Anda di halaman 1dari 2

Nama : Yudha Pratama Putra

Npm : 2071020028

FENOMENA MUDIK DI ERA PANDEMI

Pemerintah melarang aktivitas mudik lebaran tahun 2021. Kebijakan itu


diambil menyusul lonjakan kasus kenaikan karena Covid-19.  Kebijakan tersebut akan sulit
untuk diterapkan. Sebab, mudik sudah menjadi ciri khas pola hubungan antara kota dan desa
terkait ekonomi dan budaya. Aktivitas mudik sudah tertanam pada pelaku urbanisasi atau orang
yang merantau ke kota. Dengan kata lain, dorongan orang untuk melakukan urbanisasi selalu
diikuti oleh tarikan untuk pulang. Motif seseorang untuk merantau ke kota adalah untuk mencari
penghidupan yang lebih baik di desa kelak.  Para perantau akan mencari berbagai cara agar bisa
pulang ke kampung halamannya. Meskipun, pemerintah sudah mengeluarkan ancaman sanksi
bagi yang melanggar peraturan tersebut. Potensi mudik 'kucing-kucingan' akan terjadi.
Pemerintah bisa melarang dan mengawasi sistem transportasi publik seperti kapal dan
mobil-mobil besar, tapi banyak orang mudik naik motor. Selain itu, faktor lain yang akan
memengaruhi sulitnya pelarangan mudik direalisasikan adalah banyaknya kebijakan kontradiktif
yang dikeluarkan oleh pemerintah selama pandemi. Kebijakan-kebijakan tersebut adalah
pembukaan pusat perbelanjaan (mall), bioskop, acara-acara musik dan masih banyak lagi.
Dalam perspektif hukum, pencegahan dan penindakan yang dilakukan di bidang hukum
dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan hukum yang berupa
keputusan atau peraturan. Baik kebijakan yang berupa keputusan maupun peraturan dapat
dijadikan sebagai sarana untuk merekayasa perubahan sekaligus kontrol sosial, seperti kata
Roscoe Pound bahwa law is a tool of social engineering and law is a tool of social control.
Hukum yang berupa keputusan dan peraturan dapat menjadi sarana untuk melakukan
kontrol sosial. Dalam konteks mudik, maka dibutuhkan regulasi yang komprehensif untuk
mengendalikan warga dari aktivitas serta mobilitas tahunan yang sudah menjadi tradisi.
Tujuannya agar angka positif Covid-19 tidak naik dan warga aman dari penyakit.
Jika melihat pengalaman tahun lalu, mudik tahun 2020 juga resmi dilarang. Hal ini
tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian
Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan
Penyebaran Covid-19.
Saat itu Permenhub 25/2020 hanya berlaku terhadap daerah yang memberlakukan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan aglomerasi yang telah ditetapkan sebagai wilayah
PSBB seperti DKI Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek). Adapun terhadap daerah
lain yang tidak menerapkan PSBB, dipertimbangkan untuk membatasi kegiatan mudik jika
wilayah tersebut masuk dalam zona merah penyebaran Covid-19.
Tetapi, setelah 10 hari kebijakan larangan mudik tersebut diterapkan, polisi telah
mencegat 25.728 kendaraan yang hendak mudik. Total kendaraan yang dicegat dan diminta putar
balik itu berada di tujuh wilayah hukum Polda yang tersebar di Pulau Jawa dan Lampung.
Artinya, meski saat itu sudah terdapat regulasi melarang mudik, faktanya sebagian masyarakat
masih tetap nekat melakukannya,

Jika pemerintah akan mengambil opsi melarang lagi, publik ragu apakah larangan mudik
ini akan efektif dalam penerapannya. Di samping itu, pengendalian Covid-19 upayanya banyak
dan tidak sebatas pada larangan mudik. Apakah pemerintah boleh melarang warga negara untuk
melakukan aktivitas mudik yang sudah menjadi tradisi?
Dalam persoalan mudik, pemerintah lebih baik dan tepat melakukan kebijakan
pembatasan terhadap aktivitas mudik itu sendiri dengan mengatur ketat mengenai protokol
kesehatan dalam transportasi darat, perkeretaapian, laut, dan udara. Tugas pemerintah
melindungi warga melalui kebijakan pengendalian Covid-19 dengan tetap melindungi,
menghormati, dan tidak melanggar hak warga negara.

Anda mungkin juga menyukai