Anda di halaman 1dari 84

L A P OR A N

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


(PTK)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR


MATERI BUDAYA DEMOKRASI MELALUI PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS
SISWA KELAS XI.APK.1 SMKN 2 TAMIANG LAYANG

Disusun oleh :

BIMA, S.Pd
NIP. 19701117 200701 1 008
GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SMK NEGERI 2 TAMIANG LAYANG

Jl. Nansarunai No.46 Telp. 0526-2091087 Kode Pos 73611


KABUPATEN BARITO TIMUR
KALIMANTAN TENGAH
2015

1
LEMBAR PENGESAHAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(PTK)

Judul

PENINGKATAN HASIL BELAJAR


MATERI BUDAYA DEMOKRASI MELALUI PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS
SISWA KELAS XI.APK.1 SMKN 2 TAMIANG LAYANG

Disusun oleh :

BIMA, S.Pd
NIP. 19701117 200701 1 008
GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SMK NEGERI 2 TAMIANG LAYANG

Disahkan oleh :

Mengetahui: Tamiang Layang, 26 November 2015


Kepala SMKN 2 Tamiang Layang Pembimbing,

Drs. SURIANUS JUMAKIR, S.Pd.,MM


NIP.19601122 198803 1 006 NIP. 19670930 199001 1 002

2
BERITA ACARA SEMINAR

Pada hari ini Senin Tanggal Dua Puluh Enam Bulan Agustus Tahun Dua
Ribu Tiga Belas, bertempat di SMKN 2 Tamiang Layang, yang dihaditi oleh 16
(Enam Belas) Peserta, telah diseminarkan sebuah Laporan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dengan judul : “Peningkatan Hasil Belajar Materi Budaya Demokrasi
Melalui Model Pembelajaran Teams Games Tournaments Siswa Kelas XI.APK.1
SMKN 2 Tamiang Layang”.

Disusun oleh :
BIMA, S.Pd
NIP. 19701117 200701 1 008
GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SMK NEGERI 2 TAMIANG LAYANG

Pembahas :

1. ABDUL CHAK, S.Pd.I (......................................)

2. HADI SURYONO, S.Pd.T (......................................)

Moderator, Notulis,

BAGAS PRIYANTO, S.T SEVEN, S.Pd


NIP.19680408 200502 1 002 NIP.19821212 201101 2 005

Mengetahui:
Kepala SMKN 2 Tamiang Layang Narasumber,

Drs. SURIANUS Drs. UCERMAN, MM


NIP.19601122 198803 1 006 NIP.19660404 200502 1 001

3
SURAT KETERANGAN PUBLIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : FIRSCA ISA MEI KRISNI, S.E


NIP : 19790523 200804 2 004
Jabatan : Kepala Perpustakaan SMKN 2 Tamiang Layang.

Dengan ini menerangkan bahwa kami menerima sebuah Laporan Penelitian


Tindakan Kelas (PTK) sebagai berikut:

Judul : Peningkatan Hasil Belajar Materi Budaya Demokrasi


Melalui Model Pembelajaran Teams Games Tournaments
Siswa Kelas XI.APK.1 SMKN 2 Tamiang Layang.
Penulis : BIMA, S.Pd
NIP : 19701117 200701 1 008
Jabatan : Guru PKN
Unit Kerja : SMKN 2 Tamiang Layang.

Telah disimpan di Perpustakaan SMKN 2 Tamiang Layang. Kecamatan Dusun


Timur Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah, sebagai Publikasi
Ilmiah dan sebagai bahan Referensi.

Demikian keterangan ini kami buat agar dapat dipergunakan sebagaimana


mestinya.

Mengetahui: T. Layang, 20 November 2015


Kepala SMKN 2 Tamiang Layang Kepala Perpustakaan,

Drs. SURIANUS FIRSCA ISA MEI KRISNI, S.E


NIP.19601122 198803 1 006 NIP.19790523 200804 2 004

4
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan
rahmat dan karunianya sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan.
Adapun judul laporan penelitiani ini adalah, ”Peningkatan Hasil Belajar Materi
Budaya Demokrasi Melalui Model Pembelajaran Teams Games Tournaments
Siswa Kelas XI.APK.1 SMKN 2 Tamiang Layang”.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya kami sampaikan
kepada:
(1) Drs. Arsepto Halin, MMA selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Barito
Timur,
(2) Drs. Surianus selaku Kepala SMK Negeri 2 Tamiang Layang
(3) Drs. Ucerman, MM selaku Pengawas Pembina
(4) Jumakir, S.Pd.,MM selaku pembimbing.
(5) Semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan sarannya sehingga
laporan penelitian ini menjadi lebih berkualitas.
Akhir kata semoga laporan penelitian ini memberikan makna dan manfaat
khususnya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Tamiang Layang, November 2015

Penyusun

5
ABSTRAK

Penelitian ini berjudul:“ Peningkatan Hasil Belajar Materi Budaya demokrasi


Melalui Model Pembelajaran Tipe Teams Games Tournaments Siswa Kelas
XI.APK.1 SMKN 2 Tamiang Layang”.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi
Budaya demokrasi Melalui Model Pembelajaran Tipe Teams Games
Tournaments Siswa Kelas XI.APK.1 SMKN 2 Tamiang Layang.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
(action Research) yang terdiri dari 2 (dua) siklus, dan setiap siklus terdiri dari:
Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan, dan refleksi.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan bahwa Model Pembelajaran Tipe
Teams Games Tournaments dapat Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan
Kewarganegaraan Siswa Kelas XI.APK.1 SMKN 2 Tamiang Layang.
Selanjutnya peneliti merekomendasikan: (1) Bagi Guru yang mendapatan
kesulitan yang sama dapat menerapkan Model Pembelajaran Tipe Teams Games
Tournaments untuk meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan
Siswa Kelas XI. (2) Agar mendapatkan hasil yang maksimal maka dihaharapkan
guru lebih memahami Model Pembelajaran Teams Games Tournaments.

Kata kunci: Hasil Belajar, Metode, TGT.

6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................ii
BERITA ACARA SEMINAR......................................................................................iii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iv
ABSTRAK...................................................................................................................v
DAFTAR ISI...............................................................................................................vi
DAFTAR TABEL......................................................................................................viii
DAFTAR GRAFIK.....................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................... 4


2.1 Kajian Teori.................................................................................... 4
2.1.1 HasilBelajar………………........................................................... 4
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif............................................................. 4
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments…….. 7
2.1.3 Budaya Demokrasi ………..……………………………………… 9

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 15


3.1 Setting Penelitian........................................................................... 15
3.2 Subjek Penelitian............................................................................ 15
3.3 Prosedur Penelitian........................................................................ 16
3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................. 18
3.5 Teknik Analisa Data....................................................................... 18

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................... 20


4.1 Hasil Penelitian............................................................................... 20
4.1.1 Deskripsi kondisi awal........................................................... 20
4.1.2 Deskripsi Hasil siklus I.......................................................... 22
4.1.3 Deskripsi Hasil Siklus II......................................................... 29
4.2 Pembahasan.................................................................................. 37

BAB V PENUTUP........................................................................................... 40
5.1 Kesimpulan.................................................................................... 40
5.2 Saran............................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 41
LAMPIRAN-LAMPIRAN....................................................................................... 42

7
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia memerlukan pendidikan untuk menggerakkan dan

mengembangkan potensi serta kemampuan dasar tersebut kepada pola

yang dikendalikan.Pendidikan merupakan salah satu faktor yang

fundamental dalam pembangunan, karena kemajuan bangsa erat kaitannya

dengan masalah pendidikan. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau

bangsa Indonesia begitu besar perhatiannya terhadap masalah pendidikan,

bahkan tujuannyapun semakin disempurnakan.Ini sesuai dengan ketentuan

yang dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Secara garis besar, pendidikan sebagai suatu usaha untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa agar menjadi manusia seutuhnya berjiwa

Pancasila. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003

tentang system pendidikan Nasional juga menyatakan sebagai berikut:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

8
Disamping itu, pendidikan juga merupakan suatu sarana yang

paling efektif dan efisien dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk

mencapai suatu dinamika yang diharapkan.

Berdasarkan hasil ulangan harian yang dilakukan di Kelas X

SMKN 2 Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur, diperoleh informasi

bahwa hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa rendah di bawah

standar ketuntasan Minimal yaitu dibawah 70.

Faktor-faktor yang menyebabkan keadaan seperti di atas antara lain :

a. Kemampuan kognitif siswa dalam pemahaman konsep – konsep

Pendidikan Kewarganegaraan masih rendah,

b. Pembelajaran yang berlangsung cenderung masih monoton dan

membosankan,

c. Siswa tidak termotivasi untuk belajar Pendidikan Kewarganegaraan

dan menganggap Pendidikan Kewarganegaraan hanya sebagai

hafalan saja.

Dengan belajar secara menghapal membuat konsep – konsep

Pendidikan Kewarganegaraan yang telah diterima menjadi mudah

dilupakan. Hal ini merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi dan

diselesaikan oleh seorang guru. Guru dituntut lebih kreatif dalam

mempersiapkan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Dikembangkan, misal dalam pemilihan model pembelajaran yang

akan digunakan dalam pembelajaran sebagai salah satu bentuk strategi

pembelajaran. Kesiapan guru dalam memanajemen pembelajaran akan

9
membawa dampak positif bagi siswa diantaranya hasil belajar siswa

akan lebih baik dan sesuai dengan indikator yang ingin dicapai.Salah

satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan adalah model pembelajaran kooperatif

tipe TGT karena siswa dapat terlibat aktif karena memiliki peran dan

tanggung jawab masing–masing, sehingga aktivitas siswa selama proses

pembelajaran berlangsung meningkat.

Model Pembelajaran TGT tampak seperti model pembelajaran

word square, bedanya jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-

kotak jawaban, tetapi jawaban sudah dituliskan, namun dengan susunan

yang acak, jadi siswa bertugas mengoreksi (membolak-balik huruf)

jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat/benar. TGT

merupakan suatu metode mengajar dengan membagikan lembar soal

dan lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang

tersedia. Siswa diharapkan mampu mencari jawaban dan cara

penyelesaian dari soal yang ada.

Berdasarkan uraian diatas, maka sebagai peneliti merasa penting

melakukan penelitian terhadap masalah di atas. Oleh karena itu, upaya

meningkatkan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa

dilakukan penelitian Tindakan Kelas dengan judul :“Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Materi Budaya Demokrasi Melalui Model

Pembelajaran TGT Siwa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang“.

10
1.2 Perumusan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan

permsalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah pembelajaran kooperatif tipe TGT

dapat meningkatkan hasil belajar Materi Budaya Demokrasi siswa Kelas X

SMKN 2 Tamiang Layang?”

1.3 Tujuan Penelitian

Meningkatkan hasil belajar Materi Budaya Demokrasi menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang.

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah penelitian selesai diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut :

1. Bagi peneliti : penelitian ini dapat mempengaruhi pembelajaran, membantu

untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa,

memberikan alternative pembelajaran yang aktif, kreatif efektif, dan

menyenangkan bagi siswa, serta meningkatkan mutu pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Bagi siswa : untuk meningkatkan pemahaman konsep Pendidikan

Kewarganegaraan dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari – hari

sehingga pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi lebih sederhana.

3. Bagi sekolah : penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif model

pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2012: 46) pengertian hasil belajar adalah

“kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia melaksanakan

pengalaman belajarnya”.Bloom (dalam Sudjana, 2012: 53) membagi tiga

ranah hasil belajar yaitu :

1. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam

aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu

penerimaan, jawaban atau reaksi penilaian, organisasi, dan

internalisasi.

3. Ranah Psikomotorik

Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemauan

bertindak, ada enam aspek, yaitu : gerakan refleks, ketrampilan

gerakan dasar, ketrampilan membedakan secara visual, ketrampilan

dibidang fisik, ketrampilan komplek dan komunikasi.

Hasil belajar yang dicaPendidikan Kewarganegaraan siswa

dipengaruhi oleh dua factor utama yaitu :

12
a. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya,

motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,

ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.


b.
Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan,

terutama kualitas pengajaran.

Hasil belajar yang dicapai menurut Nana Sudjana, melalui proses

belajar mengajar yang optimal ditunjukan dengan ciri – ciri sebagai

berikut.

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar

intrinsic pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi rendah

dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau

setidaknya mempertahankanya apa yang telah dicapai.

2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu

kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang

tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan

lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari

aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan

mengembangkan kreativitasnya.

4. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif),

yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah

afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau prilaku.

13
5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan

diri terutama dalam menilai hasil yang dicaPendidikan

Kewarganegaraannya maupun menilai dan mengendalikan proses dan

usaha belajarnya.

Oleh karena itu, guru diharapkan dapat mencapai hasil belajar,

Setelah melaksanakan proses belajar mengajar yang optimal sesuai

dengan ciri-ciri tersebut di atas.

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif

1. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Davidson dan Worsham, pembelajaraan kooperatif

adalah “model pembelajaraan yang sistematis dengan

mengelompokan siswa dengan tujuan menciptakan pendekatan

pembelajaraan yang efektif dan mengintegrasikan keterampilan

sosial yang bermuatan akademis” sedangkan menurut Johns

pembelajaran kooperatif adalah “kegiatan belajar mengajar secara

kelompok – kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk

sampai kepada pengalaman belajar yang optimal,baik pengalaman

belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun

pengalaman kelompok.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pembelajar

Kooperatif adalah suatu pembelajaran dengan cara

mengelompokkan siswa untuk bekerja sama untuk mencapai

14
pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu

maupun pengalaman kelompok.

2.Ciri – ciri dan Unsur – unsur dasar pembelajaran kooperatif

a. Ciri – ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim, pembelajaran kooperatif dicirikanoleh

struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa yang

bekerja dalam situasi pembelajaraan kooperatif didorong dan atau

dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama, dan

mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan

tugasnya. Dalam penerapan pembelajaraan kooperatif, dua atau

lebih individu saling tergantung satu sma lain untuk mencapai satu

penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut

seandainya mereka berhasil dalam kelompok.

Ciri–ciri pembelajaraan yang mengguanakan model

kooperatif adalah

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk


menuntaskan materi belajarnya.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi,sedang, dan rendah
3) Anggota kelompok hendaknya berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin berbeda – beda.
4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok ketimbang
individu.7

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model

Pembelajaran Kooperatif merupakan pembelajaran yang

15
mengelompokan siswa yang memiliki kemmpuan yang beragam

dan tidak membedakan ras, suku, budaya maupun jenis kelamin.

b. Unsur – unsur dasar pembelajaraan kooperatif

Menurut ibrahim, unsur – unsur dasar pembelajaraan

kooperatif adalah sebagai berikut :

1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa


mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di
dalamkelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungijawab yang sama
di antara anggota kelompoknya.
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/
penghargaan yang akan dikenakan utnuk semua anggota
kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu
materi yang akan ditangani dalam kelompok kooperatif.

Agar pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dengan baik

dan optimal hendaknya guru tidak meninggalkan unsur-unsur

pembelajaran kooperatif seperti yang telah diuraikan di atas.

c. Tujuan pembelajaran kooperatif

Model pembelajaraan kooperatif dikembangkan untuk

mencaPendidikan Kewarganegaraan aetidak – tidaknya tiga tujuan

16
pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan

terhadap keragaman,dan pengembangan keterampilan sosial.

1) Hasil belajar Akademik

Model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu

siswa memahami konsep – konsep yang sulit. Model struktur

penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian

siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang

berhubungan dengan hasil belajar. Sedangkan menurut Slavin,

pembelajaran kooperatif dapat merubah norma budaya anak

muda dan membuat budaya lebih dalam tugas – tugas

pembelajaraan.

Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

diharapkan mendapatkan hasil belajar akademik yang

maksimal yaitu mampu memahami konsep-konsep yang sulit

serta dapat mengubah norma budaya anak muda menjadi

budaya lebih untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan baik.

2) Penerimaan terhadap keragaman

Efek samping yang kedua dari model pembelajaran

kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang

berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,

maupun ketidak mampuan. Pembelajaran kooperatif memberi

peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi

untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas–

17
tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan

kooperatif, belajar untk menghargai satu sama lain.

Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif juga dapat

memberikan efek yang positif terhadap nilai keragaman dimana

peserta didik mampu menerima perbedaan baik ras, suku,

budaya, kelas social maupun kemampuan.

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments (TGT)

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya

mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok

kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar.

Posamentter (1999: 12) secara sederhana menyebutkan cooperativelearning

atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok

kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.

Muhammad Nur (2005: 1) mengatakan bahwa model pembelajaran

kooperatif dapat memotivasi seluruh siswa, memanfaatkan seluruh energi sosial

siswa, saling mengambil tanggungjawab. Model pembelajaran kooperatif

membantu siswa belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan dasar

sampai pemecahan masalah yang kompleks. Pendapat ini sejalan dengan

Abdurrahman dan Bintoro (2000: 78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi

yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup

di dalam masyarakat nyata.

Guru dapat menyusun kegiatan kelas, sehingga siswa akan berdiskusi, dan

18
mengungkapkan ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa benar-

benar memahami konsep dan keterampilan yang dipelajarinya, Guru dapat

memanfaatkan energi sosial seluruh rentang usia siswa yang begitu benar di dalam

kelas untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran produktif dan dapat

mengorganisasikan kelas, sehingga siswa saling berinteiraksi satu dan yang lain,

saling bertanggung jawab, dan belajar untuk menghargai satu sama lain

Untuk menciptakan suasana belajar kooperatif bukan suatu pekerjaan yang

mudah. Untuk menciptakan suasana belajar tersebut diperlukan pemahaman

filosofis dan keilmuan yang cukup disertai dedikasi yang tinggi serta latihan yang

cukup pula.

Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa

siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap

akfivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang

menganut paham konstruktivisme.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan

kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menggunakanpembelajaran kooperatif merubah peran guru dari peran yang

berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelorpok kecil.

Menurut teori konstruktivis, tugas guru (pendidik). adalah memfasilitasi agar

proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa

terjadi secara optimal.

Terkait dengan model pembelajaran ini, Ismail (2013: 21) menyebutkan

19
(enam) langkah dalam pembelajaran Kooperatif, yaitu sesuai tabel berikut ini.

Tabel. 1 Langkah-langkah Pembelajarran Kooperatif

Fase
Indikator Tingkah Laku Guru
ke-
1 Menyampaikan Gurumenyampaikan semua tujuan pelajaran yang
tujuan dan ingin dicapai pada pelajaran tersebutdan
memotivasisiswa memotivasi siswa belajar.
2 Menyampaikan Guru menyampaikan informasi kepada siswa
informasi dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan
bacaan.
3 Mengorganisasikan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
siswa ke dalam caranya membentuk kelompok belajar dan
kelompok- membantu setiap kelompok agar melakukan
kelompok transisi secara efisien.
belajar
4 Membimbing Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
kelompok bekerja pada saat mereka mengerjakan tugas.
dan belajar
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6 Memberikan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
penghargaan hasil belajar individu maupun kelompok.

Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda

Dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran

kooperatif tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

20
(1) merumuskan tujuan pembelajaran,

(2) menentukan jumlah kelompok dalam kelompok belajar,

(3) menentukan tempat duduk siswa,

(4) merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif,

(5) menentukan peran serta untuk menunjang saling ketergantungan positif,

(6) menjelaskan tugas akademik,

(7) menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama,

(8) menyusun akuntabilitas individual,

(9) menyusun kerja sama antar kelompok,

(10) menjelaskan kriteria keberhasilan,

(11) menjetaskan perilaku siswa yang diharapkan,

(12) memantau perilaku siswa,

(13) memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas,

(14) melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama,

(15) menutup pelajaran,

(16) Menilai kerja sama antar anggota kelompok.

Meskipun kerja sama merupakan kebutuhan manusia dalam kehidupan

sehari-hari, untuk mengaktualisasikan kansep tersebut ke dalam suatu bentuk

perencanaan perbelajaran atau program satuan pelajaran bukanlah suatu pekerjaan

yang mudah. Dibutuhkan peran guru dan siswa yang optimal untuk mewujudkan

suatu pembelajaran yang benar-benar berbasis kerjasama atau gotong royong.

Tiga model pembelajaran kooperatif umum yang cocok untuk hampir

seluruh mata pelajaran dan tingkat kelas. Students Teems Achievement Division

21
(TGT), Teams-Games-Tournament (TGT), dan Jigsaw

Teams-Games-Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok–kelompok belajar yang

beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin

dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja

dalam kelompok mereka masing–masing.

Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok.

Tugas yang diberikan dikerjakan bersama–sama dengan anggota kelompoknya.

Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang

diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk

memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan

tersebut kepada guru.

Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah

menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik.

Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen,dimana

setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari

kelompoknya masing-masing.

Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal

dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen

secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya datam satu meja

turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat

ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test.

Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada

22
lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor–skor

yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota

kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan

tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.

Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah

tahapan yaitu tahap penyajian ketas (class precentation), belajar dalam kelompok

(teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan perhargaan

kelompok team recognition).

Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran

kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Siswa Bekerja dalam Kelompok-kelompok Kecil

Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5

sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang

berbeda.

Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat

memotivasi siswa untuk saling membantu antar Siswa yang berkemampuan lebih

dengan Siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal

ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar

secara kooperatif sangat menyenangkan.

2) Games Tournament

Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari

kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan

dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6

23
orangpeserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok

yang lama.

Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan

ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan

dimulai dengan membacakan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci

ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).

Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai

berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca

coaldan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang

menangundian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan

kepada pembaca soal.

Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian

yangdiambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh

pemaindan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal.

Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan

hasilpekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah

itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan

kepadapemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali

memberikan jawaban benar.

Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan

dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan,

dimana postisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam

satumeja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang.

24
Di sini Permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta

harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan

pembaca soal.

Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan

membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban

pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu

meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang

diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.

Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan

melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.

Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan

poin yang diperoleh kepada ketua kelompok.

Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya

pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan

yang diterima oleh kelompoknya.

3) Penghargaan Kelompok

Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah

menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan

dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing anggota

kelompok dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan

didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oieh kelompok tersebut.

Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing anggota

kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh oleh seperti ditunjukkan

25
pada tabel berikut.

Tabel.2 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain

Poin Bila Jumlah Kartu yang


Pemain dengan
Diperoleh
Top Scorer 40
High Middle Scorer 30
Low Middle Scorer 20
Low Scorer 10

Taber.3 Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain

Poin Bila Jumlah Kartu yang


Pemain dengan
Diperoleh
Top Scorer 60
Middle Scorer 40
Low Scorer 20
(Sumber : Slavin, 1995:90)

Dengan keterangan sebagai berikut :

Top Scorer (skor tertinggi), High Middle scorer (skor tinggi), Low Middle Scorer

(skor rendah), Low Scorer (skor terendah).

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada beberapa

tahapan yang perlu ditempuh, yaitu:

a. Mengajar (teach)

Mempersentasikan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau

kegtiatan yang harues dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.

b. Belajar Kelompok (team study)

Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan

26
kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras/suku yang berbeda. Setelah guru

menginformasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi

dengen menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk

memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi

jika ada anggota kelompok yang salah dalam mer jawab.

c. Permainan (game tournament)

Permainan diikuti oleh anggota kelompok darti masing-masing kelompok yang

berbeda. Tujuan Dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua

anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan-pertanyaan

yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam

kegiatan kelompok.

d. Penghargaan kelompok (team recognition)

Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh

oleh kelompokdari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas

HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi

kategorti rerata poin sebagai berikut.

Tabel. 4 Kriteria Penghargaan Kelompok

Kriteria
Predikat
(Rerata Kelompok)
30 sampai 39 Tim Kurang Baik
40 sampai 44 Tim Baik
45 sampai 49 Tim Baik Sekali
50 ke atas Tim Istimewa
(Sumber: Slavin, 1995)

27
2.1.4 Budaya Demokrasi
A. Pengertian Dan Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi
1. Pengertian Budaya Demokrasi

Kehidupan yang demokratis merupakan amanat Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia. Tujuan utama yang hendak dicapai adalah masyarakat adil

dan makmur. Susunan sila-sila Pancasila menyatakan bahwa demokrasi tidak

sekadar alat, melainkan bagian dari tujuan itu sendiri. Artinya, tujuan utama itu

hendak dicapai melalui cara-cara yang demokratis untuk menikmati kehidupan

yang adil dan makmur dalam suasana yang demokratis.

Susilo Bambang Yudhoyono memiliki pandangan mengenai demokrasi.

a. Ukuran normatif. Demokrasi adalah partisipasi rakyat dalam pengambilan

keputusan pada penetapan kebijakan. Ada pemilu yang jurdil, perekrutan

kepemimpinan yang teratur, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan

kebebasan pers.

b. Ukuran demokrasi yang mapan (consolidated democracy). Negara dikatakan

demokratis atau sebuah demokrasi dikatakan telah mapan apabila memiliki

lima arena, yaitu adanya civil society (masyarakat madam), political society

(masyarakat politik), economic society (masyarakat ekonomi), rule of law

(aturan main: undang-undang dan peraturan), dan state apparatus (aparatur

negara) yang berfungsi dengan baik.

Dari segi pelaksanaan, menurut Inu Kencana, demokrasi terbagi atas dua

model berikut.

a. Demokrasi langsung

Demokrasi langsung terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu

28
negara secara langsung. Pada demokrasi langsung, lembaga legislatif hanya

berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan. Pemilihan

pejabat eksekutif (presiden, wapres, gubernur, dan walikota) dilakukan oleh

rakyat secara langsung melalui pemilu. Pemilihan anggota parlemen atau

legislatif (DPR dan DPD) juga dilakukan rakyat secara langsung.

b. Demokrasi tidak langsung (demokrasi perwakilan)

Demokrasi tidak langsung terjadi apabila rakyat mewujudkan kedaulatannya

tidak melalui pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga perwakilan. Pada

demokrasi tidak langsung, lembaga perwakilan/parlemen dituntut peka

terhadap berbagai hal yang menyangkut kehidupan masyarakat dalam

hubungannya dengan pemerintah atau negara.

Secara etimologis, demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa

Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan kratos atau kratein

yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Demokrasi adalah suatu sistem

pemerintahan negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat.

2. Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi

Demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan

untuk rakyat. Negara yang menganut demokrasi dicirikan oleh adanya

pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat.

Mewujudkan demokrasi bukanlah hal mudah. Demokrasi tidak dirancang

demi efisiensi, melainkan demi pertanggungjawaban. Sebuah pemerintahan

demokratis mungkin tidak bisa bertindak secepat pemerintahan diktator. Namun,

ketika tindakan diambil, dukungan publik bisa dipastikan muncul.

29
Setiap bangsa harus menata pemerintahan yang berpijak pada sejarah dan

kebudayaan sendiri. Namun demikian, terdapat prinsip-prinsip dasar yang harus

ada dalam setiap bentuk demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi ini disebut sebagai

nilai yang universal. Sebagai contoh, tata cara pembuatan undang-undang sangat

bervariasi antara satu negara dan negara lainnya. Namun, proses pembuatan

tersebut harus mematuhi prinsip dasar keterlibatan rakyat, sehingga mereka

merasa memiliki undang-undang tersebut.

B. Masyarakat Madani

1. Pengertian Masyarakat Madani (Civil Society)

Ukuran demokrasi yang mapan menuntut adanya civil society (masyarakat

madani). Apakah masyarakat madani itu?

Istilah madani secara umum dapat diartikan sebagai “adab atau beradab”.

Masyarakat madani dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang beradab

dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Untuk dapat

mencapai tata masyarakat seperti ini, persyaratan yang harus dipenuhi antara lain

adanya keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan

bersama, kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan, serta

keterlibatan dan kemerdekaan masyarakat dalam mernilih pemimpinnya. Ketiga

hal tersebut merupakan sebuah jembatan yang akan menghubungkan suatu negara

dengan kehidupan masyarakat yang demokratis.

2. Ciri-Ciri Masyarakat Madani

Masyarakat madani memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Free public sphere (ruang publik yang bebas) Ruang publik diartikan sebagai

30
wilayah di mana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh

terhadap setiap kegiatan publik. Warga negara berhak melakukan kegiatan

secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta

memublikasikan informasi kepada publik. Dengan demikian, tidak mungkin

terjadi pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan

aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh pemerintah yang

berkuasa.

b. Demokratisasi

Menurut Neera Candoke, masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik

rasional masyarakat yang secara ekplisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi.

Dalam kerangka itu, hanya negara demokratis yang mampu menjamin

masyarakat madani. Pelaku politik dalam suatu negara (state) cenderung

menyumbat masyarakat sipil. Mekanisme demokrasilah yang memiliki

kekuatan untuk mengoreksi kecenderungan itu.

Sementara itu, untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan

anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian.

Syarat-syarat tersebut berbanding lurus dengan kesediaan untuk menerima dan

memberi secara berimbang. Dengan demikian, mekanisme demokrasi

antarkomponen bangsa, terutama pelaku politik praktis, merupakan bagian

terpenting dalam menuju masyarakat madani.

c. Toleransi

Toleransi adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan

politik dan sikap sosial yang berbeda. Toleransi merupakan sikap yang

31
dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling

menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh

orang atau kelompok masyarakat lain yang berbeda.

d. Pluralisme

Pluralisme adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap

tulus bahwa masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan

merupakan rahmat Tuhan. Oleh karena itu, tidak ada masyarakat yang tunggal,

monolitik, sama, dan sebangun dalam segala segi.

e. Keadilan sosial (social justice)

Keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan pembagian yang

proporsional antara hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup

seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan jika tidak ada monopoli dan

pemusatan salah satu aspek kehidupan pada seseorang atau sekelompok

masyarakat. Intinya, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh

kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa).

Berikut ini pilar-pilar penegak demokrasi.

(1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

(2) Pers yang bebas.

(3) Supremasi hukum.

(4) Perguruan tinggi.

(5) Partai politik.

f. Partisipasi sosial

Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang

32
baik bagi terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat

terjadi apabila tersedia iklim yang memungkinkan otonomi individu terjaga.

Antitesis (lawan) masyarakat madani adalah tirani yang memasung kehidupan

bangsa secara kultural dan struktural, serta menempatkan cara-cara

manipulatif dan represif sebagai instrumen sosialnya. Masyarakat dalam

sebuah tirani pada umumnya tidak memiliki daya yang berarti untuk memulai

sebuah perubahan. Tidak ada tempat yang cukup luas untuk mengekspresikan

partisipasinya dalam proses perubahan. Tirani seperti inilah, berdasarkan

catatan sejarah, yang menjadi simbol-simbol yang dihadapi secara permanen

oleh gerakan masyarakat sipil. Mereka senantiasa berusaha keras

mempertahankan status quo tanpa memedulikan rasa ketidakadilan yang

berkembang dalam masyarakat. Pada masa Orde Baru, cara-cara mobilisasi

sosial lebih banyak dipakai daripada partisipasi sosial, sehingga partisipasi

masyarakat menjadi bagian yang hilang di hampir seluruh proses

pembangunan. Namun, kemudian terbukti bahwa pemasungan partisipasi

secara akumulatif berakibat fatal terhadap keseimbangan sosial politik.

Masyarakat yang kian cerdas menjadi sulit ditekan, sehingga memunculkan

protes-protes sosial yang berakibat menurunnya kepercayaan masyarakat pada

sistem yang berlaku. Dengan demikian, jelas terbukti bahwa partisipasi

merupakan karakteristik yang harus ada dalam masyarakat madani. Tanpa

adanya partisipasi, yang ada hanyalah demokrasi semu (pseudo-democracy),

sebagaimana yang pernah dipraktikkan oleh rezim Orde Baru.

g. Supremasi hukum

33
Penghargaan terhadap supremasi hukum merupakan jaminan terciptanya

keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral. Artinya, tidak ada

pengecualian untuk memperoleh kebenaran di atas hukum. Hal ini bisa terjadi

apabila terdapat komitmen yang kuat antarkomponen bangsa untuk saling

mengikat diri dalam sistem dan mekanisme yang disepakati bersama.

Demokrasi tanpa didukung oleh penghargaan terhadap tegaknya hukum akan

mengarah pada dominasi mayoritas yang dapat menghilangkan rasa keadilan

kelompok minoritas. Partisipasi tanpa diimbangi penegakan hukum akan

membentuk masyarakat tanpa kendali.

Dengan demikian, semakin jelas bahwa masyarakat madani merupakan bentuk

sinergi dari pengakuan hakhak untuk mengembangkan demokrasi yang

didasari oleh kesiapan dan pengakuan pada partisipasi rakyat. Di dalamnya

ada peran hukum strategis sebagai alat pengandalian dan pengawasan dalam

masyarakat.

C. Demokrasi Di Indonesia

1. Prinsip-Prinsip Demokrasi Pancasila

Setiap negara mempunyai ciri khas pelaksanaan demokrasinya yang

ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkutan, kebudayaan, pandangan hidup,

dan tujuan yang ingin dicapainya. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi

Pancasila, yaitu pemerintahan rakyat berdasarkan nilai-nilai filsafat Pancasila atau

pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat berdasarkan sila-sila Pancasila.

Namun, belum ada kesatuan pendapat para ahli mengenai rumusan pengertian

demokrasi Indonesia secara definitif.

34
2. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada Era Orde Lama, Orde Baru,

dan Reformasi

Secara umum, demokrasi di Indonesia dibagi dalam tiga periode utama.

a. Demokrasi pada era orde lama (1945 – 1965)

b. Demokrasi pada era orde baru (1965 – 1998)

c. Demokrasi pada era reformasi (1998 – sekarang)

a. Demokrasi pada Era Orde Lama (1945 – 1965)

Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan sistem parlementer pada masa

ini tidak dapat berjalan dengan semestinya. Hal ini memberi peluang bagi partai

politik dan lembaga legislatif untuk mendominasi pemerintahan. Dalam kabinet

parlementer, koalisi parpol yang dibangun sangatlah rapuh sehingga usia kabinet

pada masa itu tidak dapat bertahan lama. Presiden dan tentara yang memiliki

peran penting justru tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam

konstelasi politik. Kondisi ini mendorong Presiden Soekarno untuk

memberlakukan kembali UUD 194 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan

kembalinya konstitusi ke UUD 1945, rakyat menaruh harapan yang sangat besar

terhadap kehidupan politik yang stabil dan demokratis. Namun pada

kenyataannya, pemerintahan yang terjadi bersifat otoriter yang terwujud dalam

sistem pemerintahan demokrasi terpimpin.

b. Demokrasi pada Era Orde Baru (1965 – 1998)

Pemerintahan Orde Baru terbentuk tanggal 1 Oktober 1965. Sejak itu, tidak

ada lagi pemikiran politik (political thinking) seperti masa 1945-1965. Setelah

hubungan Soeharto dan militer mulai merenggang di penghujung 1980-an, ruang

35
bagi wacana publik mulai tampak. Saat itulah wacana baru seperti demokratisasi,

kesenjangan sosial, gender, dan lingkungan mulai muncul.

Landasan formal periode ini adalah Pancasila, UUD 1945, dan ketetapan-

ketetapan MPR. Orde Baru (Orba) melakukan koreksi total terhadap

penyelewengan UUD 1945 yang terjadi pada era Orde Lama. Contohnya,

menghapuskan Tap No. III/MPRS/1963 tentang pengangkatan Soekarno sebagai

presiden seumur hidup; memberikan DPR-GR beberapa hak kontrol, tetapi tetap

berfungsi membantu pemerintah; dan pimpinan DPR-GR tidak lagi merangkap

jabatan menteri. Orba menerapkan “Demokrasi Pancasila”.

Secara umum, Demokrasi Pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai

inti sistem demokrasi. Rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan

dirinya sendiri. Pemerintah juga menjamin rakyat untuk menjalankan hak

politiknya. Perumusan Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut.

(1) Demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan

kembali asas-asas hukum dan kepastian hukum.

(2) Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang

layak bagi semua warga negara.

(3) Demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya adalah pengakuan dan

perlindungan HAM, serta peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Namun, dalam kenyataannya, Demokrasi Pancasila masa Orba hanya sebatas

gagasan, belum sampai pada tataran penerapan.Dalam praktik kenegaraan dan

pemerintahan, rezim ini tidak memberi ruang bagi kehidupan demokrasi. Rezim

Orba ditandai oleh: (1) dominannya peranan ABRI; (2) birokratisasi dan

36
sentralisasi pengambilan keputusan politik; (3) pengebirian peran dan fungsi

partai politik; (4) campur tangan pemerintah dalam berbagal urusan partai politik

dan publik; (5) masa mengambang; (6) monopoli ideologi negara; serta (7)

inkorporasi lembaga nonpemerintah. Tujuh ciri tersebut, menurut M. Rusli

Karim, mengakibatkan terjadinya hubungan negara versus masyarakat dan nilai-

nilai demokrasi belum ditegakkan dalam Demokrasi Pancasila.

Orde Baru berupaya menanamkan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi

dan stabilitas politik hanya bisa dicapai dengan membatasi partisipasi politik.

Setiap individu harus mendahulukan kewajiban daripada hak. Masyarakat hidup

dalam lingkup paham kekeluargaan, tidak ada perbedaan antara pemimpin dan

yang dipimpin. Tugas pemimpin adalah menafsirkan kehendak rakyatnya,

sementara tugas rakyat adalah mengikuti pemimpin. Singkatnya, negara adalah

sesuatu yang integral, dengan batas-batas yang akhirnya malah tak jelas. Orde

Baru membiasakan kita akrab dengan istilah negara integralistik dan negara

kekeluargaan, hingga sederet konsep turunannya, seperti Demokrasi Pancasila,

asas kekeluargaan, dan sistem musyawarah mufakat.

Pada masa Orde Baru, terdapat program indoktrinasi Pedoman Penghayatan

dan Pengamalan Pancasila (P4). P4 dimaksudkan untuk menciptakan sebuah

masyarakat yang bebas dari nilai-nilai sektarianisme (terpisah atas golongan,

budaya, agama, dan sebagainya). Dengan kata lain, masyarakat yang bebas dari

perbedaan pendapat. Menghindari perbedaan pendapat berarti menciptakan

harmoni. Harmoni hadir dalam, sebuah keseragaman ide. Perbedaan pendapat

dianggap berpotensi melahirkan konflik. Dengan demikian, output dari semua

37
skema besar ini adalah manusia Indonesia yang menjalani perannya sendiri

secara maksimal, layaknya mesin dalam kerja besar pembangunan.

Gelombang perubahan yang dilakukan oleh Orde Baru memang sangat

dahsyat. Rezim ini melahirkan Indonesia yang benar-benar berbeda dari periode

sebelumnya. Negara hadir di mana-mana dan harus bersih dari berbagai tekanan

politik. Untuk itu, aspirasi politik dikebiri. Partai politik disederhanakan.

Pancasila diangkat setinggi-tingginya, hingga nyaris mencapai level agama.

Berbeda pendapat atau melayangkan kritik dianggap melanggar sesuatu yang

“sakral” dan hampir sama dengan “dosa”.

Pada satu titik, Orde Baru tak ubahnya sebuah panser pragmatisme yang

berjalan tanpa hambatan. Kritik menjadi sesuatu yang riskan untuk diambil.

Ruang ekspresi terasa sempit. Akhirnya, suara-suara alternatif mengambil jalan

memutar dan menggunakan medium yang sangat Samar agar bisa disuarakan.

Seni kemudian muncul sebagai saluran ekspresi yang ampuh. Puisi Rendra, lagu

Iwan Fals, atau pentas Teater Koma mampu meloloskan beberapa keluh kesah

kolektif bangsa ini ke hadapan publik.

Konsep negara integralistik sendiri akhirnya melemah di penghujung Orde

Baru. Sementara itu, hubungan Soeharto dengan militer merenggang. Akhirnya,

Soeharto hanya bisa memperkuat hubungannya dengan satu pilar tersisa, yaitu

Golkar sebagai representasi golongan fungsional.

Faktor lain yang turut berpengaruh adalah karakter totalitarian yang terlalu

kental. Karakter ini menjadi sesuatu yang sangat ganjil di Indonesia yang tengah

berkembang pesat selama dekade 1990-an. Meningkatnya kesadaran rakyat dan

38
munculnya kelas menengah baru membuat kian banyak orang mulai sadar

haknya. Benturan tak bisa dihindari lagi ketika kelompok berkesadaran baru ini

berhadapan dengan negara. Negara masih saja mengembuskan pengutamaan

kewajiban dibanding hak dalam upaya mempertahankan keluarga besar Indonesia

yang terasa kian hari kian abstrak.

c. Demokrasi pada Era Reformasi (1998 – sekarang)

Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru telah membawa harapan baru bagi

tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi

keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi

Indonesia. Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada

empat faktor kunci, yaitu sebagai berikut.

(1) Komposisi elite politik.

(2) Desain institusi politik.

(3) Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik di kalangan elit dan

nonelit.

(4) Peran civil society atau masyarakat madani.

Transisi demokrasi selalu dimulai dengan jatuhnya pemerintahan otoriter.

Panjang pendeknya masa transisi tergantung pada kemampuan rezim demokrasi

baru mengatasi problem transisional yang merintangi. Problem paling mendasar

yang dihadapi negara-negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi

adalah ketidakmampuan membentuk tata pemerintahan baru yang bersih,

transparan, dan akuntabel. Akibatnya, legitimasi demokrasi menjadi lemah. Tanga

legitimasi yang kuat, rezim demokrasi baru akan kehilangan daya tariknya. Setiap

39
rezim membutuhkan legitimasi, dukungan, atau paling tidak “persetujuan tanpa

protes” agar dapat bertahan. Apabila rezim kehilangan legitimasi, ia harus

memproduksinya atau ia akan jatuh.

Secara historis, semakin berhasil suatu rezim dalam menyediakan apa yang

diinginkan rakyat, semakin mengakar kuat keyakinan rakyat terhadap legitimasi

demokrasi. Semakin kuat keyakinan terhadap legitimasi demokrasi dan komitmen

untuk mematuhi aturan main sistem demokrasi, semakin mudah rezim

merumuskan kebijakan untuk merespons persoalan-persoalan yang dihadapi

masyarakat. Tingkat legitimasi yang tinggi juga memfasilitasi kesabaran dan

dukungan publik terhadap pemerintah dalam menghadapi problem-problem yang

akut.

Menurut Azyumardi Azra, ada empat prasyarat yang dapat membuat

pertumbuhan demokrasi menjadi lebih memberi harapan.

(1) Peningkatan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan. Semakin sejahtera

ekonomi sebuah bangsa, semakin besar peluangnya untuk mengembangkan

dan mempertahankan demokrasi.

(2) Pemberdayaan dan pengembangan kelompok-kelompok masyarakat yang

favourable (menguntungkan) bagi pertumbuhan demokrasi seperti “kelas

menengah”, LSM, atau para pekerja. Pemberdayaan dan pengembangan

kelompok masyarakat tersebut membuat hubungan negar dan masyarakat

berimbang.

(3) Hubungan internasional yang lebih adil dan seimbang. Sebagai negara yang

sedang menuju demokrasi, upaya demokratisasi membutuhkan dukungan

40
dunia internasional. Tujuannya adalah bantuan ekonomi internasional lebih

efektif dan efisien bagi rakyat.

(4) Sosialisasi pendidikan kewarganegaraan (civic education). Pembentukan

warga negara yang memiliki keadaban demokratis dan demokrasi

berkeadaban bisa dilakukan secara efektif melalui pendidikan

kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan memungkinkan generasi

muda menguasai pengetahuan, nilai-nilai, dan keahlian yang diperlukan untuk

melestarikan demokrasi.

Keseluruhan motif pembaruan politik pada Orde Reformasi dapat dilihat dari

berbagai kebijakan berupa kebebasan bemolitik Kebebasan bemolitik dapat

tercermin dari hat-hal berikut ini.

(1) Kemerdekaan pers

Pers dibebaskan dari izin (SIUPP) dan pengawasan (misalnya, pengawasan

BAKIN). Dengan demikian, dalam waktu singkat muncul ratusan media

cetak, puluhan radio, berbagai TV swasta, dan media elektronik lainnya.

(2) Kemerdekaan membentuk partai politik Setiap orang dibebaskan untuk

Membentuk partai politik. Dalam beberapa bulan menjelang pemilu,

terbentuk puluhan partai, walau akhirnya hanya 48 parpol yang dapat

mengikuti pemilu.

(3) Terselenggaranya pemilu yang demokratis

Setelah 44 tahun sejak pemilu pertama tahun 1955, terselenggaralah pemilu

kedua yang bebas dan demokratis pada 1999.

(4) Pembebasan narapidana politik (napol) dan tahanan politik (tapol)

41
Tapol dan napol mulai dibebaskan sebagai wujud kebebasan berpolitik.

Beberapa di antaranya adalah tapol yang dituduh terlibat peristiwa PKI 1965.

(5) Otonomi daerah

Keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah secara nyata

memperluas kekuasaan pemerintahan pada pemerintah daerah (pemda).

Mulai terwujudnya kehidupan demokratis di Era Reformasi antara lain

ditandai oleh:

(1) adanya reposisi dan redefinisi TNI dalam kaitan keberadaannya di sebuah

negara demokrasi;

(2) diamandemennya pasal-pasal dalam konstitusi Negara RI (amandemen I–IV);

(3) adanya kebebasan pers;

(4) dijalankannya kebijakan otonomi daerah;

(5) pembuatan paket perundang-undangan politik (UU Partai Politik, UU Pemilu,

UU Pemilihan Presiders Langsung, UU Susunan dan Kedudukan DPR,

DPRD, dan DPD).

Indikasi ini tidak serta merta dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis

dalam negara, kita. Terdapat unsur-unsur lainnya yang dapat menghambat proses

demokratisasi, di antaranya adalah pemerintahan yang tidak akuntabel, wakil

rakyat yang tidak representatif, dan korupsi.

3. Pemilihan Umum (Pemilu)

a. Definisi Pemilu

Dalam pemilu, warga negara yang secara usia sudah memiliki hak pilih dapat

memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat, pemimpin

42
negara, atau pemimpin pemerintahan. Hal ini merupakan cerminan bahwa

pemerintah dipilih oleh rakyat. Seluruh rakyat mempunyai hak memilih sebagian

rakyat untuk menjadi pemimpin mereka. Melalui pemilu, rakyat memunculkan

calon pemimpin pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Menurut Arendt Liphart, sistem pemilu adalah elemen paling mendasar dari

demokrasi pewakilan. Liphart juga berpendapat bahwa sistem pemilu

memengaruhi perilaku pemilih dan hasil pemilu, sehingga sistem pemilu juga

memengaruhi representasi politik dan sistem kepartaian.

Menurut Benjuino Theodore, sistem pemilu adalah rangkaian aturan yang

mengekspresikan preferensi politik pemilih. Suara dari pemilih diterjemahkan

menjadi kursi.

b. Tujuan Pemilu

Tujuan pemilu adalah sebagai berikut.

(1) Melaksanakan kedaulatan rakyat.

(2) Mewujudkan hak asasi politik rakyat.

(3) Memilih wakil-wakil rakyat yang, duduk di DPR, DPD, dan DPRD, serta

memilih presiden dan wakil presiden.

(4) Melaksanakan pergantian personil pemerintah secara damai, aman, tertib, dan

konstitusional.

(5) Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Pada dasarnya, pemilu merupakan sarana rakyat untuk menyalurkan aspirasi

politiknya. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945, yaitu “kedaulatan

berada di Langan rakyat, dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.

43
Artinya, wakil rakyat seperti DPR, DPRD, atau DPD akan merepresentasikan

aspirasi rakyat. Tujuan pemilu dalam negara yang demokratis adalah sebagai

berikut.

(1) Untuk mendukung atau mengubah personil dalam lembaga legislatif.

(2) Adanya dukungan mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang eksekutif

untuk jangka waktu tertentu.

(3) Rakyat melalui perwakilan secara periodik dapat mengoreksi atau mengawasi

eksekutif.

c. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia

Pemilu adalah sarana demokrasi. Sebuah negara yang demokratis pastilah

menyelenggarakan pemilu yang bebas, jujur, dan adil. Jika penyelenggaraan

pemilu penuh manipulasi, kecurangan, berada di bawah paksaan, dan tidak adil,

maka telah terjadi ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. Oleh

karena pelaksanaan pemilu yang bebas, jujur, dan adil sangat penting, diperlukan

berbagai perangkat hukum yang menjamin hal itu.

Menurut Mudji Sutrisno, prinsip demokrasi dalam pemilu dapat terlaksana

dengan baik jika keberadaan bingkai hukum demokrasi dalam pemilu yang

bersifat luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan jurdil (jujur dan adil)

terjamin. Luber dapat berbentuk perilaku sebagai berikut.

(1) Penghormatan terhadap substansi demokrasi

(2) Kematangan kesadaran politik warga negara dan seleksi rotasi

kepemimpinan yang sehat dan profesional melalui pendidikan politik

yang beradab

44
(3) Adanya kepastian hukum

d. Sistem Pemilu di Indonesia

Pemilu 2004 memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota melalui sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Pemilu

ini juga memilih anggota DPD dengan sistem distrik berwakil banyak.

(1) Sistem proporsional dengan daftar calon terbuka (memilih DPR)

(2) Sistem distrik berwakil banyak (memilih DPD)

e. Pelaksanaan Pemilu 2004

Pemilu 2004 dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama bertujuan untuk

memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap ini dilaksanakan tanggal 5 April

2004. Selanjutnya, tahap kedua dilaksanakan tanggal 5 Juli 2004 dengan tujuan

memilih presiden dan wakil presiden. Tahap ini merupakan tahap pemilihan

putaran pertama. Maksudnya, jika tidak ada pemenang mutlak (mendapatkan

suara 50% plus satu), maka putaran berikutnya akan diadakan tanggal 20

September. Pada putaran kedua ini, dua orang pasangan calon presiden-wakil

presiden dengan suara terbanyak pada putaran pertama akan bersaing untuk

menjadi presiden dan wakil presiden.

f. Pelaksana pemilihan Umum

Berbeda dengan Pemilu 1999 yang penyelenggaranya adalah wakil-wakil

partai politik dan pemerintah, pelaksana penyelenggaraan Pemilu 2004 adalah

Komisi pemilihan Umum (KPU) yang bersifat independen dan non-partisan

sebagaimana diamanatkan UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu. Artinya,

penyelenggara pemilu adalah satu badan yang anggota-anggotanya bukan berasal

45
dari peserta pemilu (parpol atau perseorangan) atau pemerintah. Dengan

demikian, pemilu dapat diselenggarakan secara lebih bebas dan mandiri Serta

bebas dari kepentingan-kepentingan politik tertentu. Susunan dan tingkatan KPU

adalah sebagai berikut.

(1) Di tingkat nasional, KPU beranggotakan 9 (sembilan) orang yang berasal dari

berbagai Tatar belakang, seperti perguruan tinggi/akademisi dan LSM. Pada

tingkat provinsi atau kota/kabupaten, KPU beranggotakan 5 (lima) orang.

Sebagai pelaksana pemilu, KPU mempunyai organ mendukung pada tingkat

kecamatan dan kelurahan yang bertugas melaksanakan pemilu.

(2) Di tingkat kecamatan, penyelenggara disebut Panitia Pemilihan Kecamatan

(PPK). Mereka berjumlah 5 (lima) orang dan berasal dari tokoh masyarakat

setempat.

(3) Di tingkat kelurahan, penyelenggara disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Mereka beranggotakan 3 (tiga) orang dan berasal dari tokoh masyarakat

setempat.

(4) Di tingkat yang paling bawah, yakni pelaksana pemungutan dan penghitungan

suara pada saat dilakukannya pemilihan umum, penyelenggara disebut

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang berjumlah 9

(sembilan) orang, terdiri atas 7 (tujuh) orang pelaksana dan 2 (dua) orang

petugas keamanan.

g. Tahap-Tahap Pemilihan Umum Legislatif

sebagai suatu rangkaian kegiatan, terdapat beberapa tahapan dalam pemilu

yang Baling berkaitan, yaitu sebagai berikut.

46
(1) Pendaftaran pemilih

(2) Penetapan peserta pemilu

(3) Penetapan jumlah kursi

(4) Pencalonan anggota DPR, DPRD, dan DPD

(5) Kampanye

(6) Pemungutan suara dan penghitungan suara

Secara prosedural, terdapat beberapa tahapan tata cara atau proses

pemungutan dan penghitungan suara yang dilakukan di seluruh tempat

pemungutan suara atau TPS. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut.

(a) Pembukaan tempat pemungutan suara.

(b) Pemungutan suara.

D. Perilaku Yang Mendukung Tegaknya Prinsip-Prinsip Demokrasi

1. Membudayakan Sikap Terbuka

2. Mengutamakan Dialog dalam Menyelesaikan Masalah

3. Menghargai Pendapat Orang Lain

4. Mau belajar Menerima Keberagaman

47
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Seting Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SMKN 2 Tamiang Layang

Kabupaten Barito Timur Propinsi Kalimantan Tengah, yang berada di kota

Kabupaten. SMKN 2 Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur Propinsi

Kalimantan Tengah mempunyai fasilitas yang hamper lengkap dengan adanya

Perpustakaan, Laboratorium IPA, Ruang ketrampilan Menjahit, Laboratorium

Otomotif, Laboratorium Pertukangan dan Pembangunan, Laboratorium computer,

ruang UKS, Ruang OSIS dan lain-lain. Dengan jumlah guru sebanyak 51 orang

terdiri dari 1 (satu) kepala sekolah, 4 (empat) wakil Kepala Sekolah dan sisnya

guru Mata Pelajaran dan guru Biimbingan Konseling serta 7 Tenaga Administrasi.

3.2 Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah Siswa Kelas X dengan jumlah siswa sebanyak

35, yang terdiri dari 6 siswa laki – laki dan 29 siswa perempuan SMKN 2

Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.

3.3 Prosedur Penelitian

Waktu Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu

pada bulan September sampai dengan Nopember 2015. Penelitian ini pada materi

Budaya Demokrasi diajarkan.Penelitian ini direncanakan sebanyak 2 siklus

masing – masing siklus 1 kali pertemuan. Penelitian ini menggunakan desain

Penelitian Tindakan Kelas dengan Siklus.

48
1. Siklus I

Pada siklus ini membahas subkonsep materi Budaya Demokrasi.

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan persiapan–persiapan untuk melakukan

perencanaan tindakan dengan membuat silabus, rencana pembelajaran, lembar

observasi guru dan siswa, lembar kerja siswa, dan membuat alat evaluasi

berbentuk tes tertulis dengan model pilihan ganda.

b. Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan :

1) Siswa diminta untuk mempersiapkan diri di rumah dengan memberi tugas

membaca bahan ajar sehingga siswa memiliki kesiapan belajar.

2) Guru menjelaskan materi Budaya Demokrasi secara klasikal.

3) Pengorganisasian siswa yaitu dengan membentuk kelompok, masing–masing

kelompok terdiri dari 4–6 orang siswa, kemudian LKS dan siswa diminta

untuk mempelajari LKS.

4) Dalam kegiatan pembelajaran secara umum siswa melakukan kegiatan sesuai

dengan langkah–langkah kegiatan yang tertera dalam LKS, diskusi kelompok,

diskusi antar kelompok, dan menjawab soal – soal. Dalam bekerja kelompok

siswa saling membantu dan berbagi tugas. Setiap anggota bertanggung jawab

terhadap kelompoknya.

c. Tahap Observasi

Pada tahapan ini dilakukan observasi pelaksanaan tindakan, aspek

yang diamati adalah keaktifan siswa dan guru dalam proses pembelajaran

49
menggunakan lembar observasi aktivitas dan respon siswa serta guru.

Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa diperoleh dari tes hasil belajar

siswa.

d. Tahap Refleksi

Pada tahap ini dilakukan evaluasi proses pembelajaran pada siklus I

dan menjadi pertimbangan untuk merencanakan siklus berikutnya.

Pertimbangan yang dilakukan bila dijumpai satu komponen dibawah ini

belum terpenuhi, yaitu sebagai berikut :

1. Siswa mencapai ketuntasan individual ≥ 70 %.

2. Ketuntasan klasikal jika ≥ 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan

individual yang diambil dari tes hasil belajar siswa.

2. Siklus II

Hasil refleksi dan analisis data pada siklus I digunakan untuk acuan

dalam merencanakan siklus II dengan memperbaiki kelemahan dan

kekurangan pada siklus I. Tahapan yang dilalui sama seperti pada tahap

siklus I.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam PTK

ini yaitu :

a. Observasi dilakukan oleh guru yang bersangkutan dan seorang

kolaborator untuk merekam perilaku, aktivitas guru dan siswa selama

proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi.

b. Tes hasil belajar untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

50
Instrumen yang diganakan pada Penelitian Tindakan Kelas ini

terdiri dari:

1. Lembar Test / ulangan harian untuk mengetahui hasil belajar siswa.

2. Lembar observasi siswa untuk mengetahui tingkat mativasi siswa

mengikuti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

3. Lembar observasi Guru untuk mengetahui kegiatan pembelajaran

yang dilakukan oleh Guru.

3.5 Teknik Analisa Data

Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis secara Deskriptif,

seperti berikut ini :

1. Data tes hasil hasil belajar digunakan untuk mengetahui ketuntasan

Belajar siswa atau tingkat keberhasilan belajar pada materi

Budaya Demokrasi dengan menggunakan pembelajaran Kooperatif

tipe TGT. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara individual jika

siswa tersebut mampu mencapai nilai 70.

Ketuntasan klasikal jika siswa yang memperoleh nilai 70 ini

jumlahnya sekitar 85% dari seluruh jumlah siswa dan masing – masing

di hitung dengan rumus,menurut Arikunto (2012:24) sebagai berikut:

𝐹
𝑃= 𝑥 100%
𝑁

Dimana : P = Prosentase
F = frekuensi tiap aktifitas
N = Jumlah seluruh aktifitas

51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Deskripsi kondisi Awal
1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan guru mempersiapkan tindakan berupa

rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan Metode

Pembelajaran Tipe TGT pada materi Budaya Demokrasi sub (1)

Pengertian dan Prinsip-prinsip Budaya Demokrasi. Disamping itu guru

juga membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menyusun lembar

observasi aktifitas guru dan siswa. Selanjutnya, guru membuat tes hasil

belajar. Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas, guru dan

observer mendiskusikan lembar observasi.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan awal dilaksanakan pada hari Selasa 29

september 2015 dari pukul 07.00 s.d 08.30 WIB. Kegiatan pembelajaran

yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti dan kegiatan penutup. Waktu yang dialokasikan untuk

kegiatan pendahuluan adalah 10 menit, sedangkan alokasi waktu untuk

kegiatan inti adalah 60 menit dan alokasi kegiatan penutup sebesar 20

menit.

Pada kegiatan pendahuluan, guru melakukan tiga kegiatan, yaitu

(1) menyapa dan mengecek kehadiran siswa, (2) melakukan icebreaking

berupa menyanyi, (3) menggali pengetahuan siswa dan mengaitkan

52
dengan materi pelajaran yang akan diajarkan selanjutnya. Kegiatan

icebreaking yang dilakukan guru.

Melalui kegiatan inti mendesain kegiatan agar siswa dapat

mengalami proses menemukan, menamai dan mempresentasikan. Untuk

dapat menemukan berkaitan dengan TGT, pertama-tama guru membagi

siswa dalam 7 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang

siswa.

Guru menjelaskan terlebih dahulu tentang tugas siswa, sebelum

penugasan dilakukan sehingga siswa tidak menjadi bingung. Selain itu,

selama diskusi berlangsung guru berkeliling kelompok untuk mengawasi

siswa bekerja sambil sesekali mengomentari hasil kerja siswa. Perwakilan

setiap kelompok kemudian membacakan hasil diskusi kelompok. Siswa

dari kelompok lain akan ditanyakan pendapatnya terkait jawaban

kelompok yang sedang presentasi. Jika terdapat kekeliruan, guru terlebih

dahulu meminta sesama siswa yang melakukan perbaikan.Siswa yang

hasil temuan kelompok yang benar dan mempresentasikan dengan bagus

mendapatkan pujian dari guru sedangkan siswa yang belum melakukan

dengan maksimal dimotivasi dan diberi penguatan.

Kegiatan akhir tindakan awal antara lain: (1) melakukan evaluasi

untuk mengetahui pencapaian siswa setelah dilaksanakan pembelajaran

dengan strategi TGT, (2) siswa melakukan kilas balik tentang

pembelajaran yang baru dilakukan dan (3) siswa dan guru merayakan

keberhasilan belajar dengan bertepuk tangan gembira.

53
c. Observasi

Partisipasi siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang ada

peningkatan dalam Kegiatan Pembelajaran pada tindakan awal setelah

dilakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal

ini dapat dilihat dari hasil belajar dan respons siswa terhadap

Kegiatan Pembelajaran meskipun masih ada sebagain kecil masalah

yang muncul pada saat proses Kegiatan Pembelajaran berlangsung.

Dengan adanya masalah yang terjadi pada tindakan awal, maka kami

bersama pengamat merefleksikan masalah tersebut agar mampu

diperbaiki pada tindakan awal dengan harapan semua siswa mampu

meningkatkan hasil belajarnya.

Partisipasi siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang dalam

kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini

terlihat dari hasil belajar siswa pada tindakan awal. Hasil belajar

siswa pada tindakan awal dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dari 35 siswa terdapat 15 siswa atau 42,9% yang

tuntas dan yang tidak tuntas ada 20 Siswa atau 57,1% yang tidak

tuntas. Data dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel.5 hasil ulangan harian kondisi awal

No. Nama Siswa Budaya Demokrasi

kondisi Tuntas Tidak Tuntas

awal

1 Agustina E.I 70 V

54
2 Alan Nuari Daak 60 V

3 Amelia Nazemi 65 V

4 Andricka Hinrayani 70 V

5 Anjuani 60 V

6 Bedsciana Oldams 65 V

7 Debora Vrikanela 65 V

8 Devita Sari 84 V

9 Eriko Pratama 60 V

10 Gustinawati 70 V

11 Helen Novri Yanti 65 V

12 Hendri Yamo 65 V

13 Jaya Satria 84 V

14 Kacici 60 V

15 Lili Fatmawati 84 V

16 Mahdalena 60 V

17 Margareta Rahuni 70 V

18 Najah 60 V

19 Nia Fransiska 65 V

20 Nona Kretiana 70 V

21 Nopiasari 65 V

22 nur Afni octaviani 80 V

23 Nurul Nawang Sari 65 V

55
24 Pangki Oriani Saputra 65 V

25 Petriyani 65 V

26 Pino Adam Saputra 70 V

27 Pipi Andriani 65 V

28 Rari Marliani 78 V

29 Reflee Leona Shandra 60 V

30 Rima Melati 65 V

31 Seni 88 V

32 Siti Kamaliah Noor 65 V

33 Tantiana 60 V

34 Ventiana 65 V

35 Winey Daya K 70 V

Jumlah 2378

Rata- Rata 67,9

Klasikal 42,9%

d. Refleksi

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan

hasil belajar pada materi Budaya Demokrasi dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT ternyata hasil yang didapat nilai rata-

rata sebesar 67,9 dan ketuntasan klasikal sebesar 42,9%. Hal ini masih

jauh dari harapan. Oleh karena itu refleksi yang dikemukakan akan

56
difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa pada materi Budaya

Demokrasi.

Pada kondisi awal terdapat kekurangan pemahaman siswa pada materi

bahan Budaya Demokrasi. Menurut pengamat, ada beberapa hal yang

menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, siswa tidak fokus pada pengisian

LKS sehingga ada bagian tertentu dari isi LKS yang tidak terisi dengan

sempurna. Kedua, siswa banyak melakukan hal–hal di luar konteks

pembelajaran, seperti bermain dengan teman sekolompoknya. Ketiga,

diantara satu atau dua kelompok tidak mampu menjawab dengan baik

pertanyaan yang diberikan guru pada saat evaluasi di akhir pelajaran.

Dari temuan kekurangan tersebut maka peneliti membuat strategi

baru untuk mengurangi penyebab kekurangan pemahaman siswa tersebut

di atas, selanjutnyaakan diterapkan pada siklus I. Untuk masalah yang

pertama peneliti menugaskan tiga orang siswa pada setiap kelompok

untuk menulis hasil kegiatan agar semua LKS terisi semua. Dengan cara

demikian maka data yang terkumpul menjadi lengkap sehingga siswa

lebih memahami materi pengelompokan baru, agar mengurangi siswa

yang saling bermain dengan temannya. Sedangkan masalah yang ketiga,

peneliti memberikan penjelasan lebih detail tentang materi Budaya

Demokrasi khususnya untuk pertanyaan yang sulit atau tidak mampu

dijawab oleh kelompok dalam diskusi. Disamping itu untuk masalah yang

ketiga ini penjelasannya dibantu oleh pengamat.

4.1.2 Deskripsi hasil siklus 1

57
1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan guru mempersiapkan tindakan berupa

rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan Metode

Pembelajaran Tipe TGT dengan materi Budaya Demokrasi sub (2)

Masyarakat Madani. Disamping itu guru juga membuat Lembar Kerja

Siswa (LKS) dan menyusun lembar observasi aktifitas guru dan siswa.

Selanjutnya, guru membuat tes hasil belajar. Sebelum pelaksanaan

tindakan dilakukan di kelas, guru dan observer mendiskusikan lembar

observasi.

e. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Selasa 13

Oktober 2015 dari pukul 07.00 s.d 08.30 WIB. Kegiatan pembelajaran

yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti dan kegiatan penutup. Waktu yang dialokasikan untuk

kegiatan pendahuluan adalah 10 menit, sedangkan alokasi waktu untuk

kegiatan inti adalah 60 menit dan alokasi kegiatan penutup sebesar 20

menit.

Pada kegiatan pendahuluan, guru melakukan tiga kegiatan, yaitu

(1) menyapa dan mengecek kehadiran siswa, (2) melakukan icebreaking

berupa menyanyi, (3) menggali pengetahuan siswa dan mengaitkan

dengan materi pelajaran yang akan diajarkan selanjutnya. Kegiatan

icebreaking yang dilakukan guru.

58
Melalui kegiatan inti mendesain kegiatan agar siswa dapat

mengalami proses menemukan, menamai dan mempresentasikan. Untuk

dapat menemukan berkaitan dengan TGT, pertama-tama guru membagi

siswa dalam 7 kelompok dan setiapkelompok terdiri dari 4-6 orang siswa.

Guru menjelaskan terlebih dahulu tentang tugas siswa, sebelum

penugasan dilakukan sehingga siswa tidak menjadi bingung. Selain itu,

selama diskusi berlangsung guru berkeliling kelompok untuk mengawasi

siswa bekerja sambil sesekali mengomentari hasil kerja siswa. Perwakilan

setiap kelompok kemudian membacakan hasil diskusi kelompok. Siswa

dari kelompok lain akan ditanyakan pendapatnya terkait jawaban

kelompok yang sedang presentasi. Jika terdapat kekeliruan, guru terlebih

dahulu meminta sesama siswa yang melakukan perbaikan.Siswa yang

hasil temuan kelompok yang benar dan mempresentasikan dengan bagus

mendapatkan pujian dari guru sedangkan siswa yang belum melakukan

dengan maksimal dimotivasi dan diberi penguatan.

Kegiatan akhir siklus I antara lain: (1) melakukan evaluasi untuk

mengetahui pencapaian siswa setelah dilaksanakan pembelajaran dengan

strategi TGT, (2) siswa melakukan kilas balik tentang pembelajaran yang

baru dilakukan dan (3) siswa dan guru merayakan keberhasilan belajar

dengan bertepuk tangan gembira.

f. Observasi

1) Hasil Belajar Siswa

59
Partisipasi siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang ada

peningkatan dalam Kegiatan Pembelajaran pada siklus 1 setelah

dilakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal

ini dapat dilihat dari hasil belajar dan respons siswa terhadap

Kegiatan Pembelajaran meskipun masih ada sebagain kecil masalah

yang muncul pada saat proses Kegiatan Pembelajaran berlangsung.

Dengan adanya masalah yang terjadi pada siklus I, maka kami

bersama pengamat merefleksikan masalah tersebut agar mampu

diperbaiki pada siklus II dengan harapan semua siswa mampu

meningkatkan hasil belajarnya.

Partisipasi siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang dalam

kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini

terlihat dari hasil belajar siswa pada siklus I. Hasil belajar siswa pada

siklus I dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

ada sejulah 35 siswa terdapat 30 siswa atau 85,7% yang tuntas dan

yang tidak tuntas ada Siswa atau 14,3% yang tidak tuntas. Data dapat

dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel.6 hasil ulangan harian siklus I

No. Nama Siswa Budaya Demokrasi

Siklus I Tuntas Tidak Tuntas

1 Agustina E.I 90 V V

2 Alan Nuari Daak 65 V

3 Amelia Nazemi 80 V

60
4 Andricka Hinrayani 90 V

5 Anjuani 65 V

6 Bedsciana Oldams 80 V

7 Debora Vrikanela 80 V

8 Devita Sari 100 V

9 Eriko Pratama 65 V

10 Gustinawati 100 V

11 Helen Novri Yanti 80 V

12 Hendri Yamo 80 V

13 Jaya Satria 90 V

14 Kacici 65 V

15 Lili Fatmawati 100 V

16 Mahdalena 65 V

17 Margareta Rahuni 80 V

18 Najah 70 V V

19 Nia Fransiska 80 V

20 Nona Kretiana 80 V

21 Nopiasari 80 V

22 nur Afni octaviani 100 V

23 Nurul Nawang Sari 80 V

24 Pangki Oriani Saputra 90 V

25 Petriyani 80 V

61
26 Pino Adam Saputra 80 V

27 Pipi Andriani 80 V V

28 Rari Marliani 100 V

29 Reflee Leona Shandra 70 V

30 Rima Melati 70 V

31 Seni 100 V

32 Siti Kamaliah Noor 70 V

33 Tantiana 70 V

34 Ventiana 70 V

35 Winey Daya K 90 V

Jumlah 2835

Rata- Rata 81,0

Ketuntasan Klasikal 85,7%

2) Aktifitas Siswa

Hasil penelitian pengamat terhadap aktivitas siswa selama kegiatan

belajar yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada

materi pelajaran Budaya Demokrasi pada siklus 1 adalah rata–rata 3,04

berarti termasuk kategori baik. Data selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran.

Untuk mengetahui respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran

yang mereka jalani dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT digunakan angket yang diberikan kepada siswa setelah seluruh

62
proses pembelajaran selesai. Hasil angket respons siswa terhadap

pembelajaran kooperatif tipe TGT, ditunjukan pada Tabel 5 di bawah ini

yang merupakan rangkuman hasil angket respons siswa terhadap

pembelajaran kooperatif tipe TGT, ditunjukan pada tabel 5 di bawah ini

yang merupakan rangkuman hasil angket tentang tanggapan 17 siswa

teerhadap model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diterapkan

selama kegiatan pembelajaran materi Budaya Demokrasi , siswa secara

umum memberikan tanggapan yang positif selama mengikuti kegiatan

pembelajaran dengan senang, siswa juga merasa senang dengan LKS yang

digunakan, suasana kelas, maupun cara penyajian materi oleh guru, dan

model pembelajaran yang baru mereka terima, selama kegiatan

pembelajaran berlangsung siswa juga merasa senang karena bisa

mmenyatakan pendapat, dan siswa merasa memperoleh manfaat dengan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

Tabel.7 Respons siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe


TGT
No Uraian Tanggapan Siswa

. Senang Tidak Senang

F % F %

1. Bagaimana perasaan kamu selama 34 97,1 1 2,9

mengikuti kegiatan pembelajaran ini ?

Senang Tidak Senang

F % F %

63
2. Bagaimana perasaan kamu terhadap :

a. Materi pelajaran 35 100 0 0

b. Lembar kerja siswa (LKS) 33 94,3 2 5,7

c. Suasana Belajar di Kelas 34 95,4 1 2,9

d. Cara penyajian materi oleh guru 35 100 0 0

Sulit Tidak Sulit

F % F %

3. Bagaimana pendapat kamu Mengikuti 3 8,6 32 91,4

pembelajaran ini

Tidak
Bermanfaat
Bermanfaat

F % F %

4. Apakah pembelajaran ini bermanfaat bagi 35 100 0 0

kamu ?

Baru Tidak Baru

F % F %

5. Apakah pembelajran ini baru bagi kamu? 35 100 0 0

Ya Tidak

F % F %

6. Apakah kamu menginginkan pokok 34 97,2 1 2,8

bahasan yang lain menggunakan model

kooperatif tipe TGT?

Keterangan :

64
F =Frekuensi respons siswa terhadap pembelajaran
kooperatif tipe TGT
N=Jumlah: 35 orang

3) Aktifitas Guru

Data hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan

pembelajaran kooperatif tipe TGT ditunjukan pada tabel 7, bahwa

pengelolaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dalam materi pelajaran Budaya Demokrasi pada

siklus I sebesar 2.93 yang berarti termasuk kategori baik. Data dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel.8 Data Peniliaian pengelohan pembelajaran Kooperatif Tipe


TGT
Skor pengamatan
No. Aspek yang diamati
RPP I Keterangan

1. Pesiapan 3,0 Baik

2. Pelaksanaan 2,5 Baik

3. Pengelolaan Kelas 2,5 Baik

4. Suasana Kelas 3,0 Baik

Rata – Rata 2,75 Baik

Keterangan :
0 - 1,49 = kurang baik
1,5 - 2,49 = Cukup
2,5 - 3,49 = Baik
3,5 - 4,0 = Sangat Baik

g. Refleksi

65
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan

hasil belajar pada materi Budaya Demokrasi dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT. Oleh karena itu refleksi yang

dikemukakan akan difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa pada

materi Budaya Demokrasi.

Pada siklus 1 terdapat kekurangan pemahaman siswa pada materi bahan

Budaya Demokrasi. Menurut pengamat, ada beberapa hal yang

menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, siswa tidak fokus pada pengisian

LKS sehingga ada bagian tertentu dari isi LKS yang tidak terisi dengan

sempurna. Kedua, siswa banyak melakukan hal–hal di luar konteks

pembelajaran, seperti bermain dengan teman sekolompoknya. Ketiga,

diantara satu atau dua kelompok tidak mampu menjawab dengan baik

pertanyaan yang diberikan guru pada saat evaluasi di akhir pelajaran.

Dari temuan kekurangan tersebut maka peneliti membuat strategi

baru untuk mengurangi penyebab kekuangan pemahaman siswa tersebut

di atas, selanjutnyaakan diterapkan pada siklus II. Untuk masalah yang

pertama peneliti menugaskan tiga orang siswa pada setiap kelompok

untuk menulis hasil kegiatan agar semua LKS terisi semua. Dengan

carademikian maka data yang terkumpul menjadi lengkap sehingga siswa

lebih memahami materi pengelompokan baru, agar mengurangi siswa

yang saling bermain dengan temannya. Sedangkan masalah yang ketiga,

peneliti memberikan penjelasan lebih detail tentang materi Budaya

Demokrasi khususnya untuk pertanyaan yang sulit atau tidak mampu

66
dijawab oleh kelompok dalam diskusi. Disamping itu untuk masalah yang

ketiga ini penjelasannya dibantu oleh pengamat.

3. Deskripsi data siklus II

1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan guru mempersiapkan tindakan berupa

rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan Metode

Pembelajaran Tipe TGT dengan memperbaiki kekurangan pada siklus I

pada materi Budaya Demokrasi sub (3) Demokrasi di Indonesia (4)

Perilaku yang Mendukung Tegaknya Prinsip-prinsip Demokrasi.

Disamping itu guru juga membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dan

menyusun lembar observasi aktifitas guru dan siswa. Selanjutnya, guru

membuat tes hasil belajar.Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan di

kelas, guru dan observer mendiskusikan lembar observasi.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Selasa 6

Oktober 2015 dari pukul 07.00 s.d 08.30 WIB.Kegiatan pembelajaran

yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti dan kegiatan penutup.Waktu yang dialokasikan untuk

kegiatan pendahuluan adalah 10 menit, sedangkan alokasi waktu untuk

kegiatan inti adalah 60 menit dan alokasi kegiatan penutup sebesar 20

menit.

Pada kegiatan pendahuluan, guru melakukan tiga kegiatan, yaitu

(1) menyapa dan mengecek kehadiran siswa, (2) melakukan icebreaking

67
berupa menyanyi, (3)menggali pengetahuan siswa dan mengaitkan

dengan materi pelajaran yang akan diajarkan selanjutnya. Kegiatan

icebreaking yang dilakukan guru.

Melalui kegiatan inti mendesain kegiatan agar siswa dapat

mengalami proses menemukan, menamai dan mempresentasikan. Untuk

dapat menemukan berkaitan dengan TGT, pertama-tama guru membagi

siswa dalam 7 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang

siswa.

Guru menjelaskan terlebih dahulu tentang tugas siswa, sebelum

penugasan dilakukan sehingga siswa tidak menjadi bingung. Selain itu,

selama diskusi berlangsung guru berkeliling kelompok untuk mengawasi

siswa bekerja sambil sesekali mengomentari hasil kerja siswa.Perwakilan

setiap kelompok kemudian membacakan hasil diskusi kelompok. Siswa

dari kelompok lain akan ditanyakan pendapatnya terkait jawaban

kelompok yang sedang presentasi. Jika terdapat kekeliruan, guru terlebih

dahulu meminta sesama siswa yang melakukan perbaikan.Siswa yang

hasil temuan kelompok yang benar dan mempresentasikan dengan bagus

mendapatkan pujian dari guru sedangkan siswa yang belum melakukan

dengan maksimal dimotivasi dan diberi penguatan.

Kegiatan akhir siklus II antara lain: (1)melakukan evaluasi untuk

mengetahui pencapaian siswa setelah dilaksanakan pembelajaran dengan

strategi TGT, (2) siswa melakukan kilas balik tentang pembelajaran yang

68
baru dilakukan dan (3)siswa dan guru merayakan keberhasilan belajar

dengan bertepuk tangan gembira.

a. Observasi

1) Hasil Belajar Siswa

Partisipasi siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang ada

peningkatan dalam Kegiatan Pembelajaran pada siklus II setelah

dilakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal

ini dapat dilihat dari hasil belajar dan respons siswa terhadap

Kegiatan Pembelajaran meskipun masih ada sebagain kecil masalah

yang muncul pada saat proses Kegiatan Pembelajaran berlangsung.

Partisipasi siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang dalam

kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini

terlihat dari hasil belajar siswa pada siklus II. Hasil belajar siswa pada

siklus II dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

sebanyak 30 siswa atau 85,7% yang tuntas dan yang tidak tuntas ada

5 Siswa atau 14,3% yang tidak tuntas dan nilai rata-rata sebesar 81,0.

Data dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel.9 Hasil ulangan harian pada siklus II

No. Nama Siswa Budaya Demokrasi

Siklus I Tuntas Tidak Tuntas

1 Agustina E.I 90 V

2 Alan Nuari Daak 65 V

3 Amelia Nazemi 80 V

69
4 Andricka Hinrayani 90 V

5 Anjuani 65 V

6 Bedsciana Oldams 80 V

7 Debora Vrikanela 80 V

8 Devita Sari 100 V

9 Eriko Pratama 65 V

10 Gustinawati 100 V

11 Helen Novri Yanti 80 V

12 Hendri Yamo 80 V

13 Jaya Satria 90 V

14 Kacici 65 V

15 Lili Fatmawati 100 V

16 Mahdalena 65 V

17 Margareta Rahuni 80 V

18 Najah 70 V

19 Nia Fransiska 80 V

20 Nona Kretiana 80 V

21 Nopiasari 80 V

22 nur Afni octaviani 100 V

23 Nurul Nawang Sari 80 V

24 Pangki Oriani S. 90 V

25 Petriyani 80 V

70
26 Pino Adam Saputra 80 V

27 Pipi Andriani 80 V

28 Rari Marliani 100 V

29 Reflee Leona S. 70 V

30 Rima Melati 70 V

31 Seni 100 V

32 Siti Kamaliah Noor 70 V

33 Tantiana 70 V

34 Ventiana 70 V

35 Winey Daya K 90 V

Jumlah 2835

Nilai Rata- Rata 81,0

Ketuntasan Klasikal 85,7%

2) Aktifitas Siswa

Hasil penelitian pengamat terhadap aktivitas siswa selama kegiatan belajar

yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi pelajaran

Budaya Demokrasi pada siklus 1 adalah rata – rata 3,04 berarti termasuk kategori

baik. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran .

Untuk mengetahui respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang mereka

jalani dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT digunakan

angket yang diberikan kepada siswa setelah seluruh proses pembelajaran selesai.

Hasil angket respons siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TGT,

71
ditunjukan pada Tabel 9 di bawah ini yang merupakan rangkuman hasil angket

respons siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TGT, ditunjukan pada tabel 9

di bawah ini yang merupakan rangkuman hasil angket tentang tanggapan 17 siswa

teerhadap model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diterapkan selama

kegiatan pembelajaran materi Budaya Demokrasi, siswa secara umum

memberikan tanggapan yang positif selama mengikuti kegiatan pembelajaran

dengan senang, siswa juga merasa senang dengan LKS yang digunakan, suasana

kelas, maupun cara penyajian materi oleh guru, dan model pembelajaran yang

baru mereka terima, selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa juga merasa

senang karena bisa mmenyatakan pendapat, dan siswa merasa memperoleh

manfaat dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

Tabel.10 Respons siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe


TGT

No Uraian Tanggapan Siswa

. Senang Tidak Senang

F % F %

1. Bagaimana perasaan kamu selama 35 100 0 0

mengikuti kegiatan pembelajaran ini ?

Senang Tidak Senang

F % F %

2. Bagaimana perasaan kamu terhadap :

e. Materi pelajaran 35 100 0 0

f. Lembar kerja siswa (LKS) 35 100 0 0

72
g. Suasana Belajar di Kelas 35 100 0 0

h. Cara penyajian materi oleh guru 35 100 0

Sulit Tidak Sulit

F % F %

3. Bagaimana pendapat kamu Mengikuti 1 2,9 34 97,1

pembelajaran ini

Tidak
Bermanfaat
Bermanfaat

F % F %

4. Apakah pembelajaran ini bermanfaat bagi 35 100 0 0

kamu ?

Baru Tidak Baru

F % F %

5. Apakah pembelajran ini baru bagi kamu? 35 100 0 0

Ya Tidak

F % F %

6. Apakah kamu menginginkan pokok 34 97,1 1 2,9

bahasan yang lain menggunakan model

kooperatif tipe TGT?

Keterangan :

F =Frekuensi respons siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe


TGT
N = Jumlah: 35 orang

73
3) Aktifitas Guru

Data hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan

pembelajaran kooperatif tipe TGT ditunjukan pada tabel 10, bahwa

pengelolaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dalam materi pelajaran Budaya Demokrasi pada

siklus I sebesar 2.93 yang berarti termasuk kategori baik. Data dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 11. Data Peniliaian pengelohan pembelajaran Kooperatif Tipe


TGT
Skor pengamatan
No. Aspek yang diamati
RPP II Keterangan

1. Pesiapan 3,25 Baik

2. Pelaksanaan 2,75 Baik

3. Pengelolaan Kelas 2,75 Baik

4. Suasana Kelas 3,0 Baik

Rata – Rata 3,125 Baik

Keterangan :
0 - 1,49 = kurang baik
1,5 - 2,49 = Cukup
2,5 - 3,49 = Baik
3,5 - 4,0 = Sangat Baik

4) Refleksi

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan

hasil belajar pada materi Budaya Demokrasi dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT. Oleh karena itu refleksi yang

74
dikemukakan akan difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa pada

materi Budaya Demokrasi.

Pada siklus 1 terdapat kekurangan pemahaman siswa pada materi bahan

Budaya Demokrasi.Menurut pengamat, ada beberapa hal yang

menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, siswa tidak fokus pada pengisian

LKS sehingga ada bagian tertentu dari isi LKS yang tidak terisi dengan

sempurna. Kedua, siswa banyak melakukan hal – hal di luar konteks

pembelajaran, seperti bermain dengan teman sekolompoknya. Ketiga,

diantara satu atau dua kelompok tidak mampu menjawab dengan baik

pertanyaan yang diberikan guru pada saat evaluasi di akhir pelajaran.

Dari temuan kekurangan tersebut maka peneliti membuat strategi baru

untuk mengurangi penyebab kekuangan pemahaman siswa tersebut di atas,

selanjutnya akan diterapkan pada siklus II. Untuk masalah yang pertama

peneliti menugaskan tiga orang siswa pada setiap kelompok untuk menulis

hasil kegiatan agar semua LKS terisi semua. Dengan cara demikian maka

data yang terkumpul menjadi lengkap sehingga siswa lebih memahami

materi pengelompokan baru, agar mengurangi siswa yang saling bermain

dengan temannya. Sedangkan masalah yang ketiga, peneliti memberikan

penjelasan lebih detail tentang materi Budaya Demokrasi khususnya untuk

pertanyaan yang sulit atau tidak mampu dijawab oleh kelompok dalam

diskusi.Disamping itu untuk masalah yang ketiga ini penjelasannya

dibantu oleh pengamat.

75
B. Pembahasan
1. Hasil Belajar

Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar evaluasi kondisi

awal siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang untuk materi bahan

makanan dengan model pembellajaran, kooperatif tipe TGT diperoleh nilai

rata–rata kondisi awal sebesar 67,9 dengan nilai tertinggi adalah 88

terdapat 1 orang dan nilai terendah adalah 60 terdapat 7 orang dengan

ketentusan belajar 42,9% dan yang tidak tuntas 57,1%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar siswa Kelas X

SMKN 2 Tamiang Layang pada siklus 1 untuk materi bahan makanan

dengan model pembelajaran, kooperatif tipe TGT diperoleh nilai rata–rata

siklus 1 sebesar 72,1 dengan nilai tertinggi adalah 100 terdapat 1 orang

dan nilai terendah adalah 60 terdapat 6 orang dengan ketentusan belajar

71,4% dan yang tidak tuntas 28,6%.

Sedangkan pada siklus II untuk materi Mengenal Nama-nama

Rasul yang menerima Kitab Allah diperoleh nilai rata–rata siklus II

sebesar 81 dengan nilai tertinggi adalah 100 terdapat 6 orang dan nilai

terendah adalah 60 terdapat 5 orang dengan ketuntasan belajar 85,7% dan

yang tidak tuntas 14,3%. Siswa yang tidak tuntas baik pada siklus I

maupun pada siklus II adalah siswa yang sama, ini disebabkan siswa

tersebut pada dasarnya tidak ada niat untuk belajar dan sering tidak masuk

sekolah.

76
Berdasarkan data hasil belajar siswa dari siklus I dan siklus II

menunjukan adanya peningkatan hasil belajar siswa Kelas X SMKN 2

Tamiang Layang tahun pelajaran 2015/2016 menunjukan peningkatan

hasil belajar siswa pada materi yang sama yaitu Budaya Demokrasi. Hal

ini disebabkan pada siklus I dan siklus II 2015/2016 Sudah menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

2. Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang

menerapkan model pembelajaran tipe TGT pada materi Budaya Demokrasi

menurut penilaian pengamat termasuk kategori baik semua aspek aktivitas

siswa. Adapun aktivitas siswa yang dinilai oleh pengamat adalah aspek

aktivitas siswa: mendengar dan memperhatikan penjelasan guru, kerja sama

dalam kelommpok, bekerja dengan menggunakan alat peraga, keaktifan siswa

dalam diskusi, memperesentasikan hasil diskusi, menyimpulkan materi, dan

kemampuan siswa menjawab pertanyaan dari guru.

Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan aktivitas siswa yang

paling dominan dilakukan yaitu bekerja sama mengerjakan LKS dan

berdiskusi. Hal ini menunjukan bahwa siswa saling bekerja sama dan

bertanggung jawab untuk mendapatkan hasil yang baik. Hal ini sesuai dengan

pendapat santoso (dalam anam, 2010:40) yang menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif mendorong siswa dalam kelompok belajar, bekerja

dan bertanggung jawab dengan sungguh–sungguh sampai selesainya tugas–

tugas individu dan kelompok.

77
3. Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Kemampuan guru dalam pengelolaan model pembelajaran kooperatif tipe

TGT menurut hasil penilaian pengamat termasuk kategori baik untuk semua

aspek. Berarti secara keseluruhan guru telah memiliki kemampuan yang baik

dalam mengelola model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi

Budaya Demokrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim (2000), bahwa

guru berperan penting dalam mengelola kegiatan mengajar, yang berarti guru

harus kreatif dan inovatif dalam merancang suatu kegiatan pembelajaran di

kelas, sehingga minat dan motivasi siswa dalam belajar dapat ditingkatkan.

Pendapat lain yang mendukung adalah piter (dalam Nur dan Wikandari 1998).

Kemampuan seorang guru sangat penting dalam pengelolaan pembelajaran

sehingga kegiatan pembelajaran dapat berlangsung efektif dan efisien.

4.Respons siswa Terhadap model pembelajaran kooperatif tipe TGT

Berdasarkan hasil angket respons siswa terhadap model pembelajran

kooperatif tipe TGT yang diterapkan oleh peneliti menunjukan bahwa siswa

merasa senang terhadap materi pelajaran. LKS, suasana belajar dan cara

penyajian materi oleh guru. Menurut siswa, dengan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT mereka lebih mudah memahami materi pelajaran interaksi

antara guru dengan siswa dan interaksi antar siswa tercipta semakin baik

dengan adanya diskusi, sedangkan ketidak senangan siswa teerhadap model

pembelajran kooperatif tipe TGT disebabkan suasana belajar dikelas yang agak

ribut.

78
Seluruh siswa (100%) berpendapat baru mengikuti pembelajran dengan

model kooperatif tipe TGT.Siswa merasa senang apalagi pokok bahasan

selanjutnya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, dan siswa

merasa bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT bermanfaat bagi

mereka, karena mereka dapat saling bertukar pikiran dan materi pelajaraan

yang didapat mudah diingat. Hal ini sesuai dengan pendapat rejeki (2000) yang

mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan tindakan

pemecahan yang dilakukan karena dapat meningkatkan kemajuan belajar sikap

siswa yang lebih positif, menambah motivasi dan percaya diri sera menambah

rasa senang siswa terhadap pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

79
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatiftipe TGT, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

Pembelajaran Kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar pada

Materi Budaya Demokrasi Siswa Kelas X SMKN 2 Tamiang Layang.

5.2 Saran

Berdasarkan pengalaman dalam menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT, maka peneliti dapat memberikan saran–saran, yaitu:

1) Kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan yang mengalami kesulitan

yang dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai

solusinya.

2) Kepada guru–guru yang ingin menerapkan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT disarankan untuk membentuk kelompok–kelompok baru jika

banyak siswa yang bermain pada saat belajar.

80
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1997.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara

Depdiknas. 2003.UU RI No.20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional.


Jakarta: Depdiknas

--------------. 2004. Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas

--------------.2005. PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.


Jakarta: Depdiknas

-------------. 2007. Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.


Jakarta: Depdiknas

-------------. 1999. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang


Pendidikan. Jakarta: Depdikbud

Ibrahim, M. 2005. Pembelajaran Kooperatif. UNESA: University Press.

Hulu, yuprieli. Dkk. 2011. Suluh siswa 1: Berkarya dalam Kristus. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.

Kemdiknas.2011.Membimbing Guru dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:


Kemdiknas

-------------. 2011. Paikem Pembelajaran Aktif Inovatif


Kreatif Efektif dan Menyenangkan. Jakarta: Kemdiknas

Ngalim, Purwanto. 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:PT


Remaja Rosda Karya

Ngalim, Purwanto. 2003. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.


Bandung:PT Remaja Rosda Karya

Sudjana, Nana. 1989. Tujuan Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Suyatno. 2009. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT. Surakarta: Tiga


Serangkai

81
PEDOMAN OBSERVASI GURU

1. Nama Sekolah : .........................................................................................................


2. Nama Guru : .........................................................................................................
3. Mata Pelajaran : .........................................................................................................
4. Kelas / Semester : .........................................................................................................
5. Hari / Tanggal : .........................................................................................................
YA / ADA
Tidak
No Uraian Kegiatan Kurang Nilai Catatan
Baik ada
baik
1 2 3 4 5 6 7
1 PERSIAPAN
a. Silabus
b. Program / Rencana Pembelajaran Semester
c. Buku nilai : yang memuat nilai ulangan harian, ujian blok,
ujian remedi, nilai tugas-tugas lainnya
2 KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. PENDAHULUAN
a. Pretest/persepsi
b. Motivasi siswa/mengecek kesiapan siswa
c. Memberitahukan topik pembelajaran : SK/KD
B. KEGIATAN POKOK
a. Penyiapan Kartu soal sesuai Materi Pelajaran
b. Penyiapan Kartu Jawaban secara acak
c. Penyajian materi
2. - Pengelompokkan siswa
- Pembagian kartu soal dan kartu jawaban
-Siswa mengerjakan soal secara kelompok
-Siswa mencari jawaban yang cocok dengan cara
memasangkan pada kartu soal
-Siswa mencatat jawaban pada buku catatan
C. PENUTUPAN
a. Post Test
b. Membuat rangkuman / kesimpulan
c. Memberikan tugas / Pekerjaan Rumah (PR)
Jumlah
Rata – rata

Kesimpulan :........................................................................................................................................
Saran / Pembinaan :.........................................................................................................................................
Pengamat/Observer,

.....................................

82
PEDOMAN OBSERVASI SISWA
Hari/Tanggal :……………………………..
Kelas :……………………………..
Materi :……………………………..
Nama Guru :……………………………..
NO ASPEK PENGAMATAN KOMENTAR KET
1 Memperhatikan penjelasan Guru
2 Mempelajari LKS dengan sungguh-
sungguh
3 Melakukan kegiatan sesuai LKS
4 Mencatat hasil kegiatan sesuai LKS

5 Diskusi kelompok tentang hasil


kegiatan
6 Menyusun hasil kegiatan
7 Mempresentasikan hasil kegiatan
kelompok
8 Menghargai gagasan teman
9 MenyamPendidikan
Kewarganegaraankan gagasan pada
kelompok
10 Mengambil keputusan/ kesimpulan
kelompok
11 Member tanggapan pada kelompok
lain
12 Bertanggung jawab dan disiplin kerja
13 Memcatat hasil kesimpulan

Pengamat,

………………..………

83
RESPONDEN SISWA
Nama Siswa :…………………………..
Kelas :…………………………..
Hari/Tanggal :…………………………..
NO URAIAN YA TIDAK KET
1 Apakah kamu merasa senang selama mengikuti kegiatan

pembelajaran ini ?

2 Apakah kamu merasa senang terhadap Materi pelajaran?

3 Apakah kamu merasa senang menggunakan Lembar kerja

siswa (LKS)?

4 Apakah kamu merasa senang Suasana Belajar di Kelas ini?

5 Apakah kamu merasa senang Cara penyajian materi oleh

guru?

6 Apakah kamu merasa sulit Mengikuti pembelajaran ini?

7 Apakah pembelajaran ini bermanfaat bagi kamu ?

8 Apakah pembelajran ini baru bagi kamu?

9 Apakah kamu menginginkan pokok bahasan yang lain

menggunakan model kooperatif tipe TGT?

JUMLAH

Responden,

……………………………….

84

Anda mungkin juga menyukai