Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL


“RUANG ASEPTIK DALAM PRODUKSI SEDIAAN STERIL”
Dosen Pengampu:
Rahmi Annisa, M.Farm., Apt.

Nama Kelompok 8:
1. Ainun Maghfiroh N. (16670003)
2. Dwi Puspita (16670008)
3. Muhamad Aminullah (16670012)

Kelas : Farmasi A

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 5
2.1 Teknik Aseptik dalam Proses Produksi Sediaan Steril .............................. 5
2.2 Konsep dan Metode Ventilasi Udara yang Menghasilkan Udara Bersih ... 7
2.3 Desain dan Konstruksi Clean Room ........................................................ 12
2.4 Personel Sebagai Sumber Kontaminasi ................................................... 16
2.5 Risk Analysis untuk Menentukan Program Monitoring Lingkungan ....... 17
2.6 Klasifikasi Udara Ruangan ...................................................................... 21
2.7 Cara Monitoring Kontaminasi Mikrobiologi di Udara Ruangan dan pada
Permukaan (Surface) ................................................................................ 23
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 28

2
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sediaan steril merupakan sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Dalam pembuatan sediaan steril diperlukan
teknik aseptik. Teknik aseptik sendiri merupakan cara penanganan bahan steril
dengan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran bakteri
hingga seminimum mungkin (Nurita, 2017). Pembuatan produk steril hendaklah
dilakukan di area bersih (clean room) dimana ruangan ini di desain khusus untuk
menghindari adanya kontaminasi mikroorganisme pada saat produksi sediaan
steril.
Ruang bersih adalah ruangan dengan keadaan terkontrol yang diperbolehkan
untuk digunakan sebagai ruang pembuatan sediaan obat steril. Kelas bersih, secara
umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu daerah putih (white area) atau kelas A,
B, C dan D; daerah abu (grey area) atau kelas E; dan daerah hitam (black area)
atau kelas F (BPOM RI, 2018). Semakin ke arah daerah putih, maka daerah
tersebut semakin terkontrol atau semakin tinggi tingkat kebersihannya. Produksi
sediaan steril dilakukan pada white area dimana dalam pembuatannya dilakukan
monitoring agar tidak terjadi kontaminasi. Selain itu, pada saat proses produksi
sediaan steril konsep dan metode ventilasi udara untuk menghasilkan udara bersih
juga diperhatikan.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dibuatlah makalah ini agar
mahasiswa selaku calon farmasis mengetahui tentang ruang aseptik dalam
produksi sediaan steril. Hal tersebut dikarenakan dalam memproduksi sediaan
steril ada beberapa ketentuan khusus, salah satunya ketentuan pada ruang
aseptiknya saat memproduksi sediaan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana teknik aseptik dalam proses produksi sediaan steril?
2. Apa saja konsep dan metode ventilasi udara yang menghasilkan udara
bersih?

3
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
3. Bagaimana desain dan konstruksi clean room?
4. Bagaimana teknik aseptik pada personal yang dianggap sebagai sumber
kontaminasi?
5. Apa saja risk analysis untuk menentukan program monitoring lingkungan?
6. Apa saja klasifikasi udara ruangan?
7. Bagaimana cara monitoring kontaminasi mikrobiologi di udara ruangan dan
pada permukaan (surface)?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui teknik aseptik dalam proses produksi sediaan steril.
2. Mengetahui konsep dan metode ventilasi udara yang menghasilkan udara
bersih.
3. Mengetahui desain dan konstruksi clean room.
4. Mengetahui teknik aseptik pada personal yang dianggap sebagai sumber
kontaminasi.
5. Mengetahui risk analysis untuk menentukan program monitoring
lingkungan.
6. Mengetahui klasifikasi udara ruangan.
7. Mengetahui cara monitoring kontaminasi mikrobiologi di udara dan pada
permukaan (surface).

4
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teknik Aseptik dalam Proses Produksi Sediaan Steril


Kata aseptik berasal dari bahasa Yunani dan dapat diturunkan menjadi dua
kata, yaitu “a” berarti tanpa dan “sepsis” berarti kontaminasi. Jadi, definisi dari
aseptis sendiri adalah bebas dari mikroorganisme baik yang bersifat patogen
maupun yang tidak. Sedangkan teknik aseptik sendiri adalah cara penanganan
bahan steril dengan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
cemaran bakteri hingga seminimum mungkin. Teknik aseptis digunakan apabila
bahan obat yang dipakai tidak memungkinkan untuk proses sterilisasi akhir.
Tujuan dari adanya teknik aseptik antara lain mencegah masuknya
mikroorganisme hidup dan bahan partikulat ke dalam produk selama persiapan,
proses dan uji sediaan steril (Nurita, 2017).
Kontaminan kemungkinan terbawa ke area aseptis dari alat kesehatan,
sediaan obat, atau petugas. Syarat kondisi aseptik antara lain: bahan awal yang
steril, alat-alat yang steril, wadah yang steril, lingkungan yang terkontrol, teknik
yang sesuai oleh personel yang terlatih. Teknik aspetik pada alat dan bahan
sendiri sama dengan teknik sterilisasi. Sterilisasi yang paling umum dilakukan
dapat berupa: sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang
pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak
akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Sterilisasi secara
kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan). Sterilisasi secara mekanik,
digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan
tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan atau filter
(Suriawiria, 2005).
Proses aseptis memiliki resiko kontaminasi yang lebih besar daripada
metode sterilisasi akhir, maka untuk menghilangkan kontaminasi selain bahan dan
peralatan juga ruang produksi harus bebas kontaminasi mikroorganisme. Untuk
mendapatkan ruang steril dapat dilakukan beberapa cara antara lain pemvakuman
dengan vacum cleaner, pengelapan permukaan dinding, fasilitas dan peralatan

5
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
dengan larutan antiseptik namun hasilnya belum maksimal karena masih
ditemukan pertumbuhan mikroba yang jumlahnya melebihi persyaratan 1-100
cfu/m3. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan metode fogging. Tujuan
dari teknik fogging adalah mematikan mikroorganisme baik jamur maupun
bakteri yang berada di udara maupun permukaan dalam ruang proses. (Hendarto
dkk., 2014).
Teknik aseptik tidak hanya dilakukan pada alat, bahan, maupun ruang saja
tetapi juga pada personil yang akan membuat sediaan steril. Cara aseptik pada
personil, meliputi cuci tangan dan memakai pakaian kerja yang steril. Deskripsi
pakaian kerja yang dipersyaratkan untuk tiap kelas sebagai berikut (BPOM RI,
2018):
- Kelas A/B: Penutup kepala hendaklah menutup seluruh rambut serta janggut
dan kumis; penutup kepala hendaklah diselipkan ke dalam leher baju; penutup
muka hendaklah dipakai untuk mencegah penyebaran percikan. Model terusan
atau model celana-baju, yang bagian pergelangan tangannya dapat diikat dan
memiliki leher tinggi, hendaklah dikenakan. Hendaklah dipakai sarung tangan
plastik atau karet steril yang bebas serbuk dan penutup kaki steril atau
didisinfeksi. Ujung celana hendaklah diselipkan ke dalam penutup kaki dan
ujung lengan baju diselipkan ke dalam sarung tangan. Pakaian pelindung ini
hendaklah tidak melepaskan serat atau bahan partikulat dan mampu menahan
partikel yang dilepaskan dari tubuh
- Kelas C: Rambut serta janggut dan kumis hendaklah ditutup. Pakaian model
terusan atau model celana-baju, yang bagian pergelangan tangannya dapat
diikat, memiliki leher tinggi dan sepatu atau penutup sepatu yang sesuai
hendaklah dikenakan. Pakaian kerja ini hendaklah tidak melepaskan serat atau
bahan partikulat
- Kelas D: Rambut dan janggut hendaklah ditutup. Pakaian pelindung reguler,
sepatu yang sesuai atau penutup sepatu hendaklah dikenakan. Perlu diambil
tindakan pencegahan yang sesuai untuk menghindarkan kontaminasi yang
berasal dari bagian luar area bersih

6
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
Gambar 1. Baju Steril White Area (Ayuhastuti, 2016)

2.2 Konsep dan Metode Ventilasi Udara yang Menghasilkan Udara Bersih
Sistem Tata Udara adalah suatu sistem yang mengondisikan lingkungan
melaui pengedalian suhu, Kelembapan nisbi, arah pergerakan udara dan mutu
udara termasuk pengendalian partikel dan pembuangan kontaminan yang ada di
udara. Sistem tata udara memegang peran penting dalam industri farmasi. Hal ini
antara lain disebabkan karena untuk memberikan perlindungan terhadap
lingkungan pembuatan produk, memastikan produksi obat yang bermutu,
memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi personil dan memberi
perlindungan pada lingkungan di mana terdapat bahan berbahaya melalui
pengaturan sistem pembuangan udara yang efektif dan aman dari bahan tersebut
(Saputra, 2018).
Desain Sistem Tata Udara memengaruhi tata letak ruang berkaitan dengan
hal seperti posisi ruang penyangga udara (airlock) dan pintu. Tata letak ruang
memberikan efek pada kaskade perbedaan tekanan udara ruangan dan
pengendalian kontaminasi silang. Pencegahan kontaminasi dan kontaminasi silang
merupakan suatu pertimbangan desain yang esensial dari sistem Tata Udara.
Mengingat aspek kritis ini, desain Sistem Tata Udara harus dipertimbangkan pada
tahap desain konsep industri farmasi (Saputra, 2018).

7
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
Tabel 1. Rekomendasi Sistem Tata udara Untuk Kelas Kebersihan

Konsep dan metode ventilasi udara yang menghasilkan udara bersih pada
produksi sediaan steril, yaitu:
1. HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning)/AHU (Air Handling Unit)
Sistem Tata Udara atau yang lebih sering dikenal dengan AHU (Air
handling Unit) atau HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning),
memegang peran penting dalam industri farmasi. Hal ini antara lain disebabkan
karena (Refiadi, 2015):
- Untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan pembuatan produk;
- Memastikan produksi obat yang bermutu;
- Memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi personil;
- Memberikan perlindungan pada Iingkungan di mana terdapat bahan
berbahaya melalui pengaturan sistem pembuangan udara yang efektif dan
aman dari bahan tersebut.
Masalah yang biasanya dikaitkan dengan desain Sistem Tata Udara adalah
pola alur personil, peralatan dan material; sistem produksi terbuka atau tertutup;
estimasi kegiatan pembuatan di setiap ruangan; tata letak ruang; finishing dan
kerapatan konstruksi ruangan; lokasi dan konstruksi pintu; strategi ruang
penyangga udara; strategi pembersihan dan penggantian pakaian; kebutuhan area

8
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
untuk peralatan sistem Tata udara dan jaringan saluran udara (ductwork); dan
lokasi untuk pemasokan udara, pengembalian udara dan pembuangan udara.
Parameter kritis dari tata udara yang dapat memengaruhi produk antara lain:
suhu, kelembaban, partikel udara (viabel dan non viabel), perbedaan tekanan
antar ruang dan pola aliran udara, volume alir udara dan pertukaran udara, serta
sistem filtrasi udara. Sedangkan pertimbangan dalam desain Sistem Tata Udara
antara lain: klasifikasi ruang, produk/bahan yang digunakan, dan jenis proses,
padat, cairan/semi padat atau steri. Proses terbuka atau tertutup Sistem Tata
Udara (AHU/HVAC), biasanya terdiri dari (Refiadi, 2015):
- Cooling coil atau evaporator;
- Static Pressure Fan atau Blower;
- Filter;
- Ducting;
- Dumper.

Gambar 2. AHU (Air Handling Unit) (Refiadi, 2015)

Mekanisme kerja sistem HVAC dengan AHU (Air Handling Unit) diawali
dengan masuknya udara luar (fresh air) dan udara hasil resirkulasi ruangan ke
dalam mixing chamber. Udara fresh air ditambahkan untuk mengurangi
kejenuhan udara. Udara kemudian disaring menggunaan pre filter G4 (efisiensi
35%- nilai efisiensi filter bisa dilihat di POPP jilid 1) untuk mengurangi jumlah
partikel. Udara kemudian didinginkan dengan pendinginan oleh evaporator. Fan
atau kipas digunakan untuk mengalirkan udara dari mixing chamber melewati
filter dan evaporator. Udara hasil pendinginan dialirkan melewati heater untuk

9
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
dipanaskan sesuai dengan kelembapan udara yang dibutuhkan oleh ruangan
kemudian didorong menuju medium filter F8 (efisiensi 75%) dan akan
mengalami penyaringan akhir oleh HEPA filter H13 (efisiensi 99,95%). Udara
keluar melalui outlet untuk selanjutnya didistribusikan melalui pipa-pipa
(ducting). Udara hasil penyaringan HEPA filter selanjutnya dijadikan udara
pasokan untuk ruangan produksi yang dikenal dengan nama supply air
(Ayuhastuti, 2016).
Kategori dasar untuk Sistem Tata Udara HVAC/AHU (Saputra, 2018):
1. Sistem udara segar 100% (sekali lewaf) /full fresh-air

Gambar 3. Sistem Udara Segar

Sistem ini menyuplai udara luar yang sudah diolah hingga memenuhi
persyaratan kondisi suatu ruang, kemudian diekstrak dan dibuang ke
atmosfer. Sistem ini biasanya digunakan pada fasilitas yang menangani
produk atau pelarut beracun untuk mencegah udara tercemar disirkulasikan
kembali.
2. Sistem resirkulasi

Gambar 4. Sistem Udara Resirkulasi

Resirkulasi harus tidak menyebabkan risiko kontaminasi atau


kontaminasi silang (termasuk uap dan bahan yang mudah menguap).
Kemungkinan penggunaan udara resirkulasi ini dapat diterima, bergantung
pada jenis kontaminan udara pada sistem udara balik. Hal ini dapat diterima

10
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
blla filtet HEPA dipasang pada aliran udara pasokan (atau aliran udara balik)
untuk menghilangkan kontaminan sehingga mencegah kontaminasi silang.
3. Sistem ekstraksi atau exhaust

Gambar 5. Sistem Udara Ekstraksi

Bila dimungkinkan, debu atau cemaran uap hendaklah dihilangkan dari


sumbernya. Titik tempat ekstraksi hendaklah sedekat mungkin dengan
sumber keluarnya debu. Dapat digunakan ventilasi setempat atau tudung
penangkap debu yang sesuai. Contoh aplikasi sistem adalah Area: Ruangan,
Glove boxes, atau Lemari yang dilengkapi dengan tudung buangan.
Berikut ini contoh aplikasi Sistem Tata Udara (HVAC/AHU) (Saputra,
2018):

Gambar 6. Contoh aplikasi Sistem Tata Udara di Industri Farmasi

11
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
2. LAF (Laminar Air Flow)
Laminar Air Flow merupakan alat yang dapat mengalirkan udara steril
secara terus-menerus melewati tempat kejadian, sehingga tempat untuk
melakukan implikasi akan terbebas dari debu, spora-spora, dan kotoran yang
tidak diinginkan untuk jatuh ke dalam medium. Secara umum untuk Laminar
Air Flow Cabinet ini bekerja dengan cara udara akan masuk dan dihisap oleh
blower udara yang hendak masuk, dengan mengalami proses disaring terlebih
dahulu dengan pre-filter dari bahan polyester, sehingga dapat mencegah
partikel lebih dari 0,5 mm masuk. Kemudian udara yang berasal dari ruangan
diambil menggunakan blower, kemudian melewati saringan pertama (pre-
filter), selanjutnya udara akan masuk ke dalam filter kedua yang berupa HEPA.
Karena adanya dua rangkap penyaringan yang selektif tersebut, sehingga tidak
terjadi kontaminasi pada udara.

Gambar 7. Laminar Air Flow

2.3 Desain dan Konstruksi Clean Room


Ruang bersih (clean rooms) didefinisikan sebagai ruangan yang dibangun
secara khusus, lingkungan yang mampu untuk dikendalikan secara tertutup. Dapat
mengendalikan jumlah partikel di udara yang bersikulasi dalam ruanga. Ruang
bersih mengontrol/mengendalikan temeperatur, kelembaban nisbi, tekanan udara,
sirkulasi udara, gerakan udara, getaran, kebisingan, dan pencahayaan. Partikel
yang dapat dikontrol termasuk jumlah partikel dan mikroba yang terkontaminasi
dan konsentrasi jumlah partikel dan penyebabnya (Saputra, 2018).
Ruang bersih (clean rooms) dapat dicapai dengan, pertama mensuplai udara
dengan jumlah yang sangat besar yang telah disaring dengan filter berefisiensi

12
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
tingkat tinggi. Udara dicairkan serta dihilangkan dari pertikel dan bakteri yang
tersebar didalam ruangan yang dikondisikan dengan menggunakan berbagai alat
pendukung pengkondisisan udara ruang bersih di dalam ruangan dan memberikan
tekanan yang diinginkan kedalam ruangan dan memastikan agar tidak ada udara
kotor yang dapat terdistribusi kedalam ruangan. Kedua, ruang bersih dibangun
dengan bahan-bahan yang tidak menghasilkan partikel dan dapat dengan mudah
dibersihkan (Saputra, 2018).
Sesuai definisi ISO 14644-1, clean room dirancang dan dipakai secara
khusus untuk mengendalikan dan mengurangi kontaminasi partikulat (1000 m ~
0,001 m) dengan mengontrol total environment (laju dan arah aliran udara,
tekanan, temperatur, kelembaban, dan penyaringan udara) secara ketat. Kendali
kontaminasi menjadi krusial dalam clean room. Karena itulah parameternya
berbeda dengan ruang AC biasa. Pada clean room, angka-angka ACH (air change
per hour), kecepatan udara, jenis alirflow, tekanan static, dan tekanan fannya lebih
diperhatikan (Refiadi, 2015).
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran
silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat. Menurut CPOB, ruangan steril dikategorikan ruang kelas I dan II atau
sering disebut white area, yang harus memenuhi syarat jumlah partikel dan
mikroba. Kelas I sebenarnya berada dalam ruangan kelas II, tetapi ruang kelas I
memiliki alat LAF (Laminar Air Flow), yaitu alat yang menjamin ruangan dalam
kondisi steril dan bias dipakai untuk pembuatan secara aseptik (Refiadi, 2015).

13
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
Gambar 8. Desain Ruang produksi Steril

Ruang bersih (clean rooms) mempunyai dua tipe koridor, yaitu Koridor
Bersih (Clean Coridor) dan Koridor Kotor (Dirty Coridor). Untuk sediaan kering
dan berdebu seperti tablet, kapsul keras, serbuk kering menggunakan tipe koridor
bersih dimana tekanan udara pada koridor lebih tinggi daripada ruangan. Ruangan
ini biasanya adalah ruang pelarutan, granulasi kering/basah, ruang pengayakan,
ruang pencampuran dan ruang cetak tablet. Dengan pengaturan tekanan
udara seperti ini pengotor akan terisolasi pada masing-masing ruangan. Pengotor
tidak sempat berpindah ke koridor otomatis tidak sempat pindah ke ruangan yang
lain. Selain itu, sediaan kering serbuk atau tablet sendiri merupakan media yang
buruk bagi bakteri untuk berkembang-biak karena mengandung sedikit sekali
kadar air. Ruang Proses Pembuatan Tablet, serbuk kering atau kapsul masuk ke

14
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
dalam kelas E, ruang kelas ini tidak diwajibkan untuk melakukan pemantauan
mikroba (Refiadi, 2015).
Sedangkan untuk Koridor Kotor dibuat untuk sediaan basah. Sediaan basah
(liquid, semisolid) merupakan media yang baik untuk bakteri tumbuh, oleh karena
itu menggunakan koridor kotor agar pengotor termasuk mikroba selalu keluar dari
ruangan. Apabila mikroba dijaga tetap pada ruangan seperti koridor bersih maka
mikroba akan mempunyai kesempatan yang tinggi untuk tumbuh kembang dan
akhirnya mencemari produk (Refiadi, 2015).

Gambar 9. Tipe Koridor pada Industri Farmasi

Arah pintu dalam ruangan bersih disesuaikan dengan arah aliran udaranya.
Udara mengalir dari tekanan tingi ke tekanan yang lebih rendah. Dengan cara ini
maka otomatis pintu akan terdorong udara sehingga selalu tertutup setelah dibuka.
Cara ini mengurangi risiko pindahnya pengotor. Untuk mengurangi akumulasi
debu dan memudahkan pembersihan hendaklah tidak ada bagian yang sukar
dibersihkan dan lis yang menonjol, rak, lemari serta peralatan hendaklah dalam
jumlahterbatas. Pintu hendaklah didesain untuk menghindarkan bagian
yang tersembunyi dan sukar dibersihkan; pintu sorong hendaklah dihindarkan
karena alasan tersebut (BPOM RI, 2018).

Gambar 10. Arah Pintu pada Industri Farmasi

15
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
2.4 Personel Sebagai Sumber Kontaminasi
Operator atau personel produksi dalam pembuatan sediaan steril merupakan
sumber kontaminan terbesar bagi produk, dengan demikian harus dikendalikan.
Salah satu pengendalian kontaminasi yang berasal dari personel adalah
penggunaan baju kerja yangtidak melepaskan partikel dari kulit maupun rambut
personel. Semakin tinggi tingkat kebersihan ruangan, maka semakin tinggi
perlindungan produk terhadap kontaminasi dari personel produksi, dengan
demikian tiap ruangan kelas bersih akan memiliki baju kerja dan perlengkapannya
yang berbeda-beda (BPOM RI, 2018).
Personil yang terlibat dalam pembuatan produk steril hendaklah
diinstruksikan untuk melaporkan semua kondisi kesehatan yang dapat
menyebabkan penyebaran cemaran yang tidak normal jumlah dan jenisnya;
pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan. Hanya personil dalam
jumlah terbatas yang diperlukan boleh berada di area bersih; hal ini penting
khususnya pada proses aseptis. Karena Peningkatan aktivitas pekerja berbanding
lurus dengan jumlah partikel (BPOM RI, 2018).
Tabel 2. Peningkatan aktivitas kerja berbanding lurus dengan jumlah partikel

Beberapa persyaratan personil memasuki area bersih antara lain (BPOM RI,
2018):
- Pakaian rumah dan pakaian kerja reguler hendaklah tidak dibawa masuk ke
dalam kamar ganti pakaian yang berhubungan dengan ruang ber-Kelas B dan C.
Untuk tiap personil yang bekerja di Kelas A/B, pakaian kerja steril hendaklah
disediakan untuk tiap sesi kerja.
- Sarung tangan hendaklah secara rutin didisinfeksi selama bekerja.
- Masker dan sarung tangan hendaklah diganti paling sedikit pada tiap sesi kerja.

16
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
- Penggantian dan pencucian hendaklah mengikuti prosedur tertulis yang didesain
untuk meminimalkan kontaminasi pada pakaian area bersih atau membawa
masuk kontaminan ke area bersih.
- Arloji, kosmetika dan perhiasan hendaklah tidak dipakai di area bersih.
- Personil yang memasuki area bersih atau area steril hendaklah mengganti dan
mengenakan pakaian khusus yang juga mencakup penutup kepala dan kaki.
Pakaian ini tidak boleh melepaskan serat atau bahan partikulat dan hendaklah
mampu menahan partikel yang dilepaskan oleh tubuh. Pakaian ini hendaklah
nyaman dipakai dan agak longgar untuk mengurangi gesekan. Pakaian ini hanya
boleh dipakai di area bersih atau area steril yang relevan.
Apabila personil memasuki white area harus melalui black area dan grey
area terlebih dahulu, skematik alur ruang ganti baju kerja untuk menuju ruang
pembuatan sediaan obat steril dapat dilihat pada gambar berikut (Refiadi, 2015):

Gambar 11. Skematik Ruang Ganti Baju Kerja

2.5 Risk Analysis untuk Menentukan Program Monitoring Lingkungan


Pengkajian risiko digunakan sebagai suatu proses untuk mengevaluasi
dampak sistem atau komponen terhadap mutu produk. Penilaian risiko dilakukan
dengan membagi sistem menjadi komponen-komponen dan mengevaluasi dampak
dari sistem atau komponen tersebut pada Parameter Proses Kritis (Critical
Process Parameters atau CPPs) yang diturunkan dari Atribut Mutu Kritis
(Critical Quality Attributes atau CQAs). Karena komponen yang ada dalam
sistem dapat secara signifikan berdampak pada kemampuan untuk menjaga CPPs
tetap dalam batas keberterimaan, penetapan batas sistem merupakan langkah yang

17
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
sangat penting bagi keberhasilan suatu pengkajian risiko. Risiko dan dampak
potensial suatu kegagalan sistem hendaklah dikaji oleh ahli tata udara dengan
mempertimbangkan semua modal kegagalan yang potensial, misal:
- Kegagalan aliran udara;
- Kegagalan filter (kehilangan pengendalian partikel udara atau kontaminasi
silang),
- Kegagalan pengendalian kelembaban; dan
- Kegagalan satu unit Penanganan Udara yang dapat menyebabkan gangguan pada
perbedaan tekanan yang dihasilkan oleh Unit Penanganan Udara yang lain.
Pemantauan lingkungan atau Environmental Monitoring
menggambarkan pengujian mikrobiologi yang dilakukan dengan tujuan
untuk mendeteksi perubahan pertumbuhan pada jumlah mikroba dan mikroflora
dalam ruang steril atau lingkungan yang terkontrol. Hasil yang diperoleh
memberikan informasi mengenai konstruksi fisik dari ruangan, kinerja
pemanasan, ventilasi, dan sistem HVAC, kebersihan personil, peralatan, dan
operasi pembersihan. Aplikasi penilaian risiko dalam praktek Environmental
Monitoring dengan memeriksa aspek-aspek utama berikut:
a. Penentuan frekuensi monitoring: menggunakan konsep penilaian risiko
untuk menentukan seberapa sering pemantauan pada jenis clean room
yang berbeda
b. Perangkat penilaian risiko: penggunaan perangkat penilaian risiko untuk
membentuk metode Environmental Monitoring
c. Pendekatan numerik: mempertimbangkan pendekatan numerik untuk
menilai data risiko menggunakan studi kasus dalam proses pengisian
secara aseptik

a. Penentuan Frekuensi Monitoring


Untuk mengembangkan program Environmental Monitoring
yang memadai, harus terdapat keseimbangan diantara penggunaan
sumber daya secara efisien dengan monitoring pada interval yang cukup
sering sehingga gambaran yang berarti dapat diperoleh. Pada saat
pembentukkan program pemantauan lingkungan, frekuensi monitoring pada

18
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
area kontrol yang berbeda dapat ditentukan berdasarkan faktor kritis yang
berhubungan dengan area spesifik. Faktor kritis Pembentukkan rencana kritis
yang menjadi dasar frekuensi monitoring dibuat untuk membidik
pemantauan tahapan kritis pada proses. Maka dari itu, poses formulasi akhir harus
mendapat pemantauan lebih dibandingkan dengan tahapan monitoring lebih awal
yang merupakan proses yang relatif tertutup.
Penggunaan faktor kritis merupakan makna dari penilaian
frekuensi monitoring berdasarkan penilaian risiko dari setiap area kritis.
Penilaian risiko berhubungan dengan dampak potensial produk yang berasal dari
berbagai risiko. Contohnya, daerah pemrosesan terbuka pada suhu lingkungan,
lamanya waktu paparan, dan ketersediaan air, dapat menimbulkan
tingginya risiko dan dapat meningkatkan tingkat risiko. Berbeda dari hal
tersebut, daerah dengan pemrosesan tertutup, pada area dingin, pada
hakikatnya dapat memberikan risiko yang lebih rendah.
Penggunaan rentang 1 – 6, dengan 1 menunjukkan skor sangat kritis dan 6
menunjukkan skor yang setidaknya kritis, skor 1 diberikan untuk
operasi pengisian aseptik; skor 2 pada formulasi akhir; skor 3 pada pemrosesan
secara terbuka, dan seterusnya. Contoh penggunaan frekuensi monitoring
ditunjukkan dalam tabel 1.
Tabel 1. frekuensi monitoring
Faktor Kritis Frekuensi Monitoring
1 Per hari atau per bets
2 Per minggu
3 Per 2 minggu
4 Per bulan
5 Per 3 bulan/triwulan
6 Per 6 bulan

Setiap area yang dipantau akan dievaluasi terhadap suatu


kriteria, dan dengan penggunaan satu seri panduan pertanyaan,
frekuensi monitoring dapat ditentukan. Kriteria keputusan termasuk

19
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
pertimbangan pada dua kategori area antara lain: area bobot yang lebih
tinggi dan frekuensi monitoring lebih tinggi.
 Bobot yang lebih tinggi diberikan pada:
- Aktivitas yang lebih kotor yang berbatasan dengan aktivitas
pembersiha
- Area dengan tingkat mobilitas personel yang tinggi (sebagai salah satu sumber
kontaminan mikroba), termasuk koridor dan ruang ganti
- Rute transfer
- Area tempat penerimaan barang
- Tempat beserta aktivitas preparasi komponen
- Durasi aktivitas (seperti tingkat kritis yang lebih rendah pada proses 30 menit
dibandingkan dengan 6 jam pemrosesan)
 Frekuensi monitoring yang lebih tinggi digunakan untuk:
- Area hangat yang berbeda dengan area dingin
- Area dengan air atau bak cuci yang berbeda dengan area kering
- Pemrosesan terbuka atau open plant assemby yang dibandingkan pada
pemrosesan sekitar yang terbuka sesaat atau pada pemrosesan
tertutup (dimana risiko pemaparan produk ditentukan)
- Formulasi akhir, pemurnian, pengemasan sekunder, pengisian produk, dan
lain-lain

b. Perangkat Penilaian Resiko


Ketika status suatu ruangan telah dipilih, prosedur penilaian risiko
diperlukan untuk menentukan lokasi monitoring lingkungan. Pendekatan
berbasis risiko termasuk FMEA, FTA, HACCP, dan sebagainya dapat
memberikan pendekatan nilai. Perangkat analsis tersebut hampir serupa karena
melibatkan:
- Pembuatan diagram kerja
- Penandaan area dengan risiko tertinggi
- Pengujian sumber kontaminan potensial
- Penentuan metode sampel yang paling sesuai
- Membantu pembuatan peringatan dan tingkat tindakan

20
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
Pendekatan penilaian risiko ini tidak hanya berfokus pada
pemilihan lokasi monitoring lingkungan, tetapi juga mengintegrasi sistem
monitoring lingkungan dengan peninjauan lengkap pada operasi dalam cleanroom
untuk menjamin fasilitas, operasi, dan praktiknya memuaskan.
Pemantauan risiko dapat membantu menentukan frekuensi, lokasi, dan
tingkat monitoring lingkungan.

c. Pendekatan Numerik
Komponen ketiga dari pendekatan penilaian risiko adalah untuk
mengevaluasi suatu risiko pada saat suatu aktivitas dilakukan. Setelah
itu dapat dipastikan keterulangan dan reprodusibilitasnya melalui
seperangkat parameter numerik. Pendekatan numerik berguna dalam penerapan
tingkat konsistensi antara satu keputusan dengan yang lainnya.

2.6 Klasifikasi Udara Ruangan


Area industri farmasi dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona
memiliki spesifikasi tertentu. Empat zona tersebut meliputi (Saputra, 2018):
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi
untuk kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk
didalamnya adalah laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu
terkontrol untuk cold storage dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti dan
ruang teknik.
b. Black area
Area ini disebut juga area kelas F. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam
kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area
produksi, area staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap
karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup
kepala).
c. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D/E. Ruangan ataupun area yang masuk dalam
kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer,

21
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi
dan inkubasi), ruang sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke area
ini wajib mengenakan gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara black area
dan grey area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.
d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang
masuk dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan
bahan baku produksi steril, ruang mixing untuk produksi steril, background
filling room , laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan
yang akan memasuki area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian
dan sepatu yang tidak melepas partikel). Antara grey area dan white area
dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan airlock.
Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas
kebersihan yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan
dengan kelas kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih
tinggi. Berikut ini gambar dari Airlock:

Gambar 12. Airlock tipe Sink


Berdasarkan CPOB tahun 2018, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B,
C, D, E dan F, dimana setiap kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah
mikroba, tekanan, kelembaban udara dan air change rate. Berikut merupakan
pembagian kelas ruangan berdasarkan jumlah partikel:
Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 Kelas kebersihan (BPOM,
2018):
 Kelas A: Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian,
wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis.
Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar
(laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah

22
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik
(nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar
yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara searah
berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup dan kotak
bersarung tangan.
 Kelas B: Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona Kelas A.
 Kelas C dan D: Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang
mengandung risiko lebih rendah.
Tabel 3. Klasifikasi Kelas Berdasarkan Jumlah Partikel

2.7 Cara Monitoring Kontaminasi Mikrobiologi di Udara Ruangan dan pada


Permukaan (Surface)
Produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan
memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat
tergantung dari ketrampilan, pelatihan dan sikap personil yang terlibat (CPOB,
2018). Penyebab kontaminasi saat produksi sediaan steril antara lain: udara yang
masuk ke ruangan, baik dara dai dalam maupun dari luar dan hasil-hasil produksi
yang ada di ruangan.
Pembuatan produk steril hendaklah dilakukan di area bersih, memasuki
area ini hendaklah melalui ruang penyangga udara untuk personil dan/atau

23
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
peralatan dan bahan. Area bersih hendaklah dijaga tingkat kebersihannya sesuai
standar kebersihan yang ditetapkan dan dipasok dengan udara yang telah melewati
filter dengan efisiensi yang sesuai. Area bersih untuk pembuatan produk steril
digolongkan berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap
kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan yang sesuai dalam
keadaan operasional untuk meminimalkan risiko pencemaran oleh partikulat
dan/atau mikroba pada produk dan/atau bahan yang ditangani (Denyer, 2007).
Ruangan produksi didesain sedemikian rupa sehingga mengurangi risiko
terkontaminasi mikroorganisme, partikel, atau kotoran. Berikut ini pemantauan
ruang pembuatan sediaan steril (Nurita, 2017):
a. Ruang bersih dan sarana udara bersih hendaklah dipantau secara rutin pada saat
kegiatan berlangsung dan penentuan lokasi pengambilan sampel hendaklah
berdasarkan studi analisis risiko yang dilakukan secara formal dan dari data
yang diperoleh selama penentuan klasifikasi ruangan dan/atau sarana udara
bersih.
b. Untuk zona Kelas A, pemantauan partikel hendaklah dilakukan selama proses
kritis berlangsung, termasuk perakitan alat, kecuali bila dijustifikasi bahwa
kontaminasi yang terjadi dalam proses dapat merusak alat penghitung partikel
atau menimbulkan bahaya, misal organisme hidup dan bahan berbahaya
radiologis. Pada kasus demikian, pemantauan selama kegiatan rutin penyiapan
alat hendaklah dilakukan sebelum terpapar ke risiko kontaminasi tersebut di
atas. Pemantauan selama kegiatan proses yang disimulasikan hendaklah juga
dilakukan. Frekuensi pengambilan sampel dan ukuran sampel dalam
pemantauan zona Kelas A hendaklah ditetapkan sedemikian rupa sehingga
mudah diintervensi. Kejadian yang bersifat sementara dan kegagalan sistem
apa pun dapat terdeteksi dan memicu alarm bila batas waspada terlampaui.
Jumlah rendah dari partikel yang berukuran > 5,0 μm di lokasi di titik
pengisian pada saat proses pengisian berlangsung tidak selalu dapat tercapai.
Hal ini dapat diterima karena ada sebaran partikel atau tetesan produk itu
sendiri.
c. Sistem yang sama dianjurkan untuk Kelas B, walaupun frekuensi pengambilan
sampel dapat dikurangi. Kepentingan akan sistem pemantauan partikel

24
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
hendaklah ditetapkan berdasarkan efektivitas pemisahan Kelas A dan Kelas B
yang berdampingan. Pemantauan Kelas B hendaklah dilakukan pada frekuensi
dan jumlah sampel yang memadai sehingga perubahan pola kontaminasi dan
kegagalan sistem dapat terdeteksi dan memicu alarm bila batas waspada
terlampaui.
d. Sistem yang sama dianjurkan untuk Kelas B, walaupun frekuensi pengambilan
sampel dapat dikurangi. Kepentingan akan sistem pemantauan partikel
hendaklah ditetapkan berdasarkan efektivitas pemisahan Kelas A dan Kelas B
yang berdampingan. Pemantauan Kelas B hendaklah dilakukan pada frekuensi
dan jumlah sampel yang memadai sehingga perubahan pola kontaminasi dan
kegagalan sistem dapat terdeteksi dan memicu alarm bila batas waspada
terlampaui.
e. Sistem pemantauan partikel udara dapat terdiri dari beberapa alat penghitung
partikel yang independen; suatu jaringan dari serangkaian titik pengambilan
sampel yang dihubungkan dengan manifold pada satu penghitung partikel; atau
kombinasi dari kedua sistem tersebut. Sistem yang dipilih hendaklah
disesuaikan dengan ukuran partikel.

Gambar 13. Continous Particle Counter – untuk pemantauan udara bersih

Gambar 14. Penempatan manifold untuk pengukuran partikel selama proses


produksi steril berlangsung

25
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
Ruangan di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus dijaga
kebersihannya. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antar produk
maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan (Agoes, 2009):
- Permukaan ruangan harus kedap air, tidak terdapat sambungan atau retakan,
tidak merupakan tempat pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, bagian
sudut dan tepi dinding dibuat melengkung.
- Pipa saluran udara, listrik, air dipasang diatas langit-langit.
- Lampu penerangan harus dipasang rata dengan langit-langit.
- Tahan terhadap bahan pembersih.
Di mana berlangsung kegiatan aseptis, hendaklah sering dilakukan
pemantauan misal dengan cawan papar, pengambilan sampel udara secara
volumetris, dan pengambilan sampel permukaan (dengan menggunakan cara usap
dan cawan kontak). Pengambilan sampel selama kegiatan berlangsung hendaklah
tidak memengaruhi perlindungan zona. Hasil pemantauan hendaklah menjadi
bahan pertimbangan ketika melakukan pengkajian catatan bets dalam rangka
pelulusan produk jadi. Permukaan tempat kerja dan personil hendaklah dipantau
setelah suatu kegiatan kritis selesai dilakukan. Pemantauan tambahan secara
mikrobiologis juga dibutuhkan di luar kegiatan produksi misal setelah validasi
sistem, pembersihan dan sanitasi. Batas mikroba yang disarankan untuk
pemantauan area bersih selama kegiatan berlangsung adalah sebagai berikut
(Nurita, 2017):
Tabel 4. Batas Cemaran Mikroba untuk Pemantauan Area Bersih

26
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan dari makalah ini adalah teknik aseptik merupakan cara


penanganan bahan steril dengan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya cemaran bakteri hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik pada
produksi sediaan steril dilakukan pada alat dan bahan, ruang, maupun personel.
Salah satu teknik aseptik yang perlu diperhatikan dalam produksi sediaan steril
yaitu Sistem Tata Udara, dimana merupakan sistem yang mengondisikan
lingkungan melaui pengedalian suhu, kelembapan nisbi, arah pergerakan udara
dan mutu udara termasuk pengendalian partikel dan pembuangan kontaminan
yang ada di udara. Sistem Tata Udara terdiri dari HVAC/AHU dan LAF. Selain
itu, pada ruang produksinya diperhatikan juga desain dan konstruksi ruang
bersihnya. Ruang bersih (clean rooms) didefinisikan sebagai ruangan yang
dibangun secara khusus, lingkungan yang mampu untuk dikendalikan secara
tertutup. Operator atau personel produksi dalam pembuatan sediaan steril
merupakan sumber kontaminan terbesar bagi produk, dengan demikian harus
dikendalikan. Teknik aseptik buat personel dalam proses produksi sediaan steril
antara lain mencuci tangan dan memakai baju kerja atau APD sebelum memasuki
area steril. Pengkajian risiko digunakan sebagai suatu proses untuk mengevaluasi
dampak sistem atau komponen terhadap mutu produk. Pada pembuatan produk
steril dibedakan 4 Kelas kebersihan antara lain: zana A, zona B, zona C, dan zona
D. Pemantauan ruang pembuatan sediaan steril sesuai dengan CPOB tahun 2018
antara lain: ruang bersih dan sarana udara bersih hendaklah dipantau secara rutin;
untuk zona Kelas A, pemantauan partikel hendaklah dilakukan selama proses
kritis berlangsung; untuk zona kelas B cara pemantaunnya sama seperti zona kelas
A, dan sistem pemantauan partikel udara dapat terdiri dari beberapa alat
penghitung partikel yang independen.

27
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2009. Sediaan Farmasi Steril Edisi 4. Bandung : Institut Teknologi
Bandung.
Ayuhastuti, Anggaraeni. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan teril. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan.
BPOM RI. 2018. Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat dengan Baik.
Jakarta: BPOM RI.
Denyer, P.S., Rosamund, M.B., 2007. Guide to Microbiological Control in
Pharmaceutical and Medical Devices 2nd Edition. New york : CRC Press.
Hendarto, RD., dkk. 2014. Sterilisasi Udara dan Clean Room menggunakan
Peralatan Fogging Aerosept 8000. UKSW : Salatiga.
Nurita, Ulfa Fradita; Anisyah Achmad; dan Efta Triastuti. 2017. Uji Kesesuaian
Aseptic Dispensing Berdasarkan Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril
Departemen Kesehatan RI di ICU dan NICU RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang. Pharmaceutical Journal of Indonesian, Vol. 3 No. 1, hal: 33-38.
Refiadi, Gunawan dan Tomo Usmadi. 2015. Perancangan dan Otomasi
Parameter Clean Room untuk Industri Farmasi. Seminar Nasional
Instrumentasi, Kontrol dan Otomasi (SNIKO), Bandung, Indonesia, 10-11
Desember 2015.
Saputra, Rudi dan Abdunnaser. 2018. Perencnaan Instalasi Tata Udara Ruang
Bersih Area Penimbangan pada Industri Farmasi Kelas E. Bina Teknika,
Volume 14 No. 1, hal: 37-46.
Suriawiria U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.

28
Ruang Aseptik – Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril

Anda mungkin juga menyukai