Anda di halaman 1dari 219

PERENCANAAN PEMBANGUNAN MELALUI DANA

ALOKASI KHUSUS NON DANA REBOISASI


(Studi tentang Proses Perencanaan Pembangunan Bidang
Pertanian Di Kabupaten Kediri - Jawa Timur)

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat


Memperoleh Gelar Magister

oleh :

IMAM MALIK
NIM. 0521100044

PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


KEKHUSUSAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG,.
2006
PERENCANAAN PEMBANGUNAN MELALUI DANA
ALOKASI. KHUSUS NON DANA REBOISASI
(Studi tentang Proses Perencanaan Pembangunan Bidang
Pertanian DI Kabupaten Kediri - Jawa Timur)

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat


Memperoleh Gelar Magister

oleh :

IMAM MALIK
NIM. 0521100044

PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


KEKHUSUSAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2006
LEMBAR PENGESAHAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN MELALUI DANA


ALOKASI KHUSUS NON DANA REBOISASI
(Studi tentang Proses Perencanaan Pembangunan Bidang
Pertanian Di Kabupaten Kediri - Jawa Timur)

TESIS

Untuk Memenuhl Syarat


Memperoleh Gelar Magister

oleh :
IMAM MALIK
NIM. 0521100044

Tesis lnl telah disetujul untuk diujikan


Padatanggal 2006

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Prof. Ors. ISMANI HP.,MA Drs.SUKANTO,


MS
RINGKASAN

IMAM MALIK, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Juli 2006.


Perencanaan Pembangunan melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi (Studi
tentang Proses Perencanaan Pembangunan Bidang Pertanian di Kabupaten Kediri,
Jawa Timur). Komisi Pembimbing, Ketua: lsmani, Anggota: Sukanto.

Penelitian ini dilakukan, atas dasar pentingnya peranan bidang pertanian dalam
menyediakan bahan pangan, bahan baku industri, devisa dan tenaga kerja yang
dibutuhkan bidang lain, bidang pertanian telah menjadi pengganda pendapatan dan
pengganda tenaga kerja. Pembangunan bidang pertanian telah mengalami fase
dekonstruksi yaitu fase dime: .. 3 bidang pertanian mengalami fase pengacuhan oleh
perumus kebijakan yang berdampak pada perkembangan produksi pangan strategis
nasional yang tidak mengalami peningkatan dan cenderung mendatar. Upaya
pemerintah dalam pembangunan bidang pertanian adalah melalui bantuan OAK Non
DR Agar upaya tersebut dapat berhasil diper1ukan adanya suatu perencanaan.
Mekanisme dan koordinasi dalam proses perencanan pembangunan bidang pertanian
melalui OAK Non DR memegang peranan yang sangat penting.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menganalisis dan
mengintepretasikan proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui OAK
Non DR di Kabupaten Kediri dan kendala-kendala dalam proses perencanaan
pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri.
Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis deskriptif.
Sumber data berasal dari informan, dokumen-dokumen serta tempat dan peristiwa.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis model interaktif yaitu mereduksi
data, menyajikan data serta menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan pembangunan bidang
pertanian melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri dilaksanakan dengan
menggabungkan antara pendekatan top-down dan bottom-up planning yang
dilaksanakan melalui jalur masyarakat dan jalur pemerintah. Pengalokasian OAK Non
DR kepada daerah bersifat selektif dan masih bemuansa top-down planning. Arah
kebijakan, prioritas anggaran dan penetapan pagu anggaran ditetapkan oleh
Departemen Keuangan. Pengalokasian kegiatan bid~ng pertanian melalui OAK Non DR
lebih didominasi top-down dari pada bottom-up planning-nya, dengan berdasarkan
petunjuk teknis dari Departemen Pertanian, daerah hanya mengisi ruang-ruang yang
disediakan oleh pusat, lmplementasi kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR di
Kabupaten Kediri dilaksanakan dengan sistem kontraktual. Pelaksanaan koordinasi
proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non DR di
Kabupaten Kediri difasilitasi pemerintah melalui Musbangdes ditingkat desa, diskusi
UDKP tingkat kecamatan, dan ditingkat kabupaten melalui Rakorbang yang
dilaksanakan secara partisipatif.
Kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan bidang pertanian
melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri ditemukan adanya: (1) sistem pengalokasian
Dana Alokasi Khusus Non Dana reboisasi kurang transparan; (2) petunjuk teknis yang
kurang jelas dan kurang fleksibel; (3) sistem penerbitan Surat Penetapan Daftar Alokasi
Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi yang mencakup semua bidang; (4) belum
adanya sumber daya aparatur perencana; (5) sumber daya masyarakat masih terbatas;
(6) terbatasnya anggaran pemerintah; (7) tidak semua usulan kegiatan pembangunan
bidang pertanian yang diajukan daerah disetujui oleh pusat.
SUMMARY

IMAM MALIK, Post-Graduate Program of Brawijaya University, July 2006.


DevelopmentPla.nning Through Specific Grant Non Reforestation Fund (A Study on
Development Planning Process of the Agriculture Sector at the Kediri Regency,
East Java). Supervisor: lsmani, Co-Supervisor: Sukanto.

The research has been done based on the importance of agricultural sector in
supplying foodstuffs, rSY.J material industrial, foreign exchange and employment
that's need by other sector, agricultural sector has been income multiplier and
employmentmultiplier. The agriculturaldevelopmenthas undergone deconstruction
fase that's fase where the agriculturalsector undergoes indifferent fase by wisdom
former that has effect on national strategic food product development that doesn't
undergo improvementand tend flat. The government's efforts in agricultural sector
development thafs by Specific Grant Non Reforestation Fund assistance. In order
that efforts get successful planning is needed. Mechanism and coordination in
Development Planning Process of the Agriculture Sector through Specific Grant
Non ReforestationFund has very crucial role.
Objectives of the research are to describe, to analyze, and to interpret the
process development planning on agriculture sector through Specific Grant Non
Reforestation Fund at the Kediri Regency and the obstacles on process
development planning on agriculture sector through Specific Grant Non
ReforestationFund at the Kediri Regency.
The research uses a descriptive method and qualitative approach. Data
sources derived from informants, documents, as well as places and events.
Technique of the data analysis uses interactive model analysis by data reduction,
data presentation, and drawing a conclusion.
Result of the research shows that the development planning on agriculture
sector through Specific Grant Non ReforestationFund at the Kediri Regency which
integrate the top-down and bottom-up planning has been done through social and
local governmental lines. The allocating of Specific Grant Non Reforestation Fund
to the local government is selective and still nuance top-down planning. The
direction of policy, budget priority and the budget establishment has been set by the
Departmentof Finance.The allocating activity on agriculture sector through Specific
Grant Non Reforestation Fund is more dominated by top-down than bottom-up its
planning on base on technical guidance from Department of Agriculture, the local
government only fill the field that's available by the central government. The activity
implementationagriculturesector through Specific Grant Non Reforestation Fund at
the Kediri Regency is done with contractual system. Coordination application on
process development planning on agriculture sector through Specific Grant Non
Reforestation Fund at the Kediri Regency is facilitated by government through
musbangdesforum at the village level, discussion UDKP at the district level, and in
the regency it's done participativethrough rakorbang
The obstacles on development planning process agriculture sector through
Specific Grant Non Reforestation Fund at. the Kediri Regency, we find some such
as: (1) allocating system Specific Grant Non Reforestation Fund is not transparent;
(2) technical guidance that's less flexible and clear; (3) publishing system allocation
list determining letter of Specific Grant Non Reforestation Fund that includes all
field; (4) unavailable planner apparatus resources; (5) limited society resources; (6)
limited government budget; (7) not all activities proposal for development
agriculture sector that's proposed by the region is agreed by central government.

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul "Perencanaan Pembangunanmelalui Dana Alokasi Khusus
Non Dana Reboisasi (Studi tentang Proses PerencanaanPembangunan Bidang
Pertanian di Kabupaten Kediri, Jawa Timur)".
Dalam tesis ini, disajikan pokok-pokokbahasan yang meliputi mekanisme
perencanaan, mekanisme pengalokasian, dan koordinasi serta kendala-kendala
dalam proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana
Alokasi Khusus Non Dana Reboisasidi KabupatenKediri.
Dalam kesempatan ini, penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih
serta penghargaanyang setinggi-tingginyakepada:
1. Prof. Dr. Djanggan Sargowo, dr.,SpPD.,SpJP(K) selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya.
2. Prof. Dr. H.R. Riyadi Soeprapto, MS selaku Ketua Program Studi llmu
Administrasi Publik, beserta para dosen pengajar Program Studi llmu
Administrasi Publik kekhususanPerencanaanPembangunanDaerah;
3. Prof. Ors. lsmani HP., MA., selaku ketua komisi pembimbing, yang telah
meluangkan waktu dan memberikanbimbingandan arahan dalam penulisan
tesis ini;
4. Ors. Sukanto, MS., selaku anggota komisi pembimbing, yang dengan tekun
dan sabar memberikan bimbingandalam penulisantesis ini;
5. Bupati Kediri yang telah memberikan izin belajar kepada penulis untuk
mengikuti Program Pascasarjanadi UniversitasBrawijayaMalang;
6. Kepala BAPPEDA Kabupaten Kediri dan seluruh staf bidang fispra yang telah
banyak memberikan dukungan moril maupun materiil kepada penulis,
sehingga penulis dapat melaksanakantugas belajar ini dengan baik;
7. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri dan seluruh staf
yang telah banyak memberikanbantuan dalam penelitiandi lingkungan Dinas
Pertanian Tanaman Pangan KabupatenKediri;
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam memperlancar semua
kegiatan dalam upaya menyusuntesis ini,

iii
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Wiwin
Mindarti, istriku, serta kedua anakku Rozan Fikri dan Sasi Kirana Zahrani, atas
segala dukungan dan pengertiannya kepada penulis untuk mengikuti kuliah di
Program Pascasarjana ini. Juga kepada orang tua penulis, yang telah
memberikan doa restu dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini.
Semoga penulisan tesis ini dapat bennanfaat dan rnenambah wawasan
bagi kita semua.

Malang, Juli 2006

Penulis

IV
DAFTAR ISi

RINGKASAN i

SUMMARY ii

KATA PENGANTAR. iii

DAFT AR ISi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. v

DAFT AR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR. vii

BABl.PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 13
1.3 Tujuan Penelitian 14
1.4 Manfaat Penelitian 14

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perencanaan Pembangunan 15
2.1.1 Pengertian Perencanaan 15
2.1.2 Pengertian Pembangunan 19
2.1.3 Perencanaan Pembangunan 21
2.1.4 Proses Perencanaan Pembangunan 25
2.1.5 Model-Model Perencanaan Pembangunan 29
2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah 39
2.3 Perencanaan Pembangunan Pertaniari 48
2.4 Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi 52
2.5 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu 54

BAB Ill. METODE PENELITIAN


3.1 Jen is Penelitian 57
3.2 Fokus Penelitian 59
3.3 Lokasi dan Situs Penelitian 61
3.4 Sumber Data dan Jen is Data 63
3.4.1 Sumber Data 63
3.4.1 Jenis Data , 65
3.5 lnstrumen Penelitian 66
3.6 Teknik Pengumpulan Data 67
3. 7 Analisis Data 70
3.8 Keabsahan Data 73

v
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penehtian 76
4.1.1. Gamba ran Umum Kabupaten Kediri 76
4.1.2. Mekanisme Perencanaan Bidang Pertanian
Melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri 99
4.1.3 Mekanisme Pengalokasian OAK Non DR
Bidang Pertanian di Kabupaten Kediri 113
4.1.4 Mekanisme Pengalokasian Kegiatan Bidang
Pertanian Melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri . 116
4.1.5 lmplementasi Kegiatan Bidang Pertanian
Melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri 132
4.1.6 Koordinasi Dalam Perencanaan Pembangunan
Bidang Pertanian Melalui OAK Non DR 137
4.1. 7 Kendala-Kendala Dalam Proses Perencanaan
Pembangunan Bidang Pertanian
Melalui OAK Non DR 153
4.2. Pembahasan 157
4.2.1. Mekanisme Perencanaan Bidang Pertanian
Melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi... .157
4.2.2 Pengalokasian Dana Alokasi Khusus Non Dana
Bidang Pertanian di Kabupaten Kediri 167
4.2.3 Mekanisme Pengalokasian·Kegiatan Bidang
Pertanian Melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri . 171
4.2.4 lmplementasi Kegiatan Bidang Pertanian
Melalui OAK Non DR d1 Kabupaten Kediri 17 4
4.2.5 Koordinasi Dalam Perencanaan Pembangunan
Bidang Pertanian Melalui Dana Alokasi Khusus
Non Dana Reboisasi 177
4.2.6 Kendala-Kendala Dalam Proses Perencanaan
Pembangunan Bidang Pertanian
Melalui OAK Non DR 182
4.2.7 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu 191

BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan 197
5.2. Saran 201

DAFT AR PUST AKA 205

vi
DAFT AR TABEL

No Judul Hal

1 Perkembangan Produksi Beberapa Jenis Pangan Strategis 10


di Indonesia
2 Perkembangan Produksi Beberapa Jenis Pangan Strategis 12
di Kabupaten Kediri
3 Jumlah Penduduk Kabupaten Kediri Menurut Kelompok Umur dan 80
Jenis Kelamin, Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000.
4 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2004 81

5 Banyaknya Rumah Tangga, Rumah Tangga Pertanian, Rumah 82


Tangga Pertanian Pengguna Lahan, dan Rumah Tangga Petani
Gurem Hasil Sensus Pertanian 2003
6 Jumlah Pegawai Bappeda 87
Kabupaten Kediri Berdasarkan Pendidikan
7 Jumlah Pegawai Bappeda Berdasarkan Golongan 87

8 Jumlah Pegawai Bappeda Yang Telah Mengikuti Diklat Struktural 88

9 Jumlah Jabatan Menurut Eselon Di Bappeda Kabupaten Kediri 88

10 Jumlah Pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan 94


Kabupaten Kediri Berdasarkan Pendidikan
11 Jumlah Pegawai DIPERTA Berdasarkan Golongan 94
12 Jumlah Pegawai DIPERTA Yang Telah Mengikuti Diklat Struktural 95

13 Jumlah Jabatan Menurut Eselon Di Lingkungan 95


Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri
14 Alokasi Kegiatan Bidang Pertanian Melalui OAK Non DR 129
Di Kabupaten Kediri Tahun Anggaran 2005
15 Daftar Pembahas Bidang Ekonomi dalam-Rakorbang Kabupaten 148
Kediri Tahun 2004
16 Perbandingan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Saat lni 195

vii
DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1 Model lnteraktifAnalisisData 72

2 PetaWilayahKabupatenKediri 79

3 MekanismePerencanaanPembangunanBidang Pertanian 112


Melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di
KabupatenKediri

4 Mekanisme Pengalokasiandan Pencairan OAK Non DR 128


BidangPertanian

5 Hasil PembangunanLantai Jemur Ill di Desa Klepek Kee. 136


Kunjang

6 Hasil PembangunanScreen House di Desa Sumberagung 136


Kee. Plosoklaten

7 HasilPengadaanAlat-alatMesinPertanian(PowerThresher) 137

8 KegiatanpelaksanaanRakorbangKabupatenKediri 149
Tahun2004

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintahan negara Indonesia

dibentuk untuk rnelindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejahteraanumum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

dan ikut rnelaksanakan ketertiban dunia. Sebagai bangsa yang telah merdeka

lebih dari 60 tahun yang lalu adalah berkewajiban menjaga kemerdekaan serta

mengisinya dengan pembangunan nasional yang berkeadilan dan demokratis

yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembangunan

nasional mengandung makna sebagai pembangunan yang berkesinambungan

yang dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah serta

bertahap yang bertujuan mewujudkankesejahteraanrnasyarakat, keadilan sosial

berdasarkan pancasila. Pembangunannasional yang telah dilaksanakan selama

mass orde baru didominasi sistem perencanaan.pembangunanyang sentralistik

yang telah dianggap gagal karena disamping menunjukkan keberhasilan dengan

indikatomya adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi temyata juga

meninggalkan kesenjangan sosial yang semakin melebar. Kegagalan

pembangunan karena adanya sistem perencanaan yang sentralistik, top-down

dan kurang melibatkan partisipasi masyarakat (Riyadi, 2005:33). Mengingat

begitu kompleksnya penyebab dan akibat yang ditimbulkan oleh masalah-

masalah sosial pembangunan, kerniskinan misalnya, serta kurang berhasilnya

kebijakan dan program pembangunan, maka upaya-upayayang diambil haruslah


2

dilakukan secara menyeluruh, meliputi seluruh dimensi baik sosial, politik,

maupun ekonomi, melalui suatu proses pembangunan yang diawali dengan

perencanaan yang baik dan mantap.

Secara tegas, dapat dikatakan bahwa dalam mewujudkan keberhasilan

tujuan pembangunan sangat diper1ukan adanya perencanaan yang baik dan

mantap. Artinya, perencanaan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat

menjawab permasalahan yang dihadapi dan dilaksanakan secara fleksibel

terhadap situasi dan kondisi lingkungan. Proses perencanaan (planning) adalah

salah satu fungsi manajemen yang dapat diterapkan dalam proses

pembangunan, disamping fungsi-fungsi manajemen lainnya, seperti:

pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengendalian

(controlling). Proses perencanaan merupakan sesuatu yang sangat penting

untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Namun, dalam prakteknya seringkali

kegiatan perencanaan tidak dapat ber1angsung dengan baik dan efektif.

Oengan adanya desentralisasi yaitu dengan dilahirkannya Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya

direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan tentang

adanya perencanaan pembangunan daerah. Dalam undang-undang tersebut

disebutkan bahwa perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan

dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, disusun oleh pemerintah

daerah propinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya yang

dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Hal ini berarti

bahwa perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan bagian

dari perencanaan pembangunan nasional yang tentunya setiap daerah tidak bisa

menjalankan sendiri program pembangunannya tanpa melihat program


3

pembangunan nasional secara keseluruhan. Sedangkan pada era desentralisasi,

menurut Kumar (2001 :3) pendekatan perencanaan pembangunan yang

terdesentralisasi masih dalam tahap normatif. Kesesuaian prioritas nasional dan

prioritas daerah kadang tidak sama.

Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut mengantar daerah

menuju praktek desentralisasi fiskal, salah satu aspek guna menunjang

kebijakan desentralisasi fiskal adalah desentralisasi perencanaan anggaran

pembangunan, mengingat prosedur perencanaan pembangunan yang selama ini

dilakukan lebih cenderung bersifat top-down planning, yang seringkali sulit

diimplementasikan karena kurang memperhatikan kondisi daerah. Salah satu

tujuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan

pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat

dilakukan dengan lebih efisien dan efektif (Kuncoro, 2004:25). Hal ini

berdasarkan asumsi bahwa pemerintah kabupaten dan pemerintah kota memiliki

pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat

mereka daripada pemerintah pusat. Demikian pula dengan pembangunan yang

dilakukan oleh daerah, dalam melakukan -..perencanaan pembangunan.

Kedekatannya dengan masyarakat dimaksudkan untuk lebih memahami akan

kebutuhan ataupun kepentingan rakyat secara lebih nyata dan lebih dapat

mewujudkan keinginan tersebut. Ada empat tujuan perencanaan

terdesentralisasi. Keempat tujuan tersebut antara lain, pertama, meningkatkan

produktivitas melalui penggunaan sumber daya lokal yang efisien; kedua,

memberi peluang kerja kepada masyarakat setempat; ketiga, menghapus

kemiskinan serta meningkatkan kehidupan masyarakat; keempat, mendapatkan


4

keuntungan dari pembangunanantara masyarakat dengan wilayahnya (Kumar,

2001:519).

Dengan sistem perencanaanpembangunan di Indonesia yang meliputi

pendekatan top-down planning dan bottom-up planning akan menjamin adanya

keseimbangan antara prioritas nasional dengan aspirasi lokal dalam

perencanaan pembangunan daerah (Kuncoro, 2004 : 58). Namun lebih lanjut

dikatakan bahwa dalam kenyataan menunjukkan banyak daerah belum

sepenuhnya mengakomodasi aspirasi lokal, yang tersebut dibuktikan dengan

banyaknya proposal proyek yang diajukan berdasarkan aspirasi lokal tersingkir

dalam rapat koordinasi yang menempatkan proposal yang diajukan tingkat

pemerintahan yang lebih tinggi tanpa mempertiatikan proposal yang diajukan

oleh tingkat pemerintahanyang lebih rendah.

Walaupun sering dikatakan bahwa kebijakan desentralisasi di Indonesia

bertujuc.nuntuk mempercepat proses demokratisasidi tingkat lokal. Kenyataan

menunjukkan bahwa wewenang yang diserahkan kepada pemerintah daerah

sangat dibatasi dan dikontrol pemerintahpusat atas daerah dengan sangat ketat

(Hidayat, ed , 2004 : 40). Program-programpembangunanyang telah dilakukan

juga ditopang dengan kontrol dan inisiatif dari pusat. Sehingga tercipta suatu

ketergantungan pembangunan daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat

terutama dari segi sumber-sumberpembiayaanpembangunan.

Salah satu fenomena paling mencolok dari hubungan antara sistem

Pemerintah Daerah (Pemda) dengan pembangunan adalah ketergantungan

Pemda yang tinggi terhadap Pemerintah Pusat. Ketergantunganini terlihat jelas

dari aspek keuangan: Pemda kehilangan keleluasaan bertindak (local

discreatian) untuk mengambil keputusan-keputusanpenting, dan adanya campur


5

tangan Pemerintah Pusat yang tinggi terhadap Pemerintah Daerah.

Pembangunan di daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat

ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari

pembangunan juga semakin besar. Ketergantungan fiskal ter1ihat dari relatif

rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat.

Adalah ironis, kendati undang-undangtelah menggarisbawahititik berat ekonomi

pada kabupaten/kota, namun justru kabupaten/kota-lahyang mengalami tingkat

ketergantunganyang lebih tinggi dibanding propinsi (Kuncoro, 2004:18).

Meskipun desentralisasi fiskal telah diimplernentasikan di daerah tapi

pembangunan bidang pertanian yang merupakan prioritas pembangunan di

Indonesia masih belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh daerah.

Keterbatasan kemampuan keuangan daerah menjadi alasan klasik dalam

peningkatan pembangunandi daerah terutama pembangunanbidang pertanian.

Pemerintah pusat dalam menangani hal tersebut per1u melakukan usaha yang

mampu menciptakan pemerataan pembangunan antar daerah melalui

pelaksanaan desentralisasi dengan mernberikan bantuan Dana Alokasi Khusus

Non Dana Reboisasi (OAK Non DR).

Melalui dana APBN, Departernen Pertanian telah memfasilitasi

peningkatan ketahanan pangan yang disalurkan ke daerah propinsi dan

kabupaten/kota melalui pola Dekonsentrasi. Fasilitasi tersebut telah berperan

dalam meningkatkan produksi dan ketahanan pangan nasional. Namun upaya

tersebut belum sepenuhnya mampu membangun sistem ketahanan pangan

secara regional dan rumah tangga secara berkelanjutan, terutama bagi daerah

miskin, terpencil dan perbatasan. Fasilitasi dana APBN selama ini terfokus

kepada bantuan dalam rangka peningkatan akses masyarakat kepada sarana


6

produksi pertanian dan pembinaan usaha, namun belum menyentuh kepada

fasilitasi penyediaan infrastruktur usaha yang akan memperbesar kapasitas

usaha dan produksi. Melalui penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur,

bukan saja produksi pertanian dapat ditingkatkan juga akan tumbuh usaha

ekonomi dibidang agribisnis dan usaha diluar agribisnis secara lebih luas.

Berkembangnya usaha ekonomi tersebut pada gilirannya akan menciptakan

lapangan kerja dan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi

wilayah.

Keputusan Pemerintah dengan memberikan bantuan pembiayaan

kebutuhan prasarana dasar melalui penyaluran Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi adalah sebuah keputusan strategis yang sesuai dengan sifatnya

sebagai dana stimulan bagi Pemerintah Daerah untuk lebih mengarahkan

perencanaan dan penggunaan anggaran daerah untuk membiayai kebutuhan

fisik sarana dan prasarana dasar dibidang pertanian khususnya dalam usaha

peningkatan produksi pertanian dalam rangka mendukung program ketahanan

pangan dan agribisnis. Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan pasal 45 menyatakanbahwa:

"Pemerintah bersama masyarakatbertanggungjawab untuk mewujudkan


ketahanan pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan,
Pemerintah menyelengarakanperaturan, pengendaliandan pengawasan
terhadap kesediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat".

Dalam perencanaan pembangunan bidang pertanian didasari bahwa

peranan bidang pertanian dalam pembangunanekonomi sangat penting karena

sebagian besar anggota masyarakat Indonesia menggantungkanhidupnya pada

bidang pertanian. Bidang pertanian juga memegang peranan kunci dalam

menyediakan bahan pangan, bahan baku industri, devisa dan tenaga kerja yang
7

dibutuhkan bidang lain, biclang pertanian telah menjadi pengganda pendapatan

(income multiplier) dan penggandatenaga kerja (employment multiplier) (Arifin,

2005:2). Sementara itu juga diketahui bahwa sebagian besar penduduk

Indonesia hiclup dibidang pertanian dan hidup dalam kemiskinan, saat ini

terdapat 36 juta penduduk miskin atau 17% dari total penduduk Indonesia, lebih

dari 15 juta orang miskin tersebut berada di daerah pedesaan dan hanya

tertibatlberhubungandengan bidang pertanian yang sebagian besar (72%) dari

kelompok petani miskin adalah pertanian pangan (Arifin, 2005:4). Upaya

pemerintahdalam bidang pertanian sebagaimanayang tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009 adalah untuk

peningkatanketahananpangan, agribisnis dan kesejahteraanmasyarakatpetani.

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam

konteks pembangunansuatu negara, tertebih bagi negara berkembang seperti

Indonesia sebagai negara kepulauan dan berpenduduk besar. Perhatian

terhadap peningkatan ketahanan pangan (food security) mutlak dipertukan

karena terkait erat dengan ketahanan sosial (social security), stabilitas ekonomi,

stabilitas politik dan keamanan atau ketahanan nasional (national security).

Ketahanan pangan sangat terkait dengan kemiskinan. Kemiskinan mempunyai

dimensi yang luas, salah satunya yang utama adalah ketidakmampuan

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar pangan bagi suatu kehidupan

yang layak, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu

langkah strategis dalam pengentasan kemiskinan. Ketahanan pangan dapat

diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup,

tersedia setiap saat di semua daerah mudah diperoleh rumah tangga, aman

dikonsumsi dan terjangkau. Dengan demikian ketahanan pangan mencakup


8

aspek oleh ketersediaan pangan (food availability), jangkauan terhadap pangan

(food access) dan kehandalannya dalam meredam variasi/siklus musim

(reliability).

Sedangkan pernbangunanbidang pertanian di Indonesia sedang berada

di persimpangan jalan. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat

Indonesia, bidang pertanian memertukanpertumbuhanekonomi yang kukuh dan

pesat. Bidang ini juga pertu menjadi salah satu komponen utama dalam program

strategi pemerintahuntuk mengentaskankemisikinandan menciptakan lapangan

pekerjaan karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah bekerja di bidang

pertanian. Harus ada upaya dari pemerintah dalam pembangunan bidang

pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan, karena pangan adalah

kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Banyak contoh negara

dengan sumber ekonomi cukup memadai tetapi mengalami kehancuran karena

tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Dengan

demikian upaya untuk mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan

pangan nasional bukan hanya dipandang dari sisi untung rugi ekonomi saja

tetapi harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagi ketahanan nasional

yang harus dilindungi.

Ketersediaanpangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk

merupakan keharusan untuk menjamin ketahanan pangan. Penyediaan pangan

tersebut sudah seharusnya berasal dari produksi dalam negeri dan tidak

menggantungkan kepada impor. Perhatian dalam peningkatan ketahanan

pangan perlu diberikan pada: (a) daerah yang diidentifikasi miskin dan rawan

pangan, (b) daerah terpencil dan perbatasan, dan (c) daerah konflik. Disamping

itu perhatian juga perlu diberikan kepada: (a) daerah yang berpotensi sebagai
9

sumber pertumbuhan baru dalam peningkatan produksi pangan, dan (b) daerah

yang selama ini merupakan sentra produksi pangan utama dalam rangka

mempertahankan status dan perannya sebagai sentra produksi pangan.

Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 216 juta jiwa dengan

angka pertumbuhan 1. 7 % per tahun. Angka tersebut mengindikasikan besamya

kebutuhan bahan pangan yang harus tersedia. Kebutuhan yang besar jika tidak

diimbangi peningkatan produksi pangan justru menghadapi masalah bahaya

latent yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun.

Sudah pasti jika tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi pangan akan

menimbulkan masalah antara kebutuhandan ketersediaan dengan kesenjangan

semakin melebar.

Disisi lain rata-rata produktivitastanaman pangan nasional masih rendah.

Rata-rata produktivitaspadi adalah 4,4 ton/ha (Purba S dan Las, 2002) jagung

3,2 ton/ha dan kedelai 1, 19 ton/ha. Jika dibanding dengan negara produsen

pangan lain di dunia khususnya beras, produktivitaspadi di Indonesia ada pada

peringkat ke 29. Australia memiliki produktivitasrata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65

ton/ha dan Cina 6,35 ton/ha ( FAO, 1993).

Kebijakan lmpor pangan terutama beras yang terus berlangsung sampai

saat ini sebagai program instant untuk mengatasi kekurangan produksi justru

membuat petani semakin terpuruk dan tidak berdaya atas sistem pembangunan

ketahanan pangan yang tidak tegas. Akibat over suplai pangan dari impor

seringkali memaksa harga jual hasil panen petani menjadi rendah tidak

sebanding dengan biaya produksinya sehingga petani terus menanggung

kerugian. Hal ini menjadikan bertani pangan tidak menarik lagi bagi petani dan
10

memilih profesi lain di luar pertanian, sehingga ketahanan pangan nasional

menjadi rapuh.

Melihat kenyataan tersebut seakan kita tidak percaya sebagai negara

agraris yang mengandalkan pertanian sebagai tumpuan kehidupan bagi

sebagian besar penduduknyatetapi pengimpor pangan yang cukup besar. Hal

ini akan menjadi hambatan dalam pembangunandan menjadi tantangan yang

lebih besar dalam mewujudkan kemandirian pangan bagi bangsa Indonesia.

Oleh karena itu diperlukan langkah kerja yang serius untuk mengoptimalkan

sumber daya yang ada dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dalam

negeri.

Perkembangan produksi beberapa jenis pangan strategis di Indonesia

dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1
Perkembangan Produkai Beberapa Jenls Pangan Strategis
di Indonesia
( dalam ribu ton)
No Jenis Pangan 1998 2000 2001 2002 2003 2004
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Padi 49.200 51.898 50.461 51.490 52.138 54.088
2 Uagung 10.169 9.677 9.347 9.654 10.886 11.225
3 Kedelai 1.306 1.018 827 673 672 723
Sumber: Departernen Pertanian

Dengan melihat data-data yang ada tersebut dapat dikatakan bahwa

akibat kurangnya perhatian pemerintah dalam mengembangkan bidang

pertanian maka bidang pertanian tidak rnengalami peningkatati dan cenderung

mendatar.

Dikatakan oleh Arifin (2004 :45) bahwa periode seperti tersebut di atas

sering disebut dengan fase dekonstruksi yaitu fase dimana bidang pertanian

mengalami fase pengacuhan oleh perumus kebijakan. Anggapan keberhasilan


11

swasembada pangan telah menimbulkan persepsi bahwa pembangunan

pertanian akan bergulir sendirinya (taken for granted) dan melupakan prasyarat

pemihakandan kerja keras yang terjadi pada periode sebelumnya.

Penelitian Wortd Bank menyatakan bahwa akibat atau dampak krisis

yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan kinerja terburuk yang

pemah tercatat, penurunan yang terjadi adalah di semua bidang. Namun tidak

demikian halnya pada bidang pertanian yang masih dapat mencatatkan

pertumbuhan sebesar 0,8 persen di tahun 1998 (World Bank, 2003 : 4). Dari

hasil penelitian tersebut maka dapat dikatakan bahwa bidang pertanian masih

dapat memberikan kontribusi positif walaupundalam kondisi krisis ekonomi.

Kesejahteraan petani secara nasional rnasih rendah dicirikan dengan

melemahnya Nilai Tukar Petani (NPn dimana NPT pada tahun 1983 tebih tinggi

dari NPT pada tahun 2003, sebagian besar pendapatan Rumah Tangga

Pertanian (RPT) pertahun lebih kurang Rp. 8.000.000,00 - 11.000.000,00, jika 1

RTP terdiri dari 3-6 orang, maka rata-rata pendapatanadalah Rp. 5.900 - 6.500

perorang perhari. Diantara masyarakat petani 70-80% termasuk golongan miskin

dan dalam 10 tahun terakhir petani gurem meningkat dari 10.800.000 RTP

menjadi 13.680.000 RTP atau 288.300 RTP pertahun atau 789 RTP sehari

berubah menjadi petani gurem. Pada tahun 1983 petani gurem mencapai

40,80% pada tahun 2003 menjadi 56,50% (Sinar Tani, 2005).

Sedangkan di Kabupaten Kediri sebagai daerah otonom dengan luas

wilayah 1.386,05 KM2, terdiri dari 23 Kecamatan dengan 343 Desa dan 1

Kelurahan pada tahun 2004 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.423.234 jiwa

dengan kepadatan penduduk 1.021 jiwa/ KM2 sebanyak 46, 11 % bekerja pada

bidang pertanian, diantara rumah tangga pertanian sebanyak 99,60% adalah


12

rumah tangga pertanian pengguna lahan, sedangkan diantara rumah tangga

pertanian pengguna lahan sebanyak 77 ,30% adalah rumah tangga petani gurem

(petani dengan kepemlikan lahan < 0,50 Ha). Permasalahan dibidang pertanian

adalah penurunan PDRB, pada tahun 2004 sebesar 3,46% sedangkan pada

tahun 2005 pertumbuhan PDRB mengalami penurunan sebesar 3,40% atau

turun 0,06% dibandingkan tahun 2004. Kontribusi paling dominan terhadap

PDRB adalah bidang pertanian sebesar 41,92%, akan tetapi dari tahun ketahun

peranan bidang pertanian mengalami penurunan.

Dengan adanya kebijakan penerapan intensifikasi, ekstensifikasi,

diversifikasi, dan rehabilitasi pada komoditas andalan dan unggulan pertanian,

maka produksi pangan strategis di Kabupaten Kediri dapat dilihat dalam tabel 2

berikut ini :

label 2
Perkembangan Produksl Beberapa Jenla Pangan Strategis
di Kabupaten Kediri
(dalamton
No Jenls Pangan 2000 2001 2002 2003 2004
1 2 3 4 5 6 7
1 Padi 330.261 320.857 339.232 316.025 314.459
2 Uagung 305.251 336.475 320.014 307.149 314.293
3 Kedelai 2.243 1.837 732 460 647
Sumber: Kabupaten Kediri Dalam Angka 2004

Dari tabel 2 tersebut di atas menunjukkan bahwa kondisi produksi

pangan startergis di Kabupaten Kediri tidak berbeda jauh dengan kondisi secara

nasional yaitu belum adanya peningkatan bahkan cenderung menurun.

Pola penggunaan lahan di Kabupaten Kediri meliputi persawahan seluas

47.023 Ha (33,93%) dan tanah kering 91.582 Ha (66,07%) dimana lahan kering

didominasi untuk perumahan dan pekarangan mencapai 30.688 Ha (22, 14%),

tegal dan kebun 13.555 Ha (9,78%), sedangkan lahan kritis seluas 14.904 Ha
13

(10,75%) dan tanah tandus 2.608 Ha (1,88%) hal ini menunjukkan Kabupaten

Kediri mempunyai potensi dan kemauan untuk meningkatkan pembangunan di

bidang pertanian dalam rangka mendukung program pemerintah pusat dibidang

pertanian yaitu peningkatan ketahanan pangan, agribisnis dan kesejahteraan

masyarakat petani. Sebagaimana yang tertuang dalam Visi Kabupaten Kediri:

"Terwujudnya masyarakat Kabupaten Kediri yang beriman dan bertaqwa


kepada Tuhan Yang Maha Esa, demokratis, berkeadilan, tertib, damai,
sejahtera berbasis pertanian maju, diclukung perdagangan, perindustrian
dan penyelenggaraan Pemerintah Otonom yang profesional, bersih,
berwibawa, berwawasan kebangsaan•

Sebagaimana Visi tersebut di atas, bidang pertanian merupakan bidang

andalan dalam struktur perekonomian daerah akan tetapi produktivitas pertanian

dari tahun ketahun masih fluktuatif hal ini disebabkan oleh: Kualitas SOM petani

masih rendah berpendidikan SD (50,50%), ketergantungan petani terhadap

kelompok referensi (acuan) sebesar 46,89%, kurangnya kepemilikan aset petani,

77 ,30% petani rata-rata memiliki lahan di bawah 0,5 Ha, sehingga melemahkan

posisi petani sebagai produsen karena kurangnya kemampuan tawar-menawar.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sebagaimana yang telah

diuraikan tersebut di atas, perlu dikembangkan -adanya pemikiran bagaimana

perencanaan pembangunan bidang pertanian dilakukan salah satunya melalui

pembiayaan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi dalam kerangka

peningkatan ketahanan pangan dan agribisnis dan bagaimana upaya untuk

mengatasi kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan bidang

pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

Atas dasar uraian latar belakang seperti disampaikan di atas, maka

beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:


14

a. Bagaimana proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui

Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri?

b. Bagaimana kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan

bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di

Kabupaten Kediri?

1.3. Tujuan Penelitian

Sebagaimana dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di

atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, rnenganalisis dan

menginterpretasikan berikut ini :

a. Proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi

Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri.

b. Kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan bidang pertanian

melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri.

1.4. Manfaat Penelitian

Atas dasar tujuan penelitian tersebut di atas, maka penelitian

diharapkan mempunyai dampak kegunaan sebagai berikut:

a. lmplikasi praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan yang berguna

bagi policy maker dalam rangka perencanaan, pengalokasian dan

implementasi kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR.

b. lmplikasi teoritik

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dalam ilmu administrasi publik khususnya administrasi pembangunan dalam

kerangka perencanaan pembangunan daerah khususnya dalam

perencanaan pembangunan bidang pertanian.


BABll
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Perencanaan Pembangunan

2.1.1. Pengertian Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu kegiatan pendahuluan yang harus

dilakukan, sebelum kegiatan pokok dilaksanakan. Perencanaan dipertukan

karena adanya kelangkaan/ketel'batasansumber daya dan sumber dana yang

tersedia sehinggatidak menyulitkan dalam menentukansuatu pilihan kegiatan.

Sebagaimana disampaikan oleh oleh Kunarjo (2002 : 14) bahwa

perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk

dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian

sasaran tertentu. Kemudian Syafie, et al. (1999 : 75) menyatakan bahwa

perencanaan dapat diuraikan sebagai penentuan tindakan untuk waktu yang

akan datang, dan jika perencanaan itu kits pertukan 1ebih metodis, maka kita

dapat menguraikannya dengan pengkoordinasiankegiatan-kegiatan yang_ akan

datang pada waktunya.

Berdasarkan definlsi-definisi yang telah dikemukakan tersebut terkesan

bahwa perencanaan yang dimaksud merupakan definisi dalam arti yang sempit,

berkenaan dengan perencanaan hanya merupakan proses aktifrtas yang

menentukan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan berkaitan dengan

pencapaian tujuan, yang tentunya membawa dampak terhadap

penggunaandana.

Sementara Syamsi (1986:134) mengatakan bahwa perencanaan

diperlukan untuk menentukan langkah-langkahkegiatan yang akan tersusun dan

\
16

dituangkan dalam anggaran. Adapun bahan perencanaan yang baik adalah data

dan ramalan (forecasting).

Sementara itu menurut Davidov dan Reiner seperti yang ditulis oleh

Syafrudin (1993:5) bahwa:

•perencanaan adatah suatu proses untuk menetapkan tindakan yang


selayaknya. Oengan demikian pilihan-pifihan yang tersedia alcan
membentuk suatu proses perencanaan yang terdiri atas tiga macam
peringkat:
1. Pertams, yaitu memiih tujuan dan syarat-syarat;
2. Kedua, mengenai seperangkat altematif yang bersJfat konsisten
dengan ketentuan-ketentuan umum teraebut serta memiHh suatu
altematif yang dikehendakl;
3. Ketiga, mengarahkan tindakan-tindakan yang menuju kepada
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan tersebut".

Secara singkat, Anwar (1982:8) menyatakan bahwa perencanaan

sebagai suatu proses, berarti bahwa kegiatan perencanaan itu merupakan suatu

rangkaian yang berkesinambungan untuk mencapai tujuan. Perencanaan

merupakan suatu rangkalan berarti semua kegiatan yang ada akan saling

menunjang keberhasilan yang diharapkan.

Hal teraebut t~ jauh berbeda dengan pendapat Nitisastro seperti

dikutip oleh Tjokroamidjojo (1989:14), adalah sebagai berikut:


'
'Perencanaan itu pada dasamya berikisar pada dua hal, yang pertama
ialah penentuan pilihan secara sadar rnengenai tujuan-tujuan konkrit
yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu etas dasar nilai-nilai
yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan, dan yang kedua ialah
pilihan diantara cera-eera altematif yang efisien dan rasional guna
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Baik untuk penentuan tujuan yang
meliputi jangka waktu tertentu maupun bagi pemilihan cara-cara tersebut
dipertukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria tertentu yang terlebih
dahulu harus dipilih pula", ·

Selanjutnya, menurut George R. Terry dalam Riyadi dan Bratakusumah

(2005 : 2) menyatakan bahwa:

•p1anning is the selecting and relating of facts and the making and using
of assumptions regarding the future in the visualization and formulation of
proposed activities believed necessary to achieve desired resu/f'.
17

Kurang lebih maksudnya bahwa perencanaan adalah proses memilih dan

menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi

yang berkenaan dengan masa depan dengan jalan menggambarkan dan

merumuskan kegiatan yang dipertukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Dari pendapat-pendapat yang ditulis seperti di atas, menyatakan bahwa

pengertian perencanaan yang lebih tuas karena tidak hanya sekedar proses
kegiatan penentuan atau penetapan kegiatan yang periu dilakukan, namun

perencanaan merupakan suatu proses yang mencakup penentuan pilihan

terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu,

menentukan pilihan terhadap altematif-altematif tindakan yang per1u ditakukan,

serta kemudian mengarahkan setiap tindalcan-tindakan agar dalam

pelaksanaannya tidak terjadi penyimpangan terfladap kegiatan-kegiatan yang

telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka pencapaian tujuan.


Berbeda dengan Soekartawi yang mengatakan (1990: 2) bahwa definisi

baku tentang perencanaan adalah relatif sulit ditetapkan, sehingga menyulitkan

untuk mendefinisikan perencanaan secara imptisit. Dan perencanaan

sebenamya merupakan suatu proses yang berkesinambungan dari waktu ke

waktu dengan melibatkan kebijaksanaan (policy) dan pembuat keputusan

berdasarkan sumberdaya yang tersedia dan disusun secara sistematis.

Namun lebih lanjut disampaikan Soekartawi (1990: 4) ba~wa:

Pelaksanaan perancangan pembuatan perencanaan itu pada dasamya


adalah mengambil suatu kebijakan. (po/icy) dengan mempertimbangkan
ha~halsebagaiberikut: .
1. Perencanaan berarti "memilih berbagai altematif yang terbaik dari
sejumlah attematif yang ada." Artinya dari sekian banyak altematif,
maka perlu dipilih perencanaan yang didasarkan pada aspek skala
prioritas.
18

2. Perencanaan berarti pula alokasi sumberdaya yang tersedia.


Sum~ ini dapat berupa sumberdaya alam atau sumberdaya
manusia.
3. Perencanaan mengandung arti rumusan yang sistematis yang
didasarkan pada kepentingan masyarakat banyak. Bila sebagian
besar niasyarakat diuntungkan dari pe1aksanaan pembangunan,
maka pembangunan itu dapat dikatakan berhasil.
4. Perencanaan juga menyangkut masafah tujuan atau sasaran tertentu
yang harus dicapai.
5. Perencanaan juga dapat diartikan atau dikaitkan dengan kepentingan
masa depan. Perencanaan yang dikaitkan dengan kepentingan mesa
depan adalah suatu hal yang baik agar tidak terjadi benturan-
benturan kepentingan di masa depan.

Dari tulisan teraebut dikatakan bahwa definisi yang secara tepat dan

spesifik sangat sulit ditetapkan, namun secara keseluruhan, apa yang dimaksud

dengan perencanaan itu sendiri tidak berbeda dengan pendapat-pendapat

sebetumnya bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang

bertcesilambungan dari keseluruhan aktifitas atau kegiatan manusia dan

organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dan di sini juga adanya suatu

keharusan dalam mempertimbangkan sumberdaya-sumberdaya yang ada

dengan melakukan inventarisasi, riset dan survey.

Ada dua tipe yang menjadi titik berat dalam perumusan suatu teori

perencanaan. Yaitu teori prosedural dan teori substantif (Faludi, 1973:3).

Keterkaitan dua tipe tersebut tergantung dari sisi mana dilihat dan dari sudut

mana kepentingan muncul dalam sebuah perencanaan. Bisa saja teori prosedur

perencanaan lebih berperan daripada teori substantif. Untuk lembaga perencana,

maka titik berat pada teori prosedural lebih ditekankan daripada teori substantif.

Dengan kata lain, pengetahuan prosedural dalam perencanaan lebih besar

daripada substantif. Sebaliknya untuk unit pelaksana, titik berat pada substantif

lebih ditekankan daripada prosedural.


2. '\. 2. ~engert\&n~embangunan

~ negara memt)un'ja\ at\en\a$\ temad.at> ~~unan.


Pengert\an pembangunan menurut Syams\ {'\966:4), ada\ah suatu ~roses

perubahan sistem yang direncanakan dan pertumbuhan menuju ke arah

perbaikan yang berorientasi pada modemitas, nation building dan kemajuan

sosial ekonomi. Selanjutnya Siagian (Riyadi, 2005:4) menyatakan pembangunan


.r,

sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

berencana dan ditakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan

pemerintah, menuju modemitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation

building). lebih lanjut Saul M.Katz (Tjokrowinoto, 1996:7) menyebutkan bahwa

deflllisi pembangunan adalah:

"pergeseran dari satu (one state of national being) kondisi nasional yang
satu menuju ke kondisi nasional yang lain, yang dipendang lebih baik
(more valued), tetapi apa yang disebut mote valued (lebih baikllebih
berharga), berbeda dari satu negara ke negara lain (culture specific) atas
dari satu periode ke periode lain (time specific)"

Dalam pembangunan sangatlah ideal apabila terjadi suatu pertumbuhan

yang terarah, adanya perubahan sistem dan ekonomi yang sudah direncanakan

sebaik-baiknya. Setiap pembangunan harus mempunyai tujuan. Tujuan itu


sendiri harus sudah ditetapkan sebelumnya, dan kemudian diusahakan agar ada

perubahan yang positif, pertumbuhan dan perkembangan menuju ke arah

tercapainya tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Untuk mencapai tujuan

tersebut perlu adanya kemampuan yaitu kemampuan untuk berubah, tumbuh,

dan berkembang ke arah tercapainya apa yang dikehendaki dengan adanya

pembangunan. Pendapat yang sama dari Andre Gunder Frank seperti yang

dikutip oleh Syamsi (1996: 19) adalah sebagai berikut:

"Untuk mengukur keberhasilan pembangunan itu bukan hanya


berdasarkan Rate of Economic Growth, dan Income per Capita saja
20

namun juga harus memperhatikan tipe pertumbuhan (The Type of


Growth). Sebab dengan tipe pertumbuhan berarti proses pembangunan
harus memungkinkan pemberlan manfaat secara maksimal clan
seimbang antara sumber-sumber manusiawi dan sumber-sumber non-
manusiawi, sehingga kemiskinan dapat dikurangi. Jadi pembangunan
tidak diartikan sebagai penciptaan gaya hidup modem',

Pembangunan bukan hanya ditihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi

dan pendapatan per kapita saja, melainkan juga harus dilihat dari manfaat yang
diperoleh atau diterima oleh ma-,-arakat secara maksimal dan seimbang.

Oengan kata lain bahwa pembangunan harus juga dilihat dari keberhasilan

memberikan manfaat secara merata bagi masyarakat dari pertumbuhan ekonomi


dan pendapatan perkapita yang dicapai oleh suatu negara atau daerah, sehingga

tingkat kemiskinan dapat dikurangi.

Untuk itu maka dalam suatu pembangunan, kebijaksanaan Pemerintah

harus ditujukan untuk mengubah cara berfikir, selalu memikirkan per1unya

investasi pembangunan. Oengan adanya pembangunan akan terjadi peningkatan

ni•nHai budaya bangsa yaitu tercapainya taraf hidup yang lebih baik, saling

harga menghargai sesamanya, terhindar dari tindakan kesewenang-wenangan

dan semakin terasa adanya sense of belongness dari masyarakat.


~
lstilah pembangunan secara luas (Todaro, 2000:21) sebagai suatu

proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem

sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih

manusiawi.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pada

prinsipnya pembangunan merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk

mengadakan suatu perubahan sesuai yang dinginkan. Perubahan ini

dimaksudkan untuk menambah nilai. Oalam pelaksanan pembangunan,

memer1ukan suatu waktu yang telah disepakati serta bersifat berkelanjutan.

\
21

2.1.3. Perencanaan Pembangunan

Terdapat beberapa pengertian mengenai perencanaan pernbangunan.

Menurut Albert Watenfton (TJC)kroernidjojo, 1989:12) menyebutkan bahwa

perencanaan pernbangunan adalah melihat ke depan dengan mengambil pilihan

berbagai altematif dari kegiatan untuk mencapai tujuan masa depan tersebut

dengan terus mengikuti agar supaya pelaksanaannya tidak menyimpang dari

tujuan. Perencanaan pembangunan (Riyadi, 2005:7), diartikan sebagai suatu


proses perumusan altematif yang didasarkan pada data dan fakta yang akan
digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan kegiatan yang bensifat fisik

maupun nonfrsik da1am rangka pencapaian tujuan. Berdasarkan UU No 25 tahun

2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Perencanaan

Pembangunan disebutkan sebagai sebuah sistem, sehingga membentuk sistem

pembangunan nasional. Datam undang-undang tersebut yang dimaksud dengan

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara


perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana

pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang

dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat

dan Daerah.

Berdasarkan pengertian tentang perencanaan pembangunan di ates,

dapat dikatakan bahwa perencanaan pembangunan dapat efektif apabila

penyelenggara negara (pemerintah) harus mampu merumuskan tujuan yang

akan direalisasikan. Penyelenggara negara (pemerintah) harus mengetahui

proses dan segala berituk hubungan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pemerintah harus mempunyai kekuatan dan kekuasaan

menggunakan sumber daya.


22

Perencanaan pembangunan merupakan suatu fungsi utama dari

manajemen pembangunan yang selalu dipertukan, karena kebutuhan akan

pembangunan lebih beSar dari sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan
pembangunan yang baik dapat dirumuskan kegiatan pembangunan yang efisien

dan efektif serta diperoleh hasil yang optimal dalam pemenfaatan potensi sumber

daya yang tersedia.


Perencanaan pembangunan di daerah bertujuan mengoptimalkan

penggunaan potensi sumber daya yang tersedia serta mengurangi ketimpangan

pembangunan antar daerah. Namun pelaksanaannya tidal( mudah, banyak

permasalahan yang harus dihadapi antara lain kurangnya konsistensi


\ v
perencanaan pads tingkat nasional maupun tingkat daerah. Oisamping itu, ruang

gerak daerah datam merencanakan dan melaksanakan pembangunan yang

sesuai dengan potensi dan prioritas masih sangat terbatas.

Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan

pembangunan. Menurut Soekartawi (1990:7), aspek tersebut antara lain strategi,

kemampuan perencana dalam menggabungkan aspek mikro dan makro,

penyediaan dana, dukungan administrasi den konsistensi. Strategi sangat

penting sebab sumber daya yang ada sangat terbatas, sehingga harus mampu

untuk mengelola sumber daya dalam pencapain tujuan. Memadukan variabel-

variabel mikro dan makro memang pekerjaan yang sangat besar. Tetapi kalau

hal ini dapat dilaksanakan, maka tujuan perencanaan tersebut akan semakin

mudah dapat dicapai. Dalam hal mengusahakan dana yang tersedia untuk

pembangunan, apakah dana itu digali dari tabungan masyarakat atau

berdasarkan pinjaman (Joan) luar negeri atau hibah (grant) dari pihak lain

merupakan aspek yang sangat penting. Sumber-sumber pembiayaan


23

pembangunan merupakan keterbatasan yang strategis dalam usaha

pembangunan. Dengan demikian pembiayaan pembangunan perlu diperkirakan

secara akurat. Aspek konsistensi diperlukan untuk menjaga kesinambungan

sehingga tidak akan rnenyulitkan pelaksanaan pembangunan.

Pen:mcanaan terpusat. yang selalu dikendaHkan oleh pemerintah pusat,

menurut Abe (2005:64), mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut

antara lain :

•pertsma, perencanaan yang terpusat pada dasamya membutuhkan


kendali yang sangat tinggi; kedua, perencanaan yang terpusat umumnya
memitiki kendala poHtis yang tinggi; ketiga, perencanaan yang telah
disusu11 dalam kurun waktu tertentu, misalnya lima tahun, alcan
berhadapan dengan dengan situasi yang berubah dengan cepat;
keempat, pengalaman neganrnegara yang berada di bawah rejim
sentrafistik, menunjukkan dengan sangat jelas ketidakmarnpuannya
untuk keluar dari masalah dasar kemiskinan rakyat dan
keterbelakangan•.

Perencanaan yang terpusat dengan model penyeragaman pembangunan


bukan saja tidak tepat tetapi juga menjadi bentuk pengingkaran yang paling

vulgar terhadap kenyataan pluralitas dan lokatitas dan sekaligus pengabaian

esensi dari kebutuhan rakyat ( Abe, 2005:5).

Pada era desentralisasi, menurut Kumar (2001 :3), pendekatan pada

perencanaan pembangunan yang terdesentratisasi masih dalam tahap normatif.

Kesesuaian prioritas nasional dan prioritas daerah kadang tidak sama. Hal ini

tergantung pada tingkat pembangunan yang dicapai di daerah yang berbeda

serta permasalahan khusus yang dihadapi.

Terdapat beberapa tujuan adanya perencanaan yang dilakukan secara

desentraliasasi. Kumar (2001:519) menyebutkan:

"Ada empat tujuan perencanaan terdesentralisasi. Keempat tujuan


tersebut antara lain, pettama, meningkatkan produktivitas melalui
penggunaan sumber daya lokal yang efisien; kedua, memberi peluang
kerja kepada masyarakat setempat; ketiga, menghapus kemiskinan serta
24

meningkatkan kehidupan masyarakat keempat, mendapatkan


keuntungan.daripembangunanantara masyarakatdengan wllayahnya•.

Perencanaand~flsasi menuntut delegasi finansial dan administratif,

serta devolusi kekuasaan dafam sebuah hal yang nyata kepada orang-orang

yang mempunyai tangung jawab dalam mengimplementasikannya.Ada tiga

maksud adanya pendelegasianfinansial. Seperti yang diungkapkan oleh Kumar

(2001 :620), ketiga maksud tersebut adalah pertama, untuk mengurangi adanya

ketimpanganfiskal baik vertikal dan hori7.ontal;kedua, dapat memperhitungkan

sebagian atau seluruh limpahan manfaat kepada yang menerima limpahan;

ketiga, serta mendorong pemerintah lokal untuk secara intensif menggali

sumber-sumber penerimaannya. Salah satu segi positip perencanaan

terdesentralisasi menurut (Abe, 2005 :8) adalah program atau rencana-rencana

pembangunanyang hendak diwujudkan akan lebih realistik, lebih mengena dan

lebih dekat dengan kebutuhan lokal. Artinya, pe!uang terjadinya pemborosan,

kesia-siaan, atau ketidaktepatan dalam merumuskan program pembangunan

bisa diperkecil.

Tjokroamldjojo (1989:14) menjelaskan, bahwa di dalam suatu

perencanaanpembangunanperlu diketahui 5 (lima) hal pokok yaitu:

1. Pertama, adalah permasalahan-permasalahanpembangunan suatu


negara/masyarakat yang dikaitkan dengan sumber-sumber
pembangunanyang dapat diusahakan, dalam hal ini sumber-sumber
daya ekonomi dan sumber daya lainnya.
2. Kedua adalah tujuan serta sasaran rencana yang ingin dicapai;
3. Ketiga, adalah kebijaksanaan dan cara untuk meneapal tujuan dan
sasaran rencana dengan melihat pembangunan dengan sumber-
sumbemya dan pemilihanaltematif-altematifnyayang terbaik;
4. Keempat, penterjemahan dalam program-program atau kegiatan-
kegiatan yang konkrit;
5. Kelima, adalah jangka waktu pencapaiantujuan.
25

Sementara itu Soekartawi (1990: 24), aspek perencanaan yang dikaitkan

dengan pembangunan dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) topik utarna, yaitu:


a. Penmcanean·sebagi ·"slat" dari pembangunan; dan
b. Perencanaan sebagai tolok ukur dari berhasil-tidaknya
pembangunan tersebut.

Perencanaan aebegai •atar pembanguan, karena perencanaan

merupakan suatu alat yang strategis datam menuntun arah dan jalannya

pembangunan. Sehingga dapat diartikan bahwa:


1. perencanaan dipergunakan sebagai alat yang aljadikan sebagai pedoman

bagi pelaksanaan pembangunan,

2. perencanaan juga digunakan sebagal alat penuntun bagi pemilihan berbagai

altematif dari berbagai kegiatan pembangunan,

3. perencanaan dapat dipakai sebagai penentuan skala prioritas, perencanaan


dapat dipaksi sebagai slat •perana1an• (forecasting) dari kegiatan pada masa

akan datang.
Selain sebagai alat, perencanaan juga dipergunakan sebagai tolok ukur

keberhasDan dan kegagalan pembangunan, mengandung arti bahwa penilaian

terhadap keberhasllan suatu pembangunan dilihat berdasarkan perencanaan

sebagai acuan. Kegiatan pembangunan yang •gagal" bisa jadi karena aspek

perencanaannya yang 9tidak baik• atau begitu pula sebaliknya.

2. 1. 4. Proses Perencanaan Pembangunan '

Proses perencanaan merupakan suatu prosedur dan tahapan dari

perencanaan itu dilaksanakan. Secara hirar1d, prosedur perencanaan itu

dilakukan atas dasar prinsip top-down planning yaitu proses perencanaan yang

dilakukan oleh pimpinan tertinggi suatu organisasi yang kemudian atas dasar

keputusan tersebut dibuat suatu perencanaan di tingkat yang lebih rendah.

\.
26

Prinsip Jainnya adalah lawan dari prinsip di atas yaitu bottom-up planning yang

merupakan perencanaan yang awalnya dilakukan di tingkat yang paling rendah

dan selanjutnya disusun · rencana organlsasl pusat atas dasar rencana dari

bawah.

Oalam suatu negara top-down planning dilakukan oleh pemerintah pusat,

yang selanjutnya dituangkan dalam perencanaan di tingkat daerah. Sementara

itu bottom-up planning dilakukan melalui usulan rencana dari daerah yang

kemudian dituangkan dalam perencanaan pusat, sehingga pada dasamya

dengan prinsip inl rencana daerah menjadl rencana pusat. Dalam pelaksanaan

bottom-up planning dalam prosesnya akan selalu melibatkan masyarakat,

keterlibatan masyarakat akan sangat menentukan kuafttas dari perencanaan

pembangunan. Perencanaan dan proses perencanaan khususnya menyangkut

siapa-siapa yang ter1ibat dan dilibatkan dalam proses tersebut menjadi hal yang

sangat penting sekaf19us sebagai penentu kualitas dari perencanaan yang


disusun (Abe, 2005:23).

Selain daripada prosedur hirarki perencanaan sebagaimana diuraikan di

atas, dalam melakukan perencanaan, juga mempunyai tahapan-tahapan yang

harus dilalui. Menurut Abe (2005 : n) menyatakan:

"tahap-tahap dalam perencanaan pembangunan adalah penyelidikan,


perumusan, menentukan tujuan dan target, mengidentifikasi sumberdaya
(daya dukung), merumuskan rencana kerja, dan menentukan anggaran
(budget) yang hendak digunakan dalam realisasi rencana. Dalam konteks
upaya perubahan, langkah untuk melakukan evaluasi, dapat dimasukkan
menjadi bagian dari tahap kerja. •

Hal yang senada juga dikemukakan oleh Atmosudirdjo (1982 : 181)

dalam menetapkan perencanaan yang baik haruslah dibuat langkah-langkah

tertentu, yaitu:
27

1) ldentifikasi masalah, 2) Analisis situasi, 3) Merumuskan yang hendak


dicapai, 4) Menyusun garis besar semacam proposal, 5) Membicarakan
proposal yang telah disusun, 6) Menetapkan komponen, 7) Penentuan
tanggung jawab masing-masing komponen, 8) Menentukan outline, 9)
Mengadakan kohtrak antar unit, 10) PengLVnpulan data tettcait, 11)
Pengolahan data, 12) Penyimpulan data, 13) Pendiskusian rencana
sesuai data, 14) Penyusunan naskah final, 15) Evaluasi naskah fmal, 16)
Persetujuan naskah fmal, 17) Penjabaran untuk pelaksanaan.

Dari pendapat tefsebut dapat dijelaskan bahwa perencanaan yang

dimaksud adaJah perencanaan yang merupakan kegiatan penyusunan rencana

dalam hal ini merupakan pembuatan dokumen rencana. Namun, seperti yang

telah dikemukakan sebekmnya bahwa suatu perencanaan bukanlah merupakan


suatu kegiatan penyusunan dokumen rencana saja, melainkan datam pengertian

yang luas yaitu perencanaan yang meliputi proses kegiatan yang menyeluruh
dan terus menerus dari penyusunan rencana, pelaksanaan, pengawasan dan

eva1uasi. Proses perencanaan pembangunan sebagaimana dijelaskan oleh

Tjokroamidjojo (1989:57) terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut:

a) Penyusunan Rencana

Penyusunan rencana ini meliputi unsur-unsur, yakni:

1. Tmjauan keadaan, merupakan kegiatan berupa tinjauan sebelum

memulai suatu rencana atau tinjauan terhadap pelaksanaan rencana

sebelumnya. Di sini diusahakan dapat diidentifikasi masalah-masalah

pokok yang dihadapi, sejauh mana kemajuan telah dicapai, hambatan-

hambatan dan potensi-potensi yang ada.

2. Forecasting (peramalan), yaitu merupakan per1<iraan keadaan masa yang

akan datang.

3. Penetapan tujuan dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan tersebut.

4. ldentifikasi kebijaksanaan dan/atau kegiatan usaha yang perlu dilakukan

dalam rencana. Suatu policy mungkin perlu didukung oleh program-


28

program pembangunan, yang agar lebih operasional rencana kegiatan

usaha tni perlu dilakukan berdasarkan pemilihan altematif yang terbaik,

yang dalam hat. mi dilakukan berdasarican opportunity cost dan skala

prioritas.

5. Peraetujuan Rencana.
b) Penyusunan Program Rencana
Merupakan tahap perumusan yang leblh terperinci mengenai tujuan-tujuan

atau sasaran, suattJ perincian jadwal kegiatan, jumlah dan jadwal pembiayan

serta penentuan lembaga mana yang akan melakukan program-program

pembangunan tersebut.

c) Pelaksanaan Rencana

Dalam tahap inf merupakan tahap untuk melaksanakan rencana dirnana

pertu dipertimbangkan juga kegiatan-kegiatan pemehllaraan. Kebijaksanaan-

kebijaksanaanpun perlu diikuti inpfikasi pelaksanaannya, bahkan secara

terus-menerus pertu untuk dilakukan penyesuaian..penyesualan.

d) Pengawasan

Adapun tujuan dart pengawasan ini adalah : ,

1. Agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan rencananya.

2. Jika terdapat penyimpangan maka perlu untuk diketahui berapa jauh

penyimpangan tersebut dan dicari penyebabnya.

3. Dilakukan tindakan korektif terhadap penyimpangan tersebut,

Untuk itu diperlukan suatu sistem monitoring dengan pelaporan dan

feedback daripada pelaksanaan rencana.

4. Evaluasi
29

Tahap ini dilakukan secara terus-menerus selama proses pelaksanaan.

Selain itu, tahap ini dilakukan sebagai pendukung tahap penyusunan

rencana yaitu evaluasl tentang situasi ~um rencana dimulai dan

evaluasJ tentang pelaksanaan rencana sebetumnya. Dan dengan

evaluasi, dapat dilakukan perbalkan terfladap perencanaan seJanjutnya

dan penyesuaian terhadap perencanaan itu sendiri.


<,
'
2.1.5. Model-Model Perencanaan Pembangunan
\
Pembangunan sering dirumuskan sebagai proses perubahan yang

terencana dari situasi nasional yang satu ke situasi naslonal yang lain, yang

dinilai lebih tinggi, dengan kata lain pembangunan menyangkut proses perbaikan

(Katz dalam Tjokrowinoto, 1996). Sebagai proses yang terus berlangsung, maka

pembangunan harus dilihat secara dinamis dan bukan dilihat sebagai konsep

statis. Dalam rumusan PBS, pembangunan diungkapkan sebagai kegiatan usaha

yang tanpa akhir, ·0eve1opment is not a static concep. It is continously changing•

(Tjokroamidjojo, 1980). Ada lima faktor yang mendorong pembangunan tetap

terus dilaksanakan. Hogendon (1992) rnengemukakan lima faktor penting yang

mendorongdilaksanakannya pembangunan, yaitu;

(1) increased saving and investment and acquisition of appropriate


technology artinya aclalah peningkatan simpanan dan lnvestasi serta
penguasaan teknologi tepat guna, (2) agriculture improvement artinya
adalah pengembangan pertanian, (3) a growing foreign trade with close
attention to comparative advantage artinya adatah perdagangan luar
negeri, (4) an economic system that allow for efficient allocation artinya
adalah sistem ekonomi yang mendukung alokasi yang efisien, and (5)
human resources development artinya adalah pengembangan sumber
daya manusia.

Untuk mencapai hal tersebut di atas, terdapat lima (5) model

pembangunan yang mendasari proses pelaksanaan pembangunan dalam suatu

Negara, yaitu:
30

1. Pertumbuhan, yang menekankan pada trickle down effect dan teori


pertumbuhan (Rostow):
2. Welfam state, yang menekankan pada redistribution with
growth/basic need (Chenefy):
3. Neo Ekonomi, yang menekankan pada ekonomi yang mementingkan
rakyat kecil (UI Haq. Seer); .
4. Structuralize, yang menekanksn pada kondisi keterbelakangan yang
disebabkan struktur ekonomi (Frank, Dos Santos); dan
5. Humanizing, yang menekankan pada wawasan manusia (Goulet,
Korten dalam Tjokrowinoto, 1996).

Dari kelina model tersebut, yang banyak diterapka.1 hanya tiga, yaitu

strategi pertumbuhan ekonomi (economic growth strategy), strategi

kesejahteraan (welfare strategy), dan pembangunan yang berpusat pada

manusia (humanizing strategy) (Oyah, 2001 ). Namun secara gradual paradigma

pembangunan tersebut dapat dipisahkan menjadi dua kutub pemikiran, yattu:

1. Strategimemusatkan pada pengembangan diri, yang dikenal


kemudian dengan /ntema/ strategy. Tennasuk di dalamnya : (a)
Aliran Modemisasi; (b) Aliran People Centered Development;
2. Strategi dengan tidak menggantungkan pada negara lain
(Dependencial Strategy), yang dikenal kemudian dengan Ekstemal
Strategy.

P.erkembangan-perkembangan model pembangunan tersebut pada

awalnya berangkat dari premis kegagalan Teori Pembagian Ketja secsra


lntemasional. Teori ini didasarkan pada teori Keuntungan Komparatif, yang

menyatakan bahwa disetiap negara diperlukan spesialisasi produksi pada tiap-

tiap negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki. Tetapi

setelah beberapa puluh tahun kemudian, terjadi ketimpangan antar negara.

Negara-negara industri makin kaya, sedangkan negara agraris terpuruk dalarn

kemiskinan. Dari perkembangan paradigms pembangunan tersebut muncul dua

premis mayor, yakni kegagalan dan harapan terhadap model-model

pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan

lingkungan yang berkelanjutan.


31

Pada tahap awaJ dari perkernbangan pemikiran meng~nai pembangunan

itu, pertumbuhan ekonomi (economic growth), yang merupakan kelompok teori

modemisasl, rnerupakan kriteria ut8lna yang dominan bagi pengukuran

keberhasitan pembangooan. Model pembangunan berorientasi pertumbuhan

merupakan strategl pembangunan yang berkernbang pada tahun 1950-an


sampai dengan 1960-an. Hal ini disebabkan, setain pertumbuhan dinilai sebagai

sasaran yang paling tepat. juga dalam konsepsi strategl itu tersimpan anggapan

bahwa dengan pertumbuhan ekonomi ttu pada akhirnya buah pembangunan


akan dinikmati pula oleh si miskin melalui proses merambat ke bawah, atau

melalui tindakan koreksi pemerintah yang mendistribusikan kembali hasil

pembangunan. Bahkan juga tersirat pendapat bahwa ketimpangan atau

ketldakmerataan memang merupakan semacam prasyarat atau kondisi yang

harus terjadi guna memungkinkan tefciptanya pertumbuhan (Raharjo, 1983).

Oalam setiap model pembangunan terdapat beberapa harapan..harapan


yang akan dicapai maupun beberapa kemungkinan resiko yang akan

dutanggung dart efek pembangunan tersebut. Penangulangan kemiskinan yang

ditawarkan oleh beberapa pakar ekonomi pada paradigma pembangunan yang

berorientasi pada model pertumbuhan lebih menekankan pada konsep tricle

down effect (efek menetes ke bawah). Pada paradigma ini memandang bahwa

kekuatan ekonomi telah banyak memperdayakan masyarakat miskin. Hal ini

disebabkan tingginya gross national product (GNP) yang lebih banyak dinikmati

oleh masyarakat kaya.

Model pembangunan yang berlandaskan pada pertumbuhan ekonomi

menekankan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya

seringkali berakibat yang negatif, berupa kerusakan ekologis, penyusutan


32

sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial, terjadinya monopoli dan

sentralisasi kekuasaan. Oorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang

setinggi-tingglnya seringk&H berakibat terabaikannya upaya pembinaan

kelembagaan dan pembinaan kapasitas, sehingga pembangunan bersifat

sentralistik dan tidak memperhatikan partlsipasl masyarakat yang pada akhimya

berakibat masyarakat tidak berdaya. Dan seringkali gross national product yang

pendapatan perkapita yang dijadikan sebagai ukuran tingkat kesejahteraan

dalam paradigms pertumbuhan ekonomi tidak menunjukkan pendapatan nyata


masyarakat, sehingga walaupun tingkat gross national product tinggi tetapi

kadang tingkat kemiskinan juga tinggi.

Temyata strategi perturnbuhan (growth strategy) sedikit sekali

manfaatnya bagi perubahan tingkat hidup atau kesejahteraan masyarakat

apabila tidak diikuti dengan pemerataan pendapatan. Akibatnya tingkat

kesenjangan masyarakat kaya dan miskin semakin melebar untuk mengatasi hal
tensebut- kemudian dikembangkan konsep redistribution with growth yang lebih

diarahkan pada paradigma welfare state yang mengukur tingkat kesejahteraan

masyarakat melalul tingkat pemerataan pendapatan.

Menurut Strecten, Burki dan UI Haq (dalam Tjokrowinoto, 1995)

sebagaimana dikutip Bustani (2002), mengungkapkan strategi pembangunan

kesejahteraan tersebut didasarkan pads tiga argumentasi pokok, yaitu:

(a) Banyak dari kaum miskin tidak memiliki aset-aset produktif seisin
kekuatan fisik mereka, keinginan kerja dan intelegensi dasar mereka.
Pemeliharaan aset tersebut tergantung pada peningkatan akses
terhadap pelayanan publik serta pendidikan, pemeliharaan
kesehatan, penyediaan air pada umumnya.
(b) Peningkatan pendapatan kaum miskin boleh jadi tidak meningkatkan
stander hidup mereka kalau barang-barang dan jasa yang cocok
dengan kebutuhan dan tingkat pendapatan mereka tidak tersedia,
dan
33

(c) Peningkatan standar hidup golongan termiskin dari yang miskin


melalui peningkatan produktivitas mereka memerlukan waktu yang
sangat lama, dan dalarn porsi tertentu karena satu dan lain hal
mereka barangkalt tetap tidak dapat bekelja. Paling tidak program
subsidi jangka pendek, dan bafangkali program subsidi pennanen
diper1ukan agar rakyat mendapat bagian dari hasil-hasil
pembangunan.

Kajian paradigms kesejahteraan dianggap telah berhasil dalam

melepaskan perangkap "Zero Sum Game" yang beltitik tolak dan pandangan

bahwa dengan pemerataan akan tercipta landasan yang lebih luas untuk

perttmbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan

(sustainable).

Pada paradigms ini dilaksanakan sejumlah program besar yang akan

menghantarkan hasH pembangt.man kepada sebagian besar masyarakat dalam

waktu sesingkat rnungkin, me1alui jalur langsung, terutama dengan cara


meningkatkan alcses masyarakat keberbagai pelayanan publik. Pendekatan yang

dilakukan dengan cara mendesain pn>gram mefaluJ paket teknologi, earana


produksl, dana dan sistem pemasaran serta subsidi yang diharapkan dapat

mendorong masyarakat tumbuh dan sejahtera. Akan tetapi pendekatan ini

cenderung memandang masyarakat sebagai obyek pembangunan (Korten dan

Alfonso dalam Tjokrowinoto, 1996:217). Pendekatan ini akan meningkatkan

ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah dan akan menjadi kendala bagi

sistem pembangunan yang berkelanjutan.

Akan tetapi strategi pembangunan berorientasi kesejahteraan itu

mengandung beberapa kelemahan, yaitu:

a. Memandang rakyat sebagai obyek pengabdian melaui Charity


Program, yaitu dengan pendekatan : Patronizing, nature dan proteksi;
b. Manusia dianggap sebagai obyek pembangunan;
c. Kelemahan lain, dari segi manajemen pembangunan, mengandung
dua kelemahan pokok. Pertama, Program-program kesejahteraan
yang didesain, dibiayai dan dikelola secara sentralistik memerlukan
34

biaya yang sangat mahat untuk dapat berhasil, clan Kedua, Program
kesejahter.aan semacam ini ter1atu menguntungkan pelaksananya
pada manajemen birokrasi yang tegar dan tidak lentur yang tidak
mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan yang· dibutuhkan masyarakat. Sebaliknya masyarakat harus
menyesuaikan dengan apa yang · dapat diberikan oleh birokrasi.
(Korten, 1984 dalam Bustani 2002).

Dengan demikian masyarakat miskin sulil untuk mengatasi masalah-


masalah yang dihadapinya, sehingga petiu adanya keikutsertaan masyarakat

dalam suatu pembangunan, sehingga mereka mampu mengatasi masalahnya

sesuai dengan kebutuhan dalam menggali potensi masyarakat itu sendiri

(Korten, 1984).

Berangkat dari kegagalan dan kelemahan dari model di atas, kernudian

lahirlah strategi pembangunan yang berpusat pada manusia (humanizing

strategy) yaitu yang menekankan peopple centered development. Dengan

peopple centered development atau pembangunan bagi kepentingan rakyat

sebagai penggantl sistem top<lown approach. Untuk menjalankan model

tersebut perlu ditopang oleh empat aspek. yaitu capacity (kemampuan untuk
melaksanakan proses pembangunan) equity (pemerataan hasil-hasilnya),

empowennent (pemberdayaan masyarakat untuk melakukan hal-hal yang

dianggap penting), dan sustainable (berlangsung terus-rnenerus/

berkesinambungan) (Riyadi, 2005:34). Paradigms ini memberikan peranan

kepada individu bukan sebagai obyek pembangunan akan tetapi sebagai subyek

pembangunan yang menentukan tujuan yang hendak dicapal, menguasai

sumber-sumber dan mengarahkan proses yang menentukan hidup mereka.

Paradigma ini memberikan tempat yang penting bagi prakarsa dan

keanekaragaman lokal serta menekankan pentingnya masyarakat lokal yang


35

mandiri (self reliant communities) sebagai suatu sistem yang mengorganisir

mereka sendiri.

Paradigms People Center Development melihat pembangunan sebagai

gerakan rakyat, bukan sekedar program dan kegiatan pemerintah. People Center

Development mencoba membuat sintesis transfonnasi dari aspek lingkungan,

hak azasi manusia, pertindungan konsumen, gerakan perempuan dan


4

perdamaian. Artinya, People Center Development memberi porsi yang besar

pada kebebasan (freedom) dan harga diri (selfworth) masyarakat (Todaro, 1994).

Harga diri (self-worth atau self-esteem), sering juga disebut otentisitas, identitas,

martabat, respek, kehormatan, adalah pengakuan bahwa seseorang atau

kelompok orang tertentu tidak boleh dimanfaatkan oleh orang lain sebagai alat

semata untuk mencapat tujuan orang lain tersebut. Hal ini menyangkut nilai yang
beJ1aku dalam masyarakat.

"Persoalannya, nilai-nilai sering rancu dan membingungkan. Oewasa ini


kemakmuran (prosperity) telah menjadi nllai yang domlnan dan menjadi
tolok ukur universal bagl harga diri. Bagi negara yang belum makmur
pembangunan lalu menjadi tujuan yang tidak bisa dihindarkan untuk
mencapai harga diri tersebut. Kebebasan (freedom) dapat didefinisikan
sebagai pembebasan diri dari kondiSi alienasi material atas hidup dan
dari perbudakan sosial terhadap slam, kebodohan, orang lain,
kemalangan, institusi, dan keyakinan-keyakinan dogmatis ". (Todaro
1994:18).

Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan kebebasan untuk memilih.

Menurut Lewis (1963) dalam Todaro (1994):

"Keuntungan pertumbuhan ekonomi bukanlah b8hwa kekayaan


menghasilkan kebahagiaan, melainkan bahwa kekayaan meningkatkan
rentang pilihan manusia. Oengan kekayaan orang lebih mampu
menguasai atau mengontrol alam dan lingkungan fisik (mlsalnya
menghasilkan parigan, tempat tinggal dan per1indungan) ketimbang jika
miskin. Kekayaan juga memungkinkan orang untuk memilih kesenangan
(greater leisure) dengan mengumpulkan barang dan jasa, atau malah
sebaliknya, menolak pentingnya harta dan mernilih kehidupan spiritual-
kontemplatif. Kebebasan juga harus mencakup sebagai komponennya
kebebasan politik seperti (tapi tldak hanya) keamanan pribadi, rule of law,


36

kebebasan mengemukakan pendapat, partisipasi politik, dan kesetaraan


kesempatan. ·

Berdasarkan visi tersebut di atas, pembangunan menurut People Center

Development dapat dirumuskan sebagai:

" Proses yang dengannya anggota-anggota masyarakat meningkatkan


kemampuan pribadi dan institusional mereka untuk memobiHsasi dan
mengatur aumber daya guna menghastlkan perbaikan kualitas hidup yang
berkelanjutan dan terdistribusi secma adH sesuai dengan aspirasi mereka
sendiri (Korten, 1990).

Artinya, pembangunan merupalc:an suatu proses dengan fokus pada

kemampuan pribadi dan institusi. Oefinisi ini juga memuat keadilan,

kebes1anjutan dan keten:akupan serta harga diri dan kebebasan sebagai prinsip.
Oiakui bahwa hanya masyarakat yang bersangkutan yang dapat mendefinisikan

apa yang mereka anggap sebagai perbaikan dalam kualitas hidup mereka.

Selanjutnya Bryant and White (1982:15-19) menyatakan bahwa

pembangunan merupakan proses peningkatan kapasitas atau kemampuan

manusia untuk menentukan masa depannya. Beberapa aspek yang perlu

dipematikan dalam upaya peningkatan kemampuan manusia yaitu:

1. capacity atau kemampuan manusia untuk melakukan perubahan dan


pembangunan;
2. equity yaitu mendorong tumbuhnya kebersamaan, kemerataan, dan
pemerataan hasil-hasil pembangunan;
3. empowerment yaitu memberikan kepercayaan kepada masyarakat
untuk rnembangun dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada
dalam bentuk adanya kesempatan yang sama, kebebasan untuk
memilih dan kewenangan untuk memutuskan;
4. sustainability yaitu membangkitkan kemampuan rpembangun dan
bersifat berkelanjutan;
5. interdependence yaitu mengurangi ketergantungan masyarakat
terhadap masyarakat lainnya serta menciptakan hubungan yang
saling mengunt~ngkan dan saling menghargai.

Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebatas

kekuatan ekonomi saja tetapi juga aspek politisnya, yaitu dengan memberikan

kesempatan kapada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan


37

keputusan, melaksanakan keputusan tersebut serta mengawasi dan

mengevaluasinya, agar benar-benar bermanfaat pada masyarakat itu sendiri.

Paradigma pembangumm manusia mempunyai 4 unsur penting yaitu: (1)

peningkatan produktivitas, (2) pemerataan kesempatan, (3) kesinambungan

pembangunan, dan (4) pemberdaayaan manusia

Pemba~unan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam

pelaksanaannya sangat mensyaratkan keter1ibatan langsung pada masyarakat


penerima program pembangunan (partisipasi pembangunan). Karena hanya

dengan partisipasi masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan ini

akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan

adanya kesesuaian ini maka hasil pembangunan akan memberikan manfaat

yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya salah

satu indikator keberhasilan pembangunan adalah adanya partisipasi masyarakat

penerima program.

Demikian pula pembangunan sebagai proses penlngkatan kemampuan

manusia untuk menentukan masa depannya mengandung arti bahwa

masyarakat perlu dilibatkan dalam proses tersebut. Di sini masyarakat perlu

diberikan empowerment (kuasa dan wewenang) dan berpartisipasi dalam

pengelolaan pembangunan.

Ada tiga alasan utama menurut Conyers (1992:154-155) mengapa

partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting, yaitu:

"pertama, partlsipasi masyarakat merupakan suatu alat guna


memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap
masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan
serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih
mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan
dalam proses, persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan
lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa
memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, timbul anggapan bahwa
38

merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam


pembangunan masyarakat mereka sendin·.

Demikian pula Goulet dalam Supriatna (2000:211), tanpa partisipasi

pembangunan justru akan mengganggu manusia dalam upayanya untuk

memperoleh martabat dan kemerdekaannya.

Mengapa partisipasi menjadi amat penting, menurut Tjokrowinoto (1993)

terdapat beberapa alasan pembenar bagi partisipasi masyarakat dalam

pembangunan, yaitu:

a. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan terakhir pembangunan,


partisipasi merupakan akibet 1ogis dari dalif tersebut;
b. Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi untuk
dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut
masyarakat;
c, Partisipasi menciptakan suatu ringkungan umpan balik arus infonnasi
tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa
keberadaannya skan tidak terungkap. Arus informasi lni tidak dapat
dihlndari untuk bertlasilnya pembangunan;
d. Partisipasl dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari di mana
rakyat berada dan dari apa yang mereka mUiki;
e. partisipasi mempertuas zone (wawasan) penerina proyek
pembangunan;
f. la akan memper1uas jangkauan pelayanan pemerintah kepada
seluruh masyarakat;
g. Partisipasi menopang pembangunan;
h. Partisipasi menyedlakan lingkungan yang kondusif baik bagi
aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia;
I. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan
masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna
memenuhi kebutuhan khas daerah;
j. Terakhir, tetapi tidak kalah pentingnya, partisipasi dipandang sebagai
pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam
pembangunan mereka.

Perencanaan pembangunan yang berkiblat dan melibatkan kelompok

sasaran pada akhimya akan dapat diciptakan proyek-proyek pembangunan yang

sesuai dengan sumber daya, kondisi, kebutuhan dan potensi kelompok sasaran

tersebut. Dengan kesesuaian ini, maka partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan program pembangunan akan tinggi dan pada tingkat selanjutnya


39

proyek pembangunan itu akan bennanfaat dan dimanfaatkan kelompok sasaran.

Oengan demikian tujuan pembangunan kualitas manusia melalui partisipasi

masyarakat ini hanya akan tercapai apabila masyarakat melalui kelompok

swadaya masyarakat memiliki kesempatan yang lebih besar untuk terlibat dalam

setiap proses pembangunan.

2. 2. Perencanaan Pembangunan Oaerah

Berkaitan dengan suatu daerah, dalam pembangunan timbul satu

konsep tentang perencanaa Pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan

daerah pada hekekatnya mepunyal kortsep dasar yang sama dengan

perencanaan pembangunan yang dikemukakan oleh para ahli seperti diuraikan

diatas.

Konsep perencanaan pembangunan daerah di sini dapat dikatakan

merupakan suatu perencanaan yang didesentralisasikan oleh pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah. Sebaaaimana dikemukakan oleh Kumar (2001 : 498)

bahwa:

•0ecentralised planning connotes a better perception of the needs of


local areas, makes better informed dicision-making possible, gives a
greater voice in decision-making to the people for whom the development
is meant, and se1Ves to achieve better co-ordination and integration
among programmes enabling the felt needs of the people to be taken into
account.•

Kurang lebih maksudnya adalah perencanaan yang didesentralisasikan

mempunyai konotasi yang lebih baik dalam memahami kebutenan daerah, dapat

memberikan infonnasi yang lebih baik kepada pembuat keputusan, memberikan

kecenderungan yang lebih baik dalam pembueten keputusan untuk masyarakat

daerah, dan dapat melaksanakan koordinasi dan integrasi yang lebih baik dalam

melaksanakan program yang dirasakan sebagai kebutuhan masyarakat itu

sendiri.

-,
40

Sementara itu perencanaan pembangunan daerah menurut Riyadi dan

Bratakusl.W118h (2005 : 7) adalah:

•suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk


melakukan perubahan menuju arah pertcembangan yang lebih ballc bagi
suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam
wilayah tertentu/daerah tertentu dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada dan harus memilikl
orientasi yang bensifat menyeluruh, Jengkap tapl tetap berpegang pada
azas prioritas".
Berarti, perencanaan pembangunan daerah akan membentuk tiga hal
pokok yang meliput,i: (1) perencanaan komunitas, (2) menyangkut suatu areal

(daerah), dan (3) surnber daya yang ada di dalamnya. Pentingnya orientasi

holistik dalam perencanaan pembangunan daerah, karena dengan tingkat

kompleksitas yang besar tidak mungkin kita mengabaikan masalah-masalah

yang muncul sebagai tuntutan kebutuhan sosial yang tak terelakkan. Tetapi di

pihak lain, adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki, tidak memungkinkan

pula untuk melakukan proses pembangunan yang langsung menyentuh atau

mengatasi seluruh pennasalahan dan tuntutan secara sekatlgus. Dalam hal inilah

penentuan prioritas per1u dilakukan, yang dalam prakteknya dilakukan melalui

proses perencanaan.

Melakukan perencanaan pembangunan daerah berbeda dengan

melakukan perencanaan proyek atau perencanaan-perencanaan kegiatan yang

bersifat lebih spesifik dan mikro. Proses perencanaan pembangunan daerah jauh

lebih kompleks dan rumit, karena menyangkut perencanaan pembangunan bagi

suatu wilayah dengan berbagai komunitas, lingkungan, dan kondisi sosial yang

ada di dalamnya. Apabila mencakup wilayah pembangunan yang luas, kultur

sosialnya amat heterogen, dengan tingkat kepentingan yang berbeda.


41

Berdasarkan uraian-uraian di atas. dapat diartikan bahwa perencanaan

pembangunan daerah (Riyadi, 2005:8) adalah:

•suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan


berbagal unsur di da1amnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian
sumber-6Utnber daya yang ada dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam
jangka waktu tertentu•

Sedangkan menurut Affandi Anwar dan Setia Hadi daJam Riyadi dan

Bratakusumah (2005 : 8), perencanaan pembangunanwilayah diartikan:


•Suatu proses atau tahapan pengarahan kegiatan pembangunan di suatu
wilayah tertentu yang melibatkan interaksi antara sumber daya manusia
dengan sumber daya lain, tennasuk sumber daya alam dan lingkungan
melalui investasi•.

Dikatakan wilayah tertentu, karena memang imptementasinya hanya

dapat dipergunakan di daerah tertentu, dimana penelusuran lapangan dilakukan,

sehingga tidak mungkin diimplementasikan di daerah lain secara utuh, kecuali

untuk hal-hal tertentu saja ayang memiliki kesamaan kondisi dan tuntutan

kebutuhan yang hampir sama

Lebih lanjut Syahronl (2002) mengemukakan bahwa yang dimaksud

dengan perencanaan pembangunan daerah adalah:

"suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku (aktor), baik umum
(publik) atau pemerintah , swasta maupun kelompok masyarakat lainya
pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan
dan keterkaitan aspek-aspek fisik, sosial-ekonomi dan aspek-aspek
lingkunan lainnya dengan cara : secara terus menerus menganalisis
kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah, merumuskan tujuan-
tujuan dan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah, menyusun
konsep strategi, melaksanakan dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia, sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara
berkelanjutan".

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa

perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu perencanaan yang

dilakukan untuk tujuan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik terhadap
42

suatu daerah dangan menggunakan sumber daya yang dimiliki oleh daerah

tersebut dengan metibatkan semua stakeholders yang merupakan manifestasi

dari perumusan kepentingan lokal dalam memenuhl kebutuhan daerah itu sendiri

dalam kerangka otonomi daerah.

Perencanaan pembangunan daerah merupakan proses menyusun

langkah-langkah yang akan disefenggarakan oleh daerah, dalam rangka

menjawab kebutuhan masyarakat, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.


Perencanaan pembangunan daerah dapat dipandang sebagai formulasi

mengenai aspirasi masyarakat setempat dalam rangka mencapai kehidupan

yang lebih baik dan bermakna melalui langkatHangkah pembangunan.

Perencanaan pembangunan daerah merupakan perencanaan yang

dipergunakandalam mengatur alokasi sumber daya yang terbatas dalam rangka

mencapal tujuan yang diharapkan. Pengertiandaerah dalam hat ini menyangkut

dengan istilah region yang pads dasamya adalah suatu istilah lain untuk konsep

space (tempat) yang nyata merupakan ciri khusus membedakan konsep

perencanaandaerah dengan perencanaansektorat.

Selanjutnya dalam UU No.32 tahun 2004~menegaskantentang adanya

perencanaan pembangunandaerah. Dalam undang-undangtersebut disebutkan

bahwa perencanaan pembangunandaerah sebagai satu kesatuan dalam sistem

perencanaan pembangunan nasional, disusun oleh pemerintah daerah provinsi,

kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannyayang dilaksanakan oleh Sadan

Perencanaan Pembangunan Daerah. Hal ini berarti bahwa perencanaan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan bagian dari perencanaan

pembangunan nasional yang tentunya setiap daerah tidak bisa menjalankan


43

sendiri program pembangunannya tanpa melihat program pembangunan

nasional secara keseturuhan.

Adanya perencanaan pembangunan daerah dan perencanaan

pembangunan nasional memunaJlkan dua bentuk model perencanaan, berupa

perencanaan horisontal dan perencanaan vertical (Staveren, 1980:14). Secara

horisontaJ, perencanaan dapat dilakukan secara naslonal, wilayah dan lokal.


Oalam perencanaan horiaontal dilakukan dengan menganalisis dan

memperpadukan berbagai aspek perencanaan pada satu tingkatan. Sedangkan

perencanaan secara vertikal/sektor, mengikuti pendekatan per sektor.

Perencanaan verttl<aVsektoral dapat dilakukan dengan menganalisis dan

menggabungkan berbagai aspek yang relevan secara utuh dari berbagai

tingkatan.

Dua bentuk perencanaan tersebut diatas, menurut Staveren (1980:16)

membentuk suatu hubungan dua arah yaitu melalui tOfHJown dan bottom-up.
Perencanaan pembangunan daerah yang bersifat bottom-up dirumuskan oleh

pemerintah lokal dengan memperhatikan aspirasi masyarakat setempat.

Sedangkan prosedur top-down, perencanaan nasional menyediakan kerangka

untuk kegiatan pembangunan nasional. Kegiatan ini diformulasikan secara lebih

detail dengan menyediakan kerangka untuk rencana sektoral dan rencana

daerah. Dalam kenyataannya, kedua prosedur ini sangat penting. Untuk

menyempumakan hasil perencanaan yang telah disusun antara top-down dan

bottom-up maka komunikasl dua arah menjadi sangat berperan. Perencanaan

secara top-down berfungsl untuk menegaskan bahwa di beberapa daerah akan

mempunyai proses pembangunan yang menunjang kepentingan nasional untuk

waktu tertentu. Sedangkan perencanaan secara bottom-up menegaskan bahawa


44

perencanaan pembangunan didasarkan pada potensi dart wilayah (lokal) yang

ada. Pada perencanaan bottom-up secara kornparatif memastikan adanya

sumber daya dan keikutsertaan masyarakat lokal daJam bentuk partisipasi.

Adanya keterbatasan dana yang ada, terutama di daerah, make diperlukan

pembagian dana dari pusat untuk semua daerah dan semua bidang dalam

kerangka nasional untuk mencapai tujuan pembangunan.

Dari prosedur perencanaan pembangunan secara top-<iown dan bottom-

up tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa pada dasamya perencanaan

pembangunan daerah dapat terbagi dalam dua bentuk. Kedua bentuk tersebut

menurut Abe (2005:33):

"Pertama, perencanaan daerah sebagai suatu bentuk perencanaan


(pembangunan) yang merupakan implementasi atau penjabaran dari
perencanaan pusat (nasional), Kedua, perencanaan daerah sebagai
suatu hasil pergulatan daerah dalam merumusken kepentingan lokel".
.>:
Untuk bentuk pertama bisa teljadi dua kemungkinan: (1) perencanaan

daerah adalah bagian dari perencanaan pusat; (2) perencanaan daerah adalah

penjelasan mengenai rencana nasional yang akan diselenggaraken di daerah.

Proses penyusunannya bisa dilakukan dalam dua metode yaitu top-down dan

bottom-up. Sedangken untuk bentuk kedua bisa terjadi dua kemungkinan: (1)

perencanaan daerah sebagai rumusan mumi kepentingan daerah, tanpa

mengindahk8n koridor dari pusat: dan (2) perencanaan lebih merupakan

pengisian atas ruang-ruang yang disediakan oleh pusat, perencanaan daerah

tidak lebih sebagai kesempatan yang diberikan pusat untuk diisi oleh daerah,

dengan batas-batas yang sudah sangat je~s.}


I

Dalam perencanaan pembangunan daerah, make ada beberapa kegiatan

yang dilakuken dalam proses perencanaan ini. Kegiatan utama dalam proses

perencanaan pembangunan daerah, menurut Staveren (1980:23) yaitu:


45

perumusan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, kondisi yang akan dicapai,

mempedlitungkan skala waktu yang diperlukan, melakukan riset dan

inventarisasi, pelaksanaan, serta melakukan evaluasi.

Oalam penentuan tujuan harus diterjemahkan ke dalam suatu struktur

atau sistem dan mengindikasikan sesuatu yang alcan dicapai dari keseluruhan

rencana. Menyangkut kondisi yang akan dicapai, harus dijetaskan sehingga

memberikan penjelasan yang mendalam dan konsisten terhadap tujuan yang

akan dicapai. Berkaitan dengan waktu yang diperlukan, maka dalam

perencanaan memperhitungkan waktu yang akan dicapai dalam pencapaian

tujuan. Riset dan inventarisasi dimaksudkan untuk mengetahui sumber-sumber

daya yang ada serta memberikan informasi segala kegiatan yang akan dicapai

dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Oalam perencanaan yang

disusun tersebut semuanya bersifat asumsi-asumsi sehingga untuk mengetahui

keberhasHan keglatan yang telah dilaksanakan peria dilakukan evaluasi.


Selanjutnya menurut Syahroni (2002), dalam proses perencanaan

pembangunan daerah ada beberapa tahapan dasar dapat dllakukan. Tahapan

tersebut antara lain pemahaman daerah, perumusan kebijakan, perumusan dan

penetapan program serta monitoring dan evaluasi. Pemahaman daerah

dimaksudkan untuk memperoleh data dan infonnasi secara sistematis, mengenai

kondisi utama lingkungan, fislk, sosial, ekonomi, administratif, dan kelembagaan

dari suatu daerah yang dikaji dan direncanakan pembangunannya. Dalam

perumusan kebijakan hasiVkeluarannya adalah dapat berupa visi dan misi,

tujuan, arahan pembangunan, strategi umum dan prioritas. Sedangkan

hasiVkeluaran dari perumusan dan penetapan program adalah rencana tindak

sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan daerah.

\
46

Menurut Kuncoro (2004 : 54), mekanisme perencanaan pembangunan di

era otonomi daerah terdiri dari proses top-<iown dan bottom-up. Diharapkan

pemerintah daerah mems)ertimbangkan strategi pembangunan nasional dalam

proses perencanaan daerahnya. Proses top-down perencanaan pembangunan

tahunan dimuJai ketika setiap tingkat pemerintahan memberikan acuan dan

keputusan anggaran tahunan keoada tingkat pemerintahan di bawahnya.


I

Proses bottom-up, merupakan proses konsultasi di mana setiap tingkat

pemerintahan menyusun usulan pembangunan tahunan berdasarkan proposal

yang diajukan oleh tingkat pemerintahan di bawahnya. Dalam Surat Edaran

menteri Datam negeri Nomor 050/987/SJ tanggal 5 Mei 2003, disebutkan bahwa

proses perencanaan pembangunan daerah diselenggarakan melalui tahapan

darf tingkat yang paling rendah yaitu :

1. Musyawarah Pembangunan Oesa (Musbangdes), forum musyawarah dan

koordinasl pembangunan tingkat desalkelurahan yang merupakan koordinasi

perencanaan pembangunan partisipatif yang dimuJai sejak dilakukan kegiatan

indentifikasi masalah dan kebutuhan yang menjadl aspirasl masyarakat

2. Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), forum musyawarah dan koordinasi

pembangunan tingkat kecamatan yang bertujuan untuk mensinergikan dan

mensinkronisasikan hasil-hasil Musbangdes dalam satu wilayah kecamatan

sehingga menjadi suatu usulan yang sistematis, mantap dan terpadu untuk

dibawa ke forum koordinasi selanjutnya;

3. Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang), forum musyawarah dan

koordinasi pembangunan tingkat kabupaten yang bertujuan untuk

menghasilkan kesepakatan dan komitmen di antara para pelaku

pembangunan (pemeriritah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, dunia


47

usaha, dan lain-lain), di mana pengambilan keputusannya dilakukan secara

partisipatif dengan berpedoman pada dokumen perencanaan pembangunan

daerah.

Diharapkan dengan dilaksanakan prosedur perencanaan tersebut di atas,

aspirasi masyarakat dapat diakomodasikan dalam perencanaan pembangunan

daerah yang dilaksanakan dan tujuan perencanaan yang didesentralisasikan


dapat terwujud.

Selanjutnya dalam konteks pembangunan, make keberllasilan

pencapaian tujuan dlpengaruhi oleh faktor-faktor yang ada, tennasuk pula dalam

perencanaan pembangunan daerah. Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2005 :

15), faktor-faktor perencanaan pembangunan daerah yang merujuk pada faktor-

faktor yang dapat mempengaruhl pembangunan adalah faktor lingkungan,

sumber daya manusia perencana, sistem yang digunakan, perkembangan iknu

dan teknologi, dan faktor pendanaan.

Faktor lingkungan ini bisa berasal dari luar (ekstemal) maupun dari

dalam (internal). Baik dari luar maupun dari dalam, faktor tersebut dapat

mencakup sosial, budaya, ekonomi dan politik . ..f"aktor sumber daya manusia

merupakan motor penggerak dalam perencanaan. Kualitas perencanaan yang

balk alcan lebih memungkinkan tercipta oleh sumber daya yang baik.

Menyangkut faktor sistem yang digunakan adalah aturan atau kebijakan yang

digunakan sebagai pedoman pelaksanaan perencanaan pembangunan. Hal ini

bisa menyangkut prosedur, mekanisme pelaksanaan, pengesahan dan lain

sebagainya. Faktor ilmu pengetahuan dapat memberikan pengaruhnya dimana

tidak hanya dari segi peralatan namun dapat juga adanya berbagai teknik dan

pendekatan yang lebih maju. Sedangkan faktor pendanaan merupakan faktor


48

yang harus ada dalam membiayai sebuah aktifrtas. Demikian halnya dengan

perencanaan pembangunan. Kepastian adanya sumber dana dapat memberikan

jaminan akan tertaksananya pmencanaan tersebut.

2. 3. Perencanaan Pembangunan Pertanian


Pertanian dalam arti luas meliputi pertanian rakyat. pertcebunan,

petemakan, perikanan, dan kehlrtanan. Sedangkan pertanian dalam arti sempit

ditujukan khusus terhadap pertanian rakyat, yaitu usaha pertanian keluarga di

mana diproduksi bahan makanan utama seperti beras, palawija, dan tanaman
hortikultura lainnya (Banoewidjaya. 1983:19). Menurut Mosher seperti yang

dikutip oleh Banoewidjojo bahwa: .

•Pertanian adalah sejenis proses produksi yang khas didasart<an atas


proses-proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Para petani mengatur
dan menggiatkan pertumbuhan tanaman dan hewan itu dalam usaha tani
(farm). Kegiatan-kegiatan produksi di dalam setiap usaha tani merupakan
suatu bagian usaha (business). dimana biaya dan penerimaan adalah
penting•.

Jadi pembangunan pertanlan sebagaimana telah dikemukakan di atas,

diartikan sebagai suatu proses yang mengakibatkan perubahanperubahan sosial

atau kehidupan ke arah yang lebih baik. Dapat dikatakan juga bahwa

pembangunan pertanian merupakan suatu proses perubahan tingkat kehidupan

ekonomi dan sosial bagi masyarakat petani, serta menimbulkan pertumbuhan

ekonomi yang berasal dari kegiatan bidang pertanian. Menurut Banoewidjaya

(1983:15) bahwa pembangunan pertanian adalah proses penciptaan perubahan

sosial penduduk secara terus menerus terutama diarahkan pada segisegi

pertanian, masyarakatnya diajak maju . sehingga semakin pandai, semakin

terampil, bersemangat, dan tekun sehingga produktifrtas pertanian semakin

meningkat.
49

Program pembangunan pertanian yang dikembangkan mempunyai tujuan

utama yaitu meningkatkan produksi pangan, pendapatan petani, dan

mempertuas kesempatan kerja. Program-program pembangunan dari sebuah

rejim manapun pada hakekatnya adalah suatu proses untuk pembangunan

manusia seutuhnya. artinya secara praktis program tersebut harus mampu

meningkatkan kualitas rnanusia secara fisik dan mental. Faktor yang sangat

penting dan mendasar adalah makanan clan gizl yang menjadi bahan konsumsi

seluruh masyaraket. Menurut Singer (1980:214) ada beberapa langkah yang

tazirn dilakukan dalam suatu rencana kebutuhan dasar : 1) penentuan standar

kebutuhan dasar yang pertu dicapai, bahkan oleh golongan tenniskin dari

penduduk. Stander kebutuhan dasar ini dapat dinyatakan dalam kebutuhan fJsik

kalori perorang atau dapat dinyatakan dalam pendapatan yang dipertukan untuk

membiayai kebutuhan minimum; 2) menambah kebutuhan dasar yang

dinyatakan dalam konsumsi perorangan dan/atau pendapatan perorangan yang

tersedia dengan jasa-jasa umum yang juga merupakan bagian darl konsumsi

perorangan. Jasa-jasa umum ini meliputi peluang untuk menggunakan fasilitas-

fasilitas pendidikan, peluang untuk menggunakan alat-alat produksi yang

dipertukan seperti. tanah, irigasi, pupuk, jasa-jasa penyuluh pertanian; 3)

menentukan besamya dan komposisi yang konkret dari golongan yang berada di

bawah stander kebutuhan minimum. Menurut istilah strategi kebutuhan dasar,

golongan ini disebut •penduduk sasaran".

Menurut Banoewidjojo (1983:40), ada lima syarat mutlak untuk

melaksanakan pembangunan pertanian, yaitu:

1. T ersedianya pasar untuk hasil usaha tani. Pasar adalah salah satu
tujuan akhir dari produksi pertanian untuk mendapatkan kembali
biaya-biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan.
50

2. Teknologi yang senantiasa berubah. Meningkatnya produksi


pertanian adalah akibat dari pemakaian teknik-teknik dan metode di
dalam usaha tani.
3. Tersedianya sarana produksi secara lokal, seperti bibit, pupuk,
~isida, pakan dan obat-obatan serta peralatan lainnya.
4. Perangsang produksi bagi para petani antara lain harga jual produksi
yang tinggi, serta tersedianya barang dan jasa yang ingin dibeli
petani.
5. transportasilpengangkutan, untuk membawa sarana produksi ke
petani dan mengangkut hasil pertanian ke tempat pemasaran.

Dengan demikian, pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai

proses yang ditujukan untuk meningkatan produksi pertanian, sekaligus

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani dengan cara

melakukan penambahan modal dan pemberian keterampilan. Pembangunan

pertanian tidak dapat ter1aksana hanya oleh para petani itu sendiri, melainkan

harus melibatkan unsur-unsur seluruh lapisan masyarakat yang meliputi para

pemilik modal (investOI), akademisi, peneliti, dan pemerintah.

Selanjutnya menurut Banoewidjaya (1983:111), rencana pembangunan

pertanian itu dapat disebutkan:

1. Menetapkan tujuan atas dasar pertimbangan keadaan.


2. Membuat analisa masalatlmasalah yang akan timbul, sehubungan
dengan tujuan yang telah ditetapkan. ·
3. Memecahkan masalahmasalah dan memUih altematif yang paling
memungkinkan di antara jawaban masalatiinasalah tersebut.
4. Mengatur segala sarana berdasarkan altematif jawaban masalah-
masalah yang telah dipilihnya itu, dengan tepat menurut jenis, jumlah,
tempat dan waktu dalam bentuk rencana.
5. Mencoba melaksanakan rencana. t
6. Membuat perubahanperubahan berdasarkan hasilhasil percobaan .
• t..

Bidang pertanian harus dijadikan titik tolak pembangunan ekonomi

nasional dengan memanfaatkan potensi serta keunggulan komparatif yang

dimilikinya. Perencanaan pertumbuhan ekonomi yang memihak kepada

kelompok masyarakat miskin harus mampu mengangkat kesejahteraan

kelompok masyarakat terbesar yaitu mereka yang berada di usaha pertanian.


51

Upaya pengentasan kemiskinan tersebut akan terkait dengan peningkatan

kemampuan mereka dalam mengakses bahan pangan yang sekaligus berarti

meningkatkan pula sistem Ketahanan pangan.

Upaya pemuJihan ekonomi dan penguatan landasan pembangunan

nasional serta perekonomian nasional harus dikembangkan dengan basis


sumberdaya lokal, terutama pertanlan, kehutanan, perikanan dan perkebunan
melalui strategi pembangunan agribisnis. Pengembangan ketahanan pangan

sangat strategis, terbukti dari pengalaman berbagai negara yang tidak satupun
yang berhasD mengatasi masalah kemiskinan tanpa pencapaian ketahanan

pangan terlebih dahulu. Eratnya keterkaitan antara peningkatan ketahanan

pangan dengan pengentasan kemiskinan tersebut kemudian mendorong

diperlukannya berbagai lnstrumen kebjjakan pemerintah guna meningkatkan

ketahanan pangan yang berbasis pads keragaman sumberdaya pangan, baik di

tingkat rumah tangga, regional, maupun nasionat

Dalam proses perencanaan pembangunan pertanian, faktor prioritas

mejadi persoalan. Sektor mana yang harus mendapat prioritas sehingga mampu

memberikan landasan yang kuat bagi perekonomian daerah. Ada pendapat


bahwa keberhasilan bidang industri sangat ditentukan oleh bidang lain yang

mampu memberikan input (bahan baku) bagi bidang industri. Ada beberapa

alasan mengapa bidang pertanian sangat dibutuhkan: (1) untuk menyedlakan

bahan baku makanan yang murah sehingga terjangkau oleh · masyarakat; (2)

bidang industri juga membutuhkan bahan mentah yang berasal dari bidang

pertanian; dan (3) untuk meningkatkan daya beli petani yang merupakan

konsumen industri.
52

2. 4. Dana Alokasi Khusua Non Dana Rebolsasi

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang dialokasikan dari Anggaran

Pendapatan dan Belan"'JS Negara (APBN) kepada Daerah tertentu untuk

membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam

APBN. Sedangkan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi adalah dana yang

berasal dari APBN diluar Dana Reboisasi yang dialokasikan kepada daerah

tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus dan merupakan bantuan

stlmulan kepada Daerah tertentu untuk mengarahkan pelaksanaan kegiatan

yang merupakan kewenangandan tanggung jawab Oaerah ke arah pemenuhan

kebutuhan.khususdalammembiayai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar

yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, pertanian,

infrastruktur yang meliputi jalan, irigasi dan air bersih, kelautan dan perikanan

serta prasarana pemerintah. Dana Alokasi Khusus merupakan dana

perimbangan yang diterima daerah dari Pemerintah Pusat sebagai perwujudan

desentralisasifiskal. lmplementasiotonomi daerah yang mulai ber1akukanpada

tahun 2001 mengacu pada dua undang-undangyaitu: Undang-undangnomor 22

dan 25 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang nomor 32

dan 33 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan

Pusat-Daerah. Undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah (UU-

PKPD) merupakan Undang-undang yang mengatur perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat-daerah berdasarkan pembagian fungsi dan wewenang

penyelenggaraan pemerintahan diantara pemerintah pusat, propinsi dan

kabupaten/kotadalam UU nomor 32 tahun 2004. Perimbangan Keuangan Pusat-

Daerah menurut UU nomor 33 tahun 2004 mengatur suatu sistem pembiayaan

pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Beberapa


53

prinsip yang diatur da1am UU-PKPD tersebut mencakup pembagian keuangan

antara pemerintah pusat dan daerah, dengan mempertimbangkan aspek

pemerataan antar daerah; potensi, kondisi dan kebutuhan obyektif daerah serta

tata cara pengelotaan dan pengawasan pelaksanaannya.

Adapun ketentuan secara umum Dana Alokasi Khusus menurut UU-


PKPD adalah sebagai berikut:

a. Oialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu

pembiayaan kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana

dalamAPBN.

b. Yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang tidak

dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus DAU, danlatau kebutuhan

yang merupakan komitrnen atau prioritas nasional.

c, OAK tennasuk yang berasal dari dana reboisasi. Kecuali dalam rangka

reboisasi, daerah yang mendapat OAK harus menyedlakan dana

pendamping dari APBD sesuai dengan kemampuan daerah yang


bersangkutan.

Berdasartcan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.

505/KMK.0212004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan Alokasi dan

Pedoman Umum Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi Tahun

Anggaran 2005, maka pemerintah pusat melalui Oepartemen Keuangan

menyalurkan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi (OAK Non DR) kepada

daerah sebesar Rp. 4.014.000.000.000,00 sedangkan alokasi di Kabupaten

Kediri sebesar Rp. 14.290.000.000,00 untuk membantu daerah membiayai

kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional

di bidang pendidikan, kesehatan, pertanian, infrastruktur yang meliputi jalan,


54

irigasi dan air bersih, kelautan dan perikanan serta prasarana pemerintah.

Alokasi OAK Non OR bidang pertanian pada tahun anggaran 2005 ditetapkan
sebesar Rp. 170.000.000.000,00 sedangkan alokasi di kabupaten kediri sebesar

Rp. 1.230.000.000,00 yang dialoksikan untuk meningkatkan sarana/prasarana

pertanian guna mendukung ketahanan pangao dan agribisnis.

2. 5. Hasll~aail Penelitian Terdahulu


1. Indra Soeparjanto (2005) tentang Proses Perencanaan Anggaran Proyek

Dekonsentrasi Propinsi Nusa Tenggara Barat (Suatu Studi atas Penyusunan

dan Pembahasan Proyek-Proyek Pertanian)

Oengan hasil penetitian menunjukkan bahwa penyusunan kegiatan

proyek dekonsentrasi Dinas Pertanian Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

sangat mempemstikan potensi-potensi dan kebutuhan masyarakat petani.

Oalam pemrosesan alokasi anggman adalah kewenangan Oeparternen

Pertanian dan Kantor Pusat Oitjen Anggaran telah didesentralisasikan kapada

Dinas Pertanian Propinsi NTB dan Kanwil XXI Ditjen Anggaran Mataram.

2. Kukuh Setiawan (2005) tentang Perencanaan Pembangunan Oaerah pada


Bidang Pertanian (Studi tentang Mekanisme- dan koordinasi Perencanaan

Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem perencanaan partisipatif

yang menggabungkan antara sistem top-down dan bottom-up planning.

Prosedur top-down planning dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Kulon

Progo dilakukan dengan pemberian batasan-batasan kepada masyarakat

terhadap perencanaail kegiatan pembangunan bidang pertanian sesuai

dengan renstra daerah sedangkan prosedur bottom-up planning dilaksanakan

dengan mempertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat petani


55

serta memperhatikan kebutuhan masyarakat petani. Masyarakat petani

dilibatkan dalam proses perencanaan dalam rangka pembangunan dalam

bidang pertanian. Dalam pengalokasian anggaran pembangunan bidang

pertanlan merupakan kewenangan daerah melalui APBO Kabupaten.

3. Made Bimbo Made Suardlka (2008) tentang Perencanaan Pembangunan

Ketahanan Pangan di Proplnsi Ball

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa mekanisme perencanaan

pembangunan ketahanan pangan di Propinsi Bali dilakukan oleh Dewan


Ketahanan Pangan (OKP) Propinsl Bali melalui beberapa tahapan sebagai

berikut: (1) proses pewencanaan di tingkat dines, (2) proses perencanaan di

tingkat pokja, (3) proses perencanaan di tingkat dewan. Perencanaan

ketahanan pangan secara teknis dilakukan pads masing-masing dinas terkait

berdasartcan rencana strategis masing-masing dinas tertcait. pengintegrasian

dan harmonisasi p&rencanaan arrtar dinas dilakukan pada tingkat pokja dan
tingkat dewan.

4. Desrll Tafria (2005) tentang Efektifrtas Fungsl Bappeda Oalam Koordlnasi

Perencanaan Pembangunan Oaerah Kota Padang di Era Otonomi Oaerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Padang dalam

melaksanakan perencanaan pembangunan daerah telah melaksanakan

fungsi-fungsi perencanaan pembangunan yang mengacu kepada

perencanaan partisipatif yang dalam prosesnya melibatkan kepentingan

masyarakat. Oalam mencapai keseraslan dan keterpaduan dalam

melaksanakan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dilakukan

koordinasi dengan dina&-dinas atau instansi terkait.

'
56

Pada penelitian yang disampaikan tersebut di atas, menekankan pada

mekanisme perencanaan dan koordinasi pembangunan khususnya

perencanaan pembangunan bidang pertanian dalam scope pemerintah


daerah metalui Dana Alokasi Urnum (DAU) atau APBD Kabupaten dan

mekanisme perencanaan pembangunan datam scope propinsi melalui APBD

Propinsi dan dalam scope nasional melalui Dana Dekonsentrasi.

Yang menjadi perbedaan dalam peneltian ini jika dibandingkan

dengan penelltian terdahulu adalah pada penelitian ini tidak hanya melakukan

penelitian tentang proses perencanaan pembangunan bidang pertanian dalam

scope kabupaten, namun juga proses perencanaan pembangunan dalam

scope yang lebih luas yaitu melibatkan pemerintah pusat dengan sumber

pembiayaan yang lain yaitu melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi. Sehingga diharapkan dengan hasil penelitian ini memberikan

gambaran yang lebih ~uas ten1ang proses perencanaan pembangunan bidang

pertanian dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dengan berbagai

variasi sumber pembiayaan serta dengan berbagai kendafa.kendala yang ada.


BAB Ill
METOOE PENEUTIAN

3.1. Jenls Penelitian


Hakekat dari suatu penelitian adalah suatu kegiatan yang mempunyai

tujuan menemukan sesuatu atau memecahkan sesuatu dan mendapatkan

jawaban terhadap suatu masalah. Untuk ltu dalam proses tersebut. memertukan

suatu perumusan terhadap permasalahan yang akan diteliti kemudian


menentukan metode yang tepat untuk memecahkan masalah yang telah

dirumuskan sehingga lebih memudahkan dan mengarah pada sasaran dan

tujuan penelitian. Dengan kata lain, penelitian merupakan kegiatan utama dalam

mengungkapkan, menggambartcan, meyakinkan dan menolak atau

membenarkan suatu fenomena atau pennasalahan secara Umiah.

Oleh karena penelitian int menekankan pada proses pencarian dan

pengungkapan makna mendalam atau membedah wacana makna (meaning

state) dibalik suatu peristiwa atau fenomena terhadap proses perencanaan

pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi di Kabupaten Kedlri, dengan tuj~ agar dapat mengungkapkan

peristiwa senyatanya yang terjadi di lokasi penefitian dan mengungkapkan nilai-

nllai yang tersembunyi, maka penelitian ini digolongkan pada penelitian yang

menggunakan pendekatan kualitatif.

Sebagaimana menurut Aziz dalam Bungin (2003:53),· pacla penelitian

yang menggunakan pendekatan kualitatif, terdapat pola tertentu yang penuh

dengan variasi, infonnasi yang didapatkan harus ditelusuri seluas-luasnya sesuai

dengan variasi yang ada, _ sehingga peneliti mampu mendeskripsikan fenomena

yaitu yang diteliti secara utuh terhadap proses perencanaan pembangunan


58

bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di

Kabupaten Kediri. Dalam penelitian ini, pemecahan masalah yang akan diteliti,

dilakukan dengan cara memaparkan data yang diperoleh dari pengamatan

lapangan, dianatisis dan diintepretasikan dengan memberikan kesimpulan.

Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2004:4) mendefinisikan metodologi


kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang.orang dan perilaku yang dapat diamati.

Menurut mereka, pendekatan inl diarahkan pada latar dan individu tersebut
secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini peneliti tidak boleh mengisolasikan

individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesa, tetapi periu

memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Dengan alasan ingin mengungkap dan menggambarkan proses secara


menyeluruh maka dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

dengan jenis penelitian deskriptif, dengan paradigma naturalistik, dimana

penelitian ini 1ebih menekankan pada pengungkapan makna dan proses, latar

belakang alami yang digunakan sebagai sumber data langsung dan tidak

mencari hubungan penalaran. Seperti dinyatakan.oleh Arikunto (1998:12) bahwa

"Penelitian Deskriptif (to describe: menggambarkan, membeberkan) adalah

penelitian yang dilakukan dengan menjelaskanlmenggambarkan variabel masa

lalu dan sekarang (sedang terjadi). Hal ini sejalan dengan pendapat Suryabrata

(1983:19), mengemukakan bahwa dalam penelitian deskriptif,· ditujukan untuk

membuat pencandaraan secara sistematis, faktual dan akurat mengai fakta-fakta

dan sifat tertentu. Oalam membuat diskripsi suatu kejadian semata-mata hanya

mendeskripsikan, tidak mencari hubungan penalaran.


59

Sedangkan proses penelitian ini menggunakan logika induktif-abstraktif

yang berslfat kontinuum atau siklus dari hal khusus ke hat umum (Bungin,

2003:68 dan Suryono, 2001 :25), dinana konseptualisasi, kategorisasi, dan

deskripsi dikembangkan atas dasar kejadian (incidence) yang diperoleh dari

kegiatan penelitian lapangan beriangsung.

3.2. Fokus Penelitian

Agar peneliti tidak terjebak dengan banyaknya atau melimpahnya volume

data yang diperoleh di lapangan, maka diperlukan fokus penelitian. Oengan

fokus penetitian ini maka peneliti dapat membatasi studi dan kajiannya serta

mengarahkan jalannya penelitian. Sebagaimana menurut Moleong (2004:94) ada

dua maksud tertentu yang ingin peneJiti capai datam merumuskan masatah

peneUtian dengan jatan memanfaatkan fokus. Pertama, penetapan fokus dapat

membatasi studi. Jadi dalam hal inl fokus akan membatasi bidang inkuiri. Kedua,

penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria inktusi-eksklusi atau

kriteria masuk-keluar (inclusion-exclusion criteria) suatu informasi yang baru

diperoleh di lapangan. Oengan demikian adanya penetapan fokus dapat

membatasi studi, sehingga akan membatasi bidang inkuiri. Misalnya jika kita

membatasJ diri pada upaya menemukan teori-teori dasar, maka lapangan

penelitian lainnya tidak akan kita manfaatkan lagi. Dalam memenuhi kriteria

lnklusi-eksklusi, suatu informasl yang baru diperoleh dilapangan, dikumpulkan

dan data mana tidak relevan, tidak pertu dimasukan kedalam sejumlah data yang

sedang dikumpulkan. Penetapan fokus yang jelas dan mantap, dapat membuat

keputusan yang tepat tentang data yang pertu dikumpulkan dan tidak diperlukan.

Penetapan fokus penelitian inf adalah untuk mengetahui kriteria-kriteria,

inklusi-inklusi atau masukan-masukan yang dipergunakan sebagai informasi di


60

lapangan. Melalui arahan fokus penelitian ini, peneliti dapat mengetahui secara

pasti data mana yang diperlukan dan dapat digunakan untuk dikumpulkan dan
data mana yang pertu dihilangkan dan tidak dipertukan kalena dianggap tidak

relevan. Oleh sebab itu, fokus penelitian tidak bisa dilepaskan dari rumusan

masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Moteong (2004:65), pembatasan masalah merupakan tahap

yang sangat menentukan dalam penelitian kualitatif walaupun sifatnya masih

tentatif. Dari uraian tersebut ditarik beberapa kesimpulan penting, yaitu :

1. Suatu penelitian tidak dimutai dari sesuatu yang kosong tetapi seyogyanya

rnembatasi masalah studinya dengan fokus.

2. Fokus pads dasamya adalah masatah yang bersumber dari pengalaman

peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan

ilmiah ataupun kepustakaan lainnya.

3. Tujuan penelitian pada dasamya adalah memecahkan masalah yang telah

dirumuskan.

4. Fokus tersebut bersifat tentatif sehingga peneliti perlu membiasakan diri

dengan adanya perubahan yang tentunya menuntut agar melakukan lebih

banyak kajian kepustakaan yang relevan dengan perubahan tersebut.

Berdasar1<an uraian tersebut di atas, rnaka yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah:

1. Proses Perencanaan Pembangunan Bidang Pertanian metalui Dana Alokasi

Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri difokuskan pads:

a. Mekanisme perencanaan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus

Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri.


61

b. Mekanisme pengalokasian Dana Alokasl Khusus Non Dana Reboisasi

Bidang Pertanlan di Kabupaten Kediri.


c. Mekanisme pengalokasian Kegiatan Bidang Pertanian Melalui Dana

Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri.

d. lrnplementasi Keglatan Bidang Pertanlan Melalui Dana Alokasi Khusus

Non Dana Re~i di Kabupaten Kediri.


e. KoorcfJnaSJ dalam proses perencanaan pembangunan bidang pertanian

metalui Dana AlokasJ Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri.


2. Kendala-tendala dalam proses perencanaan pembangunan melatui Dana

Alokasi Khusus Non Dana Rebofsasi Bidang Pertanlan di Kabupaten Kediri

difokuskan pada:

a. Sistem yang digunakan.

b. Sumber daya manusia perencana.

c. Kemampuan keuangan (dana).

3. 3. L.okasl Dan Situs Penelltian

Untuk rnedapatkan gambaran yang sebenamya dari objek penelitian

dalam suatu penelitian, diperfukan suatu - tokasi penelitian, sehingga

mendapatkan kenyataan yang ada di lapangan. cara terbaik yang perfu

ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian, menurut Moleong (2004:128)

ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan dengan mempelajari

serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian; untuk itu pergilah dan

jajaldlah lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan

yang ada di fapangan. Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya

dan tenaga pertu pula dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

\
62

Penentuan lokasi penelitlan inl dimaksudkan untuk lebih mempersempit

ruang lingkup dalam pembahasan dan sekaligus untuk mempertajam fenomena

sosial yang ingin dikaji sesuai dengan substansi yaitu proses perencanaan
pembangunan bidang pertanian rnelalui Dana Alokasl Khusus Non Dana

Reboisasi. Disamping itu lokasl penelitlan akan memperhatikan beberapa aspek

seperti daya jangkau peoelitian dengan tempat tinggal, waktu yang tersedia,

dukungan data atau kemudahan untufc memperoleh data di lokasi penelitian.

Untuk itu sebagai lokasi penelitian dipDih Kabupaten


' .
KedlJi, dengan
, I\ I
pertimbangan antara lain :
~_ l \: ,-, . \ . • - ~ I \ ,--;--

1) Kabupaten Kediri sebagai daerah agraris dengan 46, 11 % masyarakatnya

bekerja di bidang pertanian dengan kontribusi bidang pertanian terhadap

PDRB sebesar 41,92%, sedangkan alokasi anggaran pembangunan bidang


pertanian pada tahun 2005 sebesar Rp. 2.379.884.000,00 dari total anggaran

pembangunan sebesar Rp. 124.117.567.558,05 atau hanya sebesar 1,92%.


2) Peneliti telah rnengenal daerah Kabupaten Kediri baik secara geografis,

budaya serta kondisi masyarakatnya.


Sedangkan untuk situs penelitian dipillih- BAPPEOA Kabupaten Kediri.

Sesuai Peraturan Oaerah (PeRla) Kabupaten Kediri Nomor 17 Tahun 2000

tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan-Badan Oaerah dan

Keputusan Bupati Kediri Nomor 71 Tahun 2001 tentang Penjabaran Tugas dan

Fungsi Sadan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bimana Bappeda

mempunyal Tugas pokok dan Fungsi sebagai koordinator perencanaan

pembangunan daerah di Kabupaten Kediri dan Oinas Pertanian Tanaman

Pangan Kabupaten Kediri sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten

Kediri Nomor 16 Tahun 2000 dan Keputusan Bupatl Kediri Nomor 61 Tahun
63

2001 tentang Penjabanm Tugas dan Fungsi Dinas Pertanian Tanaman Pangan

dimana Oinas Pertanian Tanaman Pangan sebagai dinas pelaksana teknis

dibidang pertanian.

3.4. Sumber Dan Jenls Data

3A.1. Sumber Data

Sebagaimana te1ah disebutkan di atas, penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif. Maka teknik pengambilan sumber data difakukan dengan

selektif. Di sini penetiti memakai berbagai pertimbangan yang berdasar peda

konsep teori yang digunakan, keingintahuan peneliti, dan sebagainya. 'Oengan

demikian dapat diperoleh informasi yang valid, reatistis, dan bennakna untuk

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.


,.
.
Menurut Lofland dan Lofland dafarn MoleQng (2004:157), sumber. data /..
'
·. ~-\.
\

utama dalam penelitiari"kuatitatif adalah kata-kata,d-an tindakan,· ~;ebih~~a~


'
-
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hat itu

pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber

data tertulis, foto; dan statistik. Jelaslah bahwa da1am penelitian kualitatif yang

menjadi sumber data adalah informasi yang ditentukan secara sengaja yang

dapat memberikan infonnasi data yang berhubungan dengan penelitian ini. Maka

yang menjadi sumber data yang digunakan dalam penerruan ini terbagi atas

informan, dokumen--dokumen serta tempat dan peristiwa.

Menurut Moleong (2004:132), lnfonnan adalah orang yang dimanfaatkan

untuk memberikan infonnasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.

Jadi ta harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Dan

untuk mendapatkan infonnasi yang akurat terkait fokus penelitian maka informan

ditentukan secara purposive pada tahap awal dan dalam pengembangannya


64

dilakukan snow ball artinya, setelah memasuki lapangan penelitian, peneliti

menghubungi informan tertentu untuk meminta keterangan padanya, kemudian

akan terus berk.embang ke infonnan yang laiMya yang terkait dengan fokus

penelitian sampai dipen)leh data dan inform8Si yang lengkap dan menunjukkan

tingkat kejenuhan. Oalam penefftian ini yang rnenjadi lnfonnan disini adalah
orang yang bisa memberikan informasi dan pandangannya sesuai dengan fokus

penelitian. Menurut Bogdan dan Bilden dalarn Moleong (2004:132), manfaat

informan bagl peneliti adalah agar dalarn waktu relatif singkat banyak informasi

yang terjaring, jadl sebagai sampling internal, karena lnforman dimanfaatkan

untuk berbicara, bertukar pikiran, atau membandingkan suatu kejadian yang

ditemukan dari subyek lainnya. lnforman ini didasarkan atas rekomendasl yang

diberikan oleh masing-masing unitlinstansi yang dijadikan lokasi clan situs

penelitian, clan infonnasi yang diberikan dianggap sangat relevan dengan fokus

penelitian. Sebagai informan adalah Pit. Kepala Sadan Perencanaan

Pembangunan Oaerah (Bappeda) Kabupaten Kediri yang merupakan key

informan dan Kepala Sub Bagian Program pada Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Kabupaten Kediri.

Ookumen sebagai sumber data sifatnya hanya melengkapi data utama

adalah dokume~okumen yang bertiubungan dengan fokus penelitian seperti

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor. 505/KMK.0212004

tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum pengelola8n Dana Alokasi

Khusus Non Dana Reboisasi Tahun Anggaran 2005, Petunjuk Teknis dari

Departemen Pertanian Nomor: 1101/KU.220/A/12/04, tanggal 6 Desember 2004,

perihal Petunjuk Teknis Penggunaan OAK Non DR Bidang Pertanian 2005, Surat

Edaran dari Departemen Keuangan Nomor: SE-05/PB/2005 tentang Tata Cara

\
65

Penetapan dan Penyaluran OAK Non OR Tahun anggaran 2005, Peraturan

Daerah, Keputusan Bupati, Surat Keputusan Kepala Bappeda, Pengumuman,

Notulen Rapat. Laporan Oinas, Dokumen-Ookumen Perencanaan, dan lain-lain.

Tempat dan peristiwa diperlukan untuk menambah sumber data dalam

penelitian ini dilakukan pengamatan langsung terhadap tempat dan peristlwa


yang berkaHan dengan fokus dan situs penelitian yang berhubungan-s,, dengan

proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non DR di

Kabupaten Kediri.
3.4.2. Jenis Data

Data yang diperlukan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu data

primer dan data sekunder. Yang dimaksud dengan data primer disini adalah data

yang diperoleh secara langsung dari sumbemya atau dari nara sumber sebagai

infonnan yang langsung berhubungan dengan fokus penelitian. Sebagai data

primer dalam penelitian ini adalah hasl wawancara dengan para informan.
Datam penelitian ini yang dianggap sebagai lnforman awal adalah

Pit. Kepala BAPPEDA Kabupaten Kediri, lnforman selanjutanya adalah Kepala

Sub Bagian Program pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri,

Kepala Seksi Pasca Panen Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Sekretaris

Bappeda, Para Kepala Bidang, Para Kepala Sub Bagian dan semua staf yang

ter1<ait dengan permasalahan penelitian ini.

Data sekunder merupakan data yang bersumber diluar hasil wawancara.

Dengan demikian data sekunder disini adalah data yang sudah diolah dalam

bentuk laporan tertulis atau dokumen lainnya serta hasil pengamatan dilapangan.

Data ini berupa dokumen-clokumen yang berhubungan dengan fokus penelitian.

Data sekunder merupakan pendukung dalam penelitian ini, seperti Keputusan


66

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 505JKMK02/2004 tentang

Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi Tahun Anggaran 2005, Petunjuk Teknis dari Departemen

Pertanian Nomor: 1101/KU.220/A/12/04, tanggal 6 Desember 2004, perihal

Petunjuk Teknis Penggunaan OAK Non DR Bidang Pertanian '2005, Surat

Edaran dari Oepartemen Keuangan Nomor: SE-05/PB/2005 tentang Tata Cera

Penetapan dan Penyaluran OAK Non DR Tahun anggaran 2005, Peraturan

Daerah, Swat Keputusan Bupati, Surat Keputusan Kepata Bappeda,

Pengumuman, Notulen Rapat, Laporan Dinas, Ookumen-Dokumen Perencanaan

dan hasil pengamatan peristiwa di lapangan.

3.5. lnstrumen Penelitian


Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif, peneliti adalah •key

instrumenr atau alat penentlan utama. Penetitilah yang mengadakan observasi

atau wawancara dengan hanya mengguna:can buku catatan. Peneliti (manusia)

sebagal instrumen yang mampu membaca seluruh gejala alam (natural) sebagai

obyek penelitlan dengan dibantu seperangkat alat berupa pedoman wawancara,

dokumen, dan observasl. Adapun syarat-syarat umum manusia sebagai

lnstrumen menurut (Moleong, 2004:169-172) adalah: (1) responsive; (2) dapat

menyesuaikan diri; (3) menekankan keutuhan; (4) mendasarkan diri ates

pertuasan pengetahuan; (5) memproses data secepatnya; (6) Memanfaatkan

kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan; (7) memanfaatkan

kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim.

Karena penelitian ini dilakukan pada setting alami, maka peneliti

menentukan secara pasti apa yang diteliti dan dengan alat apa yang tepat untuk

digunakan. Untuk penelitian ini instrumen disusun berdasarkan fokus penelitian


67

yang telah dikemukakan sebelumnya dengan menggunakan dan memilih alat

penelitian sebagaimana disyaratkan dalam penelitian kualitatif.

3. 6. Teknlk Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data mengarah pada situasi dan kondisi penelitian,

kejadian yang dialami oleh subyek penelitian bail< individu maupun kelompok

berdasalkan latar belakang personal atau ketompok yang terjalin, rneliputi tiga

proses keglatan yang ditakukan oleh peneliti, yaitu:

1. Proses rnemasuki lokasl penelitian (Getting Jn)


Pada tahap ini merupakan tahap persiapan bagi peneliti sebelum

memasuki kancah penelitian. Peneliti sebagai orang yang tidak dikenal, terlebih

dahulu telah menyiapkan segaJa sesuatu yang diper1ukan, baik kelengkapan

administrasi ataupun semua ketengkapan yang berhubungan dengan penelitian.

Dalam usaha memasukl lokasi penelitian, peneliti melakukan pendekatan balk

secara fonnal maupun secara infonnal dengan para informan. Untuk

mendapatkan data yang akurat dan valid, peneliti melakukan · adaptasl dan

proses belajar dari swnber data tersebut dengan berlandaskan hubungan yang

etis dan simpatik sehingga dapat mengurangi jarak antara peneliti dan informan.

Peneliti berusaha berperilaku ramah dan sopan baik dalam bertindak dan

bertutur kata. Pads tahap ini yang paling diutamakan adalah bagaimana peneliti

dapat diterima dengan baik pada saat memasuki setting area untuk

mendapatkan informan yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka peneliti

mengajukan Surat ljin Penelitian kepada Bupati Kediri Nomor:

c/ 1599/J.101.14/AK/2006 dan Surat Rekomendasi dari Sadan Kesatuan Bangsa

dan Perlindungan Masyarakat (BAKESBANGLINMAS) Kabupaten Kediri Nomor:

070/411418.5812006 tanggal 3 April 2006.


68

2. Ketika berada di lokasi penetitian (Getting Along)

Dalam tahap ini peneliti membaur dengan situasi tempat yang diteliti dan

menjalin hubungan yang lebih akrab secara pribadi dengan informan penelitian.

Dengan penyesuaian diri dan mengikuti ketentuan peraturan yang bel1aku di

lokasi penelitian dalam situasi dan kondisi yang akrab, peneliti berusaha
melakukan pengamatan, baik langsung maupun tidak langsung, berdiskusi, dan

tukar-menukar infonnasi, melakukan wawancara dan penelitian terhadap


dokumen-dokumen yang dipertukan sesuai dengan fokus penelitian ini.

Wawancara yang dilakukan berdasar atas wawancara terstruktur yang telah

peneliti persiapkan sebefum melakukan penelitian. Sefain itu, peneliti juga

melakukan wawancara yang tidak terstruktur berdasartcan perkembangan yang

terjadi di lapangan yang semuanya tetap berdasar pada fokus penelitian.

Sehingga waktu yang digunakan sangat !Jermanfaat bagi pengumpulan data lni.

Penefiti tidak mengarahkan atau melakukan intervensl terhadap worldview

informan. Namun peneliti mengasah dan mengembangkan imajinasl dan daya

nalar untuk dapat menangkap apa yang disampaikan, tindakan apa yang

dilakukan, apa yang dirasakan, serta kerangka mental dari dalam yang dimiliki

subyek (emic). Atas dasar emic yang diperoleh tersebut, peneliti mencoba

memahami, menafsirkan dan membuat pemaknaan baru atas worldview peneliti.

3. Pengumpulan Data (Logging Data)

Dalam rangka pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan tiga teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara secara mendalam (lndepth Interview)

Peneliti melakukan wawancara kepada informan berdasarkan pada

pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu (terstruktur} dan


69

pertanyaan yang diberikan berfokus pada pennasalahan sehingga infonnasi.

yang dikumpulkan cukup lengkap dan mendalam.Guna mempertajam hasil data,

dipergunakan pula wawancara yang tidak terstruktur, yakni peneliti mengajukan

pertanyaan secara bebas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan

yang telah dibu8t sebelumnya. Wawancaradi BAPPEDAdan di Dlnas Pertanian

Tanaman Pangan Kabupaten Kediri menyangkut proses perencanaan

pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi, dan kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan

bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi. Cara ini

ditempuh untuk mengetahui secara langsung yang dimaksud oleh subyek

maupun obyek dalarn bentuk percakapan antara dua pihak secara komunikatif. '
' T • '~ \ \.
l \
b. Ookumentasi 1.\ "_./
Pengumpulan data melalui dokumentasi ini dilakukan dengan cara

mengamati, mencatat, atau meng-c0py dokumen-<lokumen, bahan-bahan

panduan, arsip-arsip, maupun data-data lai!!_yang terkait dengan proses


. - -
perencanaanpembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasl Khusus Non

Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri, serta kendala-kendala dalam proses

perencanaanpembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi.

c. Observasi

Pengumpulan data melalui observasi dilakukan melalui kegiatan

pengamatan dan pencataan secara langsung di lapangan terhadap obyek

penelitian sehingga memperoleh data yang aktual dari sumber data. Cara ini

ditempuh dengan mengamati baik terlibat secara langsung maupun secara tidak

langsung guna memudahkan perolehan data yang diinginkan pada proses


70

perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi dan kendala-kendata dalam proses perencanaan pembangunan

bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi.

3. 7. Analisls Data

Mites dan Huberman (1992:15) mengatakan dalam analisis kualitatif, data

dapat dikumpulkan dalam aneka macam care (observasi, wawancara, intisari

dokumen, pita rekaman) dan biasanya •diproses• sebelum siap digunakan

(melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan stau alih tulis), tetapi analisis

kualitatif tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks

yang dipertuas.

Dalam penelitian ini menggunakan anatisis kualitatif yang dikemukakan

Miles dan Huberman. Anatisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara

bersamaan yaitu: reduksl data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan/verifikasi. Adapun langkah-langkah tersebut diuraikan sebagai

berikut (Miles dan Huberman, 1992:16):

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses eemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data •kasar" yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang diperoleh dalam

lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci.

Laporan-laporan itu pertu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok,

difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya dan disusun

secara sistematis sehingga mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberi

gambaran yang lebih tajam tentang pengamatan, juga mempermudah peneliti

untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Reduksi data dapat
71

pula membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu, hal ini

dilakukan secara terus menerus selama penelitian ber1angsung.

2. Penyajian Data (Display Data)

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan keslmpulan dan pengambilan tindakan. Display

atau penyajian data dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk rnelihat

gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Data-

data yang "<iiperoleh dan laporan-laporan lapangan. diusahakan dibuat dalam

bentuk matriks, grafik, kerangka kelja (netwotk) dan peta (chstt).

3. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi

Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis data, seorang

penganalisis kualitatif mulai mencari arti, mencatat keteraturan, pola-pola,

penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, slur sebab akibat dan


proposisi.

Data yang dlperoleh sejak awal senantiasa harus dibuat kesimpulan.

Kesimpulan awal masih bersifat tentatif, kabur dan diragukan, akan tetapi

dengan bertambahnya data dan infonnasi, melalul proses verifikasi secara terus

menerus maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat "grounded". Jadi

kesimpulan harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam hal ini

analisis kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus.

Masalah reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi

menjadi gambaran keberhasllan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan

analisis yang saling susul menyusul. Model interaktif analisa data dapat dilihat

dalam gambar 1.
72

Gambar1
Model lnteraktif Analisis Data

Data
Colection

Sumber: Miles (1992:20)

Menurut Miles (1992:20) dalam analisis data lni akan membentuk sebuah

model interaktif yang merupakan siklus bukan linier seperti pada gambar 1. Hasil

pengumpulan data (Miles, 1992:16), sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan. pengabstrakan dan transformasi data yang

muncul dari catatan yang didapatkan dilapangan. Sehingga data yang diperoleh

tersebut dapat diolah. Hasif data yang ada di lapangan, disusun ke dalam suatu

konsep tertentu, kategori tertentu, dan tema tertentu sehingga mudah dipahami.

Penyajian data, merupakan sekumpulan infonnasi yang tersusun untuk dapat

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau penindakan. Hasil

reduksi data diorganisasikan ke dalam bentuk tertentu. Hasil data disajikan ke

dalam suatu bentuk yang dapat dipahami dan mudah dimengerti. Hal ini

dilakukan untuk memberikan gambaran yang jelas dari hasil penelitian. Kegiatan

ini diperlukan sehingga memudahkan upaya pemaparan dan penegasan

kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi dilakukan tidak dilakukan

sekali namun berulang dan bolak-balik Sehingga perkembangannya bersifat

berurutan dan interaktif seperti gambar 1 yang diungkapan di atas.


73

3. 8. Keabsahan Data

Setiap penelitian, derajat kepercayaan sangat dipertukan. Dalam

penelitian kualitatif derajat kepercayaan disebut dengan keabsahan data.

Menurut Moleong (2004:324-325) dan lslamy, dkk (2001:15-16) ada empat

kriteria yang dianjurkan dalam teknik merneriksa keabsahan data. Keempat

kriteria tersebut adalah derajat kepercayaan (credibifdy), ketera1ihan

(transferabHity), ketergantungan (dependability) dan kepastian (confinnability).

Pada kriteria derajat kepercayaan (credibility) dimaksudkan untuk

mendapatkan tingkat keperoayaan, sehingga tingkat kepen:ayaan penemuan

dapat dicapai. Untuk mendapatkan tingkat kepercayaan inl, ada beberapa yang

dilakukan, yaitu pertams, menggali infonnasl dari beberapa informan yang telah

didapatkan, sampai infonnasi tersebut saling melengkapi dan memberikan

informasi yang sama dalam setiap fokus yang sama. Perlu diketahui pada

penelitian inl, peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian. Keterfibatan

dalam pengumpulan data cukup memer1ukan waktu lama, sehlngga derajat

kepercayaan data dapat ditingkatkan. Oleh karena itu pengumpulan data harus
dilakukan sendiri tidak diserahkan kepada pihak lain. Kedua, melakukan diskusi,

pembahasan dan mencari masukan-masukan. Hal ini dilakukan untuk

memperbaiki cara pengumpulan data, karena. mengingat adanya keterbatasan

yang ada pada peneliti. Ketiga menggunakan Untas cara pengumpulan data,

dengan mengumpulkan berbagai infonnasi, sehingga dapat yang dikumpulkan

diperoleh berbagai varian data yang dapat menambah infonnasi dalam

penelitian. Kriterium ini berfungsi : Pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian

rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Kedua,


74

mempertunjukkan derajad kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan

pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

Keteralihan (transferability) sebagai persoalan empiris tergantung pada

kesamaan konteks pengirim dan penerima. Untuk rnelaksanakan keteralihan

tersebut males penelitl berusaha mencari dan mengumpulkan data kejadian

empiris dalam konteks yang sana. Oengan demikian peneliti bertanggung jawab
untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ingin membuat keputusan

tentang pengalihan tersebut.


Kriteria ketergantungan (dependability), dilakukan agar derajat reliabilitas

dapat tercapai, maka diper1ukan audit atau pemeriksaan yang cermat temadap

seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penefrtiannya. Untuk

mencapai hal tersebut diperiukan pertinbangan keilmuan dari komisi

pembimbins. Sehingga konsultasi dari pembimbing dilaksanakan dengan

periodik untuk mendapatkan pertimbangan keilmuan.

Yang dimaksud dengan kepastian (confirmabHity) yaitu objektivitas.

Kepastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak, bergantung pada persetujuan

beberapa orang ternadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang.

Objektivitas-subjektivitas suatu hal yang bergantung pada orang seorang.

Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif tapi jika

disepakati oleh beberapa atau banyak orang, barulah dikatakan objektif.

Menurut Scriven dalam Moleong (2004:326) sesuatu yang objektif berarti dapat

dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Namun subjektif berarti tidak dapat

dipercaya atau menceng. Dari pengertian inilah nilai objektivitas-subjektivitas

menjadi kepastian (confinnability). Derajat kepastian adalah obyektifitas yang

berdasarkan pada emic dan etic sebagai tradisi penelitian kualitatif. Derajat ini
75

juga dapat dicapai melalui audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap

seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil dari penelitian yang

dilakukan. Pemeriksaan terhadap kriteria kepastian ada beberapa cara

diantaranya auditor perlu memastikan apakah penemuan itu benar-benar

berasal dari data penelitian, auditor per1u menilal derajat ketelttian peneliti dan

juga auditor dapat menefaah kegiatan peneJiti dalam melakukan pemeriksaan

keabsahan data.
BABIV
HASIL PENEUTIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitlan

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Kediri


Dafam gambaran umum akan <f1t1raikan mengenai keadaan geografis,

keadaan witayah, keadaan penduduk, wilayah administrasi pemerintahan,

organisasi BAPPEDA dan organisasi DIPERTA Kabupaten Kediri.

4.1.1.1.Keadaan Geografia
Pada peta geografis posisi wilayah Kabupaten Kediri terletak antara 111 °

47' 5" sarnpai dengan 112° 18' 20" Bujur Ttmur dan 7° 36' 12" sampai dengan 8°

O' 32" lintang selatan. Kabupaten Kediri merupakan bagian dari Propinsi Jawa

Timur dengan batas-batas Wdayah Administrasi sebagai berikut:


,: - Sebelah Utara : Kabupaten Nganjuk dan Jombang

- Sebelah Selatan : Kabupaten Blitar dan Tulungagung

- Sebelah Tmur : Kabupaten Jombang dan Malang

- Sebelah Barat : Kabupaten Tulungagung dan Nganjuk

Kabupaten Kediri merupakan wilayah dengan topografi yang berupa

pegunungan, perbukitan dan dataran rendah. Letak ketinggian tempat umumnya

berada antara 25 meter sampai dengan 2.300 meter di atas permukaan laut

(dpl).

Berdasarkan topografinya Kabupaten Kediri dapat dibagi menjadi 4

{empat) golongan, yaitu:


J

. .
- Keti~ggian 0 meter - 100 meter dpt membentang seluas 32,45 % dari luas

wilayah.
77

- Ketinggian 100 meter - 500 meter dpl membentang seluas 53,83 % dari luas

wilayah.

- Ketinggian 500 meter - 1.000 meter dpl membentang seluas 9,98 % dari luas

wilayah.

- Ketilggian diatas 1.000 meter dpt rnembentang aeluas 3, 73% dari luas wilayah.

Kemiringan tanah rata-rata di Wdayah Kabupaten dapat dibagi 4 (empat) kelas,

yaitu:

- Tanah datar dengan kemiringan antara 0%-2% seluas 58,66% dari luas

Wllayah.

- Tanah agakmiring dengan kemiringan diatas 2%-15% seluas 21,13% dari luas

wilayah.

- Tanah kemiringan di etas 15%-40% seluas 6,33 % dari luas wilayah.

- Tanah terjal dengan kemiringan di atas 40% seluas 13,88 % dari luas wilayah.

4.1.1.2. Keadaan Wilayah

Luas wilayah Kab. Kediri sekitar 1.386,05 Km2 yang terdiri dari

tanah sawah 469,81 Km2 (33,90%) dan tanah kering 916,24 Km2 (66,10%).
-
Secara adminstratif wilayah Kabupaten Kediri meliputi 23 Kecamatan yang terdiri

atas 343 desa clan satu kelurahan, 2.773 Rukun Warga, dan 9.143 Rukun

Tetangga. Kecamatan yang tertuas adalah Kecamatan Kepung dengan luas

105,65 Km2 (7,52%) dan yang luas terkecil adalah Kecamatan Kunjang dengan

luas 29,98 Km2 (2, 16%). Berdasarkan karakteristik fislk secara umum,

Kabupaten Kedlri terletak di dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian

antara 100-1500 meter, dilalui aliran Sungai Brantas yang membelah dari arah

Selatan ke Utara. Kondisi struktur tanahnya cukup produktif untuk berbagai jenis

tanarnan. Sementara suhu udara maksimum 28° C dan terendah 23° C.


78

Adapun rincian penggunaan lahan tahun 2004 sebagai berikut:

1). Lahan Sawah:


• Sawah teknis 35.159 Ha 25,37 %
• Sawah setengah teknis 4.746Ha 3,42%
• Sawah irigasi sederhana 4.640Ha 3,35%
• Sawah irigasl des8 499Ha 0,36%
• Sawah tadah hujan
+ Jumlah Lehan Sawah
1.937 Ha
46.981 Ha
1,40%
33,90%
2). Lahan Bukan Sawah
a. Lahan·kering:
•'"" Pekaran,gan I Bangunan I Halaman 30.222 Ha 21,80%
._ Tegaf I Kebun 28.343 Ha 20,45%
.. . Hutan Negara 17.553Ha 12,66%
• Hutan Rakyat 198Ha 0,14%
• Perkebunan 8.934 Ha 6,45%
• ·Lain-Lain (Jalan, Makam, Kali dsb) 6.323 Ha 4,56%
• Sementara tidak diusahakan 20Ha 0,01 %
91.593 Ha 66,08%
b. -lahan lainnya:
• Tambak 24Ha 0,02%
• Kotam Tebat Empang 7Ha
OHa
0,01 %
0%
• Rawa-rawa yang tidak ditanami
31 Ha 0,02%
-, + Jumlah Laban Bulcen Sawah 91.624Ha 66,10%
> Tot.al Luas Laban ( 1 + 2) 138.605Ha

Pola penyusunan lahan di Wilayah Kabupaten Kedirf antara lain meliputi areal

persawahan seluas 47.000 Ha (33,83%) dan tanah kering seluas 91.578 Ha

(66,88%). Lahan lainya seluas 27 Ha (0,02%). Sedangkan lahan untuk pertanian

seluas 56.683 Ha dan lahan bukan untuk pertanian seluas 12.247 Ha. Luas

lahan yang dikuasai petani rata-rata 0,399 Ha. Peta wilayah Kabupaten Kediri
dapat dilihat dalam gambar 2.
79
Gambar2
Peta Wilayah Kabupaten Kediri

KABUPATCN NGAN.JUI(

4.1.1.3. Keadaan Penduduk

Kabupaten Kediri merupakan wilayah yang mempunyai penduduk relatif

cukup besar dengan karakteristik sebagian besar berada di pedesaan bennata

pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Kondisi sosio-kultural yang paling

menonjol adalah kehidupan komunal agraris yang dinamis dengan semangat

gotong royong yang tinggi.

Jumlah penduduk Kabupaten Kediri pada tahun 2004 sebanyak

1.423.234 jiwa dengan pertumbuhan 0,54 persen per tahun dengan angka

kelahiran sebesar 1,03 persen per tahun . Dari jumlah tersebut 703.737 jiwa
80

berjenis kelamin laki-laki dan 719.497 perempuan dengan sex ratio sebesar

97,81 diantaranya sebanyak 143.737 orang berusia 7-12 tahun (10,11%), 76.270

orang berusia 13-15 tahun (5,36%) dan 87.064 orang berusia 16-18 tahun

(6,12%) dengan kepadatan penduduk 1.021 jiwa/krn2 dengan Kecamatan

Gampengrejo sebagai kecamatan terpadat sebesar 2.106 jiwa/km2 diikuti oleh

Kecamatan Nga..uJWih sebesar 1.670 jiwalkm2 dan Kecamatan Pare sebesar

1.662 jiwa/km2, sedangkan kepadatan yang terendah terdapat di Kecamatan

Ngancar sebesar 472 jiwalkJnZ. Jumlah penduduk menunrt kelompok umur dan

jenis ketamin hasil Sensus Penduduk pada tahun 2000 dapat dilihat dalam tabel

3 berikut ini:

Tabel 3
Jumlah Penduduk Kabupaten Kediri Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Ke1amin,Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000

Kelompok Sensus Penduduk 2000 Persen


No. (%)
Umur laki-laki Peremouan Jumlah
J1' ~-\it.. '_i,~{."2''.; ,;}t<,~4'·· .,::···s~~ 'r.t.''i~~~~·-.'"':"...:~~··~
. ,. ~· )'i~'"'!(:
I.~~~~ ·, ''''·"'>~. ·.. ~·~.,.·~, '~.•~· ........ t11;
· •. ~1~l~~ · t/if>%.'.l.l~~~F~
1. 00-04 61.614 58.027 119.641 8.50
2. 05-09 60.412 56.950 117.362 8,33
3. 10-14 64.653 60.852 125.505 8.91
4. 15-19 77.358 70.639 147.997 10,51
5. 20-24 60.242 56.644 116.886 8,30
6. 25-29 59.005 59.032 118.037 8.38
7. 30-34 56.616 59.253 115.869 8.23
8. 35-39 55.644 58.744 114.388 8.12
9. 40-44 47.887 46.093 93.980 6,67
10. 45-49 38.725 36.838 75.563 5,37
11. 50-54 30.513 31.089 61.602 4.37
12. 55-59 26.683 26.922 53.605 3,81
13. 60-64 22.933 27.172 50.105 3,56
14. 65-69 16.265 20.376 36.641 2,60
15. 70-74 14.393 . 16.907 31.300 2.22
16. 75+ 12.792 17.080 29.872 2,12
JUMLAH 705.735 702.618 1.408.353 100,00
Persen 5011% 49,89% 100%
Sumber: BPS Kabupaten Kediri

\
81

Dari tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin,

jumlah penduduk laki-laki mencapai 705.735 jiwa (50, 11 persen), sedangkan

perempuan 702.618 jiwa ~hampir 49,89 persen). Penduduk usia 0-14 tahun

sebesar 25,74%, penduduk 15-54 tahun aebesar 59,95% dan selebihnya

penduduk umur 55 tahlBl Ice atas sebesar 14,31%. Sedangkan jumlah penduduk
rnenurut tingkat pendidikan pada tahun 2004, dapat diJihat dalam tabel 4 berikut

ini:

Tabel4
Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendldikan
Tahun 2004
No. Komoonen Jumlah Persen(%)
~f;jt~'t~ " !l'~Ji~~Mtri2.~~~i'J~~·
~\! /" ! : '..~;· _A,~,.....,,..~t'
-- __ .,.·_;. :.--._ -~ ..... ~t-: ~·
. -~~ -
\/ Ji.i:;··.~~,~~zt:~-t.11'
' - )~:."
i .F)c ~,~··$
.- -~ 'fl:jl -~"'i~( f. ___ .. ·:<;~ ·>
~t;t~4!4 £·~ ;~'~!i'~:~;:
1. Tmk/belum oemah sekolah 169.476 11,90
2.Tidak/belum tamat SD 351.828 24,72
3.TamatSD 386.860 27,18
4. TamatSLTP 137.576 9,66
5. TamatSMU 53.940 3,78
6. TamatSMK 42.572 299
7. Tamat DiDloma II 2.088 0 14
8. Tamat DiDtor• .a Ill 4.176 029
9. Tamat Sariana 11.600 081
10. Tidak teriawab 263.118 18,48
Total 1.423.234 10000
Sumber: BPS Kabupaten Kedtn
..

Dari tabel 4 tersebut di ates menunjukkan bahwa sebagian besar

penduduk di Kabupaten Kediri mempunyai tingkat pendidikan yang masih rendah

dimana sebagian besar hanya tamat SD sebesar 27, 18%, Ttdak/belum tamat SD

sebesar 24,72% dan Tidak/belum pemah sekolah sebesar 11,90%, sedangkan

penduduk berpendidikan pasca SLTA (02,· 03. dan sarjana) hanya 1,24%.
82

Sedangkan banyaknya rumah tangga, rumah tangga pertanian dan

rumah tangga pengguna lahan di Kabupaten Kediri berdasarkan hasil Sensus

Pertanian tahun 2003 dapat dilihat dalam tabel 5 berikut ini:

Tabel5
Banyaknya Rumah Tangga, Rumah Tangga Pertanlan, Rumah Tangga
Pertanlan Pengguna Laban, dan Rumah Tangga Petani Gurem Hail Sensus
Pertanian Tahun 2003

Rumah Tangga
Rumah Rumah
No. Kecamatan
Rumah Tangga
Pertanian Tangga Petani
Tangga Pengguna
Pertanian Gurem
Lahan .
'"··1 . ,.,.,
.. -,. ..ey.-:a_.--. ~-;p_.,..,_
2
-~...,~.'/JIU;.;/~. F·-
.
.,.~- ,, '~,'· ,\", :~¢' }/ I ~-~i '.:
•... ~~,; 4 ·~'::' ·-
',. 5
<;:
. 6 ~· _,

1.Mojo 17.783 11.854 11.820 7.517


2.Semen 11.756 6.296 6.273 4.557
3. Ngadituwih 18.381 6.333 6.329 5.325
4. Kras 13.858 6.541 6.529 5.258
5. Ringinrejo 12.369 6.022 5.958 4.521
6. Kandat 14.168 6.279 6.270 4.684
7. Wates 21.126 9.235 9.156 7.161
8. Ngancar 11.769 7.475 7.445 5.631
9. Plosoklaten 17.701 9.269 9.253 7.106
10. Gurah 18.744 7.810 7.787 6.378
11. Puncu 14.873 8.192 8.145 6.311
12. Kepung 20.061 11.086 11.032 8.751
13. Kandangan 11.609 5.319 5.275 3.608
14. Pare 38.716 12.295 ' 12.263 9.803
15. Kunjang 8.455 4.384 4.368 3.520
16. Plemahan 14.578 8.116 8.112 6.503
17. Purwoasri 13.994 6.694 6.629 5.277
18. Pa par 12.215 5.591 5.569 4.443
19. Pagu 21.925 11.371 11.366 9.129
20. Gampengrejo 22.096 4.667 4.592 3.659
21. Banyakan 14.746 6.713 6.710 5.175
22. Grogol 11.167 4.481 4.467 3.453
23. Tarokan 14.160 7.483 7.456 5.803
JUMLAH 376.250 173.496 172.804 133.573
Persen 100% 46,11%
Persen 100% 99,60%
Persen 100% 77,30%
Sumber: Sensus Pertanian 2003

\
83

8efdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 46, 11 %

adalah rumah tangga pertanian, diantara rumah tangga pertanian sebanyak

99,60% adalah rumah tangga pertanian pengguna lahan, sedangkan diantara

rumah tangga pertanian pengguna lahan sebanyak 77,30% adalah rumah tangga

petanl gurern (petani dengan kepernlikan lahan < 0,50 Ha).

4..1.1.4.. ~emerintahan
Wdayah administrasi Ksbupaten Kediri terbagi menjadi 4 (empat) wilayah

Koordinator Kecamatan, 23 Kecamatan, 343 Oesa dan 1 Kelurahan dengan

perincian sebagai berikut

- Wilayah Koordinator Kecamatan di Kediri, terdiri dari 6 (enam) Kecamatan

yaitu Kecamatan Gampengrejo, Semen, Mojo, Banyakan, Grogol dan

Tarokan.

- Wilayah Koordinator Kecamatan di Ngadituwih, terdiri dari 6 (enam)

Kecamatan yaitu Kecamatan Ngadiluwih, Kras, Kandat, Ringinrejo, Wates


dan Ngancar.

- Wilayah Koordinator Kecamatan di Pare, terdiri dari 6 (enam) Kecamatan

yaitu Kecamatan Pare, Kandangan, Puncu, Kepung, Gurah dan Plosoklaten.

- Wilayah Koordinator Kecamatan di Papar, terdiri dari 5 (lima) Kecamatan

yaitu Kecamatan Papar, Purwoasri, Kunjang, Plemahan dan Pagu.

Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Kediri sebanyak 13.381

pegawai terdistribusi di badan-badan, kantor-kantor dan sekretariat Pemkab.

Kediri sebanyak 654 P8Q&Wai (4,90%), ~inas-dinas Pemkab. Kediri sebanyak

12.128 pegawai (90,64%) sebagian besar adalah pegawai Dinas Pendidikan

sebanyak 9.313 pegawai (69,60%), koordinator kecamatan dan kecamatan

sebanyak 575 pegawai (4,30%) sedang sisanya terdistribusi di Badan Usaha

\
84

Milik Daerah (SUMO), KPUD dan kelurahan sebanyak 34 pegawai (0,16%).

Pegawai Negeri Sipil terbanyak adatah dengan golongan Ill sebanyak 8.322

pegawai (62,19%), selanjutnya golongan II sebanyak 2.642 pegawai (19,74%),

diikuti golongan IV sebanyak 2.125 pegawai (15,88) dan golongan I sebanyak

292 pegawai (2, 19%).

4.1.1.5. Sadan PeNncanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA;-

A. Tugu Pokok clan Fungal

Berdasarkan Peraturan Oaerah Kabupaten Kediri Nomor 17 Tahun

2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan-Badan Daerah dan

Surat Keputusan Bupati Kediri Nomor 71Tahun2001 tentang Penjabaran Tugas

dan Fungal Badan Perencanaan PembangLB1811 Oaerah (BAPPEOA), BAPPEDA

mempunyal tugas membantu Kepala Daerah dalarn penyelenggaraan

Pemerintah Daerah di Bidang Perencanaan Pembangunan Oaerah. Oalam

rangka melaksanakan tugas tersebut BAPPEDA mempunyai fungsi:

(a) Merumuskan kebijaksanan teknis dalam lingkup Perencanaan Pembangunan

Oaerah; (b) Memberikan pelayanan penunjang penyelenggaraan Pemerintah


-
Daerah. Untuk melaksanakan fungsi tersebut di atas BAPPEDA mempunyai

kewenangan sebagai berikut:

a. Menyusun Pola Dasar Program Pembangunan Lima Tahun Daerah yang

terdiri dari Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka

Menengah Daerah;

b. Menyusun Rencana Pembanqunan Tahunan Daerah (REPETADA);

c. Menyusun program-program tahunan sebagai pelaksanaan rencana-rencana

sebagaimana tersebut di atas yang dibiayai oleh daerah sendiri ataupun

program Daerah Propinsi dan atau yang diusulkan kepada Pemerintah Pusat

'
85

untuk dimasukkan kedalam Program Tahunan Nasional;

d. Melakukan koordinasi perencanaan diantara dinas-dinas, aatuan organisasi

lain dalam lingkungan Pemerintah Daerah, instansi-instansl vertical,

kecamatan-kecamatan dab badan-badan lain yang berada dalam wilayah

daerah yang bersangkutan;


..
e. Menyusun rencana APBD bersama-uma dengan Bagian Keuangan, dengan
koordinasi Sekretaris Daerah:

f. Melaksanakan koordinasi dan atau mengadakan penalitian untuk

kepentingan perencanaan pembangunan di daerah;

g. Mengikuti persiapan dan perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan

di daerah untuk penyempumaan lebih lanjut;

h. Memonltor pelaksanaan pembangunan di daerah;

i. Melakukan kegiatan lain dalam rangka perencanaan sesuai dengan petunjuk

Kepala Daerah.

B. Smunan Organlsasl

Susunan organisasi BAPPEDA Kabupaten Kediri sebagai berikut:


'
1. Kepala Sadan, yang membawahi 1 (satu) Sekretaris dan 4 (empat) Bidang

yaitu Bidang Ekonomi, Bidang Sosial Budaya, Bidang Fisik dan Prasarana,

Bidang Data dan Program, dan Kelompok Jabatan Fungsional.

2. Sekretariat, yang diplmpin oleh seorang Sekretaris, membawahi 3 (tiga) Sub

Bagian yang meliputi: (1) Sub Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan, (2)

Sub Bagian Umum, dan (3) Sub Bagia~ Keuangan.

3. Bidang Ekonomi, yang dipimpin oleh seorang Kepala Bidang, membawahi 4

(empat) Sub Bidang yang meliputi: (1) Sub Bidang Pertanian, (2) Sub Bidang

\
86

lndustri, (3) Sub Bidang Perdagangan, dan (4) Sub Bidang Koperasi dan

Dunia Usaha.

4. Bidang Sosial Budaya, yang dipimpin ofeh seorang Kepala Bidang,

membawahi 4 (empat) Sub Bidang yang meliputi: (1) Sub Bidang

Pemerintahan, Pendidikan dan Seni Budaya. (2) Sub Bidang Kesejahteraan

Sosial, (3) Sub Bidang Kesenian dan Pemberdayaan Peranan Wanita, dan

(4) Sub Bidang Tenaga Kerja dan Kependudukan.

5. Bidang Flsik dan Prasarana (FISPRA), yang dipimpin oleh seorang Kepala

Bidang, membawahi 4 (empat) Sub Bidang yang meliputi: (1) Sub Bidang

Perhubungan, (2) Sub Bidang Pengembangan Wdayah dan Tata Ruang, (3)

Sub Bidang Sumber Alam dan Lingkungan Hidup, dan (4) Sub Bidang

Pengairan.

6. Bidang Data dan Program. yang dipimpin oleh seorang Kepala Bidang,

membawahi 4 (empat) Sub Bidang yang meliputi: ( 1) Sub Bidang

Pengumpulan dan Pelaporan, (2) Sub Bidang Analisa dan Penllaian, (3) Sub

Bidang Statistik dan Dokumentasi, dan (4) Sub Bidang Penyusunan Rencana

Program.

7. Sub Bagian masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian dan

Sub Bidang masing-masing dipimpin oleh Kepala Sub Bidang.

8. Kelompok Jabatan Fungsional.


87

C. Keadaan Pegawai ·
Keadaan pegawai Bappeda selengkapnya dapat dilihat pada tabel-
tabef 6, 7, 8, dan 9 berikut ini:

Tabel8
Jumlah Pegawal Bappeda
Kabupatan Kediri Berdaarkan Pendidikan

Rincian (orang)
No. Pendidikan Jumlah
PNS Honorer Kontrak

1. S2 10 10
2. S1 17 17
3. Sarjana Muda/Dpl 2 2
4. 02
5. 01
6. SLTA 11 9 2
7. SLTP
a. SD
Jumlah 38 2
Sumber: Daffar Urutan Kepsngkatan (DUK) Bappeda Tshun 2005

Tabef 7
Jumlah Pegawal Bappeda Berdasarkan Golongan

No. Golongan Jumlah (Orang)


1 2 3
1. IV 1
2. Ill 32
3. II 5
4. I -
Jumlah 38
Sumber: DUK Bsppeds Tshun 2005

'
88

Tabel8
Jumlah Pegawai Bappeda Yang Telah Menglkutl Diklat Struktural

No. Jenis Diklat Jumlah (Orang)


1 2 3
1. SPAMEN -
2. SPAMA/OIKLAT PIM Ill 2
3. AOUM I OIKlAT PIM N 10
Jumlah 12
Sumber: DUK Bappeda Tahun 2005

Tabel9
Jumlah Jabatan Menurut Eaelon Di Bappeda Kabupaten Kediri

Eselon
No. Unit Kerja Jumlah
I II Ill IV
1. Kepala Bappeda - - 1 - 1
2. Sekretariat - - - 3 3
3. Bidang Fisil< Prasarana - - - 3 3
4. Bidang Data dan Program - - - 2 2
5. Bidang Ekonomi - - - 2 2
6. Bidang Sosiat Budaya - - - 2 2

Sumber: DUK Bappeda Tahun 2005


Jumlah - - 1 12 13

Dari data tabel 6, 7, 8, dan 9 tersebut di atas terlihat bahwa pegawai

dilingkup Bappeda didominasi pegawai dengan golongan Ill yang mencapai

84,2% kernudian pegawai dengan golongan II hanya 13, 1 %, hampir separuhnya

berpendidikan sarjana yang mencapai 44, 7%, bahkan yang berpendidikan Pasca

Sarjana (S2) juga cukup banyak yaitu mencapai 26,3% lebih banyak yang

berpendidikan SL TA yang hanya 23,6%. Sedangkan dari formasi jabatan eselon

IV hanya terisi 75%, eselon Ill hanya terisi 20% bahkan untuk eselon II masih

kosong. Hal lni menunjukkan bahwa Sumber Daya Aparatur di Bappeda dengan

tingkat pendidikan yang cukup baik tapi banyak formasi yang masih belum terisi.
89

4.1.1.6. Dinas Pertanian Tanaman Pangan (OIPERTA)

Sebagai bagian dari upaya Pemerintah Kabupaten Kediri dalam

mencapaj visi dan misinYa, maka pembangunan pertanian tanaman pangan

diarahkan guna mewujudkan pertanian maju, yakni pertanian yang berwawasan

agribsinis dan mampu mencukupi kebutuhan pangan yang berkelanjutan serta

berdasar ekonomi kerakyatan.

Setama ini, dalam perhitungan Product Domestik Regional Bruto

(PDRB) Kabupaten Kediri, lapangan usaha bidang pertanian terutama tanaman

bahan makanan mempunyai peran yang sangat besar.

Mengingat besamya peranan pertanian tanaman pangan di Kabupaten

Kediri, maka grand strategy pembangunan penanian tanaman pangan dimuat

dalam 3 (tiga) kebijakan strategl sebagai berikut :

a. Mencukupi kebutuhan pangan pokok dan sumber karbohidrat altematif non

beras serta mamantapkan dan mengamankan produksi pangan

berkelanjutan

b. Efisiensi usaha tani guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

nilai tawar produk, baik melalui pemanfaatan lptek dan peningkatn kualitas

SOM maupun pemanfaatan usaha bersama dalam kelembagaan petani baik

kelompok tani , asosiasi, himpunan, koperasi dll dengan pola kemitraan serta

penumbuhan dan pengembangan sentra agribis komoditas pertanian.

c. Peningkatan dukungan sarana dan prasarana pertanian baik pupuk, obat-

obatan, alsintan, pengairan maupun di;ita pertanian.

Dengan diberlakukannya otonomi daerah akan memberi peluang bagi

Kabupaten Kediri untuk lebih proaktif dan kreatif dalam melakukan

pembangunan sesuai dengan potensi daerah terutama peningkatan nilai tambah

'
90

dan daya saing produk pertanian tanaman pangan. Upaya tersebut haruslah

sinergis dengan pembangunan bidang lainnya karena pembangunan pertanian

yang tidak disertai dengan pengembangan industri hulu pertanian, industri hilir

pertanian serta jasa-jasa pendukung aecam harmoni dan simultan, maka tidak

akan mampu mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi keungguJan

bersaing.

Oengan rnemUiki landasan yang kokoh pada sumberdaya domestik,

maka pembangunan pertanian tanaman pangan Kabupaten Kediri dilaksanakan

melalui program-program pembangunan pertanian yakni: Program

Pengembangan Agribisnis; Program Peningkatan Ketahanan Pangan; Program

Pengembangan Oiversifikasi Pangan dan Gizi, Program Pengembangan IPTEK

Pertanian, Program Pengembangan SOM Pertanian dan Program

Pengembangan Sarans dan Pnasarana Pertanian.

Kedudukan dan Struktur Organisasi Oines Pertanian Tanaman Pangan

A. Tugas Pokok dan Fungal

Berdasarkan Peraturan Oaerah Kabupaten Kediri Nomor 16 Tahun 2000

tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja Dinas-Oinas Daerah yang disahkan

tanggal 16 Oesember 2000 dan telah diundangkan dalam Lembaran Daerah

Kabupaten Kediri tanggal 16 Desember 2000 Nomor 21/0 Seri D Tahun 2000

serta SK Bupati Nomor 61 Tahun 2001 tentang penjabaran Tt:igas dan Fungsi

Oinas Pertanian Tanaman Pangan yang ditetapkan tanggal 27 Januari 2001 dan

diumumkan dalam lembar~n daerah Kabupaten Kediri tanggal 27 Januari 2001

Nomor 61/03, maka secara keseluruhan dalam peraturan daerah tersebut telah

memuat Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan dan Susunan Organisasi

Oinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri sebagai berikut:

'
91

Dinas Pertanian. Tanaman Pangan Kabupaten Kediri mempunyai tugas


melaksanakan kewenangan Otonomi Oaerah di bidang Pertanian Tanaman

Pangan.

Untuk menjalankan tugas pokoknya, Dinas Pertanian Tanaman

Pangan mempunyai fungsJ sebagal berikut:

1. Penghimpunan, pengolahan, anaHsa data clan penetapan sasaran produksi;

2.. Pemb\naan dan i>emblmb\ngan serta pengembangan usaha di b\dang

pertanlan;

3. Pengendalian dan penanganan serangan OPT (Organlsme Pengganggu

Tanaman);

4. Penetapan rekomendasi dan birnbingan penerapan teknologi lokal spesifik;

5. Pembimbingan teknis pengelolaan sumber air, jaringan irigasi dan rehabilitasi

lahan kering/kritis serta konservasi lahan areal pertanian;

6. Pembinaan dan Pembimbingan teknis pemanfaatan pekarangan dan

diversifikasi pangan;

7. Pembinaan dan Pengembangan SOM di bidang pertanian baik petani

maupun petugas;

8. Pengupayaan penyediaan prasarana dan sarana produksi pertanian bagi

petani;

9. Pemantauan dan Pengawasan pengadaan dan peredaran. sarana produksi

pertanian.

Untuk melaksanakan fungsinya, . Dinas Pertanian Tanaman Pangan

mempunyai kewenangan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan dan pengawasan pembibitan/pembenihan dalam lingkup

Pertanian Tanaman Pangan;


92

2. Pengaturan dan pengawasan balai benih komoditas tanaman pangan dan

hortikultura;
3. Memberikan izin usaha yang bergerak pada sub sektor pertanian, kecuali

yang telah menjadi kewenangan Pusat dan Propinsi;

4. Pengelolaanlaboratorium benih;

5. Penetapandan penyelenggaraan aspek ketahanan pangan;

6. Penyelenggaraan, penanggulangan wabah hama dan penyakit menular

dalam tingkup pertanian tanaman pangan;

7. Pengawasan temadap penyuluhan datam lingkup pertanian;


8. Pelaksanaan laboratolium dan pengujian mutu hasil dalam lingkup pertanian;

9. Pembinaan penggunaan air irigasi ditingkat usaha tani;

10. Penetapan, pemanfaatan dan pengembangan lahan pertanian;

11. Penyusunan rencana pertanian;

12. Penetapan kebijakan untuk mendukung pertanian daerah;

13. Penyefenggaraan dan pengawasan standart petayanan minimal dalam

bidang pertanian yang wajib dilaksanakan oleh daerah;

14. Penyelenggaraan dan pengawasan kerjasama bidang pertanian;

15. Pengujian dan penerapan teknologi;

16. Pendayagunaan dan pengelolaan sumber daya lahan;

17. Pembinaan ketersediaan dan penggunaan pupuk dan pestisida;

18. Pembinaan alat dan mesin;

19. Pembinaan pennodalan, investasi den manajemen usaha tani;

20. Pembinaan panen, pases panen dan pemanfaatan limbah pertanian;

21. Pembinaan SOM pertanian;

22. Pengelolaan data dan statistik;


93

23. Pengembangan produksi dan sarana produksi;


24. Penyelenggaraan perjanjian atau persetujuan intemasional atas nama

daerah.

B. Susunan Organisul

Susunan organiasasi Oinas pertanian Tanaman Pangan Kabupaten

Kediri ten:tiri dari:

1. Kepala Oinas;

2. Bagian Tata Usaha;

3. Sub Dinas F'roduksi;

4. Sub Oinas Usaha Tani;

5. Sub Oinas Lshan dan Perlindungan Tanaman;

6. Sub Dinas Sarans dan Prasarana;

7. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

8. Cabang Dinas;

9. Kelompok Jabatan fungsional.

Baglan Tata Usaha dan masing-mas!ng Sub Dinas dipimpin oleh

seorang Kepala Bagian dan Kepala Sub Oinas yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

C. Keadaan Pegawai

Dalam memperkokoh bidang pertanian maka aparat Dinas Pertanian

Tanaman Pangan dituntut kemampuannya dalam perencanaan pembangunan

dengan kelayakan teknis, ekonomi, dan aspiratif terhadap keinginan masyarakat

dan mampu mendorong partisipasi masyarakat petani. Perangkat aparat yang

tersedia meliputi Karyawan golongan IV ada 1 Orang atau 2% golongan Ill ada
94

40 orang, atau 69 %, -golongan II ada 17 orang atau 29 %, golongan I tidak ada

atau0%.

Secara rinci data sumberdaya aparatur mencakup jumlah pegawai

berdasarkan pendidikan. jumlah pegawai berdasarkan golongan, jumlah pegawai

yang telah mengikuti diktat strukutural dan jumlah jabatan menurut Eselon

sebagaimana tercantum pada tabel-tabel 10, 11, 12, dan 13 berikut ini:

Tabel10
Jumlah Pegawai Dlnaa Pertanian Tanaman Pangan
Kabupaten Kedirl Berdasarkan Pendidikan

Rincian (orang)
No. Pendidikan Jumlah
PNS Honorer Kontrak
.
.• 1 -. . . . '(~- ~. 2. l 3. '4\;>\' " ,5 ' 6
1. 52 4 4 - -
2. 51 23 23 - -
3. Sarjana Muda/Opl 1 1 - -
4. 02 - - - -
5. 01 - - - -
6. SLTA 35 30 5 -
7. SLTP 2 1 - 1
8. SD - - - -
Jumlah 65 '59 5 1
.
Sumber. DUK Dmas Pertaman Tanaman Pangan Tahun 2005

Tabel11
Jumlah Pegawai DIPERTA Berdasarkan Golongan

No. Golongan Jumlah (Orang)


1 2 3
1. IV 1
2. Ill 38
3. II 20
4. I -
Jumlah 59
Sumber: DUK Dmas Pertaman Tanaman Pangan Tahun 2005
95

Tabel12
Jumlah Pegawal DIPERTA Yang Telah Mengikuti Diktat Struktural

No. Jen1s Diktat Jumlah (Orang)


1 2 3
1. SPAMEN -
2. SPAMA I DIKLAT PIM 111 6
~. ADUM I OIKLAT PIM IV 15
Jumlah 21
Sumber: DUK Dinss Pertanisn Tsnsmsn Psngsn Tshun 2005

Tabel 13
Jumlah Jabatan Menurut Eaelon DI Ungkungan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kedirl

Eselon
No. UnitKerja Jumlah
I II Ill IV
1 2 3 4 5 6 7
1. Kepala Dinas - 1 - - 1
2. BagianTU - - 1 2 3
3. Subdin Produksl - - - 3 3
4. Subdin Usaha Tani - - - 3 3
5. Subdin Lahan & Perlindungan - - - 3 3
6. Subdin sarana & Parasarana - - 1 3 4
Jumlah .,.1,. ,:1 1;3 14 ,"' 17
Sumber: DUK Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tahun 2005

Dari tabel tabel 10, 11, 12, dan 13 tersebut di atas terlihat bahwa rata-

rata tingkat pendidikan pegawai Oiperta adalah lulusan SL TA yang mencapai

53,8% kemudian lulusan sarjana mencapai 35,4%. Sedangkan golongan Ill

mendominasi jumlah pegawai yang mencapal 64,4% kemudian Golongan II

mencapai 33,9%.

\
96

D. Pelaksanaan Program Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan

1. Visi
Perumusan Visi dan Misi Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan

senantiasa tetap mengacu pada VISi clan Misi Pembangunan Kabupaten Kediri

dan tidak terlepas dari tujuan pembangunan pertanian Regional maupun

Nasiv.aal. Adapun Vtsi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Kediri adatah
"Terwujudnya Pertanian Tanarnan Pangan aebagai pertanian rnaju".

Oengan visi tersebut di ates, kedepan Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Kabupaten Kediri bertekad menjadi dinas yang mampu mewujudkan

pertanian tanaman pangan sebagai pertanian maju yang dicirikan:

a. llmu pengetahuan merupakan landasan utama dalam pengambilan

keputusan jadi bukan karena intuisi atau kebiasaan.

b. Kemajuan teknologi merupakan instrumen utama dalam pemanfaatan

sumberdaya.

c, Mekanisme pasar merupakan media utama dalam transaksl barang dan jasa.
d. Efisiensi, produktifitas dan nilal tambah sebagai dasar utama dalam alokasi

sumberdaya.

e. Mutu unggulan merupakan orientasi wahana sekaligus tujuan.

f. Profesionalisme merupakam karakter yang menonjol.

g. Perekayasaan menggantikan ketergantungan pada alam . sehingga setiap

produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan ter1ebih dulu dalam mutu, jumlah, berat, volume, bentuk, ukuran,

warns, rasa dan sifat-sifat lain dengan ketepatan waktu.

Dengan terwujudnya pertanian tanaman pangan yang maju, maka

akan dapat dicapai kecukupan pangan masyarakat dalam arti tidak saja cukup
97

kuantitasnya namun juga aksesbUitas(keterjangkauan) serta kualitas yang

kesemuanya tersedia sepanjang waktu. Kondisi ini merupakan suatu kondisi

strategis datam mendukung stabilitas politik dan keamanan regional rnaupun

nasional yang arnat dipertukan dalam upaya pemulihan dan perbaikan ekonomi

saat ini. Kecukupan pangan juga merupakan suatu cennin keberhasilan

tercapainya peningkatankualitas hidup masyarakat yang merupakan salah satu

ciri masyarakat sejahtera.

Pertanian maju dan mampu mencukupi kebutuhan pangan akan

dicapai me1alui upaya pembangunan sistem dan usaha agfibisnis yang

mencakup industri hulu pertanian, pertanian itu sendiri, industri hilir pertanian

serta jasa-jasa pendukung yang berdaya saing, berkerakyatan serta

berketanjutan. Selain itu akan dikembangkanpula usaha-usaha agribisnis yang

mencakup usaha rumah tangga, usaha kelompok, usaha kecil dan menengah
serta koperasi tani yang berdaya saing, berl<erakyatan dan ber1<elanjutan.

Kondisi-kondisi seperti tersebut di atas sangat per1u ditor:)ang oleh

sumberdaya manusia, khususnyapetani dan kelurganyadengan kualifikasi:

a. Menjalankan usaha taninya atas dasar pennintaan pasar, peluang pasar,

saluran pemasaran yang tersedia dan asas skala ekonomi yang

dikembangkan berdasar orientasi pasar.

b. Mempunyai ketrampilan mengelola usaha tani secara efisien disertai

kemampuan kerjasama diantara mereka maupun dengan pengusaha agro

industri dan bidang ekonoml lainya.

c. Mempunyai kemampuan menyerap, mengadopsi dan mengadaptasi diri

dengan ilmu pengetahuan dan teknologi baru melalui kemandirian dalam

menganalisakeadaan/potensiusaha dan membuatkeputusan.


98

d. Mernpunyai kemampuan mengelola usaha taninya dengan berorientasi

pelestarian sumberdaya alam sehingga dapat mewujudkan pertanian yang

berkelanjutan.

e. Mempunyai jiwa kepemimpinan yang mampu mempersempit kesenjangan

sosial.

2. Misi

Oa1am rangka mewujudkan visi maka perlu dirumuskan misi yang

dapat menggerakkan dan mewujudkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai

melalui berbagai upaya dalam pelaksanaannya.

Rumusan Misi Oinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri

terdiri 4 Misi yang tidak terpisah-pisah, sating terkait dan memfokus pada

terwujudnya visi yang telah ditetapkan. Adapun keempat Misi tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Menumbuh kembangkan sistem usaha tani yang berwawasaan agribisnis,

berdaya saing, berkerakyatan dan bertcelanjutan.

2. Meningkatkan produksi tanaman pangan dan hortikultura.

3. Menyelamatkan dan mengamankan produksi tanaman pangan dari serangan

hama dan penyakit.

4. Memfasilitasi terdukungnya ketersediaan sarana dan prasarana pertanian.

a. Dalam mewujudkan Visi yang telah ditetapkan maka diternpuh upaya

membangun sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, bertcerakyatan,

dan bekelanjutan. Agribisnis da~t didefinisikan sebagai pemapanan

komersial (commercial establishment) dari seluruh kegiatan pertanian, mulai

dari penyediaan sarana dan prasarana produksi, proses produksi (bioindustri)

kegiatan pasca panen dan pengolahan hasil (agroindustri) sampai menjadi


99

bahan jadi yang siap dikonsurnsi konsumen atau untuk diolah lebih lanjut

dalam industri (bahan baku industri manufaktur, agroindustri). Dari definisi

tetsebut di atas, pads dasamya, dalam konteks pertanian tanaman pangan,

Agribisnis merupakan rangkaian berbegai subsistem yang tidak terpisah-

pisah mufai dari: (a) subsistem penyedianaan prasarana dan sarans produksi

(sgroinput) termasuk industri perbenihan/pembibib:iu yang tangguh, pupuk


dan obat-<>batan, alat dan mesin pertanian, (b) subsistem produksi yang

menghasilkan produk pertanian, (c) subsistem industri pengolahan

(sgroindustri), (d) subsistem pemasaran dan distribusi, dan (e) subsistem

Jasa-jasa pendukung tennasuk perbangkan, itmu pengetahuan dan teknologi

serta infrastruktur.
4.1.2. Mekanlsme Perencanaan Pembangunan Bidang Pertanlan Melalul
Dana Alokasi Khnus Non Dana Rebolsasl di Kabupaten Kedlri

Sebelum otonomi daerah yang mulai efektif dibertakukan di daerah pada


1 Januari 2001 yaitu setelah dikeluar1<annya undang-undang tentang otonomi

daerah dimana pemerintah pusat masih mendominasi dalam menentukan alokasi

anggaran dan kegiatan dari suatu pembangunan di daerah.

Sebagaimana penjelasan dari Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala

BAPPEDA Kabupaten Kediri:

"Perencanaan pembangunan sebelum adanya otonoml daerah masih


didominasi oleh pusat. Segala sesuatunya dHakukan oleh pusat
sehingga aspirasi lokal masih belum banyak diperhatikan, pemerintah
pusat masih sangat dominan dalam menentukan alokasi anggaran dan
kegiatan pembangunan di daerah•. (Wawancara, tanggal 5 April 2006).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Sutrisno selaku Kepala Sub Bagian

Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri:

·sebelum adanya undang-undang tentang otonomi daerah banyak


proyek-proyek bidang pertanian yang ada di daerah merupakan proyek-

\
100

proyek dari Departemen Pertanian yang merupakan hasil perencanaan


dari pusat pada saat itu daerah hanya ketempatan saja•. (Wawancara,
tanggal 6 April 2006).

Dari penjelasan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa selama masa

sebetum otonomi daerah perencanaan pembangunan masih dilakukan secara


sentra1istik daerah hanya sebagai lokasi proyek-proyek pembangunan terutama

juga untuk pembangunan bidang pertanian yang merupakan ._.-..>yek sektoral dari

Departemen Pertanian. Dimana Pemerintah pusat masih mendominasi dalam

menentukan suatu perencanaan pembangunan di daerah.

Lebih lanjut penjelasan oleh Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala

BAPPEDA Kabupaten Kediri:

•Datam suatu perencanaan pembangunan secara terpusat yang terjadi


adalah adanya keseragaman pembangunan pada semua bidang.
Sehingga bagi daerah yang kebetutan membutuhkan adanya
pembangunan tersebut mungkin diuntungkan. Tapi yang terjadi justru
banyak daerah yang kurang membutuhkannya sehlngga hasil
pembangunan tersebut menjadl sia-sia atau kurang tepat sasaran dan
hanya menguntungkan golongan elit tertentu ". (Wawancara, tanggal 5
April 2006}.

Selanjutnya penjelasan oleh Bapak Sutrisno selaku Kepala Sub Bagian

Program Dines Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri:

•Dampak positif dari perencanaan pembangunan bldang pertanian yang


terpusat adalah memudahkan dalam perencanaan dan pelaksanaannya
namun demikian justru banyak dampak negatifnya yaitu seringkall
pembangunan bidang pertanian yang direncanakan dari pusat kurang
memperhatikan potensl-potensi dan permasalahan-permasalahan yang
ada di daerah mungkin ini terjadl karena pusat kurang mempunyai data
base bidang pertanian yang ada di daerah". (Wawancara, tanggal 6 April
2006).

Dari penjelasan tersebut di etas dapat diinterpretasikan bahwa

perencanaan pembangunan yang dilakukan secara sentralistik atau terpusat

berdampak positif maupun negatif bagi suatu daerah, berdampak positif karena

dengan pembangunan secara terpusat, daerah tidak perlu menyiapkan segala

\
101

sumber daya yang ada sampai terjadinya pembangunan dan memudahkan

dalam perencanaan dan pelaksanannya, sedangkan dampak negatifnya sering

terjadi hasil pembangunan yang direncanakan secara terpusat tidak dibutuhkan

oleh suatu daerah atau dapat dikatakan tidak tepat sasaran dan tidak sesuai

dengan kondisi dan potensi suatu daerah dan hanya menguntungkan elit

kekuasaan tertentu, karena tidak jarang hal tersebut merupakan hasil KKN para

elit pemegang kekuasaan untuk mendapatkan proyek-proyek pembangunan.

Selanjutnya dijelaskan oleh Sapak Moch. Saleh Udin sclaku Pit. Kepala

Bappeda Kabupaten Kediri:

"Lahimya undang-undang otonomi daerah mempunyal implikasi yang


sangat besar terhadap sistem perencanaan pembangunan di daerah.
Daerah tidak lagl sebagai tempat 8$ tapi bisa merencanakan,
melaksanakan dan membangun daerahnya sendiri sesuai dengan
potensi dan kondisi daerahnya masing-masing melalui berbagai sumber
pendanaan termasuk yang bersumber dari Dana AJokasi Umum
maupun Cana Alokasl Khusus". (Wawancara, tanggal 5 April 2006).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Jumali selaku Kepala Sub Bidang

Pengairan Sappeda Kabupaten Kediri:

"Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasl Khusus Non Dana Reboisasi
adalah merupakan dana yang dialokasikan dari pusat ke daerah. Dana
lni ada setelah adanya otonomi daerah dimana merupakan Dana
Perimbangan yang merupakan bagian dart sumber penerimaan di
daerah. Kabupaten Kediri menerima Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi untuk pertama kali pada tahun 2003 yang lalu". (Wawancara,
tanggal 19 April 2006).

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa setelah

adanya kebijakan otonomi daerah dengan lahimya Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang P~merintahan Daercih yang kemudian direvisi menjadi

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang nomor 25 tahun

1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang Undang No. 33 Tahun 2004
102

dengan konsekuensi daerah mendapatkan sumber pembiayaan pembangunan

selain dari Dana Alokasi Umum terdapat Dana Alokasi Khusus yang merupakan

Dana Perimbangan dari Pusat. Secara Khusus Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi pertama kali diluncurkan Pemerintah Pusat Ice Kabupaten Kediri

setel&h adanya otonomi daerah yaitu pada tahun 2003.

Bertolak dari pengalaman selama maaa sebelum otonomi daerah


dimana hasl-hasil pembangunan kurang tepat sasaran atau kurang sesuai

dengan kebutuhan daerah sehingga hasHnya kurang bisa dirasakan rnasyarakat


secara luas maka setelah diberfakukamya undang-undang tentang otonomi

daerah dilaksanakan suatu sistem perencanaan yang lebih mengutamakan

aspirasi masyarakat setempat atau yang lebih populer· dlsebut sistem

perencanaan pertisipatif. Dengan adanya sistem perencanaan partisipatif maka

terjadi apa yang disebut kearifan lokal yaitu suatu perencanaan pembangunan
yang sangat memperhatikan kondisi dan potensi lokatitas, dengan adanya

perencanaan partisipatif, masyarakat disuatu daerah mulai dari tlngkat

pemerintahan desa, tingkat kecamatan sampai dengan tingkat kabupaten terlibat

dalam proses perencanaan pembangunan.

Lebih lanjut disampaikan oleh Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala

BAPPEDA Kabupaten Kediri:

•Perencanaan pembangunan daerah saat ini diberlakukan sistem


perencanaan pembangunan partisipatif melalui mekanisme perencanaan
pembangunan yang merupakan penggabungan perencanaan top-down
dan bottom-up dimana perencanaan pembangunan dilakukan
berdasarkan apa yang menjadi k~butuhan masyarakat yang dipadukan
dengan program-program prioritas pemerintah", (Wawancara, tanggal 5
April 2006).

DI Kabupaten Kediri diberlakukan sistem perencanaan partisipatif

terhadap semua bidang pembangunan yang merupakan kewenangan dan


103

tanggung jawab daerah Kabupaten Kediri yang harus dilaksanakan perencanaan

pembangunannya salah satunya adalah perencanaan pembangunan bidang

pertanian melalul Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi. Perencanaan

pembangunan semua bidang yang ada di kabupaten Kediri balk pembiayaanya

yang bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi maupun APBN

diantsranya yang bersumber dari Dana Alokasi Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi melalui mekanisme yang merupakan perpaduan antara perencanaan

top-down dan bottom-up dengan hasil yang diharapkan adalah perencanaan

kegiatan bidang pertanian yang merupat<an keterpaduan antara aspirasi

masyarakat dengan program-program pemerintah dalam bidang pertanian.

Sebagaimana penjelasan Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala

BAPPEDA Kabupaten Kediri:

•Perencanaan pembangunan di Kabupaten Kediri dilakukan melalui


perpaduan antara mekanisme top4own dan bottom-up planning untul<
semua bidang pembangunan baik yang bersumber dana dari APBD
Kabupaten, APBD Propinsi, APBN maupun yang bersumber dari Dana
Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi dan sumber-sumber fainnya•.
(Wawancara, tanggal 5 April 2006).

Hal senada dijelaskan oleh Bapak Sutrisno selaku Kepala sub Bagian

Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri:

"Perencanaan pembangunan bidang pertanian yang sekarang


dilaksanakan adalah dengan penggabungan mekanisme top-down dan
bottom-up planning dari segafa sumber pembiayaan, baik yang
bersumber dari Dana Alokasi Umum maupun dari Dana Alokasi khusus.
Tentunya hal ini juga berlaku untuk perencanaan pembangunan bidang-
bidang lain yang merupakan kewenangan dan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten Kedin•. (Wawancara, tanggal 6 April 2006).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat interpretasikan bahwa

mekanisme perencanaan pembangunan semua bidang pembangunan dari

segala sumber pembiayaan terutama bidang pertanian yang dibiayai melalui


104

Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri menggunakan

mekanisme yang merupakan perpaduan antara top-down dan bottom-up

planning yaitu suatu perencanaan pembangunan dengan pendekatan

perencanaan partisipatif dalam bingkai program-program prioritas pemerintah.

Selanjutnya sebegaimana penjelasan oleh Bapak Moch. Saleh Udin

selaku Pit. Kepaa BAPPEDA Kabupaten Kediri:


•Mekanisme perencanaan pembangunan secara top-down yang
dilakukan dimaksudkan bahwa pemerintah hanya mengarahkan
perencanaan yang dilakukan masyarakat agar tidak menyimpang dari
program-program prioritas kabupaten, propinsi atau nasional hal ini
adalah dimaksudkan bahwa prog:am-program prioritas nasional, propinsi
maupun daerah yang telah digariskan tidak rnelenoeng dari sasaran
sehingga perencanaan pembangunan yang dilaksanakan antara
pemerintah pusat, propinsi, kabupaten, dan masyarakat bisa sinkron dan
tidak saling bertentangan•. (Wawancara, tanggal 5 April 2006).

Hal senada disampaikan oleh Bapak Subisno selaku Kepala Sub Bagian

Program Oinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri:

•Setama ini mekanisme perencanaan pembangunan secara top-down


yang dilakukan pada Dinas Pertanlan Tanaman Pangan yaitu dengan
memberikan pengarahan dan batasan-batasan supaya usulan-usulan
kegiatan pembangunan bidang pertanian dari masyarakat diarahkan
agar tidak keluar dari rambu-rambu yang telah digariskan oleh
pemerintah baik pusat. propinsi rnaupun kabupaten. Terutama
perencanaan pembangunan bidang pertanian dari Dana Alokasi Khusus
non Dana Reboisasi bahwa usu1an-usulan kegiatannya diarahkan pada
peningkatan sarans dan prasarana dalam mendukung ketahanan
pangan dan agribisnis". (wawancara, tanggal 12 April 2006).

Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

dalam perencanaan secara top-down pemerintah hanya mengarahkan dan

memberi batasan-batasan yang diimplementasikan berupa kebijakan-kebijakan

dengan harapan usulan-"usulan kegiatan. dari masyarakat tidak tertepas dari

tujuan dan sasaran pembangunan daerah, propinsi, maupun nasional atau

secara khusus dalam rangka perencanaan kegiatan bidang pertanian melalui


105

Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi tidak terlepas dari program nasionat

di bidang pertanian melatui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi adalah

dalam rangka peningkatan sarana dan prasarana dalam mendukung ketahanan

pangan dan agribisnls yaitu melalui pengadaan alat dan mesin pertanian,
penyediaan benihlbibit berrnutu, peningkatan prasarana untuk penangkar

benih/perbibitan, dan J>b. .ingkatan prasarana kelembagaan perbenihan/

perbibitan.

Mekanisme perencanaan pembangunan yang dilakukan secara top-

down planning yang memberi arahan dan batasan-batasan yang berupa

kebijakan-kebijakan dari pusat yang ditindaklanjuti oleh propinsi dan kemudian

disesuaikan dengan kondisi dan potensi suatu daerah. Sedangkan mengenai

mekanisme perencanaan yang c:fmulai dari bawah ke atas (bottom-up)

sebagaimana penjelasan Bapak Moch. Sateh Udin selaku Pit. Kepala BAPPEOA

Kabupaten Kediri:

"Selain mekanisme perencanaan yang dilaksanakan secara top-down


dengan arahan-arahan dan batasan-batasan yang telah digariskan oleh
tingkatan pemerintahan diatasnya, mekanisme perencanaan
pembangunan di Kabupaten Kediri secara khusus untuk perencanaan
pembangunan bidang pertanian melalui Dana AJokasi Khusus Non Dana
Reboisasi dilakukan secara bottom-up dimana merupakan mekanisme
dalam perencanaan pembangunan yang dimulai darl masyarakat
bersama-sama dengan pemerintah dari jenjang pemerintahan yang
paling bawah yaitu pemerintah desa, kemudian pada jenjang kecamatan
dan jenjang kabupaten melalul suatu forum musyawarah dan koordinasl
pembangunan•. (Wawancara, tanggal 5 April 2006).

Lebih lanjut disampaikan oleh Bapak Sutrisno selaku Kepala Sub Bagian

Program Dinas Pertanian Tanaman Pang~n Kabupaten Kediri:

•Mekanisme perencanaan pembangunan bidang pertanian terutama


yang dibiayai Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi selain dengan
mekanisme top-down juga dilaksanakan secara bottom-up dimana
usulan-usulan kegiatan pembangunan bidang pertanian dilakukan mulai
dari tingkat desa kemudian tingkat kecamatan sampai ke tingkat

\
106

kabupaten dengan difasffitasinya Musbangdes untuk tingkat desa,


diskusi UDKP untuk tingkat kecamatan dan forum Rakorbang untuk
tingkat kabupaten dengan harapan dapat mengakomodasi aspirasi
masyarakat". (wawancara, tanggal 12 April 2006).

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa

mekanisme perencanaan pembangunan bidang pertanian melatui Dana Alokasl

Khusus Non Dana Reboisasi yang dilakukan secara bottom-up dalam

pelaksanaaMya dilakukan bersama-sama dengan bidang-bidang yang lain yang

dalam prosesnya melibatkan masyarakat dengan pemerintah yang dilaksanakan


secara berjenjang pada setiap level pemerintahan yaitu Musbangdes ditingkat

desa, diskusi UOKP ditingkat kecamatan sampai dengan Rakorbang ditingkat

kabupaten. Usulan-usulan kegiatan pembangunan bidang pertanian tersebut

tidak hanya difasilitasi oleh pemerintah yang paling bawah yaitu pemerintah desa

melainkan yang paling penting adalah keterlibatan seluruh lapisan masyarakat

terutarna adalah masyarakat yang bennata pencaharian di bidang pertanlan


karena petanUah yang lebih tahu segala permasalahan dan kebutuhannya.

Mekanisme perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana

Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi secara bottom-up bersama-sama dengan

bidang-bidang yang lain dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat melalui

suatu forum musyawarah dan koordinasi pembangunan yang dilaksanakan

secara berjenjang pada tingkatan pemerintahan. Sebagaimana penjelasan dari

Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala Bappeda Kabupaten· Kediri:

"Perencanaan pembangunan bidang pertanian bersama-sama dengan


bidang-bidang yang lain yang dilakukan secara bottom-up dimulai dari
Musbangdes ditingkat desa atau
kelurahan, diskusi UDKP ditingkat
kecamatan sampai Rakorbang ditingkat Kabupaten dimana pads forum-
forum tersebut partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan diaktualisasikan· .(wawancara, tanggal 5 April 2006).
107

Hal senada juga dijelaskan Sri llham Wahyu Subekti selaku Kepala Sub

Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan BAPPEDA Kabupaten Kediri:

"Perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi


Khusus Non Dana Reboisasi yang dilaksanakan dengan mekanisme
bottom-up diharapkan dapat menarnpung aspirasi masyarakat pada
segala tingkatan pemerintahan, dilakukan secara partisipatif melalui
suatu fonm musyawarah dan koordinasi pembangunan mulai dari
tingkat pemerintah paling rendah yaitu Musyawarah pembangunan desa
atau Musbangdes ditingkat desa, diskusi Unit Daerah Kerja
Pembangunan atau UDKP ditingkat Kecamatan sampai dengan Rapat
Koordinasi Pembangunan atau Rakorbang ditingkat Kabupaten dengan
adanya forum ini diharapkan aspirasi masyarakat yang ada dalam
semua tingkatan pemerintahan dapat terakomodasi dalam
pembangunan•. (Wawancara, tanggal 17 April 2006).

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa

mekanisme perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui dana alokasi

khusus Non Dana Reboisasi yang dilakukan secara bottom-up yaitu dengan

melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaannya pada setiap

level pemerintahan mulai dari leve1 pemerintahan yang paling bawah yaltu

pemerintah desa, kemudian kejenjang pemerintahan yang lebih tinggi yaitu

tingkat kecamatan sampal dengan ditingkat kabupaten dengan keter1ibatan

masyarakat dalam semua level pemerintahan diharapkan dapat menampung

asprasi masyarakat dalam segala tingkatan.

Selanjutnya dijelaskan Sri llham Wahyu Subekti selaku Kepala Sub

Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan BAPPEDA Kabupaten Kediri:

"lstilah Musrenbang Dess, Musrenbang Kecamatan dan Musrenbang


Kabupaten istilah-istilah tersebut baru dipakai pada tahun 2005 setelah
adanya Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan NasionaVKepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri
sedangkan pacia tahun sebelumnya masih menggunakan pola lama
yaitu Musbangdes untuk tingkat desa, diskusi UDKP untuk tingkat
kecamatan dan Rakorbang untuk tingkat kabupaten". (Wawancara,
tanggal 17 April 2006).
108

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dan dokumen peneliti dapat

diinterpretasikan bahwa mekanisnme perencanaan pembangunan bidang

pertanian melalui Dana alokasi Khusus Non Dana Reboisasi masih

menggunakan pola lama yaitu Musbangdes pada tingkat desa, diskusi UOKP

pada tingkat kecamatan, dan Rakorbang pada tingkat kabupaten karena Surat

Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas dan Menteri Oal8ln Negeri nomor: 0259JM.PPNN2005 dan

050/166/SJ, tanggal 20 Januari 2005 perihal Petunjuk Teknis Penyelenggaraan

Musrenbang Tahun 2005 baru diterima pertengahan bulan April 2005.

Sedangkan proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana

Alokasl Khusua Non Dana Reboisasi dimulai pada tahun 2004 dan hasil

perencanaan kegiatan diimplementasikan pads tahun 2005.

Perpaduan antara mekanisme perencanaan pembangunan yang

dilakukan secara top-<lown dan bottom-up planning secara teknis perencanaan

pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasl Khusus Non Dana

Reboisasi di Kabupaten Kediri dilaksanakan melalui jalur pemerintah dan jalur

masyarakat. sebagaimana
-
penjelasan yang disampaikan oleh Bapak Moch.

Saleh Udin selaku Pit. Kepala BAPPEDA Kabupaten Kediri:

•perencanaan pembangunan bidang pertanian dilaksanakan melalui dua


jalur yaitu jalur masyarakat dan jalur pemerintah melalui Oinas Pertanian
Tanaman Pangan. Melalui jalur masyarakat mulai dari tingkat desa,
perencanaan dibuat oleh masyarakat bersama-sama dengan aparat
pemerintah desa yang hasilnya berupa prioritas usulan kegiatan yang
disampalkan kepada kecamatan. Pada tingkat kecataman, usulan-
usulan kegiatan dari masing-masing desa dibahas dan disusun kembali
berdasarkan priontas kebutuhan kemudian diusulkan kepada pemerintah
kabupaten melalui Sadan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Sedangkan pada jalur pemerintah melalui Oinas Pertanian Tanaman
Pangan yang diusulkan kepada pemerintah kabupaten melalui Bappeda
sebagai koordinator perencanaan pembanguan daereh". (Wawancara,
tanggal 18 April 2006).
109

Selanjutnya dijelaskan oleh Bapak Sutrisno selaku Kepala Sub Bagian

Program Oinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri:

"Perencanaan pembangunan bidang pertanian terutama melalui Dana


Alokasi khusus Non Dana Reboisasi dari jalur pemerintah adalah
merupakan usulan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang
merupakan kompilasi dari usulan-usulan dari Mantri Pertanian yang
merupakan petugas Cabang Dinas Pertanian Tanaman Pangan di
kecamatan atau merupakan petugas dinas pertanian di lapangan karena·
merekalah yang langsung berinteraksi dengan masyarakat petanl dan
kelompok tani di lapangan melalui pertemuan-pertemuan yang
dilaksanakan dengan kelompok-kelompok tani yang ada di wilayahnya.
Sedangkan usulan-usulan kegiatan dari masyarakat tidak masuk ke
Oinas Pertanian Tanaman Pangan tapi masuk ke Desa dan dibahas di
forum Musbangdes, keluaran dari Musbangdes sebagai masukan di
diskusi UOKP, keluaran dari UDKP sebagai masukan di forum
Rakorbang. Selanjutnya pada forum Rakorbang ini dilaksanakan
sinkronisasi antara usulan-usulan kegiatan dari desa dan kecamatan
dengan usulan-usulan kegiatan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan".
(wawancara, tanggal 20 April 2006).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Dwi Kristiyclno Staf Sub Bagian Program

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kedir.:

"Mantri Pertanian biasanya diundang dalam pertemuan-pertemuan yang


diadakan kelompok-kelompok tani diwilayahnya dan biasanya petani-
petani pada rapat pertemuan tersebut menyampaikan usulan.usulan
pada Mantri Pertanian, selanjutnya dari usulan-usulan dari kelompok-
kelompok tani yang ada diwilayahnya .oleh Mantri Pertanian dibuat
semacam usulan/proposal dan disampaikan ke Dinas lnduknya yaitu
Dinas Pertanian Tanaman Pangan•. (wawancara, tanggal 28 April 2006).

Dari penjelasan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa perencanaan

pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi di Kabupaten Kediri dengan menggunakan sistem perencanaan yang

dilakukan secara partisipatif dengan mekanisme yang merupakan perpaduan

antara top-down dan bottom-up planning secara teknis dilakukan melalui dua

jalur yaitu jalur masyarakat dan pemerintah. Melalui jalur pemerintah

dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dengan membuat usulan


110

yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkatan yang paling rendah yaitu

melalui Mantri Pertanlan yang merupakan petugas cabang dinas pertanian di

kecamatan yang merupakan kepanjangan tangan Dinas Pertanian Tanaman

Pangan di Kabupaten. Melalui jalur masyarakat dilakukan secara berjenjang

mulai dari forum Musbangdes ditingkat desa, keluaran dari Musbangdes sebagai

bahan pembahasan dalam diskusi UDKP ditingkat kecamatan. Sinkronisasi

usulan dari jaJur masyarakat dan jalur pemerintah di tasiritasi pemerintah melalui

forum rapat koordinasi pembangunan di tingkat kabupaten yang merupakan

forum perencanaan partisipatif tertinggi yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Kabupaten Kediri yang menghasilkan usulan-usulan prioritas kegiatan

Pemerintah Kabupaten Kediri dari segala sumber pembiayaan. Sebagaimana

penjelasan oleh Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala Bappeda Kabupaten

Kediri:

•ttasil dari Rapat Koordinasi Pembangunan atau Rakorbang adalah


berupa usulan-usulan prioritas kegiatan untuk semua bidang
pembangunan yang pembiayaannya diusulkan melalui APBD
Kabupaten, APBD Propinsi, APBN maupun dari Dana Alokasi Khusus
Non Dana Reboisasi. Secara Khusus untuk bidang-bidang yang
pembiayaannya dlusulkan melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten kediri melalui
Bappeda dengan berkoordinasi dengan dinas teknis terkait membuat
usulan/proposal ke Pemerintah Pusat melalui Departemen teknis terkait,
Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Bappenas dan
dinas teknis terkait yang ada dipropinsi· .(wawancara, tanggal 18 April
2006).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Sutrisno selaku Kepala Sub Bagian

Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri:

"Usulan prioritas kegiatan bidang pertanian yang akan dialokasikan


untuk Dana alokasi Khusus Non Dana Reboisasi secara khusus
diusulkan ke Oepartemen Pertanian dan departemen lain yang terkait
yang ada di Jakarta karena kewenangan pengalokasian Dana Alokasi
Khusus Non Dana Reboisasi adalah Pemerintah Pusat makanya kita
111

bikinkan pmposat kesana karena mekanismenya memang harus


demikian•. (wawancara, tanggal 20 April 2006).

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa setelah

penyusunan prioritas kegiatan terutama untuk kegiatan yang pembiayaannya

dialokasikan pada Dana Alokasi Khusus Non Dana Raboisasi, daerah harus

mengusulkan pendanaanfpenganggaran kegiatan ke Pemerintah Pusat karena

pengalokasian Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi adalah kewenangan


Pemerintah pusat. Pemerintah Daerah mengirim usulan/proposal biaya dan

kegiatan ke Pemerintah Pusat dalam hal ini ke departemen teknis masing-

masing, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Bappenas, dan ke

masing-masing dinas teknis yang ada di Propinsi. Usulan untuk Bidang Pertanian
Ke Departemen Pertanian. Dari dokumen peneliti proposal kegiatan yang

dialokaslkan dari Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri

metiputi 7 (tujuh) bidang yaitu bidang pendidikan, bidar.g kesehatan, bidang

pertanian, bidang perikanan dan kelautan, bidang infrastruktur jalan, bidang

infrastruktur lrigasi dan bidang lnfrastruktur air bersih. Sedangkan mekanisme

Perencanaan Bidang Pertanian melalui Dana, Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi dapat dilihat dalam gambar 3 berikut ini:


112

Gambar3
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Bidang Pertanian Melalui OAK Non
DR di Kabupaten Kedlri

Rakorbang Propinsi
DPRD Pemeti1tah Pusat dan Nasional
' . ' .
Prioritas kegiatan Priorltas kegiatan meJalui Prlorttas kegiatan melaJui
melalui APBD Kab. OAK Non OR dana APBO Prop. & APBN

~ t--
Stakeholders RAKORBANG Stakeholders

BAPPEDA

Unit Daerah Kerja Dinas Pertanian


Pembangunan Tanaman Pangan
-
'. '

Usulan Cabang Oinas

.
Musbangdes Pertanian Tanaman
. '

Masyarakat Kelompok Tani

Sumbe: Bappeda Kab. Kediri diolah


113

4.1.3. Mekanisme. Pengalokasian OAK Non DR Bldang Pertanian di

Kabupaten Kediri

Setelah proses perencanaan bidang pertanian melalui Dana Alokasi

Khusus Non Dana Reboisasi yang telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme
perencanaan pembangunan yang ada di Pemerintah Kabupaten Kediri. Proses

selanjutny ... adalah proses pengalokasian anggaran Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi Bidang Pertanian dari Pemerintah Pusat kepada daerah

penerima.

Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Jumali setaku Kepala Sub Bidang

Pengairan Bappeda Kabupaten Kediri:

"Setelah proposal disampaikan ke pemerintah pusat proses setanjutnya


adalah menunggu beberapa bulan tentang kepastian pengalokasian
Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi dari pusat ke daerah melalui
Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Alokasi dan
Pedoman Umum Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi yang biasanya diterbitkan pada akhlr tahun dan untuk
dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya dengan adanya surat
keputusan tersebut baru kita dapat memastikan bidang apa saja yang
mendapat alokasl dana dan berapa rupiah untuk masing-masing
bidangnya•. (Wawancara, tanggal 19 April 2006).

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa

pengalokasian anggaran Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi kepada

daerah adalah mutlak kewenangan pemerintah pusat, daerah hanya berhak

mengajukan usulannya. Dari dokumen peneliti Pemerintah Pusat melalui

Departemen Keuangan Menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor. 505/KMK.0212004 tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman

Umum Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi Tahun Anggaran

2005 tertanggal 19 Oktober 2004. Daerah-daerah yang mendapat alokasi Dana

Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi adalah Daerah-Daerah yang memiliki


114

kemampuan fiskal· rendah atau dibawah rata-rata. Kemampuan fiskal daerah

didasarkan pada selisih antara realisasi Penerimaan Oaerah (Pendapatan Asli

Oaerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang

sah) tidak tennasuk Sisa Anggatan Lebih (SAL) dengan Belanja Pegawai Negeri

Sipil Daerah (ftSkal netto) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Tahun A.."garan 2003. Perhitungan lndeks Fiskal Netto suatu Oaerah

didasarkan pada pembegian antara kemampuan fiskal suatu Daerah dengan

kemampuan fiskal seluruh Daerah, kemudian dikalikan dengan jumlah seluruh

Daerah. Oaerah yang memifiki kemampuan fiskal dibawah rata-rata adalah

Oaerah yang memiliki lndeks Fiskal Netto dibawah satu (1).

Pengalokasian OAK Non DR memperhatikan Daerah-Daerah tertentu

yang memitikl dan/atau berada di wilayah: (a) Propinsi Papua dan Nanggroe

Aceh Darussalam (NAO) yang merupakan Daerah Otonomi Khusus, (b) Propinsi

Maluku dan Maluku Utara sebagai Oaerah Pasca Konflik. dan (c) Kawasan Timur

Indonesia, Pesisir dan Kepuluan, Perbatasan Darst, Daerah Tertinggaj/terpencil,

Penampung Program Transmigrasi, Rawan Banjir dan longsor.


-
Kabupaten Kediri yang termasuk sebagai daerah penerima Dana Alokasi

Khusus Non Dana Reboisasi dikarenakan merupakan daerah yang memiliki

penerimaan daerah yang masih kecil, pada tahun 2004 nilai Pendapatan Asli

Daerah (PAD) hanya sebesar Rp. 30.998.280.688,00 dan meningkat pada tahun

2005 sebesar Rp. 31. 770.266.892,00 dengan belanja pembangunan pada tahun

2004 sebesar Rp. 116.983.589,35 dan .meningkat pada tahun 2005 sebesar

Rp. 124.117.567.558,05 sehingga pembangunan untuk bidang-bidang yang

bersifat khusus seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, perikanan, dan


115

infrastruktur masih memerlukan bantuan pemerintah pusat untuk

pembiayaannya.

Alokasi Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi atas dasar

KeputusanMenteri Keuangantersebut di etas, Kabupaten Kediri sebagai daerah

penerima OAK Non DR mendapatkan alolcasi dana sebesar

Rp. 14.290.000.000,00 (Empat belas milyard dua ratus sembilan puluh juta

rupiah) yang dia1okasikan untuk Bidang Pendidikan sebesar

Rp. 4.790.000.000,00 (Empat milyard tujuh ratus sembHanpuluh juta rupiah),

Bidang Kesehatan sebesar Rp. 2.110.000.000,00(Dua milyard seratus sepuluh

juta rupiah), Bidang lnfrastruktur Jalan sebesar Rp. 3.050.000.000,00 (Tiga

milyard lima puluh juta rupiah). Bidang lnfrastruktur lrigasi sebesar

Rp. 1.520.000.000,00 (Satu Milyard lima ratus dua puluh juta rupiah, Bidang

lnfrastrukturAir Bersih sebesar Rp. 670.000.000,00(Enam Ratus tujuh puluh juta

rupiah), Bidang Kelautan dan Perikanan sebesar Rp. 920.000.000,00(Sembilan

ratus dua puluh juta rupiah) dan alokasi OAK Non DR bidang pertanian sebesar

Rp. 170.000.000.000,00 (Seratus tujuh puluh miliar rupiah) tersebar di 155


-
kabupaten/kota pada 25 propinsi. Sedangkan alokasi OAK Non DR bidang

pertanian di Kabupaten Kediri sebesar Rp. 1.230.000.000,00 (Satu miliar dua

ratus tiga puluh juta rupiah). Berdasarkan proposal yang diajukan oleh

pemerintah Kabupaten Kediri ke pusat tentang usulan OAK Non DR bidang

pertanianmemperlihatkanbahwa tidak semua usulan dana yang diajukan daerah

diakomodasi oleh pusat, Sebagaimana. dijelaskan oleh Bapak Jumali selaku

Kepala Sub Bidang PengairanBappeda Kabupaten Kediri:

"PengalokasianOAK Non DR bidang pertanian dari pusat ke Kabupaten


Kediri tidak sesuai dengan usulan dana yang telah diajukan sebelumnya,
dimana dari Rp. 10.006.800.000,00 yang diusulkan pembiayaannya
116

melalui OAK Non DR hanya Rp. 1.230.000.000,00 yang kits peroleh.


Besaran dana yang diterima daerah selama ini sangat bervariasi dan
tidak konsisten, misalnya, pada tahun 2004 ldta menerima OAK Non OR
secara keseluruhan sebesar Rp. 5.000.000.00,00 sekarang pada tahun
2005 kita menerima alokasi OAK Non DR jauh tebih besar yaitu sebesar /
Rp. 14.290.000.000,00 (Wawancara, tanggal 19 April 2006).

Dari penjelasan tersebut dapat diinterpretasikan~. bahwa penyaluran


. . OAK

Non DR dari pusat kepada daer:ah tidak konsisten besaran dananya.

Pengalokasian OAK Non OR sebagai dana perimbangan yang seharusnya

diterima daerah sebagai sumber penerimaan daerah dalam rangka untuk


pembiayaan pembangunan yang bersifat khusus dan merupakan kewenangan

dan tanggung jawab daerah sangat ditentukan oleh kebijakan dari pusat.

4.1.4. Mekanlsme Pengalokasian Kegiatan Bidang Pertanian melalui DAK

Non DR di Kabupaten Kediri

Setelah OAK Non DR diafokasikan dari pusat ke daerah, proses

selanjutnya adalah pengalokasian kegiatan bidang pertanlan melalui OAK Non

DR, dalam pengalokasian kegiatan bidang pertanian adalah berdasar1can arahan

dan pedoman dari petunjuk teknis bidang pertanian yang dikeluarkan oleh

Departemen Pertanian.

Sebagaimana penjelasan oleh Bapak Jumali selaku Kepala Sub Bidang

Pengairan Bappeda Kabupaten Kediri:

•setelah adanya Surat Keputusan dari Menteri Keuangan proses


selanjunya adalah masing-masing departmen teknis menindaklanjuti
dengan mengeluarkan petunjuk teknis sebagai pedoman teknis dalam
pelaksanaan penggunaan Dana Aiokasl Khusus Non Dana Reboisasi di
daerah. Pedoman teknis untuk bidang pertanian dikeluar1<an oleh
Departemen Pertanian. Petunjuk teknis digunakan sebagai pedoman
dalam pengalokasian kegiatan · dan pelaksanaannya". (Wawancara,
tanggal 19 April 2006).

Dari penjelasan informan tersebut dan dari dokumen yang ada dapat

diinterpretasikan bahwa setelah penetapan alokasi OAK Non DR untuk masing-


117

masing bidang pada seluruh kabupaten/kota penerima OAK Non DR,

departemen teknis masing-masing bidang menindaklanjuti dengan mengeluarkan

petunjuk teknis penggunaan OAK Non DR. Oiperfukan kriteria teknis untuk

kegiatan OAK Non OR sebagai pedoman teknis dalam pengalokasian anggaran


dan kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai oleh OAK Non OR. Kriteria teknis

kegiatan OAK Non OR untuk bidang pendidikan dlteh.;~kan oleh Menteri

Pendidikan Nasional Nomor: 150/K/2004, tanggal 29 Nopember 2004, bidang

kesehatan oleh Menteri Kesehatan Nomor: 1285/Menkes/SKIXll/2004, tanggaJ

17 Desember 2004, bidang infrastruktur jalan, irigasi dan air bersih ditetapkan

oleh Menteri Pennukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 18/KPTS/M/2004,

tanggal 24 Oesember 2004, bidang kelautan dan perikanan ditetapkan oleh

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: B.433/SJ/KU.330/Xl/2004, tanggal 25

Nopember 2004, bidang pertanian ditetapkan oleh Menteri Pertanian Nomor:

1101/KU.220/A/12/04, tanggal 6 Desember 2004 dan bidang prasarana

pemerintahan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri Nomor: 9711201/BAKD,

tanggal 12 November 2004.

Lebih lanjut
-
dijelaskan oleh Bapak Jumali selaku Kepala Sub Bidang

Pengairan Bappeda Kabupaten Kediri:

·oa1am penyusunan kegiatan bidang pertanian yang menggunakan


Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi kegiatan-kegiatannya tidak
boleh menyimpang dari koridor-koridor sebagaimana yang telah
tercantum dalam petunjuk teknis bidang pertanian yang diterbitkan oleh
Departemen Pertanian yaitu untuk pengadaan alat dan mesin pertanian,
penyediaan benih/bibit bermutu, prasarana untuk penangkar benih, dan
prasarana kelembagaan perbenihan". (Wawancara, tanggal 19 April
2006). . .

Dari penjelasan informan tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa

kegiatan yang akan dilaksanakan melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana
118

Reboisasi ada rambu-rambu atau batasan-batasan mengenai kegiatan yang

akan dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten. Penyusunan kegiatan bidang

pertanian dengan koridor petunjuk teknis dengan memperhatikan program

prioritas daerah dalarn pembangunan bidang pertanian. Sedangkan pelaksanaan

kegiatan untuk bidang pertanian dilaksanakan oleh Oinas Pertanlan Tanaman

Pangan sebagai dinas pelaksana teknis OAK Non OR bidang ~.B1ian dengan
Bappeda sebagai koordinatior kegiatan semua bidang dengan berpedoman pada

petunjuk teknis dari masing-masing bidang dengan tetap memperhatikan

program prioritas daerah untuk masing-masing bidangnya.

Berdasarkan dokumen yang ada yaitu petunjuk teknis bidang pertanian

yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian dengan nomor:

1101/KU.220/A/12/04, tanggal 6 Desember 2004, perihal Petunjuk Teknis

Penggunaan OAK Non DR Bidang Pertanlan 2005 bahwa penggunaan Dana

Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi bidang pertanian kegiatannya dialokasikan


untuk menlngkatkan sarana/prasarana pertanian guna mendukung ketahanan

pangan dan agrisbisnis mefalui penyediaan benih/bibit unggul pertanian.


-
Keglatan untuk bidang pertanian diarahkan untuk: (a) Pengadaan alat dan mesin

pertanian (alsintan): (b) Penyediaan benih/bibit bermutu; (c) Prasarana untuk

penangkar benih/perbibitan; (d) Prasarana kelembagaan perbenihan/perbibitan.

Sebelum melaksanakan kegiatan perlu mempertimbangkan kriteria-krietria teknis

bidang pertanian yaitu: (a) Jumlah alat dan mesin pertanian I alsintan (Unit); (b)

Produksi benih (Ton); (c) Jumlah penang~ar benih/bibit (Kelompok); (d) Jumlah

kelembagaan/Balai Perbenihan/Pembibitan (Unit); (e) lndeks kemahalan

konstruksi (IKK). Dalam memilih kegiatan-kegiatan agar setiap kabupatenlkota

penerima Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi bidang pertanian


119

menetapkan kegiatan sesuai dengan prioritas daerah dan diharapkan dapat

segera operasional/dimanfaatkan. Kegiatan tersebut dapat berupa kombinasi

kegiatan tersebut di atas sepanjang dana memadai dan sarana/prasarana

tersebut dapat segera dimanfaatkan peda Tahun Anggaran 2005.

Persyaratan teknis benih/bibit sepertl Fondation Seed (FS), Breeder

Seed· (BS), Stock Seed (SS) maupun benih/bibit yang lain mengacu kepada

per:syaratan teknis perbenihan/pembibitan yang diterbitkan oleh Oepartemen

Pertanian. Dana OAK Non OR bidang pertanian dapat digunakan untuk

peogadaan benih/blbit pertanian. Benih tanaman pangan seperti pengadaan

benih sumber kelas Benih Pokok (BP) dan Op Koop Benih Sebar (BR). Benih

hortikultura mencakup tanaman sayuran, tanaman buah-buahan, tanaman hlas

dan tanaman biofannaka. Benih/bibit tanaman pertcebunan meliputi tanarnan

semusim maupun tahunan, dan bibit ternak antara lain sapl, kambing, domba,
babi, ayam buras, ltik dan lainnya.
Persyaratan teknis sarans prosesing benih dan alat mesin pertanian

lainnya mengacu kepada persyaratan teknis perbenihan/pembibitan yang


-
diterbitkan oleh Oepartemen Pertanian. Penangkaran benih tanaman pangan

diarahkan untuk pengadaan benih sumber, alat prosesing benih (seperti thresher

multiguna, box dryer, seed cleaner, moisture tester, timbangan, terpal plastik),

lantai jemur, perbaikan gudang, pengadaan alat pengolah tanah dan pomps air

irigasi. Penangkaran benih hortikultura diarahkan untuk pengadaan benih calon

batang bawang bawah, _entres, benih sui:nber/calon pohon induk untuk BPMT,

pengambilan/pengiriman entres, pengawasan dan sertifikasi, gudang, rumah

lindung (screen house), peralatan produksi benih (termasuk kultur jaringan),

pompa air dan pemeliharaan. Penangkaran bibit petemakan diarahkan untuk

\
120

kegiatan pengadaan temak bibit/induk, kandang, pakan, obat-obatan/vaksin,

lnseminasi Buatan (18), dan peralatan/pembibitan temak. Penangkaran benih/

bibit perkebunan diarahkan untuk kegiatan pengadaan bibit batang bawah dan

pemeliharaannya, benih sumber, kebun entres dan pemeliharaannya,

pemeliharaan BPT, sarana dan peralatan pembenihan/pembibitan dan sertifikasi

benih: OAK Non OR bidang pertanian dapat cligunakan untuk perbaikan gudang,

lantai jemur, alat prosesing benih (seperti thresher multiguna, box dryer, seed

cleaner, moisture tester, timbangan, terpal plastk), pagar, serta pcngadaan

atsintan penunjangnya seperti atat pengotah tanah, pompa air irigasi, alat

pengendali hama penyakit dan 1alnnya. Khusus prasarana pembibitan temak

meliputi peralatan lnseminasi Buatan (IBVEmbrio Transfer, kandang, alat ukur

seperti tinbangan, alat kastrasi, peralatan kesehatan hewan dan lainnya.

Perencanaan pengembangan perbenihan/pembibitan serta

pemberdayaan penangkar/kelompok penangkar harus memperhatikan kriteria;

(1) potensl sumberdaya pertanian dan jenis komoditas yang diunggulkan, (2)

ketersediaan benih/bibit sumber, (3) kemampuan dan pengalaman Pokkar/


-
village breeding centre, (4) kesiapan institusi/lembaga pert>enihan, (5) kelayakan

usaha, (6) prospek pemasarannya.

Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari Keputusan Menteri Keuangan dan

Petunjuk Teknis dari Oepartemen Pertanian tersebut di atas dalam rangka

penetapan dan penyaluran Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi maka

Departemen Keuangan ~lui Direktorat Jenderal Perbendaharaan menerbitkan

Surat Edaran Nomor: SE-05/PB/2005 tertanggal Januari 2005 tentang Tata Cara

Penetapan dan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi (OAK

Non DR) Tahun Anggaran 2005. Penetapan kegiatan agar berpedoman pada
petunjuk teknis dari Departemen Pertanian dengan memperhatikan prioritas

masing-masing daerah sesuai dengan usulan/proposal Bupati/Walikota yang

telah disampaikan ke Departemen Pertanian. Sedangkan penyaluran Dana

AlokasJ Khusus Non Dana Reboisasi dilakukan dengan berpedoman kepada

ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor.

556/KMK.0312000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana

Atokasi Khusus dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 606/PMK.06/2004

tanggal 28 Desember 2004 tentang Pedoman pembayaran Dalam Pelaksanaan

APBN TA 2005 serta Surat Edaran Direktur Jendera1 Perbendaharaan Nomor:

SE-050/PB/2004 tanggal 31 Desember 2004 tentang Petunjuk Teknis

Mekanisme Pembayaran Datam Pelaksanaan APBN.

Proses selanjutnya dalam pengalokasian kegiatan bidang pertanian

melalul Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi adalah penyusunan Rencana

Defmitif (RD) karena RD merupakan dasar pembahasan pengalokasian kegiatan

bidang pertanian melalui Dana AlokasJ Khusus Non I;)ana Reboisasi di

Departemen Keuangan dalam hal ini melalui Kantor Wilayah XV Direktorat


-
Jenderal Perbendaharaan Surabaya. Karena dalam Rencana Definitif memuat

jenis dan macam kegiatan, tujuan dan sasaran kegiatan, volume kegiatan,

satuan biaya, alokasi Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi dan dana

pendamping yang dialokaslkan dari APBD Kabupaten untuk setiap item kegiatan.

Semua kegiatan yang tercantum dalam RD adalah kegiatan fisik. Sedangkan

kegiatan yang tidak bisa dialokasikan dan OAK Non DR dan harus dialokasikan

dari APBD Kabupaten terdiri dari: (1) Biaya Administrasi proyek; (2) Biaya

penyiapan proyek fisik; (3) Biaya penelitian; (4) Biaya pelatihan; (5) Biaya

perjalanan pegawai daerah; dan (6) Lain-lain biaya umum sejenis.


122

Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak jumali selaku Kepala Sub Bidang

Pengairan Bappeda Kabupaten Kediri:

•Rencana Definitif (RD) hanya memuat kegiatan-kegiatan yang bersifat


fisik saja dan pengalokasian kegiatan fisik yang tertuang dalam RD
harus tetap mengacu kepada petunjuk teknis dari depertemen masing-
rnasing dan proposal yang telah disampaikan ke pusat sebelumnya
dengan memperhatikan prioritas program propinsi. Sedangkan untuk
biaya adminsitrasi proyek atau biaya umum tainnya harus dialokasi dari
APBD Kabupaten ktnna biaya-biaya Jni tidak bisa diambilkan dari OAK
Non DR•. (Wawancara, tanggal 19 April 2006).

Dari penjelasan informan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam Rencana Oefinitif (RD) adalah kegiatan

yang bersifat fisik, untuk pengalokasian kegiatan-kegiatan fisik bidang pertanian

harus tetap mengacu pada usuJan/proposal dari Bupati/Walikota yang telah

disampaikan ke Departemen Pertanian sebelumnya, prioritas program/kegiatan

bidang pertanian propinsi dan prioritas program/kegiatan nasional dalam bidang

pertanian sebagaimana yang tertuang dalam petunjuk teknis dari Departemen

Pertanian. Kegiatan fisik ini dibiayai dari OAK Non DR dan dana pendamping

sedangkan untuk biaya umum dibiayai dari APBO Kabupaten.

Sebelum melaksanakan konfirmasi dan verifikasi kegiatan ke Kanwil XV

DJPB Surabaya, Bappeda sebagai koordinator kegiatan semua bidang

melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan dinas teknis penerima OAK Non

DR tentang alokasi kegiatan, volume kegiatan dan alokasi pembiayaannya dan

• persyaratan teknis lainnya. Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi akan

menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang akan dituangkan dalam RD tidak

menyimpang dari kegiatan yang telah disepaketl sebelumnya. Hasil kegiatan

koordinasi dan sinkronisasi yang berupa Rencana Definitif (RD) yang dibuat

untuk masing-masing bidang penerima OAK Non DR, RAB, Gambar Desain,
123

Surat Pemyataan dan persyaratan lainnya diajukan kepada Bupati untuk

mendapatkan persetujuan.

Atas dasar persetujuan Bupati tersebut selanjutnya RD, RA~Gambar

Desain dan persyaratan lainnya dikonfmlSSikan ke Kanwil XV OJPB Surabaya

untuk dilakukan diverifikasi. 8erdasartcan dokumen peneliti konfmnasi

pengalokasian kegiatan bidang po.tanian melalul OAK Non DR Tahun Anggaran

2005 dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2005 di Kantor Wilayah XV


Direktorat Jenderal Perbendaharaan Surabaya sesuai dengan surat undangan

dari Kepala Kanwil XV OJPB Nomor: S-081/WPB.15180.03.03/2005 tanggal 18

Januari 2005 tentang Konfirmasi OAK Non DR Tahun Anggaran 2005 bertempat

di ruang pembahasan PA II tantal 2 dengan pembahas dari Kanwil XV DJPb

terdiri dari Suhadi sebagai Ketua Tim dengan anggota terdiri dari Aris lswono,

Daru Sigit S., dan Sunga Megawati. Sedangkan pembahas dari Kabupaten Kediri

terdiri dari Jumali (Bappeda) dan Maryudi Handoko (Oiperta) berdasarkan Surat

Tugas Nomor: 893.31581418.56/2005 tanggal 25 Januari 2005. Dari dokumen

tersebut dijelaskan bahwa pada pelaksanaan konfirmasi harus dilengkapi dengan


-
data-data pendukung antara lain: (1) Surat Tugas dari Bupati/Walikota; (2)

Rencana Definitif (RD) Tahun Anggaran 2005; (3) Rencana Anggaran Biaya

(RAB) yang dilengkapi gambar pra desain; (4) Harga Satuan Pokok Kegiatan

(HSPK) Kabupaten/Kota setempat; (5) Surat Pemyataan kesediaan

menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari nilai OAK yang

ditandatangani oleh Bupa_ti/Walikota dan ~iketahui Ketua DPRD; dan (6) Data

pendukung lainnya. Pembahasan untuk konfirmasi dan verifikasi dilakukan untuk

masing-masing bidang, pelaksanaan verifikasi oleh tim pembahas dari Kanwil XV

DJPb Surabaya meliputi:


124

1. Jumlah alokasi · OAK Non DR yang diterima untuk bidang pertanian

merupakan plafon tertinggi biaya kegiatan. Oengan demikian RD yang

disusun oleh Diperta tidak boleh melampaui jumlah alokasi OAK Non DR
bidang pertanian yang telah ditetapkan oleh pusat.

2. Surat Pemyataan kesanggupan penyediaan dana pendamping dari Bupati

dengan mengetahui Ketua OPRL seternpat yang besarannya minimaJ 10%

dari OAK Non OR yang diterima dan persetujuan Bupati atas RO bidang

pertanian. Surat pernyataan tru merupakan jaminan bahwa daerah datam hal

ini eksekutif dan fegislatif sanggup menyediakan dan menganggat1cannya

dana pendamping dari APBD Kabupaten.

3. Alokasi kegiatan yang tertuang datam RD mengenai tujuan dan sasarannya

harus sesuai sebagaimana yang diarahkan dalam petunjuk teknis bidang

pertanian dengan volume kegiatan yang sesuai serta dengan satuan biaya
yang benar. Oisamping itu sharing antara Dana Pendamping dengan OAK

Non OR harus benar yaitu minimal 10 APBD Kabupaten dibandlng 100 OAK

Non OR (minimal 10%). Tehadap kegiatan yang dianggap kurang tepat


-
sasaran terpaksa dicoret dan diharuskan untuk diganti dengan kegiatan yang

lebih tepat.

4. Kegiatan yang tercantum dalam Rencana Definitif (RO) khususnya bidang

pertanian harus berpedoman dari petunjuk teknis dari Departemen Pertanian

yaitu untuk pengadaan alat dan mesin pertanian, penyediaan benih/bibit

bermutu, praserana untuk penang~ar benih/perbibitan, dan prasarana

kelembagaan perbenihan/perbibitan.

5. Verifikasi terhadap kegiatan yang tidak boleh dibiayai dari OAK Non DR

bidang pertanian meliputi biaya administrasi proyek, biaya persiapan proyek,


125

biaya peneUtian, biaya pelatihan, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-

lain biaya umum lainnya.

6. Dalam penyusunan RAB tidak diperbolehkan ada pekerjaan pendahuluan,

misalnya, pembersihan, pengukuran dan lain-lain serta dengan

menggunakan analisa blaya dengan tepat dan benar. Semua kegiatan yang

ada dalam RAB harus benar-benar dipergunakan untuk pekerjaan fisik.

7. Standarisasi hargalbiaya barang dan jasa yang akan digunakan dalam

penyusunan RAB harus berpedoman pada Harga Satuan Pokok Kegiatan

(HSPK} Kabupaten yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagai pedoman

dalam penentuan harga barang dan jasa yang bertaku di daerah

bersangkutan. Terhadap pengadaan barang yang bersifat spesifik yang

standalisasi harganya belum tercanturn datam HSPK bisa menggunakan

pedoman harga propinsi dan nasional atau secara khusus Bupati

menetapkan standarisasi harga tersebut

8. Data-data pendukung lainnya, misalnya, foto alat-alat mesin pertanian

beserta spesifikasinya dan tidak diperbolehkan mencantumkan merk dan

lain-lain.

Pelaksanaan verifikasi di Kanwil XV DJPb Surabaya dilakukan

berulangkali sampai semua yang dipersyaratkan dipenuhi oleh daerah dan

dinyatakan benar sesuai dengan prosedur dan aturan yang ber1aku.

Sebagaimana penjelasan Bapak Maryudi Handoko selaku Kepala Seksi Pasca

Panen Dinas Pertanian . Tanaman Pang~n dan juga sebagai wakil pembahas

bidang pertanian dari Diperta Kabupaten Kediri:

"Pada pembahasan pertama di Kanwil XV DJPb di Surabaya untuk


bidang pertanian masih perlu beberapa revisi terutama jenis kegiatan
dan harga satuan masih melebihi dari plafon harga ketentuan yang ada
126

di propinsi dan juga syarat administrasi lain masih belum lengkap dan
untuk pengadaan alat dan mesin pertanian jangan sekali-kali
mencantumkan merk pasti akan dicoref. (Wawancara, tanggal 20 April
2006).

Dari penjelasan tersebut ada beberapa syarat teknis maupun

administratif yang pertu ditindaklanjuti. Kemudian Bappeda selaku koordinatior

melak.sanakan rapat koordinasi untuk menindaklanjuti hasil verifikasi di

Surabaya. Dari dokumen peneliti pada hari Jumat tanggal 28 Januari 2005 di

ruang rapat Bappeda diadakan rapat tindaklanjut dari pembahasan OAK Non

DR sesuai undangan dari Bappeda Nomor: 005/0641418.5612005 tertanggal 27

Januari 2005 yang dihadiri Dinas Pengairan, Dinas Kehewanan, Dinas

Kimpraswil, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Bagian

Pembangunan dan Bagian Keuangan. Berdasarkan dokumen tersebut Bappeda

selaku koordinator teknis pelaksanaan proyek OAK Non DR sangat berkomitmen

dalam mengkoordinir pelaksanaan kegiatan tersebut agar sesuai dengan

peruntukkannya yaitu dengan mengkoordinasikan kegiatan OAK Non DR dalam

hat perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pengawasan serta

mengkoordinasikan kegiatan OAK Non DR agar terjadi sinkronisasi, sinergi, dan

tidak tumpang tindih dengan kegiatan pembangunan lainnya. Kegiatan

koordinasi dilakukan sepanjang kegiatan perencanaan dan pelaksanaan Dana

Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi.

Selanjutnya dari dokumen peneliti pada ta~ggal 1 Maret 2005 bertempat

di Hotel Simpang Surabaya dilaksanakan kegiatan Sinkronisasi Arah Kebiajakan

dan Hasil Konflrmasl Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi Tahun

Anggaran 2005 yang dilaksanakan oleh Kanwil XV DJPb Surabaya dengan

peserta seluruh kabupaten/kota se-Jawa Timur dalam rangka sinkronisasi


127

kegiatan-kegiatan pembangunan yang dibiayai dari OAK Non OR sesuai dengan

sasarannya dan agar tidak menyimpang dari arahan petunjuk teknis yang telah

dikeluarlaln departemen masing-masing.

Setelah dilakukan beberapa kali konfirmasi dan verifikasi dan telah

dinyatakan memenuhi syarat administrasi dan teknis oleh Kantor Wilayah XV

DJPB Surabya selanjutnya Kanwil XV OJPB Surabaya atas nama Departemen

Keuangan mengeluarkan Surat Penetapan Oaftar Alokasi Dana Alokasi Khusus

Non Dana Reboisasi (DA OAK Non OR) Tahun Anggaran 2005 Nomor:

2510500/0A-DAK-NDR/0/2005. DA-OAK Non DR selanjutnya disampaikan

kepada Gubemur, BupatJ dan KPKN bersangkutan dengan tembusan kepada

Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Oirektur Pelaksanaan Anggaran dan

Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan u.p. Direktur

Perimbangan Keuangan serta Menteri Teknis terkait. Surat penetapan ini adalah

sebagai dasar pencairan dana melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

(KPKN). Atas dasar DA-OAK, Bupati selaku kepala daerah penerima OAK Non

OR menyusun Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) dan mengirimkan 1

(satu) eksemplar kepada Kepala Kantor


-Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan. DASK yang disusun harus memuat kegiatan dan alokasi OAK

Non DR serta dana pendampingnya. Oalam hal tidak terdapat kesesuaian antara

DASK dengan DA-OAK Kantor Wilayah Oirektorat Jenderal Perbendaharaan

mengembalikan DASK untuk direvisi dan disesuaikan dengan DA-OAK.

Atas dasar DA OAK Non DR! Bupati atau pejabat yang ditunjuk

mengajukan Surat Perintah Membayar langsung (SPM-LS) Tahap I maksimum

30% dari pagu OAK Non DR kepada KPKN ke Rekening Khusus OAK Non DR,

sepanjang DASK sesuai dengan DA DAK Non DR dan telah tersedia dana
128

pendamping dalam DASK, KPKN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana

(SP20), SPM LS Tahap II dan selanjutnya dapat diajukan maksimal sebesar

30% dari pagu OAK Non OR dengan melampirkan SPMU. Mekanisme

pengalokasian dan pencairan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi Bidang

Pertanian dapat ditihat pada gambar 4 berikut tni:

Gambar4
Mekanlsme Pengalokasian dan Pencalran Dak Non DR Bidang Pertanian

Pusat (APBN)

OAK Non DR

Daensh. (Bupati) Bappeda Diperta

tdk
KanwilDJPb

Gubernur

Kanwil
DJPb Daerah SPM-
(Bupati) . LS

SP2D

DASK Rekening Khusus


DAKNonDR

Sumber: Bappeda Kab. Kediri dio/ah


129

Berdasarkan .surat penetapan DA-OAK Non DR tersebut Alokasi OAK

Non DR untuk Kabupaten Kediri terdiri dari bidang pendidikan, kesehatan,

pertanian, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air bersih, keJautan

dan perikanan dengan alokasi sebesar Rp. 14.290.000.000,00 dengan dana

pendamping sebesar Rp. 1.510.000.000,00. (>10%). Sedangkan alokasi OAK

Non uR bidang pertanian sebesar Rp. 1.230.000.000,00 dengan dana

pendamping sebesar Rp. 123.000.000,00 (10%). Alokasi kegiatan bidang

pertanian melalui OAK Non DR tertuang dalam tabel 14 sebagai berikut:

Tabel14
Alokasi Kegiatan Bidang Pertanian Melalui DAK Non OR
DI Kabuoaten Kediri Tahun Anggaran 2005
Pagu Dana (Rp)
No Kegiatan
OAK Non DR Pendamplng Jumlah

1 2 '·.:· "3· 1;,.,,. •• ,.,.r'4 ···•·' ,,. 5 -~~··


~~~ -~~41""'•-:i ~ . ~ii~o.".'.~1?;.t~~~~~~.;$ Ji,.;.· t ~·* : '~~~ :~~h~~~.~-
Prasarana dan sarana untuk
penangkar benihlpembibltan
I Penangkaran Benih Tanaman
Pangan
1 Penyediaan Benih 32.727.273 3.272.727 36.000.000
Bermutu/Benlh Sumber
2 Pembangunan L.antal Jemur: 278.250.000 27.825.000 306.075.000

a. Ukuran ~ 45 M x 9 M 20.250.000
- 2.025.000 22.275.000

b. Ukuran : 16 M x 35 M 28.000.000 2.800.000 30.800.000

c. Ukuran : 30 M x 50 M 75.000.000 7.500.000 82.500.000

d. Ukuran : 60 M x 50 M 150.000.000 15.000.000 165.000.000

e. Ukuran : 10 M x 10 M 5.000.000 500.000 5.500.000

3 Alat Prosesing Benih

a. Power Thresher 63.181.819 6.318.181 69.500.000

b. Drying Multi Guna 91.636.364 9.163.636 100.800.000

c, Seed Cleaner 34.545.455 3.454.545 38.000.000


130
Lanjutan tabel 14

1 2 3 4 5

4 Alat Mesin Pertanian Penunjang

a. Hand Tracktor 8,5 PK 80.363.636 8.036.364 88.400.000

b. Pompa Air 8,5 PK 4• 36.363.636 3.636.364 40.000.000

c. Hand Sprayer 17 Lt 8.204.545 820.455 9.025.000

5 Prasarana Fasllitas Penangkar


BenHI
a. Mesin Jahit Karung 10.000.000 1.000.000 11.000.000

b. Tmbangan Kapasffas 300 Kg 5.454.545 545.455 6.000.000

c. Timbangan Kapasitas 25 Kg 2.545.455 254.545 2.800.000

d. Terpal Plastik 10 x 12 M 8.872.727 887.273 9.760.000

e. Moisture Tester Digital 9.818.182 981.818 10.800.000

f. Plastik Hand Sealer 2.727,273 272.727 3.000.000

g. Geribak Oorong 9.090.909 909.091 10.000.000

h. Karung Plastik/Zak 13.090.909 1.309.091 14.400.000

I. Kantong Plastik Ulwran 5 Kg 57.272.727 5.727.273 63.000.000

II Penangkaran Benih Horti

1 Pengadaan Alat Mesin Pertanlan


Pra Tanam Perbenlhan
a. Pompa Air 8,5 PK 4• 18.181.818 1.818.182 20.000.000

b. Hand Sprayer 17 LI 2.590.909 259.091 2.850.000

2 Alat Mesin Pertanian Pasca


Pan en
a. Dryer Multi Guna 22.954.545 2.295.455 25.250.000

b. Gradder Benih 18.181.818 1.818.182 20.000.000

c. Multi Grain Moisture Tester 14.545.455 1.454.545 16.000.000

d. Mesin Jahit Karung 5.000.000 500.000 5.500.000

e. Timbangan Kapasltas 300 Kg 2.727.273 272.727 3.000.000

f. Timbangan Kapasltas 25 Kg 1.272.727 127.273 1.400.000

g. Timbangan Analitis 5.504.545 550.455 6.055.000


131
Lanjutan tabel 14

1 2· 3 4 5

h. Digital Moisture Tester 4.909.091 490.909 5.400.000

I. Platik/Aluminium Sealer 7.363.636 736.364 8.100.000

j. Terpal Plastik 10 x 12 M 8.872.727 887.273 9.760.000

k. Geribak Dorong 2.272.727 W.273 2.500.000

I. Kereta Dorong 750.000 75.000 825.000

m. Streeping Band 6.818.182 681.818 7.500.000

3 Pembangunan Sctaen House 363.909.091 36.390.909 400.300.000


(Rumah Undung)

Total 1.230.000.000 123.000.000 1.353.000.000

Dari tabel 14 tersebut di atas menunjukkan bahwa kegiatan bidang

pertanian telah dialokasikan sesuai dengan program-program prioritas bidang

pertanian yang telah diarahkan dalam bentuk petunjuk teknis yang disesuaikan

dengan kebutuhan daerah yaitu untuk pengadaan benih/bibit bennutu dengan

pengadaan sarana/prasarana pendukungnya dalam rangka meningkatkan

sarana dan prasarana guna mendukung ketahanan pangan dan agribisnis.


- ,,
Penyediaan benih sumber adalah untuk ditangkarkan dari kelas FA ke SS.

Pembangunan lantai jemur adalah sebagai tempat penampungan calon benih

dari sawah untuk proses perontokkan dan pengeringan awal sebelum

dikeringkan secara rnekanis. Pengadaan alat prosesing benih adalah untuk

memproses calon benih (gabah) menjadi benih bermutu dan berlabel.

Pengadaan alat mesin pertanian penunjang dan alat mesin pertanian pra tanam

perbenihan adalah sebagai alat penunjang dalam sistem budidaya untuk tujuan

perbenihan. Pengadaan prasarana fasilitas penangkar benih adalah sebagai

prasarana untuk mengolah calon benih menjadi benih. Pengadaan alat mesin
132

pertanian pasca panen adalah sebagai prasarana untuk mengofah calon benih

menjadi benih dan siap untuk disalurtcan. Dan pembangunan rumah lindung

(screen house) adalah sebagai sarana melakukan persUangan (breading) untuk

mendapatkan calon induk maupun calon benih yang bermutu.


4.1.5. Implement.al Keglatan Bidang Pertanlan Melalul OAK Non DR di

Kabupaten Kedlri
Setelah proses pengalokasian kegiatan OAK Non DR selesai yaitu

dengan diterbitkannya Surat Penetapan DA-OAK Non OR oleh Kanwil XV DJPb

Surabaya atas nama Oepartemen Keuangan. Proses selanjutnya adalah

penganggaran OAK Non DR dan dana pendamping dalam APBD Kabupaten.

Meskipun OAK Non DR adalah dana dari APBN oleh karena merupakan dana

perimbangan dan sebagai sumber penerimaan daerah prosedumya adalah OAK

Non DR harus masuk dalam kas daerah meskipun masuk dalam rekening
tersendiri yaitu rekening khusus OAK Non OR. Oleh karena itu OAK Non DR

harus melewati proses penganggaran dalam APBD Kabupaten. Sebagaimana

dijelaskan oleh Bapak jumali selaku Kepala Sub Bidang Pengairan Bappeda

Kabupaten Kediri:

"OAK Non DR dan dana pendamping wajib dicantumkan dalam APBD


Kabupaten oleh karena itu harus melalui prosedur pembahasan
anggaran oleh eksekutif dan legislatif walau hanya formalitas belaka
karena pasti disetuji oleh panitia anggaran dari DPRD. Sepanjang OAK
Non DR tidak tercantum dalam APBD Kabupaten pencairan OAK Non
DR tidak dapat dilakukan". (Wawancara, tanggal 19 April 2006)

Dari penjelasan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa OAK Non DR

sebagai sumber peneririlaan daerah 'Yang dialokasikan dari APBN dalam

pengelolaannya merupakan hak dan tanggung daerah meskipun dalam koridor

pemerintah pusat.
/

133

Setelah proses penganggaran selesai, yang ditindaklanjuti dengan

penyusunan DASK Setelah DASK disahkan oleh Bupati dan telah sesuai

dengan DA-OAK Non DR proses selanjutnya adalah lmpementasi kegiatan-

kegiatan bidang pertanian sebagaimana kegiatan yang tertuang dalam Rencana


Oefinitif (RD). lmptementasi kegiatan bidang pertanian merupakan kewenangan

dan tanggung jawab Dinas Pertanian Tanaman Pan9Gi1 selaku dinas pelaksana

teknis OAK Non DR. Sebagaimana ketentuan yang berlaku bahwa pelaksana

kegiatan dengan pola kontraktual oteh pihak ketiga/rekanan ditentukan melalui

proses tender/lelang yang dilaksanakan oleh Tm Panitia Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Kediri.

Sebagaimana penjelasan Bapak Maryudi Handoko selaku Kepala Seksi

Pasca Panen Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri selaku

pelaksana kegiatan OAK Non DR Bidang Pertanian:


•Setelah Ookumen Anggaran Satuan Kerja atau OASK disahkan
selanjutnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan bertcoordinasi dengan
Bagian Pembangunan untuk persiapan dan pelaksanaan proses
lelang/tender. Proses lelang/tender dilaksanakan oleh Bagian
Pembangunan karena Panitia Pengaclaan Barang dan Jasa di
Kabupaten Kediri ada di Bagian Pembangunan•. (Wawancara, tanggal
20 April 2006).

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa Sebelum

kegiatan-kegiatan pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus

Non Dana Reboisasi diimplementasikan/dilaksanakan dengan proses kontraktual

yaitu kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem kontrak dengan

rekanan/pemborong sebagal pelaksana k~itatan fisik yang sebelumnya melalui

proses lelang terbuka atau dengan sistem penunjukkan langsung perlu adanya

Dokumen Anggaran Satuan Kerja (OASK) yang merupakan dasar dari semua

kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah daerah. Diperlukan adanya


134

kooroinasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan selaku dinas pelaksana teknis

OAK Non DR bidang pertanian dengan Bagian Pembangunan selaku bagian

yang ditunjuk sebagai Panitia Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah

Kabupaten Kediri. Dari kegiatan persiapan, pengumuman pekerjaan, pembuatan

dokumen lelang, pelaksanaan lelang, penunjukkan pemenang lelang sampai

dengan penetapan pemenang lelang dilakukan Par .. &dl Pengadaan Barang/Jasa


yang ada di Bagian Pembangunan. Dari dokumen peneUti untuk kegiatan bidang

pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi dibagi menjadi 6

(enam) paket kegiatan. Dari paket-paket tersebut sebanyak 2 (dua) kegiatan

dilaksanakan dengan penunjukkan langsung dan sebanyak 4 (empat) paket

dilaksanakan dengan sistem Jelang secara terbuka.

A. Paket yang dilaksanakan dengan sistem penunjukkan langsung adalah

sebagal berikut :

1. Pembangunan Lantai Jemur I volume = 405 M2 lokasi di Oesa

Kencong Kee. Kepung dan volume 100 M2 Oesa Manyaran Kee.

Banyakan dilaksanakan oleh CV. Putri Dewi dengan nilai kontrak Rp.

27 .753.000,00, Surat Perintah Kerja (Kontrak) Nomor:

602.1/367/418.42/2005, tanggal 13 Oktober 2005 dengan waktu

pelaksanaan 13 Oktober - 22 Oesember 2005.

2. Pembangunan Lantai Jemur II volume = 560 M2 lokasi di Desa

Kencong Kee. Kepung dilaksanakan oleh CV. Rimba Raya dengan nilai

kontrak Rp. 3Q.525.000,00, S~rat Perintah Kerja (Kontrak) Nomor:

602.1/370.1/418.42/2005, tanggal 13 Oktober 2005 dengan waktu

pelaksanaan 13 Oktober - 22 Oesember 2005.


135

B. Paket yang dilaksanakan dengan sistem lelang terbuka adalah sebagai

berikut:

1. Pembangunan Lantai Jemur Ill volume = 1.500 M2 lokasi di Desa

Klepek Kee. Kunjang dimenangkan oleh CV. Rimba Raya dengan nilai
kontrak Rp. 82.378.000,00, Kontrak Nomor: 602.11370.2/418.4212005,

tanggat 13 Oktober 2005 dengan waktu pelaksanaan 13 Oktober - 22


Oesember 2005.

2. Pembangunan Lantal Jemur IV volume = 3.000 M2 lokasi di Desa

Kepuh Kee. Papar dimenangkan oleh CV. Manggala Jaya dengan nilai

kontrak Rp. 164.660.000,00, Kontrak Nomor: 602.1/374.1/418.4212005,

tanggal 13 Oktober 2005 dengan waktu pelaksanaan 13 Oktober - 22

Desember 2005.

3. Pembangunan Screen House (Rumah Lindung) volume = 4. 700 M2


lokasi Cesa Sumberagung Kee. Plosoklaten dimenangkan oleh CV.

Prima Karya dengan nHai kontrak Rp. 400.000.000,00, Kontrak Nomor:


602.1/3731418.4212005, tanggal 13 Oktober 2005 dengan waktu

pelaksanaan 13 Oktober-22 Desember 2005.


-
4. Pengadaan Alat-alat Mesin Pertanian dan penyediaan benih bermutu

dimenangkan oleh CV. Andika Jaya dengan nilai kontrak Rp.

644.399.000,00. Kontrak Nomor: 602.1/334a/418.42/2005, tanggal 19

September 2005 dengan waktu pelaksanaan 19 September - 19

Desember 2005. Sebagian ha~il pelaksanaan pembangunan bidang

pertanian melalui OAK Non DR sebagaimana terlihat pada gambar-5, 6,

dan 7 berikut ini:


136

Gambar5
Hasil Pembangunan Lantai Jemur ID di Desa Klepek Kee. Kunjang

Gambar6
Hasil Pembangunan Screen House di Desa Sumberagung Kee. Plosoldaten
137

Gambar7
Hasil Pengadaan Alat-alat Mesln Pertanlan (Power Thresher)

J..:.

Sumber: Dokumentssi Dinss Pertsnian Tenemen Pangan

Dari Gambar tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa

pelaksanaan pembangunan bidang pertanian melaui Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasitelah dilaksanakan pembangunannyasesuai yang direncanakan

dan dikeljakan secara kontraktuaf ofeh rekanan/pemborong dengan baik dan

sesuai dengan peruntukkannya atas dasar kontrak yang telah disepakati.

Sedangkan sisa dana yang merupakan selisih kontrak dengan pagu dana

dikembalikanke rekening khusus OAK Non DR.

4.1.4. Koordinasi Dalam Perencanaan Pembangunan Bidang Pertanian


Metatui Dana Atokasi Khusus Non Dana Reboisasi

Dalam perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana


. .
Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri yang merupakan

perpaduan antara top-down dan bottom-up planning adalah bertujuan untuk

sinkronisasi kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat sekaligus


138

mengakomodasiseluruh aspirasi masyarakat yang dilakukan secara bottom-up

diperlukanadanya koordinasi dalam setiap level pemerintahan.

Sebagaimana penjelasan Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala

Bappeda Kabupaten Kediri:

"Mekanisme perencanaan pembangunan bidang pertanian bersama-


sama dengan bidang-bidang pembangunan yang merupakan
kewenangan dan tanggung jawab daerah ditakukan secara bottom-up
planning dengan menjaring aspirasi masyarakat dari tingkatan
pemerintahan desa yaitu metalui Musyawarah Pembangunan Cesa
(Musbangdes), ditingkat kecamatan melalui diskusi Unit Daerah Kerja
Pembangunan (UDKP), dan ditingkat kabupaten melalui Rapat
Koordinasi Pembangunan (Rakorbang)9.(wawancara, tanggal 5 April
2006).

Dari penjelasan infonnan tersebut dapat dlintepretasikan bahwa

perencanaanpembangunanbidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri dilakukan melalui sistem perencanaan

partlsipatif melalui mekanisme bottom-up dengan melakukan musyawarah dan

koordinasi secara berjenjang dart tingkat desa melalui Musyawarah

Pembangunan Dess (Musbangdes), yang selanjutnya ditindaklanjuti di tingkat

kecamatan melalui diskusi Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), dan

tingkat kabupaten melalui Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) yang

dalam pelaksanaan kegiatannya melibatkan stakeholders di semua tingkat

pemerintahan.

Mekanisme perencanaan partisipatif (bottom-up planning) dilaksanakan

melalui forum musyawarahdan koordinasisebagai berikut:

1. MusyawarahPembangunanCesa (Mu$bangdes)

Forum perencanaan partisipatif ditingkat desa/kelurahan adalah melalui

Musyawarah Pembangunan Cesa (Musbangdes) yang merupakan forum

penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif ditingkat desa/kelurahan


139

yang pembahasannya meJibatkan seluruh kelompok masyarakat atau

stakeholders yang ada di desa/kelurahan tersebut dengan kegiatan

mengidentiflkasi pennasalahan-permasatahan dan potensi-potensi

desa/kelurahan yang menghasUkan prioritas programlkegiatan desa pada semua

bidang pembangunan.

Stiuagaimana dijelaskan oleh Bapak Sri llham Wahyu Subekti selaku

Kepala Sub Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan Bappeda Kabupaten Kediri:

"Hasil dari Musyawarah Pembangunan Dess atau Musbangdes adalah


kegiatan-kegiatan prioritas yang nantinya alcan dilaksanakan oleh desa
melalui swadaya masyarakat desa/kelurahan dan APBOes, maupun
kegiatan-kegiatan prioritas yang akan diusulkan ke kecamatan untuk
dibiayai melalui APBD Kabupaten, APBD Proplnsi, APBN dan juga yang
akan dibiayai Dana A1okasl Khusus Non Dana Reboisasi dan dana-<fana
dari sumber-sumber lain·. (wawancara, tanggal 17 April 2006)

Dari penjelasan infonnan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa hasil

dari Musyawarah Pembangunan Oesa adalah prioritas kegiatan pembangunan

dlsegata bidang yang pembiayaan kegiatannya seisin bersumber dari swadaya

masyarakat desa/kelurahan dan APBDes dan kegiatan-kegiatan yang diusulkan

melalui diskusi UDKP dan Rakod>ang untuk dibiayai dari APBD Kabupaten,
-
APBD Propinsi, APBN yang meliputi Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi,

Dana Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan, dan sumber-sumber

pembiayaan lainnya.

Tahapan-tahapan kegiatan dalam pelaksanaan Musyawarah

Pembangunan Oesa adalah sebagai berikut:


a) Kegiatan tahap perslapan yang dil~kukan adalah 1) Pembentukan Tim

Penyelenggaran Musbangdes yang ditetapkan oleh Kepala Desa/Lurah, 2)

Tim Penyelenggara yang telah ditetapkan kemudian menyusun jadual dan

agenda Musbangdes, 3) Dari jadual yang telah ditetapkan kemudian


140

mendaftar dan mengundang peserta Musbangdes, 4) Penyiapan tempat,

peralatan dan bahan Musbangdes.

b) Setelah keseluruhan tahap persiapan selesai, tahapan selanjutnya adalah

tahap pelaksanaan dengan kegiatan-kegiatan: 1) Pemaparan prioritas


pembangunan dan evaluasi pembangunan di kecamatan bersangkutan oleh

Cama\ dan pemaparan prioritas pembangunan bidang pertanlan oleh Mantri

Pertanian sebagai Cabang Oin8S Pertanian di kecamatan bersangkutan, 2)

Pemaparan Kepala Oesa/Lurah mengenai potensl, pennasalahan dan

prloritas kegiatan desa, 3) Pemaparan oleh perwakllan masyarakat, misalnya:

kelompok tani mengenai pennasalahan dan kebutuhan bidang pertanian dll,

4) Dari pennasalahan dan kebutuhan masyarakat tersebut dipisahkan

berdasarkan kegiatan yang dibiayai sendiri oleh Oesa/Kelurahan

bersangkutan dan program/kegiatan yang diusulkan ke kecamatan, 5)


Kegiatan-kegiatan tersebut ditetapkan prloritas kegiatannya yang

sebelumnya melalui pembahasan para peserta Musbangdes. Pembahasan

dalam Musyawarah Pembangunan Desa adalah pembahasan yang meliputi


1) jenis kegiatan, 2) volume kegiatan, 3) lokasi kegiatan, dan 4) anggaran

kegiatan. Setelah semua hasll dirumuskan dan disepakati untuk dilaksanakan

selanjunya dibuat dalam Serita Acara Musbangdes Desa. Untuk

programlkegiatan yang tidak dibiayai oleh swadaya masyarakat

desa/kelurahan maupun APBDes diusulkan ke kecamatan untuk dibahas

dalam diskusi Unit Daerah Kerja Pembjingunan (UDKP).

Dalam Musyawarah Pembangunan Desa (Musabngdes) pihak-pihak

yang tertibat adalah:


141

A. Undangan Musbangdes terdiri dart (1) camat dan Kasi Pembangunan

Masyarakat Oesa (PMO) dari Kecamatan; (2) Mantri Pertanian dari Dinas

Pertanian Tanaman Pangan (Diperta); (3) Petugas Penyuluh Lapangan (PPL)

dari BIPP-KP; (4) Mantri Pertenakan dari Dinas Kehewanan; dan (4) Mantri

Per1cebunandari Oinas Hutbunling.

B. Peserta Musbangdes terdiri dari: (1) Kepala Desallunah; (2) BPD; (3) LPMO;

(4) Kepala Dusun; (5) Perangkat Cesa; (6) Kepala RW/RT; (7) Kelompok tani;

(8) PKK; (3) Tokoh masyarakat; dan (9) Organisasi masyarakat setempat.

Dari data tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan Musbangdes seisin

melibatkan unsur kecamatan dan unsur cabang dinas di kecamatan yang

memantau dan mengarahkan agar kegiatan-kegiatan yang diusulkan sesuai

dengan prioritas kecamatan dan meJibatkan semua unsur yang ada di desa

dengan harapan semua aspirasi masyarakat dapat diakomodir dalam

pelaksanaan Musbangdes. Sehingga keluaran Musbangdes betul-betul

mencerminkan kebutuhan riil masyarakat.

2. Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP)

Diskusi Unit Daerah Kerja Pembangunan


- (UDKP) adalah forum

musyawarah stakeholders tingkat kecamatan dalam rangka untuk melaksanakan

pembahasan terhadap usulan prioritas programlkegiatan dari desalkelurahan

yang hasilnya adalah prioritas kegiatan pembangunan kecamatan. Kegiatan

UDKP diselenggarakan untuk membahas dan menyepakati hasil-hasil

Musbangdes diwilayat:mya, membahas . dan menetapkan prioritas kegiatan

pembangunan di tingkat kecamatan yang belum tercakup dalam usulan prioritas

kegiatan desa/kelurahan yang akan menjadi prioritas pembangunan di

kecamatan, melakukan klasifikasi atas prioritas kegiatan pembangunan


142

kecamatan menjadi tiga bidang yaitu bidang ekonomi, mule prasarana dan sosial

budaya.

Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Sri llharn Wahyu Subekti selaku

Kepala Sub Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan Bappeda Kabupaten Kediri:

"Hasil dari diskusi Unit Daerah Kerja Pembangunan atau UOKP berupa
usulan priorttas program/kegiatan kecamatan yang kemudian diusulkan
ke Pemerintah Kebupaten melalui Badan Perencanaan Pembangunan
Oaerah (Bappeda) yang nantinya dibahas dalam Rapat Koordinasi
Pembangunan atau Rakorbang yang sebelwnnya telah difcelompokkan
ke datam tiga bldang yaitu bidang ekonomi. fisik prasarana dan sosial
budaya sedangkan untuk pertanian diketompokkan ke da1am
pembahasan bidang ekonomr. (wawancara, tanggal 17 April 2006)

Dari penjelasan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa usulan kegiatan

prioritas desa yang masih global kemudian dipilah-pifah sesuai dengan tiga

kelompok/materi pembahasan yaitu kelompok bidang ekonomi, fisik prasarana

dan sosial budaya. Sedangkan usulan bidang pertanian dibahas daJam kelompok

bidang ekonomi.

Tahapan-tahapan kegiatan dalam pelaksanaan diskusi Unit Oaerah

Kerja Pembangunan adalah sebagai berikut:

a) Kegiatan tahap perslapan yang dilakukan adalah: (1) Pembentukan Tim

Penyelenggaran diskusi UDKP yang ditetapkan oleh camat, (2) Tim

kemudian mengkompilasi prioritas kegiatan menjadi tiga bidang yaitu bidang

ekonomi, fisik prasarana dan sosial budaya, (3) Tim selanjutnya menyusun

jadual dan agenda diskusi UDKP, (4) Dari jadual yang telah ditetapkan

kemudian mendaftar dan mengundang peserta diskusi UDKP, (5)

Penyiapan tempat, peralatan dan bahan diskusi UDKP.

b) Kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan diskusi UDKP dengan kegiatan-

kegiatan: (1) Pemaparan oleh Bappeda mengenai Visi & Misi Pembangunan
143

Daerah, Rencana Strategis Daerah, kebijakan-kebijakan Pembangunan

Pusat dan Oaerah, (2) Pemaparan Camat mengenai potensi dan

permasalahan di kecamatan belsangkutan, (3) Pemaparan oleh Kepala

Cabang Dinas di kecamatan. misalnya, bidang pertanian oleh Mantri


Pertanian mengenai prioritas pembangunan bidang pertanian, (4) Verifikasi

terhadap usulan prioritas kegiatan desa untuk memastiki211kegiatan yang


diusulkan telah masuk ke dalam tiga bidang pembahasan, (5) Pembagian

peserta ke dafam tiga kelompok pembahasan, (6) Pembentukan tim survey


kelayakan, (7) Pelaksanaan survey kelayakan, (8) Penentuan prioritas

kegiatan pembangunan kecamatan berdasad(an kelompok pembahasan.

Setelah semua hasil disepakati selanjutnya dibuat dalam Berita Acara

Diskusi UDKP Kecamatan. Yang selanjutnya diwujudkan berupa Keputusan

Camat tentang Urutan Prioritas Usulan Kegiatan yang merupakan

program/kegiatan kecamatan yang diusulkan ke Rapat Koordinasi

Pembangunan (Rakorbang) di tingkat kabupaten.

Pihak-phak yang terlibat dalam diskusi Unit Oaerah Kerja Pembangunan


(UOKP) adalah:

A Undangan Diskusi UDKP terdiri dari: (1) Muspika; (2) Sadan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda); (3) DPRD yang bertempat tinggal di

kecamatan bersangkutan; (4) Cabang Dinas Pendidikan di Kecamatan; (5)

Mantri Pertanian; (6) Petugas Penyuluh Lapangan (PPL); (7) Mantri

Peternakan; dan (6) Mantri Perkebunan

B. Peserta Diskusi UDKP terdiri dari: (1) Kecamatan; (2) Perwakilan Desa

terdiri dari Kepala Oesa/lurah, LPMD, BPD, Kepala Urusan Pembangunan


144

Oesa (Kaur Bang), dan PKK; (3) Tokoh masyarakat; dan (4) Organisasi

masyarakat setempat.

Dari data tersebut rnenunjukkan tidak semua masyarakat terlibat dalam

diskusi UOKP, keberadaannya diwakili penmgkat desa, LPMO, BPD, PKK, dan

tokoh masyarakat. Sedangkan keberadaan Bappeda dan instansi terkait yang

ada di kecamatan mengarahkan agar kegiatan-kegiatan yang u1usulkan tidak

menyimpang dari program prioritas bidang-bidang pembangunan.

3. Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakod>ang)

Setelah pelaksanaan diskusi Unit Daerah Kerja Pembangunan, dan atas

dasar Surat Bupati Kediri nomor: 050/2331418.5612004, tanggal 13 April 2004,

Perihal Usulan Rencana Pembangunan dari Bawah, Bappeda sefaku fasilitator

menyelenggarakan perencanaan partisipatif dltingkat kabupaten melalui Rapat

Koordinasi Pembangunan. Pada Rakorbang dilakukan pembahasan terhadap

usulan kegiatan dari maayarakat dan usulan kegiatan dari pemerintah dengan

tujuan untuk mensinergikan usulan program/pembangunan dari berbagai sumber

pembiayaan maupun dari desain kebijakan dengan memanfaatkan secara


--
optimal sumber daya dan sumber dana yang tersedia dan bukan merupakan

daftar keinginan sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh

masyarakat dan dapat berpartisipasi secara aktif di dalam pembangunan.

Tahap-tahap kegiatan dalam Rapat Koordinasi Pembangunan adalah

sebagai berikut:

a) Tahap Persiapan Rakorbang

1. Bappeda sebagai fasilitator kegiatan Rakorbang menetapkan Tim

Penyelenggara Rakorbang.
145

2. Tim mengkompilasi usulan kegiatan dari jalur masyarakat melalui usulan

kecamatan dan usulan kegiatan dari jalur pemerintah melalui usulan

Badan/Dinas/Bagian/Kantor/lnstansi dan selanjutnya dikelompokan

menjadi 3 (tiga) bidang yaitu bidang ekonomi, fisik prasarana, dan sosial
budaya.

3. Tim melakukan stRVeY kelayakan terhadap prioritas kegiatan dari usu1an

jalur masyarakat dan jalur pemerintah.

4. Trm Penyelenggara menetapkan jadual dan agenda pelaksanaan

Rakorbang, menyiapkan peratatan dan bahan, mendaftar dan

mengundang peserta.

5. Pelaksanaan Pra Rakort>ang yang merupakan kegiatan konsultasi dan

klarifikasi program/kegiatan yang dilakukan Bappeda selaku instansi

yang mempunyai Tugas Pokok dan Fungsi sebagai perencanaan

pembangunan daerah dengan Badan/Oinas/Bagian/Kantor/lnstansi

selaku instansi pengusul dan pelaksana teknis pembangunan daerah

dalam rangka klarifikasi terhadap jenis keglatan, volume keglatan, dan


~
pagu indikatif pendanaannya dari usulan-usulan instansi tersebut.

b) Tahap Pelaksanaan Rakorbang

1. Pemaparan V1Si & Misi, arah kebijakan pembangunan Propinsi Jawa


Timur oleh Sadan Perenncanaan Propinsi (Bappeprop) Jaws Timur.

2. Pemaparan prioritas kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Kediri

oleh Bappeda Kab.upaten Kediri.

3. Diskusi dengan acara sidang kelompok yang dipimpin oleh pemandu

dan pemaparan oleh masing-masing kelompok:


146

-' Bidang ekonomi oleh Oinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas

Kehewanan, Dinas Pemasaran, Dinas Hutbunling, dan Bagian

Perekonomian.

-' Bidang sosial budaya oleh Oinas Kesehatan, Dinas Pendidikan,

Dinas Tenaga Kerja dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa


(BPMD).

-' Bidang fisik prasarana oleh Oinas Kimpraswil, Dinas Pengairan,

Dinas Perhubungan, dan Oinas Hutbunling.

4. Perumusan hasH Rakorbang berupa daft.ar prioritas usulan kegiatan hasil

penilaian dan penetapan dalam pelaksanaan Rakorbang. Daftar prioritas

kegiatan ini digunakan sebagai bahan usulan kegiatan pembangunan

yang diusulkan untuk dibiayai oleh APBD Kabupaten, APBD Propinsi,

APBN rnaupun Dana Alokasl Khusus Non Dana Reboisasi dan sumber

biaya lainnya.

c) Pasca Pelaksanaan Rakorbang

Hasil pelaksanaan Rakorbang berupa daft.ar prioritas kegiatan yang telah

dipilah-pilah sesuai dengan bidangnya dan sumber pembiayaan

ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Untuk kegiatan-

kegiatan yang diusulkan dibiayai APBD Propinsi dan APBN akan

ditindaklanjuti Bappeda sebagai bahan Rakorbang Tingkat Propinsi dan

Rakorbang Nasional. Sedangkan Hasil prioritas kegiatan bidang pertanian

yang akan diusulkan _untuk dibiayai 111etalui Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi selanjutnya ditindaklanjuti Bappeda bersama-sama Dinas

Pertanian Tanaman Pangan mengusulkan kegiatan tersebut ke Pemerintah


147

Pusat melalui . pembuatan usulan/proposa1 kegiatan bidang pertanian yang

pembiayaannya mefalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi.

Berdasarkan data yang ada, pihak-pihak yang terlibat dalam

pelaksanaan Rakorbang adalah sebagai berikut:

a) Undangan Rakorbang terdiri dari: (1) Muspida sebanyak 5 orang;

(2) Pimpinan, Ketua Komis!, dan Ketua fraksi DPRD sebanyak 14 orang:

(3) Badan Perencanaan Propinsi (Bappeprop) sebanyak 2 orang;

(4) Bapernas Propinsi Jawa Timur sebanyak 1 orang; (5) Sadan Koordinator

Wilayah (Bakorwil) II Bojonegoro sebanyak 1 orang.

b) Peserta Rakorbang terdiri dari: (1) Olnas Vertikal sebanyak 25 orang;

(2) Badan/Dinas/Kantor/Bagian sebanyak 45 orang; (3) Koordinator

Kecamatan (Koorcam) sebanyak 4 orang; (4) camat sebanyak 23 orang;

(5) Kasi PMD Kecamatan sebanyak 23 orang; (6) Kasi Pembangunan

Masyarakat Cesa (PMD) Kooo:am sebanyak 4 org; (7) LSM sebanyak 23

orang (setiap kecamatan 1 LSM); (8) Tokoh masyarakat sebanyak 23 orang

(setiap kecamatan diwakili 1 tokoh masyarakat); (9) PKK sebanyak 1 orang;


-
(10) Forum Lintas Pelaku (FLP) sebanyak 2 orang; (11) GOW (Gerakan

Organisasi Wanita) sebanyak 1 orang; (12) Perguruan Tinggi sebanyak 2

orang; dan (13) Kamar Dagang dan lndustri (Kadin) sebanyak 1 orang.

Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terlibat

dalam Rakort>ang Kabupaten Kediri melibatkan tidak kurang dart 200 orang yang

terdiri dari unsur ~nsi dan dinas v~rtikal ini menunjukkan bahwa dalam

penyusunan perencanaan pernbangunan di Kabupaten Kediri tetap

memperhatikan pada program-program prioritas Propinsi dan Nasional,

kemudian dari unsur kabupaten yang diwakili Badan/Oinas/Kantor/Bagian, dan


148

selanjutnya dari unsur kecamatan merupakan unsur yang paling banyak terlibat

yaitu sebanyak 100 orang (50%), sedangkan dari unsur desa tidak dilibatkan

dalam pelaksanaan Rakorbang, keberadaannya diwakili oleh unsur dari

kecamatan.

Berdasartcan data peneliti, pihak-pihak yang ter1ibat dalam Rakorbang

Kabupaten Kediri pada kelompok pembahasan bidang ekonomi sebagaimana

pada tabel 15 berikut ini:

Tabel15
Oaftar Pembahas Bidang Ekonoml dalam Rakorbang Tahun 2004

Kelompok
No. Peserta Keterangan
(Bldanal
1 2 3 4
1 Ekonomi 1. Oinas Kehewanan Pemandu/moderator:
2. Dinas Pemasaran Kabid Ekonomi ..-
3. Dinas Hutbunling Pendamping:
4. Oiperta Kasubbid. Koperasi
5. Dinas Pendapatan Dan Dunia Usaha dan
6. Cab. Oinas Pendapatan Prop. Staf Bidang Ekonomi
7. Sadan Pertanahan Nasional
8.Bappeda Materi yang dibahas:
9. Bagian Perekonomian 1. Program Pembangunan
10. BPMD Pertanian, Petemakan,
11. Bagian Keuangan dan Perkebunan
12.KPPT
13. SIPP-KP
- 2. Program Pembangunan
lndustri, Pertambangan,
14. PLN Cab. Kediri dan Energi
15. BPR Bank Pasar 3. Program Pengembangan
16. PDAM Pare Koperasi dan
17. PD. Perkebunan Margomulyo Dunia Usaha
18. PD. Canda Bhirawa 4. Program Pengembangan
19. Kantor Sub Dolog Kediri Perdagangan dan
20. RSUD Pare Keuangan Daerah
21. Perum Pernutanl
22. Kadin Kediri
23. Fraksi PDIP
24. Fraksi PKB
25. Fraksi Partai Golkar
26. Fraksi TNl/PLORI
27. Fraksi Poros Tengah
28. Kecamatan
Sumber: Buku Panduan Rakorbang 2004
149

Dari tabel 15 tersebut di atas menunjukkan bahwa pihak-pihak yang

ter1ibat pada sidang pembahasan bidang ekonomi berkaitan dengan materi yang

dibahas, untuk Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Kehewanan, clan Dinas

HutbunJing terkait dengan materi Program Pembangunan Pertanian, Petemakan,

dan Perkebunan yang akan dipadukan dengan usulan dari bawah yang diwakili
dari unsur kecamatan karena pada pelaksanaan Rakorbang tidak melibatkan dari

unsur desa. Pada pelaksanaan sldang dipimpin oleh seorang fasilitator yang

bertugas memandu pelaksanaan sidang agar tidak melenceng dari materi

program yang dibahas.

Gambar8
Kegiatan pelaksanaan Rakorbang Kabupaten Kediri
Tahun2004
... ·~

--·-
... - ... - ~ .::.;::__ ~ ~· .

Sumber: Dokumentasi Bappeda


150

Setelah adanya kepastian adanya alokasi Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi pada tahun anggaran 2005 yaitu dengan diterbitkannya

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor: 505/KMK.02/2004


tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum Pengelolaan Dana Alokasi

Khusus Non Dana Reboisasi selanjutnya Sadan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) selaku koordi1iator perencanaan pembangunan daerah

mempunyai tugas dan fungsl mengkoordinasikan kegiatan Dana Alokasi Khusus

Non Dana Reboisasi dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan

pemantauan dan mengkoordinasikan kegiatan Dana Alokssi Khusus Non Dana

Reboisasi agar terjadi sinkronisas~ sinergi, dan tidak tumpang tindih dengan

kegiatan pembangunan daerah lainnya. Sedangkan masing-masing dinas

pelaksana Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi bertanggung jawab pada

pelaksanaan dan pengawasan jalannya pembangunan serta operasional

pemanfaatan kegiatan yang dibiayal melalul Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi. Koordinasi-koordinasi dalam pengalokasian dan pengelolaan Dana

Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi Bidang Pertanian di Kabupaten Kediri

sebagaiberikut:

1. Koordinasi Ditingkat Kabupaten

Atas dasar Petunjuk Teknis dari Departemen Pertanian nomor:

1101/KU.220/A/12/04 yang merupakan tindak lanjut dari Penetapan alokasi

Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi dari Departemen Keuangan.

Bappeda bersama-sema dengan Di~as Pertanian Tanaman Pangan dan

dinas pelaksana OAK Non DR lainnya yaitu Dinas Kesehatan, Dinas

Pendidikan, Dinas Kehewanan, Dinas Kimpraswil dan Dinas Pengairan

melakukan koordinasi dalam rangka persiapan pelaksanaan baik teknis dan


151

administrasi. Bappeda mengoreksi kesesuaian Rencana Definitif (RD) yang

disusun oleh Oinas pelaksana OAK Non DR dengan kegiatan prioritas

kabupaten dengan tetap mengacu pada proposal yang telah disampaikan ke

pusat sebefumnya dan petunjuk teknis bidang pertanian, atas RO yang tidak
sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan dikembalikan lagi ke Dinas

Pelaksana untuk direvisi kembali adapun terhadap RD yang telah sesuai

dengan yang diperayaratkan diajukan ke Bupati untuk mendapatkan

pengesahan. Selain jenis kegiatan yang harus sesuai dengan petunjuk teknis

kesesuaian lain yang perfu dikoreksi adalah volume kegiatan, tujuan/sasaran

kegiatan, satuan biaya, kesesuaian dana pendamping dengan OAK Non DR

yaitu minimal 10%. Sebetum menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan

gambar desain Dinas Pertanian Tanaman Pangan bersama dengan Dinas

Kimpraswil melakukan survey lapangan. Atas dasar data-data teknis

lapangan tersebut Diperta dan Dinas Kimpraswil menyusun RAB dan

Gambar· Desain. Keter1ibatan Dinas Kimpraswil ini di karenakan Dinas

tersebut yang mempunyai kewenangan menentukan standar bangunan milik

pemerintah.

Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala

Bappeda Kabupaten Kediri:

"Untuk semua dinas pelaksana OAK Non DR yang mempuyai jerus


kegiatan konstruksi bangunan memang saya haruskan untuk melibatkan
Dinas Kimpraswil karena dinas tersebut yang menguasai spesifikasi
teknis dan standar bangunan negara daripada memakai jasa pihak
ketiga hasilnya juga belum tentu memuaskan" (wawancara, tanggal 18
April 2006). .

_Dari penjelasan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa keterlibatan Dinas

Kimpraswil dalam penyusunan RAB dan Gambar desain sangat dibutuhkan


152

dan kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan selain itu keterlibatan

konsultan dalam penyusunan RAB dan Gambar Oesain memerlukan biaya

yang lebih besar dan prosedumya lebih panjang serta hasilnya belum tentu

sesuai dengan yang diharapkan. Dlsamping itu Bappeda bersama dinas

pelaksana OAK Non DR berkoordinasi dalam persyaratan administrasi yang

lain, misalnya, Surat Tugas dari Bupati, HSPK yang telah disyahkan Bupati,

Surat Pemyataan kesediaan menyediakan dana pendamping minimal 10%

yang ditandatangani oleh Bupati dan diketahui Ketua DPRD, dan data

pendukung lainnya. Untuk kegiatan koordinasi ditingkat kabupaten terus

berlangsung sepanjang waktu selama masa persiapan pelaksanaan,

pelaksanaan,pengawasan,pemantauandan evaluasi.

2. KoordinasiDitingkat Propinsi

Dalam rangka penyusunan rencana kegiatan yang nantinya akan tertuang

dalam Rencana Definitif disamping mengacu proposal yang telah

disampaikan ke pusat sebelumnya dan berdasarkan petunjuk teknis yang

ada juga menyesuaikan dengan program Dinas Pertanian Propinsl dengan

melakukan konsultasi dan


-
koordinasi khususnya mengenai Calon

Petani/Calon lokasi (CP/CL) calon petani atau kelompok tani penerima

bantuan proyek dan calon lokasi proyek, detail desain dan Rencana

Anggaran Biayanya (RAB). Seleksi CP/CL dilakukan oleh Tim Teknis dari

Bappeda dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Sedangkan dalam rangka

meningkatkankinelja pengembangan!ndustri perbenihan,kegiatan OAK Non

DR harus disinergikan dengan anggaran dekonsentrasi yang dialokasikan

oleh propinsi dan sumber-sumber pembiayaan lainnya. Kegiatan koordinasi


153

di Dinas Propinsi Jawa Timur dalam rangka sinkronisasi program kabupaten,

program propinsi dan program pusat.

4.1.5. Kendala-kendala Dalam Proses Perencanaan Pembangunan Bidang


Pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi

Datam proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui

Dana AJokasl Khusus Non Dana Reboisasi yang melibatkan sefuruh

stakeholders di semua tingkatan pemerintahan dalam pelaksanaannya

ditemukan adanya kendala-kendala yang dapat menghambat dalam proses

perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non DR. Adapun

kendala-kendala dalarn proses perencanaan pembangunan bidang pertanian

melalui Dana AJokasi Khusus Non Dana Reboisasi adalah sebagaimana

penjelasan beberapa informan berikut ini:


Seperti penjelasan dari Bapak Moch. Saleh Udin selaku Pit. Kepala

Bappeda Kabupaten Kediri:

•Pengalokasian Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi yang


merupakan bagian dari dana perimbangan yang seharusnya diterima
daerah untuk mendanai pelaksanaan kegiatan yang merupakan
kewenangan dan tanggung jawab daerah kearah pemenuhan kebutuhan
khusus serta dalam rangka membantu daerah membiayai kebutuhan
fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional
dibidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan,
dan pertanian dengan mempertimbangkan kriteria umum, kriteria khusus
dan kriteria teknis belum menunjukkan adanya transparansi dari
pemerintah pusat dalam pengalokasian besaran dana ke daerah
sehingga daerah kesulitan memprediksi dana yang akan diterima dan
bidang apa saja yang mendapatkan alokasi untuk tahun berikutnya
tentunya ini akan menyulitkan dalam proses perencanaannya di daerah
dan akan menimbulkan KKN antara daerah dan pusar. (Wawancara,
tanggal 18 April 2006).

Selanjutnya dijelaskan oleh Bapak Sri llham Wahyu Subekti selaku

kepala Sub Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan Bappeda Kabupaten Kediri:

"Bappeda yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam perencanaan


pembangunan daerah belum memiliki kelompok Jabatan Fungsional
154

Perencana atau sumber daya aparatur perencana yang secara


fungslonal bekerja diluar struktural yaitu dengan melakukan penelitian,
pengakajian dan perencanaan pembangunan daerah dengan mendapat
alokasi anggaran tersendiri. Sehingga pelaksanaan perencanaan
pembangunan daerah disegala bidang dilakukan oleh pejabat-pejabat
strukturm sesuai dengan tupoksinya masing-masing yang kadangkala
berbenturan dengan tugas rutinnya sehingga sumber daya yang ada
kurang termotivasi untuk melaksanakan kegiatan perencanaan sehingga
kualitas perencanaan menjadi kurang optimal•. (Wawancara, tanggal 17
April 2006).

Kemudian dijelaskan oleh Bapak Sutrisno Kepala Sub Bagian Program

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri:

•Karena betum adanya Jabatan Fungsional Perencana pada Dinas


Pertanfan i"anaman Pangan sehingga kegiatan perencanaan
pembangunan bidang pertanian dilaksanakan oleh Sub Bagian Program
yang merupakan Sub Bagian dari Bagian Tata Usaha yang secara
strukturat mempunyai kewenangan dan anggaran yang terbatas padahal
kegiatan perencanaan pembangunan memertukan dana yang tidak
sedikit. Oisamping faktor sumber daya perencana yang secara
fungsional belum ada, sedangkan jabatan struktural mempunyai
kewenangan dan dana yang sangat terbatas terdapat faktor penghambat
fain dalam perencanaan pembangunan yaitu masalah pendanaan
pembangunan bidang pertanian yang sangat terba:Ss sehingga usulan
kegiatan yang seharusnya prioritas untuk ditangani karena anggaran
yang digunakan untuk membiayai belum ada terpaksa ditangguhkan
pelaksanaannya itupun tahun depan belum pasti dapat dilaksanakan
pembangunannya padahal masyarakat yang mengusulkan sudah sangat
berharap untuk dilaksanakan secepatnya sehingga hal ini akan
mengurangi semangat masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam
proses perencanaan pembangunan". (wawancara, tanggal 21 April
2006).

Selanjutnya dijelaskan oleh Bapak jumali selaku Kepala Sub Bidang

Pengairan Bappeda Kabupaten Kediri:

"Adanya petunjuk teknis yang kurang jelas dan kurang fleksibel sehingga
menimbulkan penafsiran dalam mengambil sikap sehingga akan
menghambat dalam penyelesaian dokumen. Sedangkan Tim verifikasi
kegiatan ditingkat propinsi ditang~ni oleh Kanwil XV DJPb Surabaya
yang merupakan wakil dari pusat yang secara keilmuan kurang
menguasai pekerjaan-pekerjaan f1Sik konstruksi. Seharusnya Tim
verifikasi kegiatan ditingkat propinsi melibatkan dinas teknis terkait
ditingkat propinsi sehingga perbedaan penafsiran dalam pengalokasian
kegiatan dapat diminimalisir sehingga perdebatan yang berkepanjangan
155

dapat dihindari atau mengurangi waktu pembahasan". (Wawancara,


tanggal 19 April 2005).

Selanjutnya penjelasan Bapak Maryudi Handoko selaku Kepala Seksi

Pasca Panen Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kediri selaku

pelaksana kegiatan OAK Non DR Bidang Pertanlan:

"Sistem penert>itan Surat Penetapan Daftar Alokasi Dana Alokasi


Khusus Non Dana Reboisasi yang dikeluar1<an oleh Kanwil XV DJPB
Surabaya atas nama Oepartemen Keuangan memuat seluruh bidang
sehingga ketertambatan pembahasan satu bidang alcan menghambat
proses aetanjutnya dari bidang-bidang yang lain yang telah selesai
pembahasannya•. (Wawancara, tanggal 20 April 2006).

Selanjutnya dijelaskan oleh Bapak Sri llham Wehyu Subekti selaku

Kepala Sub Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan Bappeda Kabupaten Kediri:

·usulan-usulan dari jalur masyarakat mayoritas berupa usulan kegiatan


fisik sedangkan usulan kegiatan non fisik lebih merupakan inisiatif dari
jatur pemerintah metalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan usulan
atau proposal yang telah disampaikan ke pusat baik kegiatan maupun
anggarannya tidak semuanya disetujui oleh pusat tapi ya tidak apa-apa
karena pengalokasian OAK Non DR adalah kebijakan pusat dan daerah
hanya berhak mengusulkan seclangkan yang menentukan ·adalah pusat".
(wawancara, tanggal 17 Apri1 2006)

Dari beberapa infonnasl dari para informan tersebut dapat

diinterpretasikan bahwa dalam proses perencanaan pembangunan bidang

pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi yang dalam

prosesnya melibatkan berbagai institusi dari tingkat desa sampai dengan tingkat

pusat dengan berbagai kepentingannya masing-masing dalam pelaksanannya

ditemukan berbagai kendala-kendala baik ditingkat pemerintsh maupun

masyarakat. Adapun kendala-kendala tersebut dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. · Sistem pengalokasian Dana Alokasi Khusus Non Dana reboisasi dari

Pemerintah Pusat ke Daerah kurang transparan perhitungannya sehingga


156

daerah kesulitan mempet1cirakan Alokasi OAK Non DR yang akan diterima

yang akan berdampak pada kesulitan dalam perencanaannya.)


'-

2. Petunjuk teknis yang kurang jelas dan kurang fleksibel padahal setiap daerah

mempunyai kondisi dan potensi yang betbeda sehingga sasarannya menjadi

kurang optimal. Serta Tim Verifikasi dari Kanwil XV OJPb Surabaya adalah

sumberda1a aparatur dalam bidang keuangan yang tentunya kurang

menguasai hal-hal teknis konstruksi sehingga menimbulkan interpretasi yang

berbeda.

3. Sistem penerbitan Surat Penetapan Daftar Alokasi Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi mencakup semua bidang sehingga keterlambatan

pembahasan satu bidang alcan berakibat pada hambatan pada bidang yang

lain yang telah selesai pembahasannya.

4. Belum adanya Jabatan Fungsionat Perencana (JFP) pada Bappeda maupun

pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang secara fungsional bekerja

secara khusus dibidang perencanaan pembangunan daerah dengan alokasi

anggaran tersendiri sehingga perencanaan pembangunan daerah dilakukan


·-
ofeh sumber daya yang mempunyai jabatan struktural yang mempunyai

kewenangan dan anggaran sangat terbatas sehingga berdampak pada

output perencanaan yang kurang berkualitas.

5. Tingkat sumber daya yang ada di level bawah atau masyarakat masih

terbatas berakibat pada banyaknya usulan-usulan kegiatan yang

disampaikan berupa kegiatan fisik . bahwa hal tersebut mencerminkan

keinginan atau bukan merupakan suatu yang seharusnya dibutuhkan.


157

6. Terbatasnya anggaran pemerintah yang seharusnya dialokasikan untuk

kegia1an perencanaan dan dalam rangka untuk mengimplementasikan hasil-

hasil dari perencanaan.

7. Tidak semua usulan kegiatan pembangunan bidang pertanian yang diajukan

daerah disetujui oleh pusat. Dalam pengalokasian OAK Non DR dari pusat ke

daerah masih didominasi pusat balk kegiatan maupun anggarannya sehlngga

usulan kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya betum tentu dapet

direalisasika11. Hal ini tentunya aken mengecewakan yang telah

merencanakan kegiatarrkegiatan tersebut.


4.2. Pembahasan
4.2.1. Mekanlame Perencanaan Bidang Pertanlan Melalui Dana Alokasl
Khusus Non Dana Reboisasl

Setelah dibertakukannya otonomi daerah yang secara efektif

diber1akukan pada 1 Januari 2001 berimplikasi pada sistem perencanaan

pembangunan daerah. Salah satunya adalah perencanaan pembangunan bidang

pertanian karena bidang pertanian merupakan salah satu bidang kewenangan

yang diserahkan pusat kepada daerah. Sebagaimana disampaikan oleh

Abe (2005:15) bahwa kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah

untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua

bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik tuar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang

lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disamping itu

keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam

penyelengaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

pengendalian dan evaluasi. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Abe


158

(2005:18) bahwa dalam proses pembangunan akan meliputi tahap-tahap:

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Di Kabupaten Kediri mekanisme perencanaan pembangunan bidang

pertanian yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi

dilaksanakan bersama-sama dengan bidang kewenangan yang lain dengan

menggunakandua pendekatan yang merupakan perpaduan antara pendekatan

top-down dan bottom-up planning. Oengan menggunakan dua pendekatan

sekaligus tersebut diharapkan tetjadi keseimbangan antara kepentingan

nasional, regional, daerah, dan masyarakat Sejalan yang disampaikan oleh

Kuncoro (2004:58) bahwa siStem perencanaan pembangunan Indonesia yang

meliputi pendekatan top-down dan bottom-up diharapkan rnenjamin adanya

keseimbangan antara prioritas nasional dengan aspirasi lokal dalam

perencanaanpembangunan daerah. Penggunaan dua pendekatan perencanaan

tersebut dilatarbelakangi sistern perencanaan pembangunan sebelum era

otonomi daerah yang didominasi perencanaan terpusat atau sentralistik yang

dilaksanakan dengan adanya model penyeragaman pembangunan dan


'
kurangnya keterlibatan masyarakat dalam prosesnya sehingga menghasilkan

pembangunan kurang tepat sasaran dan kurang berpihak dengan kebutuhan

nyata masyarakatatau dianggap telah gaga!. Studi empirik banyak menunjukkan

kegagalan pembangunan ataupun pembangunan tidak dapat memenuhi

sasarannya akibat kurangnya partisipasi masyarakat, Kartasasmita (1997:56).

Adanya model penyeragamanpembangur:ian,bukan saja tidak tepat, tetapi juga

menjadi bentuk pengingkaran yang paling vulgar terhadap kenyataan pluralitas

dan lokalitas. Karena setiap usaha penyeragamanakan bermakna pengingkaran

atas pluralitas dan sekaligus pengabaian esensi dari kebutuhan rakyat.


159

Disamping mengabaikan pluralitas dan lokalitas yang menjadl ciri masyarakat

Indonesia yang sangat heterogen, baik suku, ras, agama, adat maupun budaya,

disamping itu perencanaan secara terpusat membutuhkan pengendalian

pelaksanaan yang tinggi, membutuhkan pembiayaan yang besar dan yang paling

penting mengakibatkan masyarakat menjadi pasif atau tidal( mau tahu terhadap

keberadaan hasil-hasil pembangunan sehingga banyak hasit-hasil proyek

pembangunan yang tidak terpelihara dengan baik atau bahkan dirusak oleh

masyarakat sekitamya. Suatu perencanaan yang terpusat yang digerakkan oleh

sebuah rejim otoriter, umumnya memiliki kendala politis yang tinggi disamping itu

model ini bukan saja mengimplikasikan kebutuhan pembiayaan yang besar,

melainkan juga menciptakan kondisi dimana tidak seluruh warga memiliki rasa

ikut memiliki dan rasa bertanggung jawab atas rea1isasi perencanaan.

Perencanaan pembangunan yang terpusat dengan model penyeragamannya

dianggap telah gaga! dalam mensejahterakan masyarakat sehingga dalam


perencanaan pembangunan daerah harus dapat memperhatikan potensi lokal

dan keanekaragaman daerah. Sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Abe

{2005:56) bahwa suatu perencanaan yang baik, tentu saja merupakan

perencanaan yang setidaknya mengakui lokalitas, dan dengan demikian

merupakan rencana dari tindakan-tindakan yang khas disuatu lokal tertentu.

Disisi lain dengan adanya model perencanaan pembangunan yang partisipatif

yang dilaksanakan secara bottom-up planning berdampak positif terhadap

pembangunan daerah . karena program ~tau rencana-rencana pembangunan

yang hendak diwujudkan akan lebih realistik, lebih mengena dan lebih dekat

dengan kebutuhan lokal. Artinya, peluang terjadinya pemborosan, kesia-siaan,

atau ketidaktepatan dalam merumuskan program pembangunan bisa diperkecil.


160

Oleh karena itu untuk keseimbangan kepentingan nasional, regional, daerah, dan

masyarakat digunakan perpaduan dua pendekatan dalam perencanaan

pembangunan yaitu top-down dan bottom-up planning untuk seluruh bidang

pembangunan di daerah dengan semua sumber pembiayaan baik APBD

Kabupaten, APBD Propinsi maupun APBN melalui Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi, Dana Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan uan sumber

pembiayaan lainnya.

Perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi

Khusus Non Dana Reboisasi dengan mekanisme top-down dilakukan dengan

memberikan arahan-arahan dan koridor-koridor kepada masyarakat agar

kegiatan-kegiatan yang diusulkan masyarakat dalam forum perencanaan

partis1patif yang difasititasi oJeh Pemerintah melalui Musbangdes, UDKP,

maupun Rakorbang tidak menyimpang dari program-program prioritas nasional,

propinsi maupun daerah dalam kerangka pembangunan bidang pertanian yaltu

meningkatkan sarana dan prasarana guna mendukung ketahanan pangan dan

agribisnis serta perencanaan kegiatan-kegiatan yang dihasilkan tersebut sesuai

dengan kebutuhan riil masyarakat bukan semata keinginan-keinginan

masyarakat Perencanaan pembangunan dengan pendekatan top-down ini

masih diperlukan karena keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan

pembangunan akan menimbulkan banyaknya usulan kegiatan-kegiatan

pembangunan yang sebenamya adalah keinginan-keinginan masyarakat yang

cenderung subyektif dan tanpa batas seh~ngga dengan adanya batasan-batasan

maka perencanaan terhadap kegiatan pembangunan dapat menghasilkan suatu

perencanaan yang jelas dan terarah dan benar-benar merupakan prioritas

kebutuhan nyata masyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Abe (2005:80)


161

bahwa suatu keinginan tentu saja memiliki kadar subyektivitas yang tinggi dan

cenderung tanpa batas yang jelas. Oleh sebab itu yang hendaknya menjadi

prioritas adalah menjawab kebutuhan dasar masyarakat. Disamping itu dengan

perencanaan pembangunan dengan pendekatan top-down diharapkan adanya

sinergi program-program daerah dengan program nasional, propinsi atau bahkan

sinergi antar daerah. Sebagaimana dikemukakan oleh Abe (2005:59) bahwa

perencanaan yang baik bisa dinilat dari (1) kemampuan rnengkaitkan

kepentingan daerah dan kepentingan nasional, (2) rnengkaitkan kepentingan

satu daerah dengan daerah yang lain.


Sedangkan perencanaan pembangunan bidang pertanian dengan

pendekatan bottom-up dilakukan dengan mengakomodasi aspirasi masyarakat

lokal melaui keterfibatan rnasyarakat dalam proses perencanaan pembangunan

disegala fevel atau tingkatan pernerintahan mulai dari tingkat desa melalui

Musyawarah Pembangunan Desa (Musbangdes), di tingkat kecamatan melalui


diskusi Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), dan dilanjutkan ditingkat

kabupaten melalui forum Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang).

Pelaksanaan forum musyawarah dan koordinasi pembangunan yang dilakukan

oleh Pemerintah Kabupaten Kediri berpedoman pada Surat Edaran Menteri

Dalam Negeri Nomor: 0501987/SJ tanggal 5 Mei 2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Forum Koordinasi Pembangunan Partisipatif yang merupakan

perbaikan dari sistem perencanaan sebelumnya yang berdasarkan pada

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomqr: 9 Tahun 1982 tentang Pedoman

Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Di Daerah (P5D).

Sedangkan Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor:


162

1354/M.PPN/0312004 dan 05on44/SJ tanggal 24 Maret 2004 tentang Pedoman

Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Partisipatif Daerah dan

ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri OaJam Negeri Nomor:

0259/M.PPN/l/2005 dan 050/166/SJ tanggal 20 Januari 2005 tentang Petunjuk

Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2005 baru dilaksanakan pada

pertengahan tahun 2005 dengan implementasi kegiatan perencanaan pada

tahun 2006. Pelaksanaan Musbangdes, diskusi UDKP, dan Rakorbang adalah

forum perencanaan partisipatlf yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam

rangka menampung aspirasi lokal. Sebagaimana disampaikan oleh Kuncoro


(2004:57) bahwa untuk rnenampung keinginan masyarakat dalam pembangunan

ditempuh sistem perencanaan dari bawah ke atas inilah yang sebenamya

merupakan perencanaan partisipatlf tahap yang paling bawah dalam rapat


koordinasi pembangunan daerah yang akan diusulkan pada tingkat yang lebih

tinggi dimulai dengan Musyawarah Pembangunan (Musbang) tingkat

desa/kelurahan, Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan, dan Rapat

Koordinasi Pembangunan (Rakorbang)


-
Kabupaten. Keterlibatan masyarakat

dalam perencanaan pembangunan daerah akan sangat mendorong terciptanya

suatu hasil perencanaan yang baik, karena masyarakat sebagai salah satu unsur

terpenting dalam pembangunan baik sebagai subyek maupun obyek, tentunya

dapat mengetahui sekaligus memahami apa yang ada di wilayahnya. Disamping

itu, dalam melibatkan .mereka dalam proees perencanaan pembangunan,

pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakatnya, sehingga

mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-

program pembangunan yang jelas akan sangat menguntungkan bagi


163

pelaksanannya. Sejalan dengan pendapat TJ()kroamidjojo (1989:210) banwa

pada intinya keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

tergantung dengan adanya keterlibatan aktif masyarakat. Disamping itu

perencanaan pembangunan dapat merangsang dan mempertuas ketertibatan

aktif itu, apabila benar-benar mencerminkan dan ditujukan untuk mencapai

tujumHujuan sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki masyarakat. Sehingga

apa yang menjadi kebutuhan rill masyarakat metalui forum perencanaan

partisipatif ini dapat terealisasikan dengan tetertibatan secara aktif rnasyarakat,

masyarakatlah yang lebih tahu potensi, peunasalahan, dan kebutuhannya

sendiri. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Riyadi (2005:309) bahwa

pembangunan seyogyanya dimulai dengan menemukenali potensi dan

kebutuhan masyarakat penerina manfaat dan penanggung resiko. Sehingga

dengan adanya partisipasl masyarakat dalam proses perencanaan

pembangunan akan diperoleh infonnasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap

masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta

proyek-proyek akan gagal serta masyarakat akan lebih mempercayai proyek

atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses, persiapan dan

perencanaannya, karena merasa akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek

tersebut. Melalui forum Musbangdes diharapkan menghasilkan keluaran rencana

kegiatan prioritas yang benar-benar mencerminkan kebutuhan riil masyarakat

yang nantinya akan dibiayai oleh swadaya mumi masyarakat atau APBOes

maupun usulan kegiatan. yang akan dibiayai APBD Kabupaten, APBD Propinsi

maupun APBN melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi diteruskan ke

kecamatan untuk dibahas dalam diskusi UDKP di tingkat kecamatan. Hasil

keluaran diskusi UDKP yang berupa kegiatan prioritas yang aksn dibiayai oteh
164

desa dikemba\ikan ke desa bersangkutan sedangkan usutan kegiatan prioritas

yang telah diklasifikasikan menjadi tiga bidang yaitu bidang ekonomi, bidang

sosial budaya, dan bidang fisik prasarana yang pembiayaannya diusulkan

metalui APBD Kabupaten, APBD Propinsi maupun APBN metalui Dana Alokasl

Khusus Non Dana Reboisasl dan sumber pembiayaan lainnya diterusan untuk

dibahas dalam Rakorbang ditingkat kabupaten. Usulan melalui jalur masyarakat

diharapkan akan dapat dllcetahui tentang kemampuan loksl dan kebutuhan lokal.

Sehingga pemerintah dapat menemukenali potensi dan kebutuhan masyarakat

yang sebenamya yang dipadukan dengan program1)r()Qram pemerintah.

Suatu perencanaan partisipatif yang berbasis pada prakarsa

masyarakat, yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan konkrit masyarakat

dalam proses penyusunannya, benar-benar melibatkan masyarakat. Model ini

tentu saja tidak mudah. Sebagaimana dikemukakan oleh Abe (2005:72) bahwa
model ini alcan segera berhad8pan dengan beberapa kesulitan. Pertsma,

Slapakah yang dlsebut rakyat. Apakah mereka adalah keseluruhan warga

negara ataukah secara spesifik hendak ditunjuk pada mereka yang ada dilapis

bawah struktur soslal. Keterlibatan mereka yang ada di lapis bawah struktur

sosial sangat rendah, dan cenderung tidak tersedia. Sementara bagi mereka

yang ada di lapis atas, masih cukup memilild akses untuk bisa terlibat dalam

pengambilan kebijakan publik. Kedua, Jika perencanaan hendak melibatkan

masa rakyat, maka terdapat beberapa kendala yang akan muncul, yakni (1)

terdapat kenyataan bahwa masa rakyat, umumnya adalah pihak yang tidak

memiliki kesempatan untuk menikmati pendidikan formal yang memadai.

Masalah seperti pendidikan rendah, kemampuan baca tulis, dan keterbatasan

pengetahuan, membuat secara teknis, masa rakyat, sulit untuk bsa diambil
165

bagian secara produktif, dan (2) terdapat suatu kenyataan bahwa masa rakyat

telah sekian lama ada dalam politik otoriter-sentralistik. Masa rakyat telah

ditradisikan dalam proses politik yang "mengekor", pasip, takut mengambil

inisiatip, dan hidup dalam budaya petunjuk. Pada prinsipnya keteriibatan

masyarakat dalam proses pembangunan adalah bertujuan untuk

mengakomodasi segala kepentinga11 yang ada dalam masyarakat, dengan

perencanaan partisipatif yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat,

dan datam prosesnyamelibatkan rakyat.

Oisamping melalui jalur masyarakat,usulan perencanaanpembangunan

bidang pertanian metalui OAK Non DR juga ditalcukanmelalui jalur pemerintah

melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang merupakan kompilasi usulan

kegiatan. dari Mantri Pertanian yang merupakan petugas Cabang Dlnas

Pertanian di kecamatan yang sebenamya adalah kepanjangantangan dari Oinas

Pertanian Tanaman Pangan di lapangan yang tugas rutinnya berinteraksi

langsung dengan para petani di lapangan sehingga diharapkan tahu tentang

permasalahan dan kebutuhan pembangunan pertanian atau secara khusus


-
adalah permasalahan dan kebutuhan petani dengan dikombinasi program-

program Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang merupakan hasil dari

perencanaanSub Bagian ProgramDinas PertanianTanaman Pangan.

Sinkronisasi atau pemaduserasianperencanaan pembangunan bidang

pertanian melalui OAK Non DR antara usulan dari jalur masyarakat yang berupa

usulan prioritas kecamatan dengan usulan dari jalur pemerintah yang berupa

usulan prioritas dari Dines Pertaniantanaman pangan melalui forum Rakorbang.

Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Riyadi (2005:314) bahwa yang

diharapkan dalam penyelenggaraanRakorbangini sebenarnyaadalah terjadinya


166

pemadu-serasian antara pendekatan top-down yang dimiliki oleh instansi

sektoral dan pendekatan bottom-up yang diemban oleh instansi daerah

berdasarkan usutan masyarakat melalui Musbangdes dan Temu Karya

Pembangunan. Pelaksanaan Rakorbang yang rnelibatkan seluruh stakeholders

pembangunan ditingkat kabupaten difasilitasi pemerintah daerah melalui

Bappeda.

Hasil keluaran Rakorbang adalah daftar prioritas kegiatan yang

merupakan urutan prioritas kegiatan dengan memuat jenis kegiatan, volume

kegiatan, lokasi kegiatan, tujuan/sasaran, perkiraan dana clan sumber dana,

waktu pelaksanaan, dan instansi pelaksana. Hal tersebut dapat dinterpretasikan

bahwa hasil perencanaan dapat dikatakan masih kurang baik dan belum

lengkap. Sebagaimana dikemukakan oleh Abe (2005:31) bahwa perencanaan

yang balk haruslah memuat ha.hat prinsip yang tennuat dalam dokumen

perencanaan yakni: (1) apa yang akan dffakukan, yang merupakan jabaran dari
misi dan visi; (2) bagaimana mencapai hal tersebut; (3) siapa yang akan

melakukan; (4) lokasi aktivitas; (5) kapan akan dilakukan, berapa lama; dan (6)
-
sumber daya yang dibutuhkan. Sedangkan, seperti dikemukakan oleh Syamsi

(1986: 56) maka perencanaan yang baik dan lengkap haruslah memenuhi enam

unsur pokok yaitu: (1) Apa (what), yakni mengenai materi kegiatan ape yang

akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan; (2) Mengapa (why), yaitu

alasan mengapa memilih dan menetapkan kegiatan tersebut dan mengapa

diprioritaskan; {3) Bagaimana dan berapa .(how dan how much), yaitu mengenai

cara dan teknis pelaksanaan yang bagaimana yang dibutuhkan untuk

dilaksanakan, dan dengan dana yang tersedia harus dipertimbangkan; {4)

Dimana {where), yakni pemilihan tempat yang strategis untuk pelaksanaan


167

kegiatan (proyek); (5) Kapan (when), yaitu pemilihan waktu/timing yang tepat

dalam pelaksanaannya; (6) Siapa (who) menentukan siapa orang yang akan

melaksanaan kegiatan tersebut. lni merupakan subyek pelaksana. Kadang-

kadang dipertukan juga untuk menentukan siapa yang menjadi obyek


pelaksanaan keglatan. Siapa di sini merupakan Whom.

4.2.2. Pengalokaalan Dana Alokasi Khusus Non Dana Rebolsasl Bidang


Pertanian di Kabupaten Kediri

Kewenangan pengalokasian anggaran OAK Non OR ke daerah adalah

pemerintah pusat oleh karena itu Bappeda bersama dengan Dinas Pertanian

Tanaman Pangan mengajukan usulan/proposal pembiayaan pembangunan

bidang pertanian melalui OAK Non DR ke pemerintah pusat melalui Oepartemen

Pertanian, Oepartemen keuangan, Oepartemen Oalam Negeri, Bappenas,

Bappeprop Jatim, dan Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur. Hal ini dapat

dlinterpretasikan bahwa harus ada sinergi dan sinkronisasi antara program


daerah, propinsi dan nasional dalam perencanaan pembangunan bidang

pertanian. Sejalan dengan amanat datam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah Pasal 162 ayat (1) bahwa Dana Alokasi Khusus

dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan

pelaksanaan desentralisasi untuk: (a) mendanai kegiatan khusus yang

ditentukan pemerintah atas dasar prioritas nasional: (b) mendanai kegiatan

khusus yang diusulkan daerah tertentu dan ayat (2) bahwa penyusunan kegiatan

khusus yang ditentukan oleh pemerintah dikoordinasikan dengan Gubemur. Hal

ini juga harus sejalan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam pasal 1 ayat (3): sistem

perencanaan pembangunan nasional adalah satu kesatuan tata cara


168

perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana

pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang

dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat


dan daerah. Dalam pasal 2 ayat (4): sistem perencanaan pembangunan nasional

bertujuan untuk: (a) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (b)

menjamin terdptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar

ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah;

(c) menjamin ketet1<aitan dan konsistensi antara perencanaan, pengannggaran,


pelaksanaan, dan pengawasan; (d) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

(e) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif,

berkeadilan, dan berkelanjutan.

Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi merupakan sumber

penerimaaan daerah dan merupakan dana perimbangan dari pemerintah pusat

yang diperuntukkan bagi daerah dengan kemampuan faskal daerah yang rendah
atau dibawah rata-rata yang dialokasikan untuk pembangunan bidang-bidang

yang bersifat khusus yang merupakan kewenangan/urusan daerah yang salah


..
satunya adalah pembangunan bidang pertanian dalam kerangka meningkatkan

sarana/prasarana g·una mendukung ketahanan pangan dan agribisnis melatui

penyediaan benih.bibit unggul pertanian. Menurut Kuncoro (2004:28) bahwa

dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN, yang

dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentrallsasi, Menurut Ur:idang-undang Nomor 33 tahun 2004

pasal 10, dana perimbangan terdiri dari: (1) Dana Bagi Hasil, (2) Dana Ato~asi

Umum, dan (3) Dana Alokasi Khusus. Kabupaten Kediri sebagai daerah

penerima OAK Non DR karena tennasuk dalam kriteria umum yaitu merupakan
169

daerah dengan pendapatan Asli Daerah {PAD) yang kecil sehingga sangat

tergantung dari sumber-sumber penerimaan dari pusat baik melalui Dana Bagi

Hasil, DAU maupun OAK. Sebagaimana disampaikan oleh Kuncoro (2004:18)

bahwa ketergantungan flSkal terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli

Daerah {PAD) dan dominannya transfer dari pusat adalah ironis, kendati undang-

undang telah menggarisbawahi titik berat otonomi pada kabupatenlkota namun

justru kabupaten/kotalah yang mengalami tingkat ketergantungan yang lebih

tinggi dibanding propinsi. Ketergantungan keuangan daerah kepada pusat bukan

tanpa sebab, acia banyak faktor yang mempengaruhi baik dalam tataran

kebijakan skala lokaf maupun nasional sebagaimana disampaikan oleh Kuncoro


(2004:15) bahwa faktor utama ketergantungan fiskal di Indonesia: (1) kurang

berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah; (2)

tingginya derajad sentralisasi dalam bidang perpajakan; (3) kendati pajak daerah

cukup beragam temyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber

penerimaan; (4) adanya kekawatiran apabila daerah mempunyai sumber

keuangan yang tinggi maka ada kecenderungan terjadi disintegrasi dan

separatisme; (5) kelemahan dalam pemberian subsidi.

Pengalokasian OAK Non DR kepada daerah berdasarkan kriteria

umum, kriteria khusus, kriteria teknis, dan berdasarkan seleksi dari

proposaVusulan daerah jadi pengalokasian OAK Non DR akan sangat selektif

kepada daerah-daerah tertentu yang benar-benar membutuhkan bantuan dana

dari pusat. Hal tersebut sangat berbeda . dengan pengalokasian Dana Alokasi

Umum yang menggunakan formula yang sudah baku dan sudah dapat

diprediksikan alokasinya. Sebagaimana disampaikan oleh Riyadi (2005:320)

bahwa dana transfer dari pusat yang berupa Dana Alokasi Umum akan bersifat
170

"block grant', yang besarannya untuk setiap daerah sudah tetap dan baku sesuai

dengan formula. Dana yang bersifet •spesific granr tidak ada lagi, kecuali untuk

Dana Alokasi Khusus yang keberadaannya sangat selektif. Penyusunan proposal

atau usulan kegiatan daerah yang pembiayaannya mefalui OAK Non DR diajukan
ke pusat atas dasar hasil perencanaan partisipatif yang difasilitasi pemerintah

mulai dari Musbangdes, diskusi UDKP, dan Rakorbang yang merupakan prioritas

kegiatan yang merupakan pengejawantahan dari kebutuhan konkrit masyarakat

dan pemerintah daerah dalam pembangunan bidang pertanian.

Melihat dari alokasi anggaran OAK Non DR bidang pertanian

berdasarkan hasil penelitian bahwa tidak aemua proposaVusulan daerah

diakomodasi/disetujui oleh pusat baik kegiatan maupun anggarannya. Hal ini

sesuai dengan spa yang dikemukakan oleh Riyadi (2005:332) bahwa mekanisme

dan prosedur perencanaan yang ada oenderung sebatas fonnalitas karena pada
akhirnya keputusan yang diambil sepenuhnya ditetapkan oleh pemerintah, yang

seringkali berbeda dengan apa yang sudah disepakati dalam suatu musyawarah

yang melibatkan masyarakat. Kondisi sepertl ini tidak hanya dialami oleh

masyarakat daerah tetapi juga oleh pemerintah daerah sendiri ketika harus

berhadapan dengan kepentingan-kepentingan pemerintah pusat, sehingga

nuansa top-down masih lebih dominan dibandingkan dengan bottom-up

p/anning-nya. Karena OAK Non DR adalah dana yang bersifat bantuan dari pusat

kepada daerah yang bersifat khusus sesuai dengan prioritas program nasional

yang dialokasikan kepada daerah dalan:t memenuhi kebutuhan sarans dan

prasarana dasar. Disini perencanaan pembangunan daerah harus bisa

menyokong dan sinergis dengan perencanaan pembangunan bidang-bidang

khusus secara nasional. Sejalan den9an apa yang disampaikan oleh Riyadi
171

(2005:338) bahwa perencanaan pembangunan daerah harus bersifat

menyokong/memperkuat perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan

pembangunan daerah harus dilaksanakan secara hannonis dan mendukung

proses pembangunan secara nasional dengan tetap bertandaskan pada

kekuatan, potensi, dan kebutuhan daerah itu sendiri.

4.2.3. a..ekanlsme Pengalokasian Kegiatan Bidang Pertanian Melalul OAK

Non DR di Kabupaten Kedirl


Dalam penga1okasian kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR

ada koridor-koridor yang harus dipefhstikan yaitu petunjuk teknis yang

dikeluarkan oleh Departemen Pertanian ditindak lanjuti dengan mengeluarkan

Petunjuk Teknis Nomor: 1101/KU.220/A/12/04, perihal Petunjuk Teknis

Penggunaan OAK Non OR untuk Bidang Pertanian Tahun 2005, dari dokumen

tersebut menunjukkan bahwa penggunaan OAK Non OR bidang pertanian


diarahkan untuk kegiatan: (1) pengadaan alat dan mesin pertanian; (2)

penyediaan benih/bibit bennutu; (3) prasarana untuk penangkar benih/perbibitan;

(4) prasarana kelembagaan perbenihanlperbibitan. Hal tersebut dimaksudkan


-
bahwa dalam pembangunan bidang pertanian diperlukan adanya alat dan mesin

pertanian yang modem, bibitlbenih yang bermutu atau unggul dengan didukung

prasarana kelembagaan perbenihan yang melembaga dengan demikian lebih

dimungkinkan tujuan pembangunan bidang pertanian dapat tercapai. Hat ini

sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Tjokroamidjojo (1989:30) bahwa

pembangunan dibid,ang pertanian memerlukan pula pembangunan kesediaan

para petani untuk menggunakan alat-alat yang lebih maju serta cara-cara

berekonomi yang lebih baik. Meskipun demikian pengalokasian kegiatan-

kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR yang dilaksanakan oleh daerah
172

yaitu dengan mengisi ruang-ruang yang telah disediakan oleh pusat dengan

memilih altematif-altematif prioritas kegiatan sesuai dengan proposal/usulan

yang telah disampaikan ke pusat sebelumnya atau berdasarkan kegiatan

prioritas daerah.

Atas dasar Surat Edaran dari Departemen Keuangan melalui Direktorat

Jendelit• Perbendaharaan Nomor: SE-05/PB/2005 tentang Penetapan dan

Penyaluran OAK Non OR Tahun Anggaran 2005. Kanwil XV OJPb surabaya

sebagai kepanjangan tangan Oepartemen Keuangan di daerah metaksanakan

verifikasi dan pembahasan temadap pengalokasian kegiatan yang akan tertuang

dalam Rencana Oefinitif (RO) yang me1iputi jenis kegiatan, lokasi kegiatan,

tujuan/sasaran kegiatan, volume kegiatan, alokasi OAK Non OR maupun Dana

Pendamping minimal 10% dari OAK Non OR dan data-data pendukung lainnya.

Proses verifikasi dan pembahasan yang dilakukan oleh kanwil XV DJPb

Surabaya terhadap RD maupun data pendukung lainnya adalah meneliti dan

menelaah kesesuaian antara RO dan data pendukung lainnya dengan

Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum

Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi Tahun 2005 dan

Petunjuk Teknis Penggunaan OAK Non DR untuk Bidang Pertanian Tahun 2005

dari Departemen Pertanian. Penelaahan dan penilaian meliputi: penetapan

target/sasaran, volume dan lokasi kegiatan, penyediaan dana pendamping, serta

penilaian kelayakan pembiayaan berdasarkan stander harga setempat.

Pelaksanaan verifi~asi dan pembahasan yang dilaksanakan oleh Kanwil XV

DJPb Surabaya selaku kepanjangan tangan dari Departemen Keuangan yang

diberi kewenangan pemerintah pusat dan Bappeda dan Oinas Pertanian

Tanaman Pangan selaku instansi yang diberi mandat oleh daerah, masing-
173

masing menggunakan pendekatan yang berbeda dalam perumusan

perencanaan kegiatan sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing. Tim

dari Kanwil XV DJPb mendekatkan diri pada perencanaan tipe teori prosedural

yang mana dalam merumuskan kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam RD


berdasar prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pusat yang

menyangkut kegiatan dan anggarannya atau penentuan kegiatan berorientasi


pada prosedur atau aturan sedangkan daerah sebagai pelaksana kegiatan

bidang pertanian melalui OAK Non DR yang merupakan kebutuhan khusus


sarana dan prasarana dasar bidang pertanlan mendekatkan pada perencanaan

tipe teori substantif yang lebih menekankan substansi kegiatan pada sejauh
mana kegiatan-kegiatan yang dlpilih tersebut dapat dimanfaatkan sebesar-

besamya untuk kebutuhan rnasyarakat atau penentuan kegiatan berorientasi


tujuan atau sasaran yang tepat Sehingga dalam pelaksanaan verifikasi dan

pembahasan dipertukan suatu argumentasi yang kuat dan logis dari daerah

penerima bantuan OAK Non DR mengapa suatu kegiatan tersebut lebih

diprioritaskan daripada kegiatan yang lain sehingga harus dilaksanakan dengan

segera pembangunannya. Petugas pembahas dari daerah harus dapat

meyakinkan tim verifikasi dan pembahas dart Kanwil XV DJPb Surabaya agar

kegiatan tersebut dapat lolos verifikasi dan tidak dicoret. Hal tersebut sejalan

dengan apa yang disampaikan oleh Faludi (1973:3) bahwa ada dua tipe yang

menjadi titik berat dalam perumusan suatu teori perencanaan yaitu teori

prosedural dan terori substantif. Keterkaitan dua tipe tersebut tergantung dari sisi

mana dilihat dan dari sudut mana kepentingan muncul dalam sebuah

perencanaan. Bisa saja teori prosedural perencanaan lebih berperan daripada

teori substantif. Untuk lembaga perencana, maka titik berat pada teori prosedural
174

lebih ditekankan daripada teori substantif. Dengan kata lain, pengetahuan

prosedural dalam perencanaan lebih besar daripada substantif. Sebaliknya untuk

unit pelaksana, titik berat pada teori substantif lebih ditekankan daripada

prosedural.

.UA. lmplementasl Kegiatan Bidang Pertanian Melalui DAK Non DR di

Kabupaten Kediri

Oengan terbitnya surat penetapan DA-OAK Non DR dari Kanwil XV

DJPb Surabaya tersebut menunjukkan bahwa persiapan implementasi kegiatan

OAK Non DR di daerah bisa dimulai atau dijalankan yang menyangkut


penganggaran dalam APBD Kabupaten dan penyusunan OASK yang

disesuaikan dengan DA-OAK Non OR, sedangkan untuk biaya kegiatan

administrasi proyek, biaya persiapan proyek, biaya penelitian, biaya pelatihan,

blaya perjalanan, dan lain-lain biaya umum lainnya dialokasikan dari APBD

Kabupaten. Anggaran OAK Non DR dan dana pendamping hanya khusus

dialokasikan untuk kegiatan fisik atau konstruksi. Olnas Pertanian Tanaman

Pangan selaku dinas pelaksana teknis bldang pertanian berwenang dan

bertanggung jawab pada penyusunan OASK, persiapan pelaksanaan

menyangkut persiapan tender, dan pelaksanaannya. Selanjutnya dalam

implementasi kegiatan dilaksanakan dengan sistem kontraktual yaitu dengan

adanya kerjasama/kontrak dengan pihak ketiga atau rekanan. Untuk

memudahkan pelaksanaan kegiatan dengan sistem kontraktual oleh Panitia

Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten K~iri yang ada di Bagian Pembangunan,

terhadap seluruh kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR oleh Panitia

Pengadaan Barang/Jasa dibagi menjadi 6 (enam) paket pekerjaan/kegiatan.

Untuk 2 (dua) paket pekerjaan/kegiatan pembangunan lantai jemur I dengan


175

volume 405 M2 dengan nilai kontrak Rp. 27.753.000,00 dan pembangunanlantai

jemur II dengan volume 560 M2 dengan nilai kontrak Rp. 30.525.000,00

dilaksanakan dengan sistem penunjukkan langsung terhadap 1 (satu) penyedia

barangljasa dengan cara melakuksn negosiasi baik teknis maupun biaya

sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat

dipertanggungjawabkan. Dimana kedua paket kegicia.an tersebut dengan nilai

kontrak kurang dari Rp. 50.000.000,00.Hal tersebut sesuai dengan Keputusan

Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintahyang menyatakan bahwa penunjukkan langsung dapat

dilaksanakan dalam hal pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum

Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) Sedangkan 4 (empat) paket kegiatan

lainnya dilaksanakan dengan sistem pelelangan umum yaitu metoda pemilihan

penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman

secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi. masing-

masing paket kegiatan tersebut adalah: (1) pembangunanlantai jemur Ill dengan

volume 1.500 M2 dengan nilai kontrak 82.378.000,00; (2) pembangunan lantai

jemur IV dengan volume 3.000 M dengan nilai kontrak 164.660.000,00; (3)

pembangunanscreen House (rumah lindung) dengan volume 4.700 M2 dengan

nilai kontrak 400.000.000,00; clan (4) pengadaan alat-alat mesin pertanian dan

penyediaan benih bermutu dengan nilai kontrak 644.399.000,00. yang

pelaksanaanmengacu pads K.eputusanPresiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang

Pedoman Pelaksan~an Pengadaan .Barang/Jasa Pemerintah. Hasil dari

pelaksanaan pembangunan yang dikerjakan oleh pihak ketiga dari dokumen

peneliti dapat diinterpretasikan bahwa pekerjaan yang dikontrakkan telah

dil<erjakansesuai dengan kontrak yang telah disepakati baik menyangkutjangka


176

waktu pelaksanaan dan dengan kualitas sesuai dengan Bestek dan

speslfikasinya serta tidak ada pekerjaan tambah kurang. Adapun sisa dana yang

tidak terserap yang merupakan selisih Pagu dengan kontrak tetap tersimpan

dalam rekening khusus OAK Non OR. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran dari

Departemen Keuangan Nomor: SE-05/PB/2005 tentang Tata Cara Penetapan

dan Penyaluran OAK Non DR TA. 2005.

Dari hasil penelitian jugs menunjukkan bahwa masyarakat hanya tertibat

dalam proses perencanaan yaitu pada saat penyusunan dan perumusan


kegiatan-kegiatan bidang pertanian dalam rangka untuk membuat usulan ke

pemerintah pusat. Sedangkan pada proses selanjutnya yaitu pada

pengalokasian dan implementasi kegiatan dilapangan tidak melibatkan

masyarakat secara langsung. Bappeda selaku koordinator teknis dan Oiperta

selaku pelaksana teknis kegiatan OAK Non DR bidang pertanian belum

sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang

baik (good governance) khususnya transparansi, akuntabilitas publik dan

partisipasi. Dalam implementasi kegiatan bidang pertanian dilakukan dengan


'
pola kontraktual dengan pihak rekanan dan tidak/kurang melibatkan pihak-pihak

yang berkepentingan langsung dengan obyek kegiatan atau masyarakat sebagai

penerima manfaat dan penanggung resiko merupakan salah satu kelemahan

dalam suatu perencanaan meskipun Dinas Pertanian Tanaman Pangan selaku

dinas teknis pelaksana OAK Non DR bidang pertanian telah melaksanakan

kegiatan sesuai den9an prosedur yang t?erlaku. Sebagaimana disampaikan oleh

Tjokroamidjojo (1989:53) beberapa kelemahan perencanaan salah satunya

adalah kurangnya hubungan antara penyusunan rencana dan para penyusunnya

dengan pelaksanaan rencana dan para pelaksananya. Akan lebih baik apabila
177

dalam implementasi kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR melibatkan

masyarakat langsung dalam pelaksanaan dan pengawasannya agar kegiatan

pembangunan bidang pertanian dapat terselenggara secara efektif, efasien dan

mencegah teljadinya penyimpangan mencakup penyimpangan prosedur

penyelenggaraandan penyimpangan hasllnya.

4.2.5. Koordinaai Dalam Perencanaan Pembangunan Bk.tang Pertanlan


Melalui Dana Alokasl Khusus Non Dana Rebolsasl

Mekanisme perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui OAK

Non DR di Kabupaten Kediri merupakanperpaduan antara pendekatan top-down

dan bottom-up dalam prosesnyaakan melibatkanberbagai komponen atau unsur

yang ada baik masyarakat, pemerintah dan swasta dengan berbagai

kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda. Tingkat keterlibatan berbagai

komponen atau unsur yang ada terbagi ke dalam berbagai variasi fungsi dan

peranan. Variasi fungsi dan peranan tersebut menyebabkan perbedaan

kepentingan yang beragam pula. Dengan adanya perbedaan kepentingan untuk

mencapai tujuan bersama diperlukan adanya koordinasi. Sebagaimana

disampaikan oleh Tjokroamidjojo (1989:15) bahwa dalam penetapan tujuan dan

terutama dalam cara mencapai tujuan itu salah unsur penting daripada

perencanaan yang meminta perhatian adalah perlunya koordinasi. Koordinasi

dalam perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non DR

bersama dengan bidang-bidang lainnya difasilitasi oleh pemerintah mulai dari

tingkat pemerintahan desa dengan Musbangdes, pada tingkat kecamatan

dengan diskusi UDKP, dan pada tingkat kabupaten dengan Rakorbang dan

koordinasi pada tingkat propinsi maupun pusat diharapkan terjadi sinergi antara

berbagai kepentingan yang terlibat dan dilibatkan dalam perencanaan


178

pembangunan dan· dalam prosesnya dapat menyatupadukan fungsi dan peran

yang berbeda sehingga pelaksanaan perencanaan pembangunan menjadi

eftSien dan efektif. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh

Riyadi (2005:310) bahwa dipedukan adanya koordinasi dalam proses

pembangunan, sehingga diharapkan proses pembangunan dapat dilaksanakan

secara sinergis den hannonis antara komponen-komponen yang berbeda. lebih

lanjut disampaikan oleh Riyadi (2005:311) bahwa koordinasi sebagai alat untuk

menyatupadukan fungsi dan peran yang berbeda, agar terjalir. suatu kerjasama

yang balk. efektif, dan efisien sehingga tujuan bersama dapat tercapai. Sangat

jelas bahwa arti pentingnya koordinasi dalam proses perencanaan pembangunan

yang dalam prosesnya melibatkan banyak kepentingan yang berbeda sehingga

perencanaan pembangunan yang dilaksanakan bisa sinergis dan harmonis

antar berbagai kepentingan, dapat dilakukan secara efektif dan efisien sehingga

tujuan pembangunan dapat dicapai seoptimal mungkin.

Pelaksanaan koordinasi dalam proses perencanaan pembangunan

bidang pertanian melalui Oak Non DR di Kabupaten Kediri yang dilakukan

dengan melibatkan semua stakedo/ders di semua level pemerintahan mulai dari

tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten dengan suatu standar aturan atau

pedoman dan mekanisme/prosedur yang telah dibakukan sebelumnya dapat

dianalisis dan dinterpretasikan bahwa proses perencanaan pembangunan yang

dipraktekkan telah memenuhi aturan fonnal legal. Tapi sebenamya yang lebih

penting daripada tataran material yang l~bih menonjolkan suatu stander aturan

adalah proses perencanaan pembangunan harus dapat menyentuh pada tataran

moral, berarti bahwa proses yang dilaksanakan harus mampu mencerminkan

sekaligus memiliki dasar filosofis, mental dan moral dari segenap stakeholders
179

pembangunan, sehingga proses yang dHalui akan senantiasa diiringi dengan

semangat integritas yang befwawasan kebangsaan, jujur, adil, obyektif, yang

berorientasi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan

negara.
Koordinasi dalam proses perencanaan pembangunan bidang pertanian

yang dilakukan menunjukkan ketertibatan masyarakat disegala lapisan baik pada

pelaksanaan Musbangdes, diskusi UDKP, maupun Rakorbang. Keterfibatan

masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan menjadi


sangat penting karena sangat meuentukan kualitas dan legitimasi hasil

perencanaan pembangunan yang dilaksanakan. Sebagaimana dikemukakan

oleh Abe (2005:23) bahwa perencanaan dan proses perencanaan, khususnya

menyangkut siapa-siapa yang ter1ibat dan dilibatkan dalam proses tersebut

menjadi hal yang sangat penting sekaligus sebagai penentu kualitas dari

perencanaan yang disusun. Seja1an dengan hat tersebut disampaikan oleh

lslamy (2004:6) bahwa tewat partisipasi masyarakat maka mereka menjadi

semakin siap untuk menerima dan melaksanakan gagasan pembangunan.

Dengan berpartisipasi, mereka lebih dapat memahami makna pembangunan

secara lebih benar dan utuh sehingga mereka juga siap melaksanakannya.

Seluruh komponen masyarakat yang terlibat dan dilibatkan dalam proses

perencanaan pembangunan berposisi berdiri sama tinggi dan duduk sama

rendah atau memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya dalam

keterlibatannya sehingg~ proses yang dij~lankan tidah hanya ritual prosesi rutin

tahunan belaka tapi dapat mendorong keberhasilan pembangunan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Riyadi (2005:352) bahwa memberikan peluang

dan kesempatan yang sama kepada seluruh komponen masyarakat untuk ikut
180

berpartisipasi dalam proses pembangunan menjadi faktor lain yang dapat

mempengaruhi derajad keberhasilan pembangunan.

Perencanaan partispatif yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan

rakyat dan dalam prosesnya melibatkan rakyat di level desa/kelurahan adalah

melalui penyelenggaraan Musbangdes. Masyarakat mana dan siapa-siapa yang

akan tet1ibat dan dilibatkan dalam Musbangdes merupakan tahap awal yang

menentukan dalam keseluruhan proses perencanaan melalui Musbangdes.

Sebagaimana disampaikan oleh Abe (2005:94) bahwa melakukan identiftkasi

peserta adalah proses tahap awal yang han.is ditewati. Maksud dasar tahap ini

ada1ah adanya pengenalan yang lebih eeksama terhadap mereka yang ingin

dilibatkan daJam proses perencanaan. Oalam petaksanaan Musbangdes

masyarakat masih terlibat secara langsung dalam proses perencanaan mulai dari

kelompok tanl, PKK, tokoh masyarakat dan lain sebagainya akan berdampak
penting pada proses dan output perencanaan maupun pada masyarakat itu

sendiri. Sebagaimana disampaikan oleh Abe (2005:91) bahwa melibatkan

masyarakat secara langsung akan membawa tiga dampak penting yaitu: ( 1)

terhindar dari peluang teljadinya


-
manipulasi. Ketertibatan rakyat akan

memperjelas apa yang sebenamya dikehendaki masyarakat; (2) memberi nilai

tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka

yang tertibat akan semakin baik; dan (3) meningkatkan kesadaran dan

ketrampilan politik masyarakat.

Hasil keluaran. dari Musbangdes ~iusulkan ke kecamatan untuk dibahas

dalam diskusi UDKP. Pada pelaksanaan diskusi UDKP peserta dari unsur desa

terdiri dari Kepala Desai Lurah, LPMO, BPD hal tersebut dapat diinterpretasikan

bahwa masyarakat yang mungkin mengusulkan kegiatan pembangunan bidang


181

pertanian pada MUsbangdes sudah tidak tenibat atau dilibatkan lagi pada diskusi

UDKP atau keberadaannya sudah diwakili oleh unsur--unsur desa yang

mewakilinya sehingga keberhasilan dari usulan kegiatan pembangunan dari desa

tersebut akan sangat tergantung dari kepintaran berargumentasi dari unsur-

unsur yang mewakilinya.

Sinkronisasi atau pemcsduserasian antara usulan kegiatan dari jalur

masyarakat yang merupakan produk dari diskusi UDKP berupa Keputusan

Camat tentang Urutan Prioritas Usulan Kegiatan dengan usu1an kegiatan dari

jalur pemerintah berupa usulan kegiatan dari Oinas Pertanian Tanaman Pangan

dilaksanakan melalui forum Rakorbang dengan difasilitasi oleh Bappeda. Dari

hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pelaksanaan Rakorbang Kabupaten

Kediri dengan melibatkan stakeholders sekitar 200 orang/peserta sebagian besar

adalah merupakan unsur-unsur dari kecamatan yang mencapai jumlah peserta

terbanyak yaitu 100 orang (50%) dan peserta dari badan/dinas/kantorlbaglan

mencapal 45 orang atau hampir 25% dan dinas-dinas vertikal sebanyak 25

peserta (12,5%) atau dapat dikatakan bahwa peserta Rakorbang mayoritas

adalah aparatur pemerintah hampir mencapai 87,5%, sedangkan dari unsur desa

sudah tidak dilibatkan lagi dalam pelaksanaan Rakorbang. Keberhasilan usulan

kegiatan dari kecamatan akan sangat tergantung dari wakil-wakil kecamatan

yang ditunjuk karena pada pelaksanaan Rakorbang sudah tidak melibatkan

unsur desa lagi. Sehingga kesinambungan usulan kegiatan dari desa,

kecamatan, sampai masuk dalam d~r prioritas kegiatan kabupaten akan

sangat tergantung konsistensi wakil-wakil mereka yang dipilih.

Pelaksanaan kegiatan OAK Non DR di daerah yang meliputi beberapa

bidang yang terdiri dari: bidang pendidikan dengan dinas pelaksana adalah
182

Dinas Pendidikan; bidang kesehatan dengan dinas pefaksana adalah Dinas

Kesehatan, bidang kelautan clan perikanan dengan dinas pelaksana adalah

Dinas Kehewanan, bidang pertanian dengan dinas pelaksana adalah Dinas

Pertanian, bidang infrstruktur irigasi dengan dinas pelaksana adalah Dinas

Pengairan, bidang infrastruktur jalan dan air bersih dengan dinas pelaksana

adalah Oinas Kimpraswil. Dengan ·cidanya berbagai bidang pembangunan


dengan dinas pelaksana yang berbeda-beda serta dalaln proses pelaksanannya

melibatkan banyak instansi dengan fungsi dan peran yang berbeda dengan

kepentingannya sendhi-sendiri agar lebih efisien dan efektif diperlukan adanya


koordinasi. Sebagaimana disampaikan oleh Riyadi (2005:312) bahwa koordinasi

dalam pernbangunan sebagai suatu konsekuensi logis dari adanya aktivitas dan

kepentingan yang berbeda. Aktivitas dan kepentingan yang berbeda juga ·

membawa konsekuensi logis ·terhadap adanya tanggung jawab yang secara

fungsional berbeda pula.

Ttdak difasilitasinya koordinasi pada tingkat propinsi maupun nasional

sebagaimana koordinasi pada tlngkat desa, kecamatan, dan kabupaten.

Sehingga koordinasi yang dilakukan pada tingkat propinsi bersifat informal

sehingga koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Taman Pangan

Kabupate Kediri dengan Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur hanya konsultasi

dan koordinasi agar kegiatan OAK Non DR bisa sinergi dan tidak over/aping

dengan kegiatan yang bersumber dana lainnya.

4.2.6. Kendala-Ken(lala Dalam Proses Perencanan Pembangunan Bidang


Pertanian Melalui OAK Non DR

Dari hasil peneltian diindikasikan adanya kendala-kendala dalam proses

perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non


183

Dana Reboisasi. . Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

kebertlasilan suatu program perencanaan pembangunan daerah terdiri dari

faktor: (1) faktor lingkungan, baik eksternal maupun internal, yang dapat

mencakup bidang sosial, budaya, ekonomi. dan politik; (2) faktor sumber daya
manusia perencana, merupakan faktor utama yang menggerakkan pelaksanaan

perencanaan: (3) faktor sistem yang digunakan. meliputi aturan-aturan atau

kebijakan-kebijakan yang digunakan; (4) faktor peftcembangan ilmu dan

teknologi, merupakan faktor penting dan berperan S8ngat besar bagi upaya
pencapaiannya; (5) faktor pendanaan, merupakan faktor yang harus ada untuk

melakukan suatu kegiatan atau aktlvitas (Riyadi, 2005:15). Adapun faktor-faktor

yang menghambat dalam proses perencanaan pembangunan bidang pertanian

melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi dapat diuraikan sebagai .

berikut:

,Kendala-kendala yang dianggap menghambat dalam proses

perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi di Kabupaten Kediri antara lain sebagai berikut:


(1) Sistem pengalokasian
-
Dana Alokasi Khusus Non Dana reboisasi dari

Pemerintah Pusat ke Daerah kurang transparan perhitungannya sehingga

daerah kesulitan memperkirakan alokasi OAK Non DR yang akan diterima

yang akan berdampak pada kesulitan dalam perencanaannya.

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa sistem

pengalokasian OAK Non OR dari pusat kepada daerah sangat berbeda


\
dengan pengalokasian Dana Alokas( Umum(DAU), dimana pengalokasian

DAU dengan berdasarkan suatu formula yang sudah baku. Sedangkan

pengalokasian anggaran OAK Non DR dari pusat ke daerah masih


184

didominasi pusat bail< kegiatan maupun anggarannya sehingga usulan

kegiatan yang telah direncanakan sebefumnya befum tentu dapat

direalisasikan. Dalatn pengalokasian OAK Non DR sangat bergantung dari

kebijakan pusat. Sehingga daerah setiap tahun akan selalu timbul pertanyaan

kira-kira bidang apa saja yang dapat anggaran OAK Non DR dan masing-

masing bidang dapat anggaran berapa. Ketiadaan sistem yang baku dalam

pengalokasian OAK Non DR akan mempe1SUlit daerah dalam

memptediksikan besaran pendanaannya. Karena dalam suatu perencanaan

pembangunan faktor pendanaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh

dalam proses perencanaan pembangunan, faktor pendanaan pada dasamya

rnerupakan faktor yang sudah given. Artinya, hal itu memang harus ada untuk

melakukan suatu kegiatan atau aktivitas. Sebagaimana disampaikan oleh

Riyadi (2005:39) bahwa datam perencanaan pembangunan daerah harus

sudah dapat dipertaitungkan atau dipertimbangkan masalah pendanannya.

Mulai dari berapa jumlah yang dibutuhkan (anggaran), darimana sumber

pendanaannya, dan bagaimana sistem pengelolaannya. Ketidakpastian

alokasi anggaran akan mempersulit dalam perumusan perencanaan

kegiatan. Kegiatan-kegiatan apa saja yang akan diimplementasikan dan

berapa anggaran yang dibutuhkan akan menjadi tidak mudah.

(2) Petunjuk teknis yang kurang jelas dan kurang fleksibel padahal setiap daerah

mempunyai kondisi dan potensi yang berbeda sehingga sasarannya menjadi

kurang optimal. Dengan Tim Verifikasi.dari Kanwil XV DJPb Surabaya adalah

sumberdaya aparatur dalam bidang keuangan yang tentunya kurang

menguasai hal-hal teknis konstruksi sehingga menimbulkan interpretasi yang

berbeda.
185

Dalarn pembahasan datam pengalokasian kegiatan bidang pertanian

berpedoman pada petunjuk teknis bidang pertanian. Adanya petunjuk teknis

yang kurang jelas akan menghambat dalam proses penyelesaian dokumen

(RD, RAB, Gambar Desain dan lain-lain) karena setiap pembahas akan

mempunyai interpretasi yang berbeda-beda ter1ladap makna dan substansi

yang terkandung dalam petunjuk teknis epalagi tim pembahas dari Kanwil XV

DJPb Surabaya adalah sumberdaya aparatur dalam bidang keuangan yang

tentunya kurang menguasai hal-hal teknis dalam bidang pertanian serta

adanya petunjuk teknis yang kurang fleksibef akan mangakibatkan sasaran

pembangunan bidang pertanian di suatu daerah menjadi kurang optimal hal

ini tentu sangat dimungkinkan karena pada setiap daerah mempunyai kondisi

dan potensi yang berbeda sedangkan petunjuk teknis ber1aku di seluruh

kablkota di Indonesia.

(3) Sistem penerbitan Surat Penetapan Daftar Alokasi Dana Alokasi Khusus Non

Dana Reboisasi mencakup semua bidang sehingga keter1ambatan

pembahasan satu bidang alcan berakibat pada hambatan pada bidang yang
lain yang telah selesai pembahasannya.

Dalam penerbitan Surat Penetapan Daftar Alokasi Dana Alokasi

Khusus Non Dana Reboisasi (DA-OAK Non DR) yang dikeluarkan Kanwil XV

DJPb Surabaya atas nama Menteri Keuangan mencakup semua bidang

sehingga ketertambatan pembahasan satu bidang akan berakibat pada

hambatan pada bida~g yang lain yang telah selesai pembahasannya. Surat

Penetapan DA-OAK Non DR ini merupakan dasar dari daerah untuk

menindaklanjuti proses selanjutnya yaitu penganggaran dalam APBD

Kabupaten dan penyusunan OASK. Keterlambatan dalam penerbitan DA-


186

OAK Non DR mengakibatkan daerah tidak bisa mengimplementasikan

kegiatan bidang pertanian secepatnya. Sebagaimana disampaikan Kepala

Seksi Pasca Panen menyatakan bahwa akibat keterlambatan penerbitan DA-

DAK Non DR anggaran pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non OR


masuk dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) sehingga implementasi

kegiatan bidang pertanian baru dilaksanakan pada akhir tahun anggaran

sehingga manfaat pembangunan bidang pertanian tidak dapat dimanfaatkan

secepatnya.

(4) Befum adanya Jabatan Fungsionaf Perencana (JFP) pada Bappeda maupun

pada Oinas Pertanian Tanaman Pangan yang secara fungsional berkerja

secara khusus dibidang perencanaan pembangunan daerah dengan alokasi

anggaran tersendiri sehingga perencanaan pembangunan daerah dilakukan .

oleh sumber daya yang mempunyai jabatan struktural yang mempuyai

kewenangan dan anggaran sangat terbatas sehingga berdampak pada

output perencanaan yang kurang berkualitas.


Seorang perencana pembangunan harus mengetahui lima hal pokok:
.
pertama, pennasalahan-pennasalahan pembangunan; kedua, tujuan serta

sasaran rencana yang ingin dicapai: ketiga, kebijaksanaan dan cara untuk

mencapai tujuan dan sasaran rencana dengan melihat penggunaan sumber-

sumbemya dan pemilihan altematif-alternatifnya yang terbaik; keempat,

penterjamahan dalam program-program atau kegiatan-kegiatan usaha yang

konkrit; dan kelima, adalah jangka ~ktu pencapaian tujuan. Merujuk pada

apa yang disampaikan tersebut bahwa tersedianya sumber daya aparatur

perencana yang profesional dalam arti secara individu mempunyai

kemampuan yang tinggi dalam perencanaan dan diwadahi dalam suatu


187

institusi yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh

untuk melaksanakan kegiatan perencanaan serta bebas dari intervensi

manapun merupakan faktor yang sangat menentukan untuk berhasil

tidaknya kegiatan perencanaan pembangunan daerah. Dengan tersedianya

sumber daya aparatur perencana yang secam kualitas dan kuantitas tersedia

di daerah; '1naka kualitas perencanaan yang baik akan lebih memungkinkan

tercipta, sementara itu perencanaan yang balk juga lebih memungkinkan

untuk dapat diimplementasikan dalam program-program pembangunan.

Ketiadaan sumber daya aparatur perencana yang secara khusus diwadahi


dalam jabatan fungsional perencana pada Bappeda dan Dinas Pertanian

Tanaman Pangan akan sangat mempengaruhi dalam proses perencanaan

maupun output daripada perencanaan yang difakukan karena tugas aparatur

atau lembaga fungsional perencana tidaklah mudah. Setiap perencana

pembangunan daerah dituntut memiliki pengetahuan dan wawasan luas yang

jauh ke depan serta harus memiliki kemampuan yang bersifat multidisipliner

dan intersektoral. Sebagaimana disampaikan oleh Riyadi (2005:12) bahwa

institusi perencanaan tidak hanya bertindak sebagai penampung berbagai

usulan/rencana dari institusi teknis lainnya, melainkan harus mempu

bertindak sebagai motor penggerak yang dapat mengakomodir,

menganalisis, menjabarkan berbagai permasalahan dan kepentingan-

kepentingan yang berbeda menuju suatu konsensus bersama dalam wujud

rumusan hasil perencanaan pembangu.nan daerah. Berdasarkan argumentasi

tersebut di atas dapat penulis katakan bahwa ketiadaan sumberdaya

aparatur perencana di daerah akan sangat menghambat dalam proses

perencanaan pembangunan yang dilaksanakan.


188

Selanjutnya dalam rangka untuk meningkatkan kualit.as dan kuantitas

sumber daya aparatur perencanaan di daerah, pemerintah mefatui Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur Negara mengeluarkan Surat Keputusan

Nomor: 16/KEP/M.PAN/312001, tanggaf 19 Maret 2001, tentang Jabatan


Fungsional Perencana dan Anglea Kreditnya. Dengan difasilitasinya Jabatan

Fungsional t-tjrencana (JFP) di daerah diharapkan akan dapat menjadi motor

penggerak den motivator bagi aparatur perencana di daerah untuk

meningkatkan kemampuannya melalui pendidikan baik formal maupun non

fonnal, kegiatan-kegiatan perencanaan, dan pengembangan profesi.

Berdasarkan hasil lokakarya nasional tentang "Prospek Jabatan Fungsional

Sebagai Altematif Karir PNs· Kasus Jabatan Fungsional Perencana

dinyatakan bahwa cirk:iri profesi aparatur perencana adalah: (1) adanya

pengetahuan khusus yang dimiliki berkat pendidikan dan pelatihan, serta


pengalaman yang bertahun-tahun, (2) adanya kaidah dan standar moral yang
tinggi, (3) mengabdl kepada kepentingan masyarakat, (4) ada ijin khusus

untuk menjalankan profesinya, dan (5) kaum profesional biasanya bergabung

dalam organisasi profesi.

(5) Tingkat sumber daya yang ada di level bawah atau masyarakat desa masih

terbatas berakibat pada banyaknya usulan-usulan kegiatan yang

disampaikan oleh masyarakat berupa kegiatan fisik bahwa hal tersebut

mencenninkan keinginan dan bukan merupakan suatu yang seharusnya

dibutuhkan.

Biasanya masyarakat yang terlibat dalam proses perencanaan pada

level desa adalah masyarakat yang secara umum berpendidikan kurang

memadai. Sehingga kegiatan-kegiatan bidang pertanian yang diusulkan oleh


189

masyarakat -didominasi kegiatan-kegiatan fisik saja sedangkan kegiatan-

kegiatan non fisik lebih banyak merupakan inisiatif dari pemerintah (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan). Hal tersebut mencerminkan bahwa usulan-

usulan kegiatan dari masyarakat lebih merupakan keinginan-keinginan dan

bukan merupakan kebutuhan yang sebenamya yang berakibat usulan-usulan

dari masyarakat kurang diakomodir oleh pemerintah. Sebagaimana

disampaikan oleh Riyadi (2005:316) bahwa semestinya apa yang muncul dari

masyarakat tidal\ sekedar merupakan daftar keinginan, melainkan harus

merupakan dafter kebutuhan, agar pemerintah lebih mempematikan dan

memenuhinya. Oleh karena itu dalam penyusunan kegiatan yang

dilaksanakan secara partisipatif yang dilakukan masyarakat bersama-sama

dengan pemerintah, masyarakat harus diberi pemahaman agar usulan-

usulan yang diperjuangkan dalam forum musyawarah dan koordinasi

pembangunan yang difasifitasi pemerintah agar betul-betul terarah dan


sesuai dengan skala prioritas pembangunan dalarn bidang pertanian tidak

hanya sekedar keinginan semata yang lebih bersifat pemenuhan kebutuhan


fisik ..

(6) Terbatasnya anggaran pemerintah yang seharusnya dialokasikan untuk

kegiatan perencanaan dan dalam rangka untuk mengimplementasikan hasil-

hasil dari perencanaan.

Untuk menyusun sebuah hasil perencanaan yang baik dan lengkap

ada enam unsur pokok yang harus ~ijawab perencana pembangunan yaitu

tentang: (1) apa yang harus dikerjakan; (2) mengapa harus dikerjakan; (3)

dimana dikerjakan; (4) kapan akan dikerjakan; (5) siapa yang akan

mengerjakan; dan (6) bagaimana hal tersebut akan dikerjakan, untuk


190

mengidentifikasidan menjawab pertanyaan-pertanyaantersebut memerfukan

aktivitas..aktivitas yang membutuhkan biaya yang besar. Terbatasnya dana


dalam proses perencanaan akan menghambat aktivitas-aktivitas tersebut

yang berakibat kualitas hasil perencanaan menjadi kurang baik. Hal ini

sejalan yang disampaikan Riyadi (2005: 39) bahwa Perencanaan

Pembangunan Oaerah adafah kegiatan yang •mahaJ•. Oengan anggaran

yang terbatas disamping menghambat dalarn proses perencanaan juga

mengakibatkan hasil-hasil daripada perencanaan tidak semuanya dapat

dlimplementasikan pembangunannya, yang pads akhimya akan

mengakibatkan masyarakat menjadi kurang termotivasi dalam proses

perencanaan pembangunan karena mereka berpikir bahwa spa yang akan

mereka lakukan menjadi tidak berguna karena tidak pemah

diimplementasikan. Selanjutnya menurut Riyadi (2005:349) bahwa

kemampuan finansial memilikl peran penting untuk dapat merumuskan

perencanaan yang baik. Hasil perencanaan harus

dilaksanakan/diimplementasikan dan pada tahap pelaksanaan inilah

dukungan dana yang memadal sangat dibutuhkan.

(7) Tidak semua usulan kegiatan pembangunan bidang pertanian yang diajukan

daerah disetujui oleh pusat.

Dengan alasan keterbatasan kemampuan APBN sehingga tidak

semua usulan kegiatan pembangunanbidang pertanian melalui Dana Alokasi

Khusus Non Dan~ Reboisasi yang ~iajukan daerah disetujui oleh pusat,

dalam pengalokasian anggaran OAK Non DR dari pusat ke daerah masih

didominasi pusat baik kegiatan maupun anggarannya sehingga usulan

kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya belum tentu dapat


191

direalisasikan. Hal ini tentunya akan mengeoewakan yang telah

merencanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan yang

disampaikan oleh Kuncoro (2004:54) bahwa perencanaan Pembangunan

setelah . di\aksanakannya Otonomi Daerah dalam kenyataannya masih

banyak didominasi oleh pendekatan top-down, di mana pemerintah pusat

memainkan peran dalam menentukan alokasi anggaran untuk uaerah tanpa

banyak memperhatikan prioritas lokal.

4.2.7. Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu

1. Indra Soepaljanto (2005) tentang Proses Perencanaan Anggaran Proyek

Dekonsentrasi Propinsi Nusa Tenggara Barat (Suatu Studi atas Penyusunan

dan Pembahasan Proyek-Proyek Pertanian)

Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusunan kegiatan

proyek dekonsentrasi Dinas Pertanian Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

sangat memperhatikan potensi-potensi dan kebutuhan masyarakat petani.

Dalam pemrosesan alokasi anggaran adalah kewenangan Departemen

Pertanian dan Kantor Pusat Ditjen Anggaran telah didesentralisasikan kepada

Dinas Pertanian Propinsi NTB dan Kanwil XXI Ditjen Anggaran Mataram.

Dibandingkan dengan penelitian terdahulu, dalam penelitian ini

menunjukkan kesamaan bahwa perencanaan kegiatan bidang pertanian

melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri dalam prosesnya melibatkan

partisipasi masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah melalui forum

musyawarah dan koordinasi pembsnqunan. Dalam pengalokasian kegiatan

bidang pertanian mengacu kepada petunjuk teknis dari Departemen Pertanian

dan pedoman pengelolaan OAK Non DR dari Departemen Keuangan yang

otoritas pembahasannya telah dilimpahkan ke Kanwil XV DJPb Surabaya.


192

2. Kukuh Setiawan (2005) tentang Perencanaan Pembangunan Oaerah pada

Bidang Pertanian (Studi tentang Mekanisme dan koordinasi Perencanaan

Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo)

Hasit penelitian menunjukkan bahwa sistem perencanaan partisipatif


yang menggabungkan antara sistem tofHJown dan bottom-up planning.

Prosedur top-down planning dilaksanakan Pemerintah Kabupat~u Kulon

Progo dilakukan dengan pemberian batasan-batasan kepada masyarakat

terhadap perencanaan kegiatan pembangunan bidang pertanian sesuai

ciengan renstra daerah sedangkan prosedur bottom-up planning dilaksanakan

dengan mempertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat petani

serta memperhatikan kebutuhan masyarakat petani. Masyarakat petani

dilibatkan dalam proses perencanaan dalam rangka pembangunan dalam

bidang pertanian. Oalam pengalokasian anggaran pembangunan bidang

pertanian merupakan kewenangan daerah rnelalul APBD Kabupaten.

Oibandingkan dengan penelitian terdahulu, dalam penelitian ini

terdapat kesamaan dalam sistem perencanaan yang digunakan adalah

merupakan perpaduan antara top-down dan bottom-up planing. Sistem

perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan adanya

perpaduan atau sinkronisasi antara aspirasi masyarakat, daerah, propinsi dan

nasional. Daerah mempunyai kewenangan dalam perencanaan pembangunan

bidang pertanian sedangkan pusat berwenang dalam pengalokasian OAK Non

DR kepada daen;ih yang salah satunya untuk pembiayaan pembangunan

bidang pertanian.
193

3. Made Bimbo Made Suardika (2005) tentang Perencanaan Pembangunan

KetahananPangan di Propinsi Bali

Hasil penelitian mengungkapkanbahwa dalam proses perencanaan

memadukan antara top-down dan bottonHlp planning. Top-down pada

penentuan besamya anggaran yang dilakukan oleh pusat atau propinsi.

BottOOHJp planning dilakukan pada pengusulan rencana kegiatan dan

penentuan prioritas lokasi kegiatan yang dilakukan oleh kabupaten/kota yang

merupakan hasif dari musyawarahdan koordinasl pembangunan dari tingkat

desa, kecamatan sampai dengan tingkat kabupaten. Usulan rencana kegiatan

yang disampaikan ke tingkat propinsi merupakan akumulasi usulan dari

tingkat desa, kecamatan sampai dengan tingkat kabupaten. Sedangkan

mekanisme perencanaan tingkat propinsi melalui beberapa tahapan sebagai

berikut (1) proses perencanaan di tingkat dinas, (2) proses perencanaan di

tingkat pokja, (3) proses perencanaandi tingkat dewan.

Oibandingkandengan penelitianterdahulu, penelitian ini menunjukkan

adanya kesamaan, mekanisme perencanaan pembangunan bidang pertanian

melalui Oak Non DR di Kabupaten Kediri merupakan perpaduan antara top-

down dan bottom-up planning . Top-down planning yaitu dengan memberikan

arah kebijakan, program-program prioritas, batasan-batasan kegiatan,

penetapan alokasi dana. Sedangkan bottom-up planning dilakukan dengan

menjaring aspirasi lokal melalui keterlibatan masyarakat dari level

pemerintahan yang_ paling bawah dalam proses perencanaan pembangunan

dalam rangka penyusunan usulan kegiatan proritas. Yang hasilnya

merupakanbahan proposal/usulanyang disampaikan ke pusat.


194

4. Desril Tafria (2005) tentang Efektifltas Fungsi Bappeda Dalam Koordinasi

Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Padang di Era Otonomi Daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Padang dalam

melaksanakan perencanaan pembangunan daerah telah melaksanakan

fungsi-fungsi perencanaan pembangunan yang mengacu kepada

perencanaan partislpatif yang dalam prosesnya melibatkan kepentingan

masyarakat Oalam mencapai keserasian dan keterpaduan datam

melaksanakan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dilc:tkukan

koordinasi dengan dinas-dinas atau instansi terkait.

Dibandingkan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini

menunjukkan adanya kesarnaan bahwa dalam proses perencanaan

pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non DR di Kabupaten Kediri

dalam prosesnya melibatkan berbagai komponen atau unsur yang ada baik

masyarakat, pemerintah dan swasta dengan berbagai kepentingan dan tujuan


yang berbeda-beda. Untuk menyatupadukan fungsi dan peran yang berbeda

sehingga pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan secara partisipatif

menjadi efisien dan efektif pemerintah menfasilitasi koordinasi pembangunan

mulai dari tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Sehingga dapat terjadi

sinergi antara berbagai kepentingan yang terlibat.


195

Tabel 16
Perbandingan Penelitlan Terdahulu Dengan Penelitlan Saat lni

Peneliti, Tahun, Huff Penelitlan


No. Judul Keterangan
Terdahulu Saat lni
1 2 3 4 5

1. Indra Soepaljanto Penettian tentang Penelitian tentang Mendukung


(2005) tentang penyusunan kegiatan mekanisme
Proses proyek dekonsentrasi perencanaan kegiatan
Perencanaan Oinas Pertanian Propinsi bidang pertanian
Anggaran Proyek Nusa Tenggara Barat melalui OAK Non DR di
Oekonsentrasi (NTB) aangat Kabupaten Kediri
Propinsl Nuss mempefhatikan potensl- dalam proeesnya
Tenggana Barat potensi dan kebutuhan melibatkan partisipasi
(Suatu Studi atas masyarakat petani. masyarakat yang
Penyusunan dan difasilitasi oleh
Pembahasan pemerintah melalui
Proyek-Proyek forum musyawarah dan
Pertanian) koordinasi
pembangunan.

2. Kukuh Setiawan Penelltian tentang slstem Penelltian tentang Mendukung


(2005) tentang perencanaan partlsipatif sistem perencanaan
Perencanaan yang dilaksanakan bidang pertanian
Pembangunan dengan menggabungkan melalui Oak Non OR
Oaerah pada antara sistem top-down yan_g dlgunakan adalah
Bidang Pertanian dan bottom-up planning. merupakan perpaduan
(Studl tentang Prosedur top-down antara top-down dan
Mekanisme dan planning dlfaksanakan bottom-up planing.
koordinasi dengan pemberian diharapkan adanya
Perencanaan batasan-batasan kepada perpaduan atau
Pembangunan masyarakat terfladap sinkronisasi antara
Pertanian perencanaan kegiatan aspirasi masyarakat,
Tanaman agarsesuaidengan daerah, propinsi dan
Pangan di renstra daerah nasional. Oaerah
Kabupaten Kulon sedangkan prosedur mempunyai
Progo) bottom-up planning kewenangan dalam
dilaksanakan dengan perencanaan
mempertimbangkan pembangunan
potensi-potensi yang seclangkan yang
dimiliki masyarakat petani menentukan
serta memperhatikan pengalokasian dananya
kebutuhan masyarakat adalah pusat
petani.
196

3. Made Bimbo· Penelitian tentang proses Penelitlan tentang Mendukung


Made Suardika perencanaan dimana proses perencanaan
(2005) tentang sistem perencanaan OAK Non OR bidang
Perencanaan ketahanan pangan pertanlan dalam
Pembangunan merupakan perpaduan mendukung ketahanan
Ketahanan antara antara top.down pangan menunjukkan
Pangan di dan bottom-up planning. bahwa mekanisme
Propinsi Bali Usulan rencana kegiatan perencanaan
dlsampaikan ke tlngkat pembangunan yang
propinsi merupakan dilakukan merupakan
akumulasi usulan dari perpaduan antara top-
tingkat desa sampai down dan bottom-up
dengan tlngkat planning.
kabupaten.Sedangkan Hasil sinkronisasi
mekanisme perencanaan perencanaan
tingkat proplnst melalui pembangunan sebagai
beberapa tahapan bahan proposal/usulan
sebagai berikut: (1) ke pusat Karena pusat
proses perencanaan di yang menentukan
tingf<at dinas, (2) proses pengalokaslan OAK
perencanaan di tingkat Non OR ke daerah.
pokja, (3) proses
perencanaan di tingkat
dewan.

4. Oesril Tafria Penetitian tentang Penelitian tentang Mendukung


(2005) tentang koordinaai dalam koordinasldalam
Efektifitas Fungsi perencanaan proses perencanaan
Bappeda Oalam pembangunan daerah pembangunan bidang
Koordinasi telah melaksanakan pertanlan melalui OAK
Perencanaan fungsi-fungsi Non OR di Kabupaten
Pembangunan perencanaan Kediri dalam prosesnya
Daerah Kota pembangunan yang melibatkan bert>agai
Padang di Era mengacu kepada komponen atau unsur
Otonomi Daerah perencanaan partisipatif yang ada dengan
yang dalam prosesnya berbagai kepentingan
melibatkan kepentingan dan tujuan yang
masyarakat Dalam berbeda-beda. Untuk
mencapal keserasian dan menyatupadukan fungsi
keterpaduan dalam dan peran yang
melaksanakan berbeda sehingga
perencanaan petaksanaan
pembangunan yang pembangunan yang
berkelanjutan cfflakukan dilaksanakan secara
koordinasi dengan dinas- partislpatif menjadi
dinas atau instansi terkait efisien dan efektif
pemerintah
menfasilitasi koordinasi
oembanaunan.
BABV
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil peneltian tentang proses perencanaan

pembangunan bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana

Reboisasi di Kabupaten Kediri dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Mekanisme perencanaan pembangunan bidang pertanian metalui Dana

Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Kabupaten Kediri merupakan penggabungan antara pendekatan top-down

dan bottom-up planning. Perencanaan dengan pendekatan top-down yaitu

dengan memberikan arah kebijakan dan batasan-batasan agar usulan

kegiatan dari masyarakat tidak menyimpang dart program prioritas

pemarintah dalam bidang pertanian mengingat keterfibatan masyarakat

dalam proses perencanaan pembangunan akan banyak menimbulkan

keinginan yang tentu saja bukan merupakan kebutuhan masyarakat yang

sebenamya. Sedangkan perencanaan dengan pendekatan bottom-up

dilakukan dengan menjaring aspirasi lokal melalui keter1ibatan masyarakat

dalam proses perencanaan pembangunan melalui musyawarah dan

koordinasi pembangunan mulai dari level pemerintahan desa, kecamatan,

dan kabupaten dalam rangka penyusunanusulan kegiatan proritas. Dengan

penggabungan atau perpaduan dua pendekatan perencanaan sekaligus

diharapkan menghasilkan sinkronisasi antara usulan kegiatan dari jalur

masyarakat dengan usulan dari jalur pernerintah sehingga hasil-hasil


198

perencanaan yang diperoleh merupakan titik temu yang dapat disetujui oleh

kedua belah pihak baik pihak pemerintah dan masyarakat.

2. Mekanisme pengalokasian OAK Non OR kepada daerah bersifat selektif.


Diperuntukkan kepada daerah yang memang benar-benar membutuhkan

berdasal'kan proposaUusulan dari daerah ke pusat serta berdasal1can kriteria

umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kabupaten Kediri sebagai daerah

penerima bantuan OAK Non OR bidang pertanian tennasuk dalam kriteria

umum yaitu daerah dengan kemampuan keuangan yang rendah atau

dibawah rata-rata. Pengalokasian bantuan OAK Non OR kepada daerah

sangat bergantung dari kebijakan pusat baik menyangkut alokasi kegiatan

maupun besaran dananya dengan unsur subyektivitas yang tinggi. Dalam

pengalokasian OAK Non OR kepada daerah masih bemuansa top-down

daripada bottom-up planning-nya.

3. Mekanisn.e pengak>kasian kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR

lebih didominasi top-down yaitl.J berdasal'kan petunjuk teknis dari pusat

meskipun demikian pengalokasian kegiatan-kegiatan bidang pertanian

melafui OAK Non DR yang difaksanakan oleh daerah yaitu dengan mengisi

ruang-ruang yang telah disediakan oleh pusat dengan memilih alternatif-

alternatif prioritas kegiatan sesuai dengan proposal/usulan yang telah

disampaikan ke pusat sebelumnya atau berdasarkan program prioritas

daerah. sehingga kegiatan-kegiatan yang dialokasikan dari OAK Non DR

merupakan sinergi dari program daerah dan nasional. Dafam pefaksanaan

pengalokasian kegiatan bidang pertanian yang tertuang dalam Rencana

Definitif (RO) terlebih dahulu dilakukan verifikasi ke Kanwil XV DJPb

Surabaya selaku kepanjangan tangan dari Departemen Keuangan yang


199

diberi kewenangan pemerintah pusat. Pelimpahan kewenangan ini

diharapkan adanya perumusan kegiatan agar lebih aspiratif sesuai dengan

prioritas kebutuhan daerah masing-masing. Pelaksanaan verifikasi meliputi

jenis kegiatan, target/sasaran, volume dan lokasi kegiatan, penyediaan dana

pendamping, serta penilaian kelayakan pembiayaan berdasarkan standar

harga setempat. Dalam pelaksanaan verifikasi Tun dari Kanwil XV OJPb

mendekatkan diri pada perencanaan tipe teori proseduraJ yang rnana dalam

merumuskan kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam RD berdasar proseclur

atau aturan yang telah ditetapkan oleh pusat (petunjuk teknis) yang

menyangkut sasaran kegiatan dan anggarannya, Sedangkan daerah sebagai

pelaksana kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR mendekatkan

pada perencanaan tipe teori substantif yang lebih menekankan substansi

kegiatan pada sejauh mana kegiatan-kegiatan yang dipilih tersebut dapat

dimanfaatkan sebesar-besamya untuk kebutuhan rnasyarakat.

4. lmplementasi kegiatan OAK Non DR bidang pertanian dilaksanakan dengan

sistem kontraktual dengan pihak ketiga atau rekanan sebagai pelaksana

kegiatan fisik yang dinyatakan sebagai pemenang dalam proses tender dan

penunjukkan langsung yang mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 80

Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah. Tidak terlibatnya masyarakat dalam implementasi kegiatan fisik

dilapangan pada bidang pertanian merupakan salah satu kelernahan

perencanaan karena kurangnya hubungan antara penyusunan rencana dan

para penyusunnya dengan pelaksanaan rencana dan para pelaksananya

5. Dalam pelaksanaan koordinasi proses perencanaan pembangunan bidang

pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi di Kabupaten


200

Kediri yang difasilitasi pemerintah dalam prosesnya melibatkan berbagai

komponen atau oosur yang ada baik masyarakat, pemerintah dan swasta

dengan berbagai kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda. Untuk

menyatupadukan fungsi dan peran yang berbeda sehingga pelaksanaan

pembangunan yang dilaksanakan secara partisipatif menjadi efisien dan

.. efektif pemeri~h memfasilitasi koordinasi pembangunan mutai dari tingkat

desa melalui Musbangdes, tingkat kecamatan melalui diskusi UDKP, dan

tingkat kabupaten melalui Rakorbang sehingga dapat terjadi sinergi antara

berbagai kepentingan yang tertibat. Keterlibatan masyarakat dalam

pelaksanaannya terdapat kesenjangan/gap peran serta masyarakat dalam

partsipasi perencanaan pembangunan, partisipan pada tingkat desa sudah

tidak tertibat atau dilibatkan lagi datam proses perencanaan ditingkat

kecamatan. Begitu pula partisipan tingkat kecamatan tidak dilibatkan lagi

pada proses perencanaan ditingkat kabupaten. lni artinya bahwa keterlibatan

rnasyarakat dalam proses perencanaan pembangunan menggunakan sistem

perwakilan artinya tidak semua rnasyarakat terlibat langsung dalam semua

proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan. Sehingga

kesinambungan usulan kegiatan dari masyarakat akan sangat tergantung

dari konsistensi dari wakil-wakil mereka yang dipilih, mereka yang ditunjuk

harus mencenninkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Fasilitasi

koordinasi perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non

DR oleh pemerintah hanya sampai ditingkat kabupaten. Sedangkan

koordinasi ditingkat yang lebih tinggi yaitu di propinsi dan pusat hanya

bersifat informal antar dinas/departemen terkait.


201

6. Kendala-kendaladalam proses perencanaanpembangunan bidang pertanian

melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi adalah sebagai berikut:

(a) Sistem pengalokasian Dana Alokasi Khusus Non Dana reboisasi dari

PemerintahPusat ke Daerah kurang transparan pemitungannya; (b) Petunjuk

teknis yang kurang jelas dan kurang fleksibel; (c) Sistem penerbitan Surat

Penetapan Daftar Alokasi Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi (DA-

OAK Non DR) yang mencakup semua bldang; (d) Belum adanya Jabatan

Fungsional Perencana (JFP) pada Bappeda maupun pada Dinas Pertanian

Tanaman Pangan; (e) Tingkat sumber daya yang ada di level bawah atau

masyarakat masih terbatas; (f) Terbatasnya anggaran pemerintah yang

seharusnya dialokasikan untuk kegiatan perencanaan dan dalam rangka

untuk mengimplementasikanhasil-hasil dari perencanaan; (g) Tidak semua

usulan kegiatan pembangunan bidang pertanian yang ciiajukan daerah

disetujui oleh pusat

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dalam proses perencanaan pembangunan

bidang pertanian melalui Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi dapat

disampaikansaran-saransebagai berikut:

1. Hasil perencanaan partisipatif melalui perpaduan mekanisme top-down dan

bottom-up planning dalam bidang pertanian sebaiknya merupakan jawaban

tentang : 1) apa yang harus dikerjakan, 2) mengapa harus dikerjakan, 3)

dimana dikerjakan, 4) kapan akan dikerjakan, 5) siapa yang akan

mengerjakan, dan 6) bagaimana hal tersebut akan dikerjakan. Dengan

adanya penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut penentuan


202

temadap kegiatan apa yang paling prioritas pada bidang pertanian dapat

lebih obyektif dan transparan.

2. Mekanisme pengalokasian OAK Non OR dart pusat ke daerah agar dibuat


Jebih transparansi dalam sistem dan formula pemitungannya sehingga

daerah tidak kesulitan dalam memprediksikan anggaran yang seharusnya

diterima sehingga akan mempennudah dalam perumusan perencanaan

kegiatan. Meskipun OAK Non DR adalah bantuan dari pusat ke daerah tapi

yang harus diingat bahwa OAK Non DR adalah hak daerah yang harus

diterima sebagai konsekuensiadanya desentralisasi.

3. Dalam pengalokasiankegiatan bidang pertanian melalui OAK NON DR agar

lebih sesuai dengan potensi dan kondisi daerah, dalam penyusunan petunjuk

teknis dibuat lebih fleksibel dengan kebutuhan daerah. sehingga sasaran

kegiatandapat lebih tepat dengan manfaat yang lebih optimal.

4. Dalam implementasi kegiatan bidang pertanian melalui OAK Non DR agar

melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung temadap pelaksanaan

kegiatan fisik yang sedemana/mudahdilaksanakan,misalnya, pembangunan

lantai jemur atau dilaksanakan dengan pola partisipatif. Kecuali pengadaan

alat dan mesin pertaniantetap dengan pola konraktual dengan sistem lelang

terbuka.

5. Pelaksanaan koordinasi pembangunan yang difasilitasi pemerintah melalui

Musbangdes, diskusi UDKP, dan Rakorbang dalam pelaksaanaannya

melibatkan stakeholders pembangunan sesuai dengan tingkatan

pemerintahan.· Dalam pelaksanaan Rakorbang mayoritas peserta adalah

aparatur pemerintah, baik dari unsur kecamatan, dinas-dinas vertikal, dan

dinas/instansi terkait di kabupaten tanpa melibatkan masyarakat dari


203

tingkatan pemerintahan yang terendah yaitu desa. Untuk lebih menjamin

kesinambungan dan konsistensi usulan kegiatan dari unsur masyarakat yang

paling bawah disarankan agar dalam petaksanaan Rakorbang melibatkan

masyarakat desa sebagai pengawal dari aspirasi masyarakat atau usulan

masyarakat desa. Untuk lebih menjamin adanya sinegi dan sinkronisasi


antara program ousat, propinsi dan daerah agar fasilitasi koordinasi dalam

proses perencanaan pembangunan bidang pertanian melalui OAK Non DR

tidak hanya sampai ditingkat kabupaten tapi juga sampai ditingkat propinsi

dan pusat.

6. Sehubungan dengan kendala-kendala dalam proses perencanaan

pembangunan bidang pertanian metalui OAK Non DR disarankan hal-hal

sebagai berikut:

a. Adanya transparansl dalam sistem pengalokasian bantuan OAK Non DR

dari pusat ke daerah. Sistem pengalokasian OAK Non DR dari pusat ke

daerah agar dibuat dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.

b. Penyusunan petunjuk teknis dibuat lebih jelas sehingga perbedaan

penafsiran dapat diminimalisir sehingga proses verifikasi kegiatan bidang

pertanian akan lebih tepat dan cepat.

c. Dalam penerbitan Surat Penetapan Daftar Alokasi Dana Alokasi Khusus

Non Dana Reboisasi (DA-OAK Non DR) yang dikeluarkan Kanwil XV

DJPb Surabaya agar dibuat perbidang pembangunan.

d. Belum adanya jabatan fungsional perencana pada Bappeda maupun


. .
pada Dines Pertanian Tanaman Pangan membawa konsekuensi logis

pada kualitas hasil perencanaan. Maka untuk meningkatkan kualitas

sumberdaya aparatur perencana disarankan pada pejabat struktural atau


204

staf dengan bidang tugas terkait dengan perencanaan pembangunan

daerah agar lebih intensif untuk diikutsertakan dalam program-program

perencanaan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang yang

diselenggarakan Bappenas misafnya, Oiklat Teknik Manajemen

Perencanaan Pembangunan Oaerah (TMPPD) maupun dengan

menempuh pen~idikan dengan kompetensi perencanaan pembangunan

daerah yang diselengarakan Bappenas dengan bekerjasama dengan

Perguruan Tinggi baik dalam maupun luar negeri. Oisamping itu agar

pejabat-pejabat struktural lebih tertarik pada Jabatan Fungsional

Perencana (JFP) sebagai altematif karir PNS disarankan adanya

kemudahandalam menempuhangka kredit dengan sistem yang jelas dan

baku serta adanya insentif yang menarik yang tidak kalah dengan

tunjanganjabatan struktural.

e. Agar usulan-usulankegiatan dari masyarakat benar-benar sesuai dengan

prioritas kebutuhannya dan tidak sekedar merupakan daftar keinginan-

keinginan (shaping list}, Dinas Pertanian Tanaman Pangan sebagai

leading sector pembangunan bidang pertanian dengan bekerjasama

dengan Bappeda yang berwenang dalam perencanaan pembangunan

daerah agar lebih intensif melakukansosialisasi kepada masyarakat luas

agar masyarakat mampu mengindentifikasiprioritas kebutuhannya yang

terpadu dengan program-programprioritas daerah yang tertuang dalam

rencana stragegis daerah dalam bidang pertanian.


DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daereh Partisipatif. Pembaruan Yogyakarta.


Anwar, ldochi, dkk, 1982. Sistem lnformasi Manajemen dan Perencanaan
Pembangunan Pendidikan. Angkasa. Bandung.
Arifin, Bustanul, 2004. Anslisis Ekonomi Pertanian Indonesia, Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
-----• 2005. Pembangunan Pertanian, PT. Gramedia Widiasarana.
Jakarta.
Arikunto, Suharsini, 1998. Prosedur Penelitian SUatu Pendekatan Praktek.
PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Aziz, Abdul, 2003. Menyusun Rancangan Penelitian Kuelitatif. Burhan Bungin
(ed). Analisis Data Penelitlan Kualitatif. Pemahaman Filosofis
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Banoewidjojo, Moeljadi, 1983. Pembangunan Pertanian. Surabaya : Openi
Malang dan Usaha Nasional Surabaya.
Bappeda Kabupaten Kediri, 2004. Kabupaten Dalam Angka 2004. Kediri
Bungin, Burhan (ed), 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman
Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Conyers, Diana. 1992. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Diterjemahkan oleh
Susetiawan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Faludi, Andreas, 1973. Planning Theory. Pergamon International Library of
Science, Technology, Enginering & Social Studies. Oxford.
FAO, 1993. Rice In human Nutrition. Food and Nutrition Series. FAO, Rome.
Hamidi, 2004. Metode Pene/itian Kualitatif. UMM Press. Malang.
Hidayat, Syarif, 2004. Desentralisasi di Indonesia : Tinjauan Literatur. Hidayat,
Syarif (ed), 2004. Kegamangan Otonomi Daerah, Jakarta : Pustaka
Quantum.
lslamy, lrfan M., 1998. Agenda Kebijakan Reformasi Administrasi Negara. Pidato
Pengukuhan Guru Besar FIA-Unibraw. Malang.
-----, 2000. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi
Aksara. Jakarta.
-----· 2001. Manajemen Sumber Daya Aparatur. Seri Monograf
Manajemen Publik. FIA-Unibraw. Malang.
-----· 2003. Dasar-dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik.
FIA-Unibraw. Malang.
----- , 2004. Membangun Masyarakat Partisipatif. Jumal Administrasi
Negara. Vol.IV. No. 2. FIA-Unibraw. Malang.
206

lslamy, lrfan M., at al., 2001. Metodologi Penelitisn Administrasi. Keljasama UM


Press dengan FIA-Unibraw. Malang.
Kartasasmita, Ginanjar, 1997: Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan
Administrasi. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar FIA, Unibraw
Malang.
Korten, 0., dan Syahrir, 1988. PembangunanBerdimensi Kerskyatan.: Yayasan
Obor. Jakarta.
Kumar, Arvind, 2001. Encyclopedia of Decentralised Planning And Local Seff
Governance.laXJni Shtl<.shan Sansthan, Lucknow & Anmol Publications
PVT.L TO. India.
Kunarjo, 2002. Perencsnaan dan Pengendalian Program Pembangunan.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Kuncoro. Mudrajat, 2003. Ekonomi Pembangunan:Teori,Massiah dan Kebijakan.
UPP AMP YKPN.Yogyakarta.
, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi,
PerencanaanStrategi dan Peluang. PT.Penerbit Erlangga. Jakarta.
Miles, Matthew B, dan A Michael Hubennan, 1992. Analisis Data Kualitatif.
Oiterjemahkan oleh Tjejep Rohendi Rohidi. UIP. Jakarta.
Moleong, Lexy J., 2004. MetodologiPenelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Muluk, M.R.K, 2003. Perkembangan Pemerintahan Daerah : PerbandinganAS
dan Indonesia. Jumal Administrasi Negara. Vol.Ill. No. 2. FIA-Unibraw.
Malang
Munandar, 1986. Budgeting, Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja
PengawasanKerja. BPFE.Yogyakarta.
Rasyid, M. Ryas. 1998. Kajian Awai Birokrasi pemerintahan dan Politik Orde
Baro. Yarsif Wataurpon. Jakarta.
Purba S. dan Las I, 2002. Regionalisasi Opsi Strategi Peningkatan Produksi
Beras. Makalah disampaikan pads Seminar IPTEK padi Pekan Padi
Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
Riyadi, dan Dedi Supriadi Bratakusumah, 2005. Perencanaan Pembangunan
Daerah. Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi
Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Robbin, Broadway, and Sandra Robert. 1994. The Reform of Fiscal System in
Developing and Emerging Market Economies". WPS-1259.The World
Bank Policy Research Department Public Economies Divison.
Silalahi, Ulbert, 2003. Studi Tentang J/mu Administrasi. Konsep, Teori dan
Dimensi. Sinar Baru Algenshindo. Bandung.
Soekartawi, 1990. Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan. Dengan Pokok
Bahasan Khusus Perencanaan Pembangunan Daerah. Rajawali Pers.
Jakarta.
207

Staveren, J.M., and 0.8.W.M Van Ousseldorp, 1980. Framework for Regional
Planning in Developing Countries. Nehtertand: International Institute for
Land Reclamation and Improvement.
Supriatna, Tjahya, 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Suradinata, Ennaya, 1998. Manajemen Pemerintahan dan otonomi Daerah.
Bandung Ramadhan. Bandung.
Suryono, Agus, 2001. Memahsmi Pendekatan Penelitian Kuantitaif dan
Penelitian Kualitatif. UM PRESS dengan FIA-Unibraw. Malang.
Suwarsono, dan Alvin Y. SO., 1999. Perubshan Sosial dan Pembangunan. Cet-
2. Pustaka LP3ES. Jakarta.
Syafrudin, Ateng, 1993. Perencanaan Administrasi Pembangunan Daerah.
Mandar Maju. Bandung.
Syahroni, 2002. Pengertian Dssar dan Generik Tentang Perencanaan
Pembangunan Daerah. Gemaan Technical Cooperation - Gtz. Jakarta.
Syamsi, lbnu, 1986. Pokok-pokok Kebijaksanaan Perencanaan, Pemograman
dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasioal dan Regional. CV
Rajawali. Jakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1989. Perencanaan Pembangunan. CV Haji Masagung.
Jakarta.
Tjokrowinoto, Moeljarto,1996. Teori Pembangunan. Diktat Kuliah untuk Program
Master of Public Administration Universltas Tujuh Betas Agustus 45 .
Surabaya.
Todaro, Michael P .• 1994. Economic Development. Longman Publishing. New
York.
----, 2000. Pembangunan Ekonorni di Dunia Ketiga. Edisi ketujuh.
Oiterjemahkan oleh Harl Munandar. Erlangga. Jakarta.
Wasistiono, Sadu, 2001. Esensi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
l;)aerah (Bungai Rampai). Alqaprint Jatinangor. Bandung.
Yasin; Mohammad, et al., 2004. Pengelolaan Pembangunan Berwawasan
Pemberdayaan, Jumal Admlnistrasi Negara. Vol.IV. No. 2. FIA-
Unibraw. Malang
Yusuf, Saifullah, dan Salim Fahruddin, 2000. Pergulatan Indonesia Membangun
Demokrasi. Pimpinan Pusat GP Ansor. Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan :
_____ .uu No.22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
_____ . UU No.25 tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Oaerah.
_____ .. UU No.25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
208

_____ . uu No.32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.


_____ .• UU No.33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat clan Pemerintah Daerah.
_____ .Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :
505/KMK.0212004 tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum
Pengelolaan Dana Alokasl Khusus Non Dana Reboisasi (OAK Non DR)
Tahun Anggaran 2005.
_____ P.eraturan Oaerah Kabupaten Kediri No. 17 tahun 2000 Tentang
SusunanOrganisasi dan Tata Kelja Badan-Badan Daerah .
_____ Peratunm Oaerah Kabupaten Kediri No. 16 Tahun 2000 Tentang ·
SusunanOrganisasidan Tata kerja Dinas-Dinas Daerah.

Anda mungkin juga menyukai