Tugas Kelompok 14 - Telaah Kritis Evaluasi
Tugas Kelompok 14 - Telaah Kritis Evaluasi
Dibuat Oleh:
Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa yang telah memberi taufiq dan
hidayah kepada hambanya sehingga penyusunan makalah dengan judul ” Tela’ah
Kritis Evaluasi Pendidikan Nasional UN vs ANBK” ini dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam kami panjatkan kepada baginda nabi besar Nabi Muhammad SAW.
Yang mana berkat jasa dan perjuangannya, seluruh umat manusia dapat menikmati terangnya
dunia ini yakni dengan agama Islam.
Kami sangat menyadari, bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik serta sarannya dari semua pihak, menuju perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini kami harapkan.
Dengan terselesaikannya penyusunan laporan ini, dengan segala kerendahan hati kami
menghaturkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak-pihak yang membantu
terselesaikannya makalah ini, mudah-mudahan jasa-jasa mereka di beri penghormatan oleh
Allah SWT Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................................1
B. Pengertian Evaluasi...................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5
A. Ujian Nasional ( UN )..................................................................................................................5
B. Asesmen Nasional Berbasis Komputer ( ANBK )......................................................................10
C. Perbedaan UNBK dengan ANBK...............................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................................15
Kesimpulan......................................................................................................................................15
REFERENSI...........................................................................................................................................16
ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara teoretis banyak pengertian tentang evaluasi pendidikan yang kita pelajari
selama ini. Di antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain terkadang
seperti berbeda meskipun ada benang merah yang sama. Ralph W. Tyler (1975)
mendefinisikan evaluasi pendidikan sebagai suatu proses untuk memastikan apakah
tujuan pendidikan benar-benar sudah direalisasi. Sementara Daniel Stufflebeam (1971)
mendefinisikan evaluasi pendidikan sebagai suatu proses memilih, memilah dan
menyedia-kan informasi yang bermanfaat untuk melakukan justifikasi
alternatifalternatif pendidikan. Lain lagi dengan Michael Scriven (1969) yang
menyatakan evaluasi pendidikan merupakan suatu observasi nilai-nilai pendidikan
yang diban-dingkan dengan nilai-nalai standar. Sementara itu Norman E. Gronlund
(1976) menyatakan bahwa eva-luasi pendidikan adalah suatu proses secara sistematis
yang bermanfaat untuk menentukan atau membuat keputusan yang dapat dijadikan
1
2
B. Pengertian Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti tindakan atau
proses untuk menentukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau
proses untuk menentukan nilai se-gala sesuatu yang ada hubungan dengan pendidikan
(Nata, 2001: 131). Dalam bahasa Arab menurut Arifin istilah evaluasi dikenal dengan
imtihan yang berarti ujian. Istilah ini dikenal juga dengan dengan termonologi
khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa evaluasi dapat pula diartikan dengan proses membandingkan
situasi yang ada dengan kriteria tertentu karena evluasi ada-lah proses mendapatkan
informasi dan menggunakannya untuk me-nyusun penilaian dalam rangka membuat
keputusan (Arifin, 2003: 26). Dengan melihat definisi dasar tersebut, maka menurut
Abudin Nata bahwa evaluasi pendidikan adalah suatu proses yang tidak hanya mem-
bandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah yang
berkaitan dengan pen-didikan (Nata, 2001: 131). Untuk itu evaluasi pendidikan
sebenarnya tidak hanya menilai melainkan juga berkenaan dengan penilaian terhadap
berbagai aspek yang mempengaruhi proses belajar siswa tersebut, seperti evaluasi
terhadap guru, kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya.
Kendati demikian umumnya evaluasi dalam pendidikan lebih ditujukan kepada upaya
mengetahui dengan jelas dan obyektif terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh suatu
lembaga pendidikan.
memilah dan memilih. Kegiatan pendidikan dilakukan dengan membantu peserta didik
dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan:
PEMBAHASAN
A. Ujian Nasional ( UN )
Ujian nasional yang dilakukan sekali pada akhir jenjang pendidikan dalam beberapa
mata pelajaran dalam bentuk tes objektif sukar diharapkan dapat membudayakan
berbagai dimensi pembelajaran. Ekses dari ujian nasional adalah terjadinya proses
belajardi sekolah sebagai proses menghafal dan latihan menjawab soal. Ujian nasional
(UN) hakekatnya memperkuat model pembelajaran yang mengutamakan kegiatan
mendengar, mencatat, dan menghafal suatu proses pembelajaran yang sejak tahun 1971
ingin ditinggalkan, tetapi karena alasan ketersediaan dana model ini terus berjalan.
Melalui Undang-Undang tahun 2003 model semacam ini sesungguhnya ingin
ditinggalkan tetapi malah diperkuat dengan ditetapkannya UN sebagai penentu
kelulusan. Jika UN disebut hanya untuk menguji dimensi kognitif itupun masih dirasa
kurang karena kemampuan kognitif dalam artian yang luas meliputi kemampuan
meneliti, kemampuan menganalisis, kemampuan menilai, kemampuan mengidentifikasi
masalah, dan kemampuan memecahkan masalahyang kesemuanya memerlukan
kemampuan membaca, kemampuan menuliskan pemikiran dan laporan, kemampuan
kalkulasi, yang kesemuanya perlu dibudayakan sehingga segala kemampuan yang
berkembang menjadi bagian dari sistem kepribadian peserta didik yang meliputi watak
dan moralnya. Oleh karena itu diperlukan peninjauan ujian nasional kecuali untuk
kepentingan pemetaan dan seleksi dan bukan kelulusan. Guna meneropong tujuan itu
maka diperlukanlah apa yang disebut dengan istilah evaluasi.
Evaluasi itu terdapat berbagai model, yang secara nasional di Indonesia dikenal
dewasa ini dengan Ujian Nasional. Hal itu selama ini dijadikan sebagai standar nasional
untuk mengevaluasi pendidikan yang telah berlangsung di Indonesia setiap tahunnya.
Di tengah gencarnya pemerintah menyuarakan perlunya UN, dengan dalih untuk
meningkatkan mutu pendidikan, penolakan ter-hadap UN yang tak kalah nyaringnya
juga disuarakan oleh kalangan DPR, masyarakat, orang tua dan sejumlah elemen
masyarakat lainnya. Per-debatanpun masih terus berlanjut. Pemerintah dan
masyarakat, tetap berpegang pada argumentasinya masing-masing. Di sisi lain, para
siswa merasa tertekan dan cemas yang berlebihan takut tidak lulus; para orang tua
6
merasa khawatir dengan nasib dan masa depan anaknya; para praktisi pendidikan
merasakan penyelenggaran UN me-nimbulkan diskriminasi terhadap sejumlah mata
pelajaran; para pe-ngamat dan akademisi menilai UN tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip evaluasi pendidikan dan mengesampingkan aspek pedagogis dalam pendidikan;
sedangkan sebagian anggota legislatif yang menolak menilai pelaksanaan UN
bertentang-an dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasio-nal. UN hanya sebatas control kualitas untuk meng-awasi taraf
pendidikan (Kompas, 5 Mei 2004). Meskipun terdapat pro dan kontra terhadap
penyelenggara-an UN, BSNP dengan persetujuan Mendik-nas, tetap melaksanakan UN
hingga saat ini. Dengan mem-perhatikan penomena demikian, maka penulis tertarik
untuk menganalisa lebih jauh seputar pro dan kontra terhadap penye-lenggaraan UN.
UN sebuah kebijakan yang sering bahkan setiap kali penyelenggaraannya tak pernah
lepas dari kritik. Mulai dari pe-nyediaan soal yang sentralistik, distribusi soal,
percetakan soal, pengamanan soal hingga sampai ke sekolah penyelenggara, pelaksana-
an UN, pelibatan tim independen, pengamanan selama proses UN, pengembalian LJK
siswa, dan seterusnya hingga proses scaner hingga pengumuman kelulusan. Bila
diruntut akar masalahnya, harus diakui bahwa betapa banyak energi yang terkuras,
biaya yang dikeluarkan, politisasi pendidikan, intervensi birokrat dan kegelisahan
orang tua dan kecemasan anak. Inilah pertanyaan mendasar yang harus dikritisi
sehingga secara komprehensif menemukan formula yang memadai penyelenggaraan
UN yang benar-benar pro mutu pendidikan, bukan sekedar hajatan tahunan yang padat
modal?
Selain dampak positif yang di-timbulkan oleh penyelenggaraan UN, maka terdapat pula
dampak negatif penerapan UN, antara lain adalah sebagai berikut:
meluluskan siswanya dengan prosentase yang tinggi dengan nilai UN yang tinggi,
dinilai sebagai sekolah yang berkualitas dan unggul. Setiap sekolah
menginginkannya dan berbagai upaya dilakukan untuk mencapai posisi tersebut.
Untuk mewujudkan itu, tidak jarang upaya-upaya yang tidak fair dilakukan oleh
oknum guru dan kepala sekolah untuk men-capai target kelulusan yang setinggi-
tingginya.. Kasus di beberapa sekolah, guru dengan berbagai modus memberi
kunci jawaban kepada siswa. Selain itu, pada tingkat penyelenggara pendidikan
daerah seperti dinas pendidikan, usaha untuk meng-gelembungkan (mark-up)
hasil ujian pun terjadi. Caranya dengan membuat tim untuk membetulkan
jawaban-jawaban siswa Kondisi seperti ini jelas jauh dari nilai-nilai kejujuran
dalam pendidikan yang seharus-nya menjadi bagian yang harus dikembangkan
secara serius di sekolah. Bila ini berlanjut, bisa dibayangkan manusia-manusia
seperti apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan (formal) kita.
d. Hanya ranah kognitif yang terukur: UN yang menggunakan bentuk soal multiple
choise hanya akan dapat mengukur hasil belajar pada ranah kognitif. Mengacu
pada ranah kognitif dari Bloom, tingkatan berpikir yang mampu terukur melalui
bentuk soal MC hanya sampai pada tingkat berpikir aplikasi. Kondisi seperti ini
mendorong para siswa belajar dengan menghafal. Belum lagi, ranah afektif dan
psikomotorik yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran yang juga harus
diukur ketercapaiannya, tidak dilakukan. Sulit diharapkan dapat diukur dengan
mengguna-kan UN, yang sifatnya masal dan dilakukan dalam waktu yang sangat
terbatas. Sekali lagi kondisi ini akan berakibat pada pembelajaran di sekolah
hanya pada pengembangan kecerdasan intelektual, sementara kecerdas-an
lainnya (multiple intelegence Gardner) akan tidak mendapat-kan perhatian yang
memadai.
e. Keputusan penentuan kelulusan yang kurang obyektif: Pada umumnya satuan
pen-didikan hanya mengacu pada hasil UN untuk menentu kan kelulusan siswa
artinya kalau hasil UN sudah memenuhi syarat kelulusan maka siswa tersebut
sudah pasti lulus walaupun nilai mata pelajaran yang tidak di UN-kan jelek dan
sikapnya kurang baik. Proses belajar yang dilakukan siswa selama 3 tahun di
SLTP dan SLTA, nasibnya ditentukan oleh hasil UN yang dikerjakan beberapa
jam saja. Ketidak-lulusan siswa dalam UN bisa jadi bukan karena faktor ke-
9
diri. Kondisi akhir sudah bisa ditebak mereka yang miskin akan kalah bersaing
untuk dapat masuk ke sekolah berkualitas.
Asesmen Nasional 2021 adalah pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah,
madrasah, dan program keseteraan jenjang sekolah dasar dan menengah. Asesmen
Nasional terdiri dari tiga bagian, yaitu:
membantu murid mempelajari bidang ilmu lain terutama untuk berpikir dan
mencerna informasi dalam bentuk tertulis dan dalam bantuk angka atau secara
kuantitatif,” jelas Mendikbud.
2. Survei Karakter: Survey Karakter yang dirancang untuk mengukur capaian
peserta didik dari hasil belajar sosial-emosional berupa pilar karakter untuk
mencetak Profil Pelajar Pancasila. “Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME
serta berakhlak mulia, berkebhinekaan global, mandiri, bergotong royong,
bernalar kritis, dan kreatif,”.
3. Survei Lingkungan Belajar: Survey Lingkungan Belajar untuk mengevaluasi dan
memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah.
Asesmen Nasional pada tahun 2021 dilakukan sebagai pemetaan dasar (baseline) dari
kualitas pendidikan yang nyata di lapangan, sehingga tidak ada konsekuensi bagi
sekolah dan murid. “Hasil Asesmen Nasional tidak ada konsekuensinya buat sekolah,
hanya pemetaan agar tahu kondisi sebenarnya,” kata Mendikbud.
Kemendikbud juga akan membantu sekolah dan dinas pendidikan dengan cara
menyediakan laporan hasil asesmen yang menjelaskan profil kekuatan dan area
perbaikan tiap sekolah dan daerah. “Sangat penting dipahami terutama oleh guru,
kepala sekolah, murid, dan orang tua bahwa Asesmen Nasional untuk tahun 2021 tidak
memerlukan persiapan-persiapan khusus maupun tambahan yang justru akan menjadi
beban psikologis tersendiri. Tidak usah cemas, tidak perlu bimbel khusus demi
Asesmen Nasional,” kata Mendikbud. Senada dengan Mendikbud, anggota Badan
Standar Nasional Pendididikan (BSNP), periode 2019 – 2023, Doni Koesoema
mengatakan Asesmen Nasional ini menjadi salah satu alternatif transformasi
pendidikan di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, pengajaran,
dan lingkungan belajar di satuan pendidikan.
Untuk itu, Pemerintah mengajak semua para pemangku kepentingan untuk bersiap
dalam mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional mulai tahun 2021 sebagai bagian
dari upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Kementerian Pendidikan
Kebudayaan Riset dan Teknologi disingkat Kemdikbudristek meluncurkan empat
program kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”, termasuk ANBK.
berupa input, proses, dan hasil. Potret layanan dan kinerja setiap sekolah dari hasil
Asesmen Nasional ini kemudian menjadi refleksi capaian pendidikan secara nasional.
“Untuk kita bersama-sama melakukan refleksi mempercepat perbaikan mutu
pendidikan Indonesia,” ucap Nadiem saat Webinar Koordinasi Asesmen Nasional
untuk ANBK di Jakarta pada Selasa, 6 Oktober 2020 lalu. Asesmen Nasional Berbasis
Komputer atau ANBK merupakan program penilaian terhadap mutu setiap sekolah,
madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang pendidikan dasar hingga menengah.
Dilansir dari situs resmi Kemendikbud.go.id, mutu satuan pendidikan ini dinilai
berdasarkan hasil belajar siswa di beberapa aspek: literasi, numerasi, dan karakter.
Program penilaian mutu sekolah ANBK dapat dilakukan secara online dan semi online.
ANBK online dilakukan melalui akses internet yang stabil menggunakan komputer
proctor untuk membuka token, sedangkan ANBK semi online, komputer yang
digunakan tidak membutuhkan internet langsung, namun akan terhubung dengan
komputer proctor yang memiliki akses internet.
ANBK sangat berbeda dengan Ujian Nasional. Karena Ujian Nasional hanya fokus
pada penilaian aspek kognitif siswa, sementara ANBK sifat penilaiannya menyeluruh,
baik kognitif maupun non-kognitif, bahkan sampai ke kualitas lingkungan belajar yang
dimiliki setiap sekolah.
2. Survei Karakter yang mengukur sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang
mencerminkan karakter murid.
3. Survei Lingkungan Belajar yang mengukur kualitas berbagai aspek input dan
proses belajar-mengajar di kelas maupun di tingkat satuan pendidikan.
Di bawah ini merupakan perbedaan ANBK dengan ujian nasional, antara lain:
a. Periode Tes Per Siswa Salah satu perbedaan ANBK dan UN dilihat dari periode
tes per siswa. ANBK dilaksanakan selama dua hari sedangkan UN berlangsung
dalam empat hari.
b. Subjek Siswa ANBK mengacu pada sensus sekolah dasar dengan sampel siswa,
Sementara UN mengacu pada sensus seluruh murid sehingga setiap siswa wajib
melaksanakan ujian sedangkan pada ANBK, murid akan dipilih secara acak
dengan mempertimbangkan faktor ekonomi oleh Kemdikbud.
c. Jenjang Penilaian ANBK dan UN bisa dilihat dari jenjang penilaiannya. Pada
ANBK jenjang penilaian mulai dari pendidikan dasar hingga menengah (SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK). Sementara pada UN jenjang penilaian hanya
untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK.
d. Level Siswa yang menjadi peserta ANBK dipilih dari kelas 5 SD, kelas 8 (2 SMP),
dan kelas 11 (2 SMA/SMK). Berbeda dengan ANBK, peserta UN hanya diikuti
oleh para siswa di tingkat akhir.
e. Jadwal ANBK di Jenjang Pendidikan SD, SMP, SMA/SMK: sebagai contoh
pelaksanaan ANBK Tahun 2022: Jadwal ANBK 2022 untuk jenjang SMA/SMK
dan sederajat adalah pada tanggal 29 Agustus hingga 1 September 2022. Untuk
jenjang SMP dan sederajat, ANBK 2022 dilaksanakan pada tanggal 19 hingga 22
September 2022. Sementara ANBK 2022 jenjang pendidikan SD/MA
dilaksanakan pada 24 hingga 27 Oktober 2022. Sedangkan pada UN dilakukan di
Akhir Masa Pendidikan peserta didik.
15
PENUTUP
Kesimpulan
Evaluasi pendidikan yang terus berkembang dan berkembang dari jaman kemerdekaan
hingga jaman teknologi yang akan selalu mengalami perkembangan kemasa depan,
sejatinya merupakan sebuah perbaikan system yang akan terus beriringan dengan
kemajuan yang bersifat progresif.
Semua metode atau cara dalam melaksanaan evaluasi pendidikan memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing, sesuai dengan kebutuhan tujuan pembelajaran dari
perkembangan kurikulum yang terus dinamis.
16
REFERENSI