Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANALISIS YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NO 3 TAHUN 1946 TENTANG


WARGA NEGARA DAN PENDUDUK NEGARA

DISUSUN OLEH :
DOMINIKUS DEGADA KOLA PATI
NIM :
19110130

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERITAS JANABADRA


YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023
Kata pengantar
Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkatnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ANALISIS
YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NO 3 TAHUN 1946 TENTANG WARGA
NEGARA DAN PENDUDUK NEGARA dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Hukum Kewarganegaraan di
Universitas Janabadra Yogyakarta. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
pengathuan baru dan wawasan baru bagi pembaca mengenai hukum hukum kewarganegaraan
di Indonesia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena penulis
hanyalah seorang manusia yang jauh dari kesempurnaan olehkarena itu kritik dan saran dari
makalah ini sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini
bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Yogyakarta 29 oktober 2022

Penulis
Daftar isi :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Warga negara diartikan sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara.
Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai
dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau
kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta atau anggota atau warga negara
dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan
bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. Setiap negara
tidak mungkin bisa ada tanpa adanya warga atau rakyatnya. Unsur rakyat ini sangat penting
dalam sebuah negara, karena secara kongkret rakyatlah yang memiliki kepentingan agar
negara itu dapat berjalan dengan baik. Dalam kontes ini rakyat diartikan sebagai sekumpulan
manusia yang dipersatukan oleh suatu persamaan dan yang bersama–sama di suatu wilayah
tertentu. Maka dapat dibayangkan adanya suatu negara tanpa adanya rakyat (warga negara).
Rakyat (warga negara) adalah substratum personil dari negara. Sejak Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia, perihal kewarganegaraan telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara. Undang-Undang
tersebut kemudian diubah dengan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1947 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1947 tentang Perpanjangan Waktu untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan
Kewarganegaraan Negara Indonesia dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1948 tentang
Memperpanjang waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan
Negara Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, ihwal kewarganegaraan terakhir diatur
dengan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang
Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu
negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara
dan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya.
Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga
negaranya. Melalui warga negaralah esensi sebuah negara akan ada, sebagaimana diketahui
negara pada hakikatnya sama dengan organisasi. Sebuah organisasi dapat berdiri dengan
syarat utamanya adalah anggota, demikian juga halnya dengan negara, anggotanya
dinamakan warga negara dan penduduk negara. Di dalam menentukan siapa yang menjadi
warga negara masing-masing negara yang merdeka dan berdaulat bebas menentukannya,
sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 15 Declaration of human rights, pasal tersebut
menentukan sebagai berikut:
a. Setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan.
b. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarganegaraannya atau ditolak
haknya untuk menganti kewarganegaraan.
Melalui Declaration of human rights, adanya ihwal kewarganegaraan menjadi hak dasar
setiap manusia. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban
tugas mengelola dan memeilhara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung jawab
untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin
keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Hak
asasi manusia yang menjadi dasar dari ihwal kewarganegaraan, secara kodrati melekat pada
diri manusia yang bersifat universal dan langgeng. Hak asasi manusia haruslah dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penentuan warga negara menurut UU no 3 Tahun 1946 ?
2. Bagaimana asas-asas pewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia yang dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Warga Negara

Orang-orang sebagai bagian dari unsur pembentuk sebuah negara yang dahulu
biasa disebut hamba atau kawula negara. Namun sekarang ini lazim disebut sebagai
warga negara, karena sesuai kedudukannya sebagai orang yang merdeka. Jadi warga
negara secara sederhana dapat diartikan sebagai angghota dari suatu negara.
Dalam keseharian ( bahasa awam) pengertian warga negara sering dengan rakyat
atau penduduk. Padahal tidaklah demikian. Terkait hal ini maka perlu diperjelas
pengertian masing-masing dan perbedaanya. Orang yang berada distuatu wilayah
yang melingkupi negara tertentu dapat dibedakan menjadi dua yaitu penduduk dan
bukan penduduk. Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal diwalayah
tertemtu dalam kurun waktu tertentu sedangkan bukan peduduk adalah orang-orang
yang berdian disutau wilayah negara dengan jangka waktu tertentu. Selanjutnya
penduduk dalam suatu negara dapat dipilah lagi menjadi dua yaitu warga negara dan
orang asing. Austyn Reney menyatakan bahwa setiap negara memiliki sejumlah orang
tertentu yang dianggap sebagai warganegaranya dan yang lainya sebagai orang asing.
Warga negara adalah orang yang menurut hukum atau secara resmi merupakan
anggota dari suatu negara tertentu. Mereka memberikan kesetiaanya kepada negara,
menerima perlindungan darinya, serta menikmati hak untuk serta dalam proses politik
negara tersebut. Mereka mempunyai hubungan secara hukum yang tida terputus
dengan negaranya meskipun yang bersangkutan terlah berdomisili dinegara lain,
asalkan ia tidak memutuskan kewarganegaraannya. Sedangkan orang asing adalah
orang-orang yang untuk sementara atau tetap bertempat tinggal di negara tertentu tapi
tidak berkeduddukan sebagai warga negara. Mereka dalah warga negara lain yang atas
izin pemerintah menetep di negara yang bersangkutan. Mereka mempumyai
hubungan secara hukum dengan negara diman ia tinggal hanya ketika masih
bertempat tinggal di wilayah negara tersebut.
Kebanyakan negara menetukan bahwa hanya mereka yang berstatus sebagai warga
negara sajalah yang boleh bekerja dinegara bersangkutan, sedangkan mereka yang
bukan penduduk dilarang melakukan pekerjaan apapun. Demikian pula di indonesia
misalnya, hanya warga negara yang boleh mempunyai hak milik atas tanah dan hak
memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Sedangkan orang asing yang berstatus
sebagai penduduk maupun bukan penduduk tidak boleh melakukan hal-hal tersebut.
Di Indonesia sesama warga negara masih dibedakan antara warga negara asli dan
warga negara asing, hal ini diyatakan dalam pasal 26 ayat (1) UUD 1945 yang
berbunyi “ yang menyadi warga negara Indonesia ialah orang-orang Indonesia asli
dan orang-orang lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Perbedaan tersebut juga menyebabkan perbedaan hak dan kewajiban walaupun hanya
terbatas pada bidang tertentu.
Selanjutnya mengenai istilah rakyat Hauken SJ dkk ( 1988) mencatat ada empat arti
dari istilah rakyat. Pertama rakyat adalah kelompok orang yang diperintah atau
lapisan bawag dalam masyarakat. Kedua, rakyat adalah kamu proletar. Ketiga, rakyat
adalah semua penduduk disuatu tempat,negeri, tempat atau daerah. Keempat, rakyat
adalah golongan yang memiliki ikatan bersama yang kuat karena memiliki warisa
seperti sejarah,bahasa,nasib,adat dan tujuan bersama. Istilah rakyat dan warga negara
sebenarnya menunjuk pada subjek yang sama, hanya saja rakyat adalah sebutan secara
sosiologis sedangkan warga negara adalah sebutan secara yuridis.

B. kewarganegaraan
Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kewarganegaraan dalam arti formal dan kewarganegaraan dalam arti materil.
Kewarganegaraan dalam arti formal,menunjukan pada hal ihwal masalah
kewarganegaraan yang umumnya berada pada ranah hukum publik.
Kewarganegraan dalam arti formal membicarakan hal ihwal masalah kenegaraan
seperti siapakah warga negara, bagaimanakah cara memperoleh warga negara,
pewarganegaraan, bagaimana hilangnya warga negara dan seterusnya.
Sedangkan warga negara dalam artian materil adalah akibat hukum dari pengertian
warga negara itu sendiri. Kewarganegaraan dalam arti matril menunjuk pada akibat
hukum dari status kewarganegaraan yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Kewarganegaraan dalam arti materil ini merupakan isi dari kewarganegaraan itu
sendiri yaitu masalah hak dan kewajiban warga negara itu sendiri. Kewarganegaraan
seseorang mengaklibatkan orang tersebut memiliki pertalian hukum serta tunduk pada
hukum yang bersangkutan.
C. warga negara Menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1946
Seacara yurudis undang-undang no 3 Tahun 1946 telah menekankan substansi
kewarganegaraan indonesia sebagai berikut :
Warga Negara Indonesia ialah :
a. orang yang asli dalam daerah Negara Indonesia;
b. orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut diatas akan tetapi turunan dari
seorang dari golongan itu, yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman di
dalam daerah Negara Indonesia, dan orang bukan turunan dari golongan termaksud,
yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman selama sedikitnya 5 tahun
berturut-turut yang paling akhir di dalam daerah Negara Indonesia, yang telah
berumur 21 tahun, atau telah kawin, kecuali jika ia menyatakan keberatan menjadi
Warga Negara Indonesia karena ia adalah warga negara Negeri lain;
c. orang yang mendapat kewargaan Negara Indonesia dengan cara naturalisasi;
d. anak yang sah, disahkan atau diakui dengan cara yang sah oleh bapanya, yang pada
waktu lahirnya bapanya mempunyai kewargaan Negara Indonesia; e. anak yang lahir
dalam 300 hari setalah bapanya, yang mempunyai kewargaan Negara Indonesia,
meninggal dunia;
f. anak yang hanya oleh ibunya diakui dengan cara yang sah, yang pada waktu
lahirnya ibunya mempunyai kewargaan Negara Indonesia;
g. anak yang diangkat dengan cara yang sah oleh seorang Warga Negara Indonesia;
h. anak yang lahir di dalam daerah Negara Indonesia, yang oleh bapanya ataupun
oleh ibunya tidak diakui dengan cara yang sah;
i. anak yang lahir di dalam daerah Negara Indonesia, yang tidak diketahui siapa orang
tuanya atau kewargaan negara orang tuanya.
C. kewarganegaraan pada masa UUD 1945
Tema Politik Hukum Kewarganegaraan dan Pewarganegaraan dalam Negara
Republik Indonesia merupakan persoalan yang sangat menarik untuk dibicarakan,
didiskusikan, dan disorot secara khusus. Dilihat dari sejarahnya maupun lahirnya
konsep kewarganegaraan dan pewarganegaraan di Indonesia memiliki sejarah cukup
panjang yaitu bermula sesudah Indonesia merdeka, sebagai salah satu syarat
ketatanegaraan ditentukan siapa warga negaranya. Periode awal kemerdekaan
Indonesia sebagai sebuah negara bangsa, benih-benih pemikiran kewarganegaraan
telah berkembang tersebar dalam berbagai tahap pergerakan menuju Indonesia
merdeka. Kewarganegaraan Republik Indonesia memperoleh legitimasi dalam
Undang-Undang Dasar 1945 sehingga menjadi fundamen pengembangan pemikiran
tentang kewarganegaraan Republik Indonesia dan itu ditunjang dengan dasar
penyelenggaraan negara pada prinsip negara hukum yang demokratis. Demokrasi
yang berintikan kebebasan dan persamaan, sering dikaitkan dengan berbagai unsur
dan mekanisme, demikian pula dengan negara berdasarkan atas hukum. Salah satu
unsur atau mekanisme tersebut adalah adanya jaminan perlindungan, kepastian
hukum, dan penghormatan atas Hak Atas Identitas Kewarganegaraan merupakan
paspor seseorang untuk masuk ke dalam lalu lintas kehidupan bernegara secara penuh.
Tanpa kewarganegaraan seseorang hampir tidak mampu berbuat banyak dan tidak ada
perlindungan hukum dan tidak mendapat perlakuan yang layak sebagai warga negara.
Meskipun pemikiran tentang kewarganegaraan telah memperoleh tempat dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia, namun dalam perkembangannya mengalami pasang
surut, sejalan dengan perkembangan Pemerintahan Republik Indonesia. Seperti
tersebut dalam Pasal 26 Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen)
menentukan bahwa yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara. Selanjutnya ditentukan bahwa syarat yang mengenai kewarganegaraan negara
ditetapkan dengan undang-undang. Dari bunyi pasal tersebut belumlah dapat
menentukan siapakah yang dianggap menjadi Warga Negara Indonesia pada saat
Undang-Undang Dasar 1945 disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia), pasal tersebut menghendaki pengaturan lebih lanjut mengenai
kewarganegaraan diatur dengan undang-undang, baru 9 (sembilan) bulan kemudian
setelah kemerdekaan Republik Indonesia mulai terbentuk undang-undang organik
yaitu pada tanggal 10 April 1946 diumumkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946
Tentang Warga Negara, Penduduk Negara yang mengalami beberapa kali perubahan
yaitu dengan Undang-Undang Nomor 6 dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1947
serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1948. Sebelum berlakunya undang-undang
tersebut, undang-undang yang mengatur tentang kewarganegaraan berdasarkan Pasal
II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, undang-undang tersebut yang pada
tanggal 18 Agustus 1945 adalah undang-undang yang mengatur dimna lebih
menekankan pada
kekaulanegaraan Belanda yaitu :
1. Wet op het Nederlandschap en het Rijksingezetenschap, tanggal 12 Desember 1892
;
2. Wet op het Nederlansonderdaanschap van niet Nederlanders, tanggal 10 Pebruari
1910. Pada masa itu kedua Wet tersebut tidak dapat digunakan untuk menentukan
kewarganegaraan Indonesia.
Dalam suasana alam kemerdekaan tidak digunakan istilah kaulanegara melainkan
digunakan istilah warga negara. Sumber hukum utama sebagai pegangan siapa yang
menjadi Warga Negara Indonesia adalah Pasal 26 Undang-Undang Dasar 1945. Yang
menentukan warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Jadi secara yuridis
konstitusional di sini dibedakan antara orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa
lain. Dalam penjelasan UndangUndang Dasar 1945 tidak ada penjelasannya sapakah
yang dimaksud dengan orang-orang bangsa Indonesia asli tersebut, sehingga menurut
hukum tata negara ditafsirkan berdasarkan pengertian yuridis sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946. Sedangkan yang dimaksud dengan
orang-orang bangsa lain oleh Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 diberikan
contoh misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab
yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan
bersikap setia kepada wilayah negara Republik Indonesia, dapat menjadi warga
negara, yang secara yuridis merupakan syarat-syarat konstitusional yang mutlak harus
dipenuhi. Untuk itu kemudian Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
menentukan syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-
undang. Senafas dengan pengertian Asli juga kita lihat pada Pasal 1 huruf (a) Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1946 menegaskan bahwa : Warga Negara Indonesia ialah
orang yang asli dalam negara Indonesia dan kemudian dalam huruf (b) ditentukan
bahwa orang peranakan yang lahir dan bertempat tinggal di Indonesia paling sedikit 5
(lima) tahun paling akhir dan berturut-turut serta berumur 21 (dua puluh satu) tahun
juga adalah Warga Negara Indonesia. 4 Dengan demikian maka orang-orang asing
yang telah lahir dan bertempat tinggal di Indonesia menurut Wet 1892 dan Wet 1910
digolongkan sebagai orang asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946
tersebut dapat menjadi Warga Negara Indonesia. Di samping itu kemungkinan untuk
menjadi warga negara diatur dengan jalan pewarganegaraan (naturalisasi). Hal ini
sejalan dengan kepadatan penduduk di Indonesia sejak zaman Hindia Belanda dimana
banyak orang asing atau orang-orang bangsa lain yang telah turun temurun di
Indonesia adalah orang-orang yang bukan orang-orang bangsa Indonesia asli dan ini
tidak hanya meliputi orang-orang peranakan saja, melainkan juga meliputi orangorang
totok dan orang-orang keturunan campuran dengan orang-orang yang bukan orang-
orang bangsa Indonesia asli yang tidak berasal dari satu bangsa. Orang-orang
peranakan adalah orang-orang keturunan campuran antara orang-orang bangsa
Indonesia asli dengan orang-orang bukan bangsa Indonesia asli misalnya orang
peranakan Belanda atau disebut Indo Belanda, peranakan Tionghoa, dan sebagainya.
Orang-orang totok adalah orang-orang keturunan orang-orang yang bukan orang-
orang bangsa Indonesia asli yang berasal dari satu bangsa, misalnya orang Tionghoa
totok (yang berasal dari negara Republik Rakyat Tiongkok), orang Belanda totok
(yang berasal dari negara Belanda), dan sebagainya. 5 Dilihat dari sudut konstitusi
maka orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara baik dengan jalan pewarganegaraan maupun dengan jalan lain tetap harus
memenuhi syarat-syarat yuridis konstitusional Indonesia Undang-Undang Dasar 1945
dan juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam undang-
undang organik. Melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947, Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1946 ini dinyatakan berlaku surut (retro aktif) sejak tanggal 17
Agustus 1945. Berdasarkan bunyi Pasal 1 dinyatakan kewarganegaraan Indonesia bisa
didapatkan oleh
a. Orang yang asli dalam wilayah negara Indonesia ;
b. Orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut di atas, tetapi turunan seorang
dari golongan itu serta lahir, bertempat kedudukan, dan berkediaman dalam wilayah
negara Indonesia ; Dan orang bukan turunan seorang dari golongan termaksud yang
lahir, bertempat kedudukan, dan berkediaman yang paling akhir selama sedikitnya 5
(lima) tahun berturut-turut di dalam wilayah negara Indonesia, yang telah berumur 21
(dua puluh satu) tahun atau telah kawin ;
c. Orang yang mendapat kewarganegaraan Indonesia dengan cara naturalisasi ;
d. Anak yang sah, disahkan, atau diakui dengan cara yang sah oleh bapaknya, yang
pada waktu lahir bapaknya mempunyai kewarganegaraan Indonesia ;
e. Anak yang lahir dalam jangka waktu 300 (tiga ratus) hari setelah bapaknya yang
mempunyai kewarganegaraan Indonesia, meninggal dunia ;
f. Anak yang hanya oleh ibunya diakui dengan cara yang sah, yang pada waktu lahir
mempunyai kewarganegaraan Indonesia ;
g. Anak yang diangkat secara sah oleh Warga Negara Indonesia ;
h. Anak yang lahir di dalam wilayah negara Indonesia, yang oleh bapaknya ataupun
ibunya tidak diakui secara sah ;
i. Anak yang lahir di dalam wilayah negara Indonesia, yang tidak diketahui siapa
orangtuanya atau kewarganegaraan orangtuanya. Oleh Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1947, klasifikasi Warga Negara Indonesia di atas ditambah dengan :
j. Badan hukum yang didirikan menurut hukum yang berlaku dalam negara Indonesia
dan bertempat kedudukan di dalam wilayah negara Indonesia. 6 Cara memperoleh
kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan diatur dalam Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946, bahwa kewarganegaraan Indonesia dengan
cara naturalisasi diperoleh dengan berlakunya undang-undang yang memberikan
naturalisasi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tidak menggunakan stelsel aktif,
melainkan stelsel pasif. Seperti diketahui dalam melaksanakan hak untuk
mendapatkan kewarganegaraan, dapat digunakan 2 (dua) aturan atau stelsel :
1. Stelsel pasif Seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan dengan otomatis atau
tidak melakukan perbuatan hukum apapun.
2. Stelsel aktif Seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan dengan mengajukan
permintaan untuk mendapatkannya atau melakukan perbuatan hukum tertentu.

D. Asas-asas Hukum Kewarganegaraan menurut Undang-Undang No 3 Tahun 1946


Sebagai pelaksanaan pasal 26 UUD 1945, tanggal 10 April 1946, diundangkan UU
No.3 Tahun 1946. Adapun yang dimaksud dengan warga negara Indonesia menurut Pasal 1
UU No. 3 Tahun 1946 adalah:
a. Orang-orang asli dalam wilayah daerah di Indonesia;
b. Orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut diatas akan tetapi turunan dari seseorang
dari golongan itu dan lahir bertempat kedudukan dan kediaman dalam daerah negara
Indonesia, dan orang itu bukan turunan seorang dari golongan termaksud yang lahir dan
bertempat kedudukan dan kediaman di selama sedikitnya 5 tahun berturut turut yang paling
akhir didalam daerah negara Indonesia yang telah berumur 21 tahun atau telah kawin;
c. Orang yang mendapatkan kewarganegaraan Indonesia dengan cara Naturalisasi;
d. Anak yang sah, disahkan atau diakui dengan cara yang sah oleh bapaknya, yang pada
lahirnya bapaknya mempunyai kewarganegaraan Indonesia;
e. Anak yang lahir dalam waku 300 hari setelah bapaknya yang mempunyai
kewarganegaraan Indonesia, meninggal dunia;
f. Anak yang hanya oleh ibunya diakui dengan cara yang sah yang pada waktu lahirnya
mempunyai kewarganegaraan Indonesia;
g. Anak yang diangkat dengan cara yang sah oleh seorang warga negara Indonesia;
Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan 33
h. Anak yang lahir di dalam daerah negara Indonesia yang oleh bapaknya ataupun ibunya
tidak diakui dengan cara yang sah;
i. Anak yang lahir didalam daerah negara Indonesia, yang tidak diketahui siapa orang tuanya
atau kewarganegaraan keduan orang tuanya; dan
j. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum yang berlaku dalam negara Indonesia
dan bertempat kedudukan didalam daerah negara Indonesia. Dari ketentuan tersebut dapat
diketahui bahwa yang dianut dalam undang-undang tersebut adalah asas Ius soli.
Ius soli atau jus soli (bahasa Latin untuk "hak untuk wilayah") adalah asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya.Ius soli berasal
dari kata ius dan solum. Ius berarti hukum, dalil, atau pedoman. Sedangkan soli berasal dari
kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah.
Asas ius soli lazim diberlakukan oleh negara-negara yang memiliki jumlah warga negara
yang sedikit, yang kebanyakan penduduk di negara itu merupakan warga pendatang yang
diterima untuk melaksanakan berbagai pekerjaan bagi perkembangan perekonomiannya, atau
para imigran yang diterima dengan baik di negara yang bersangkutan.
Biasanya sebuah peraturan praktikal pemerolehan nasionalitas atau kewarganegaraan sebuah
negara oleh kelahiran di wilayah tersebut diberikan oleh sebuah hukum turunan disebut lex
soli. Banyak negara memberikan lex soli tertentu, dalam aplikasi dengan jus soli yang
bersangkutan, dan aturan ini yang paling umum untuk memperoleh nasionalitas. Sebuah
pengecualian lex soli diterapkan bila anak yang dilahirkan orang tuanya adalah seorang
diplomat dari negara lain, yang dalam misi di negara bersangkutan namun banyak negara
memperketat lex soli dengan mengharuskan paling tidak salah satu orang tua harus memiliki
warga negara yang bersangkutan atau izin tinggal resmi lainnya pada saat kelahiran anak
tersebut. Alasan utama menerapkan aturan tersebut adalah untuk membatasi jumlah orang
bepergian ke negara lain dengan tujuan mendapatkan kewarganegaraan untuk seorang anak.
Berdasarkan substansi dari Undang-undang No 3 Tahun 1946 secara materil maupun formil
menegaskan bahwa asas yang digunakan yaitu isu soli.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kewarganegaraan dalam arti formal dan kewarganegaraan dalam arti materil.
Kewarganegaraan dalam arti formal,menunjukan pada hal ihwal masalah
kewarganegaraan yang umumnya berada pada ranah hukum publik.
Kewarganegraan dalam arti formal membicarakan hal ihwal masalah kenegaraan
seperti siapakah warga negara, bagaimanakah cara memperoleh warga negara,
pewarganegaraan, bagaimana hilangnya warga negara dan seterusnya. Sedangkan
warga negara dalam artian materil adalah akibat hukum dari pengertian warga negara
itu sendiri. Kewarganegaraan dalam arti matril menunjuk pada akibat hukum dari
status kewarganegaraan yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Kewarganegaraan dalam arti materil ini merupakan isi dari kewarganegaraan itu
sendiri yaitu masalah hak dan kewajiban warga negara itu sendiri. Kewarganegaraan
seseorang mengaklibatkan orang tersebut memiliki pertalian hukum serta tunduk pada
hukum yang bersangkutan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 menegaskan
bahwa : Warga Negara Indonesia ialah orang yang asli dalam negara Indonesia dan
kemudian dalam huruf (b) ditentukan bahwa orang peranakan yang lahir dan
bertempat tinggal di Indonesia paling sedikit 5 (lima) tahun paling akhir dan berturut-
turut serta berumur 21 (dua puluh satu) tahun juga adalah Warga Negara Indonesia. 4
Dengan demikian maka orang-orang asing yang telah lahir dan bertempat tinggal di
Indonesia menurut Wet 1892 dan Wet 1910 digolongkan sebagai orang asing
berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tersebut dapat menjadi Warga
Negara Indonesia. Di samping itu kemungkinan untuk menjadi warga negara diatur
dengan jalan pewarganegaraan (naturalisasi). Hal ini sejalan dengan kepadatan
penduduk di Indonesia sejak zaman Hindia Belanda dimana banyak orang asing atau
orang-orang bangsa lain yang telah turun temurun di Indonesia adalah orang-orang
yang bukan orang-orang bangsa Indonesia asli dan ini tidak hanya meliputi orang-
orang peranakan saja, melainkan juga meliputi orangorang totok dan orang-orang
keturunan campuran dengan orang-orang yang bukan orang-orang bangsa Indonesia
asli yang tidak berasal dari satu bangsa.
B. Saran
Penulis Berharap agar Mahasiswa secara Umum maupun secara khusus
mahasiswa yang mangambil studi ilmu hukum dapat mengkaji perjalanan secara
historis yuridis sehingga mahasiswa dapat mempelajarai, mengkaji secara objektif
perjalanan penentuan status kewarganegaraan di Indonesia sebagaimana telah di
tetepkan oleh Undang-undang untuk kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Sehingga kelangsungan hidup bernegara secara harmonis dan juga mahasiswa dapat
melihat hal ini secara kritis.

Daftar Pustaka
Harsono, Perkembangan pengaturan kewarganegaraan, Yogyakarta : Liberty, 1992
Interpretasi tentang pengertian “Asli” di dalam Pasal 26 dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 lebih bersifat yuridis
konstitusional, bukan bersifat biologis etnik ataupun sosiologis kultural
Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum kewarganegaraan dan keimigrasian Indonesia
Koerniatmano Soetoprawiro, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994, hal. 27 – 28
Abdul Bari Azed, Masalah Kewarganegaraan, Jakarta: Indohill Co, 1996, hal.18
B.P. Paulus, Kewarganegaraan RI ditinjau dari UUD 1945, khususnya kewarganegaraan
peranakan Tionghoa: tinjauan filosofis, historis, yuridis konstitusional, Jakarta: Pradnya
Paramita, hal. 215-216
Lubis M. Solly, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini: Fungsi Perundang-
undangan Dasar. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.

Anda mungkin juga menyukai