Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR FARMASI KLINIK

MATERI TEKNIK ASEPTIK

Disusun Oleh :

Kelompok : B2/3
Nama Anggota : Rema Renita Trisniani (P27241020165)
Rizky Arum Hikmahwati (P27241020167)
Roro Indah Anjani Dewi (P27241020168)
Sekar Puspita Ekasari (P27241020169)
Shinta Kartika K. (P27241020170)
Silvia Mega Kusuma Sari (P27241020171)
Hari/Jam Praktikum : Jum’at, 19 Agustus 2022 (Pukul 09.30-12.00)
Dosen Pembimbing : apt. Nur Atikah, M.Sc
apt. Muhammad Anugerah Alam Waris, M.Sc

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI DIII FARMASI
2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................................3
B. Tujuan.........................................................................................................................5
C. Manfaat.......................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................6
A. Teknik Aseptik............................................................................................................6
B. Laminar Air Flow (LAF)............................................................................................7
C. Persyaratan Umum Aseptik Dispensing......................................................................8
D. Bekerja dengan Teknik Aseptik................................................................................10
BAB III PROSEDUR KERJA.............................................................................................13
A. Alat............................................................................................................................13
B. Bahan.........................................................................................................................13
C. Cara Kerja.................................................................................................................13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................17
A. Hasil..........................................................................................................................17
B. Pembahasan...............................................................................................................18
C. Lembar Kegiatan Mahasiswa....................................................................................21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................24
A. Kesimpulan...............................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................25
LAMPIRAN.........................................................................................................................26

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laboratorium sangat dibutuhkan dalam hal masalah mikroorganisme
(Depkes, Pedoman Dasar Dispending Sediaan Steril, 2009). Keberhasilan dari
suatu eksperimen ataupun uji di suatu laboratorium selain metode yang
digunakan, tidak bisa terlepas dari sarana dan prasarana dan fasilitas alat
pendukung. Pendukung.Laminar air flow kabinet di laboratorium mikrobiologi
khususnya pada penanganan mikroorganisme memang sangat dibutuhkan
keberadaannya (Björndahl, 2010). Salah satu faktor yang menentukan di dalam
keberhasilan kita melakukan uji inokulasi adalah kualitas dari LAF Cabinet
terutama pada bahan lapisan filter HEPA (High efficiency particlate Air Filter)
yang digunakan sangat mempengaruhi tingkat kesterilan ruang LAF, tiupan aliran
udara dari blower juga tingkat kesterilan media, alat, juga kedisiplinan pengguna.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan
Republik Indonesia telah mengeluarkan Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan
Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril pada tahun 2009. Pedoman tersebut
memuat berbagai aspek yang harus diperhatikan dalam peracikan sedian steril, di
antaranya sumber daya manusia, fasilitas peracikan, teknik peracikan,
kompatibilitas, dan stabilitas sediaan racikan steril. Pedoman yang dapat
digunakan dalam peracikan sediaan steril di rumah sakit adalah United States
Pharmacopeia (USP) chapter 797 yang memuat berbagai persyaratan teknik
aseptis, tenaga peracik, level risiko, prosedur pencampuran, penyimpanan, hingga
kontrol kualitas.
Sterilisasi adalah proses membunuh semua mikroorganisme termasuk
spora bakteri pada benda yang telah didekontaminasi dengan tepat. Tujuan
sterilisasi yaitu untuk memusnahkan semua bentuk kehidupan mikroorganisme
patogen termasuk spora, yang mungkin telahada pada peralatan kedokteran dan
perawatan yang dipakai. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode
sterilisasi yaitu sifat bahan yang akan disterilkan ( A n s e l , 1 9 8 9 )
Teknik aseptis adalah usaha mempertahankan objek agar bebas dari
mikroorganisme. Asepsis terdiri dari 2 jenis diantaranya Asepsis medis teknik

3
bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme. Misalnya mencuci tangan, menggunakan cangkir untuk obat,
dan mengganti linentempat tidur. Asepsis yang kedua ialah asepsis bedah teknik
steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dari
suatu daerah. Instalasi Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap sediaan
obat dari pengadaan hingga distribusi ke pasien,ketepatan dosis, rute
pemberian,dan penjaminan mutu obat, terutama sediaan parenteral. Pencampuran
sediaan parenteral merupakan pencampuran obat yang menghasilkan produk baru
dengan proses pelarutan atau penambahan bahan lain yang dilakukan oleh
apoteker secara aseptis.
Laminar Air Flow merupakan kabinet pengaman untuk mencampur obat
agar tidak terhirup oleh operator. Alat ini digunakan untuk melakukan kegiatan
mulai dari persiapan bahan tanam, inokulasi atau penanaman dan pemindahan
tanaman dari satu tempat ke tempat lain dalam satu kultur (Depkes, 2007)
Sediaan parenteral merupakan sediaan obat steril dan diberikan langsung
ke jaringan tubuh atau ke aliran darah (Ansel, 1989). Berdasarkan volumenya,
sediaan parenteral dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sediaan parenteral
volume besar dan sediaan parenteral volume kecil (Swarbrick, 1992). Rute
penggunaan sediaanparenteral yang sering digunakan adalah rute intravena, rute
intramuscular, rute intradermal dan rute subkutan (Ansel, 1989). Sedangkan
sediaan intravena campuran adalah sediaan parenteral yang digunakan melalui
rute intravena dan terlebih dahulu dicampurkan sebelum penggunaannya. Sediaan
yang dicampurkan dapat berupa cairan elektrolit, nutrisi maupun obat (Swarbrick,
1992). Istilah intravena berarti menuju ke dalam pembuluh darah. Penggunaan
suntikan secara intravena sering digunakan karena dapat memberikan dosis obat
yang besar dan cepat.
Pelayanan pencampuran sediaan intravena membutuhkan dasar
pengetahuan yang luas, meliputi dasar-dasar terapi cairan dan elektrolit, stabilitas
dan ketercampuran obat, pengendalian lingkungan dan teknik penyiapan aseptik.
Apoteker adalah profesi yang diharapkan dapat memberikan pelayanan dalam
pencampuran sediaan intravena karena apoteker mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang yang dibutuhkan dalam penyediaan pelayanan sediaan intravena
campuran tersebut

4
(Holisko., 1965).
B. Tujuan
Melakukan teknik aseptic dalam bekerja menggunakan LAF

C. Manfaat
1. Agar mengetahui cara melakukan teknik aseptic yang baik dan benar
2. Agar mengetahui alat yang digunakan dalam teknik aseptic dalam LAF
3. Agar mengetahui jenis dan penyebab terjadinya kontaminasi pada media kultur

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teknik Aseptik
Teknik aseptik adalah usaha mempertahankan klien sedapat mungkin
bebas dari mikroorganisme, sedangkan menurut Hinchliff dalam Dwi Handayani
(2003), teknik aseptik adalah metode penjagaan yang digunakan dalam setiap
tindakan yang membawa resiko masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh
pasien. Teknik aseptik digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi, suplai
yang digunakan untuk pembedahan dan prosedur steril lain harus terbebas dari
semua mikroorganisme. Apapun yang menyentuh luka terbuka, luka dikulit,
memasuki rongga tubuh yang steril, atau menusuk kulit harus steril, untuk
mencegah masuknya mikroorganisme.
Ada dua macam jenis teknik aseptik yaitu teknik aseptik medis dan
aseptik bedah.
1. Aseptik media
Asepsis medis, dimana aseptis yang merujuk pada praktik pengurangan
jumlah mikroorganisme. Tujuannya adalah untuk mencegah infeksi ulang
pada klien dan mencegah atau mengurangi penyebaran mikroorganisme dari
satu orang (atau sumber) keorang lain. Asepsis medis (teknik bersih)
digunakan dalam perawatan semua klien.
2. Aseptik bedah
Aseptik bedah atau teknik steril digunakan untuk mempertahankan
sterilitas. Aseptik bedah berbeda dari aseptik medis karena aseptik bedah
menggunakan teknik steril. Penggunaan teknik steril yang efektif berarti
bahwa tidak ada organisme yang dibawa keklien. Semua mikroorganisme
dan spora dihancurkan sebelum mereka dapat memasuki tubuh.
Teknik steril (aseptik bedah) digunakan ketika memberikan obat
parenteral (diluar saluran pencernaan) dan melaksanakan prosedur bedah dan
prosedur lain, seperti kateterisasi urin. Dengan aseptik bedah, benda pertama
disterilisasi, dan kemudian dicegah agar tidak bersentuhan dengan setiap
benda nonsteril, benda steril menjadi terkontaminasi – benda steril tidak lagi
steril. Penggunaan perlengkapan steril dan/atau teknik steril, antara lain :

6
1. Perawatan kateter indwelling
2. Intervensi bedah dan prosedur invasif
3. Penggantian balutan steril
4. Pengangkatan jahitan dan staples
5. Pemberian obat parenteral
6. Fungsi vena
7. Penatalaksanaan IV

B. Laminar Air Flow (LAF)


Laminar Air Flow (LAF) adalah suatu alat untuk penyaringan dan petunjuk
aliran udara pada daerah produksi untuk sediaan-sediaan steril yang berguna dalam
menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 2005).
Prinsip kerja dari laminar air flow (LAF) adalah sebagai berikut :
1. Sebelum dioperasikan laminar air flow harus dinyalakan minimal 30 menit dan
harus dilakukan penyemprotan dengan alkohol agar alat dan ruang kerja tersebut
terjamin kesterilannya.
2. Pada saat melaksanakan pekerjaan, harus dinyalakan blower nya yang berfungsi
sebagai penghembus udara steril dan lampu TL sebagai penerang.
3. Agar laminar air flow dapat difungsikan setiap saat, pemeliharaan dan perawatan
alat harus selalu dilakukan.
Laminar Air Flow (LAF) merupakan alat laboratorium yang berfungsi
untuk mensterilkan dan meminimalisir kontaminasi dari mikroba. Bagian-bagian
LAF yaitu meliputi lampu UV (Ultra Violet), lampu neon, Filter High Efficiency
Particle Absorbent (HEPA), dan jarum penunjuk atau pengatur kekuatan
hembusan angin. HEPA filter berfungsi sebagai screen yang menyaring partikel
di udara dengan cara memaksa udarah tersebut melalui pori-pori mikroskopis,
sehingga memungkinkan LAF bekerja dengan efisien tingkat tinggi (Buchanan,
2010). LAF dirancang untuk melindungi operator, seluruh lingkungan
labolatorium dan material kerja dari penyebaran aerosol beracun dan infeksius.
Kegiatan labolatorium seperti inokulasi kultur sel, suspensi cairan dari senyawa
infeksius, homogenisasi, dan pengocokan material infeksius, sentrifugasi dari
cairan beracun, atau bekerja dengen hewan dapat menimbulkan aerosol beracun
(Suhardi, 2008).

7
Dalam penggunaannya pada pencampuran sediaan steril, LAF
diklasifikasikan menjadi 2 tipe:
1. Aliran udarah vertikal (vertical airflow)
Aliran udara langsung mengalir kebawah dan jauh dari petugas sehingga
memberikan lingkungan kerja yang lebih aman. menggunakan LAF vertikal.
(Buchanan, 2010).
2. Aliran udarah horizontal (horizontal airflow)
Aliran udara langsung menuju ke depan, sehingga petugas tidak terlindungi
dari partikel ataupun uap yang berasal dari ampul atau vial. Alat ini
digunakan untuk pencampuran obat steril non sitostatika (Buchanan, 2010).
Dalam penggunaan LAF, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:
a. LAFC harus dioperasikan selama 24 jam dan bila LAF dimatikan, maka
sebelumnya LAF harus 30 menit dinyalakan (atau ketentuan dari pabrik) →
sebelum LAF dibersihkan, desinfeksi dan pencampuran sediaan steril.
b. Sebelum menggunakan laminar air flow, hendaknya kita persiapkan terlebih
dahulu sekitar 2-3 jam sebelum digunakan dalam praktikum. Jika pengamatan
berupa mikroorganisme seperti bakteri, blower dimatikan setelah akan
digunakan. Namun jika pengamatan berupa kultur sel/jaringan, blower dapat
tetap dihidupkan
c. Daerah sekitar LAF harus dikosongkan untuk memudahkan proses
pembersihan minimal 30 cm.
d. LAF tidak boleh diletakan dekat pintu atau alat lainnya yang dapat
mengganggu aliran udara LAF.
e. Jika dalam satu ruangan ada lebih dari 1 LAF atur posisi agar tidak saling
mengganggu, lantai yang menjadi lokasi LAF harus kuat dan tidak mudah
rusak oleh cairan detergent pembersih LAF.
f. Mengikuti petunjuk spesifikasi dari manufacturer (Buchanan 2010).

C. Persyaratan Umum Aseptik Dispensing


Berdasarkan pada buku pedoman dasar dispensing sediaan steril (2009),
persyaratan umum untuk melakukan dispensing steril adalah sumber daya manusia,
ruangan dan peralatan.

8
1. Sumber Daya Manusia
a. Apoteker
Setiap apoteker yang melakukan persiapan/ peracikan sediaan steril harus
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
1) Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan
pengelolaan komponen sediaan steril termasuk prinsip teknik aseptis.
2) Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan
pencampuran sediaan steril. Apoteker yang melakukan pencampuran
sediaan steril sebaiknya selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.
b. Tenaga Kefarmasian (Asisten Apoteker, D3 Farmasi)
Tenaga Kefarmasian membantu Apoteker dalam melakukan pencampuran
sediaan steril. Petugas yang melakukan pencampuran sediaan steril harus
sehat dan khusus untuk penanganan sediaan sitostatika petugas tidak sedang
merencanakan kehamilan, tidak hamil maupun menyusui.
2. Ruangan dan Peralatan Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan
a. Ruangan
1) Tata letak ruang
2) Jenis ruangan Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus
dan terkontrol. Ruangan ini terdiri dari :
a) Ruang persiapan Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan
penyiapan alat kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan,
penghitungan dosis dan volume cairan).
b) Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian Sebelum masuk ke ruang
antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja dan
memakai alat pelindung diri (APD).
c) Ruang antara (Ante room) Petugas yang akan masuk ke ruang steril
melalui suatu ruang antara d) Ruang steril (Clean room) Ruangan
steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :
 Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari
350.000 partikel
 Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik
udara.

9
 Suhu 18 – 22°C
 Kelembaban 35 – 50%
 Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
 Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan
udara di luar ruangan.
 Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan
dan bahan obat sebelum dan sesudah dilakukan
pencampuran. Pass box ini terletak di antara ruang persiapan
dan ruang steril
b. Peralatan Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran
sediaan steril meliputi :
1) Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran
sediaan steril meliputi :
a) Baju pelindung
b) Sarung tangan
c) Kacamata pelindung
d) Masker disposible

D. Bekerja dengan Teknik Aseptik


Langkah-langkah percampuran sediaan steril secara aseptis adalah:
a. Petugas harus mencuci tangan sesuai SOP
b. Petugas harus menggunakan APD sesuai SOP
c. Masukkan semua bahan melalui Pass Box sesuai SOP
d. Proses pencampuran dilakukan di dalam LAF- BSC sesuai SOP
e. Petugas melepas APD setelah selesai kegiatan sesuai SOP

1. Kondisi khusus
Jika tidak ada fasilitas LAF – BSC untuk pencampuran sediaan steril maka perlu
diperhatikan hal – hal sebagai berikut:
1) Ruangan
a) Pilih ruang yang paling bersih, khusus untuk pengerjaan sediaan steril
saja.

10
b) Seluruh pintu dan jendela harus selalu tertutup.
c) Tidak ada bak cuci
d) Tidak ada rak atau papan tulis yang permanen
e) Lantai didesinfeksi setiap hari dengan menggunakan hypoclorite 100
ppm
f) Dinding mudah dibersihkan
g) Meja kerja harus jauh dari pintu
2) Cara kerja
a) Pakai Alat Pelindung Diri (APD)
b) Bersihkan meja kerja dengan benar (dengan aquadest kemudian alkohol
70%)
c) Tutup permukaan meja kerja dengan alas kemoterapi siapkan seluruh
peralatan
d) Seka seluruh alat kesehatan dan wadah obat sebelum digunakan dengan
alkohol 70%
e) Lakukan pencampuran secara aseptis
f) Seka seluruh alat kesehatan dan wadah obat sesudah digunakan dengan
alkohol 70%
g) Buang seluruh bahan yang terkontaminasi kedalam kantong tertutup
h) Bersihkan area kerja dengan mencuci dengan detergen dan bilas dengan
aquadest, ulangi 3 kali, terakhir bilas dengan alkohol
i) Buang seluruh kassa ke dalam kantong tertutup tempatkan ada kantong
buangan
j) Tanggalkan pakaian pelindung
2. Penyimpanan
Penyimpanan sediaan steril non sitostatika setelah dilakukan
pencampuran tergantung pada stabilitas masing masing obat. Kondisi khusus
penyimpanan:
a) Terlindung dari cahaya langsung, dengan menggunakan kertas
karbon/kantong plastik warna hitam atau aluminium foil.
b) Suhu penyimpanan 2 – 8°C disimpan di dalam lemari pendingin (bukan
freezer)
3. Distribusi

11
Proses distribusi dilakukan sesuai SOP. Pengiriman sedíaan steril yang
telah dilakukan pencampuran harus terjamin sterilitas dan stabilitasnya dengan
persyaratan:
a) Wadah
1) Tertutup rapat dan terlindung cahaya.
2) Untuk obat yang harus dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu,
ditempatkan dalam wadah yang mampu menjaga konsistensi suhunya.
b) Waktu Pengiriman
Prioritas pengiriman untuk obat obat yang waktu stabilitasnya pendek.
c) Rute pengiriman
Pengiriman sediaan sitostatika sebaiknya tidak melalui jalur umum/ramai
untuk menghindari terjadinya tumpahan obat yang akan membahayakan
petugas dan lingkungannya.
4. Penanganan Limbah
Limbah sediaan steril harus dimasukkan dalam wadah tertentu, khusus
penanganan limbah sediaan sitostatika dilakukan sesuai dengan SOP.

12
BAB III

PROSEDUR KERJA
A. Alat
1. Laminar air flow (LAF)
2. Kasa steril
3. Handscoon steril
4. Handscoon non-steril
B. Bahan
Alkohol 70%
C. Cara Kerja
1. Langkah dalam Melakukan Teknik aseptic
Tangan dicuci sesuai prosedur 6 langkah mencuci tangan

Alat pelindung diri (APD) harus digunakan

Semua bahan dilewatkan melalui Pass Box

Proses pencampuran dilakukan di dalam LAF

Alat pelindung diri (APD) dilepaskan setelah bekerja

2. Langkah Mencuci Tangan


Tangan dibasahi dengan air bersih

Sabun dituangkan pada tangan

Gosok telapak tangan yang satu ke telapak tangan lainnya

Gosok punggung tangan dan sela jari

Gosok telapak tangan dan sela jari dengan posisi saling bertautan

13
Gosok punggung jari ke telapak tangan dengan posisi saling
bertautan

Genggam dan basuh ibu jari dengan posisi memutar

Gosok bagian ujung jari telapak tangan agar bagian kuku terkena
sabun

Gosok tangan yang bersabun dengan air bersih mengalir

Keringkan tangan dengan lap sekali pakai/tissue

Bersihkan pemutar keran air dengan lap sekali pakai/tissue

3. Langkah Menggunakan APD


a. Langkah Menggunakan Handscoon Steril
Tangan dicuci

Perhiasan dilepaskan

Tangan diposisikan lebih tinggi dari pinggang

Kemasan sarung tangan steril dibuka. Dibuka dari bagian atas,
bawah, lalu samping

Bungkusan di dalam kemasan dikeluarkan, diletakkan di area
yang bersih, buka kea rah samping bungkusan tersebut dan
akan terlihat sarung tangan

Tangan yang dominan digunakan terlebih dahulu dimasukkan
ke dalam sarung tangan. Sarung tangan bagian dalam disentuh
oleh tangan yang tidak dominan untuk membantu memasukkan

14
sarung tangan ke tangan yang dominan.

Biarkan sarung tangan menggantung dengan posisi jemari
mengarah ke bawah. Pastikan tangan tidak berada di bawah
pinggang dan lebih tinggi dari dada untuk memastikannya
tetap steril. Setelah itu, masukkan tangan dominan ke sarung
tangan dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan
jari-jari
diregangkan

Masukkan jari tangan yang sudah dialasi sarung tangan ke
dalam lipatan bagian dalam sarung tangan kedua, lalu
angkat. Jaga posisi tangan kedua tetap lurus dengan telapak
tangan menghadap ke atas, lalu masukkan jemari ke sarung
tangan.
Setelah itu, tarik sarung tangan kedua agar menutupi tangan

Tahan posisi tangan yang sudah dimasukkan ke sarung tangan
agar tidak menyentuh telapak tangan atau pergelangan tangan
secara langsung

Setelah kedua sarung tangan sudah terpasang, Anda boleh
menyesuaikan posisinya

Gapai area di bawah lipatan pada masing-masing sarung tangan
untuk menariknya ke atas atau membuat penyesuaikan yang
diperlukan. Jangan menyentuh area di antara kulit dan lipatan
tersebut. Rapikan posisi kedua sarung tangan. Benda tersebut
harus terasa pas tanpa menghambat sirkulasi udara dan
membuat tangan terasa tidak nyaman

Catatan: kondisi steril seharusnya menggunakan double handscoon

15
4. Langkah Menggunakan LAF (Laminar Air Flow)
Laminar Air Flow dihubungkan dengan sumber listrik yang sesuai
(220 volt)

Dinyalakan blower dan lampu UV minimal 15 menit sebelum
digunakan

Dimatikan lampu UV

Dibuka pintu penutup LAF dan diletakkan secara horisontal di atas
meja

Dibersihkan permukaan LAF dengan Iso Propol Alkohol (IPA)
atau alkohol 70 %, bersihkan menggunakan lap yang tidak berserat
(kasa steril)

Dinding samping LAF dibersihkan dari atas ke bawah dengan
gerakan satu arah (one way overlapping swabbing technique)

Lantai permukaan kerja LAF dibersihkan dari belakang ke depan
dengan gerakan satu arah
Catatan: jangan menyemprotkan alkohol langsung ke arah HEPA
filter

Diseka semua bahan dan alat yang akan dimasukkan ke dalam
LAF dengan alkohol 70 %

Diletakkan bahan dan alat di dalam LAF sesuai tata letak (15 cm
dari tepi LAF)

Dibiarkan 5 menit untuk menghilangkan turbulensi udara

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Langkah Mencuci Tangan
No. Langkah-langkah Dilakukan
1 Tangan dibasahi dengan air bersih √
2 Sabun dituangkan pada tangan √
3 Gosok telapak tangan yang satu ke telapak √
tangan lainnya
4 Gosok punggung tangan dan sela jari √
5 Gosok telapak tangan dan sela jari dengan posisi √
saling bertautan
6 Gosok punggung jari ke telapak tangan dengan √
posisi saling bertautan
7 Genggam dan basuh ibu jari dengan posisi √
memutar
8 Gosok bagian ujung jari telapak tangan agar √
bagian kuku terkena sabun
9 Gosok tangan yang bersabun dengan air bersih √
mengalir
10 Keringkan tangan dengan lap sekali pakai/ tissue √
11 Bersihkan pemutar kran air dengan lap sekali √
pakai/ tissue
12 Memakai handscoon steril dengan prosedur yang √
sesuai

2. Langkah Pembersihan LAF


No. Langkah-langkah Dilakukan
1 Dinding samping LAF dari atas ke bawah √
dengan gerakan satu arah
2 Lantai permukaan kerja LAF dari belakang ke √
depan dengan gerakan satu arah

17
B. Pembahasan
Teknik aseptik adalah usaha mempertahankan klien sedapat mungkin
bebas dari mikroorganisme, sedangkan menurut Hinchliff dalam Dwi Handayani
(2003), teknik aseptik adalah metode penjagaan yang digunakan dalam setiap
tindakan yang membawa resiko masuknya mikroorganisme kedalam tubuh
pasien. Teknik aseptik digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi, suplai
yang digunakan untuk pembedahan dan prosedur steril lain harus terbebas dari
semua mikroorganisme. Apapun yang menyentuh luka terbuka, luka di kulit,
memasuki rongga tubuh yang steril, atau menusuk kulit harus steril, untuk
mencegah masuknya mikroorganisme.
Pada praktikum teknik aseptik kali ini dilakukan langkah mencuci tangan
dengan benar, memakai handscoon steril dengan benar, dan cara menggunakan
LAF (Laminar Air Flow). Secara umum, teknik aseptik dilakukan dengan
mencuci tangan terlebih dahulu. Hal pertama yang harus dilakukan dalam
mencuci tangan yaitu membasahi tangan dengan air bersih, kemudian
menuangkan sabun pada tangan secukupnya. Selanjutnya gosok telapak tangan
yang satu ke telapak tangan lainnya supaya bakteri yang ada pada kedua telapak
tangan dapat terbawa oleh sabun dan aliran air. Setelah itu, gosok punggung
tangan dan sela jari dilanjutkan dengan posisi saling bertautan. Hal ini bertujuan
untuk membersihkan bakteri yang terdapat pada sela-sela jari yang sebelumnya
tidak terjangkau. Selanjutnya gosok punggung jari ke telapak tangan dengan
posisi saling bertautan dan dilanjutkan dengan menggenggam serta membasuh
ibu jari dengan posisi memutar. Langkah berikutnya yaitu menggosok bagian
ujung jari telapak tangan agar bagian kuku dapat terkena sabun dan bakteri yang
ada pada kuku dapat hilang. Selanjutnya gosok tangan yang bersabun dengan air
bersih yang mengalir, hal ini bertujuan supaya bakteri dapat terbuang bersama
dengan sabun. Setelah itu, keringkan tangan menggunakan lap sekali pakai atau
tissue. Langkah terakhir ialah membersihkan pemutar kran air dengan
menggunakan lap sekali pakai/ tissue untuk menjaga kebersihan kran.
Menurut Occupatioonal Safety and Health Addministration (OSHA) alat
pelindung diri, didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari penyakit akibat kerja baik bersifatbiologis, radiasi, kimia, elektrik,

18
fisik, mekanik, dan lainnya. APD yang digunakan pada praktikum kali ini
ialah handscoon steril, jas laboratorium dan sendal laboratorium. Praktikum kali
ini, membahas mengenai cara menggunakan handscoon steril dengan baik dan
benar. Langkah pertama yang dilakukan yaitu setelah mencuci tangan dengan
bersih maka semua perhiasan dilepaskan untuk menghindari kontaminasi bakteri.
Selanjutnya posisikan tangan lebih tinggi dari pinggang agar sisa air setelah
mencuci tangan turun ke bagian lengan tangan. Buka kemasan sarung tangan
steril yaitu dimulai dengan membuka bagian atas, bawah, lalu samping.
Bungkusan di dalam kemasan dikeluarkan lalu diletakkan di area yang bersih,
buka ke arah samping bungkusan tersebut dan akan terlihat sarung tangan.
Tangan yang dominan digunakan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sarung
tangan, sarung tangan bagian dalam disentuh oleh tangan yang tidak dominan
untuk membantu memasukkan sarung tangan ke tangan yang dominan. Biarkan
sarung tangan menggantung dengan posisi jemari mengarah ke bawah dan
pastikan posisi tangan lebih tinggi dari pinggang supaya tetap steril. Setelah itu,
masukkan tangan dominan ke sarung tangan dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas dan jari-jari diregangkan. Selanjutnya masukkan jari tangan
yang sudah dialasi sarung tangan ke dalam lipatan bagian dalam dalam sarung
tangan kedua, lalu angkat. Jaga posisi tangan kedua tetap lurus dan telapak
tangan menghadap ke atas, lalu masukkan jemari ke sarung tangan. Setelah itu,
tarik sarung tangan kedua agar menutupi tangan. Tahan posisi tangan yang sudah
dimasukkan ke sarung tangan agar tidak menyentuh telapak tangan atau
pergelangan tangan secara langsung. Setelah kedua sarung tangan sudah
terpasang, sesuaikan posisinya. Gapai area di bawah lipatan pada masing-masing
sarung tangan untuk menariknya ke atas atau membuat penyesuaian yang
diperlukan. Jangan menyentuh area diantara kulit dan lipatan tersebut. Rapikan
posisi kedua sarung tangan dan posisikan senyaman mungkin. Setelah
menggunakan handscoon steril, usahakan untuk tidak menyentuh atau tersentuh
dengan apapun agar handscoon tetap steril.
Prosedur teknik aseptik dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) untuk
meminimalisir kontaminasi mikroorganisme dan mengurangi risiko paparan
terhadap petugas. Hal ini dapat terjadi karena LAF dilengkapi oleh sinau UV dan
HEPA filter yang efektif menyaring partikel dan mikroorganisme. Working zone

19
atau meja kerja pada LAF dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Clean Area
Clean area merupakan daerah dengan jarak 6 inch atau 15 cm pertama dari
HEPA filter. Clean area digunakan untuk menyimpan alat atau bahan yang
akan digunakan dan telah dibuka.
2. Working Area
Working area adalah bagian tengah meja LAF yang digunakan untuk
melakukan segala prosedur aseptik seperti pencampuran dan proses
membuka kemasan alat dan bahan.
3. Sterile Packed Area
Sterile packed area yaitu daerah dengan jarak 6 inch atau 15 cm pertama
dari bagian luar LAF. Sterile packed area digunakan untuk menyimpan alat
dan bahan yang belum dibuka dan meletakkan kantong buangan sampah
untuk bekas obat.
Pada praktikum teknik aseptik ini dilakukan juga langkah dalam
menggunakan LAF. Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu
menghubungkan LAF dengan sumber listrik yang sesuai, kemudian
menyalakan blower dan lampu UV minimal 15 menit sebelum digunakan. Jika
sudah, matikan lampu UV dan buka pintu kaca penutup LAF. Bersihkan
permukaan LAF dengan alkohol 70%, bersihkan menggunakan kasa steril.
Dinding samping LAF dibersihkan dari atas ke bawah dengan gerakan satu arah
menggunakan kassa steril yang sudah disemprotkan alkohon 70%. Lantai
permukaan kerja LAF dibersihkan dari belakang ke depan dengan gerakan satu
arah kemudian diseka semua alat dan bahan yang akan dimasukkan ke dalam
LAF dengan alkohol 70%. Selanjutnya semua alat dan bahan diletakkan di dalam
LAF sesuai dengan posisinya dan dibiarkan 5 menit untuk menghilangkan
turbulensi udara.
Teknik aseptik juga diterapkan pada praktikum selanjutnya, yaitu
praktikum handling cytotoxic dan praktikum Total Parenteral Nutrition (TPN).
Teknik aseptik harus diterapkan pada praktikum handling cytotoxic untuk
mencegah risiko kontaminasi pada personel yang terlibat dalam preparasi,
transportasi, penyimpanan, dan pemberian obat sitostatika. Serta dapat

20
melindungi petugas dan lingkungan dari keterpaparan obat kanker (Dr. Rusli,
2018). Teknik aseptik juga diterapkan pada praktikum Total Parenteral Nutrition
(TPN) untuk meminimalisir kontaminasi mikroorganisme dan mengurangi risiko
paparan terhadap petugas.

C. Lembar Kegiatan Mahasiswa


Menjawab pertanyaan dari artikel penelitian dengan judul “Kontaminasi
Intravena di Bangsal Perawatan Rumah Sakit” oleh Shinta Sari Dewi, Fita
Rahmawati, dan Sylvia Utami Tunjung Pratiwi.
1. Apakah akibat yang ditimbulkan bila sediaan campuran intravena
terkontaminasi bakteri selama persiapan dan injeksi ke pasien?
Pencampuran yang tidak steril memiliki dampak pada kesehatan seperti
infeksi nosokomial dimana merupakan masalah serius di rumah sakit baik di
negara maju maupun negara berkembang karena meningkatkan morbiditas
dan mortalitas bagi pasien yang terkontaminasi.

2. Apakah yang dimaksud dengan pencampuran intravena?


Pencampuran intravena adalah rangkaian perubahan bentuk obat dari kondisi
semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan bahan
lain yang dilakukan secara aseptik oleh apoteker di sarana pelayanan
kesehatan.

3. Apakah unit di rumah sakit yang seharusnya melakukan pencampuran


sediaan intravena?
Menurut Permenkes No.72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, dijelaskan bahwa salah satu tugas pelayanan
farmasi klinis adalah pencampuran sediaan steril. Pencampuran intravena
seharusnya dilakukan secara terpusat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dengan menggunakan ruang bersih yang dilengkapi dengan Laminar Air
Flow untuk menghindari kontaminasi dan infeksi nosokomial.

4. Apakah pelarut yang digunakan untuk injeksi tramadol 100 mg?

21
Pelarut yang digunakan untuk injeksi tramadol 100 mg adalah sodium klorida
0,9% 100 mL dan ringer asetat 500 mL.

5. Apakah pelarut yang digunakan untuk 40%?


Pelarut yang digunakan untuk 40% adalah Kalium klorida 0,3%,
sodium klorida 0,9%, air untuk injeksi 500 mL.

6. Apakah pelarut yang digunakan untuk fentanil 300 mcg?


Pelarut yang digunakan untuk fentanil 300 mcg adalah Ringer asetat 500 mL.

7. Bagaimana hasil uji sterilitas pada berbagai pencampuran sediaan intravena


pada penelitian tersebut?
Berdasarkan hasil uji sterilitas selama 14 hari dari 60 sediaan campuran
intravena, hasil pencampuran intravena yang disiapkan di bangsal perawatan
yang terkontaminasi bakteri dan tidak ada satupun (0%) kontaminasi yang
terjadi pada sediaan campuran intravena hasil pencampuran yang disiapkan di
ruang bersih.

8. Apakah bakteri yang mengkontaminasi penampuran sediaan intravena pada


penelitian ini?
Jenis bakteri yang mengkontaminasi pada penelitian tersebut adalah
Enterobacter cloacae dan Staphylococcus aureus yang terdeteksi pada satu
sampel sediaan campuran intravena.

9. Sebutkan 2 faktor penting dalam mengurangi kontaminan pencampuran


intravena!
Faktor penting dalam hal mengurangi kontaminasi pada pencampuran
intravena adalah mengurangi kontaminasi mikroba lingkungan tempat
pencampuran yang akan mengurangi potensi kontaminasi pada hasil akhir
pencampuran sediaan intravena itu sendiri. Faktor penting lainnya adalah
personil.

22
10. Bagaimana cara untuk mengurangi risiko kontaminan pada pencampuran
intravena?
Cara untuk mengurangi risiko infeksi terkait pencampuran intravena, yaitu
memperhatikan teknik aseptik seperti desinfeksi tangan personil dan wadah
obat, lama penggunaan dan kondisi penyimpanan.

23
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Teknik aseptik adalah metode penjagaan yang digunakan dalam setiap tindakan
yang membawa resiko masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh pasien.
2. Teknik aseptik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu teknik aseptik medis dan aseptik
bedah.
3. Teknik aseptik yang dilakukan pada praktikum ini adalah mencuci tangan dan
membersihkan LAF.
4. Kontaminasi dapat terjadi karena pengerjaan yang tidak sterile.

B. Saran
Sebaiknya tetap berhati-hati dalam melakukan praktikum untuk menghindari
sesuatu yang tidak diinginkan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisiyah Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Björndahl, L. M. (2010). A practical guide to basic laboratory andrology. Cambridge


University Press.

Depkes. (2007). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah


Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.

Depkes. (2008). Pedoman Praktikum Laboratorium Kesehatan. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Depkes. (2009). Pedoman Dasar Dispending Sediaan Steril. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Dr. Rusli, S. a. (2018). Farmasi Rumah Sakit Cetakan Pertama. Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes
RI.

Hinchliff. (1999). Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC.

L., H. d. (1965). A Pharmacy Centralized Intravenous Additive Service. Am. J. Hosp.


Pharm.

Swarbrick, J. &. (1992). Encylopedia of Pharmaceutical Technology. New York: Marcel


Dekker Inc.

25
LAMPIRAN

Proses Pembersihan LAF Proses Menggunakan Handscoon Steril

Proses Mencuci Tangan

26

Anda mungkin juga menyukai