Anda di halaman 1dari 14

FITOPLANKTON PENYEBAB HARMFUL ALGAE BLOOMS (HABs) DI PERAIRAN

TELUK JAKARTA
Dinda Dewi Rengganis1, Aunurohim1, Hikmah Thoha2
Jurusan Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2
LIPI Oseanografi-Jakarta

ABSTRAK
Harmful Algae Blooms (HABs) merupakan fenomena pertumbuhan lebat fitoplankton di
air laut atau air payau yang dapat menyebabkan kematian massal ikan dan mengontaminasi
seafood dengan toxic yang dikeluarkan oleh fitoplankton. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kepadatan fitoplankton dan menginventarisasi fitoplankton yang berpotensi sebagai
HABs di Perairan Teluk Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan selama 2 hari setiap 3 jam sekali
selama 24 jam, pada bulan Juni dan September 2011 di 2 stasiun pada Perairan Teluk Jakarta
dengan menggunakan jaring fitoplankton 80 µm. Hasil penelitian menunjukkan pada
pengambilan sampel bulan Juni 2011 dan September 2011 di Muara Cisadane, didapatkan 4
genus penyebab HABs, yaitu Ceratium, Pseudonitzschia, Dinophysis, dan Chaetoceros dengan
kisaran kelimpahaan pada bulan Juni 2011 antara 849 sel/m3- 763.593sel/m3 dan pada bulan
September 2011 sebesar 425 sel/m3 – 253.503 sel/m3. Sedangkan di perairan Pulau Untung Jawa
pada bulan Juni 2011 ditemukan 3 genus penyebab HABs, yaitu Ceratium, Pseudonitzschia, dan
Chaetoceros dengan kisaran kepadatan antara 4.246 sel/m3-1.343.524 sel/m3, pada bulan
September 2011 ditemukan 4 genus penyebab HABs yaitu Ceratium, Pseudonitzschia,
Dinophysis, dan Chaetoceros dengan kisaran kepadatan antara 425 sel/m3 – 378.981 sel/m3.
Kata kunci: HABs, fitoplankton, Perairan Teluk Jakarta.

ABSTRACT
This study aims to find out the density of phytoplankton and inventory of phytoplankton
causing HABs in the Jakarta Bay. This study was carried out in 2 days, every 3 hours for 24
hours in June 2011 and September 2011 in Jakarta Bay coastal waters, plankton samples were
collected by 80 µm phytoplankton net. Analysis of water sample showed there were 4 genus
causing HABs which are Ceratium, Pseudonitzschia, Dinophysis, and Chaetoceros with range in
June 2011 in Cisadane Estuarine showed that phytoplankton densities was between 849 cells/m3-
763.593 cells/m3 and in September 2011 was between 425 cells/m3 – 253.503 cells/m3. Mean
while in Untung Jawa island coastal waters in June 2011 showed there were 3 species causing
HABs which are Ceratium, Pseudonitzschia, and Chaetoceros with densities range between 637
4.246 cells/m3-1.343.524 cells/m3. In September 2011 showed there were 4 species causing
HABs which are Ceratium, Pseudonitzschia, Dinophysis, dan Chaetoceros with densities range
between 425 cells/m3 – 378.981 cells/m3.
Key words: HABs, Phytoplankton, Jakarta Bay coastal waters.

I. PENDAHULUAN mendukung. Ledakan populasi fitoplankton


Peningkatan populasi fitoplankton secara yang diikuti dengan keberadaan jenis
berlebihan (ledakan populasi/algae bloom) fitoplankton beracun akan menyebabkan
dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang ledakan populasi alga berbahaya (Harmful
Algae Blooms) (Agustina, 2005). Adanya menambah database fitoplankton spesies
fitoplankton beracun yang muncul di dalam HABs maka perlu dilakukan penelitian
perairan dapat membahayakan kehidupan tentang kelimpahan fitoplankton dan
organisme konsumen seperti ikan dan hubungannya dengan beberapa parameter
invertebrata, bahkan sampai pada manusia bahan organik.
yang kebetulan memakan produk laut yang
mengandung racun yang berasal dari II. METODE PENELITIAN
fitoplankton. Faktor-faktor yang dapat Lokasi dan Waktu Penelitian
memicu ledakan populasi fitoplankton Pengambilan sampel dilakukan selama 2
berbahaya antara lain: adanya pengayaan hari setiap 3 jam sekali selama 24 jam, pada
unsur-unsur hara atau eutrofikasi, adanya bulan Mei dan September 2011 di 2 stasiun
upwelling yang mengangkat massa air kaya pada Perairan Teluk Jakarta (gambar 1) dan
unsur-unsur hara, dan adanya hujan lebat dan dilanjutkan analisis sampel di Laboratorium
masuknya air ke laut dalam jumlah yang Planktonologi LIPI-Oseanografi Jakarta.
besar (Wiadnyana, 1996).
Adanya berbagai macam tekanan Alat, Bahan, dan Cara Kerja
terhadap lingkungan laut, menyebabkan Pengambilan Sampel Fitoplankton
kondisi perairan Teluk Jakarta mengalami Sampel fitoplankton diambil dengan
kemunduran kualitas sepanjang tahun jaring Kitahara bermata jaring ukuran 80
(Fachrul 2005). Akibat dari pasokan nutrien µm. Pengambilan sampel dilakukan dengan
yang sangat melimpah dari sungai-sungai cara vertikal. Sampel plankton disimpan
yang melintasi Kota Jakarta tersebut dapat dalam botol sampel dan diawetkan dengan
menjadi pemicu terjadinya eutrofikasi atau larutan formalin 4%.
pengayaan zat hara di Teluk Jakarta,
sehingga memungkinkan Teluk Jakarta
berpotensi terdapat HABs.
Pada tahun 2004 muncul kematian
massal ikan di Teluk Jakarta, banyak
pernyataan yang menyalahkan industri
ataupun karena tumpahan minyak, tetapi
tidak ada bukti nyata mengenai hal ini.Selain
itu, penelitian di Pulau Pari (bagian gugusan
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel
Kepulauan Seribu) pada tahun 2001 juga
(Sumber: LIPI)
menunjukkan terjadinya penurunan kualitas
ekologik perairan sebagai dampak kegiatan
Keterangan gambar:
yang dilakukan oleh masyarakat disana,
Titik 1 : Perairan Muara Cisadane
sehingga menyebabkan kematian massal
Titik 2 : Perairan Pulau Untung Jawa
biota dasar perairan seperti karang, larva
udang, dan teripang. Sehingga untuk
Penelitian kualitas air ditinjau dari Keterangan:
parameter kimia zat hara meliputi salinitas, H’ = indeks diversitas
fosfat dan nitrat. Contoh air laut untuk ni = jumlah individu tiap jenis
parameter fosfat dan nitrat, dan salinitas N = jumlah total individu semua jenis
diambil dengan menggunakan botol Nansen. (Magurran, 1991)
Kemudian sampel diuji di Laboratorium
Oseanografi Kimia Pusat Penelitian Tabel 1. Kriteria Nilai Pembobotan Kualitas
Oseanografi-LIPI, Jakarta. Lingkungan Biota Plankton
Indeks Kondisi
Identifikasi Fitoplankton Keanekaragaman Struktur Kategori
Pengamatan fitoplankton dilakukan (H’) Komunitas
dengan menggunakan “Sedgwik-Rafter >2.41 Sangat Sangat
Counting Cell” kemudian diidentifikasi stabil baik
menggunakan literatur, hasilnya dinyatakan 1.81 – 2.4 Lebih stabil Baik
dalam sel/m3 (Wickstead (1965); Yamaji 1.21 – 1.8 Stabil Sedang
(1966); Hallegraeff (1991); Taylor (1978)). 0.61 – 1.2 Cukup Buruk
stabil
Analisa Data < 0.6 Tidak stabil Sangat
Rancangan penelitian yang digunakan buruk
adalah bersifat deskriptif kuantitatif. Data Sumber: Modifikasi Wibisono, 2005
yang diperoleh dianalisis untuk
mengetahui kepadatan fitoplankton Indeks Dominansi Simpson
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
N = 1/V 1 x V 2 /V 3 x n Keterangan :
dimana: D = indeks dominan simpson
N = kepadatan fitoplankton (sel/m3) ni = jumlah individu jenis ke-1
n = jumlah fitoplankton yang teramati N = jumlah total individu
V1 = volume air tersaring, dihitung
menggunakan rumus volume tabung Kriteria dominansi ditentukan sebagai
V2 = volume botol sampel berikut:
V3 = volume Sedgwick rafter Dominan : jika Di> 5%
Sournia (1978) Sub dominan : jika Di berada di antara 2-5
%
Indeks keanekaragaman (diversity index) Tidak dominan : jika Di< 2%
dari Shannon–Wiener (Cox, 1996)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN rata-rata kepadatan tertinggi diperoleh dari
Penelitian yang dilakukan pada bulan Skeletonema sebesar 22.673.885 sel/m3.
Juni yang mewakili musim kemarau dan Skeletonema dan Chaetoceros
September 2011 yang mewakili musim merupakan genus dengan kepadatan rerata
penghujan di 2 stasiun, yaitu Muara tertinggi sekaligus genus yang umum
Cisadane dan perairan Pulau Untung Jawa muncul, sedangkan Pseudonitzschia juga
ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan merupakan spesies yang umum muncul,
dan menginventarisasi fitoplankton tetapi kepadatannya tidak setinggi
penyebab HABs. Pengambilan sampel Skeletonema dan Chaetoceros. Genus yang
dilakukan setiap 3 jam sekali selama 24 jam. umum muncul pada bulan Juni 2011, yaitu
Penelitian ini juga dimaksudkan untuk Skeletonema, Chaetoceros, dan
melihat potensi bahaya fitoplankton Pseudonitzschia, memiliki indeks dominansi
penyebab HABs di kedua lokasi tersebut. rata-rata lebih dari 5% (dominan), berturut-
Muara Cisadane merupakan sungai turut yaitu Skeletonema (53,17 %),
terbesar di kabupaten Tangerang yang Chaetoceros (30,18 %), dan Pseudonitzschia
bermuara di Teluk Jakarta. Potensi (9,13 %).
lingkungan disekitar alur sungai dan Sedangkan genus yang umum
pantainya merupakan kawasan budidaya air muncul pada bulan September 2011 adalah
payau (tambak), pertanian, industri dan Skeletonema. Chaetoceros dan
pemukiman, serta di perairan lautnya Thalassiothrix juga merupakan genus yang
merupakan kawasan penangkapan ikan. umum muncul, namun kepadatan masing-
Sedangkan pulau Untung Jawa merupakan masing hanya 253.503 sel/m3 dan 107.431
kawasan pariwisata sebagai sumber ekonomi sel/m3. Indeks dominansi rerata paling tinggi
masyarakat dan pemerintah daerah. atau dominan yaitu dari genus Skeletonema
(91,72%), Chaetoceros sebesar 5,4% dan
Kepadatan Total Fitoplankton di Muara Thalassiothrix merupakan genus yang sering
Cisadane pada Bulan Juni dan September dijumpai namun indeks dominansinya
2011 rendah atau tidak dominan, yaitu kurang dari
Fitoplankton yang diperoleh saat 2% (Cox et al, 1997). Skeletonema cukup
pengamatan pada bulan Juni 2011 berkisar dominan (lebih dari 5%) dalam setiap musim
20 genus. Sedangkan pada saat pengamatan dan terlihat bahwa, baik prosentase
bulan September 2011 didapatkan 17 genus. dominansi (%) maupun kepadatan (sel/m3)
Terdapat dua genus diatom yang memiliki menunjukkan peningkatan. Gejala ini sering
nilai rata-rata kepadatan tinggi pada tiap terlihat di perairan subtropis, biasanya gejala
waktu pengambilan sampel pada bulan Juni ini berlangsung pada musim semi yang
2011. Dua genus tersebut adalah dikenal sebagai spring diatoms increase
Skeletonema sebesar 1.442.081 sel/m3 dan (SDI) (Thoha, 2007). Selain itu, tidak ada
Chaetoceros sebesar 765.393 sel/m3. dinoflagellata yang memiliki nilai dominansi
Sedangkan pada bulan September 2011 nilai rerata lebih dari 5% dari hasil pengamatan.
Secara umum kepadatan genus yang Parameter kimia yang diambil untuk
berpotensi sebagai HABs yang didapatkan mendukung penelitian ini antara lain:
pada perairan Muara Cisadane pada bulan salinitas, fosfat, dan nitrat. Pada bulan Juni
Juni maupun September 2011 tidak tinggi, 2011 salinitas rata-rata didapatkan 24,88
yaitu berkisar antara 425 sel/m3 – 4.671 psu, dengan kisaran antara 15-30 psu,
sel/m3. Namun terdapat dua genus dari sedangkan pada pengamatan bulan
kelompok diatom yang juga merupakan September 2011 didapatkan kisaran salinitas
genus yang berpotensi sebagai HABs yaitu antara 17-31 psu dengan rata-rata sebesar
Chaetoceros dan Pseudonitzschia 25,63 psu. Penyebaran salinitas di suatu
mempunyai kepadatan yang cenderung perairan dipengaruhi oleh banyak faktor,
tinggi, yaitu sebesar 237.792-253.503 sel/m3 seperti penguapan, aliran permukaan, jumlah
dan 52.442-765.393 sel/m3. air tawar yang masuk ke perairan, muatan
Nilai rata-rata indeks sungai, pasang surut, musim, dan curah
keanekaragaman (H’) fitoplankton pada hujan (Bowden, 1980 dalam Nurhayati,
bulan Juni 2011 didapatkan 1,16 dengan 2010).
kisaran antara 0,59-1,78. Hal ini berarti pada
bulan Juni 2011 struktur komunitas dalam Kepadatan Total Fitoplankton di
keadaan cukup stabil, dimana Perairan Pulau Untung Jawa pada Bulan
keanekaragaman tidak terlalu didominasi Juni dan September 2011
oleh salah satu genus fitoplankton. Fitoplankton yang diperoleh pada
Sedangkan pada bulan September 2011 rata- pengamatan di perairan Pulau Untung Jawa
rata indeks keanekaragaman sebesar 0,32 pada bulan Juni 2011 berkisar 16 genus.
dengan kisaran 0,07-1,28. Hal tersebut Sedangkan pada saat pengamatan bulan
menunjukkan bahwa kondisi struktur September 2011 didapatkan 14 genus.
komunitas dalam keadaan tidak stabil karena Terdapat tiga genus yang memiliki
adanya dominansi dari satu genus yaitu rata-rata kepadatan tinggi pada tiap waktu
Skeletonema pada hampir tiap waktu pengambilan sampel pada bulan Juni 2011,
pengambilan sampel. Hasil menunjukkan yaitu Skeletonema, Chaetoceros, dan
indeks keanekaragaman pada bulan Pseudonitzschia, kepadatan rata-rata ketiga
September 2011 lebih rendah daripada bulan genus tersebut diketahui sebesar 3.480.892
Juni 2011, hal ini menunjukkan bahwa sel/m3 untuk Skeletonema, 1.343.524 sel/m3
terjadi penurunan keanekaragaman jenis untuk Chaetoceros, dan 776.433 sel/m3
pada bulan September. Menurut Sidabutar untuk Pseudonitzschia. Ketiga genus itu juga
(2008) adanya penurunan keanekaragaman merupakan genus yang umum muncul saat
tersebut dapat diakibatkan faktor perbedaan pengambilan sampel. Secara relatif, indeks
musim, yang mempengaruhi faktor kimia, dominansi rata-rata genus yang umum
fisika, dan biologi perairan sehingga jenis muncul tersebut adalah sebesar 53,21 %
fitoplankton berubah. untuk Skeletonema, 25,47 % untuk
Chaetoceros, dan 15,15 % untuk
Pseudonitzschia, menurut Cox et al (1997), karena adanya dominansi satu genus
suatu genus dikatakan dominan apabila nilai fitoplankton yaitu Skeletonema pada hampir
indeks dominansi menunjukkan lebih dari tiap jam pengambilan sampel.
5%. Pada bulan Juni 2011 didapatkan
Sedangkan pada bulan September rata-rata salinitas di perairan Pulau Untung
2011 hanya terdapat satu genus yang Jawa sebesar 32 psu, dengan kisaran antara
memiliki nilai rata-rata kepadatan tinggi, 31-33 psu, sedangkan pada bulan September
yaitu Skeletonema. Genus itu merupakan 2011 didapatkan kisaran salinitas antara 32-
genus yang umum muncul pada bulan 33 psu, dengan rata-rata sebesar 32,37 psu.
September 2011, selain itu Chaetoceros juga Hasil salinitas tersebut tidak terlalu
merupakan genus yang umum muncul, mencolok perbedaannya, bisa disebabkan
dengan kepadatan total sebesar 378.981 kurangnya aliran dari daratan menyebabkan
sel/m3. Dengan kepadatan total rata-rata salinitas di perairan Untung Jawa tinggi,
Skeletonema tersebut, didapatkan indeks selain itu perairan Pulau Untung Jawa
dominansinya sebesar 87,51 %, sedangkan merupakan perairan laut sehingga
Chaetoceros sebesar 7,19 %. Dinoflagellata bersalinitas tinggi.
juga ditemukan pada pengamatan bulan Juni
2011 maupun bulan September 2011, namun Suksesi Fitoplankton
dominansinya kurang dari 2% pada masing- Suksesi merupakan suatu cara umum
masing genus atau tidak dominan. perubahan progresif dalam komposisi jenis
Pada perairan Pulau Untung Jawa suatu komunitas yang sedang berkembang.
pada bulan September 2011 didapatkan 4 Suksesi komunitas plankton pada umumnya
genus penyebab HABs, yaitu: Ceratium, terjadi secara bertahap yang disebabkan oleh
Dinophysis, Chaetoceros, dan reaksi biotik dan berlangsung melalui
Pseudonitzschia, kepadatan tertinggi dari sederetan tahapan dari tahapan pelopor dan
genus HABs tersebut merupakan kepadatan menuju tahapan klimaks (Sidabutar, 2008).
dari Chaetoceros, pada bulan Juni 2011
didapatkan 1.343.524 sel/m3 dan pada bulan Suksesi Fitoplankton di Muara Cisadane
September 2011 didapatkan 378.981 sel/m3. Bulan Juni 2011 dan September 2011
Indeks keanekaragaman (H’) pada Dari hasil pengamatan didapatkan,
bulan Juni 2011 berkisar antara 0,75-1,54 puncak kepadatan total fitoplankton pada
dengan rata-rata 1,21. Hal ini berarti kondisi bulan Juni 2011 terjadi pada pagi hari yaitu
struktur komunitas dalam keadaan stabil, pukul 08.00 WIB dengan kepadatan masing-
dimana tidak ada dominansi dari satu genus. masing sebesar 3.288.323 sel/m3 dengan
Pada bulan September 2011 didapatkan rata- kandungan nitrat yang didapatkan sebesar
rata indeks keanekaragaman (H’) sebesar 0,33 mg/L dan fosfat sebesar 0,061 mg/L
0,52 dengan kisaran antara 0,18-0,71. Hal Kemudian pada jam berikutnya kepadatan
tersebut menunjukkan struktur komunitas fitoplankton menurun tetapi kandungan
dalam keadaan tidak stabil (Wibisono, 2005) nitrat naik menjadi 0,69 mg/L dan fosfat
turun menjadi 0,063 mg/L, hal tersebut dapat puncak kepadatan total fitoplankton terjadi
dikarenakan belum adanya pemanfaatan zat pada pukul 20.00 WIB dengan kepadatan
hara oleh fitoplankton, sehingga kepadatan sebesar 11.432.696 sel/m3 dengan
fitoplankton turun dan kadar zat hara kandungan nitrat dan fosfat yang didapatkan
meningkat (Rahman, 2008). Kepadatan total sebesar 0,095 mg/L dan 0,016 mg/L,
genus penyebab HABs paling tinggi kepadatan total genus penyebab HABs
didapatkan pada pukul 02.00 WIB sebesar didapatkan sebesar 2.952.017 sel/m3 pada
1.961.783 sel/m3 dengan kandungan fosfat pukul 14.00 WIB dengan kandungan nitrat
dan nitrat masing-masing sebesar 0,201 dan fosfat yang didapatkan sebesar 0,148
mg/L dan 0,13 mg/L. mg/L dan 0,015 mg/L. pada bulan
Pada bulan September 2011 puncak September 2011 puncak kepadatan total
kepadatan total fitoplankton muncul pada fitoplankton sebesar 19.429.299 sel/m3
pukul 17.00 WIB sebesar 52.528.238 sel/m3 terjadi pada pukul 20.00 WIB dengan
dengan kandungan nitrat dan fosfat sebesar kandungan nitrat dan fosfat sebesar 0,0084
0,019 sel/m3 sedangkan kepadatan total mg/L dan 0,009 mg/L. Kepadatan total
genus HABs tertinggi muncul pada pukul genus penyebab HABs paling tinggi
14.00 WIB sebesar 665.817 sel/m3 dengan didapatkan pada pukul 08.00 sebesar
kandungan nitrat dan fosfat sebesar 0,017 862.845 sel/m3, dengan kandungan total
mg/L dan 0,008 mg/L. fosfat dan nitrat masing-masing sebesar
Kandungan nitrat dan fosfat berturut- 0,049 mg/L dan 0,011 mg/L.
turut pada bulan September 2011 berada Sama halnya dengan Muara
pada kisaran 0,008-0,35 mg/L dan 0,017- Cisadane, terdapat pergeseran puncak
0,101 mg/L, mengacu pada KepMen LH no kepadatan di Pulau Untung Jawa dan secara
51 thn 2004 lampiran III untuk biota air laut, umum kepadatan tinggi pada siang hari di
hampir pada seluruh waktu pengambilan kedua musim. Namun puncak kepadatan
sampel, nilai fosfat dan nitrat melebihi fitoplankton pada bulan September 2011 di
ambang batas yang ditetapkan, yaitu 0,015 Pulau Untung Jawa tidak setinggi di Muara
mg/L untuk fosfat dan 0,008 mg/L untuk Cisadane, hal ini berkaitan dengan
nitrat. Selain itu, perairan dikatakan subur rendahnya zat hara di Pulau Untung Jawa,
apabila perbandingan antara N dari nitrat dan terutama kandungan nitrat dan fosfat.
P adalah 1 : 5. Apabila nitrat sangat tinggi Menurut Caraco et al (1978) dalam Pirzan
kemungkinan terjadi pertumbuhan plankton (2008) pada perairan bersalinitas < 2 ‰,
yang cukup tinggi (Aji & Murtini, 2005). pertumbuhan fitoplankton dibatasi oleh
unsur fosfat, sedangkan pada perairan lebih
Suksesi Fitoplankton di Pulau Untung asin dibatasi oleh unsur N, dimana salinitas
Jawa Bulan Juni 2011 dan September rerata Muara Cisadane berkisar antara 24,88
2011 psu – 25,63 psu, sedangkan pada Pulau
Pada pengamatan di Pulau Untung Untung Jawa salinitas rerata berkisar 32 psu
Jawa 2011 bulan Juni 2011 didapatkan
– 32,37 psu, hal ini berarti pada kedua fosfat dan nitrat di Perairan Pulau Untung
perairan tersebut dibatasi oleh unsur N. Jawa.
Seperti halnya pengukuran kadar
fosfat dan nitrat pada bulan Juni 2011, masih Fitoplankton Penyebab HABs
terdapat kadar fosfat maupun nitrat dibawah Berdasarkan hasil identifikasi pada
ambang batas yang ditetapkan oleh KepMen kedua stasiun di bulan Juni dan September
LH no 51 thn 2004 lampiran III, namun 2011 terdapat 4 genus penyebab HABs, yaitu
nilainya sudah mendekati ambang batas Pseudonitzschia, Ceratium, Dinophysis, dan
tersebut. Tingginya kadar fosfat dan nitrat Chaetoceros. Berdasarkan nilai dominansi
pada Muara Cisadane maupun Perairan masing-masing genus, Chaetoceros terlihat
Pulau Untung Jawa dapat disebabkan karena selalu mendominasi, pada Muara Cisadane
terbawanya nutrisi dari sawah, ladang, bulan Juni dan September 2011 didapatkan
limbah industri, dan limbah rumah tangga nilai dominansinya sebesar 30,18% dan
yang terdapat pada sekitar Sungai Cisadane 5,4%, pada perairan Pulau Untung Jawa
dimana kemudian aliran drainase dari Muara didapatkan nilai dominansinya sebesar
Cisadane tersebut mempengaruhi kadar 25,4% pada bulan Juni dan 7,19% pada
bulan September 2011.

(a) (b)

Gambar 2. Grafik Rata-Rata Kepadatan Total Fitoplankton Penyebab HABs di Muara Cisadane
(a) dan Perairan Pulau Untung Jawa (b) bulan Juni 2011 dan bulan September 2011

Rata-rata kepadatan total Chaetoceros sebesar 253.503 sel/m3 dengan


fitoplankton penyebab HABs di Muara kisaran kepadatan total fitoplankton
Cisadane pada bulan Juni 2011 berkisar penyebab HABs antara 425 sel/m3 – 253.503
antara 849 sel/m3-765.393 sel/m3, dimana sel/m3.
rata-rata kepadatan tertinggi merupakan Pada pengambilan sampel di
kepadatan dari Chaetoceros. Sedangkan Perairan Pulau Untung Jawa bulan Juni 2011
pada bulan September 2011 kepadatan didapatkan kisaran antara 4.246 sel/m3-
tertinggi juga merupakan kepadatan 1.343.524 sel/m3, kepadatan tertinggi
merupakan kepadatan Chaetoceros yaitu 52.442 sel/m3 – 776.433 sel/m3, genus ini
sebesar 1.343.524 sel/m3. Sedangkan pada umum muncul pada perairan dingin maupun
bulan September 2011 kepadatan hangat. Blooming Pseudonitzshia dapat
Chaetoceros juga paling tinggi disebabkan karena dua faktor yaitu: proses
dibandingkan dengan genus penyebab HABs upwelling dan masukan nutrien dari darat.
lain, yaitu sebesar 378.981 sel/m3, dengan Beberapa spesies dari genus tersebut
kisaran kepadatan total fitoplankton merupakan penghasil asam domoat sebagai
penyebab HABs antara 425 sel/m3 – 378.981 penyebab penyakit ASP (Amnesic Shellfish
sel/m3. Poisoning).
Dari data yang telah didapat, dapat Menurut Jeffery (2004) produksi
diketahui bahwa Chaetoceros merupakan asam domoat tersebut merupakan respon
genus penyebab HABs yang paling tinggi dari tekanan lingkungan seperti berubahnya
kepadatannya, yaitu antara 253.503- temperatur. Jika dikonsumsi oleh mamalia,
3
1.343.524 sel/m . Chaetoceros merupakan asam domoat tersebut akan menggantikan
genus yang umum ditemukan pada perairan neurotransmitter penting dimana hal tersebut
karena mempunyai toleransi tinggi terhadap akan merugikan kesehatan manusia dan
perubahan lingkungan. Genus ini tidak menyebabkan penyakit amnesic shellfish
secara langsung membahayakan manusia, poisoning (ASP), dimana asam domoat
namun dapat menyebabkan masalah bagi tersebut dapat mengakibatkan depolarisasi
biota laut saat kepadatannya tinggi, duri-duri dan meningkatkan permeabilitas ion kalsium
yang terdapat pada Chaetoceros dapat sehingga dapat menyebabkan kematian sel
merangsang pembentukan lendir pada (Anonim, 2006).
insang biota laut sehingga biota tersebut
sukar bernafas. Praseno dan Sugestiningsih
(2000) mengatakan bahwa duri-duri tersebut
bahkan dapat menyebabkan pendarahan
pada insang.

Gambar 4. Genus Pseudonitzschia yang


Dapat Menyebabkan Amnesic Shellfish
Poisoning (dokumentasi pribadi)
Gambar 3. Genus Chaetoceros yang Dapat
Genus Ceratium merupakan salah
Menyebabkan Kerusakan dan Pendarahan
satu plankton yang mempunyai kisaran
Pada Insang (dokumentasi pribadi)
biogeografis luas, dapat ditemukan di
Pseudonitzschia merupakan genus perairan hangat maupun kutub. Spesies-
penyebab HABs tertinggi kedua yang spesies tersebut sangat toleran terhadap
didapatkan dengan kisaran kepadatan antara variasi salinitas yang besar (5-70 ‰) (Baek
et al, 2008). Menurut Baek et al (2009), Dinophysis, dan Chaetoceros. Genus
ledakan populasi Ceratium dapat penyebab HABs yang mempunyai rata-rata
menyebabkan anoksia dan hipoksia air laut, kepadatan tertinggi di kedua stasiun
selain itu terdapat spesies dari genus ini sampling yaitu Chaetoceros dengan kisaran
yang dapat melukai insang ikan, namun kepadatan antara 253.503 sel/m3 – 1.343.524
mekanisme tersebut belum dapat diketahui. sel/m3.
Genus dinoflagellata lain yang
ditemukan adalah Dinophysis, genus V. DAFTAR PUSTAKA
tersebut merupakan genus fototropis dan
heterotrof yang spesiesnya tersebar pada Adnan, Q., Thoha, H., Fitriya, N., Soedibjo,
perairan pantai dan laut lepas. Kepadatan B., 2009. Dampak Pemanasan
spesies-spesies Dinophysis biasanya rendah Global Terhadap Kondisi
(<100 sel/L), tetapi jika sedang terjadi Plankton di Perairan Teluk
blooming, kepadatannya dapat mencapai Jakarta. Jakarta: Pusat Penelitian
beberapa ribu sel per liter. Reguera (2011) dan Pengembangan Oseanologi –
menyebutkan, spesies dari genus Dinophysis LIPI.
merupakan penyebab Diarrheic shellfish
toxins (DST) dan pectenotoxins (PTXs), Agustina, Farida. 2005. Studi Fitoplankton
toxin tersebut terkait dengan kejadian Yang Berpotensi Menyebabkan
Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP). Red Tide Di Pantai Timur
Surabaya. Tugas Akhir program
IV. KESIMPULAN Studi Biologi, ITS Surabaya.
Kesimpulan yang didapatkan dari
penelitian ini antara lain fitoplankton yang Anonim. 2003. Teacher’s Guide Diatoms:
ditemukan di Muara Cisadane pada Life in Glass Houses. <URL:
pengamatan bulan Juni 2011 sebanyak 20 http://www.sinauer.com/pdf/Diato
genus sedangkan pada saat pengamatan ms_Guide.pdf>. Diakses pada
bulan September 2011 didapatkan 17 genus, tanggal 13 Juli 2010 pukul 19.06
4 genus diantaranya merupakan genus
penyebab HABs. Sedangkan pada Apridayanti, E. 2008. Evaluasi Pengelolaan
pengamatan di perairan Pulau Untung Jawa Lingkungan Perairan Waduk
pada bulan Juni 2011 berjumlah 16 genus, 3 Lahor Kabupaten Malang Jawa
genus diantaranya merupakan genus Timur. Thesis Program Magister
penyebab HABs dan pada saat pengamatan Ilmu Lingkungan, Universitas
bulan September 2011 didapatkan 14 genus Diponegoro, Semarang
dimana 4 genus diantaranya genus penyebab
HABs. Arinardi, O.H. 1997. Kisaran Kepadatan
Genus penyebab HABs yang didapatkan dan Komposisi Plankton
pada Muara Cisadane dan Pulau Untung Predominan di Perairan
Jawa yaitu Ceratium, Pseudonitzschia, Kawasan Timur Indonesia.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta:
Pengembangan Oseanologi-LIPI. Pradnya Paramita

Asmara, A., 2008. Hubungan Struktur Drake, J.L. et al. 2010. “Effects Of Light
Komunitas Plankton Dengan And Nutrients On Seasonal
Kondisi Fisika-Kimia Perairan Phytoplankton Succession In A
Pulau Pramuka Dan Pulau Temperate Eutrophic Coastal
Panggang, Kepulauan Seribu. Lagoon”. Hydrobiologia (2010)
Skripsi Departemen Manajemen 654:177–192
Sumberdaya Perairan, Institut
Pertanian Bogor Ekwu dan Sikoki, 2006. “Phytoplankton
Diversity in the Cross River
Baden, D.G. 1983. “Marine Food-Born Estuary of Nigeria.” J. appl. Sci.
Dinoflagellate Toxins”. Int. Rev. Environ. Mgt. March, 2006 Vol.
Cytol.82, 99-150 10 (1)89-95

Baek, Seung H., Shimode, S., Shinji, Han, Fachrul, M.F., Haeruman, H., dan Sitepu
M.S, Kikuchi, T., 2009. “Growth of L.C. 2005. “Komunitas
dinoflagellates, Ceratium furca and Fitoplankton Sebagai Bioindikator
Ceratium fusus in Sagami Bay, Kualitas Perairan di Teluk Jakarta”.
Japan: The role of vertical migration Prosiding Seminar Nasional
and cell division”. A Harmful Algae MIPA
8 843–856 Hadikusumah. 2007. Variabilitas Musiman
Temperatur dan Salinitas di
Baek, Seung H., Shimode, S., Shinji, Han,
Teluk Jakarta. Marine Dynamic
M.S, Kikuchi, T., 2008. “Growth of
Division-Research Centre for
dinoflagellates, Ceratium furca and
Oceanography Indonesian
Ceratium fusus in Sagami Bay,
Institute of Sciences (LIPI).
Japan: The role of nutrients”.
Lingkungan Tropis, Edisi Khusus
Harmful Algae 7 729–739 (8): 33-41

Cox, G.W. 1996. Laboratory Manual of Hallegraeff, G. M. 1991.


General Ecology. 7th ed. Iowa:
Aquaculturist’Guide to Harmful
Wm. C. Brown Company Australian Microalgae.
Publisher Dubuque. Publ.Fishing Industry Training
Board of Tasmania 25 Old Wharf;
Dahuri, R., Rais, J., Ginting S.P., Sitepu Hobart, Tasmania. 7000-CSIRO
M.J. 1996. Pengelolaan Div. of Fisheries, Hobart, Australia
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Hallegraeff, G. M.; Munday, B. L.; Baden, Newell, G. E. & Newell, R. C., 1963.
D. G.; Whitney, P. L. Marine Plankton - A Practical
1998.Chatonnella maria Guide. Hutchinson of London.
raphidophyte bloom associated London
with mortality of cultured bluefin
tuna (Thunnus maccoyii) insouth Nontji, Anugerah. 2006. Tiada Kehidupan
Australia. In:Harmful algae; di Bumi Tanpa Keberadaan
Reguera, B.; Blanco, J.; Ferandz, Plankton. Jakarta: Pusat Penelitian
M. L.; Wyatt, T. Ed.; Xuntade dan Pengembangan Oseanologi –
Galacia and IOC: Santiago de LIPI.
Compostela, Spain, pp. 93-96
Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut.
Jeffery, B., Barlow T,. Moizer K., Paul S., Jakarta: LIPI Press.
Boyle C., 2004. “Amnesic Shellfish
Poison”. Food and Chemical Nurhayati. 2010. “Fluktuasi Suhu Dan
Toxicology 42, 545-557 Salinitas Di Perairan Pantai Teluk
Jakarta Pada Bulan Februari Dan
Levasseur, M., et al. 1984. “Hierarchical Juni 2009”. Laporan Akhir
control of phytoplankton succession Dinamika Ekosistem Kepulauan
by physical factors.” Vol. 19: 211- Seribu 2010.
222, Marine Ecology – Progress
Series Praseno, Djoko Prawoto, & Kastoro, W.,
1979. Evaluasi Hasil Pemonitoran
Magurran, 1991. Ecological Diversity and Kondisi Perairan Teluk Jakarta
Its Measurement. Chapman and 1975-1979. Pusat Penelitian dan
Hall. Pengembangan Oseanografi-LIPI,
Jakarta. 1-7
Maso M., & Garces, E., 2006 “Harmful
Praseno, Djoko Prawoto, & Sugestiningsih.
Microalgae Blooms (HAB);
2000. Retaid di Perairan
Problematic And Conditions That
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian
Induce Them”. Marine Pollution
dan Pengembangan Oseanologi –
Bulletin 53 (2006) 620–630
LIPI.
Murtini, J. T. & Aji, N. 2005. “Observasi
Poli, M., Mende, T. J., Baden, D. G. 1986.
Biota Penghasil Biotoksin Dan
“Brevetoxins, unique activators of
Kualitas Air Di Perairan
voltage-sensitive sodium channels
Banjarmasin.” Jurnal Penelitian
bind to specific sites in rat brain
Perikanan Indonesia Volume 11 synaptosomes”. Mol.
Nomor 8 Tahun 2005 Pharmacol.30, 129-135.
Rahman, Abdur. 2008. “Kajian Kandungan Sidabutar, Tumpak. 2008. Kondisi Plankton
Phospat Dan Nitrat Pengaruhnya di Teluk Jakarta: Kajian
Terhadap Kepadatan Jenis Plankton Perubahan Ekosistem Perairan
Di Perairan Muara Sungai Kelayan”. Teluk Jakarta. Kajian Perubahan
Kalimantan Scientiae. Ekosistem Perairan Teluk
Jakarta. LIPI Press. Jakarta
Ravn Helle. 1995. HAB Publication Series
Volume 1. Amnesic Shellfish Soeprobowati, T. R.,dan Hadisusanto, S.
Poisoning (ASP) in IOC Manuals 2009.“Diatom dan Paleolimnologi:
and GuidesNo. 31, Vol. 1, 15 pp. Studi Komparasi Perjalanan Sejarah
UNESCO. Danau Lac Saint-Augustine
Quebeq-City, Canada dan Danau
Reguera, B,. et al. 2011. Harmful Rawa Pening Indonesia”. BiotaVol.
Dinophysis species: A review”. 14 (1): 60-68, Februari 2009
Harmful Algae xxx xxx–xxx
Sournia, A. 1978. Phytoplankton Manual.
Sachlan, M. 1982002. Planktonologi. Museum National d’Histoire
Semarang: Universitas Diponegoro. Naturelle. Paris

Sediadi, Agus. 1999. “Ekologi Suthers, I. M. and Rissik, D. 2008.


Dinoflagellata”. Oseana, Volume Plankton: A Guide To Their
XXIV, Nomor 4, 1999: 21-30 Ecology And Monitoring For
Water Quality. CSIRO Publ.
Setiapermana, Deddy. 1992. Keracunan Australia
yang Berasosiasi Dengan Red Taylor, F. J. R. 1978. Dinoflagellates from
Tide pada Setiapermana, D., the International Indian Ocean
Riyono, S.H., Thoha, H. (ed). Expedition: Report on Material
Penyuluhan Masalah Red Tide di Collected by The R.V. Anton
Perairan Indonesia, Jakarta Bruun 1963-1964. Bibliotheca
botanica; 132
Sidabutar, T., Wiadnyana, N., dan Praseno,
D. P..1996. “Seasonal Variation of Thoha, H. 2007. “Kepadatan Plankton Di
Green Noctiluca scintillans Ekosistem Perairan Teluk
(Ehrenberg) in Ambon Bay, Gilimanuk, Taman Nasional, Bali
Indonesia”. Prosiding ASEAN Barat.” Makara Sains Vol 11 No.
Marine Environmental 1
Management, Quality Criteria
and Monitoring for Aquatic Life Wang Da-Zhi. 2008. “Neurotoxins from
and Human Health Protection Marine Dinoflagellates: A Brief
Review.” Marine Drugs 2008, 6, Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu
349-371 Kelautan. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
Watkins S.M, Reich A., Fleming L.E, and
Hammond R. 2008. “Neurotoxic Wickstead, J. H. 1965. An Introduction To
Shellfish Poisoning”. Marine Drugs The Study of Trophical Plankton.
2008, 6, 431-455 London: Hutchinson & Co
(Publishers)
Wiadnyana, N.1996. “Mikroalga Berbahaya
di Perairan Indonesia”. Oseanologi Yamaji, I. 1966. Illustration of the
dan Limnologi di Indonesia.No 29: Marine Plankton of Japan. Osaka,
15-28 Japan: Hoikusho

Wiadnyana, Ngurah. 2003. “Peranan Zingonea, A., Enevoldsen, H.O., 2000. “The
Plankton di Dalam Ekosistem Diversity of Harmful Algal Blooms:
Perairan Indonesia, Lautan Red a Challenge For Science and
Tide”. Orasi Pengukuhan Ahli Management”. Ocean and Coastal
Peneliti Utama Bidang Ekologi Management43, 725–74
Laut, 15 September 2003. Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI

Anda mungkin juga menyukai