Oleh :
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata semoga makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat terutama bagi pembaca
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Para peneliti terdahulu mengatakan bahwa di masa depan setiap pribadi harus
memiliki kemampuan abad ke-21 agar dapat bertahan di masa depan. Dalam konteks
anak usia dini kemampuan abad ke-21 ini adalah kreativitas, kolaborasi, kritis dalam
berpikir, dan komunikasi (Kaufman, 2013) (Lindeman & Anderson, 2015)
(Zulkarnaen et al., 2018). Kemampuan abad 21 menjadikan anak dapat
mengaplikasikan apa yang sudah dipelajarinya semasa sekolah pada kehidupan masa
mendatang di dalam masyarakat yang penuh persaingan (Weber, 2019). Pada
nyatanya harapan agar anak memilik kemampuan bertahan di abad ke-21 dibebankan
kepada pendidikan (sekolah) sebagai pihak yang bertanggungjawab.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Pendekatan Reggio Emilia Reggio Emilia untuk anak usia dini ini
adalah pendekatan yang berkomitmen menciptakan kondisi pembelajaran yang akan
mendorong dan memfasilitasi anak untuk membangun kekuatan berpikirnya sendiri
melalui penggabungan seluruh bahasa ekspresif, komunikatif, dan kognitifnya
(Kelemen, 2013). Pendekatan REA ini dapat dipandang sebagai sumber atau inspirasi
untuk membantu pendidik, orang tua, dan anak-anak ketika mereka bekerja sama
untuk membangun program pendidikan mereka sendiri.Visi Reggio Emilia tentang
anak sebagai pembelajaran yang kompeten telah menghasilkan anak yang kuat yang
diarahkan model kurikulum. Sebuah kurikulum yang muncul adalah salah satu yang
dibangun berdasarkan kepentingan anak-anak. Guru bekerja sama untuk merumuskan
hipotesis tentang kemungkinan arah dari suatu proyek, bahan-bahan yang diperlukan,
dan orang tua atau dukungan keterlibatan masyarakat.
1. Menghargai Anak. Pendidik tidak memaksakan ide, bahkan materi terpusat pada
anak.
2. Menjalin Hubungan. Pendekatan REA difokuskan pada jalinan hubungan antara
anak dengan keluarga, guru, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas.
3. Ratusan Bahasa. Banyak bahasa dapat digunakan anak untuk mengekspresikan
diri.
4. Waktu. Waktu belajar di REA tidak bergantung pada jam maupun kalender.
Anak makhluk yang konstruktif yang memerlukan bantuan orang dewasa agar
perkembangannya optimal. Pendidikan yang selama itu terjadi dalam pandangan
Montessori, telah membelenggu perkembangan anak. Guru dan orang dewasa
yang egosnetris, otoriter, dan berperan sebagai ahli adalah merupakan kekeliruan
besar. Orang dewasa atau guru yang demikian akan membelenggu potensi dan
perkembangan anak. Selanjutnya anak akan berkembang seadanya bahkan dalam
kondisi yang tertindas. Hal tersebut di atas menyebabkan ia menekankan perlunya
pola pendidikan baru, yaitu sistem pendidikan sejak usia dini yang sesuai dengan
perkembangan anak dimana peran orang dewasa sangat penting dalam membantu
perkembangan mereka secara optimal. Berikut adalah pokok-pokok pikiran
(asumsi) Maria Montessori.
a. Membantu para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif
bagi anak mereka.
d. Mengajarkan pada anak cara belajar yang efektif dan optimal melalui
permainan.
g. Guru hanya sebagai pengamat dan pembimbing, karena anak dibiasakan untuk
memilih sesuai dengan keinginan sendiri.
b. Masa Peka. Masa peka ialah masa yang sangat penting dalam perkembangan
seorang anak. ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi
dengan alat-alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang muncul.
Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa pka dalam
diri anak. guru harus memiliki kecakapan dalam mengobservasi sehingga
peristiwa-peristiwa ajaib yang datang secara spontan dapat langsung
digunakan oleh guru untuk mengambul tindakan dengan memberi bantuan
kepada anak dalam memilih alat permainan (pembelajaran) yang sesuai dan
tepat waktunya
a. Mata pelajaran akademis diperkenalkan kepada anak-anak pada tahap yang lebih
tinggi di Steiner daripada di Montessori.
b. Buku dianggap perlu tetapi tidak menyenangkan dalam sistem pendidikan Steiner.
c. Steiner lebih merupakan sistem yang dipandu oleh guru daripada Montessori di
mana anak-anak didorong untuk belajar sendiri.
d. Sistem Montessori mengikuti si anak, dan si anak memutuskan apa yang ingin dia
pelajari.
e. Montessori lebih fleksibel daripada sistem pendidikan Steiner dalam hal
spiritualitas karena sistem ini menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Di sisi lain,
sistem Steiner menekankan pada kemanusiaan karena percaya bahwa seorang
anak harus memahaminya untuk mempelajari cara kerja alam semesta.
f. Anak-anak Montessori bermain dengan mainan yang dirancang untuk mengajari
mereka konsep.
g. Steiner memanfaatkan imajinasi anak-anak untuk memutuskan mainan mereka
sendiri.
h. Montessori tidak menolak untuk menggunakan komputer dan item media lainnya
untuk pendidikan anak-anak, sementara Steiner kaku dalam hal ini dan tidak suka
ide mengekspos anak kecil ke media.
i. Sekolah Waldorf lebih suka berpegang pada filosofi yang ditetapkan oleh Rudolf
Steiner.
j. Tidak ada benar atau salah, dan kedua sistem pendidikan berusaha
mengembangkan kemampuan batin anak dengan menggunakan metode yang
berbeda.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut Maria Montessori Pendidikan anak usia dini sangat penting di
kembangkan sejak usia 0-6 tahun. Montessori meyakini bahwa ketika dilahirkan, anak
secara bawaan sudah memiliki pola perkembangan psikis atau jiwa. Pola ini tidak
dapat teramati sejak lahir. Tetapi sejalan dengan proses perkembangan yang
dilaluinya maka akan dapat teramati. Anak memiliki motif atau dorongan yang kuat
ke arah pembentukan jiwanya sendiri (Self Construction) sehingga secara spontan
akan berusaha untuk membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap
lingkungannya. Metode yang dikembangkan Montessori berlandaskan pada
pendidikan sendiri, memperhatikan masa peka, dan pendidikan kebebasan dengan
pengawasan.
https://ejournal.unp.ac.id/index.php/pedagogi/article/download/1342/1063
http://vforvanny.blogspot.com/2017/11/mengenal-pendekatan-reggio-emilia-untuk.html?m=1
https://ejournal.lainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/download/1529/1312
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/pedagogi/article/download/1341/1063/
https://id.strephonsays.com/montessori-and-vs-steiner-11708
https://www.greelance.com/id/sumber/untuk-siswa-dan-orang-tua-/how-does-mentossori-
compare-with-waldorf-2774232/