Anda di halaman 1dari 14

PEMBARUAN PENDIDIKAN DI TK

Oleh :

ANDI RESKI TENRI OLA A1H119040

YUSTIN VITA SARI A1H119039

JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata semoga makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat terutama bagi pembaca

Kendari, 7 november 2021

penulis

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Para peneliti terdahulu mengatakan bahwa di masa depan setiap pribadi harus
memiliki kemampuan abad ke-21 agar dapat bertahan di masa depan. Dalam konteks
anak usia dini kemampuan abad ke-21 ini adalah kreativitas, kolaborasi, kritis dalam
berpikir, dan komunikasi (Kaufman, 2013) (Lindeman & Anderson, 2015)
(Zulkarnaen et al., 2018). Kemampuan abad 21 menjadikan anak dapat
mengaplikasikan apa yang sudah dipelajarinya semasa sekolah pada kehidupan masa
mendatang di dalam masyarakat yang penuh persaingan (Weber, 2019). Pada
nyatanya harapan agar anak memilik kemampuan bertahan di abad ke-21 dibebankan
kepada pendidikan (sekolah) sebagai pihak yang bertanggungjawab.

Hal tersebut memancing pertanyaan yaitu model pembelajaran seperti apakah


yang dapat menjanjikan kemampuan abad 21 ini terpenuhi. Pertanyaan berikutnya
adalah sejak usia berapa anak dapat dibekali dengan kemampuan abad ke-21. Apakah
anak usia dini sudah siap untuk dibekali kemampuan abad ke-21. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa tidak perlu ada keraguan, karena kemampuan abad ke-21 dapat
diberikan sejak anak usia dini (Weber, 2019) (Lindeman & Anderson, 2015)
(Kandari, 2020) (Kewalramani, 2020). Terdapat dua model pendekatan pembelajaran
yang terjadi di sekolah yaitu model pendekatan yang berpusat kepada guru dan model
pendekatan yang berpusat pada anak (Hanafi, 2014). Model pendekatan yang berpusat
pada guru adalah pendekatan yang menitikberatkan kegiatan pembelajaran kepada
guru, menekankan pembelajaran akademik dan berfilosofi non-konstruktivis (Harris,
2018). Dalam model pendekatan ini peran guru sangat penting karena menjadi
sumber, standar instruksi, standar moral, dan standar regulasi yang akan diterima oleh
anak-anak.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Menjelaskan konsep pendekatan renggio emilia?

2. Menyebutkan ciri utama pendekatan reggio emilia?


3. Menyebutkan pendekatan maria montessori
4. Menuliskan perbandingan maria mentosori dan reggio emilia

C. TUJUAN PENULISAN

1. Dapat menjelaskan konsep pendekatan reggio emilia

2. Dapat menyebutkan ciri ciri utama pendekatan reggio emilia

3. Dapat menuliskan pendekatan maria mentossori

4. Dapat menuliskan perbandingan maria mentossori

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PENDEKATAN REGGIO EMILIA


Dalam perencanaan model pembelajaran Reggio Amelio, guru harus bisa
membuat kurikulum yang terpadu, hal ini terlihat dalam pelaksanaan pembelajaran di
TK Assyofa. Dalam perencanaan pembelajaran dengan sub tema tanaman hias. Guru
menggunakan gambar bunga dan kegiatan ditutup dengan membuat bunga dengan
menggunakan stempel warna-warni.

Namun dalam sub tema tanaman buah-buahan guru melakukan kegiatan


mencampurkan warna dan kegiatan buih sabun, padahal temanya tanaman buah. Jika
guru lebih cermat merencanakan pembelajaran terpadu, maka membuat jus dari buah-
buahan dan mengguankan jus tersebut sebgai pengganti pewarna sintetik, maka itu
jauh lebih bermakna bagi anak, karena anak menjadi tahu bahwa warna dari buah-
buahan akan membuat kue atau puding mereka menjadi lebih menarik dan lebih sehat
dibandingkan penggunaan pewarna sintetik. Kekurangan tersebut dtutupi oleh guru
dengan memadukan pembelajaran pengembangan bahasa, matematika dan sains anak.
Jadi guru melihat keterpaduan dalam aspek pengembangan. Dalam pelaksanaan
pembelajaran, guru telah mulai berperan sebagai fasilator dan pembimbing anak, hal
ini terlihat dari kegiatan guru mendatangi anak, dan membimbing anak cara membuat
gambar bunga dengan menggunakan stempel.

Konsep Pendekatan Reggio Emilia Reggio Emilia untuk anak usia dini ini
adalah pendekatan yang berkomitmen menciptakan kondisi pembelajaran yang akan
mendorong dan memfasilitasi anak untuk membangun kekuatan berpikirnya sendiri
melalui penggabungan seluruh bahasa ekspresif, komunikatif, dan kognitifnya
(Kelemen, 2013). Pendekatan REA ini dapat dipandang sebagai sumber atau inspirasi
untuk membantu pendidik, orang tua, dan anak-anak ketika mereka bekerja sama
untuk membangun program pendidikan mereka sendiri.Visi Reggio Emilia tentang
anak sebagai pembelajaran yang kompeten telah menghasilkan anak yang kuat yang
diarahkan model kurikulum. Sebuah kurikulum yang muncul adalah salah satu yang
dibangun berdasarkan kepentingan anak-anak. Guru bekerja sama untuk merumuskan
hipotesis tentang kemungkinan arah dari suatu proyek, bahan-bahan yang diperlukan,
dan orang tua atau dukungan keterlibatan masyarakat.

Pendekatan Reggio Emilia memiliki keyakinan yang kuat bahwa anak-anak


belajar mealui interaksi dengan orang lain, termasuk orang tua, staf dan teman-teman
di lingkungan yang ramah. Anak-anak didorong untuk menggambarkan pemahaman
mereka melalui salah satu dari bahasa simbolik, termasuk gambar, patung, bermain
drama, dan menulis. Mereka bekerja bersama-sama menyelesaikan masalah-masalah
yang timbul. Guru memfasilitasi dan kemudian mengamati perdebatan mengenai
sejauh mana anak mampu menyelesaikan masalah. Guru terlibat dalam proses
eksplorasi dan evaluasi, dan memperhatikan semua hasil pekembangan anak dalam
menyelesaikan masalah sesuai pemahaman mereka. Konsep PAUD Anak usia dini
adalah sekelompok individu yang berusia antara 0-8 tahun yang sedang berada dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Berdasarkan UU RI
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, butir 14
dinyatakan bahwa: “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak usia lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. (Yuliani, 2013: 8) Filosofi pada anak usia
dini adalah pendidikan yang berpusat pada anak yang mengutamakan kepentingan
bermain. Setiap anak memiliki potensi (pembawaan) yang diberikan oleh Tuhan.
Potensi anak yang dikembangkan hanya mengandalkan stimulasi alami (nature)
hasilnya tidak akan maksimal, potensi anak yang dikembangkan dengan stimulasi
kultural (nurture) hasilnya dapat maksimal. Fungsi PAUD adalah dapat memberikan
stimulasi kultural kepada anak sampai dengan usia enam tahun. (Yuliani, 2013: 47).

B. CIRI UTAMA PENDEKATAN REGGIO EMILIA

1. Menghargai Anak. Pendidik tidak memaksakan ide, bahkan materi terpusat pada
anak.
2. Menjalin Hubungan. Pendekatan REA difokuskan pada jalinan hubungan antara
anak dengan keluarga, guru, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas.
3. Ratusan Bahasa. Banyak bahasa dapat digunakan anak untuk mengekspresikan
diri.
4. Waktu. Waktu belajar di REA tidak bergantung pada jam maupun kalender.

C. PENDEKATAN MARIA MONTESSORI

1. Riwayat dan Latar Belakang Maria Montessori


Pendidikan Montessori di jurusan kedokteran Universitas Roma
mengenalkannya pada metode ilmiah dan pentingnya pengamatan (observasi)
klinis terhadap pasien. Unsur- unsur ini kemudian menjadi sangat penting dalam
pengembangan Metode Montessori. Pijakan Montessori pada metode ilmiah
menyebabkan dia memulai karyanya di bidang pendidikan dari sebuah landasan di
bidang-bidang yang terkait langsung dengan kedokteran, seperti fisiologi,
anatomi, dan patologi. Dia kemudian meluaskan cakupan ilmiahnya hingga
mencakup ilmu-ilmu sosial, seperti psikologi dan antropologi. Penting untuk
dicatat bahwa Montessori berusaha menciptakan sebuah pedagogi ilmiah, yaitu
sebuah metode pendidikan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan (sains).Terkait
erat dengan penggunaan metode ilmiah, Montessori menggunakan pengamatan
(observasi) klinis.

Dalam pendidikan kedokterannya, dia telah belajar secara klinis untuk


mengobservasi pasien-pasien untuk mendiagnosis penyakitnya,meresepkan
penanganannya dan menentukan pemulihannya. Ketika beralih ke riset
pendidikan Montessori menerapkan pengamatan klinis pada anak-anak untuk
menemukan kapan tepatnya dan bagaimana mereka belajar. Metode
Montessori adalah sebuah metode pendidikanbagi anak yang dalam
penyusunannnya berdasarkan pada teoriperkembangan anak. Karakteristik dari
metode ini adalah menekankan pada aktivitas yang dimunculkan oleh diri anak
dan menekankan pada adaptasi lingkungan belajar anak pada level
perkembangannya, dan peran dari aktivitas fisik dalam menyerap konsep
pembelajaran dan kemampuan praktis.

Sesuatu yang lebih utama bagi gagasan Montessori melebihi fokus


pada anak dan aktivitasnya adalah gagasan Montessori yang menyatakan
bahwa pendidikan harus berjalan sesuai dengan perkembangan. Sebagian
besar keputusan yang diambil oleh para pendidik melalui kurikulum dan
aktivitas pendukungnya didorong tujuan-tujuan kurikulum atau keharusan
anak didik mengerjakansoal -soal ujian (materi) berdasarkan usia kronologis
tertentu tanpa mempedulikan tahap perkembangan individu anak. Tumbuhnya
pemikiran Metode Montessori ini berawal dari populasi berkekhususan
(retardasi mental [MR]), di mana anak-anak berkekhususan ini mempunyai
kemampuan belajar visual/audiovisual yang sangatminim serta memiliki
kemampuan memory/retention yang sedemikian terbatas. Hal itu
menyebabkan perkembangan kognitifnyapun terbatas. Berlatar belakang
kondisi yang sedemikian, maka diciptakan suatu pendekatan yang
menggunakan seluruh indra dan motor anak (kinestetik/tactile) dalam
pembelajaran memlalui pengalaman-pengalaman (hands on) untuk membantu
tumbuhkembangnya.

Pendekatan Montessori memiliki pijakan cukup kuat karena


merupakan turunan dari teori-teori klasik yang teruji keabsahannya. Filosofi
Montessori sendiri bukan merupakan barang baru di dunia psikologi
pendidikan maupun di dunia pendidikan khusus.Riset lapangan tentang
metode ini terus berkembang dan menunjukkan perbaikan-perbaikan.Salah
satu keunggulan konsep Montessori adalah konsistensi konsepnya dalam
melakukan perbandingan dan pengukuran kemampuan anak. Metode ini
melakukan penekanan pada pendekatan individu, maka perbandingannya pun
hanya pada inidividu itu sendiri.

2. Urgensi Pendidikan Anak.

Pendidikan anak sejatinya menurut Maria Montessori Pendidikan sejak lahir


atau 0 tahun hingga usia 6 tahun, diharapkan orang tua dan guru harus memiliki
kemampuan untuk mengembangkan potensi anak untuk belajar. Pemikiran Maria
Montessori telah memberikan kontribusi yang besar terhadap revolusi pendidikan
dewasa ini. Ia menganggap bahwa anaklah yang membangun orang dewasa bukan
orang dewasa yang membangun anak.

Anak makhluk yang konstruktif yang memerlukan bantuan orang dewasa agar
perkembangannya optimal. Pendidikan yang selama itu terjadi dalam pandangan
Montessori, telah membelenggu perkembangan anak. Guru dan orang dewasa
yang egosnetris, otoriter, dan berperan sebagai ahli adalah merupakan kekeliruan
besar. Orang dewasa atau guru yang demikian akan membelenggu potensi dan
perkembangan anak. Selanjutnya anak akan berkembang seadanya bahkan dalam
kondisi yang tertindas. Hal tersebut di atas menyebabkan ia menekankan perlunya
pola pendidikan baru, yaitu sistem pendidikan sejak usia dini yang sesuai dengan
perkembangan anak dimana peran orang dewasa sangat penting dalam membantu
perkembangan mereka secara optimal. Berikut adalah pokok-pokok pikiran
(asumsi) Maria Montessori.

Montessori memandang perkembangan anak usia prasekolah/TK sebagai suatu


proses yang berkesinambungan. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan
aktivitas diri yang mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan
pengarahan diri. Menurut Montessori, persepsi anak tentang dunia merupakan
dasar dari ilmu pengetahuan. Untuk itu Montessori merancang sejumlah materi
yang memungkinkan indera seorang anak dikembangkan. Dengan menggunakan
materi untuk mengoreksi diri, anak menjadi sadar terhadap berbagai macam
rangsangan yang kemudian disusun dalam pikirannya. Tidak hanya itu,
Montessori juga mengembangkan alat-alat belajar yang memungkinkan anak
untuk mengeksplorasi lingkungan. Pendidikan Montessori juga mencakup
pendidikan jasmani, berkebun dan belajar tentang alam. Montessori beranggapan
bahwa pendidikan merupakan suatu upaya untuk membantu perkembangan anak
secara menyeluruh dan bukan sekedar mengajar. Spirit atau nilai-nilai dasar
kemanusiaan itu berkembang melalui interaksi antara anak dengan lingkungannya.

3. Tujuan Motode Maria Montessori

Adapun tujuan metode Maria Montessori dalam mengembangkan potensi anak


adalah;

a. Membantu para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif
bagi anak mereka.

b. Membantu anak-anak didik dalam mengembangkan tingkat intelektual,


psikomotor dan efektif yang ada pada diri mereka.

c. Membuat anak dituntut untuk dapat berkembang sesuai dengan periode


perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas-tugasnya.

d. Mengajarkan pada anak cara belajar yang efektif dan optimal melalui
permainan.

e. Mengembangkan keterampilan yang menekankan pada pentingnya anak


bekerja bebas dan dalam pengawasan terbatas.
f. Anak diajarkan untuk dapat berkonsentrasi dan berkreasi.

g. Guru hanya sebagai pengamat dan pembimbing, karena anak dibiasakan untuk
memilih sesuai dengan keinginan sendiri.

4. Karakteristik Metode Montessori

Metode Montessori Montessori menyatakan bahwa kurikulum harus


didasarkan pada sebuah ilmu pengetahuan pendidikan yang sejati, yang
melibatkan informasi dari ilmu-ilmu kedokteran, antropologi dan pengamatan
klinis terhadap anak-anak. Montessori merancang kurikulum dasarnya agar dapat
digunakan secara tepat dan efektif, kurikulum tersebut pada sebuah lingkungan
yang terstruktur. Anak-anak di dalam lingkungan ini bebas melakukan eksplorasi
dan memilih bahan-bahan yang akan digunakan dalam kegiatan mereka. Dalam
lingkungan yang disiapkan tersebut, bahan-bahan dan kegiatan-kegiatan dari
kurikulum tersebut adalah yang terkait dengan keterampilan hidup sehari-hari;
pelatihan indra; bahasa dan Matematika; dan perkembangan fisik, sosial, dan
budaya secara umum.

Dasar pendidikan Montessori mendasarkan pada tiga hal, yaitu pendidikan


sendiri, masa peka dan kebebasan.

a. Pendidikan Sendiri. Menurut Montessori, anak-anak memiliki potensi atau


kekuatan dalam dirinya untuk berkembang sendiri. anak-anak tidak pernah
berpikir bahwa belajar sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Selain itu
anak juga memiliki keinginan untuk mandiri.Keinginan untuk mandiri muncul
dari dalam diri anak sendiri secara spontan yang merupakan dorongan batin.
Dorongan batin ini sewaktu-waktu akan meminta pemenuhan dan pemuasan.
Dorongan-doronganalamianh ini akan terpenuhi dengan memfasilitai anak
dengan aktivitas yang penuh kesibukan. Dalam kegiatan ini, anak sebaiknya
juga tidak dibantu, tetapi harus berlatih sendiri.

b. Masa Peka. Masa peka ialah masa yang sangat penting dalam perkembangan
seorang anak. ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi
dengan alat-alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang muncul.
Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa pka dalam
diri anak. guru harus memiliki kecakapan dalam mengobservasi sehingga
peristiwa-peristiwa ajaib yang datang secara spontan dapat langsung
digunakan oleh guru untuk mengambul tindakan dengan memberi bantuan
kepada anak dalam memilih alat permainan (pembelajaran) yang sesuai dan
tepat waktunya

c. Kebebasan. Makna lain dari prinsip kebebasan adalah bahwa pendidikan


sudah selayaknya untuk tidak dibebankan kepada anak. lingkungan belajar
harus diciptakan dalam suasana yang kondusif yang memberikan kesempatan
kepada anak untuk bertindak secara bebas dan mengembangkan dirinya
sendiri. Montessori merasa bahwa kebebasan dalam lingkungan yang telah
dimodifikasi ini sangatlah pentinguntuk perkembangan fisik, mental dan
spiritualnya. Dengan demikian, maka karakteristik anak yang cocok
menggunakan metode ini adalah anak-anak dengan gaya belajar visual,
auditori, dan kinestetik. Anak akan berkembang secara maksimal dengan
memperhatikan aspek-aspek yang telah ditetapkan dan diuraikan sebelumnya.

d. Mendorong Kekuatan Otak Anak. Menurut Maria Montessori otak potensial


anak harus di dorong dan direspon serta dikembangkan oleh guru atau orang
tua. Lebih lanjut, Montessori menjelaskan bahwa pada tahun-tahun awal mulai
dari anak lahir hingga usia enam tahun, latihanlatihan untuk mengembangkan
kepekaan sensoris sangat berharga karena pada masa inilah sistem saraf
berkembang. Ketika meransang indra anak-anak dengan cara-cara yang
mengharuskan mereka untuk memperhatikan dan membedakan sifat-sifat
antara benda yang satu dengan yang lain, maka sinyal-sinyal dikirimkan dari
sistem saraf ke otak kemudian kembali lagi. Semakin sering hal ini terjadi,
semakin kuatlah jalur urat saraf di dalam otak karena otak menerima
ransangan penting yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik. Mempelajari
cara belajar (penerimaan, penggabungan, dan penerapan pengetahuan dalam
kehidupan dikemudian hari bergantung pada “kuat”atau tidaknya otak anak
sejak usia dini. Maria Montessori mengajarkan kepada guru dan orang tua
bahwa untuk tidak memaksakan kehendak yang tidak sejalan dengan kekuatan
otak anak. Anak diberikan ruang dan waktu untuk mengekpresikan
kemampuannya yang tetap di dampingi oleh orang dewasa.
D. PERBANDINGAN MARIA MENTOSORI DAN REGGIO EMILIA

Berikut perbedaan Maria mentossori dengan Reggeo Emilia antara lain :

a. Mata pelajaran akademis diperkenalkan kepada anak-anak pada tahap yang lebih
tinggi di Steiner daripada di Montessori.
b. Buku dianggap perlu tetapi tidak menyenangkan dalam sistem pendidikan Steiner.
c. Steiner lebih merupakan sistem yang dipandu oleh guru daripada Montessori di
mana anak-anak didorong untuk belajar sendiri.
d. Sistem Montessori mengikuti si anak, dan si anak memutuskan apa yang ingin dia
pelajari.
e. Montessori lebih fleksibel daripada sistem pendidikan Steiner dalam hal
spiritualitas karena sistem ini menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Di sisi lain,
sistem Steiner menekankan pada kemanusiaan karena percaya bahwa seorang
anak harus memahaminya untuk mempelajari cara kerja alam semesta.
f. Anak-anak Montessori bermain dengan mainan yang dirancang untuk mengajari
mereka konsep.
g. Steiner memanfaatkan imajinasi anak-anak untuk memutuskan mainan mereka
sendiri.
h. Montessori tidak menolak untuk menggunakan komputer dan item media lainnya
untuk pendidikan anak-anak, sementara Steiner kaku dalam hal ini dan tidak suka
ide mengekspos anak kecil ke media.
i. Sekolah Waldorf lebih suka berpegang pada filosofi yang ditetapkan oleh Rudolf
Steiner.
j. Tidak ada benar atau salah, dan kedua sistem pendidikan berusaha
mengembangkan kemampuan batin anak dengan menggunakan metode yang
berbeda.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut Maria Montessori Pendidikan anak usia dini sangat penting di
kembangkan sejak usia 0-6 tahun. Montessori meyakini bahwa ketika dilahirkan, anak
secara bawaan sudah memiliki pola perkembangan psikis atau jiwa. Pola ini tidak
dapat teramati sejak lahir. Tetapi sejalan dengan proses perkembangan yang
dilaluinya maka akan dapat teramati. Anak memiliki motif atau dorongan yang kuat
ke arah pembentukan jiwanya sendiri (Self Construction) sehingga secara spontan
akan berusaha untuk membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap
lingkungannya. Metode yang dikembangkan Montessori berlandaskan pada
pendidikan sendiri, memperhatikan masa peka, dan pendidikan kebebasan dengan
pengawasan.

Adapun tujuan pendidikan anak menurut Maria Montessori yaitu membantu


para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif bagi anak mereka;
membantu anak-anak didik dalam mengembangkan tingkat intelektual, psikomotor
dan efektif yang ada pada diri mereka; membuat anak dituntut untuk dapat
berkembang sesuai dengan periode perkembangannya saat mereka mulai peka
terhadap tugas-tugasnya; mengajarkan pada anak cara belajar yang efektif dan optimal
melalui permainan; mengembangkan keterampilan yang menekankan pada
pentingnya anak bekerja bebas dan dalam pengawasan terbatas; anak diajarkan untuk
dapat berkonsentrasi dan berkreasi, ketujuh, Guru hanya sebagai pengamat dan
pembimbing, karena anak dibiasakan untuk memilih sesuai dengan keinginan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal.unp.ac.id/index.php/pedagogi/article/download/1342/1063

http://vforvanny.blogspot.com/2017/11/mengenal-pendekatan-reggio-emilia-untuk.html?m=1

https://ejournal.lainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/download/1529/1312

https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/pedagogi/article/download/1341/1063/

https://id.strephonsays.com/montessori-and-vs-steiner-11708

https://www.greelance.com/id/sumber/untuk-siswa-dan-orang-tua-/how-does-mentossori-
compare-with-waldorf-2774232/

Anda mungkin juga menyukai