Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Etiologi

Anaplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Anaplasma sp yang


dapat bersifat akut dan kronis yang ditandai dengan adanya demam, anemia,ikterus
dan kekurusan tanpa hemoglobinuria.Hewan yang diserang oleh parasit ini adalah
sapi, kerbau, unta, babi, domba, kambing, anjing. anaplasmosis disebabkan oleh
Anaplasma marginale. Penyakit ini ditularkan melalui vektor caplak yaitu Boophilus
microplus yang tersebar luas daerah tropis dan sub tropis pada umumnya Anaplasma
marginale bersifat endemik.
Penyakit klinis pada sapi umumnya disebabkan oleh Anaplasma marginale,
sedangkan infeksi akibat A. centrale belum dilaporkan secara jelas. Anaplasma
marginale terdapat didalam sel darah merah, berbentuk bulat dan padat berwarna
merah cetah atau merah tua dengan diameter 0,1-1,0 µm. perbedaan antara A.
marginale dan A. centrale terletak pada lokasi anaplasma tersebut didalam sel darah
merah. Anaplasma marginal terletak dibagian tepi dari sel darah merah, sedangkan A.
centrale terletak dibagian tengah.
Taksonomi Anaplasma:
Filum: Protobacteri
Kelas : Alphaprotobacteria
Ordo : Rickettsiales
Famili : Anaplasmataceae
Genus : Anaplasma
4.2. Sinyalemen

Pada sapi yang diperiksa, sapi memiliki bulu coklat keemasan, berjenis
kelamin betina dengan umur kurang lebih 3 tahundan memiliki tanduk yang pendek
berwarna coklat.

4.3. Anamnesa

1. Pakan apa saja yang sudah diberikan pada sapi tersebut?

2. Bagaimana system perkandangan sapi yang diterapkan?

3. Bagaimana gejala awal yang terlihat pada sapi?

4. Obat apa saja yang sudah diberikan pada sapi?

4.4. Status present

Dimana terlihat gizi sapi itu normal karena diperoleh BCS sapi adalah 3,
kemudian teramati temperature sapi adalah jinak serta habitus sapi adalah
lordosis.Didapat juga frekuensi nafas dari sapi 32 kali/menit, didapat juga suhu tubuh
sapi 38,3 derjat celcius masih dalam rentang yang normal karena masih berada
diantara 37,8-39,2 derjat celcius. Untuk kulit dan bulunya bersih mengkilap tidak
terjadi allopesia pada sapi, dan untuk turgornya didapat 1 detik. Untuk selaput
lendirnya pada bagian mulut di dapat serous, konjungtiva mata agak anemis. Untuk
kelenjar limfa tidak terjadi pembengkakakan, dan aalat pernafasannya juga didapat
normal karena tidak terjadi kelainan, untuk CTR didapat 2 berarti masih dalam
kondisi normal karena masih dalam rentang normal 2-3 detik, dan juga suara jantung
lup-dup. Untuk alat pencernaan tidak ada karies, ulser dan juga pada anusnya tidak
ada lesi, untuk konsistensi fasesnya yaitu 3 berarti tidak keras atau lembe. Untuk alat
perkencingan dan kelaminnya didapat normal karena tidak ada kelainan ataupun lesi.
Sedangkan untuk reflex saraf baik karena reflex mata, telinga berjalan dengan baik,
serta untuk anggota geraknya baik karena koordinasinya juga baik.
4.5. Gejala Klinis
Gejala klinis dari anaplasmosis tidak spesifik,sehingga diagnosis infeksi
tergantung dari konfirmasi laboratorium. Pengujian dengan metode konvensional
kurang sensitif untuk mendiagnosis infeksi A. marginale karena bentuk ricketsia yang
sangat kecil disamping juga jumlah sedikit pada kasus kronis akan menghambat
diagnosisnya. Setelah sembuh dari infeksi pertama ternak akan menjadi karier secara
persisten dalam jangka waktu yang panjang atau bahkan seumur hidup. Deteksi pada
hewan karier sangat penting untuk epidemiologi penyakit karena berperan sebagai
reservoir bagi caplak dan berpotensi menyebarkan pada lokasi baru. Infeksi persisten
ditandai dengan siklus ricketsemia berulang dengan eritrosit terinfeksi antara 102,5-
107eritrosit/ml dapat terjadi setelah sembuh dari anaplasmosis akut.Periode kejadian
penyakit dibagi 4 tahap, meliputi tahap inkubasi, perkembangan, penyembuhan, dan
carrier. Masa inkubasi anaplasmosis adalah 6-38 hari dan tahap perkembangan terjadi
15-45 hari. Penyakit ini dapat bersifat per-akut, akut, sub-akut, dan kronis bergantung
pada umur dan imunitasnya.

a. Per- akut

Hewan yang menderita anaplasmosis per-akut akan mati setelah


beberapa jam menunjukkan gejala umum sakit. Hewan mengalami penurunan
kondidi dengan cepat, kehilangan nafsu makan, kehilangan koordinasi dan
sesak nafas. Temperatur hewan biasanya lebih dari 410C dan mukosa cepat menjadi
kuning.

b.Akut

mumnya hewan penderita anaplasmosis akut menunjukkan gejala


klinis umum antara lain kenaikan suhu 39,5-42,50C, ikterus, penurunan berat
badan, dehidrasi, konstipasi, dan gangguan pernafasan.
c. Sub-akut dan Kronis
Penyakit sub akut dan kronis terjadi kenaikan suhu selama beberapa hari
(4-10 hari) disusul dengan demam intermitten bahkan suhu tubuhnya mencapai
400C. disamping itu, terjadi anemia hebat, kondisi badan menurun, kadangkadang
nafsu makannya masih ada. Pada hewan bunting dapat terjadi keguguran.

4.6. Patogenesis

Tahapan infeksi anaplasmosis dibagi menjadi empat stadium yakni inkubasi,


perkembangan, persembuhan, dan karier. Stadium inkubasidimulai ketikaAnaplasma
sp. mulai menginfeksi sel darah hingga 1% dari seldarah total. Padastadium inkubasi
sel darah terlihat lisis tapi tidak menunjukkan gejala klinis. Stadium perkembangan
mulai menunjukkan gejala klinis akibat manifestasi gangguan sel darah merah, dan
hemoglobin yangmenurun serta meningkatnya level parasitemia.

Stadium persembuhan dan karier akan dialami hewan terinfeksi jika


dapatmelewati stadium inkubasi dan perkembangan. Pada stadium persembuhan
jumlah sel darah merah, dan hemoglobin kembali ke rentang normal, akan tetapi
hewantersebut bisa menjadi karier dan menjadi sumber Anaplasmosis bagi
hewandomestik sehat lainnya.Agen masuk melalui gigitan caplak terinfeksi pada
tubuhinang, kemudian masuk kedalam eritrosit melalui proses endositosis, dan terjadi
pembelahan biner. Hasil pembelahan dikeluarkan melalui permukaan sel dan bersifat
menular pada eritrosit lainnya. Seluruhstadium perkembangan caplak memiliki
potensi menyebarkan Anaplasma sp.

Patogenitas Anaplasmosis sangat bervariasi tergantung pada umur. Anak sapi


mengalami infeksi ringan dengan sedikit kematian atau tidak sama sekali. Pada ternak
dewasa penyakit yang dialami sangat hebat, angka kematian mencapai 20-50% dan
semua ternak dapat terkena paradit ini.
4.7. Diagnosa

Diagnosis anaplasmosis pada sapi secara umum dilakukan dengan


menggunakan ulas darah tipis dengan pewarnaan Giemsa dilakukan untuk mendeteksi
A. marginale dari hewan yang terinfeksi secara klinis pada fase akut. Metode ini tidak
mampu mendeteksi jika tingkat ricketsemia rendah,yaitu jika tidak tampak gejala
klinis, kasus kronis atau hewan karier.

Diagnosis secara serologis seperti enzyme linked immunosorbent assay


(ELISA) kurang sensitif untuk mendeteksi jumlah parasit yang rendah. Hal ini
mempunyai implikasi yang sangat penting untuk kontrol penyakit karena akan sangat
riskan jika ternak negatif palsu ditransportasikan ke daerah non endemis.

Secara molekular, identifikasi parasit darah dapat dilakukan dengan


Polimerase Chain Reaction (PCR) dengan berbagai macam penanda molekular yang
spesifik.Selama ini, tehnik PCR yang banyak dilakukan masih bersifat konvensional,
yaitu satu reaksi PCR untuk mendeteksi satu jenis penyakit. Namun, kondisi di
lapang menunjukkan bahwa beberapa ternak berpotensi untuk terinfeksi oleh lebih
dari satu jenis parasit darah . Teknik PCR digunakan untuk mendeteksi infeksi
dengan jumlah parasit yang rendah dan membedakan spesies Anaplasma.

4.8. Diferensial Diagnosa


Anaplasmosis per-akut atau mirip dengan penyakit anthraks, pneumonia,
keracunan, gangguan pencernaan akut, sampar sapi dan pasteurellosis. Apabila
anemianya menonjol, maka penyakit ini harus dibedakan dari leptospirosis dan
hemoglobinuria basiler akut. Adanya demam, anemiadan ikterus menyebabkan
penyakit ini sulit dibedakan dengan basesiosis dan trypanosomiasis.

4.9. Pengobatan
Pengobatan untuk hewan terserang penyakit anaplasmosis dilakukan dengan
menggunakan
diminazen aceturat. Pemberian diminazen aceturat dilakukan secara IM dengan dosis
5-10 mg/kg. Imidocarb 1-3 mg/kg secara IM juga dapat digunakan untuk obatan
babesiosis sapi. Pengobatan anaplasmosis akut dapat dilakukan dengan menggunakan
tetrasiklin 5-10 mg/kg secara IM atau IV, chlortetrasiklin 1,5 mg/kg secara PO, dan
juga imidocarb propionate dengan dosis 1,2-2,4 mg/kg secara SC). Selain itu
pemberian terramicin juga dapat digunaka untuk pengobatan hewan yang terserang
penyakit anapl. Efektiftas pengobatan sangat tergantung pada deteksi dini penyakit
ini.

4.10. Pencegahan

Sitem pemeliharaan ternak sangat berpengaruh terhadap dalam kejadian


penyakit parasite darah. Sitem pemeliharaan ternak ada tiga iaitu intensif yaitu
pemeliharaan ternak yang dikandangkan, ektensif yaitu ternak dilepas di padang
pengembalaan. Usaha pencegahannya yaitu sebelum kandang ditempati kandung
harus dibersihkan dengan baik supaya bebas dari bibit penyakit, serta harus rajin
memandikan ternak agar ternak menjadi bersih serta memelihara kebersihan pakan
ternak jika ia dengan sistem pemeliharaan intensif.

4.11. Klient Education

1. .Jangan memberikan pakan yang tidak bersih kepada ternak.

2. Selalu memperhatikan kebersihan dari kandang ternak.

3. Pisahkan sapi atau ternak yang terinfeksi karena penyebaran akan pada
suatu kawasan yang manajemen pemeliharaannya tidak dipisah antara
hewan positif anaplasmosis dengan hewan sehat lainnya.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Anaplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Anaplasma sp yang


dapat bersifat akut dan kronis yang ditandai dengan adanya demam, anemia,ikterus
dan kekurusan tanpa hemoglobinuria.Hewan yang diserang oleh parasit ini adalah
sapi, kerbau, unta, babi, domba, kambing, anjing. anaplasmosis disebabkan oleh
Anaplasma marginale. Penyakit ini ditularkan melalui vektor caplak yaitu Boophilus
microplusyang tersebar luas daerah tropis dan sub tropis pada umumnya Anaplasma
marginale bersifat endemik.

Peneguhan diagnosis anaplasmosis dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan


parasitologis (ulas darah tipis) dan PCR. Tingginya kejadian anaplasmosis pada
ternak menunjukkan adanya stabilitas infestasi anaplasma di lapangan yang
perludiwaspadai untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian. Surveilans
terhadap anaplasmosis di lapang dengan kombinasi ulas darah dan PCR perlu
dilakukan untuk meminimalisir negative palsu mengingat hewan yang terinfestasi
jarang menimbulkan gejala klinis tetapi dapat berlaku sebagai reservoir yang
berpotensi menularkan penyakit ini dari satu daerah ke daerah yang lain

Anda mungkin juga menyukai