Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEDDAGOGI, ANDRAGOGI, DAN HEUTAGOGI


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan
Dosen Ibu Endah Kurniawati, M.Pd.I.

Disusun Oleh :
1. Baha Shofa Mijdal (23010190428)
2. Lilis Kholisoh (23010190407)
3. Arda Rahmawati (23010210076)
4. Jordan Amran Dzikrillah (23010210079)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2022
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi, karena atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu dalam mata kuliah Ilmu Pendidikan, Dosen Pengampu Endah Kurniawati,
M.Pd.I. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di Yaumul Akhir
nanti. Amin Allahumma Amin.
Makalah yang berjudul “Pedagogi, Andragogi dan Heutagogi” kami
susun bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai
konsep pembelajaran yang kini ada. Kami tidak bisa membuat makalah ini dengan
sesempurna mungkin. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan dari
para pembaca, khususnya dari dosen yang telah membimbing kami dalam mata
kuliah Ilmu Pendidikan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada orang-orang di sekitar kami yang
telah memberikan arahan dan telah membantu menyumbangkan ide dan
pikirannya demi terwujudnya makalah ini dan dosen yang telah membimbing
kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun bermanfaat dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salatiga, 18 Desember 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Keberhasilan pendidikan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendekatan
yang dipergunakan oleh pendidik atau guru dalam menyampaikan materinya
kepada peserta didik, dewasa ini telah banyak pendekatan yang dikembangkan
oleh para ahli, baik dengan sasaran anak-anak maupun orang dewasa. Untuk
mencapai tujuan pendidikan diperlukannya pembelajaran. Pembelajaran
merupakan tahapan-tahapan kegiatan pendidik dan peserta didik dalam
menyelenggarakan program pembelajaran. Tahapan-tahapan ini yaitu rencana
kegiatan yang menjabarkan kemampuan dasar dan teori pokok yang secara rinci
memuat alokasi waktu, indikator pencapaian hasil belajar, dan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran untuk setiap materi pokok mata pelajaran

Masing-masing pendekatan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan,


karena tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini termasuk pendekatan yang
digunakan oleh pendidik dalam pembelajarannya. Pendekatan yang dimaksud
disini adalah pedagogi dan adragogi. Istilah pedagogi dan andragogi pasti sduah
tidak asing lagi, karena konsep pembelajaran pedagogi bisa ditemukan di sekolah-
sekolah, sedangkan konsep pembelajaran andragogi bisa ditemukan di tempat-
tempat kursus yang pesertanya merupakan orang dewasa yang sudah lewat usia
sekolah.

Kemudian karena zaman terus berkembang terutama dalam bidak


teknologi, munculah konsep pembelajaran heutagogy. Heutagogi sebenarnya
merupakan pengembangan dari andragogi yang dimana dalam heutagogy proses
pembelajaran dilakukan secara mandiri dan sangat fleksibel. Heutagogy hadir
untuk menjawab tantangan zaman takni revolusi industri 4.0 dan society 5.0.
Adanya revolusi industri 4.0 dan society 5.0 maka diperlukan suatu model
pembelajaran baru yang inovatif yang mampu menjawab tantangan-tantangan
revolusi 4.0 maupun society 5.0 itu sendiri.
Andragogi
1. Pengertian Andragogi
Dugan (1995) mendefinisikan andragogi lebih kepada asal katanya,
andragogi berasal dari Bahasa Yunani. Andra berarti manusia dewasa, bukan
anak-anak, menurut istilah, andragogi berarti ilmu yang mempelajari bagaimana
orang tua belajar. Definisi tersebut sejalan dengan apa yang diartikan Sudjana
dalam Bukunya Pendidikan Non-Formal Wawasan Sejarah Perkembangan
Filsafat Teori Pendukung Azas (2005), disebutkan bahwa, andragogi berasal dari
bahasa Yunani ”andra dan agogos”. Andra berarti orang dewasa dan Agogos
berarti memimpin atau membimbing, sehingga andragogi dapat diartikan ilmu
tentang cara membimbing orang dewasa dalam proses belajar. Atau sering
diartikan sebagai seni dan ilmu yang membantu orang dewasa untuk belajar.
Pada konsep lain andragogi seringkali didefinisikan sebagai pendidikan
orang dewasa atau belajar orang dewasa. Definisi pendidikan orang dewasa
merujuk pada kondisi peserta didik orang dewasa baik dilihat dari dimensi fisik
(biologis), hukum, sosial dan psikologis. Istilah dewasa didasarkan atas
kelengkapan kondisi fisik juga usia, dan kejiwaan, disamping itu pula orang
dewasa dapat berperan sesuai dengan tuntutan tugas dari status yang dimilikinya.
konsepsi andragogi, istilah pendidikan orang dewasa dapat diartikan
sebagai Pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau
berumur 18 tahun ke atas atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk
memenuhi tuntutan tugas tertentu dalam kehidupanya.
Definisi yang diungkapkan oleh Morgan, Barton et al (1976) bahwa,
pendidikan orang dewasa adalah suatu aktifitas pendidikan yang dilakukan oleh
orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian
waktu dan tenaganya untuk mendapatkan tambahan intelektual.
Dalam dimensi sebagai peserta didik (murid, warga relajar) andragogi,
dewasa dalam banyak hal memiliki beberapa keunggulan-keunggulan. Dari segi
konsep diri, mereka memiliki kematangan psikologis; bertanggung jawab,
memiliki hasrat dan motivasi kuat untuk belajar dan mampu mengarahkan dirinya.
Mereka dapat belajar dan mempelajari sesuatu dalam skala yang lebih luas dan
memilih strategi belajar yang lebih baik, lebih efektif dan lebih terarah dan
mampu mengarahkan diri (self directing). Dari pengalaman belajar, peserta didik
dewasa memiliki setumpuk pengalaman sebagai resource persons and total life
impressions dalam kaitannya dengan orang lain. Mereka dapat menjadi sumber
dan bahan belajar yang kaya, terutama dalam mendukung belajar kelompok serta
belajar bersama dengan ahli-ahli.
UNESCO lebih tajam mendifinisikan pendidikan orang dewasa sebagai
suatu proses pendidikan yang terorganisir baik isi, metode dan tingkatannya, baik
formal maupun nonformal, yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan
di sekolah, akademi, universitas, dan pelatihan kerja yang membuat orang yang
dianggap dewasa oleh masyarakat dapat mengembangkan kemampuannya,
memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis maupun
profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam
persfektif rangkap perkembangan peribadi secara utuh dan partisipasi dalam
pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang seimbang.
Knowles (1976) mengungkapkan bahwa kondisi orang dewasa dalam
belajar berbeda dengan anak-anak. Kalaulah pada anak-anak digunakan istilah
“padagogy” sehingga diartikan dengan “the art and science of teaching children”
atau ilmu dan seni mengajar anak-anak. Menurut pandangannya, mengapa sampai
terjadi perbedaan antara kegiatan belajar anak-anak dengan orang dewasa, hal
tersebut karena orang dewasa memiliki
1) Konsep diri (The self-concept),
2) Pengalaman hidup (The role of the learner’s experience);
3) Kesiapan belajar (Readiness to learn);
4) Orientasi belajar (Orientasion to learning);
5) Kebutuhan pengetahuan (The need to know);
6) Motivasi (Motivation).
Daftar pustaka

Lisa Marie Blaschke (2012), Heutagogy and Lifelong Learning: A Review


of Heutagogical Practice and Self- Ditermined Learning. The
International Review of Research open and distance Learning. Vol 13.
No.1 Januari
2012

Sudarwan
Refika Aditama
Danim. 2010. Pedagogi, Andragogi dan Heutagogi. Bandung; Penerbit
Alfabeta

Perbedaan Pedagogi dan Andragogi


Sebenarnya antara pedagogi dan andragogi tidak perlu dipertentangkan,
hal ini dikarenakan kedua teoi tersebut sebetulnya saling melengkapi, namun
munculnya perbedaan itu dikarenakan adanya model asumsi yang melandasinya
sebagai dua pendekatan rancang bangun dan pengoperasioan yang berbeda,
sebagaimana dikemukakan oleh Knowles, 1985, dalam Mustafa Kamil
(2007:299), bahwa model pedagogi adalah suatu isi (content plan) yang menuntut
pendidik untuk menjawab empat pertanyaan saja, yakni 1) apa isi yang perlu
dicakup, 2) bagaimana isi tersebut dapat diorganisasikan kedalam satuan yang
terkelola,3) bagaimana urutan yang paling logis untuk menyajikan satuan-satuan
tersebut dan 4) alat apakah yang paling efesien untuk menyampaikan isi tersebut,
sementara untuk rancang bangun pada Andragogi lebih bersifat proses (process
design), dimana tutor atau pendidik memiliki peranan rangkap yakni sebagai : 1)
perancang dan pengelola proses, 2) dan sumber belajar. Berkaitan dengan
pedagogi dan andragogi, Knowles, yang dikutip oleh Djudju Sudjana (2007),
menyatakan sejak awal tahun delapanpuluhan telah dikembangkan pendekatan
kontinum (continuum learning approach) atau pendekatan berdaur atau
bekelanjutan. Pendekatan ini dapat dimulai dari pedagogi dilanjutkan ke
andragogi atau sebaliknya, yaitu berawal dari andragogi dilanjutkan ke pedagogi
dan seterusnya.Pendekatan kontinum didasarkan pada asumsi bahwa semakin
dewasa peserta didik, maka (a) konsep dirinya semakin berubah dari
ketergantungan kepada pendidik menuju sikap dan perilaku mengarahkan diri dan
saling belajar, (b) makin berakumulasi pengalaman belajarnya yang dapat
dijadikan sumber belajar (learning resources) dan orientasi belajar mereka
berubah dari penguasaan terhadap materi ke kemampuan pemecahan masalah, (c)
kesiapan belajarnya adalah untuk menguasai kemampuan dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupan nyata dan (d) membutuhkan keterlibatan diri dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.Berdasarkan paparan di atas,
dapat disimpulkan bahwa terjadinya perbedaan antara pedagogi dengan andragogi,
lebih dikarenakan perbedaan sasaran, pedagogi sasarannya anak-anak dan
andragogi lebih pada orang dewasa yang telah memiliki kematangan fungsi
biologis, sosial dan psikologisnya.
Pendidikan Orang Dewasa atau Andragogi adalah ilmu tentang memimpin
atau membimbing orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa. Pendidikan
orang dewasa berbeda dengan konsep pendidikan untuk anak-anak, yang sering
disebut dengan istilah pedagogi. Perbedaan antara konsep andragogi dan pedagogi
adalah bahwa konsep andragogi berkaitan dengan proses pencarian dan penemuan
ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk hidup, sedangkan konsep
pedagogi berkaitan dengan proses mewariskan kebudayaan yang dimiliki generasi
yang lalu kepada generasi sekarang.

Heutagogi
Heutagogi (berdasarkan bahasa Yunani artinya "diri") didefinisikan
sebagai studi tentang pembelajaran yang ditentukan sendiri (self-determined
learning). Heutagogi merupakan kerangka belajar dan mengajar yang relatif baru.
Pada dasarnya pendekatan heutagogi menjadikan pendidik hanya berperan sebagai
fasilitator atau pengontrol jalannya pembelajaran. Pendekatan heutagogi
menekankan pembelajaran yang berpusat dan ditentukan oleh peserta didik itu
sendiri, dimana peserta didik memiliki otonomi penuh dalam menciptakan
pembelajaran yang aktif, proaktif dan menyenangkan bagi dirinya sendiri.
Pendekatan ini memiliki prioritas utama yaitu kemandirian peserta didik dalam
berprestasi belajar, menentukan strategi belajar mereka sendiri, serta lebih
mengembangkan bahan ajar mereka sendiri secara otonom. Heutagogy
menerapkan pendekatan holistik untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik, dengan belajar sebagai proses aktif dan proaktif, dan peserta didik
melayani sebagai "agen utama dalam pembelajaran mereka sendiri, yang terjadi
sebagai akibat dari pengalaman pribadi" (Hotimah & Raihan, 2020: 153).
Seperti dalam pendekatan andragogik, instruktur atau pendidik pada
heutagogy juga memfasilitasi proses pembelajaran dengan memberikan
bimbingan dan sumber daya, tetapi sepenuhnya pemilihan kepemilikan jalur
pembelajaran dan proses untuk pelajar, yang melakukan negosiasi belajar dan
menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana hal itu akan dipelajari
(Hiryanto, 2017: 74).
Pendekatan heutagogi dalam pembelajaran memberikan pengalaman
dalam meningkatkan kepribadian, kemandirian dan kedewasaan belajar yang
solid. Konsep kunci dalam heutagogi adalah pembelajaran putaran ganda (double-
loop learning) dan refleksi diri (self reflection). Dalam double-loop learning,
peserta didik mempertimbangkan masalah, tindakan, dan hasil yang dihasilkan,
selain merefleksikan proses pemecahan masalah dan bagaimana hal itu
mempengaruhi keyakinan dan tindakan peserta didik itu sendiri. Double-loop
learning terjadi ketika pelajar “mempertanyakan dan menguji nilai-nilai pribadi
(refleksi peserta didik tentang apa yang dibutuhkan selama pembelajaran) dan
asumsi sebagai pusat untuk meningkatkan pembelajaran bagaimana belajar”. Pada
double loop learning (pembelajaran putaran ganda) peserta didik
mempertimbangkan masalah (problem), tindakan (action), dan hasil (outcome)
yang dihasilkan, dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi keyakinan dan
tindakan.
Adanya double-loop learning ini menjadikan pendekatan heutagogi tidak
hanya berbicara mengenai keterampilan, namun memberikan pengalaman bagi
peserta didik bagaimana memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga
menghasilkan kemampuan dalam mengambil tindakan yang efektif dalam
merumuskan dan memecahkan masalah. Pendekatan heutagogi terdiri dari:
1. Kurikulum terbuka atau fleksibel yang mengakui sifat pembelajaran yang
mengalir secara alami.
2. Peserta didik sebagai penggerak dalam menentukan jalur pembelajaran,
konteks, aktivitas, dan perjalanannya, bukan hanya pendidik.
3. Peserta didik dilibatkan dalam desain penilaian atau memastikan
fleksibilitas bagi peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam
konteksnya.
4. Belajar itu kolaboratif.
5. Pembinaan dan kerangka disediakan untuk peserta didik bila diperlukan.
6. Pertanyaan yang diarahkan oleh peserta didik; ini memberikan kesempatan
untuk kolaborasi sejati antara pendidik dan peserta didik sehubungan
dengan konten dan proses. Pertanyaan juga memberikan kejelasan tentang
panduan, perancah, dan dukungan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik.
7. Pelajar membuat konten yang relevan secara kontekstual sesuai dengan
pengetahuan dan kebutuhan belajarnya.
8. Mendorong praktik reflektif untuk pembelajaran yang mendalam melalui:
jurnal pembelajaran; pembelajaran berdasarkan pengalaman atau
penelitian tindakan dalam konteks dunia nyata; dan penilaian formatif dan
sumatif dengan pandangan 'penilaian untuk pembelajaran' untuk
memancing pemikiran dan refleksi.
9. Kemudian pertanyaan yang diarahkan oleh peserta didik; ini memberikan
kesempatan untuk kolaborasi sejati antara guru dan pelajar sehubungan
dengan konten dan proses. Pertanyaan juga memberikan kejelasan tentang
panduan, kerangka, dan dukungan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik
(Hotimah & Raihan, 2020: 154).

Anda mungkin juga menyukai