Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Tafsir Ayat Tentang Asas Legalitas dan Hapusnya Hukuman

Dosen Pengampu :

Drs. H. M. Faishol Munif, M, hum.

Disusun Oleh :

Bima Bachtiar (05040321073)

Amri Hikari (C93218065)

Achmad Ahnaf A.B (05020321029)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang ditugaskan kepada kami dengan tema
“Tafsir Ayat Tentang Asas Legalitas dan Hapusnya Hukuman” dengan tepat pada waktunya.
Sebagai tugas kelompok pada mata kuliah “Tafsir Ayat Hukum Pidana” yang diampu oleh
bapak dossen “Drs. H. M. Faishol Munif, M, hum.

Makalah ini berisi tentang penafsiran ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan Asas
Legalitas dan Hapusnya Hukuman. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan pengetahuan
yang baru terhadap kita semua sebagai pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semjua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusun makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi usaha kita. Amin.

Surabaya, 27 September 2022

Penyusun
Daftar Isi
BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang
Setiap Muslim harus melaksanakan hukum sesuai dengan syariat Islam, karena
syariat Islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT. Adanya ancaman
hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia dari kebinasaan
terhadap lima hal yang mutlak, yaitu agama, jiwa, akal, harta, keturunan, dan harga
diri. Suatu kejahatan adalah perbuatan yang hanya dilarang oleh syariat. Dengan kata
lain, melakukan (commission) atau tidak melakukan (ommission) suatu perbuatan
yang membawa kepada hukuman syariat adalah kejahatan
Dalam hukum pidana Islam dan kitab undang-undang hukum pidana sudah
diatur mengenai pembunuhan, untuk memberikan hak dan menambah keamanan serta
rasa nyaman bagi setiap manusia sehingga dapat terhindar dari tindak pidana itu.
Dalam pandangan masyarakat, khususnya dalam kehidupan Islam atau bernegara
terdapat berbagai permasalahan yang menyangkut tindakan pelanggaran yang
dilakukan oleh manusia. Dengan adanya hal itu, maka dibuatlah aturan yang
mempunyai kekuatan hukum dengan berbagai macam sanksi.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Penafsiran ayat-ayat tentang Aasas Legalitas dan hapusnya hukuman?
b. Bagaimana kandungan Ayat-ayatnya?
3. Tujuan
a. Mengetahui penafsuran ayat ayat tentang asas legalitas dan hapusnya hukuman
b. Memahami kandungan dari ayat ayat tersebut
BAB II
Pembahasan

1. QS. Al-Isra : 15

َ‫ضل َّ َف ِا َّن َما َيضِ ل ُّ َعلَ ْي َه ۗا َواَل َت ِز ُر َو ِاز َرةٌ ِّو ْز َر ا ُ ْخ ٰر ۗى َو َما ُك َّنا ُم َع ِّذ ِب ْين‬
َ ْ‫ِي لِ َن ْفسِ ۚهٖ َو َمن‬
ْ ‫َم ِن اهْ َت ٰدى َف ِا َّن َما َي ْه َتد‬
‫س ْواًل‬ ٰ
ُ ‫َح ّتى َن ْب َع َث َر‬

Artinya : “Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka


sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat
maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa
tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum
Kami mengutus seorang rasul.”

1. Balaghah
Antara kata (‫ )اهْ َت ٰدى‬dan (َّ ‫)ضل‬
َ terdapat thibaaq (dua kata di dalam satu kalimat
yang maknanya bertentangan). Dalam lafal (‫ز ُر َو ِاز َر ٌة‬222
ِ ‫ ) َت‬terdapat jinaas
isytiqaaq, adanya kesesuaian antara huruf-huruf dan urutannya pada dua kata
yang ada dalam satu kalimat, dan turunan kata frsytiqaaq) keduanya juga
sama.
2. Makna Mufrodat
( ٖ‫ِي لِ َن ْفسِ ۚه‬
ْ ‫ ) َم ِن اهْ َت ٰدى َف ِا َّن َما َي ْه َتد‬Maksudnya, pahala menerima petunjuk adalah untuk
dirinya sendiri. (‫ضل َّ َف ِا َّن َما َيضِ ل ُّ َعلَ ْي َه ۗا‬ َ ْ‫)و َمن‬
َ Dosa kesesatannya ia tanggung sendiri.
(ٌ‫)واَل َت ِز ُر َو ِاز َرة‬
َ Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Al-
wizru artinya dosa. ( َ‫ ) ُم َع ِّذ ِب ْين‬dan Kami tidak akan mengadzab seorang pun. (‫َح ٰ ّتى‬
‫ ْواًل‬222‫س‬
ُ ‫ ) َن ْب َع َث َر‬Sebelum kami mengutus seorang rasul, yang menjelaskan
kepadanya apa yang wajib dia lakukan.1
3. Sebab Turunnya Ayat
Ayat 15 quil ji* sejumlah ulama berpendapat bahwa orang yang mendapatkan
petunjuk di sini adalah Abu Salamah bin Abdil Aswad. Sedangkan, orang
yang sesat adalah Walid bin Mughirah. Ada juga pendapat bahwa ayat ini
turun pada Walid bin Mughirah yang berkata, "Wahai penduduk Mekah,
kafirlah kepada Muhammad dan sayalah yang akan menanggung dosa kalian."
1
Lima Belas, “F. Huruf-Huruf yang Terdapat di Awal Sejumlah Surah (Huruuf Muqaththa’ah) 20 G.
Tasybiih,Isti’aaroh, Majaaz, dan Kinaayah dalam Al-Qur’an 21,” n.d., 53.
4. Hubungan Antar Ayat
Setelah Allah SWT menjelaskan anugerah dalam agama ini untuk
manusia, yaitu Al-Qur'an, kemudian Allah menjelaskan nikmat duniawi yang
Dia berikan Allah kepada mereka. Ini merupakan bukti yang sangat jelas bagi
kekuasaan dan kebijaksanaan Allah.
Setelah menjelaskan bukti-bukti keesaan Allah, kenabian dan hari
kebangkitan, serta menjelaskan tentang janji, ancaman, dorongan dan
peringatan, Allah SWT menjelaskan satu prinsip yang agung dan sangat
penting, yaitu prinsip tanggung jawab personal dalam setiap perbuatan. Allah
menjelaskan bahwa prinsip tersebut ditetapkan setelah para rasul diutus
dan petunjuk disampaikan. Sehingga, tidak ada taklif sebelum adanya syari"at.
Juga tidak ada hukuman dan sika sebelum adanya penjelasan dan peringatan.
Allah juga menjelaskan bahwa hukuman yang bersifat menyeluruh bagi
negeri-negeri dan umat-umat tertentu, tidak dijatuhkan kecuali setelah adanya
perintah
untuk tat dan melakukan kebaikan, serta setelah terjadinya pembangkangan
terhadap perintah tersebut dan kefasikan.2
5. Penafsiran Ayat
Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda yang menunjukkan
kekuasaan dan keindahan ciptaan Kami. Dalam pergantian dan perubahannya
juga merupakan kebaikan bagi manusia. Karena, malam hari Kami jadikan
sebagai waktu untuk santai dan istirahat. Sedangkan, siang hari Kami jadikan
sebagai waktu untuk beraktivitas dan berkeliling di penjuru bumi untuk
berusaha, mencari penghidupan, bekerja, dan berproduksi.
Kami jadikan pula kondisi malam dan siang hari sesuai dengan tujuan
yang dinginkan. Dimalam hari kegelapan menyelimuti dan tiada cahaya,
sehingga sejalan dengan istirahatnya jiwa, mata, dan telinga. Sedangkan, di
siang hari dipenuhi dengan cahaya dan sinar, sehingga sejalan dengan kondisi
untuk beraktivitas, bekerja, dan melihat berbagai hal.
Jadi merupakan anugerah dari Allah SWT kepada makluk-Nya, Dia
jadikan malam gelap tapa cahaya sehingga di dalamnya segala sesuatu tidak
tampak dengan jelas, dan Dia jadikan sing terang benderang sehingga segala
sesuatu tampak jelas.
2
Belas, 54.
۟ B‫ )لِّتَ ْبتَ ُغ‬Kami jadikan pergantian malam dan siang agar
ْ َ‫وا ف‬B
(‫اًل ِّمن َّربِّ ُك ْم‬B‫ض‬
kalian mampu bekerja dengan leluasa dan dapat mencari rezeki dari Allah
yang merawat serta melimpahkan anugerah dan kebaikannya kepada kalian
sedikit demi sedikit, sesuai dengan pergantian waktu di musim panas dan
musim dingin.
(‫اب‬
َ ‫س‬َ ‫سنِينَ َوٱ ْل ِح‬ ۟ ‫)ولِتَ ْعلَ ُم‬
ِّ ‫وا َع َد َد ٱل‬ َ adanya pergantian malam dan siang itu agar
kalian tahu jumlah hari, bulan dan tahun. Juga agar kalian tahu waktu-waktu
pelaksanaan keperluan kalian, seperti perputaran waktu dalam proses
pertanian, waktu pelunasan hutang, pelaksanaan sewa menyewa dan berbagai
transaksi lainnya. Juga agar kalian tahu waktu-waktu pelaksanaan ibadah
seperti shalat, puasa, haji, dan zakat.
Seandainya tidak ada perubahan malam dan sing hari, tentu manusia
tidak akan dapat beristirahat secara penuh di malam hari dan tidak dapat
bekerja dengan baik untuk mencari rezeki di siang hari. Seandainya seluruh
waktu adalah sama, tentunya penghitungan tidak dapat diketahui dengan benar
dan mudah.
2. QS. Al-Qassas

ٰ
ٓ ‫س ْواًل َّي ْتلُ ْوا َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتِ َن ۚا َو َما ُك َّنا ُم ْهلِكِى ا ْلقُ ٰر‬
‫ى ِااَّل َواَهْ لُ َها‬ ُ ‫َو َما َكانَ َر ُّب َك ُم ْهلِ َك ا ْلقُ ٰرى َح ّتى َي ْب َع َث ف ِْٓي ا ُ ِّم َها َر‬
َ‫ٰظلِ ُم ْون‬

Artinya : “Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri, sebelum Dia


mengutus seorang rasul di ibukotanya yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan (penduduk) negeri; kecuali
penduduknya melakukan kezaliman.”
1. Qira’at
(‫ )ف ِْٓي ا ُ ِّم َها‬Hamzah, al-Kisa’i membaca (‫ )فِ ْٓي ِإ ِّم َها‬dalam keadaan washal.
2. Mufradat Lughawiyyah
(َ‫)و َما َكانَ َر ُّبك‬
َ tidaklah adat kebiasaan-Nya. (‫ )ا ُ ِّم َها‬asal kota itu, ibu kota dan kota
yang paling besar. (‫س ْواًل َّي ْتلُ ْوا َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتِ َن ۚا‬
ُ ‫)ر‬
َ untuk menetapkan hujjah dan memutus
ٰ mereka zalim karena mendustakan
alasan (apologi) orang-orang kafir. ( َ‫)ظلِ ُم ْون‬
para rasul dan pongah dalam kekufuran.3
3. Persesuaian Ayat
3
“TAFSIR AL MUNIR Jilid 10 (Quran) (Pro. Dr. Wahbah Az-Zuhaili) (z-Lib.Org).Pdf,” n.d., 404.
Setelah menjelaskan iman sekelompok Ahli Kitab, Allah menyebutkan
syubhat orang-orang musyrikin dalam hal penolakan mereka untuk beriman.
Kemudian Allah membantah syubhat itu dengan tiga jawaban, dimulai dengan
membicarakan penetapan bahwa hidayah untuk masuk agama, yaitu hidayah
taufik adalah milih Allah, bukan milik Rasul-Nya. Sedangkan di ayat lain
Allah menetapkan adanya hidayah kepada Nabi. Yaitu
"Don sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan
yang lurus." (asy-Syuuraa:52)
Ini adalah hidayah petunjuk, bimbingan, dan penjelasan.
4. Tafsir dan Penjelasan
Kemudian Allah mengabarkan keadilannya dalam menurunkan
hukuman. Allah SWT berfirman,

‫س ْواًل َّي ْتلُ ْوا َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتِ َن ۚا َو َما ُك َّنا ُم ْهلِكِى‬ ٰ


ُ ‫َو َما َكانَ َر ُّب َك ُم ْهلِ َك ا ْلقُ ٰرى َح ّتى َي ْب َع َث ف ِْٓي ا ُ ِّم َها َر‬
َ‫ى ِااَّل َواَهْ لُ َها ٰظلِ ُم ْون‬
ٓ ‫ا ْلقُ ٰر‬

bukanlah adat kebiasaan Tuhanmu dan sunnah-Nya adalah Dia


membinasakan kota-kota dan desa-desa bersama penduduknya kecuali sampai
Dia mengutus di pusat kota atau desa itu seorang rasul yang menjelaskan
kepada mereka ayat-ayat yang menunjukkan adannya Allah keesaan-Nya dan
keberhakan- Nya untuk disembah, supaya tidak tersisa bagi mereka alasan
ketidaktahuan atau apologi tidak mengetahui kebenaran. Setelah itu Allah
membinasakan orang yang pantas dibinasakan setelah tegaknya hujjah atas
mereka. Allah tidak membinasakan penduduk desa atau satu pun dari
makhluk-Nya kecuali mereka menzalimi diri mereka dengan mendustakan
para rasul dan mengingkari ayat-ayat.4
Ini adalah dalil atas keadilan Allah terhadap makhluknya, tidak ada
hukuman kecuali setelah penjelasan dan tidak ada pembinasaan bersama
keimanan. Hukuman dan kebinasaan adalah ketika zalim dan melaku- kan
maksiat, kemungkaran dan dosa-dosa yang mana terbesarnya adalah
menyekutukan Allah. Ayat ini mempunyai banyak kemiripan dengan ayat.

4
Ghofar Shidiq, “TEORI MAQASHID AL-SYARI’AH DALAM HUKUM ISLAM,” no. 118 (2009): 408.
"Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain,
tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul." (al-
Israa': 15)
Dalam ayat ini adalah petunjuk bahwa Nabi yang buta huruf, Nabi
Muhammad saw., yang diutus dari Ummul Qura (Mekah) adalah Rasul untuk
semua kota, baik Arab atau asing. Sebagaimana firman-Nya,
“Dan demikianlah Kami wahyukan Al- Qur'an kepodamu dalam
bahasa Arab, agar engkau memberi peringatan kepada penduduk ibu koto
(Mekah) dan penduduk (negertnegeri) di sekelilingnya serta memberi
peringatan ten- tang hari berkumpul (Kiamat) yang tidak di- ragukan adanya.
Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neroka." (asy-Syuuraa : 7)
“Katakanlah (Muhammad), "Wahai manu- sia! Sesungguhnya aku ini
utusan Allah bagi kamu semua" (al-A'raaf: 158)
“Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya?"
Katakanlah,'Allah, Dia menjadi saksi antaro aku dan kamu. Al- Qur'an ini
diwahyukan kepadaku agar dengan itu aku memberi peringatan kepadamu
dan kepada orqng yang sampai (Al-Qur'an kepada- nya). Dapatkah kamu
benar-benar bersaksi bahwa ada tuhan-tuhan lain bersama Allah?"
Katakanlah, 'Aku tidak dapat bersaksi." Katakanlah, "Sesungguhnya hanya
Diqlah Tuhan Yang Maha Esa dan aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan (dengan Alloh)." (al- An'aam:19)
3. QS. An Nisa : 165

‫س ِل ۗ َو َكانَ هّٰللا ُ َع ِز ْيزًا َح ِك ْي ًما‬


ُ ‫الر‬
‫هّٰللا‬
ُّ ‫س َعلَى ِ ُح َّجةٌ ۢ بَ ْع َد‬
ِ ‫ش ِريْنَ َو ُم ْن ِذ ِريْنَ لَِئاَّل يَ ُك ْونَ لِلنَّا‬
ِّ َ‫ساًل ُّمب‬
ُ ‫ُر‬

Artinya “Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah
rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
1. Qira’at
( ‫ )لَِئاَّل‬Warsy membaca ( ‫)لِيَاَّل‬
2. I’rab
ً‫سال‬
ُ ‫ ُّر‬Kata ً‫سال‬
ُ ‫ ُر‬dibaca nashab dari tiga sisi. Pertama, dibaca nashab sebagai
bentuk ungkapan al-Madh (memuji). dengan mengira-ngirakan keberadaan fi'
ِّ َ‫سالً ُمب‬
il, yakni َ‫ش ِريْن‬ ُ ‫ َأ ْمد‬Kedua, dibaca nashab sebagai badal dari kata (ً‫سال‬
ُ ‫َح ُر‬ ُ ‫) ُر‬
yang terdapat pada kalimat ‫ص ٰن ُه ْم‬ َ َ‫ساًل قَ ْد ق‬
ْ ‫ص‬ ُ ‫ َو ُر‬Ketiga, dibaca nashab sebagai hal,
sedangkan shaahibul halnya adalah salah satu dari kata ً‫سال‬ ُ ‫ ُر‬sebelumnya yang
terdapat pada kalimat ‫ص ٰن ُه ْم‬ َ َ‫ساًل قَ ْد ق‬
ْ ‫ص‬ ُ ‫ َو ُر‬Versi yang pertama adalah versi i'raab
yang lebih utama, yaitu bahwa yang dimaksud dengan para rasul adalah semua
rasul yang disebutkan sebelumnya, sehingga kata ً‫ال‬BB‫س‬
ُ ‫ ُر‬ini dibaca nashab
sebagai bentuk ungkapan al-Madh dengan mengira-ngirakan keberadaan
ُ ‫َأ ْمد‬, (Aku memuji).
sebuah fi'il, yaitu ‫َح‬
ْ ‫ لَِئاَّل يَ ُك‬Huruf jarr lam pada kata ini adakalanya berta'alluq
َ‫ون‬BBBB
(berhubungan) dengan kalimat ‫ َك‬B ‫ٓا ِإلَ ْي‬BBَ‫ ِإنَّٓا َأ ْو َح ْين‬Atau dengan fi'il yang dikira-
kirakan keberadaannya yang digunakan untuk mengisyaratkan kepada semua
apa yang disebutkan sebelumnya sehingga menjadi ‫س‬ ِ ‫فَ َع ْلنا َذلِ َك لَِئالَّ يَ ُك ْونَ لِنَّا‬
‫ ِه‬BBB‫هُ بِ ِع ْل ِم‬BBBَ‫ َأ ْنزَ ل‬Huruf ba' pada kata ‫ ِه‬BBB‫ ِب ِع ْل ِم‬adalah untuk menunjukkan
ِ ِ‫ َخ َر َج َز ْي ٌد ب‬Yakkni ‫سلِ ًحا‬
pengertian hal. Ini seperti perkataan ‫سالَ ِح ِه‬ َ َ‫َخ َر َخ ُمت‬
3. Mufradat Lughawiyyah
(‫ )اِنَّآ اَ ْو َح ْينَآ اِلَ ْي َك‬sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu sebuah kitab
melalui perantaraan Malaikat fibril. Kata (‫ )اَ ْل َو ْح ُي‬artinya adalah pemberitahuan
dalam keadaan tersembunyi. Az-Zuijaj mengatakan (‫ ا ُء‬BB‫( )اَِإْل ْي َح‬pewahyuan)
adalah pemberitahuan dalam bentuk tersembunyi. Secara bahasa, al-Iihaa'
memiliki sejumlah makna, di antaranya berikut ini.5
 Al-IIsyaarah fmemberikan isyarat), seperti dalam ayat,
"Maka dia keluar dari mihrab menuiu kaumnya, lalu dia memberi
isyarat kepada mereka; bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang."
(Maryam: 11)
 Ilham seperti dalam ayat,
"Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut-pengikut Isa
yang setia, 'Berimanlah kamu kepadaKu dan kepada RasulKu."' (al-
Maa'idah: 1 1 1)
"Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa,'Susuilah dia (Musa)."' (al-
Qashash: 7)
 Mengilhamkannaluri,

5
“TAFSIR AL MUNIR Jilid 3 (Quran) (Pro. Dr. Wahbah Az-Zuhaili) (z-Lib.Org).Pdf,” n.d.
"Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, 'Buatlah sarang di
gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia."' (an-Nahl: 68)
 Pemberitahuan secara tersembunyi (bisikan), seperti dalam ayat
"Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang
terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan
kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan." fal-
An'aam : 112)

( َ‫ش ِريْن‬
ِّ َ‫ ) ُّمب‬memberikan kabar gembira kepada orang yang beriman berupa
pahala. ( َ‫)و ُم ْن ِذ ِريْن‬
َ menyampaikan ancaman peringatan berupa hukuman kepada
orang yang kafir. (‫ ) َو َكانَ هّٰللا ُ َع ِز ْيزًا َح ِك ْي ًما‬dan adalah Allah SWT Mahaperkasa dan
Mahadigdaya Yang tiada terkalahkan, lagi Mahabijaksana dalam perbuatan
dan ciptaanNya.
4. Keserasian Antar Ayat
Ayat-ayat ini masih merupakan lanjutan dalam mendebat Ahlul Kitab dan
menjelaskan berbagai warna dan bentuk sikap pembang- kangan dan penentangan
mereka. Mereka, sebagaimana yang sudah pernah dijelaskan sebelumnya, tidak
beriman kepada para rasul secara keseluruhan tetapi hanya beriman kepada
sebagian dari para rasul saja, meminta hal-hal yang sulit, aneh-aneh, dan macam-
macam dari para rasul baik dari Nabi Musa maupun Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya, di sini dalam mengakhiri perbantahan dan perdebatan terhadap
mereka, ayat-ayat yang ada menegaskan bahwa sejatinya wahyu yang diberikan
kepada para rasul adalah sama dan sejenis. Oleh karena itu, seandainya mereka
memang beriman kepada Nabi Musa atau yang lainnya, tentunya mereka juga
seharusnya beriman kepada Nabi Muhammad saw. Lalu kenapa mereka justru
bersikap membeda-bedakan antara nabi satu dengan nabi yang lain? Pembicaraan
ini masih memiliki hubungan dengan ayat diatas. Disini, Allah SWT
menginformasikan bahwa perkara Muhammad saw. adalah sama seperti perkara
para nabi sebelumnya.
5. Tafsir dan Penjelasan

Dalam ayat ini Allah SWT menuturkan bahwa Dia mewahyukan kepada
hamba dan utusan-Nya, Muhammad saw. sebagaimana Dia mewahyukan kepada
para nabi lainnya yang terdahulu. Oleh karena itu, Muhammad saw. bukanlah
merupakan sesuatu yang baru yang belum pernah ada sebelumnya. Seandainya
mereka memang benar-benar beriman kepada para rasul dengan sebenar-benar
keimanan, tentunya mereka juga akan beriman kepada Nabi Muhammad saw.
karena wahyu adalah satu jenis yang tidak berbeda dan tidak berubah. Di samping
itu juga, dalam kitab-kitab suci mereka sebenarnya juga mengandung berita
tentang kedatangan Nabi Muhammad saw. serta keterangan tentang diri beliau.6

Wahyu adalah pemberitahuan suatu kalam atau makna dari Allah SWT kepada
seorang nabi atau rasul melalui jalur atau cara yang memberinya pengetahuan
yang bersifat yakin dan pasti tentang apa yang diberitahukan kepadanya oleh
Allah SWT tersebut. Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad
Abduh dalam Risaalah at-Tauhiid bahwa wahyu adalah suatu pengetahuan yang
didapat oleh seseorang dari dirinya, disertai keyakinan bahwa itu berasal dari
Allah SWT baik melalui perantara maupun tanpa perantara.

Pola dan model wahyu adalah satu, mulai wahyu yang diberikan kepada Nabi
Nuh dan ia adalah nabi pertama yang menerima wahyu, karena ia adalah nabi
paling terdahulu dan nabi pertama yang membawa syari'at, kemudian kepada para
nabi setelahnya. Mereka adalah Nabi lbrahim, bapaknya para nabi dan
Khalilullah, Nabi Isma'il, putra terbesar Nabi Ibrahim dan bapaknya orang Arab
dan kakek Nabi Muhammad saw., ia meninggal dunia di Mekah. Lalu Nabi Ishaq,
salah satu putra Nabi Ibrahim dan ayah dari Nabi Ya'qub yang dikenal dengan
nama Isra'il dan kepadanyalah bangsa Yahudi bernisbah, ia meninggal dunia di
Syam. Kemudian Nabi Luth yang merupakan keponakan Nabi Ibrahim. Kemudian
Nabi Ya'qub, kemudian al-Asbaath, yaitu putra- putra Nabi Ya'qub yang
berjumlah sepuluh, ditambah kedua cucu Nabi Ya'qub yaitu dua putra Nabi Yusuf,
sehingga jumlahnya menjadi dua belas as-Sibth. Al-Asbqath bagi Bani Isra'il dari
keturunan Nabi Ishaq adalah seperti aI- Qabaa'iI (kabilah) bagi keturunan Nabi
Isma'il. Kemudian kepada Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Ayyub, Nabi Dawud,
Nabi Sulaiman bin Dawud, dan Nabi Yunus.

Dalam ayat ini, penyebutan Nabi Isa didahulukan atas mereka karena kaum
Yahudi meragukan dan mempertanyakan kenabian- nya, sehingga huruf wawu di
6
“TAFSIR AL MUNIR Jilid 3 (Quran) (Pro. Dr. Wahbah Az-Zuhaili) (z-Lib.Org).Pdf.”
sini tidak menunjukkah pengertian tertib atau urut. Para nabi tersebut disebutkan
secara khusus, karena kemuliaan dan kehormatan mereka di sisi Allah SWT.

4. QS AL-Maidah : 34

‫اِاَّل الَّ ِذيْنَ تَابُ ْوا ِمنْ قَ ْب ِل اَنْ تَ ْق ِد ُر ْوا َعلَ ْي ِه ۚ ْم فَا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ هّٰللا َ َغفُ ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬

Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertobat sebelum kamu dapat menguasai


mereka; maka ketahuilah, bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
1. Tafsir
(Al-Maidah: 34) Jika pengertian ayat ini ditujukan kepada orang-orang
musyrik, maka sudah jelas. Jika ditujukan terhadap orang-orang muslim yang
memberontak, maka bila mereka bertobat sebelum sempat ditangkap, maka
gugurlah dari mereka kepastian hukuman mati, hukuman disalib, dan hukuman
pemotongan kaki. Tetapi apakah hukuman potong tangan ikut gugur pula? Ada
dua pendapat di kalangan para ulama mengenainya Makna lahiriah ayat
memberikan pengertian gugurnya semua hukuman. Pendapat inilah yang
diberlakukan oleh para sahabat.
Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim. bahwa telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah,
dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi yang telah mengatakan, "Dahulu Harisah ibnu Badr
At-Tamimi dari kalangan penduduk Basrah melakukan kerusakan di bumi dan
memberontak. Lalu ia meminta perlindungan keamanan kepada beberapa orang
Quraisy, antara lain ialah Al-Hasan ibnu Ali, Ibnu Abbas, dan Abdullah ibnu
Ja'far.
Kemudian mereka berbicara kepada Khalifah Ali mengenainya, dan ternyata
Khalifah Ali tidak mau memberikan jaminan keamanan kepadanya. Lalu ia datang
kepada Sa'id ibnu Qais Al-Hamdani, maka Sa'id meninggalkannya di rumah.
Kemudian ia sendiri datang menghadap Khalifah Ali dan berkata kepadanya,
'Wahai Amirul Muminin, bagaimanakah pendapatmu mengenai orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya serta menimbulkan kerusakan di muka bumi?'
Ali membacakan Al-Qur'an sampai kepada firman-Nya: kecuali orang-orang yang
tobat (di antara mereka) sebelum kalian dapat menguasai (menangkap) mereka.
(Al-Maidah: 34) Maka Khalifah Ali memberikan jaminan keamanan kepadanya."
Sa'id ibnu Qais mengatakan bahwa sesungguhnya dia adalah Harisah ibnu Badr.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui berbagai jalur dari
Mujalid dan Asy-Sya'bi dengan lafal yang sama, dan ditambahkan bahwa Harisah
ibnu Badr mengucapkan sebuah syair yang artinya: Mengapa ia tidak sampai
kepada Hamdan, mengapa tidak menjumpainya, sekalipun jauh tiada seorang
musuh pun yang mencelanya selamat darinya Demi umur ayahnya, sesungguhnya
Hamdan bertakwa kepada Tuhan dan khatibnya memutuskan dengan Al-Kiiab.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Sufyan Ats-Tsauri, dari As-Suddi,
dan dari jalur Asy-'as, keduanya dari Amir Asy-Sya'bi yang telah menceritakan
bahwa seorang lelaki dari Murad datang kepada Abu Musa yang saat itu berada di
Kufah dalam masa pemerintahan Khalifah Usman sesudah shalat fardu. Lalu
lelaki itu berkata, "Wahai Abu Musa, ini adalah kedudukan orang yang meminta
perlindungan kepadamu, aku adalah Fulan bin Fulan Al-Muradi, dan
sesungguhnya dahulu aku memerangi Allah dan Rasul-Nya serta berjalan di muka
bumi dengan menimbulkan kerusakan.
Dan sesungguhnya aku telah bertobat sebelum kalian sempat menangkapku."
Maka Abu Musa menjawab, "Sesungguhnya orang ini adalah Fulan bin Fulan, dan
sesungguhnya dahulu ia memerangi Allah dan Rasul-Nya serta berjalan di muka
bumi dengan menimbulkan kerusakan. Dan sesungguhnya dia sekarang telah
bertobat sebelum kita sempat menangkapnya. Karena itu, barang siapa yang
bersua dengannya, janganlah ia menghalang-halanginya kecuali dengan baik.
Jika dia benar-benar bertobat, maka jalan yang dia tempuh adalah benar; dan
jika dia dusta, niscaya dosa-dosanya akan menjerat dirinya sendiri." Kemudian
lelaki itu bermukim selama masa yang dikehendaki oleh Allah, tetapi setelah itu ia
memberontak, maka Allah menjeratnya karena dosa-dosanya, akhirnya ia
terbunuh. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali,
telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang telah mengatakan
bahwa Al-Al-Laits mengatakan, "Demikian pula telah menceritakan kepadaku
Musa ibnu Ishaq Al-Madani yang menjadi amir di kalangan kami, bahwa Ali Al-
Asadi melakukan pemberontakan dan membegal (merampok) di jalanan serta
membunuh dan merampok harta, lalu ia dicari oleh para imam dan kalangan
awam. tetapi ia bertahan dan mereka tidak mampu menangkapnya hingga dia
datang sendiri seraya bertobat." Demikian itu terjadi ketika ia mendengar seorang
lelaki membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Katakanlah, "Wahai hamba-
hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Az-Zumar: 53)

5. QS. Al-Maidah : 39

ٌ‫ ِإ َّن اللَّ هَ غَ ُف ور‬Bۗ ِ‫وب َع لَ ْي ه‬


ُ ُ‫َأص لَ َح فَ ِإ َّن اللَّ هَ َي ت‬
ْ ‫ْم هِ َو‬
ِ ‫اب ِم ْن َب ْع ِد ظُل‬
َ َ‫فَ َم ْن ت‬

ٌ‫َر ِح يم‬
Artinya : Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah
melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah
menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

1. Tafsir
(Al-Maidah: 39) Yakni barang siapa sesudah melakukan tindak pidana
pencurian, lalu bertobat dan kembali kepada jalan Allah, sesungguhnya Allah
menerima tobatnya, menyangkut dosa antara dia dan Allah. Adapun mengenai
harta orang lain yang telah dicurinya, maka dia harus mengembalikannya
kepada pemiliknya atau menggantinya (bila telah rusak atau terpakai).
Demikianlah menurut takwil yang dikemukakan oleh jumhur ulama. Imam
Abu Hanifah mengatakan, "'Manakala pelaku pencurian telah menjalani
hukum potong tangan, sedangkan barang yang dicurinya telah rusak di
tangannya, maka dia tidak dibebani mengembalikan gantinya." Al-Hafidzh
Abul Hasan Ad-Daraqutni telah meriwayatkan sebuah hadits melalui Abu
Hurairah: "! bahwa didatangkan kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬seorang yang telah
mencuri sebuah kain selimut. Maka Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: "Aku tidak
menyangka dia mencuri." Si pencuri menjawab, "Memang benar, saya telah
mencuri, wahai Rasulullah.Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, "Bawalah dia dan potonglah
tangannya, kemudian obatilah dan hadapkanlah dia kepadaku. Setelah
tangannya dipotong, lalu ia dihadapkan lagi kepada Nabi ‫ ﷺ‬Maka Nabi ‫ﷺ‬
bersabda, "Bertobatlah kamu kepada Allah!" Si pencuri menjawab, "Aku telah
bertobat kepada Allah.Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, "Allah menerima tobatmu." Hadits
ini telah diriwayatkan melalui jalur lain secara mursal. Hadits yang
berpredikat mursal dinilai kuat oleh Ali ibnul Madini dan Ibnu Khuzaimah.
Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadits Ibnu Luhai'ah, dari
Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Sa'labah Al-Ansari, dari
ayahnya, bahwa Umar ibnu Samurah ibnu Habib ibnu Abdu Syams datang
kepada Nabi ‫ﷺ‬, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah
mencuri seekor unta milik Bani Fulan, maka bersihkanlah diriku." Lalu Nabi
‫ ﷺ‬mengirimkan utusan kepada mereka (Bani Fulan), dan ternyata mereka
berkata, "Sesungguhnya kami kehilangan seekor unta milik kami." Maka Nabi
‫ ﷺ‬memerintahkan agar dilakukan hukum potong tangan terhadap Umar ibnu
Samurah. Lalu tangan Umar ibnu Samurah dipotong, sedangkan Umar ibnu
Samurah berkata (kepada tangannya): Segala puji bagi Allah Yang telah
membersihkan diriku darimu, kamu hendak memasukkan tubuhku ke dalam
neraka.

6. QS. An-Nisa’ : 16

‫هّٰللا‬
‫َ َكانَ َت َّوا ًبا َّر ِح ْي ًما‬ َّ‫ض ْوا َع ْن ُه َما ۗ اِن‬ ْ َ‫َوالَّ ٰذ ِن َيْأت ِٰينِ َها ِم ْن ُك ْم َف ٰا ُذ ْو ُه َما ۚ َفاِنْ َتا َبا َوا‬
ُ ‫صلَ َحا َفا َ ْع ِر‬

Artinya : Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu,
maka berilah hukuman kepada keduanya. Jika keduanya tobat dan memperbaiki
diri, maka biarkanlah mereka. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha
Penyayang.
1. Tafsir
(An-Nisa: 16) Yaitu dua orang yang berbuat zina, kalian harus
menghukumnya. Menurut Ibnu Abbas dan Sa'id ibnu Jubair serta selain
keduanya. hukuman tersebut berupa caci maki dan memukulinya dengan
terompah dan sandal. Pada mulanya memang demikian hukumnya sebelum
Allah menasakhnya dengan hukuman dera dan hukuman rajam. Ikrimah,
‘Atha’. Al-Hasan. dan Abdullah ibnu Kasir mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki dan seorang wanita apabila
keduanya berbuat zina. As-Suddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan muda-mudi sebelum mereka kawin (lalu melakukan
perbuatan zina). Mujahid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan dua orang lelaki yang melakukan perbuatan tidak senonoh.
Seakan-akan dia bermaksud bahwa kedua lelaki tersebut melakukan
perbuatan homo. Ahlus Sunan meriwayatkan melalui hadits Amr ibnu Abu
Muhammad, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas secara marfu'. Ia mengatakan
bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah bersabda: Barang siapa yang kalian lihat sedang
melakukan perbuatan kaumnya Nabi Lut, maka bunuhlah si pelaku dan yang
dikerjainya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: kemudian jika keduanya
bertobat dan memperbaiki diri. (An-Nisa: 16) Yakni jera dan berhenti dari apa
yang dilakukan oleh keduanya serta memperbaiki dirinya dan amal
perbuatannya menjadi baik.
maka biarkanlah mereka. (An-Nisa: 16) Janganlah kalian mengerasi
keduanya dengan kata-kata yang buruk sesudah itu. karena orang yang telah
bertobat dari dosanya sama dengan orang yang tidak berdosa. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 16) Di dalam
kitab Shahihain disebutkan: Apabila budak perempuan seseorang di antara
kalian berbuat zina, maka hendaklah ia menderanya sebagai hukuman had,
tetapi ia tidak boleh mencacinya. Yakni mencaci makinya karena
perbuatannya, setelah ia menjalani hukuman had yang merupakan penghapus
dosa dari perbuatannya itu.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Daftar Pusaka

Belas, Lima. “F. Huruf-Huruf yang Terdapat di Awal Sejumlah Surah (Huruuf
Muqaththa’ah) 20 G. Tasybiih,Isti’aaroh, Majaaz, dan Kinaayah dalam Al-Qur’an
21,” n.d., 581.
Shidiq, Ghofar. “TEORI MAQASHID AL-SYARI’AH DALAM HUKUM ISLAM,” no. 118
(2009): 14.
“TAFSIR AL MUNIR Jilid 3 (Quran) (Pro. Dr. Wahbah Az-Zuhaili) (z-Lib.Org).Pdf,” n.d.
“TAFSIR AL MUNIR Jilid 10 (Quran) (Pro. Dr. Wahbah Az-Zuhaili) (z-Lib.Org).Pdf,” n.d.

Anda mungkin juga menyukai