Anda di halaman 1dari 5

Contoh prinsip K3 yang disediakan oleh perusahaan adalah:

 Menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerja


 Menyediakan buku petunjuk penggunaan alat atau isyarat bahaya
 Menyediakan peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab
 Menyediakan tempat kerja yang aman sesuai standar syarat-syarat lingkungan kerja. Contohnya,
tempat kerja steril dari debu kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan,
kebisingan; aman dari arus listrik; memiliki penerangan yang memadai; memiliki ventilasi dan
sirkulasi udara yang seimbang; dan memiliki peraturan kerja atau aturan perilaku di tempat kerja.
 Menyediakan penunjang kesehatan jasmani dan rohani di tempat kerja
 Menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di tempat kerja
 Memiliki kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja

Peraturan Tentang K3

Peraturan K3 di Indonesia sempat disinggung sedikit dalam pembahasan sebelumnya. Jadi ada banyak
peraturan turunan yang mengatur tentang K3. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah dapat
dikategorikan seperti berikut ini:

#1. Undang-Undang

 Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)


 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja/Safety Act No.1 1970
 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan/Health Act No.23, 1992

#2. Peraturan Pemerintah

 Peraturan Uap tahun 1930 (Stoom Verordening)


 Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan
Peredaran Pestisida
 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja
di Bidang Pertambangan
 Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnia dan
Pengolahan Minyak dan Gas Bumi

#3. Peraturan Menteri

 Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transkop


 Nomor: PER.01/MEN 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.01/MEN/1978 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.03/MEN/1978 tentang Penunjukan
dan Wewenang, Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli
Keselamatan Kerja
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.: Per.01/MEN/1979 Tentang Kewajiban
Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.01/MEN/1980 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. Per.02/MEN/1980 Tentang: Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan; dan lainnya

#4. Keputusan Menteri tentang K3

 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.: Kep. 155/MEN/1984 Tentang Penyempurnaan Keputusan
Menteri Tenaga Dan Transmigrasi Nomor Kep. 125/MEN/82, Tentang Pembentukan, Susunan Dan
Tata Kerja Dewan Keselamatan Dan Kesehtan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Wilayah Dan Panitia Pembina Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
 Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja Dan Menteri Pekerjaan Umum No.: Kep. 174/MEN/1986.
No.: 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: KEPTS.333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan
Penyakit Akibat Kerja

#4. Instruksi Menteri

 Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins.11/M/BW/1997 tentang Pengawasan Khusus K3


Penanggulangan Kebakaran

#5. Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan

 Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Pengawasan


Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja R.I. No.: Kep. 84/BW/1998 Tentang Cara Pengisian
Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan
 Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No.
Kep.407/BW/1999 tentang Persyaratan, Penunjukan Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
 Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No.:
Kep.311/BW/2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik
Isi peraturan dapat dikelompokkan menjadi beberapa pembahasan yakni tentang Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), Asbes, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), Dokter dan
Paramedis Perusahaan, Jamsostek, K3 Umum dan SMK3, Kecelakaan, Ketenagakerjaan, Kimia,
Kehutanan, Kesehatan Kerja, Kebakaran, dan masih banyak lagi.

Contoh salah satu isi peraturan K3 yakni Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pasal 5:

Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:

a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau

b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi

Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta dapat memperhatikan konvensi atau standar internasional

Mengingat pentingnya K3, dalam dunia pendidikan sudah ada pelatihan ahli K3 yang menghasilkan Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lulusan pelatihan ini nantinya akan menjadi ahli K3 yang
bertanggung jawab dalam penerapan K3 di perusahaan tempatnya bekerja. Mereka mendapatkan
sertifikasi keahlian K3.

Jadi kamu harus memperhatikan K3 saat memasuki dunia kerja nanti. Pastikan bahwa tempat kerjamu
aman. Ada jaminan keselamatan dan kesehatan.

============================================

Pada dasarnya, setiap pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atas Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (“K3”). Demikian yang disebut dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).

Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal, diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Upaya
keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan
meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.[1]
Sebelum adanya UU Ketenagakerjaan, K3 telah diatur lebih dulu dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”). Yang diatur oleh UU ini ialah keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja.

Tempat kerja apa yang dimaksud? Pasal 1 angka 1 UU 1/1970 berbunyi:

 "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di
mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2;
 termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;

Tempat kerja yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU 1/1970 adalah tempat kerja di mana:

 dibuat, dicoba, dipakai, atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi
yang berbahaya, atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran, atau peledakan;
 dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan bahan atau barang
yang: dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
 dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung
atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran, atau terowongan di bawah tanah
dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan;
 dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu
atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan, dan lapangan kesehatan;
 dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan: emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-
batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar
perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
 dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
 dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
 dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
 dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
 dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan
benda, terjatuh atau terperosok, hanyut, atau terpelanting;
 dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
 terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin,
cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
 dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
 dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
 dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang
menggunakan alat teknis;
 dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak
atau air;
 diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai
peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
Ini artinya, di tempat kerja dimana dilakukan kegiatan di atas, diperlukan aturan K3.

Lebih khusus lagi, aturan K3 dapat kita lihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (“PP 50/2012”), yakni yang tercantum
dalam Pasal 5 PP 50/2012:

Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:

a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau

b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.

Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta dapat memperhatikan konvensi atau standar internasional.

Yang dimaksud dengan “tingkat potensi bahaya tinggi” adalah perusahaan yang memiliki potensi bahaya
yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang merugikan jiwa manusia, terganggunya proses produksi dan
pencemaran lingkungan kerja.[2]

Menjawab pertanyaan Anda, jadi pada dasarnya, jika perusahaan jasa konsultasi hukum tersebut
mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang, maka perusahaan tersebut wajib
menerapkan SMK3 atau Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di dalamnya. Namun dari
segi lingkungan kerja perusahaan jasa konsultasi hukum yang umumnya minim potensi bahaya yang
tinggi, maka perusahaan tersebut tidak wajib menerapkan SMK3 di dalamnya.

Menurut praktisi Hukum Ketenagakerjaan Umar Kasim, dalam hal tertentu tidak semua perusahaan
harus memiliki divisi K3 (divisi yang melakukan pengesahan yang lengkap untuk norma K3, seperti
pengesahan penggunaan listrik di tempat kerja, pengesahan penggunaan instalasi penyalur petir, dan
pemakaian instalasi proteksi kebakaran). Tapi secara umum, jika mengandung potensi bahaya tinggi,
maka perusahaan harus mempunyai divisi K3 yang mengelola hal-hal tersebut.

Bagi perusahaan jasa konsultasi hukum di suatu gedung, hanya wajib mematuhi standar kerja sesuai
ketentuan K3 yang bukan wilayahnya pengelola gedung. Maksudnya, pada prinsipnya jika sebuah kantor
konsultan hukum berada di suatu gedung, maka penerapan SMK3 nya melekat pada pengelola gedung.
Misalnya K3 penggunaan listrik, K3 elevator, K3 alat pemadam kebakaran, dan sebagainya. Semua itu
dikelola oleh manajemen gedung. Kantor konsultan hukum ini tidak perlu mengelola seluruh aspek K3
seperti adanya SMK3.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Anda mungkin juga menyukai