Dosen Pengampu :
Ust. Muhammad Akrom, MA.
Disusun Oleh :
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
INSTITUT PERGURUAN TINGGU ILMU AL-QUR’AN (PTIQ)
TAHUN AJARAN 2023/2024
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kita masih diberi kesempatan memperkaya dan menambah wawasan
keilmuan demi menegakkan agama islam, shalawat dan salam juga kami sampaikan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, serta sahabat dan keluarganya, yang berkat
perjuangan beliau kita bisa keluar dari zaman jahiliyyah ke zaman islamiyyah.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Metode Pengajaran Al-Qur’an &
Hadits pada program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, atas berkah dan limpahan karunia
nikmat-nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pedagogi dan Andragogi”
dengan semaksimal mungkin. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih kepada Al-Mukarram Ustadz Muhammad Akrom, MA. selaku dosen pengampu
yang senantiasa membimbing dan memberikan ilmunya kepada kami. Dan kami juga
berterimakasih kepada rekan-rekan yang memberikan semangat dan ide serta mendukung
dalam penyelesaian makalah ini. Semoga Allah meridhai kita semua. Dalam penulisan ini,
kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan,
argumentasi, serta penyusunannya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran kepada pembaca yang
bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada penulis
khususnya dan kepada pembaca guna memperkaya ilmu pengetahuan tentang meteri yang
penulis sampaikan dalam makalah kali ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 1
C. TUJUAN PENULISAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Pedagogi & Andragogi 2
1. Pedagogi 2
a. Manfaat dan Tujuan Pedagogi 4
2. Andragogi 4
a. Manfaat dan Tujuan Andragogi 6
B. Asumsi-Asumsi Pokok Teori Belajar Pedagogi & Andragogi 7
1. Asumsi Pedagogi 7
2. Asumsi Andragogi 9
C. Perbedaan Pedagogi & Andragogi8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami ingin membahas lebih spesifik bagaimana
kaidah tafsir tentang mufrad dan jamak, sebagaimana tercermin dalam rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari pedagogi & andragogi?
2. Bagaimana asumsi pedagogi & andragogi?
3. Apa saja perbedaan pedagogi & andragogi?
Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Hiryanto, “Pedagogi, Andragogi Dan Heutagogi Serta Implikasinya Dalam Pemberdayaan Masyarakat”
(Dinamika Pendidikan Vol XXII No. 01 Mei 2017, t.t.), 66.
2
Bakri Anwar, “Kompetensi Pedagogik sebagai Agen Pembelajaran,” Shaut al Arabiyyah 6, no. 2 (21
Februari 2019): 114,
2
Adapun manfaat kompetnsi pedagogik bagi guru dan peserta didik adalah :
Bagi Guru
Dapat memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan
kognitif peserta didik, guru dapat memahami perkembangan peserta didik dan merefleksikan
dalam pembelajaran, guru diharapkan mampu merancang strategi
pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
Seharusnya tepenuhi rasa ingin tahunya, karena guru mampu menganalisa kemampuan
siswa dan dapat menentukan hal yang perlu pengayaan. Siswa seharusnya memiliki
keberanian berpendapat dalam menyelesaikan segala masalahnya, mampu memiliki percaya
diri yang tinggi, memiliki sopan santun, dan taat aturan, disiplin dalam belajar, memiliki jiwa
kepemimpinan dan menciptakan suasana pembelajar yang kondusif. Liberalisme pendidikan,
bertujuan jangka panjang untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada
dengan cara mengajar setiap siswa sebagaimana cara menghadapi persoalan-persoalan sehari-
hari secara efektif.
a. Konsep tentang peserta didik (konsep diri)
Asumsi bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari
ketergantugan total, menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan
dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain bahwa secara umum konsep diri anak-anak
masih tergantung kepada orang tua sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri.
Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan dan memperoleh penghargaan orang
lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri, mampu mengarahkan dirinya
sendiri.
b. Kesiapan Belajar
Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan
waktu, maka kesiapan belajar bukanlah ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik
ataupun biologisnya, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan
perubahan tugas dan peran sosialnya. Seorang anak belajar karena adanya tuntutan
akademiknya, tapi seorang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan
mereka yang harus dihadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua ataupun pimpinan
organisasi. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan
yang sesuai dengan peran sosialnya.
c. Orientasi belajar
Yaitu bahwa anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan
untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran.
3
a. Manfaat dan Tujuan Pedagogi
Mempelajari pedagogik dan mempraktekkannya dapat mendidik anak sehingga
mencapai kesuksesan. Pada dasarnya tujuan pedagogik adalah memanusiakan manusia,
menjadikan seseorang dewasa demi kebahagiaan dalam menjalani kehidupan.
Sesuai dengan keterangan diatas, ilmu pedagogik memiliki manfaat bagi anak sebagai
berikut:
2. Andragogi
Istilah andragogi berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa dan agogus
artinya memimpin. Andragogi, yaitu ilmu menuntun atau mendidik manusia. Menurut Yuni
Suwarto, andragogi adalah suatu proses pendidikan yang membantu warga masyarakat (orang
dewasa) untuk menemukan dirinya dan menggunakannya dalam situasi untuk mendorong
perkembangan seseorang atau masyarakat.
Pendidikan orang dewasa sebagai realisasi ada yang bersifat self directed learning
(belajar yang diarahkan oleh diri sendiri) disengaja, sistematis dan berkelanjutan, maupun
dapat bersifat other directed education (pendidikan yang diarahkan orang lain). Yang pertama
dalam arti orang dewasa bertanggungjawab sendiri atas rancangan dan Kegiatan belajarnya.
Sedangkan yang kedua dalam arti orang lain (guru, tim penyusun program, agen pendidikan)
yang bertanggungjawab terhadap manajemen belajar.4
3
Sri Yunimar Ningsih dan Nurhafizah Nurhafizah, “Konsep Kompetensi Pedagogik Dalam Peningkatan
Profesionalisme Guru Paud,” Jurnal Pendidikan Tambusai 3 (2019): 697.
4
Fungsi guru dalam hal ini hanya sebagai fasilitator, bukan menggurui, sehingga relasi
antara guru dan peserta didik (murid, warga belajar) lebih bersifat multicomunication. Oleh
karena itu andragogi adalah suatu bentuk pembelajaran yang mampu melahirkan sasaran
pembelajaran (lulusan) yang dapat mengarahkan dirinya sendiri dan mampu menjadi guru
bagi dirinya sendiri. Dengan keunggulan-keunggulan itu andragogi menjadi landasan dalam
proses pembelajaran pendidikan nonformal. Hal ini terjadi karena dalam pendidikan
nonformal, formula pembelajarannya diarahkan pada kondisi sasaran yang menekankan pada
peningkatan kehidupan, pemberian keterampilan dan kemampuan untuk memecahkan
permasalahan yang dialami terutama dalam hidup dan kehidupan sasaran di tengah-tengah
masyarakat.
Selanjutnya, Malcolm Knowles dalam pengembangan konsep andragogi,
mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
Konsep Diri, asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak
dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri
sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung
sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian
inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai
manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu
mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan
dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri
sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang
kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang
dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi
ada ketergantungan yang sifatnya sementara. Hal ini menimbulkan implikasi dalam
pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana
pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pelatihan.
Peranan Pengalaman, asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu
seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam
perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman
pahit getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber
belajar yang demikian kaya dan pada saat yang bersamaan individu tersebut
memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh
sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi
penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan
konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada
pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan Experiential Learning Cycle (Proses
Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal ini menimbulkan implikasi terhadap pemilihan
dan penggunaan metode dan teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih
banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah
4
Saifuddin Muhammad, “Andragogi Teori Pembelajaran Orang Dewasa” (Fakultas Dakwah IAIN Raden
Intan Lampung 2010), 5.
5
lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk
melibatkan peran serta atau partisipasi peserta pelatihan.
Kesiapan Belajar, asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai
dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan
atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh
tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang
anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologisnya. Tetapi pada orang
dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus
menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan
tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan
kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
Orientasi Belajar, asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah – olah
sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi
pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa
mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan
permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan
belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya
dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu, perbedaan asumsi ini
disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa,
belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu
segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga
dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar
hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi. Hal
ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi
orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat segera
diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.
Mengacu pada pandangan, keyakinan, atau asumsi dasar yang mendasari pendekatan
dan praktik pendidikan. Asumsi pedagogi ini didasarkan pada pemahaman tentang bagaimana
siswa belajar, bagaimana pengajaran efektif dilakukan, dan apa yang diperlukan untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung5.
Asumsi pedagogi yang berbeda mungkin cocok untuk konteks pendidikan yang berbeda,
tergantung pada faktor seperti karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, dan konteks sosial
budaya. Penting bagi pendidik untuk menyadari asumsi pedagogi mereka sendiri dan untuk
terus mempertanyakan dan mengembangkan pendekatan mereka agar dapat membantu siswa
mencapai potensi penuh mereka sebagai pembelajar.
5
rianto. (2014). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.
6
Mulyasa. (2016). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
7
Berikut adalah beberapa asumsi pedagogi yang umum yang didapat dari Dewey, J
(1978)7 dan Johnson, D. W & Johnson, R. T (1999)8:
Asumsi ini menganggap bahwa setiap siswa memiliki kemampuan untuk belajar dan
berkembang. Tugas pendidik adalah untuk mengaktifkan potensi siswa dengan memberikan
pengalaman belajar yang tepat dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Asumsi ini menganggap bahwa interaksi sosial dan kooperatif antara siswa dapat
meningkatkan pemahaman dan keterampilan. Tugas pendidik adalah untuk menciptakan
situasi pembelajaran yang melibatkan interaksi sosial dan kolaborasi antara siswa.
Asumsi ini menganggap bahwa siswa belajar lebih baik ketika materi pembelajaran
memiliki makna yang nyata dan terkait dengan kebutuhan dan kepentingan mereka. Tugas
pendidik adalah untuk menciptakan situasi pembelajaran yang relevan dan bermakna bagi
siswa.
Asumsi ini menganggap bahwa siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, preferensi
belajar, dan kecepatan belajar yang berbeda. Tugas pendidik adalah untuk mengakomodasi
perbedaan individu dalam gaya dan preferensi belajar siswa.
2. Asumsi Andragogi
7
Dewey, J. (1938). Experience and Education. Kappa Delta Pi.
8
Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (1999). Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and
Individualistic Learning. Allyn & Bacon.
8
a. Pengertian Asumsi Andragogi
Asumsi andragogi adalah pandangan atau keyakinan dasar tentang cara orang
dewasa belajar dan harus diajar. Asumsi ini berfokus pada keunikan pembelajaran
orang dewasa, yang melibatkan pengalaman hidup yang kaya, motivasi yang berbeda,
dan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran9.
Reischmann dan rekan (dalam Savicevic. 1999)10 Asumsi andragog merupakan
konsep yang dikembangkan oleh Malcolm Knowles pada tahun 1970an dan sejak itu
menjadi dasar bagi pendidikan orang dewasa yang efektif. Konsep ini telah menjadi
landasan bagi berbagai teori dan praktik dalam pembelajaran orang dewasa, dan juga
mempengaruhi pengembangan kurikulum dan program pelatihan.
Asumsi andragogi dalam Mustofa Kamil (2007)11 mencakup keyakinan bahwa
orang dewasa belajar terbaik ketika mereka memegang kendali atas proses
pembelajaran mereka, memperoleh pengetahuan baru dengan merujuk pada
pengalaman hidup dan pekerjaan mereka, dan ketika mereka memahami kaitan antara
pengetahuan baru dan tujuan yang relevan dengan kebutuhan mereka. Asumsi
andragogik juga melibatkan pandangan bahwa orang dewasa dapat menjadi sumber
belajar satu sama lain dan keterlibatan aktif dari siswa dalam proses pembelajaran
sangat penting.
Sehingga dalam praktiknya, asumsi andragogik dapat membantu pendidik dan
pengajar untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung dan
memotivasi siswa orang dewasa untuk belajar secara efektif dan efisien.
9
Houle, C. O. (1992). The literature of adult education: A bibliographica essay. San Francisco: Jossey-
Bass.
10
Savicevic, D. (1999). Understanding Andragogy in Europe and America: Comparing and Contrasting.
In J. Reischmann, M. Bron & Z. Jelenc (Eds.), Comparative adult education 1998: The contribution of ISCAE to an
emerging field of study, (pp. 97-119). Ljubljana, Slovenia: Slovenian Institute for Adult Education.
11
Mustofa Kamil, “Teori Andragogi,” dalam Ibrahim, R. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung:
Imperial Bhakti Utama, 2007), vol. 1, h. 288.
12
Sumiyarno (2007). Pembelajaran Orang Dewasa Berbasis Andragogi: Tinjauan Teori. Jurnal Ilmiah
VISI PTK-PNF. Vol. 2, No. 1. 50-55. Hlm 54
9
Orang dewasa memiliki pengalaman hidup yang beragam yang dapat menjadi sumber
belajar yang berharga.
2) Kemandirian
Orang dewasa ingin memiliki kontrol atas proses belajar mereka dan belajar lebih
efektif ketika mereka memutuskan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mereka ingin
mempelajarinya.
3) Relevansi
Orang dewasa belajar lebih baik ketika mereka melihat bagaimana pembelajaran
tersebut relevan dengan kebutuhan atau tujuan mereka.
4) Motivasi
Orang dewasa cenderung lebih termotivasi untuk belajar ketika mereka merasa bahwa
pembelajaran tersebut akan membantu mereka mencapai tujuan atau memecahkan masalah
yang mereka hadapi.
5) Posisi belajar
Orang dewasa belajar lebih baik ketika mereka dapat memilih waktu, tempat, dan
metode pembelajaran yang paling sesuai dengan gaya belajar mereka.
6) Keterampilan
8) Pendidikannya
10
itu di karenakan adanya model asumsi yang melandasinya sebagai dua pendekatan rancang
bangun dan pengoperasioan yang berbeda, sebagaimana di kemukakan oleh Knowles, 1985
Menurut Knowles (1998) perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar di
dasarkan pada asumsi tentang peserta didik orang dewasa, yakni:
1. Orang dewasa mempunyai kesiapan belajar untuk belajar jika kebutuhan dan minatnya
dapat terpenuhi,
2. Orientasi belajar orang dewasa terpusat pada kehidupan, sehingga unit
pembelajarannya adalah situasi kehidupan, bukan sekedar subjek atau materi
pembelajaran,
3. Pengalaman merupakan sumber terkaya bagi orang dewasa, oleh karena itu
metodologi dasar bagi pendidikan orang dewasa adalah menganalisis pengalaman,
4. Orang dewasa memiliki kebutuhan mendalam untuk mengarahkan dirinya sendiri
(konsep diri) sehingga peran guru adalah menjalankan proses untuk sama-sama
menjajaki dan mencari daripada mengalihkan pengetahuan tutor kepada peserta didik
orang dewasa,
5. Perbedaan individual meningkat dengan meningkatnya usia, sehingga pendidikan
orang dewasa harus memperhitungkan perbedaan dalam gaya, waktu, tempat dan
kecepatan belajar.
Pedagogi dan andragogi adalah dua konsep yang berbeda dalam dunia pendidikan.
Berikut adalah perbedaan antara kedua konsep tersebut :
13
Sukmadinata, N. S. (2010). Metode penelitian pendidikan. Remaja Rosdakarya
14
Knowles, M. S. (1984). Andragogy in action: Applying modern principles of adult learning. Jossey-
Bass
15
Merriam, S. B., Caffarella, R. S., & Baumgartner, L. M. (2012). Learning in adulthood: A
comprehensive guide. John Wiley & Sons.
11
3. Tujuan: Tujuan pedagogi adalah untuk membantu siswa memahami dan menguasai
materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Sementara itu, tujuan andragogi adalah
untuk membantu pembelajar dewasa memperoleh keterampilan baru, memecahkan
masalah, dan meningkatkan pengetahuan mereka dalam suatu bidang tertentu.16
5. Karakteristik pembelajar: Pedagogi lebih cocok untuk pembelajar yang lebih muda,
yang belum memiliki pengalaman belajar yang signifikan dan memerlukan
pengawasan langsung dari seorang guru. Sementara itu, andragogi lebih cocok untuk
pembelajar dewasa yang sudah memiliki pengalaman belajar yang signifikan, dan lebih
mandiri dalam belajar.
Prinsip dasar yang membedakan antara pedagogi dan andragogi dapat di tinjau dari
aspek difinisi, fokus utama, tujuan belajar dan proses belajar. berikut tabel perbedaan
pedagogi dan andragogi.
16
Cross, K. P. (1981). Adults as learners: Increasing participation and facilitating learning. Jossey-Bass.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Jossey-Bass.
15