanaan Tindakan Kelas yang dilakukan sesuai dengan penelitian dalam hal ini
Meningkatkan Penguasaan Kosakata dengan Menggunakan Battleship Game adalah :
a) Dosen mengingatkan kepada siswa untuk belajar dalam kelompok.
b) Dosen menjelaskan sistematika belajar dalam kelompok dengan menggunakan model
pembelajaran project based learning
c) Dosen menentukan subjek pembelajaran yang akan dipelajari.
d) Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya tentang materi,
maupun sistem pembelajaran yang akan dilaksnakan.
e) Dosen tetap mendampingi dan mengarahkan mahasiswa selama proses pembelajaran
berlangsung.
f) Pembelajaran ditutup dengan doa

3. Observasi ( observing )
Tahap observasi melibatkan teman sejawat sebagai observer. Observasi yang efektif
berlandaskan pada lima dasar, yaitu :
a) Harus ada perencanaan bersama antara peneliti dan observer
b) Fokus observasi harus ditetapkan sebelumnya secara bersama
c) Peneliti dan observer harus membangun kriteria observasi secara bersama
d) Observer harus memiliki pengalaman sebagai pengamat
e) Observasi akan bermanfaat apabila ada umpan balik dari hasil observasi dan segera
dilaksanakan sesuai aturan.
Dengan menggunakan lima dasar tersebut sebagai acuan observasi, diharapkan kerjasama
antar peneliti dan observer dapat memecahkan masalah yang timbul dalam setiap siklus.
Kerjasama ini juga yang nantinya akan memberikan kontribusi baik bagi perbaikan pada
setiap siklus sehingga tercapai tujuann pembelajaran yang diharapkan.
4. Refleksi (Reflecting)
Refleksi adalah renungan atau mengingat kembali apa yang sudah dilakukan.
Berdasarkan hasil refleksi dosen melakukan perencanaan tindak lanjut, yang dapat berupa
revisi dari rencana lama atau merubah pola yang lama dengan pola yang baru. Kegiatan yang
terangkum selama proses observasi dicatat, dan dianalisa. Dan apakah dengan model
pembelajaran project based learning sudah dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa
terhadap konsep Pluralisme dan multikulturalisme atau belum. Data tersebutlah yang
digunakan untuk menetukan kegiatan siklus lanjutan yang akan dilakukan dalam siklus
berikutnya. Data yang sudah dianalisis inilah yang digunakan sebagai tolak ukur peningkatan
siklus berikutnya.

D. Instrumen Pengumpulan Data


1. Jenis Data

Jenis data yang diyakini dan dibutuhkan penelitian dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dengan cara yaitu observasi.

a. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan observasi adalah :
1) Observasi terhadap aktivitas mahasiswa selama pemberian tugas dengan
model pembelajaran project based learning.
2) Observasi terhadap aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran project based learning.

Keseluruhan data observasi yang didapat tertera dalam lembar observasi yang diisi oleh
observer sebagai data kuantitatif yang berbentuk angka hasil perhitungan yang dapat diproses
dengan cara dijumlahkan dan dibandingkan, sehingga dapat diperoleh persentase.
b. Tes

Guru membuat tes dengan media berdasarkan materi yang diajarkan. Dengan membuat
hasil dari project based learning sebelumnya secara tertulis, kemudian mahasiswa diminta
untuk mempresentasikan hasil dariprojek yang telah dilakukan untuk mengetahui tingkat
pemahaman mahasiswa terhadap konsep multikulturalisme dan pluralisme. Tes ini sekaligus
juga dapat mengetahui pemahaman mahasiswa dalam memahami konsep multikulturalisme
dan pluralisme.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisa. Teknik analisa data yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah dengan cara membandingkan hasil observasi pada setiap tahapan.
Mahasiswa membuat laporan (tes) kemudian mempresentasikan hasilnya, jika pemahaman
mahasiswa meningkat, Berarti metode yang diterapkan yaitu model pembelajaran project
based learning efektif.

Tercapainya tujuan yakni meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep


multikulturalise dan pluralisme , pada kelas mata kuliah Pendidikan Multikulturalise yang
ditandai dengan rata-rata nilai hasil tes saat presentasi baik atau mampu memahami konsep
multikulturalisme dan pluralisme.

Anda mungkin juga menyukai