Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn.R DENGAN PTERIGIUM DI RUANG OK/IBS DI BLUD RS Dr.


DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Praktek Klinik Keperawatan II

OLEH :

RINDANG TRI AYU

NIM : 2011C. O3a.0255

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN (S-1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

EKA HARAP PALANGKA RAYA

2014-2015
I. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah
kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman
karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke
daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan
sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan
terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial yang
mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan
akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari
yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan
juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan
topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa
menutupi pusat optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata,
menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa
mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun
jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan
lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari
dokter mata akan menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus,
tergantung dari banyaknya pembesaran pterygium. Dokter juga akan
memastikan bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan dan perawatan yang
diberikan.

2. Anatomi Fisiologi Mata


Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan
mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan
sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan
untuk memberikan pengertian visual.

Organ luar

- Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima.


- Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola mata.
- Kelopak mata ( Palebra) berfungsi untuk menutupi dan melindungi mata.
Organ dalam
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari
sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia.
Bagian-bagian tersebut adalah:
- Kornea
Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari sumber
cahaya.
- Sklera
Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya rata- rata 1
milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.
- Pupil dan iris
Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas
cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar
jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan
terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris berfungsi sebagai
diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata.
- Lensa mata
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi
lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada
bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh),
lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya
datang dari dekat), lensa mata akan menebal.
- Retina atau Selaput Jala
Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya bagian
retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke saraf
optik.
- Saraf optik
Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.

Palpebra

- Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya yang berlebihan.


- Tdd : Palpebra superior dan inferior

- Permukaan suferficial ditutupi oleh kulit dan permukaan dalam diliputi


oleh membran mukosa à conjunctiva.

- Conjunctiva membentuk ruang potensial yaitu saccus conjunctivalis.

- sudut lateral fissura palpebra lebih tajam dari medial.

- Sudut medial dan bola mata dipisahkan oleh rongga sempit (lacus
lacrimalis) dan terdapat tonjolan kecil ( caruncula lacrimalis)
Lapisan Bola Mata
Mata tertanam pada adiposum orbitae, terdapat 3 lapisan :
Tunika fibrosa :
- Bagian posterior yang opak
- Sclera
- Bagian anterior yang transparan
- Cornea
Tunika Vasculosa Pigmentosa :
- Choroidea
- Corpus Cilliary
- Iris dan pupil
- Tunika Nervosa : Retina

Otot-otot penggantung bola mata


Saraf yang bertangung jawab terhadap mata manusia adalah saraf optikus
(Nervus II). Bagian mata yang mengandung saraf optikus adalah retina. Saraf optikus
adalah kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual dari retina ke otak.
Sedangkan saraf yang menggerakkan otot bola mata adalah saraf
okulomotoris (Nervus III), saraf ini bertanggungjawab terhadap pergerakan bola
mata, membuka kelopak mata, dan mengatur konstraksi pupil mata.
Saraf lainnya yang mempengaruhi fungsi mata adalah saraf lakrimalis
yang merangsang dalam pembentukan air mata oleh kelenjar air mata. Kelenjar
Lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan
menghasilkan air mata yang encer.

Sistem cairan mata - Intraokular

Mata diisi dengan cairan intraokuolar, yang mempertahankan tekanan


yang cukup pada bola mata untuk menjaga distensinya. Cairan ini dibagi dua :
Humor aqueous (anterior lensa), Humor vitreus (posterior lensa & retina).
Humor aqueous berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen
untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan
kornea, disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil
metabolisme pada kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan
mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola
mata/tekanan intra okuler.
3. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan
suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada
mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena
panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah
yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau
anginnya besar. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan
dari sinar matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun
UVB, dan angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan
penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti
zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada
petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa.
4. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,
Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat
dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan
pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi
ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea
bagian atas.
PATWAYS

Sinar Ultra Violet Angin Asap Debu

Semua alergi menuju ke bagian nasal orbita

Meatus nasi inferior

Tenjadi iritasi

Penebalan dan pertumbuhan


Konjungtiva bulbi

Menjalar ke kornea

Perubahan
Perubahan rasarasa Menutupi kornea
nyaman (Rasa
nyaman (sensasi benda
kemeng
asing di
dimata,
mata) Pandangan kabur Perubahan
persepsi
sensori

Risiko cidera Ansietas

Dilakukan tindakan operatif

Perubahan persepsi Risiko Infeksi


sensori Terjadi trauma jaringan (luka)
Nyeri

Risiko Cidera
5. Manifestasi Klinis
1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea
(Zone Optic).
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan
garis besi yang terletak di ujung pteregium.

6. Klasifikasi Dan Grade


1. Klasifikasi Pterygium:
a. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
b. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
2. Grade pada Pterygium :
a. Grade 1:
Tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera
masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
b.Grade 2:
Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
c. Grade 3:
Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah
kambuh.
d.Grade 4:
Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.

7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesis
Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan, faktor
risiko seperti pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa
visus pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa
positif terhadap faktor risiko dan paparan serta pemeriksaan fisik yang
menunjang anamneses cukup untuk membuat suatu diagnosa pterygium.
3. Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk
memastikan bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari
diagnosa banding lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan
menggunakan alat yang terdiri dari lensa pembesar dan lampu sehingga
pemeriksa dapat melihat bagian luar bola mata dengan magnifikasi dan
pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar untuk terlihat dengan
jelas.

8. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda.
Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata
dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau
dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya
astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara
kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata
buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea)
beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor (prednisone
asetat) maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka
pengobatan dihentikan.
Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan
bila pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh
menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk
mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi
penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya
akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi
lainnya.
Jenis Operasi pada Pterygium antara lain :
1. Bare Sklera
Pterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan. Tidak dilakukan
untuk pterygium progresif karena dapat terjadi granuloma → granuloma
diambil kemudian digraph dari amnion.
2. Subkonjungtiva
Pterygium setelah diambil kemudian sisanya dimasukkan/disisipkan di
bawah konjungtiva bulbi → jika residif tidak masuk kornea.
3. Graf
Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa
mulut/konjungtiva forniks.

9. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea.
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan
memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot
rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang
belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah
diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi post operasi pterygium meliputi:
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Conjungtival graft dehiscence
4. Corneal scarring
5. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan
vitreous, atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada
pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus
ini dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan pterygium adalah :
1) Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat,
Pendidikan.
2) Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan adanya benda asing pada matanya,
penglihatan kabur.
3) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi
pada pasien dengan pterygium adalah penurunan ketajaman penglihatan.
Sejak kapan dirasakan, sudah berapa lama, gambaran gejala apa yang
dialami, apa yang memperburuk atau memperingan, apa yang dilakukan
untuk menyembuhkan gejala.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya
memicu resiko pterygium.
5) Riwayat penyakit keluarga
Ada atau tidak keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.

6) Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual


a. Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas
biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan
kabur / tidak jelas.
c. Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur.
d. Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya maumun
tindakan operatif yang akan dijalaninya.
e. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji riwayat
keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji
riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan
vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan
pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
7) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang tumbuh
abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke kornea.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan adanya
penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.
Post Operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan akibat pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat
diskontinuitas jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post
operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.
3. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing) berhubungan
dengan adanya penebalan konjungtifa bulbi yang menjalar ke kornea.
a. Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa nyaman,
dan dapat memahami penjelasan perawat.
b. Kriteria Hasil :
 Pasien merasa nyaman.
 Pasien dapat rileks

Intervensi Rasional
1) Kaji dan dokumentasikan keluhan 1) Untuk mengetahui penyebab
pasien. penyakit pasien.
2) Beri pemahaman kepada pasien 2) Agar pasien paham dan mengerti
tentang penyakitnya. dengan penyakitnya sehingga
mampu menjalani pengobatan
3) Beri penjelasan kepada pasien sesuai saran dokter.
mengenai tindakan yang dapat 3) Untuk mengurangi pemaparan
membantu pasien agar merasa sunar ultraviolet maupun debu
lebih nyaman seperti: memakai pada mata.
kaca mata gelap pada siang hari,
beerusaha memperkecil
kemunginan kontak dengan angin,
asap, debu, dan sinar matahari.
4) Sarankan kepada pasien agar
segera berkonsultasi dengan 4) Untuk mengetahui perkembangan
dokter bila terjadi perubahan yang penyakit mata yang pasien alami.
signifikan pada matanya.
5) Sarankan kepada pasien untuk
memakai obat yang telah 5) Untuk mempercepat proses
diresepkan oleh dokter. penyembuhan.

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler.


a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi
individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
b. Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan

Intervensi Rasional
1) Tentukan ketajaman penglihatan, 1) Penemuan dan penanganan awal
kemudian catat apakah satu atau komplikasi dapat mengurangi
dua mata terlibat dan observasi resiko kerusakan lebih lanjut.
tanda-tanda disorientasi.
2) Orientasikan klien tehadap 2) Meningkatkan keamanan
lingkungan. mobilitas dalam lingkungan.
3) Perhatikan tentang suram atau 3) Cahaya yang kuat menyebabkan
penglihatan kabur dan iritasi rasa tak nyaman setelah
mata, dimana dapat terjadi bila penggunaan tetes mata dilator.
menggunakan tetes mata.
4) Ingatkan klien menggunakan 4) Membantu penglihatan pasien.
kacamata.

3. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.


a.Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera.
b.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk,
dsb).

Intervensi Rasional
1) Orientasikan pasien dengan 1) Agar pasien terbiasa dan hafal
lingkungannya. dengan situasi disekelilingnya.
2) Awasi pasien selama proses 2) Mencegah terjadinya risiko cidera
pemeriksaan berlangsung. pada pasien.
3) Bimbing pasien berjalan selama 3) Agar pasien merasa aman dan
pemeriksaan bila mencegah terjadinya cidera pada
pengelihatannya sangat kabur. pasien.
4) Bersihkan jalan yang dilewati 4) Untuk menghindari risiko cidera,
pasien dan yakinkan ruangan dan lebih memperjelas penglihatan
dalam keadaan terang. pasien.
5) Libatkan keluarga dalam 5) Mencegah terjadinya cidera pada
pengawasan pasien sehari-hari. pasien.
6) Anjurkan untuk menjauhkan 6) Mencegah terjadinya cidera pada
benda-benda yang berbahaya di pasien.
sekitar lingkungan pasien.
7) Anjurkan untuk menghindari 7) Mencegah terjadinya cidera/jatuh
pasien melintasi lantai licin. pada pasien.

4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.


a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan kecemasan pasien
berkurang.
b. Kriteria Evaluasi
 Pasien tidak cemas
 Pasien tampak rileks

Intervensi Rasional
1) Kaji tingkat ansietas, derajat 1) Factor ini mempengaruhi persepsi
pengalaman nyeri/ timbulnya pasien terhadap ancaman diri,
gejala tiba-tiba dan pengetahuan potensial siklus ansietas, dan dapat
kondisi saat ini. mempengaruhi upaya medic untuk
mengontrol TIO.
2) Berikan informasi yang akurat 2) Menurunkan ansietas sehubungan
dan jujur. Diskusikan dengan ketidaktahuan/harapan
kemungkinan bahwa yang akan datang dan memberikan
pengawasan dan pengobatan dasar fakta untuk membuat pilihan
dapat mencegah kehilangan informasi tentang pengobatan.
penglihatan tambahan.
3) Dorong pasien untuk mengakui 3) Memberikan kesempatan untuk
masalah dan mengekspresikan pasien menerima situasi nyata,
perasaan. mengklarifikasi salah konsepsi dan
pemecahan masalah.
4) Jelaskan dengan jujur mengenai 4) Pasien mengerti tentang prosedur
prosedur tindakan operatif yang operasi sehingga kecemasan
akan dijalaninya. pasien akan berkurang.
5) Identifikasi sumber/ orang yang 5) Memberikan keyakinan bahwa
menolong. pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.

Post operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan akibat pembedahan.
a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang
atau terkontrol.
b. Kriteria hasil :
 Pasien mengeluh tidak nyeri
 Skala nyeri 0 dari skala 0-10 yang diberikan.
Intervensi Rasional
1) Monitor TTV pasien 1) Mengetahui keadaan umum
pasien.
2) Kaji tingkat nyeri yang 2) Untuk mengetahui tingkat
dialami oleh klien. nyeri pasien.
3) Berikan posisi yang nyaman. 3) Membantu pasien untuk rileks.
4) Ajarkan kepada klien tekhnik 4) Untuk mengurangi rasa nyeri.
distraksi / relaksasi.
5) Anjurkan pasien untuk tidak 5) Vasokontraksi dapat
melakukan aktifitas yang meningkatkan tekanan bola
dapat meningkatkan mata sehinggan dapat
vasokontraksi, seperti meningkatkan nyeri yang
mengedan dan batuk dirasakan.
beruntun.
6) Ciptakan tempat tidur yang 6) Memberikan kenyamanan
nyaman. pada pasien
7) Kolaborasi dengan tim medis 7) Mengurangi nyeri secara
untuk pemberian analgetik farmakokinetik.
2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif) bedah.
a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi pada
pasien.
b. Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolaesa.
Intervensi Rasional
1) Kaji karakteristik luka, 1) Mengetahui keadaan umum
pantau adanya tanda infeksi luka dan mengidentifikasi
(rubor, kalor, dolor, tumor, adanya tanda-tanda infeksi.
dan fungsiolaesa).
2) Gunakan tehnik aseptik 2) Untuk mencegah terjadinya
dalam perawatan post kontaminasi terhadap mikroba
operatif. 3) Mencegah terjadinya infeksi.
3) Beri tahu klien tentang Bila tangan yang menyentuh
pentingnya kebersihan dan daerah mata kotor maka akan
cara mencuci tangan yang mempermudah jalan
baik. Yaitu cuci tangan masuknya mikrooorganisme
dibawah air mengalir dan pathogen ke dalam luka.
gunakan 6 langkah cuci
tangan yang baik dan benar.
Informasikan untuk
melakukan cuci tangan yg 4) Air hangat-hangat kuku dapat
benar sebalum dan sesudah membunuh beberapa jenis
menyentuh daera mata. mikroorganisme pathogen
4) Ajarkan untuk membersihkan
mata dengan kapas yang 5) Membantu membunuh
dibasahi dengan air hangat- mikroorganisme patogen.
hangat kuku bila mata tersa
gatal.
5) Kolaborasi dalam pemberian
antibiotika.

3. Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post


operasi.
a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi
individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.

b. Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

Intervensi Rasional
1) Tentukan ketajaman 1) Mengetahui tingkat
penglihatan. ketajaman pengeliatan
pasien.
2) Orientasikan klien pada 2) Memudahkan pasien
lingkungan, staf, orang lain di berkomunikasi dengan orang
sekitar. disekitar.
3) Letakkan barang yang sering 3) Memudahkan pasien
diperlukan dalam jangkauan . mengambil barang-barang
yang sering digunakan.
4) Anjurkan klien untuk 4) Buah-buahan yang berwarna
mengkonsumsi nutrisi yang kuning memiliki kandungan
bergizi, misalnya buah-buahan vit. A yang tinggi dan baik
yang berwarna kuning, seperti untuk mata. Dan asupan
pepaya, wortel dan lain-lain. nutrisi yang baik dapat
mempercepat proses
5) Berikan obat-obatan sesuai penyembuhan luka.
terapi.
5) Mempercepat penyembuhan
secara farmakokinetik.

4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.


a. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera.
b. Kriteria Hasil: Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh,
tergores, tertusuk, dsb).

Intervensi Rasional
1) Orientasikan pasien dengan 1) Agar pasien terbiasa dan hafal
lingkungannya. dengan situasi disekelilingnya.
2) Bimbing pasien berjalan selama 2) Agar pasien merasa aman dan
pemeriksaan bila pengelihatannya mencegah terjadinya cidera pada
sangat kabur. pasien.
3) Bersihkan jalan yang dilewati 3) Untuk menghindari risiko cidera,
pasien dan yakinkan ruangan dan lebih memperjelas
dalam keadaan terang. penglihatan pasien.
4) Anjurkan pasien tidak melakukan 4) Peningkatan tekanan pada bola
aktifitas yang dapat meningkatkan mata yang terdapat luka berisiko
tekanan pada bola mata seperti memperparah cidera pada mata
menunduk, mengedan, dan batuk yang luka.
beruntun.
5) Anjurkan pasien agar tidak miring 5) Tidur kearah mata yang sakit
kearah mata yang sakit/ luka pada dapat menyebabkan
saat tidur. meningkatnya tekanan pada bola
mata yang sakit, sehingga berisiko
6) Anjurkan pasien untuk makan menyebabkan cidera/ pendarahan
makanan tinggi serat (sayur- pada luka.
sayuran dan buah-buahan) agar 6) Pencernaan yang lancar
pencernaan menjadi lancar. mengurangi kemungkinan pasien
7) Libatkan keluarga dalam mengedan saat BAB, sehingga
pengawasan pasien dan mengurangi risiko cidera.
membantu pasien memenuhi 7) Mencegah terjadinya cidera pada
kebutuhan sehari-hari. pasien.
8) Anjurkan keluarga untuk
menciptakan lingkungan yang 8) Mencegah terjadinya cidera pada
aman bagi pasien misalnya pasien.
menjauhkan benda-benda yang
berbahaya di sekitar lingkungan
pasien dan gunakan tempat tidur
yang rendah dengan pagar
pengaman di tepi tempat tidur
untuk pasien. 9) Mencegah terjadinya cidera/jatuh
9) Anjurkan untuk menghindari pada pasien
pasien melintasi lantai licin

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


mengenai perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.
a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan pasien mengetahui tentang
penyakitnya.
b. Kriteria hasil: pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya dan
cara perawatannya.
Intervensi Rasional
1) Berikan penjelasan mengenai 1) Menambah pengetahuan pasien
kondisi penyakit, proses tentang penyakitnya.
sebelumnya dan sesudah
dilakukan pembedahan.
2) Jelaskan dan ajarkan perawatan 2) Menambah pengetahuan pasien
secara teratur di pelayanan tentang cara perawatannya.
kesehatan terdekat.
3) Libatkan orang terdekat klien
dalam melaksanakan aktivitas 3) Memudahkan dalam membantu
kehidupan sehari-hari. pasien dalam melakukan ADL.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam
kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
Implementasi/pelaksanaan pada diagnosa keperawatan, mengacu pada
perencanaan yang sudah dibuat. Pelaksanaan rencana tindakan yang telah
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.
Langkah-langkah persiapan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.
1) Memahami rencana perawatan yang telah ditentukan.
2) Menyiapkan tenaga atau alat yang diperlukan.
3) Menyiapkan lingkungan yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan antara
lain : langkah pelaksanaan, sikap yang meyakinkan, sistematika kerja yang
tepat, pertimbangan hukum dan etika, tanggung jawab dan tanggung gugat,
mencatat semua tindakan keperawatan yang telah ditentukan.
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta
pengkajian ulang yang telah ditentukan. Penentuan masalah teratasi, teratasi
sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara
SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan kriteria hasil yang ditetatpkan. Dimana: S
(subjektif) : informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah diberikan
tindakan. O (objektif): informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah dilakukan tindakan. A
(analisis) : membandingkanantara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
sebagian atau tidak teratasi. P (palnning) : rencana keperawatan lanjutan yang
akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek
Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Doenges Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.

Salim S Anissa. 2005. Asuhan Keperawatan pada Pasien Pterigium.


www.google.com,

http://www.scribd.com/doc/182335754/LP-ASKEP-PTERIGIUM-doc#scribd

Anda mungkin juga menyukai