153-162
Faktor Biotik dan Abiotik pada Tempat Perkembangbiakan Anopheles spp. di Desa
Gunung Jati, Kecamatan Pagedongan, Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah
Biotic and Abiotic Factors in Anopheles spp. Breeding Site at Gunung Jati Village,
Pagedogan Sub-District, Banjarnegara, Central Java Province
ABSTRAK
Potensi penularan malaria di Desa Gunung Jati, Banjarnegara perlu diwaspadai mengingat daerah tersebut
merupakan daerah endemis malaria. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi lingkungan biotik dan
abiotik pada tempat perkembangbiakan Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Gunung jati, Banjarnegara.
Kegiatannya meliputi penangkapan larva, pengukuran faktor abiotik dan pengamatan biota mikro pada sampel air
pada bulan Mei 2015. Larva Anopheles spp. ditemukan pada genangan air di pinggiran sungai dengan kepadatan
larva rata-rata 5 ekor larva per cidukan. Kondisi suhu air di semua tempat perkembangbiakan yang ditemukan
berkisar antara 26-32 °C, derajat keasaman netral, dengan intensitas pencahayaan bervariasi. Mikro alga Synedra
paling sering ditemukan dari semua tempat perkembangbiakan yang diamati. Kondisi lingkungan tersebut sesuai
dengan kondisi optimum yang mendukung perkembangan larva Anopheles spp.
ABSTRACT
Malaria transmission in Gunung Jati Village, Banjarmegara needs serious attention because this village is malaria
endemic area. This study aimed to investigate the biotic and abiotic environmental conditions at Anopheles spp.
breeding sites in Gunung Jati village, Banjarnegara. Anopheles spp. larvae collection, measurement of abiotic
factors and observation of microbiota on water samples were conducted on May 2015. Anopheles spp. larva was
found in puddles on the banks of the river with larvae density was 5 larvae per dip. Water temperature conditions in
all breeding sites ranged from 26-32 oC, the degree of acidity was neutral, with varying light intensity. Synedra are
the most commonly found algae from all observed breeding sites. The environmental conditions were in accordance
with the optimum conditions that support the development of Anopheles spp. larvae
153
BALABA Vol. 13 No.2, Desember 2017 : 153-162
Penelitian mengenai faktor yang menentukan Gunungjati. Diharapkan dari penelitian ini
kepadatan populasi larva selalu disertai dugaan diperoleh informasi dasar yang dapat digunakan
bahwa vegetasi aquatik merupakan sumber dalam merencanakan modifikasi lingkungan
pakan yang penting bagi kehidupan larva. sebagai metode intervensi pengendalian vektor
Trevino et al. tahun 2015 melaporkan adanya yang efektif dan ramah lingkungan.
pengaruh keberadaan alga terhadap larva
Anopheles darlingii di tempat METODE
perkembangbiakan di Meksiko Selatan.11 Penelitian dilakukan di Desa Gunung
Pemilihan tempat oviposisi secara tidak Jati, Kecamatan Pagedongan Kabupaten
langsung berkaitan dengan pengendalian Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah pada bulan
penyakit tular vektor karena tempat Mei 2015. Penelitian ini merupakan penelitian
perkembangbiakan vektor akan menjadi lokasi observasional. Pengumpulan data dilakukan
aplikasi larvasida. Modifikasi lingkungan melalui observasi pada tempat
diharapkan dapat menjadi metode intervensi perkembangbiakan Anopheles spp. Kegiatan
pengendalian vektor yang efektif dan bijaksana meliputi: penangkapan larva, pengukuran faktor
karena metode ini mampu meminimalisir abiotik (suhu air, pH air dan intensitas cahaya),
terganggunya keseimbangan ekosistem. dan pengamatan faktor biotik (biota mikro pada
Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa sampel air dari tempat perkembangbiakan
Tengah yang masih memiliki masalah malaria Anopheles spp. yang ditemukan). Identifikasi
adalah Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa biota mikro dilakukan di Laboratorium
Tengah. Salah satu desa endemis malaria di Entomologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.
Kabupaten Banjarnegara adalah Desa Gunung Proses identifikasi dilakukan menggunakan alat
Jati Kecamatan Pagedongan dengan angka bantu berupa mikroskop cahaya dengan
Annual Parasite Incidence (API) dari tahun perbesaran 400x dan berdasarkan kunci
2012 hingga tahun 2015, berturut-turut sebesar identifikasi “Guide to Identification of Fresh
12,06; 19,08; 16,75; dan 5,84.12 Water Microorganisms” oleh Math/Science.14
Survei entomologi pada tahun 2006 di Penangkapan larva menggunakan metode
Desa Gunungjati menunjukkan bahwa spesies cidukan, kemudian dihitung kepadatan larvanya
tersangka vektor yang ditemukan adalah (ekor/cidukan). Data tempat perkembangbiakan,
Anopheles maculatus dan An. aconitus dengan faktor biotik dan abiotik disajikan secara
kepadatan vektor (MBR) An. maculatus di luar deskriptif dalam bentuk tabel, grafik dan
rumah sebesar 0,39/org/hari dan di dalam rumah gambar.
sebesar 0,278/org/hari. Sementara, MBR An.
aconitus di luar rumah 0,01/org/hari dan di HASIL
dalam rumah sebesar 0,027/org/hari.13 Pada penelitian ini ditemukan tempat
Ditemukannya spesies tersangka vektor tersebut perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di
menunjukkan bahwa daerah ini merupakan Desa Gunung Jati berupa genangan air
daerah endemis malaria dimana sangat sementara (Gambar 1). Kondisi lingkungan
berpotensi terjadi penularan malaria ketika ada abiotik pada tempat perkembangbiakan nyamuk
kasus malaria dari daerah luar masuk ke wilayah Anopheles spp. tersebut ditampilkan dalam
tersebut. Tujuan penelitian untuk Tabel 1.
menggambarkan beberapa karakteristik biotik
dan abiotik pada tempat perkembangbiakan
Anopheles spp. yang ditemukan di Desa
154
Faktor Biotik dan Abiotik….(Widiastuti, dkk)
Tabel 1. Kondisi Lingkungan Abiotik dan Kepadatan Larva Anopheles spp. pada Tempat
Perkembangbiakan Anopheles spp. di Desa Gunung Jati
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui jenis biota), namun kepadatan larva paling
bahwa semua tempat perkembangbiakan yang rendah (2 ekor/cidukan). Kepadatan larva paling
ditemukan berupa genangan air dengan suhu air tinggi ditemukan pada TP 6 dimana hanya
berkisar antara 26-32 °C, derajat keasaman memiliki keragaman biota sebanyak 4 jenis
netral, intensitas pencahayaan bervariasi diikuti biota. Jenis biota yang paling sering ditemukan
pula dengan kepadatan larva rata-rata 5 ekor dari semua TP yang diamati adalah kelompok
larva per cidukan. Saat intensitas cahaya rendah, Synedra. Semakin banyak jumlah jenis biota
kepadatan larva tinggi, demikian pula mikro pada suatu tempat perkembangbiakan,
sebaliknya. Hasil identifikasi biota mikro pada belum tentu disertai dengan semakin banyak
tempat perkembangbiakan yang ditemukan pula atau semakin sedikit kepadatan larva
dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2 Anopheles spp.
dilengkapi dengan Gambar 2.
Tempat perkembangbiakan 1 memiliki
keragaman biota mikro yang paling banyak (12
155
BALABA Vol. 13 No.2, Desember 2017 : 153-162
No Biota Mikro Kelompok TP1 TP2 TP3 TP4 TP5 TP6 TP7 TP8
1 Surirella Bachillariophyta + + +
2 Scenedesmus Chlorophyta + + +
3 Diploneis Bachillariophyta + +
4 Cocconeis Bachillariophyta + + +
5 Navicula Bachillariophyta + + + + +
6 Spyrogyra Chlorophyta + +
7 Nitszchia Bachillariophyta + + +
8 Synedra Bachillariophyta + + + + + +
9 Pinularia Bachillariophyta + + +
10 Synura Chrysophyta +
11 Actinophris sol Amoeba hidup + + + +
bebas
12 Amoeba Protozoa +
13 Chlamydomonas Chlorophyta
14 Fragilaria Bachillariophyta +
15 Pseudonitszchia Bachillariophyta +
16 Paramecium Protozoa
17 Arcella Protozoa + +
18 Rattulus Zooplankton + + +
19 Brachionus Zooplankton +
(Rotifera)
Total jenis biota mikro 12 1 6 6 3 4 5 7
Kepadatan larva (ekor/cidukan) 2 5 6 3 3 8 4 7
156
Faktor Biotik dan Abiotik….(Widiastuti, dkk)
Keterangan:
1 : Surirella 8a-b : Scenedesmus
2a-b : Nitszchia 9 : Paramaecium
3 : Synura 10a-d,12,14 : Navicula
4 : Ratullus 10e : Synedra
5 : Spyrogyra 11 : Diploneis
6 : Amoeba 13 : Pinnularia
7 : Actinophris Sol 15 : Fragilaria
16 : Cocconeis
PEMBAHASAN
157
BALABA Vol. 13 No.2, Desember 2017 : 153-162
Ahmadi et al.7 menunjukkan bahwa rentang menggambarkan intensitas cahaya dalam sehari.
suhu air untuk perkembangan larva Anopheles Tabel 1 menunjukkan adanya kecenderungan
spp. antara 23,1-27,2 °C dan kepadatan larva pola yang berlawanan antara intensitas cahaya
mempunyai korelasi positif dengan suhu air. dan kepadatan larva pada tempat
Suhu tinggi akan merugikan kehidupan perkembangbiakan. Saat intensitas cahaya
Arthropoda air lainnya termasuk predator rendah, kepadatan larva tinggi, demikian pula
sehingga akan meningkatkan ketahanan hidup sebaliknya. Pengaruh intensitas cahaya terhadap
larva Anopheles spp. perkembangan larva nyamuk belum banyak
Temperatur air pada tempat diketahui. Kajian laboratoris yang dilakukan
perkembangbiakan yang ditemukan juga masih oleh Bates and Zulueta18 dan Bayoh dan
dalam rentang suhu toleran untuk pertumbuhan Lindsay19 menyatakan tidak ditemukan
mikroalga. Singh and Singh menyatakan bahwa hubungan antara intesitas cahaya dengan
temperatur air yang optimum untuk perkembangan larva. Namun demikian,
perkembangan mikroalga berkisar antara 20-30 intensitas cahaya pada tempat
°C. Patrick menjelaskan bahwa genus Nitschia perkembangbiakan di alam kemungkinan
yang termasuk dalam kelompok mempengaruhi kecenderungan oviposisi
Bachillariophyta memiliki batas toleransi atas nyamuk betina dewasa. Nyamuk betina dewasa
pada suhu 30 °C. Hal ini sejalan dengan hasil akan lebih menyukai tempat perkembangbiakan
penelitian bahwa genus Nitschia sebagian besar yang terlindung yang memiliki intensitas cahaya
ditemukan pada tempat perkembangbiakan lebih rendah karena tempat perkembangbiakan
dengan temperatur air di bawah 30 °C. Hanya tersebut lebih terjaga dari resiko untuk
pada TP 5 saja yang memiliki temperatur air di mengalami kekeringan karena penguapan.20
atas 30 °C Nitszchia tetap ditemukan. Proses oviposisi selain dipengaruhi oleh
Kelemahan dari penelitian ini tidak dilakukan faktor abiotik pada tempat perkembangbiakan
pengukuran parameter fisik kimia yang lain juga dipengaruhi oleh faktor biotik yang
seperti DO, BOD dan kekeruhan yang berkaitan dengan ketersediaan pakan untuk larva
kemungkinan dapat berpengaruh terhadap nyamuk.20 Larva diketahui memakan bakteri,
pertumbuhan mikroalga. mikroalga dan alga di bagian permukaannya.
Derajat keasaman (pH) air juga Kepadatan alga sangat menentukan
mempunyai peranan penting bagi perkembangbiakan larva menjadi dewasa. Larva
perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles tersebut menggunakan setae yang terdapat di
spp. Hasil identifikasi nilai pH dalam penelitian bagian mulutnya yang disebut mouth brush atau
ini menunjukkan nilai pH 7. Hasil penelitian lain lateral palatal brush.21 Bulu-bulu ini digunakan
juga menunjukkan pH air pada tempat untuk membuat arus air sehingga partikel-
perkembangbiakan Anopheles spp. menunjukkan partikel dapat terkumpul di badan air atau
netral.17 Soleimani-Ahmadi et al melaporkan permukaan.22
larva Anopheles spp. banyak dikumpulkan dari Larva nyamuk mengonsumsi alga yang
badan air dengan pH rata-rata mulai dari 7,1-8,6. ada di tempat perkembangbiakan. Dampak
Dapat disimpulkan bahwa larva Anopheles spp. keberadaan alga terhadap pertumbuhan larva
lebih menyukai tempat perkembangbiakan dipengaruhi oleh komposisi jenis alga yang
dengan pH air netral atau sedikit basa.7 terdapat pada tempat perkembangbiakan
Hasil pengukuran intensitas cahaya pada tersebut.23 Oleh karena itu beberapa penelitian
tempat perkembangbiakan dalam penelitian ini melaporkan tidak ditemukan korelasi antara
menunjukkan bahwa masing-masing tempat kemelimpahan larva Anopheles spp. dengan
perkembangbiakan memiliki nilai intensitas keberadaan alga di tempat
cahaya yang bervariasi. Namun, dalam perkembangbiakan.24,25 Hal ini dikarenakan
penelitian ini hanya dilakukan pengukuran satu larva nyamuk tidak memilih-milih jenis
kali (sewaktu) sehingga tidak bisa
158
Faktor Biotik dan Abiotik….(Widiastuti, dkk)
makanan yang dikonsumsi. Larva akan maupun kebutuhan oksigen bagi organisme yang
memakan apa saja yang tersedia dalam tingkatannya lebih tinggi.28
habitatnya. Alga merupakan bagian penting dari Keberadaan zooplankton pada tempat
makanan untuk berbagai jenis larva nyamuk, perindukan kemungkinan dapat memberikan
selain Rotifera (plankton) dan makanan kecil pengaruh yang positif terhadap kehidupan larva
lainnya di tempat perkembangbiakannya. Anopheles spp. Pada penelitian ini zooplankton
Apabila plankton yang terdapat pada suatu dari kelompok Rotifera genus Brachionus
badan air merupakan plankton yang dapat ditemukan di 1 TP yaitu TP 2, sedangkan
berfungsi sebagai makanan larva, maka zooplankton dari genus Rattulus ditemukan di 3
keberadaan plankton tersebut akan mendukung TP yaitu TP 3, TP 6 dan TP 8. Keempat TP
pertumbuhan larva di badan air tersebut. tersebut memiliki jumlah larva yang lebih
Sebaliknya apabila plankton yang terdapat pada banyak dibandingkan dengan TP yang lain.
badan air bukan plankton yang dapat berfungsi Pada TP 2 hanya ditemukan 1 jenis mirkobiota
sebagai makanan larva, maka keberadaan berupa zooplankton dari kelompok Rotifera
plankton tersebut tidak akan mendukung genus Brachionus, namun kepadatan larva di TP
pertumbuhan larva di badan air tersebut. ini tetap lebih tinggi dibanding TP 1, TP 4, TP 5
Jenis biota mikro yang ditemukan pada dan TP 7 yang memiliki keragaman biota yang
tempat perkembangbiakan Anopheles spp. dalam lebih banyak. Hal ini kemungkinan dikarenakan
penelitian ini sebagian besar dari kelompok alga Rotifera merupakan makanan dengan kandungan
dari genus Synedra. Genus Synedra ditemukan gizi yang tinggi untuk larva hewan akuatik
di 6 dari 8 TP yang ditemukan. Penelitian yang seperti larva udang dan ikan. Selain itu, Rotifera
dilakukan oleh Peterson and Jones26 juga merupakan indikator yang baik terjadinya
menyebutkan bahwa Synedra ulna merupakan polusi dan eutrofikasi di perairan, karena tingkat
alga yang sangat mudah dicerna oleh larva reproduksinya yang cepat dan kepekaan mereka
nyamuk. Sehingga keberadaan Synedra sangat terhadap perubahan ekologi di badan air.29
mendukung perkembangbiakan larva nyamuk. Pemberantasan vektor malaria dan dapat
Beberapa biota mikro lain yang ditemukan di dilakukan dengan fokus pada pengendalian
penelitian ini antara lain dari kelompok Amoeba, larva. Ekologi habitat larva nyamuk sangat
protozoa, dan plankton (Rotifera dan Ratullus). penting untuk dikaji dalam untuk menentukan
Keberadaan biota mikro tersebut digunakan oleh faktor determinan yang berpengaruh terhadap
larva Anopheles spp. sebagai sumber kepadatan larva nyamuk. Hal ini akan
makanannya. Larva tersebut menyaring alga dari berpengaruh pada penularan malaria di suatu
air, mengikisnya dari tanaman air atau daerah. Gambaran mengenai karakteristik
mendapatkannya dari dasar tempat habitat larva di lingkungan dan hubungannya
perkembangbiakan nyamuk.27 dengan faktor abiotik dan biotik berperan
Plankton merupakan makanan alami penting dalam pengembangan metode
larva organisme perairan. Plankton dibagi pengendalian vektor.
menjadi dua kelompok yaitu plankton tumbuhan
(fitoplankton) dan plankton hewan KESIMPULAN
(zooplankton). Peran utama fitoplankton dalam Tempat perkembangbiakan Anopheles
ekosistem air tawar adalah sebagai produsen spp. yang ditemukan di Desa Gunung Jati yaitu
primer, sedangkan organisme konsumen adalah genangan air sementara berupa cekungan-
zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting, dan cekungan air di pinggiran sungai. Kondisi
sebagainya. Peranan penting plankton bagi lingkungan biotik dan abiotik di tempat
produktivitas primer perairan, karena plankton perkembangbiakan Anopeheles spp. yang
dapat melakukan proses fotosintesis yang ditemukan dalam penelitian ini sesuai dengan
menghasilkan bahan organik yang kaya energi kondisi optimum yang mendukung
perkembangan larva Anopheles spp.
159
BALABA Vol. 13 No.2, Desember 2017 : 153-162
160
Faktor Biotik dan Abiotik….(Widiastuti, dkk)
15. Mattah PAD, Futagbi G, Amekudzi LK, et al. 23. Brouard O, Le Jeune A-H, Leroy C, et al. Are
Diversity in breeding sites and distribution of algae relevant to the detritus-based food web in
Anopheles mosquitoes in selected urban areas of tank-bromeliads? PLoS One. 2011;6(5):1-10.
Southern Ghana. Parasit Vectors. doi:10.1371/journal.pone.0020129.
2017;10(1):25. doi:10.1186/s13071-016-1941-3.
24. Kling LJ, Juliano SA, Yee DA. Larval mosquito
16. Mereta S, Yewhalaw D, Boets P, et al. Physico- communities in discarded vehicle tires in a
chemical and biological characterization of forested and unforested site: detritus type,
Anopheline mosquito larval habitats (Diptera: amount, and water nutrient differences. J Vector
Culicidae): implications for malaria control. Ecol. 2007;32(2):207-17.
Parasit Vectors. 2013;6(1):320.
doi:10.1186/1756-3305-6-320. 25. Yee DA, Kneitel JM, Juliano SA.
Environmental correlates of abundances of
17. Hanafi-Bojd AA, Vatandoost H, Oshaghi MA, mosquito species and stages in discarded
et al. Larval habitats and biodiversity of vehicle tires. J Med Entomol. 2010;47(1):53-62.
Anopheline mosquitoes (Diptera: Culicidae) in
a malarious area of Southern Iran. J Vector 26. Peterson CG, Jones TL. Diatom Viability in
Borne Dis. 2012;49(2):91-100. insect fecal material: comparison between two
species, Achnanthidium lanceolatum and
18. Bates M, De Zulueta J. The seasonal cycle of Synedra ulna. Hydrobiologia. 2003;501:93-9.
Anopheline mosquitoes in a pond in Eastern doi:10.1023/A:1026259403351.
Colombia. Am J Trop Med. 1949;29(1):129-50.
27. Marten GG. Larvicidal algae. J Am Mosq
19. Bayoh M, SW L. Temperature-related duration Control Assoc. 2007;23(2 Suppl):177-83.
of aquatic stages of the afrotropical malaria doi:10.2987/8756-
vector mosquito Anopheles gambiae in the 971X(2007)23[177:LA]2.0.CO;2
laboratory. Med Vet Entomol. 2004;18:174-9. .
28. Cloern JE, Foster SQ, Kleckner AE.
20. Rejmankova E, Grieco J, Achee N, R. D. Phytoplankton primary production in the
Ecology of larval habitats. in: Manguin S, ed. world’s estuarine-coastal ecosystems.
Anopheles mosquitoes-new insights into malaria Biogeosciences. 2014;11:2477-501.
vectors. ; 2013. doi:10.5772/55229. doi:10.5194/bg-11-2477-2014.
21. Tewfick MK, Wassim NM, Soliman BA. 29. Ismail AH, Adnan AAM. Zooplankton
Comparative fine structure of the feeding mouth composition and abundance as indicators of
brushes and siphon of five culicine mosquito eutrophication in two small man-made lakes.
species (Diptera: Culicidae). Egypt J Exp Biol. Trop Life Sci Res. 2016;27(Supp. 1):31-8.
2014;10(1):47-51. doi:10.21315/tlsr2016.27.3.5.
161
BALABA Vol. 13 No.2, Desember 2017 : 153-162
162