Anda di halaman 1dari 38

MANAJEMEN K3 RUMAH SAKIT MASA PANDEMI COVID-19

PERIODE 13 FEBRUARI - 13 JUNI 2020

Mata Ajar Magang K3RS


Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi

Oleh:
dr. Anna Nasriawati, M.K.K

Pembimbing:
Dr. Muhammad Ilyas, Sp.Ok

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN OKUPASI


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pandemi Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya penyakit koronavirus 2019 di seluruh


dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-
2. Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada
bulan Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020.

Pandemi ini telah menyebabkan gangguan sosioekonomi global, penundaan atau


pembatalan acara olahraga dan budaya, dan kekhawatiran luas tentang kekurangan
persediaan barang yang mendorong pembelian panik. Misinformasi dan teori
konspirasi tentang virus telah menyebar secara daring, dan telah terjadi insiden xenophobia
dan rasisme terhadap orang Tiongkok dan orang-orang Asia Timur atau Asia
Tenggara lainnya

Gugus Tugas Percepatanan Penanganan COVID-19 atau GTPPC19 Indonesia


mengeluarkan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Status Keadaan Darurat
Bencana Non alam COVID-19 sebagai Bencana Nasional.

Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan,
pelayanan rawat inap, serta pelayanan kegawatdaruratan medis memiliki risiko tinggi
terhadap penularan infeksi Covid-19 bagi sumber daya manusia yang terlibat dalam
pelayanan tersebut. Maka diperlukan upaya manajemen persiapan dan penanggulangan
bencana covid-19 di Rumah sakit.
RSUD sebagai rumah sakit pemerintah yang juga berfungsi sebagai rumah sakit rujukan
yang melakukan berbagai jenis pelayanan diantaranya pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, pelayanan keperawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan
peningkatan kualitas kesehatan, tempat Pendidikan, dan/ atau pelatihan medik dan para
medik.
Berdasarkan peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No. 27 tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
dalam rangka pencegahan infeksi terkait layanan kesehatan, atau lebih dikenal dengan
istilah infeksi nosokomial yang tidak hanya terbatas infeksi kepada pasien namun dapat
juga kepada petugas fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu upaya untuk merealisasikan
hal tersebut adalah melalui mitigasi penyelenggaraan K3 fasilitas di tiap unit pelayanan
kesehatan rumah sakit.

Berdasarkan walkthrough survey proses kerja dilakukan pengamatan kondisi lingkungan


kerja dan proses kerja di Rumah sakit menjadikan pentingnya dilakukan management
emergency responsiveness and preparedness (MERP) sebagai langkah awal
mempersiapkan dan menanggulangi penanganan Covid-19 di Rumah Sakit.

1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan penilaian risiko kesehatan ini adalah:
1. Mengetahui besarnya risiko terhadap kesehatan yang dihadapi pekerja dengan adanya
pajanan bahaya potensial Covid-19 di unit kerja
2. Mengetahui upaya stakeholders dan pekerja dalam penanganan bahaya Covid-19
3. Memberikan rekomendasi pengendalian risiko pajanan bahaya potensial kerja.

1.3 Metode
Program penanganan bencana covid-19 di Rumah Sakit menggunakan beberapa metode
yang terdiri dari:
1. Walk through survey untuk membuat penilaian manajemen risiko fasilitas di ruang rawat
isolasi covid-19, pelayanan rawat jalan, rawat inap, IGD dan Ponek.
2. Pelatihan dalam bentuk table top exercise pada direksi dan manajemen terkait
penanganan bencana covid-19 di Rumah Sakit
3. Pelatihan untuk sosialisasi K3 terkait covid-19 di unit kerja
4. Kuisoner pada seluruh pegawai untuk pengisian data skrinning dan tracing terkait risiko
covid-19
5. Pemeriksaan Kesehatan pekerja
BAB II
PROFIL K3RS
RUMAH SAKIT CIKALONG WETAN

2.1 Profil K3RS


Dalam undang – undang nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23
dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus diselenggarakan
disemua tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang, jika memperhatikan isi pasal
diatas maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk kedalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya
terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola menerapkan
upaya – upaya k3 di RS.

Potensi bahaya di Rumah Sakit, selain penyakit – penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya – bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di Rumah Sakit, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi
listrik dan sumber – sumber cidera lainnya). Radiasi, bahan – bahan kimia yang
berbahaya, gas – gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi
bahaya tersebut diatas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi karyawan di Rumah
Sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan Rumah Sakit.

Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakan, oleh karena itu K3RS perlu dikelola
dengan baik dan harus dibentuk struktur organisasi K3RS.

Agar penyelenggaraan K3RS lebih efektif , efisien dan terpadu, diperlukan sebuah
pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

Oleh karena itu berdasarkan peraturan PP No 50 Tahun 2010, struktur organisasi K3


minimal mempunyai ketua, sekertaris dan anggota yang menjadi ketua adalah seorang
top management atau direktur RS, sekertaris yaitu ahli K3.
TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah Sakit,
aman dan sehat juga untuk pasien, pengunjung/ pengantar pasien, masyarakat dan
lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan dengan
baik dan lancar.
2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS
b. Meningkatkan profesionalisme dalam hal K3 bagi management pelaksana dan
pendukung program
c. Terlindunginya pekerjaan dan mencegah terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
d. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh
e. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit

SUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI


Ketua : dr. Anna Nasriawati, M.KSekertaris : Dwi Yuni Lianti S.KM
Anggota :
1. Seksi Penanganan keselamatan fasilitas & tanggap darurat : Yudi
2. Seksi Sanitasi dan Limbah : Desi Agustin
3. Seksi Pelayanan Kes Kerja, PAK : Musyabil

URAIAN TUGAS
1. Ketua :
a. Bertanggungjawab atas terselenggaranya program tim K3RS
b. Mengkoordinasikan tim K3RS agar selalu dalam keadaan siap untuk penyelenggaraan
kegiatan K3 dengan lancar dan bermutu
c. Memantau pelaksanaan Program K3
d. Melaporkan kegiatan Program K3
e. Melakukan evaluasi Program K3
f. Melakukan perencanaan, pencatatan, pelaporan
g. Mengarsipkan semua dokumen dari seluruh tim atau seksi
2. Anggota :
a. Menyusun program dan mengkoordinasikan program dengan unit kerja terkait Rumah
Sakit
b. Melakukan monitoring dan evaluasi program K3
c. Melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan – kegiatan terkait prgram K3
d. Menyusun dan menetapkan pedoman pelaksanaan program K3

KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


Kegiatan atau langkah – langkah yang harus dilakukan Rumah Sakit untuk
melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan kebijakan K3RS
2. Pembudayaan perilaku K3RS
3. Pengembangan SDM K3RS
4. Pengembangan pedoman, petunjuk teknis dan Standard Operasional Procedure (SPO)
K3RS
5. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
6. Pelayanan kesehatan kerja dan klinik pegawai
7. Pelayanan keselamatan kerja
8. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas
9. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
10. Pengembangan management tanggap darurat
11. Membuat Emergensi Respon Plan and Preparedness dan simulasinya
12. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
13. Review program tahunan

CARA MELAKSANANKAN KEGIATAN


Untuk melakukan kegiatan pokok kesehatan dan keselamatan kerja Rumah Sakit harus
menerapkan sebagai berikut :
1. Pengembangan Kebijakan K3RS
a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi K3RS
b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan (setiap 3 tahun dapat direvisi
kembali, sesuai dengan kebutuhan)
2. Pembudayaan perilaku K3RS
a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran Rumah Sakit, baik bagi SDM Rumah
sakit,pasien maupun pengantar pasien/ pengunjung Rumah SAKIT
b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui film, leaflet, poster dan
pamflet.
c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit RS dan pada para pasien
serta para pasien serta para pengantar pasien/ pengunjung Rumah Sakit
3. Pengembangan SDM K3RS
a. Pelatihan umum K3RS
b. Pelatihan intern Rumah Sakit, khususnya SDM Rumah Sakit per unit Rumah Sakit
c. Pengiriman SDM Rumah Sakit untuk pendididkan formal, pelatihan lanjutan, seminar
dan workshop yang berkaitan dengan K3
4. Pengembangan pedoman, petunjuk teknis dan Standard Operasional Procedure (SPO)
K3RS
a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di Rumah Sakit
b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keehatan kerja
c. Penyusunan pedoman pelayanan keslematan kerja
d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS
e. Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan penanggulangankebakaran
f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan Rumah Sakit
g. Penyusunan pedoman pengelolaan faktor risiko dan pengelolaan limbah Rumah Sakit
h. Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan penanggulangangan bencana
i. Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi
j. Penyusunan SPO angkat angkut di Rumah Sakit
k. Penyusunan SPO terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
l. Penyusunan SPO kerja dan peralatan di masing – masing unit kerja Rumah Sakit.
5. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
a. Mappring lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja yang dianggap berisiko dan
berbahaya, area tempat kerja yang belum melaksanakan program K3RS, area/ tempat
kerja yang sudah melaksanakan program K3RS, area/ tempat kerja yang sudah
melaksanakan dan mendokumentasikan pelaksanaan program K3RS)
b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk through dan observasi, wawancara SDM Rumah
Sakit, survei dan kuesioner, checklist dan evaluasi lingkungan tempat kerja secara
rinci).
6. Pelayanan kesehatan kerja
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala
dan pemeriksaan kesehatan khusus bagi SDM Rumah Sakit
b. Membuat poliklinik pegawai untuk melakukan assesmen awal saat pegawai menderita
sakit?kecelakaan kerja.
c. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit yang
menderita sakit/kecelakaan kerja
d. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik SDM
Rumah Sakit
e. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM Rumah Sakit yan bekerja
pada area/ tempat kerja yang berisiko dan berbahaya
f. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja.
7. Pelayanan keselamatan kerja
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/ kemananan sarana, prasarana dan
peralatan kesehatan di Rumah Sakit
b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja di Rumah Sakit
c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan peralatan Rumah
Sakit
d. Pengadaan peralatan K3RS
8. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas
a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat, cair dan gas
b. Pengelolaan lmbah medis dan non medis
9. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya (Permenkes No
472 Tahun 1996)
b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpanana dan penanggulangan bila
yerjadi kontaminasi dengan acuan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS – Material
Safety Data Sheet) atau Lembar Data Pengamanan (LDP), lembar informasi dari pabrik
tentang sifat khusus (fisik/ kimia) dari bahan, cara penyimpanan, risiko pajanan dan cara
penanggulangan bila terjadi kontaminasi.
10. Pengembangan management tanggap darurat
a. Menyusun rencana tanggap darurat (survey bahaya, membentuk tim tanggap darurat,
menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan, dll)
b. Pembentukan organisasi/ tim kewaspadaan bencana
c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat
d. Inventarisasi tempat – tempat yang berisiko dan berbahaya serta membuat denahnya
(laboratorium, rontgen, farmasi , CSSD, kamar operasi, genset, kamar isolasi penyakit
menular dll)
e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat / bencana
f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, uapaya pencegahan dan pengendalian
bencana pada tempat – tempat yang berisiko tersebut
g. Membuat rambu – rambu/ tanda khusus jalan keluar untuk evakuasi apabila terjadi
bencana
h. Memberikan Alat Perlindungan Diri (APD) pada petugas di tempat – tempat yang
berisiko (masker,apron, kacamata, sarung tangan, dll)
i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM Rumah Sakit
j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal tanggap darurat Rumah Sakit
k. Evaluasi sistem tanggap darurat
11. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi dan pelaporan kegiatan K3
a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan kecelakaan kerja,
PAK, kebakaran dan bencana (termasuk format pencatatan dan pelaporan yang sesuai
dengan kebutuhan)
b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjut (alur pelaporan kejadian nyaris
celaka dan celaka serta SPO pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris
celaka (near miss) dan celaka
c. Pendokumentasian data :
1) Data seluruh SDM Rumah Sakit’
2) Data SDM Rumah Sakit yang sakit yang dilayani
3) Data pekerja luar Rumah Sakit yang sakit yang dilayani
4) Data pemeriksaan kesehatan SDM Rumah Sakit
a) Sebelum bekerja
b) Berkala
c) Khusus
5) Cakupan MCU bagi SDM Rumah Sakit
6) Angka absensi SDM Rumah Skit
7) Kasus penyakit umum pada SDM Rumah Sakit
8) Kasus penyakit umum pada pekerja luar Rumah Sakit
9) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja luar Rumah Sakit
10) Kasus penyakit akibat kerja (SDM Rumah Sakit)
11) Kasus penyakit akibat kerja (pekerja luar Rumah Sakit)
12) Kasus diduga penyakit akibat kerja (pekerja luar Rumah Sakit)
13) Kasus diduga penyakit akibat kerja (SDM Rumah Sakit)
14) Kasus kecelakaan akibat kerja (SDM Rumah Sakit)
15) Kasus kecelakaan akibat kerja (pekerja luar Rumah Sakit)
16) Kasus kebakaran/ peledakan akibat bahan kimia
17) Data kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka
18) Data sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja
19) Data perizinan
20) Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja
21) Data pelatihan dan sertidikasi
22) Data pembinaan dan pengawasan terhadap kantin dan pengelolaan makanan di
Rumah Sakit (dapur)
23) Data promosi kesehatan dan keselamatan kerja bagi SDM Rumah Sakit, pasien
dan pengunjung/ pengantar pasien
24) Data petugas kesehatan RS yang berpendidikan formal kesehatan kerja, sudah
dilatih kesehatan Keselamatan Kerja dan sudah dilatih tentang diagnosis PAK
bahaya di tempat kerja (unit kerja Rumah Sakit)
12. Review program tahunan
a. Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan instrumen self assessment akresitas
Rumah Sakit
b. Umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara langsung, observasi singkat, survey
tertulis dan kuesioner dan evaluasi ulang
c. Analisis biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian penyakit dan kecelakaan
akibat kerja
d. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit

SASARAN
Sasaran dari program kesehatan dan keselamatan kerja Rumah Sakit adalah :
1. Pengelolaan Rumah Sakit
2. SDM Rumah Sakit

PELAKSANAAN
Kegiatan – kegiatan dalam program keselamatan pasien Rumah Sakit ini dibuat dalam
bentuk time schedule yang terlampir dalam program ini
EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN
Kegiatan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program kesehatan dan
keselamatan kerja ini dilakukan secara teratur dengan mengadakan pertemuan evaluasi dengan
Direktur.
PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
1. Kegiatan K3 didokumentasikan secara tertulis dari masing – masing unit kerja Rumah Sakit
dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS
2. Data yang dikumpulkan selanjutnya dilaporkan/ diinformasikan oleh organisasi K3RS ke
Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit (Dinkes setempat,
penanggungjawab/ pengelola program keehatan kerja)
3. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan untuk masing – masing aspek K3, dilaksanakan
dengan membuat atau menggunakan formulir – formulir yang telah ada atau yang telah
ditetapkan sesuai dengan aturan yang berlaku
4. Pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan kegiatan K3 dilakukan setiap waktu,
sesuai dengan jadwal pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dan atau pada saat
terjadi kejadian/ kasus (tidak terjawdal)
5. Pelaporan terdiri dari : pelaporan berkala (bulanan, semester dan tahunan) dilakukan sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan dan pelaporan sesuai / insidentil, yaitu pelaopran yang
dilakukan sewaktu – waktu pada saat kejadian kasus yang berkaitan dengan K3
6. Tim K3RS menganalisis akan penyebab permasalahan semua kejadian yang berhubungan
dengan K3RS
7. Berdasarkan hasil analisis akar masalah tim K3RS merekomendasikan solusi kepada
pimpinan rumah sakit.
8.
STRUKTUR ORGANISASI

KETUA

dr. Anna Nasriawati, M.K.K

SEKERTARIS

Dwi Yuni Lianti, S.KM

SIE PERALATAN SIE SANITASI DAN SIE PELAYANAN KESEHATAN SIE DISTATER
MEDIS & NON LIMBAH & PAK PROGRAM
MEDIS, SAPRAS
Desi Agustin Musyabil Yudi
Yudi
BAB III
MANAJEMEN PENANGANAN COVID-19
DI RUMAH SAKIT CIKALONG WETAN

3.1 Program kerja K3RS dalam penanganan Covid-19 di RSUD

Salah satu program K3RS dalam penanganan bencana covid diampu pada tugas
pokonya dalam program penanganan bencana baik itu bencana covid sebagai bencana
internal maupun bencana eksternal. Penanganan Covid-19 maka diperlukan ruang
perawatan isolasi khusus covid-19 yang tersendiri. Saat ini RSUD hanya memiliki 4
kamar isolasi (1 di IGD, 3 di ruang rawat inap) dan sudah digunakan untuk merawat
pasien ODP/PDP. Namun, dikarenakan tidak tertampungnya dan diprediksi akan
semakin banyak pasien covid-19 terutama di wilayah kerja RSUD Cikalong Wetan, maka
manajemen RSUD mengajukan penambahan ruang perawatan isolasi khusus covid di
Gedung perawatan kelas 1 dan VIP. K3RS melakukan upaya penilaian risiko atas
fasilitas yang direncanakan untuk penambahan rawat isolasi covid sebelum unit tersebut
dihgunakan untuk menjadi acuan rekomendasi pelayanan yang standar dan optimal.
3.1.1. Membuat asessmen risiko fasilitas ruang perawatan isolasi covid-19

Penilaian risiko kesehatan pada bagian ruang isolasi perawatan Covid 19


dilakukan dengan cara pengamatan langsung (walkthrough survey) terhadap lingkungan
kerja juga untuk mengidentifikasi bahaya potensial kesehatan dengan melihat proses
kerja serta wawancara kepada kepala instalasi, koordinator bagian dan pekerjanya
langsung. Proses ini dilakukan sejak tanggal 17 februari 2020.

a. Lingkungan kerja
1. Pintu masuk ruang isolasi
Ket: belum ada anteroom ruangan, setting ruangan tekanan negative dan hepafilter belum ada
1. ruang perawatan isolasi

Ket: ruang perawatan isolasi HVAC??? Atau standar minimal:


1. belum semua ruangan terpasang AC
2. belum ada Hepafilter

2. Alat Pelindung Diri tenaga kesehatan di ruang Isolasi


Keterangan: Alat pelindung diri terdiri dari hazmat, masker N95, google glass, hair
cap,gloves,sepatu boot???

b. Identifikasi bahaya potensial, gangguan kesehatan dan kecelakan kerja Ruang Isolasi
Perawatan Pasien Covid 19

Tabel 3.2 Identifikasi bahaya potensial, risiko gangguan kesehatan dan risiko kecelakaan kerja
karyawan ruang isolasi perawatan pasien Covid 19
Proses kerja Bahaya Potensial Risiko Risiko
kesehatan kecelakan
kerja
Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikosos
ial
Melakukan - -cairan Airborne Posisi - - DKI/DKA -tertusuk
tindakan microshiel organism kerja workload - ISPA jarum
keperawatan d Virus dan janggal tinggi, - Covid 19 -luka
(chlorhexi bakteri dlm (membu shift - Hepatitis robek
dine), cairan ngkuk kerja, B,C -tertimpa
hand rub pasien dan tuntutan - HIV benda
Proses kerja Bahaya Potensial Risiko Risiko
kesehatan kecelakan
kerja
Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikosos
ial
(aalcohol (darah, urin, berdiri ketelitian - LBP/HNP berat
95%,perhi droplet) saat saat - Hipertensi -
drol melakuk bekerja, - Insomnia kebakaran
gliserol an rasa - Stress
3%, tindakan) cemas kerja
farfum), Manual tertular
bethadine lifting
solution pasien
(povidine antar
iodine), bed
alcohol Mendoron
70%, latex g
(handscoo brangkar
n), gas O2 pasien

Mencuci - Detergent, -airborne -posisi - - DKI/DKA --luka


alat/instrumen natrium organism janggal - ISPA robek
paska tindakan hipoklorit, Virus saat - Covid 19
wash bakteri membun - Hepatitis
benzene, dalam gkuk B,C
Lysol 1:5 cairan (leher - HIV
Klorin output dan - Neck pain
Latex (darah, urin punggun
(handscoo droplet), g)
n) alat (jarum,
infus set,
handscoon)
Indoor air
quality (AC)
Menulis - -airborne -bekerja - -
laporan organism dg posisi
perkembangan duduk yg
pasien janggal

c. Analisis risiko gangguan kesehatan


Setelah dilakukan identifikasi bahaya potensial dan diperkirakan risiko gangguan kesehatan dan
kecelakaan kerja yang mungkin terjadi pada ruang isolasi perawatan covid 19, proses HRA
selanjutnya yaitu menentukan besaran risiko dari masing-masing efek. Hal ini dilakukan untuk
menentukan prioritas pengendalian yang akan dilakukan selanjutnya. Analisis risiko gangguan
kesehatan kerja dilakukan dengan menggunakan matriks 5x5 dengan kriteria sebagai berikut:
1) Tingkat Efek Bahaya yang Mungkin Timbul (Consequences)
Tingkat keparahan gangguan kesehatan tergantung dari efek yang ditimbulkan, penilaian ini
dilakukan dengan memberikan skoring terhadap efek kesehatan yang dapat terjadi.
Tabel 3.3.1 Consequence Score/Severity Levels
Keterangan
1. Negligible : cidera minimal, tidak membutuhkan atau penanganan P3K minimal, tidak
perlu tidak bekerja.
2. Minor : cidera minor, membutuhkan penanganan P3K, cuti kerja <3 hari atau lama
perawatan di rs 1-3 hari.
3. Moderate : cidera moderate, membutuhkan penanganan obat-obatan medis dan
penanganan dokter, cuti kerja 4-14 hari atau lama perawatan di RS 4-15 hari, terjadi di
sebagian kecil populasi pegawai.
4. Major : cidera satu organ yang mengakibatkan cacat / hilangnya fungsi tubuh jangka
panjang,cuti kerja >14 hari atau lama perawatan di RS 4-15 hari.
5. Catastrophic : dapat menyebabkan kematian atau cidera multiple yang mengakibatkan
cacat permanen atau efek kesehatan irreversible

Penilaian Likelihood/ peluang terjadinya risiko

Tabel 3.3.2 Likelihood Score (Deskripsi secara umum dan berdasarkan


probabilitas

Keterangan :
1. Rare : Suatu kejadian mungkin dapat terjadi pada suatu kondisi khusus / luar
biasa / setelah bertahun-tahun atau probabilitas terjadinya efek pajanan
<0,1% dari total pegawai.
2. Unlikely : Suatu kejadian mungkin terjadi pada beberapa kondisi tertentu, namun
kecil kemungkinan terjadinya atau probabilitas terjadinya efek pajanan
<0,1-1% dari total pegawai.
3. Possible : Suatu kejadian akan terjadi pada beberapa kondisi khusus atau
probabilitas terjadinya efek pajanan <1-10% dari total pegawai.
4. Likely : Suatu kejadian yang mungkin akan terjadi pada hampir semua kondisi
atau probabilitas terjadinya efek pajanan 10-50% dari total pegawai.
5. Almost Certain : Suatu kejadian pasti akan terjadi pada semua kondisi/setiap kegiatan
yang dilakukan atau probabilitas terjadinya efek pajanan >50% dari total pegawai.

Hasil perkalian dari Consequence dan Likelihood akan membentuk suatu tingkat risiko,
yang dapat terlihat dari Matrix Penentuan Risiko yang tertera pada Tabel dibawah.

Tabel 3.3.3 Matrix Risk Rating berdasarkan National Patient Safety Agency (2008)

Penatalaksanaan Risk :
Extreme: diperlukan tindakan segera
High: perlu perhatian manajemen direksi
Moderate: tindak lanjut oleh kepala instalasi
Low: manajemen melalui prosedur rutin (SOP)
Tabel 3.3.4 Analisis Risiko Gangguan Kesehatan Kerja di Ruang Isolasi Perawatan
Pasien Covid 19

Gangguan Bahaya C L Risk Pengendalian yang Kenyataan di


Sisa
risiko
Kesehatan Potensial Level dilakukan Lapangan

Airborne Indoor air quality Belum dibuat setting ruang


Isolasi sesuai standar
disease
(tekanna negative, anteroom,
-Covid 19 4 3 HVAC system)
12(H) Belum ada APD standar dg H
ketersediaan stock yang
memadai
SOP penggunaan alat
kesehatan yang sesuai
SOP alur penanganan paska
terpapar limbah cairan tubuh
pasien
SOP pelaporan kejadian
tertusuk jarum.

Bloodborne Penggunaan APD


SOP penggunaan alat
diseases : Cairan tubuh
kesehatan yang sesuai
pasien dan luka 4 3 12(H) SOP alur penanganan paska
terpapar limbah cairan tubuh H
- HIV akibat tertusuk
pasien Dilaksana
- Hepatitis B jarum yang SOP pelaporan kejadian
kan
tertusuk jarum.
terkontaminasi
Pemberian Vaksin Hep B
cairan tubuh Skrining HIV dan Hep B
pasien saat masuk ruangan.
pasien

Stress Kerja workload tinggi 2 3 6 (M) Belum ada intervensi Belum M


ada
shift kerja
tuntutan
ketelitian saat
bekerja
rasa cemas
tertular
Gangguan Posisi janggal Edukasi bahaya, disiplin SOP pelaksan
Bed dilengkapi adjustable
musculoskele Manual lifting aan
height
tal 2 3 6 (M) Penggunaan kursi duduk saat belum L
melakukan tindakan
(LBP/HNP/N optimal
Senam peregangan setiap
eck Pain) pukul 10.00 dan 14.00 wib Belum

18
Belum ada senam ada
peregangan spesifik untuk
leher
DKI/DKA Cairan Penyediaan MSDS di lemari Dilaksana
kan
pembersih dan penyimpanan B3.
antiseptik Tersedianya sarana dan
prasarana untuk mencuci
( alkohol 70 %, 3 3 9 (M) L)
tangan dan mata.
povidone
iodine ), klorin
dan formalin.

e. Stratifikasi Risiko

Berdasarkan analisis Health Risk Assesment (HRA) diatas dilakukan risk rating
dan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 3.4 Stratifikasi Risiko Gangguan Kesehatan Kerja pada tenaga kesehatan di
ruang Isolasi

Tingkat Risiko Nilai Risiko Gangguan Kesehatan


High 12 Covid 19
High 12 HIV, Hep.B dan C ( Bloodborne
disease )
Medium 6 Stress kerja
Lower 3 LBP/HNP
(muskuloskeletaldisease)
Lower 3 Dermatitis Kontak Alergi/iritan

f. Evaluasi Risiko

Berdasarkan analisa risiko didapatkan bahaya potensial biologi, kimia, ergonomi dan
kecelakaan kerja dengan penilaian tertinggi yaitu pada proses melakukan tindakan
perawatan dengan faktor pajanan biologi yang menimbulkan gangguan kesehatan
tertular penyakit airborne disease dan bloodborne disease yaitu tertular virus Covid
19, hepatitis B,C dan HIV. Pengendalian yang telah dilaksanakan oleh RSUD
Cikalong Wetan belum maksimal diperlukan banyak renovasi dan setting pembuatan
ruangan isolasi sesuai standar; pembuatan anteroom,HVAC system, penyediaan
ruang dan alat dekontaminasi, penyediaan APD standar dengan jaminan stok yang

19
memadai untuk keselamatan petugas kesehatan, dan stok penyediaan obat-obatan
yang juga masih minim.

g. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
1. Penilaian risiko fasilitas ruang isolasi perawatan pasien Covid 19 di RSUD Cikalong
Wetan masih jauh dari standar, perlu banyak perbaikan sarana dan prasarana, alat
dan penunjang terapi lainnya.
2. Identifikasi bahaya pada proses melakukan tindakan di ruang isolasi perawatan
pasien Covid 19 terdapat 4 potensi bahaya antara lain: biologis (tepapar bakteri dan
virus khususnya covid 19, Kimia (dermatitis kontak alergi/iritan), Ergonomi (posisi
janggal dan manual lifting), Psikologis (workload tinggi, shift kerja, tuntutan ketelitian
saat bekerja, rasa cemas tertular virus Covid 19).
3. Pengendalian risiko pada ruang isolasi perawatan pasien Covid 19 di RSUD
Cikalong Wetan belum maksimal dan belum mengurangi hasil dari penilaian risiko
dan masih belum layak untuk dilakukan perawatan isolasi pasien Covid 19. Apabila
dipaksakan maka berdampak pada risiko gangguan kesehatan yaitu tertularnya
infeksi Covid pada petugas kesehatan di RSUD Cikalong Wetan.

Saran
1. Memperbaiki sarana dan prasarana ruang perawatan Isolasi Covid 19
o Membuat sekat untuk anteroom di loby ruang papandayan lantai 2 dan loby
Manglayang di lantai 1
o Merenovasi ruangan dengan membuat settingan tekanan negatif pada
anteroom di loby ruang papandayan lantai 2 dan loby Manglayang di lantai 1
dan memasang HVAC system atau dengan AC sirculating system pada
setiap ruangan perawatan
o Membuat ruang dekontaminasi sesuai standar
o Membuat stasi perawat
o Pengadaan Air sterilizer system dengan Hepafilter

2. Menjamin ketersediaan APD secara lengkap sesuai potensi bahaya yaitu berupa
safety shoes, handscoen, sarung tangan panjang, masker N95, kaca
mata/google, Hazmat dan penutup kepala.
3. Menjamin ketersediaan obat untuk terapi pasien Covid 19.
4. Membuat pemetaan wilayah pelayanan berdasarkan zona risiko

20
5. Penyediaan sarana dan alat BSC level 2 (Biosafety level cabinet) untuk
pemeriksaan sampel swab pasien Covid 19
6. Pelatihan pengambilan sampel swab naso dan orofaring untuk tenaga
laboratorium
7. Penyediaan sarana dan prasarana pemulasaran jenazah khusus untuk pasien
Covid 19 yang meninggal.

3.1.2. Membuat peta zona risikoRS terkait dg APD

3.1.3. Table top exercise manajemen bencana covid-19 di RS

Pelatihan manajemen bencana dalam bentuk diskusi kasus antar direksi dan
manajer Rumah sakit terkait dengan perencanaan dan persiapan manajemen dalam
melakukan penanganan bencana Covid-19 sebagai bencana internal maupun
eksternal.
Desain Pelatihan Manajemen bencana:
Bentuk pelatihan: table top exercise

21
Peserta: direksi dan manajer RS
Waktu : 1-2 jam
Hasil : tidak dilakukan penilaian hanya sebagai brainstorming dan penambah
wawasan ilmu manajemen bencana Covid di RS

3.1.4. Pelatihan K3 terkait Covid-19 untuk perawat IGD, Ranap,PONEK, ICU

22
3.1.5. Setting pengendalian teknis unit kerja

a.pengendalian teknis ruang rawat isolasi covid


Sesuai dengan hasil penilaian risiko fasilitas ruang rawat isolasi yang telah dilakukan
oleh tim K3RS sebelumnya dengan kesimpulan jika tidak dilakukan pengendalian
Teknik lingkungan ruang rawat isolasi maka risiko tinggi untuk penularan pada
petugas. Tindak lanjutnya maka dilakukan renovasi/pembuatan setting ruangan
tekanan negative dan instalasi gawat darurat yang terpisah dari pelayanan lainnya di
Rumah Sakit. Perbaikan terdiri dari:
1. Pembangunan IGD khusus Covid
2. Pemasangan instalasi HVAC system di ruang rawat isolasi covid
3. Pembuatan ruang pelayanan rawat isolasi terintegrasi dengan penunjang medis

b.pengendalian teknis di ruang rawat jalan

Kontrol Teknik di rawat jalan dibuat dengan pemasanagan garis batas jarak 2m
antar dokter dan pasien, merubah posisi duduk dokter menjadi didepan AC dan
membuka pintu belakang agar aliran udara mengarah dari AC belakang dokter ke
pasien lalu keluar pintu belakang yang terbuka.

23
3.1.6. Membuat PCRA renovasi Gedung perawatan isolasi Covid-19

3.1.7. Skrinning & Tracing terkait Covid-19 untuk seluruh pegawai RS

Skrinning atau surveilans medis pada pegawai terkait risiko Covid-19 dilakukan
dengan menggunakan kuisoner aplikasi google form dengan cara didistribusikan
kepada kepala unit kerja/kepala instalasi untuk disebar kepada seluruh pegawai unit
kerja nya. Pengisian skrinning dilakukan rutin setiap sebulan sekali dengan data
kuisoner inti tetap dan sebagaian direvisi berdasar waktu pengisian.

Hasil skrinning kemudian diolah dengan membuat penilaian risikodengan rincian


sebagai berikut:

1. Dibuat rank Risiko berdasar kriteria epidemiologis (zona risiko: kontak dan area
transmisi) dan kriteria klinis (significant dan non significant symptoms)
 Low Risk (kriteria epidemiologis(+) tetap bekerja dg precaution ketat)
 High Risk (kriteria epidemiologis dan klinis (+) lanjut periksa poli u
konfirmasi)
2. High risk maka ditindak lanjuti untuk pemeriksaan rapid test jika hasil negatip maka
karantina 14 hari, jika hasil positip maka dilanjutkan dg test PCR (lanjutkan dg
algoritme ODP/PDP Pegawai RS)

Hasil Rekap data skrinning Covid-19 ke-2


Pegawai RSUD Cikalong Wetan

13-05-2020

24
*Data Konfirmasi kategori risiko

N NAMA NO. telp Unit Kerja Jenis keluhan Hasil Follow up


O pekerjaan konfirmasi
1 Imas 083821969643 PONEK Bidan Nyeri tenggorokan Nyeri Periksa poli
Rohaeni tenggorokan
2 Lilis 082126619477 PONEK Bidan Test + TAK (belum Fit to work
noviyanti test)
3 Bestari 085724097022 PONEK Bidan demam perbaikan Izin 3hari
4 Eka Sri 082320672343 RM Admin batuk Batuk-GERD Periksa poli
5 Septi 087700035700 PONEK Test + TAK (belum
test)
6 Risma 081313322440 IRNA Perawat Keluhan lain
7 Yolanda 082126388855 IRNA Lainnya batuk
8 Arif Dwi 085223274827 Admin Admin batuk
9 Dini 087824656568 IGD Test + TAK (belum Fit to work
Maharani test)
10 Dena 081281082491 sekretaris Admin Nyeri tenggorokan Nyeri Unfit s/d
tenggorokan TAK
11 Fitria saidah 087778983278 PONEK Bidan batuk

25
12 Nelly 082126987560 PONEK Bidan Nyeri tenggorokan TAK Fit to work
13 Luthfia 087825155965 IRNA Perawat Nyeri tenggorokan batuk Periksa poli
14 Heru 085221775606 IGD Perawat TAK, kontak PDP TAK, APD observasi
rapid + level 2
15 Akhmad 087828261307 Farmasi apoteker Test + TAK (belum
depi test)
16 Sonia 081221981227 RM admin Pilek TAK Fit to work
17 Sisca 087821158665 Yanmed Perawat Batuk Batuk+pilek Periksa poli

3.1.8. Pengaturan PMT pada pegawai OTG/ODP/PDP

Rekomendasi pemberian PMT berupa suplemen vitamin, madu dan susu untuk

1. OTG dokter IGD 1orang

2. ODP perawat Rawat inap 1 orang

3.1.9. Sosialisasi K3 terkait pengananan pasien Covid-19

26
3.1.10. Membuat juknis pemeriksaan Kesehatan pegawai
a. Pemriksaan prakerja untuk petugas ruang rawat isolasi covid-19

Tenaga Kesehatan Unit Rawat Isolasi adalah tenaga yang ditugaskan untuk
melakukan pelayanan di unit rawat isolasi RSUD Cikalong Wetan
Tujuan Pemeriksaan

1. Mendapatkan status kelayakan kerja


2. Mencegah risiko gangguan Kesehatan/memperberat penyakit yang diderita sebelumnya
3. Optimalisasi pelayanan dengan kondisi fisik tenaga Kesehatan yang sehat

Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan Kesehatan dilakukan 7hari sebelum petugas bertugas di unit rawat isolasi

Jenis Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik sesuai dg hazard risk asessmen
2. Pemeriksaan laboratorium darah: darah lengkap + GDP
3. Pemeriksaan Rontgen
4. Pemeriksaan skrinning stress kerja (SRQ-test)

Hasil Pemeriksaan
Resume hasil pemeriksaan dikeluarkan 3hari sebelum tenaga Kesehatan bertugas

Status Kesehatan
1. Fit to work
2. Unfit to work

27
c. algoritma Fit to work/return to work pada pegawai terkait covid-19

Pegawai RSUD

3.1.11. Edukasi disiplin APD koordinasi dg PPI

Membuat pelatihan pemakaian dan pelepasan APD pada pegawai di setiap


unit kerja, pemantauan disiplin penggunaan APD menggunakan form monitoring
yang dilakukan pengecekkan setiap bulan dan laporan kasus dalam waktu kerja.
Kegiatan ini dilakukan dengan koordinasi Bersama antara PPI, K3RS dan kepala
ruangan/unit kerja.

28
3.1.12. Pemantauan K3 Operasi hepafilter pada HVAC di ruang Rawat isolasi

Sesuai dengan petunjuk teknis standar ruang perawatan isolasi diperlukan


pemasangan Hepa filter di ruangan perawatan isolasi pasien. Hal ini dikarenakan
kebutuhan udara bersih di beberapa area seperti daerah cleanroom. Memiliki system
filterisasi yang berbeda beda. Pada umumnya didalam pembersihan udara hanya
menggunakan prefilter sebagai pelindung debu untuk menjaga dan merawat unit tata
udara.
Tingkat kebersihan udara memiliki fungsi dan tujuan tertentu. Tujuan tersebut
untuk melindungi unit pengatur udara dan dengan tujuan melindungi product dan
manusia sebagai pengguna udara terbanyak. Sistem Unit Udara berfungsi sebagai
pengatur udara untuk ventilasi. Udara yang terkontaminasi memerlukan penanganan
khusus yang tidak murah. Pada sistem penanganan udara kontimanasi akan banyak
menimbulkan masalah bukan hanya kepada manusia tetapi kepada unit tersebut.
Udara yang berputar akan cenderung membawa partikel yang tidak dapat dilihat
dengan mata manusia biasa. Pada unit tata udara semua menggunakan fan untuk
meniupkan udara. Hal tersebut akan memiliki efek negatif dan positif.
Semua udara yang ditarik ke dalam sistem penanganan udara
"terkontaminasi" untuk beberapa derajat. Hal ini umumnya diterima bahwa partikel
udara (partikel padat, cairan, asap, asap, atau bakteri) yang lebih besar dari 5 mikron
dalam ukuran cenderung menyelesaikan dengan cepat dari udara ke permukaan
horisontal.
Partikel udara yang kurang dari 5 mikron (terutama yang kurang dari 2 mikron)
cenderung untuk menetap pada udara dan tetap tersuspensi (udara) untuk jangka
waktu yang lebih lama.Kekhawatiran atas infeksi didapat di rumah sakit telah
mendorong solusi filtrasi ke garis terdepan sebagai alat utama untuk pengendalian
infeksi
Ada 5 metode filtrasi dalam hepafilter:
1. Straining - Partikel di udara lebih besar dari bukaan antara serat filter. Teknik ini
sangat cocok untuk menghilangkan kotor partikel besar. Efisiensi penyaringan
rendah.
2. Impingement - Partikel bertabrakan dengan serat filter dan tetap melekat pada
filter. Serat dapat dilapisi dengan perekat. Efisiensi penyaringan rendah.
3. Interception - Partikel masuk ke filter dan menjadi terperangkap dan melekat pada
serat filter. Efisiensi penyaringan adalah media.
4. Diffusion - Partikel kecil, bergerak dalam gerakan tidak menentu, bertabrakan
dengan serat filter dan tetap terpasang. Efisiensi penyaringan tinggi.

29
5. Elektrostatik - Partikel bantalan muatan elektrostatik negatif tertarik untuk
menyaring dengan serat bermuatan positif. Efisiensi penyaringan tinggi.
Semua area umum fasilitas perawatan kesehatan wajib memiliki dua bank
dari filter - 30% (ASHRAE 52,1) prefilter dan 90% penyaring akhir. Asalkan filter akhir
dipasang dan dipelihara dan asalkan ada sedikit atau tidak ada bypass disekitar
filter, efisiensi gabungan dari dua filter bank hampir 100% menghilangkan partikel
dari 1μm - 5 m.
Sistem filtrasi digunakan sebagian besar tempat perawatan pasien di fasilitas
perawatan rawat jalan, dan lingkungan ruang operasi.Sebuah metrik umum untuk
kinerja filter adalah minimum nilai pelaporan efisiensi (Merv), peringkat berasal dari
metode pengujian yang dikembangkan oleh ASHRAE. Rating Merv menunjukkan
kemampuan filter untuk menangkap partikel antara 0,3 dan 10,0 mikron dalam
diameter.
Sebuah nilai yang lebih tinggi Merv diterjemahkan menjadi filtrasi yang lebih baik,
sehingga Merv-13 Filter bekerja lebih baik daripada Merv-8 filter. Dalam fasilitas
perawatan kesehatan filter akhir Merv-14 adalah dapat menhilang partikel cukup
memuaskan. Filter High Efficiency Particulate Air (HEPA) HEPA filter memiliki
efisiensi awal minimum 99,97% untuk menghilangkan partikel 0,3 mikron.
Ini adalah titik kritis karena filter ini digunakan untuk menghilangkan jamur dan
bakteri, biasanya 1 sampai 5 mikron dalam ukuran ketika udara, serta partikel virus
yang submikron dalam ukuran (sebagai referensi, spora Aspergillus adalah 2,5 - 3 m
di diameter).
Setiap filter HEPA secara individual diuji di pabrik untuk mengkonfirmasi kesesuaian
mereka untuk standar ini. Mereka juga mungkin diuji lapangan untuk mengkonfirmasi
mereka kepatuhan berkelanjutan untuk persyaratan efisiensi.

HEPA filter harus digunakan:


Pada distribusi pasokan udara dari kamar pelindung pada rumah sakit. Udara yang
masuk kembali pada sistem unit udara atau biasa di ducting return  pada ruangan
isolasi yang khusus menular akan diresirkulasi dalam ruang dalam rangka
meningkatkan ACH sekaligus mengurangi persyaratan exhaust keseluruhan.
Idealnya ruang isolasi menular harus dirancang untuk udara segar 100% dan
Exhaust dipasang hepa filter dan uv. Pada exhaust ruang isolasi menular dan
exhaust ketika membuang udara ke luar harus didesain baik  atau bila exhaust tidak
boleh terletak dekat supply udara masuk. (Lihat catatan di bawah).
Ketika konfigurasi sistem HVAC menentukan resirkulasi udara dari ruang isolasi ke
fasilitas bagian lain.

30
Catatan - Pedoman tidak menentukan udara buangan dari ruang isolasi menular
menggunakan HEPA untuk penyaringan sebelum dibuang di luar ruangan kecuali
ada kemungkinan bahwa pembuangan udara bisa masuk kembali sistem.
Namun, selalu ada kemungkinan exhaust re-entri di bawah angin tertentu dan
kondisi iklim. Oleh karena itu, lebih baik untuk menyaring semua udara yang
dibuangan keluar.
Pemeliharaan HEPA  Efisiensi dari sistem filtrasi tergantung pada kepadatan filter
yang dapat menimbulkan penurunan tekanan kecuali dikompensasi oleh kipas
efisien tinggi sehingga aliran udara tetap terjaga. Ketika filter HEPA digunakan dalam
aplikasi pengendalian infeksi sangat penting untuk memiliki program pemeliharaan
teliti di tempat. 
Untuk kinerja yang optimal, sangat penting bahwa:
HEPA filter yang akan diinstal pada peralatan yang segel filter di tempat untuk
mencegah udara yang terkontaminasi dari melewati filter. HEPA filter yang akan diuji
di situs ketika mereka pertama kali diinstal dan setiap enam bulan kemudian untuk
mengkonfirmasi bahwa mereka beroperasi pada efisiensi desain mereka.
HEPA filter harus dipantau (dengan manometer atau tekanan lainnya yang
menunjukkan perangkat) secara teratur dan diganti sesuai dengan rekomendasi
pabrikan dan praktek pemeliharaan preventif standar. 
HEPA filter adalab item anggaran mahal. Dalam rangka untuk memperpanjang umur
filter HEPA dan mengurangi biaya penggantian yang sedang berlangsung, sangat
disarankan untuk memberikan prefilter hidup seadanya sebelum HEPA tersebut.
Studi menunjukkan bahwa efisiensi yang rendah-prefilter dapat memperpanjang
umur filter HEPA sebesar 25%, sambil menambahkan filter efisiensi yang lebih tinggi
antara seperti Merv 14 (95% oleh ASHRAE 52,1 uji debu spot) filter dapat
memperpanjang umur dari filter HEPA sebanyak 900%. Konsep ini, yang disebut
"filtrasi progresif," memungkinkan HEPA filter di daerah perawatan khusus yang
harus digunakan selama 10 tahun atau lebih. HEPA filter efisiensi dipantau dengan
dioctylphthalate (DOP) Uji partikel menggunakan partikel yang 0,3 m dengan
diameter.
Perhatian : HEPA filter pengganti membutuhkan karung-in / tas-out prosedur untuk
meminimalkan risiko paparan dari personil pemeliharaan untuk bahan infeksius. dan
sebaiknya setelah itu dimusnahkan.
KontrolBau
Ada beberapa daerah dalam fasilitas perawatan kesehatan di mana bau gas atau
kontaminan yang umum. Beberapa kontaminan ini hanya mungkin menjadi
gangguan atau kenyamanan terkait, sementara yang lain mungkin merupakan

31
ancaman bagi kesehatan pribadi. Asap dan bau dapat dihilangkan dari udara oleh
proses kimia seperti Penyerapan gas "gas sorption” yang mengendalikan senyawa
yang berperilaku seperti gas daripada sebagai partikel (misalnya, kontaminan gas
seperti formaldehida, sulfur dioksida, ozon, dan oksida nitrogen). Penyerapan gas
melibatkan satu atau lebih dari proses berikut dengan bahan serapan (misalnya,
karbon aktif, alumina aktif atau diolah secara kimia lempung aktif): Reaksi kimia
antara polutan dan sorben, Sebuah mengikat polutan dan sorben, atau Difusi
kontaminan dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah.
Penyerapan unit Gas tersedia dalam berbagai tanah liat diperlakukan kimia, masing-
masing melakukan secara berbeda untuk gas yang berbeda. Prefilter A dianjurkan
hulu unit serapan gas untuk memastikan bahwa filter pori-pori tidak tersumbat
dengan partikel. Saat ini tidak ada standar untuk rating kinerja pembersih udara gas,
membuat desain dan evaluasi sistem tersebut bermasalah. Filtrasi Udara untuk
Melindungi Peralatan HVAC  Akumulasi debu dan kelembaban dalam sistem HVAC
meningkatkan risiko penyebaran kesehatan-terkait jamur lingkungan dan bakteri.
Komponen unit penanganan udara seperti koil pendingin, filter, dan membutuhkan
saluran kerja bisa menjadi lingkungan yang ideal untuk bakteri berkembang biak,
jamur dan jamur. Ini tidak dikelola dengan baik, ini akan menjadi penyebab untuk
infeksi. Praktek umum untuk melindungi HVAC  termasuk mencari filter hulu dari koil
dan memiliki rating filter setidaknya Merv 8.
Saringan harus pas ke dalam frame pemegang, menjadi kaku, konstruksi tahan
kelembaban, dan dibangun dari bahan-bahan yang tidak akan mendukung
pertumbuhan mikroba.
Perawatan harus diambil untuk memastikan bahwa tidak ada udara melewati
sekitar filter. Bypass dapat dikurangi dengan gasketing filter untuk menyegel mereka
di tempat dan dengan memasang filter pada ruang kosong adalah jalur filter tidak
mengandung filter.
Ultraviolet Germicidal Irradiation (UVGI) Sebagai tindakan pembersih udara
tambahan, UVGI efektif dalam mengurangi penularan infeksi bakteri dan virus udara
di rumah sakit, tetapi hanya memiliki efek minimal terhadap menonaktifkan spora
jamur. UVGI juga dianjurkan dalam unit penanganan udara untuk mencegah atau
membatasi pertumbuhan bakteri vegetatif dan jamur. Lampu UV yang paling tersedia
secara komersial digunakan untuk tujuan kuman adalah tekanan rendah lampu uap
merkuri yang memancarkan energi radiasi terutama pada panjang gelombang 253,7
nm dari. Dua sistem UVGI telah digunakan dalam pengaturan kesehatan - iradiasi
saluran dan iradiasi udara atas kamar. Dalam sistem iradiasi saluran, lampu UV
ditempatkan di dalam ducting sedangkan di iradiasi udara diatas kamar, lampu UV

32
yang baik dari langit-langit atau dipasang di dinding. Studi inaktivasi bakteri
menggunakan BCG marcescens mikobakteri dan Serratia telah memperkirakan efek
UVGI sebagai setara dengan 10 ACH - 39 ACH. Studi lain, bagaimanapun,
menunjukkan bahwa UVGI dapat mengakibatkan sedikit setara ACH di zona-
perawatan pasien, terutama jika pencampuran udara antara zona tidak
cukup.Karena efektivitas klinis sistem UV dapat bervariasi, UVGI tidak dianjurkan
untuk manajemen udara sebelum resirkulasi udara dari ruang isolasi udara dan juga
dalam kamar operasi. Pemeliharaan rutin UVGI sistem sangat penting dan biasanya
terdiri dari menjaga lampu bebas dari debu dan mengganti lampu lama yang
diperlukan. Untuk memahami masalah keamanan yang terkait dengan penggunaan
sistem UVGI dari pemasok dan produsen

3.1.13. Memantau pengendalian limbah dari ruang rawat isolasi menuju IPAL/
TPS

33
Limbah dari pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dapat diklasifikasikan
dalam beberapa kategori utama, yaitu limbah umum, limbah patologis (jaringan
tubuh), limbah radioaktif, limbah kimiawi, limbah berpotensi menular (infectious),
benda-benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik, dan kontainer dalam
tekanan. Dari sekian banyak jenis limbah klinis tersebut, maka yang membutuhkan
sangat perhatian khusus adalah limbah yang dapat menyebabkan penyakit menular
(infectious waste) atau limbah biomedis. Limbah ini biasanya hanya 10 – 15 % dari
seluruh volume limbah kegiatan pelayanan kesehatan. Jenis dari limbah ini secara
spesifik adalah:

 Limbah human anatomical: jaringan tubuh manusia, organ, bagian-bagian tubuh,


tetapi tidak termasuk gigi, rambut dan muka.
 Limbah tubuh hewan: jaringan-jaringan tubuh, organ, bangkai, darah, bagian
terkontaminasi dengan darah, dan sebagainya, tetapi tidak termasuk gigi, bulu, kuku.
 Limbah laboratorium mikrobiologi: jaringan tubuh, stok hewan atau mikroorganisme,
vaksin, atau bahan atau peralatan laboratorium yang berkontak dengan bahan-
bahan tersebut.
 Limbah darah dan cairan manusia atau bahan/peralatan yang terkontaminasi
dengannya. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah urin dan tinja.
 Limbah-limbah benda tajam seperti jarum suntik, gunting, pecahan kaca dan
sebagainya.

Sasaran pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagaimana menangani limbah


berbahaya, menyingkirkan dan memusnahkannya seekonomis mungkin, namun
higienis dan tidak membahayakan lingkungan. Untuk limbah yang bersifat umum,
penanganannya adalah identik dengan limbah domestik yang lain. Daur ulang
sedapat mungkin diterapkan pada setiap kesempatan. Bahan-bahan tajam yang
tidak terinfeksi harus dibungkus secara baik serta tidak akan mencelakakan pekerja
yang menangani dan dapat dibuang seperti limbah umum, sedangkan bahan-bahan
tajam yang terinfeksi diperlakukan sebagai limbah berbahaya.

Limbah yang harus dipisahkan dari yang lain adalah limbah patologis dan infeksius.
Limbah infeksius beresiko tinggi perlu ditangani terlebih dahulu dalam autoclave
sebelum menuju pengolahan selanjutnya atau sebelum disingkirkan di landfill.
Limbah darah yang tidak terinfeksi dapat dimasukkan ke dalam saluran limbah kota
dan dibilas dengan air, sedang yang terinfeksi harus diperlakukan sebagai limbah

34
berbahaya. Kontainer-kontainer dibawah tekanan (aerosol dan sebagainya) tidak
boleh dimasukkan ke dalam insinerator.

Limbah yang telah dipisahkan dimasukkan kantong-kantong yang kuat (dari


pengaruh luar ataupun dari limbahnya sendiri) dan tahan air atau dimasukkan dalam
kontainer-kontainer logam. Kantong-kantong yang digunakan dibedakan dengan
warna yang seragam dan jelas, dan diisi secukupnya agar dapat ditutup degan
mudah dan rapat. Disamping warna yang seragam, kantong tersebut diberi label
atau simbol yang sesuai. Kontainer harus ditutup dengan baik sebelum diangkut. Bila
digunakan kantong dan terlebih dahulu harus masuk autoclave, maka kantong-
kantong itu harus bisa ditembus oleh uap sehingga sterilisasi dapat
berlangsung sempurna. Limbah radioaktif juga harus mempunyai tanda-tanda yang
standar dan disimpan untuk menunggu masa aktifnya terlampaui sebelum
dikategorikan limbah biasa atau limbah berbahaya lainnya.

Jenis pengolahan limbah rumah sakit, diantaranya:

1. Limbah umum; sejenis limbah domestik, bahan pengemas, makanan binatang non-


infectious, limbah dari cuci serta materi lain yang tidak membahayakan pada
kesehatan manusia dan lingkungan. Pengolahan limbah ini tidak diperlukan
pengolahan khusus, dan dapat disatukan dengan limbah domestik. Seluruh makanan
yang telah meninggalkan dapur pada prinsipnya adalah limbah bila tidak dikonsumsi
dan sisa makanan dari bagian penyakit menular perlu di autoclave terlebih
dahulu sebelum dibuang ke landfill.
2. Limbah patologis; terdiri dari jaringan-jaringan, organ, bagian tubuh, plasenta,
bangkai binatang, darah dan cairan tubuh. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan
sterilisasi, insinerasi, lalu dilanjutkan dengan landfilling. Insinerasi merupakan
metode yang sangat dianjurkan, kantong-kantong yang digunakan untuk
membungkus limbah juga harus diinsinerasi.
3. Limbah radioaktif; dapat berfase padat, cair maupun gas yang terkontaminasi
dengan radionuklisida, dan dihasilkan dari analisis in-vitro terhadap jaringan tubuh
dan cairan, atau analisis in-vivo terhadap organ tubuh dalam pelacakan atau
lokalisasi tumor, maupun dihasilkan dari prosedur therapetis. Bahan radioaktif yang
digunakan dalam kegiatan kesehatan/medis ini biasanya tergolong mempunyai daya
radioaktivitas level rendah, yaitu di bawah 1 megabecquerel (MBq). Limbah radioaktif
dari rumah sakit dapat dikatakan tidak mengandung bahaya yang signifikan bila
ditangani secara baik. Penanganan limbah dapat dilakukan di dalam area rumah

35
sakit itu sendiri, dan umumnya disimpan untuk menunggu waktu paruhnya telah
habis, untuk kemudian disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa.
4. Limbah kimia; dapat berupa padatan, cairan maupun gas misalnya berasal dari
pekerjaan diagnostik atau penelitian, pembersihan / pemeliharaan atau prosedur
desinfeksi. Bagi limbah kimia yang tidak berbahaya, penanganannya adalah identik
dengan limbah lainnya yang tidak termasuk kategori berbahaya. Konsep
penanganan limbah kimia yang berbahaya adalah identik dengan penjelasan
sebelumnya yang terdapat dalam diktat ini tentang limbah berbahaya. 

Insinerator merupakan sarana yang paling sering digunakan dalam menangani


limbah jenis ini, baik secara on-site maupun off-site; insinerator tersebut harus
dilengkapi dengan sarana pencegah pencemaran udara, sedang residunya yang
mungkin mengandung logam-logam berbahaya dibuang ke landfill yang sesuai.
Solven yang tidak diredistilasi harus dipisahkan antara solven yang berhalogen dan
nonhalogen; solven berhalogen membutuhkan penanganan khusus dan solven non-
halogen dapat dibakar pada on-site insinerator. Limbah cytotoxic dan obat-
obatan genotoxic atau limbah yang terkontaminasi harus dipisahkan, dikemas dan
diberi tanda serta dibakar pada insinerator; limbah jenis ini tidak di autoclave karena
disamping tidak mengurangi toksiknya juga dapat berbahaya
bagi operator. Beberapa jenis limbah kimia berbahaya juga dihasilkan dari bagian
pelayanan alat-alat kesehatan, misalnya: disinfektan, oli dari trafo dan kapasitor atau
dari mikroskop yang mengandung PCB dan sebagainya, sehingga perlu ditangani
sesuai jenisnya

5. Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious); mengandung mikroorganisme


patogen yang dilihat dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar dengan manusia
akan dapat menimbulkan penyakit. Katagori yang termasuk limbah ini antara lain
jaringan dan stok dari agen-agen infeksi dari kegiatan laboratorium, dari ruang bedah
atau dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular , atau dari pasien yang
diisolasi, atau materi yang berkontak dengan pasien yang menjalani haemodialisis
(tabung, filter, serbet, gaun, sarung tangan dan sebagainya) atau materi yang
berkontak dengan binatang yang sedang diinokulasi dengan penyakit menular atau
sedang menderita penyakit menular. Pengolahan limbah ini memerlukan sterilisasi
terlebih dahulu atau langsung ditangani pada insinerator. Autoclave tidak dibutuhkan
bila limbah tersebut telah diwadahi dan ditangani secara baik sebelum diinsinerasi.
6. Benda-benda tajam; berupa jarum suntik, syring, gunting, pisau, kaca pecah, gunting
kuku dan sebagainya yang dapat menyebabkan orang tertusuk (luka) dan terjadi

36
infeksi. Benda-benda ini mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi atau bahan sitotoksik. Limbah ini harus dikemas dalam kemasan yang
dapat melindungi petugas dari bahaya tertusuk, sebelum dibakar dalam insinerator.
7. Limbah farmasi: berupa produk-produk kefarmasian, obat-obatan dan bahan
kimiawi yang dikembalikan dari ruangan pasien isolasi, atau telah tertumpah,
kadaluwarsa atau terkontaminasi atau harus dibuang karena sudah tidak digunakan
lagi. Obat-obatan yang tidak digunakan dan masa kadaluwarsanya masih lama
dikembalikan pada apotik, sedangkan yang tidak terpakai dan sudah mendekati atau
sudah lewat masa kadaluwarsanya ditangani secara khusus misalnya diinsinerasi
atau di landfilling atau dikembalikan ke pemasok.
8. Kontainer-kontainer di bawah tekanan; berupa tabung yang mengandung gas dan
aerosol yang dapat meledak bila diinsinerasi atau bila mengalami kerusakan karena
kecelakaan (tertusuk dan sebagainya). Pengolahannya dengan cara landfilling atau
didaur-ulang.

Pengaturan limbah dari ruang rawat isolasi Covid dibuat label limbah infeksius
dengan penanganan seperti limbah infeksius lainya.

3.1.14. Laporan program

Laporan program penanganan bencana Covid-19 di Rumah Sakit dibuat minimal


persemester (6 bulan) dan maksimal 1 tahun untuk rekam data, dokumentasi dan
Analisa evaluasi untuk merumuskan rencana tindak lanjut.

37
BAB IV

PENUTUP

1. Program penanganan bencana Covid-19 di Rumah Sakit yang dilakukan oleh


K3RS merupakan bagian yang penting dan strategis mengingat risiko dari
dampak covid yaitu bisa menimbulkan penularan infeksi dari pasien ke
petugas/pegawai Rumah Sakit atau penularan dari pegawai ke pegawai.
2. Diperlukan kesiapan baik dari segi ilmu/wawasan dan skill/kemampuan dari
pimpinan dan manajer Rumah Sakit untuk membuat program penanganan
bencana covid dengan baik, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Program penanggulangan bencana Covid di Rumah Sakit memerlukan
anggaran biaya yang besar terutama untuk perbaikan ruangan dengan
pengendalian teknis dari pajanan covid-19, menjamin ketersediaan APD,
obat-obatan, bahan habis pakai terutama bahan sanitizer dan peralatan
medis dan non medis yang memadai.
4. K3RS harus mampu menilai, menghitung dan menganalisa risiko beserta
dampaknya menjadi bahan informasi/masukan bagi pimpinan Rumah Sakit
dalam membuat keputusan terkait dengan kebijakan pelayanan terutama jika
Rumah Sakit diajukan sebagai Rumah Sakit Rujukan pasien Covid-19 di
wilayahnya.

38

Anda mungkin juga menyukai