Anda di halaman 1dari 3

Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan Tradisional

Sebagai negara dengan potensi sumber daya ikan yang luar biasa, aktivitas
penangkapan ikan di Indonesia didominasi oleh nelayan kecil. Lebih dari 90% nelayan
Indonesia adalah nelayan kecil yang menangkap ikan di daerah pesisir. Hal tersebut
menjadi peluang yang besar sekaligus tantangan untuk memperkuat usaha perikanan
tangkap skala kecil agar lebih maju, mandiri, dan berkelanjutan (KKP, 2020). Perikanan
skala kecil menyediakan mata pencaharian dan ketahanan pangan bagi nelayan skala-
kecil dan masyarakat lokal di wilayah pesisir yang sebagian besar tergantung pada
sumber daya perikanan laut (Wardono, dkk. 2015). Umumnya, nelayan kecil dan
masyarakat pesisir yang merupakan pelaku kegiatan perikanan skala kecil memiliki
model pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan pendekatan sosial dan budaya
yang berlaku di masing-masing wilayah. Pendekatan itu dikenal dengan istilah kearifan
lokal atau local wisdom (KKP 2020).

(Photo Source: Pendamping Perikanan 2021)

Perikanan skala kecil diidentikkan dengan nelayan kecil. Defenisi nelayan kecil
sendiri disebutkan dalam beberapa undang-undang antara lain UU 45/2009 tentang
perikanan yang menyebutkan nelayan kecil yaitu orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang
menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
Kemudian UU 23/2014 tentang Pemerintahan daerah yang mendefenisikan nelayan
kecil yaitu nelayan masyarakat tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dan
alat penangkapan ikan secara tradisional, dan terhadapnya tidak dikenakan surat izin
usaha dan bebas dari pajak, serta bebas menangkap ikan di seluruh pengelolaan
perikanan dalam wilayah Republik Indonesia. Bahkan yang terbaru, UU No.7/2016
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak
Garam mendefenisikan nelayan kecil sebagai nelayan yang melakukan penangkapan
ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal
penangkap ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling
besar 10 (sepuluh) gross ton (GT). Jadi kesimpulannya, Perikanan skala kecil
didefinisikan berdasarkan karakteristik perikanan tangkap, atribut teknis kapal ikan dan
atribut sosial ekonomi nelayan (KKP, 2020).

(Photo Source: Pendamping Perikanan 2021)

Ikan yang merupakan pangan sumber protein ini memiliki kelemahan yaitu tidak
dapat bertahan lama. Komoditas ini cepat mengalami kerusakan sehingga memerlukan
pengolahan lebih lanjut. Untuk itu keberadaan industri perikanan sangat diperlukan,
agar ikan menjadi suatu produk yang siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat (Howara,
2013 dalam Zakariya, FA 2020). Pengelolaan hasil tangkapan nelayan dapat dilakukan
dengan cara pembuatan olahan yang dilakukan jika ikan yang diperoleh yang melimpah
namun harga jual ikan yang menurun, sehingga hasil olahan tersebut bisa dijual dan
dikonsumsi pada saat musim tertentu yakni pada saat tangkapan hasil ikan rendah dan
kondisi yang menyebabkan nelayan tidak bisa melaut.

Tinjauan Pustaka

Finance Detik. 2018. “Tembus 1 T, Setoran Pajak Perikanan Tertinggi Dalam 5 Tahun”.
(https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4312607/tembus-rp-1-t-setoran-
pajak-perikanan-tertinggi-dalam-5-tahun). Diakses pada 22 November 2021 jam
09.12 WIB.

KKP. 2020. “Pengelolaan Perikanan Skala Kecil dengan pendekatan Kearifan Lokal di
Wilayah Timur Indonesia”. (https://kkp.go.id/djprl/lpsplsorong/artikel/24663-
pengelolaan-perikanan-skala-kecil-dengan-pendekatan-kearifan-lokal-di-wilayah-
timur-indonesia). Diakses pada 19 November 2021 jam 10.43 WIB.

Wardono, B dkk. 2015. “Model Pengembangan Perikanan Tangkap Skala Kecil untuk
Mendukung Prekonomian Wilayah”. Disertasi. Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen.

Zakariya, FA. 2020. “Pemberdayaan Nelayan dalam Mambangun Kekuatan Ekonomi


Melalui Pengolahan Ikan Di Desa Karangagung". Islamic Management and
Empowerment Journal (IMEJ) : Volume 2, Number 2, p. 133 – 150.

Anda mungkin juga menyukai