Salam silaturrahim kami sampaikan, pada kesempatan kali ini penulis ingin
membagi file Silabus Muatan Lokal Bahasa Jawa Timur sesuia dengan Pergub
2014 yang mengacu pada kurikulum 2013, semoga file ini bermanfaat bagi
pembaca khususnya yang mengajar di SD/MI di daerah Jawa Timur.
Sehingga pembaca tidak perlu repot - repot untuk kesana -kemari mencari
Silabus Bahasa Jawa, dan file ini kami sajikan dalam bentuk World sehingga
para pembaca dapat, mengedit atau meng-copy file dengan mudah. sebab
beberapa kali coba mencari tapi belum dapat-dapat, setelah mendapat file ini
langsung saja saya share dengan para pembaca, agar pembaca tidak
kesulitan seperti yang saya alam
SALINAN
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 57 TAHUN 2014
TENTANG
KURIKULUM 2013 SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH
KERANGKA DASAR KURIKULUM DAN STRUKTUR KURIKULUM
SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH
lanjutan.....
KELAS I
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima dan menjalankan ajaran1.1 Merasakan keindahan alam sebagai salah satu tanda-
agama yang dianutnya tanda kekuasaan Tuhan
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, 2.1 Menunjukkan rasa percaya diri untuk berlatih
tanggung jawab, santun, peduli, mengekspresikan diri dalam mengolah karya seni
dan percaya diri dalam berinteraksi
dengan keluarga, teman, dan guru2.2 Menunjukkan rasa ingin tahu untuk mengenal alam di
lingkungan sekitar sebagai sumber ide dalam berkarya
seni
3. Memahami pengetahuan faktual 3.1 Mengenal cara dan hasil karya seni ekspresi
dengan cara mengamati
3.2 Mengenal pola irama lagu bervariasi menggunakan alat
[mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin musik ritmis
tahu tentang dirinya, makhluk 3.3 Mengenal unsur-unsur gerak, bagian-bagian gerak
ciptaan Tuhan dan kegiatannya, anggota tubuh dan level gerak dalam menari
dan benda-benda yang dijumpainya
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
di rumah dan di sekolah 3.4 Mengamati berbagai bahan, alat serta fungsinya dalam
membuat prakarya
Melakukan
gerak kepala, tangan, kaki, dan badan
berdasarkan pengamatan alam di lingkungan sekitar
KELAS II
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima dan menjalankan ajaran1.1 Menikmati keindahan alam dan karya seni sebagai
agama yang dianutnya salah satu tanda-tanda kekuasaan Tuhan
3. Memahami pengetahuan faktual 3.1 Mengenal bahan dan alat serta tekniknya dalam
dengan cara mengamati membuat karya seni rupa
[mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin 3.2 Mengenal pola irama lagu bertanda birama tiga, pola
tahu tentang dirinya, makhluk bervariasi dan pola irama rata dengan alat musik ritmis
ciptaan Tuhan dan kegiatannya,
dan benda-benda yang dijumpainya
3.3 Memahami gerak sehari-hari dengan memperhatikan
di rumah dan di sekolah tempo gerak
Menyanyikan
lagu anak-anak sederhana dengan
membuat kata-kata sendiri yang bermakna
KELAS III
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
dalam bahasa yang jelas, sistematis garis, warna, bentuk dan tekstur berdasarkan hasil
dan logis, dalam karya yang estetis, pengamatan di lingkungan sekitar
dalam gerakan yang mencerminkan
Membuat karya seni montase dari berbagai media
anak sehat, dan dalam tindakan
yang mencerminkan perilaku anak Menghias benda gaya dekoratif dengan media yang ada
beriman dan berakhlak mulia di lingkungan sekitar
KELAS IV
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima, menjalankan, dan 1.1 Mengagumi ciri khas keindahan karya seni dan karya
menghargai ajaran agama yang kreatif masing-masing daerah sebagai anugerah tuhan
dianutnya
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
3. Memahami pengetahuan faktual 3.1 Mengenal karya dua dan tiga dimensi berdasarkan
dengan cara mengamati dan pengamatan
menanya berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk 3.2 Membedakan panjang-pendek bunyi, dan tinggi-rendah
ciptaan Tuhan dan kegiatannya, nada dengan gerak tangan
dan benda-benda yang dijumpainya3.3 Mengenal tari-tari daerah dan keunikan geraknya
di rumah, di sekolah dan tempat
bermain 3.4 Mengetahui berbagai alur cara dan pengolahan media
karya kreatif
Memainkan
pola irama lagu bertanda birama empat dan
menunjukkan perbedaan panjang pendek bunyi
Membuat
karya kerajinan asesoris dengan berbagai
bahan dan teknik
Membuat
karya rekayasa sederhana dengan
memanfaatkan tali sebagai tenaga penggerak
Menceritakan
cerita terkait situs-situs budaya baik
benda maupun tak benda di Indonesia dengan
menggunakan bahasa daerah
KELAS V
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima, menjalankan, dan 1.1 Menerima kekayaan dan keragaman karya seni daerah
menghargai ajaran agama yang sebagai anugerah Tuhan
dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, 2.1 Menunjukkan rasa percaya diri dalam mengolah karya
disiplin, tanggung jawab, santun, seni
peduli, dan percaya diri dalam
berinteraksi dengan keluarga, 2.2 Menghargai alam dan lingkungan sekitar sebagai
teman, guru, dan tetangganya serta sumber ide dalam berkarya seni
cinta tanah air. 2.3 Menunjukkan perilaku disiplin, tanggung jawab dan
kepedulian terhadap alam sekitar melalui berkarya seni
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
3. Memahami pengetahuan faktual 3.1 Mengenal prinsip seni dalam berkarya seni rupa
dan konseptual dengan cara
mengamati, menanya dan mencoba3.2 Mengenal harmoni musik dan lagu daerah
berdasarkan rasa ingin tentang 3.3 Memahami fungsi properti yang dapat digunakan dalam
dirinya, makhluk ciptaan Tuhan tari
dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di 3.4 Memahami prosedur dan langkah kerja dalam
sekolah dan tempat bermain berkarya kreatif berdasarkan ciri khas daerah
Membuat
topeng dari berbagai media dengan
menerapkan proporsi dan keseimbangan
Menyanyikan
secara berkelompok lagu anak-anak
dengan iringan musik vokal sesuai dengan asal
daerahnya
KELAS VI
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima, menjalankan, dan 1.1 Mengapresiasi karya seni sebagai anugerah Tuhan dan
menghargai ajaran agama yang memiliki rasa bangga terhadap tanah air
dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, 2.1 Menunjukkan rasa percaya diri dalam mengolah karya
disiplin, tanggung jawab, santun, seni
peduli, dan percaya diri dalam
berinteraksi dengan keluarga, 2.2 Menghargai alam dan lingkungan sekitar sebagai
teman, guru, dan tetangganya serta sumber ide dalam berkarya seni
cinta tanah air. 2.3 Menunjukkan perilaku disiplin, tanggung jawab dan
kepedulian terhadap alam sekitar melalui berkarya seni
3. Memahami pengetahuan faktual 3.1 Mengenal karya dua dan tiga dimensi berdasarkan
dan konseptual dengan cara prinsip seni dan karya seni rupa nusantara
mengamati, menanya dan mencoba
berdasarkan rasa ingin tahu 3.2 Mengenal harmoni dan simbol teks lagu sederhana
tentang dirinya, makhluk ciptaan 3.3 Mengenal estetika gerak dan komposisi kelompok dalam
Tuhan dan kegiatannya, dan benda- tari
benda yang dijumpainya di rumah,
di sekolah dan tempat bermain 3.4 Menyajikan berbagai karya kreatif dalam kegiatan
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
Membuat
pola irama sederhana untuk iringan lagu
dengan simbol panjang pendek bunyi dan
mengembangkan pola iringan
Memainkan
ansambel alat musik campuran dengan
membaca partitur sederhana
Menemukan
gerak tari bertema berdasarkan
pengembangan gagasan dan imajinasi
Selanjutnya......
8. Kompetensi Dasar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
silakan BUKA DARI SINI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Jawa memilki bahasa Jawa sebagai salah sastu ciri kas kearifan lokal
(local wisdom) dan sarana berkomunikasi antaranggota masyarakat Jawa.
Bahasa Jawa sarat nilai-nilai tatakrama yang memberikan sumbangan terhadap
pembentukan kepribadian bangsa.
Bahasa Jawa telah berusia lebih dari 1.205 tahun jika dihitung dari prasasti Sukabumi, 25 Maret 804
(Teuw, 1983). Bahkan hampir 2.000 tahun jika dihitung dari 1 Saka atau 78 Masehi (Hamengku Buwono
X, 2001). Sampai sekarang, bahasa Jawa masih dipakai tidak kurang dari 63 juta penutur.
B. Fungsi dan Tujuan
1. Fungsi
Sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Jawa sebagai (1)
lambang kebanggan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat
perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah, maka fungsi mata
pelajaran Bahasa, Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai (1) sarana membina
rasa bangga terhadap bahasa Jawa; (2) sarana peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya Jawa; (3)
sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; (4) sarana
penyebarluasan pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar untuk berbagai
keperluan dan menyangkut berbagai masalah; dan (5) sarana pemahaman
budaya Jawa melalui kesusasteraan Jawa.
2. Tujuan
C. Ruang Lingkup
D. Pengertian
BAB II
1. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 1.1 Memahami dongeng hewan yang dibacakan atau
dalam kerangka budaya Jawa. melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
4. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 4.1 Menulis kata dan kalimat sekolah dengan huruf
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa. lepas.
Kelas I
Semester Genap
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
5. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 5.1 Memahami wacana lisan kasih sayang yang
dalam kerangka budaya Jawa. dibacakan atau melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
7. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 7.1 Memahami wacana tulis kesehatan.
dalam kerangka budaya Jawa.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
8. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 8.1 Menulis kata atau kalimat permainan
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa. tradisional dengan huruf sambung.
Kelas II
Semester Gasal
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
1. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 1.1 Memahami dongeng yang dibacakan atau melalui
dalam kerangka budaya Jawa. berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
2. Mengungkapkan gagasan wacana lisan sastra 2.1 Mengucapkan dan menjawab salam sesuai
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa. unggah-ungguh bahasa yang tepat.
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
3. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 3.1 Memahami dan melagukan tembang dolanan.
dalam kerangka budaya Jawa.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
4. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 4.1 Menulis kalimat tumbuhandengan ejaan yang
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa benar.
Kelas II
Semester Genap
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
5. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 5.1 Memahami wacana lisan binatang yang
dalam kerangka budaya Jawa. dibacakan atau melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
6. Mengungkapkan gagasan wacana lisan sastra 6.1 Menceritakan tokoh wayang Pandhawa Lima.
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa
Membaca
. Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
7. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 7.1 Memahami wacana tulis permainan tradisional.
dalam kerangka budaya Jawa.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
8. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 8.1 Menulis wacana kebersihandengan ejaan yang
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa benar.
Kelas III
Semester Gasal
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
1. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 1.1 Memahami wacana dialog yang
dalam kerangka budaya Jawa. memuat cangkriman yang dibacakan atau melalui
berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
2. Mengungkapkan gagasan wacana lisan sastra 2.1 Menyampaikan permintaan dan terima kasih
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa kepada orang laindengan unggah-ungguh yang
tepat.
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
3. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 3.1 Membaca wacana tulis pekerjaan.
dalam kerangka budaya Jawa.
3.2 Melagukan tembang macapat Pocung.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
4. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 4.1 Menulis karangan kegiatan sehari-hari dengan
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa ejaan yang benar.
Kelas III
Semester Genap
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
5. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 5.1 Memahami wacana lisan transportasi yang
dalam kerangka budaya Jawa. dibacakan atau melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
7. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 7.1 Membaca wacana tulis budi pekerti
dalam kerangka budaya Jawa.
7.2 Membaca geguritan budi pekerti.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
8. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 8.1 Menulis karangan hiburandengan ejaan yang
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa benar.
Kelas IV
Semester Gasal
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
1. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 1.1 Memahami wacana lisan yang
dalam kerangka budaya Jawa. memuat paribasan dan tembung entar yang
dibacakan atau melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
2. Mengungkapkan gagasan wacana lisan sastra 2.1 Menjawab dan mengajukan pertanyaan dengan
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa bahasa krama.
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
3. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 3.1 Membaca wacana tulis peristiwa.
dalam kerangka budaya Jawa.
3.2 Melagukan tembang macapat Gambuh.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
4. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 4.1 Menulis karangan pengalamandengan ejaan
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa yang benar.
Kelas IV
Semester Genap
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
5. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 5.1 Memahami wacana lisan peternakan yang
dalam kerangka budaya Jawa. dibacakan atau melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
7. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 7.1 Membaca wacana tulis lingkungan.
dalam kerangka budaya Jawa.
7.2 Membaca geguritan lingkungan.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
Kelas V
Semester Gasal
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
1. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 1.1 Memahami wacana lisan tentang gamelan yang
dalam kerangka budaya Jawa. dibacakan atau melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
2. Mengungkapkan gagasan wacana lisan sastra 2.1 Menyampaikan ajakan kepada orang lain dengan
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa unggah-ungguh basa yang tepat.
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
3. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 3.1 Membaca wacana tulis kepahlawanan
dalam kerangka budaya Jawa.
Melagukan tembang macapat Kinanthi.
3.3
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
4. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 4.1 Menulis karangan kegemarandengan ejaan yang
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa benar.
Kelas V
Semester Genap
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
5. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 5.1 Memahami wacana lisan gotong royong yang
dalam kerangka budaya Jawa. dibacakan atau melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
7. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 7.1 Membaca wacana tulis pendidikan.
dalam kerangka budaya Jawa.
7.2 Membaca dan memahami geguritan pendidikan.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
8. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 8.1 Menulis karangan kegiatan sosial dengan ejaan
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa yang benar.
Kelas VI
Semester Gasal
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
1. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 1.1 Memahami wacana lisan yang
dalam kerangka budaya Jawa. memuat parikan yang dibacakan atau melalui
berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
2. Mengungkapkan gagasan wacana lisan sastra 2.1 Melakukan praktik bertamu dengan unggah-
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa ungguh yang tepat.
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
3. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 3.1 Membaca wacana tulis pertanian
dalam kerangka budaya Jawa.
3.2 Melagukan tembang macapat Mijil.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
4. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 4.1 Menulis karangan adat istiadatdengan ejaan
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa yang benar.
Kelas VI
Semester Genap
Menyimak
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
5. Memahami wacana lisan sastra dan nonsastra 5.1 Memahami wacana lisan pesahabatan yang
dalam kerangka budaya Jawa. dibacakan atau melalui berbagai media.
Berbicara
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
6. Mengungkapkan gagasan wacana lisan sastra 6.1 Menceritakan salah satu tokoh wayang perang
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa Baratayuda.
Membaca
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
7. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra 7.1 Membaca wacana tulis teknologi.
dalam kerangka budaya Jawa.
7.2 Membaca dan memahami geguritan teknologi.
Menulis
. Standar Kompetensi
Dasar
Kompetensi
8. Mengungkapkan gagasan wacana tulis sastra 8.1 Menulis karangan ekonomidengan ejaan yang
dan nonsastra dalam kerangka budaya Jawa benar.
‘Ring of steel’: is seizure of Hong Kong ship sign of US moves for an oil blockade
Online
Recommended by
Aturan mengenai penggunaan jumlah suku kata ini diberi nama guru wilangan. Sementara
aturan pemakaian vokal akhir setiap larik atau gatra diberi nama guru lagu. Untuk lebih
jelasnya, di bawah ini adalah tabel tembang macapat berdasarkan metrumnya.
2. Tembang Mijil
tembang mijil pixabay.com
Arti Tembang Mijil
Awal hadirnya manusia di dunia ini digambarkan dalam tembang Mijil yang berarti seorang anak
terlahir dari gua garba Ibu. Kata lain dari mijil dalam bahasa jawa adalah wijil, wiyos, raras,
medal, sulastri yang berarti keluar.
Macapat Mijil menjadi tembang kedua setelah Maskumambang, tembang macapat
maskumambang memiliki makna janin atau jabang bayi yang masih dalam kandungan ibunya.
Kelahiran merupakan proses dimana seorang ibu memperjuangkan dua nyawa sekaligus,
dirinya sendiri dan anaknya. Seberat apapun proses itu, didalamnya terdapat cinta dan harapan
dari seluruh anggota keluarga, harap-harap cemas namun bahagia dalam menanti kelahiran
buah hati.
Jabang bayi yang mijil dari rahim ibunya adalah suci, dia tidak bisa memilih terlahir dari siapa,
misalpun terlahir dari hubungan “tidak sah", bayi tetaplah suci, ibarat kertas ia masih bersih
putih tanpa coretan. Ketika bayi lahir saat itulah ia mengenal dunia pertama kalinya, ia diberi
wewenang untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Ia dihadirkan untuk bisa menjadi “manusia"
hingga suatu saat bisa kembali kepada-Nya dengan damai.
Watak Tembang Mijil
Sifat tembang macapat mijil adalah welas asih, pengharapan, laku perihatin dan tentang cinta.
Tembang macapat Mijil banyak digunakan sebagai media untuk memberi nasihat, cerita cinta,
dan ajaran kepada manusia untuk selalu kuat dan tabah dalam menjalani kehidupan. Gambaran
tentang perasaan kesedihan maupun kebahagiaan tercermin dari tembang-tembang macapat
Mijil.
Aturan Tembang Mijil
Memiliki Guru Gatra: 6 baris setiap bait (Artinya tembang Mijil ini memiliki 6 larik atau baris
kalimat)
Memiliki Guru Wilangan: 10, 6, 10, 10, 6, 6 (Artinya baris pertama terdiri dari 10 suku kata, baris
kedua berisi 6 suku kata, dan seterusnya)
Memiliki Guru Lagu: i, o, e, i, i,u (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal i, baris kedua
berakhir vokal o, dan seterusnya)
Contoh Tembang Mijil
Tembang Mijil memiliki kaidah/ Wewaton: 10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o
Seperti contoh berikut ini :
Poma kaki dipun eling (10i)
Ing pitutur ingong (6o)
Sira uga satriya arane (10e)
Kudu anteng jatmika ing budi (10i)
Ruruh sarta wasis (6i)
Samubarangipun (6o)
Tembang Mijil ini memang dalam beberapa referensi digunakan sebagai metode dakwah Islam,
beberapa referensi menyebutkan Mijil adalah karya dari Ja’far Shodiq atau sunan kudus,
sedangkan referensi lainnya mengatakan Mijil digunakan oleh Sunan Gunung Jati untuk
berdakwah.
Sedikit memberikan gambaran, bahwa menurut para ahli tafsir sastra Jawa, tembang Macapat
itu merupakan urutan sebuah perjalanan seseorang dari lahir sampai mati. “Mijil" adalah yang
pertama. Secara harfiah berarti muncul atau tampil, ditafsirkan sebagai sebuah kelahiran.
Ada yang menjelaskan bahwa itu merupakan kelahiran fisik bayi lahir dari kandungan ibunya,
ada juga yang menafsirkan sebuah kelahiran ketika orang mulai muncul keinginan untuk
menjadi baik, dikatakan sebagai kelahiran kembali.
Menurut narasumber yang sama, bapak Susianto, Tembang Mijil ini memiliki seperangkat tata
nilai dan etika yang digunakan dalam konteks masyarakat Jawa. Dan salah satu syair Mijil yang
terkenal adalah sebagai berikut,
Dedalane guno lawan sekti
kudu andhap asor
Wani ngalah dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipun dukani
Bapang den simpangi
ono catur mungkur
Makna moral yang disampaikan dalam bait lagu tersebut, menurut narasumber adalah sebagai
berikut, sebagai studi karakteristik Jawa, adalah sebagai berikut,
1. Dedalane guno lawan sekti. Dibuka dengan sebuah kalimat yang mengabarkan tentang jalan
agar seseorang bisa menjadi bermanfaat dan sakti. Pemaknaan tersebut adalah sebuah
pengingat kita sebagai manusia, bahwa tujuan hidup bisa dilihat dari dua perspektif yaitu
mempersiapkan bekal setelah mati (karena manusia pasti mati), dan melakukan sesuatu agar
kesempatan kita hidup di dunia ini, menjadi sebuah kehidupan yang bermakna dan memberi
manfaat bagi kehidupan.
Sakti bisa ditafsirkan tentang gambaran sebuah pengetahuan dan ketrampilan seseorang. Bait
ini bisa diterjemahkan secara jalan agar kita bermanfaat di dunia ini dengan memiliki kapasitas
yang kita miliki. Seorang islam harus memiliki ilmu sebagai bagian dari ibadah kepada Allah
SWT. Karena kalau iman saja, kemudian tanpa ilmu, maka itu tidak berguna. Maka harus
berilmu dulu, beriman, lalu yang selanjutnya adalah aplikasi dalam bentuk amal.
2. Kudu andhap asor. Yang berarti harus bisa menempatkan diri sehingga kita bisa selalu
menghargai orang lain. Andhap asor artinya ‘dibawah’. Bukan dilihat sebagai kita berada
dibawah, tapi dilihat sebagai kita menempatkan orang lain selalu lebih tinggi dari kita, selalu kita
hargai, selalu kita hormati, tidak peduli apakah dia pejabat atau bukan pejabat, orang pandai
atau tidak, kita tetap harus menghargainya sebagai sesama manusia.
Dan menariknya, kalimat ini menjadi bait kedua setelah kalimat pembuka. Seolah memberi
penekanan mengenai awal pertama kali seseorang harus mampu untuk ‘tahu diri’, sehingga
bisa ‘menempatkan diri’. Untuk kemudian mampu ‘membawa diri’ kita pada tujuan kita sebagai
manusia. Ini adalah tata nilai dalam islam, memiliki akhlak yang baik, atau disebut dengan
akhlaqul karimah.
3. Wani ngalah dhuwur wekasane. Adalah bait ketiga, mmeiliki makna ketika kita diminta untuk
mengalah justru membutuhkan keberanian. Biasanya orang berbicara agar seseorang harus
berani agar menang. Tapi ini tidak, justru kita harus berani mengalah.
Dalam islam sendiri kita sangat paham bahwa musuh paling besar seorang manusia adalah
dirinya sendiri, egonya sendiri. ‘Mengalah’ bukan berarti kita kalah terhadap orang lain,
‘mengalah’ adalah ketika kita bisa menang atas diri kita sendiri. Sehingga benar juga kata
orang-orang itu, bahwa untuk menang harus berani.
Tapi yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah menang terhadap diri kita sendiri, kita
memiliki kendali terhadap diri kita sendiri. Kita mampu memimpin diri kita sendiri. Itulah arti
‘mengalah’, dan hal tersebut memang butuh keberanian. Meiliki sikap mengalah akan
meningkatkan derajat kita sebagai seorang muslim dimata Allah Ta’ala.
4. Tumungkula yen dipun dukani. Secara harfiah bait ini berarti ‘jangan membantah bila kita
dimarahi’. Kita melihat ‘dimarahi’ bisa berarti oleh orang lain, tapi juga bisa oleh ‘kehidupan’,
oleh ‘alam’, dan diujung perenungan itu bisa ‘oleh’ Sang Pencipta. Sebuah bencana, kecil atau
besar, menimpa diri pribadi atau suatu umat, adalah juga saat kita ‘dimarahi’.
Kita menemui kegagalan. Dan ‘tumungkul’ berarti ‘jangan membantah’. Yang bisa diartikan
bahwa saat ‘dimarahi’ sebaiknya ‘tidak membantah’, tidak melawan, tidak putus asa, pantang
menyerah, dan juga tidak saling menyalahkan. ‘Tidak membantah’ juga diartikan sebagai diam,
mau untuk merenung, mau untuk belajar. Sebagai seorang muslim, menjadi generasi
pembelajar sejati ini menjadi satu hal yang wajib dilakukan. Bahasa kerennya adalah ‘Tarbiyah
madal hayah’.
5. Bapang den simpangi. Bapang adalah nama sebuah gubahan tarian yang bisa dikonotasikan
sebagai bentuk ‘hura-hura’. Bait ini bisa diartikan agar orang sebaiknya menghindari hal-hal
yang berifat ‘hura-hura’. Lebih jauh lagi dimaknai sebagai hal-hal yang hanya ada dipermukaan.
Karena konotasi ‘bapang’ bisa diperluas kepada hal-hal yang hanya tampak indah dipermukaan
tapi dalamnya rapuh. Mungkin ini bisa dijabarkan kepada sikap-sikap pargmatis, yang
menuhankan eksistensi dan pencitraan diri semata, sifat suka dipuji, senang kalau orang lain
mengagung-agungkan kita. Hal itulah yang sebaiknya dihindari. Nah, inilah yang dalam Islam
disebutkan dengan memiliki sikap qonaah, sederhana, dan tidak berlebih – lebihan.
6. Ono catur mungkur. Bait terakhir ini memiliki makna hafiah untuk mengindari pergunjingan.
Pergunjingan biasanya selalu berawal dari prasangka buruk. Kalimat ini adalah sebuah
inspirasi, alih-alih kita terlalu menanggapi prasangka buruk terhadap kita, sebaiknya justru kita
lebih fokus pada apa yang baik kita kerjaan, dalam rangka memberi manfaat tadi.
Terus berkarya dengan apa yang kita miliki, dengan apa yang kita punya. Mungkin ini adalah
seri otokritik untuk Indonesia saat ini. Pertengkaran yang memang sebaiknya dihindari. Dalam
islam, bahkan hukumnya bergunjing, ghibah, itu diharamkan.
***
Ada beberapa hal yang bisa diambil dari filosofi tembang mijil dalam masyarakat Jawa, yaitu
tentang etika, jelas tercermin dalam semua baitnya, baik bait pertama sampai terakhir.
Kemudian yang kedua adalah nilai dakwah islam yang ada di setiap baitnya.
Selain tentunya karya ini dibuat oleh orang islam, nilai – nilai yang terkandung sangat Islami,
yang menjelaskan didalamnya tentang makna persaudaraan, makna kesederhanaan hidup,
makna kesantunan sikap, makna anti perpecahan, simbol tentang kekuatan yang harus dimiliki
agar menebar manfaat dalam kehidupan, dan masih banyak lagi nilai dakwah di tembang
Macapat Mijil ini.
3. Tembang Kinanthi
tembang kinanthi bersamadakwah.net
Arti Tembang Kinanthi
Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun. Seorang anak yang tumbuh dan berkembang
membutuhkan tuntunan dari orang dewasa. Mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Ketidakmampuannya dalam segala hal perlu bantuan orang tua.
Pendapat John Locke tentang teori Tabula rasa (dari bahasa Latin kertas kosong)
berpandangan bahwa seorang manusia lahir seperti kertas “putih" kosong tanpa isi mental
bawaan. Pembentuk kepribadian, perilaku sosial dan emosional, serta kecerdasan diperoleh
sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar
dirinya.
Merujuk dari teori tersebut (meskipun tidak semuanya benar), maka seorang anak yang sedang
tumbuh membutuhkan bimbingan agar kelak menjadi manusia dewasa yang bisa dibanggakan.
Anak-anak harus mendapatkan pendidikan agar memiliki kecerdasan dan pengetahuan.
Anak-anak harus diberi latihan agar kelak memiliki ketrampilan sehingga menjadi kreatif dan
mandiri. Dan sangat penting, anak-anak harus diajarkan keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Semua itu harus melalui bimbingan dari (kinanthi) orang dewasa.
Watak Tembang Kinanthi
Kinanthi juga memiliki makna yang sama dengan kata kanthi, gandheng, dan kanthil dalam
bahasa Jawa. Dimana dalam segi karakter atau sifat atau wataknya, Kinanthi ini cenderung
untuk mengungkapkan sebuah nuansa yang membahagiakan, kecintaan dan kasih sayanng,
juga keteladanan hidup.
Jadi, tembang Kinanthi ini pun pas dan bisa digunakan untuk lirik-lirik tembang yang bertujuan
untuk menyampaikan suatu nasehat hidup dan juga kisah tentang kasih sayang.
Aturan Tembang Kinanthi
Memiliki Guru Gatra: 6 baris setiap bait (Artinya tembang Kinanthi ini memiliki 6 larik atau baris
kalimat).
Memiliki Guru Wilangan: 8, 8, 8, 8, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 8 suku kata, baris
kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya).
Memiliki Guru Lagu: u, i, a, i, a, i (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u, baris kedua
berakhir vokal i, dan seterusnya).
Contoh Tembang Kinanthi
Tembang Kinanthi memiliki kaidah/ Wewaton: 8u – 8i – 8a – 8i – 8a – 8i
Seperti contoh berikut ini:
Anoman malumpat sampun (8u)
Prapteng witing nagasari (8i)
Mulat mangandhap katingal (8a)
Wanodya yu kuru aking (8i)
Gelung rusak wor lan kisma (8a)
Kang iga-iga kaeksi (8i)
***
Kagyat risang kapirangu
Rinangkul kinempi-kempit
Duh sang retnaning bawana
Ya ki tukang walang ati
Ya ki tukang ngenes ing tyas
Ya ki tukang kudu gering
4. Tembang Sinom
tembang asmaradana
Arti Tembang Asmaradana
Asmaradana memiliki makna asmara dan dahana yang berarti api asmara. Tembang ini
menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan
kasih. Asmara artinya cinta, dan Cinta adalah ketulusan hati, meminjam istilahnya kang Ebiet
G.Ade dalam lagunya: “Cinta yang kuberi setulus hatiku entah apa yang kuterima aku tak
peduli".
Cinta adalah anugerah terindah dari Gusti Allah dan bagian dari tanda-tanda ke Agungan-
Nya. “…Waja’alna Bainakum Mawwaddah Wa Rahmah, Inna Fi Dzaalika La’aayatil Liqoumi
Yatafakkaruun". Artinya “…Dan Kujadikan diantara kalian Cinta dan Kasih Sayang,
sesungguhnya didalamnya merupakan tanda-tanda(Ke-Agungan-Ku) bagi kaum yang berfikir".
Watak Tembang Asmaradana
Tembang asmaradana memiliki watak atau karakter yang menggambarkan cinta kasih, asmara
dan juga rasa pilu atau sedih.
Aturan Tembang Asmaradana
Memiliki Guru Gatra: 7 baris setiap bait (Artinya tembang Asmaradana ini memiliki 9 larik atau
baris kalimat).
Memiliki Guru Wilangan: 8, 8, 8, 8, 7, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 8 suku kata, baris
kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya)
Memiliki Guru Lagu: a, i, e , a, a, u, a (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal a, baris
kedua berakhir vokal i, dan seterusnya).
Contoh Tembang Asmaradana
Tembang Asmaradana memiliki kaidah/ Wewaton: 8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a
Seperti contoh berikut ini:
Gegaraning wong akrami
(penguat dalam pernikahan)
Dudu bandha dudu rupa
(bukan harta atau fisik)
Amung ati pawitané
(tetapi hatilah modal utamanya)
Luput pisan kena pisan
(sekali jadi, jadi selamanya)
Lamun gampang luwih gampang
(jika mudah, semakin gampang)
Lamun angèl, angèl kalangkung
(jika sulit, sulitnya bukan main)
Tan kena tinumbas arta
(tak bisa ditebus dengan harta)
***
Aja turu soré kaki
(jangan tidur terlalu awal)
Ana Déwa nganglang jagad
(ada dewa yang mengelilingi alam raya)
Nyangking bokor kencanané
(menenteng bokor emasnya)
Isine donga tetulak
(yang berisi doa penolak bala)
Sandhang kelawan pangan
(sandang dan pangan)
Yaiku bagéyanipun
(yaitu bagian untuk)
wong melek sabar narima
(orang yang suka tirakat malam, sabar dan menerima)
Video Tembang Asmaradana
6. Tembang Gambuh
tembang gambuh pixabay.com
Arti Tembang Gambuh
Awal kata gambuh adalah jumbuh/ bersatu yang artinya komitmen untuk menyatukan cinta
dalam satu biduk rumah tangga. Dan inti dari kehidupan berumah tangga itu yaitu: “Hunna Li
Baasulakum, Wa Antum Libaasu Lahun", artinya “Istri-istrimu itu merupakan pakaian bagimu,
dan kamu adalah merupakan pakaian baginya".
Lumrahnya fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat, untuk melindungi dari panas dan
dingin. Dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi dan mengayomi satu
sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan Ridlo-Nya.
Tembang macapat Gambuh merupakan salah satu tembang yang berisi tentang berbagai
ajaran kepada generasi muda, khususnya mengenai bagaimana menjalin hubungan antara
manusia satu dengan yang lainnya.
Watak Tembang Gambuh
Watak atau karakter tembang gambuh adalah tentang keramahtamahan dan persahabatan.
Tembang gambuh juga biasa digunakan untuk menyampaikan cerita-cerita kehidupan.
Beberapa kalangan ada yang memaknai kata Gambuh sebagai sebuah kecocokan, sepaham
dan sikap bijaksana. Sikap bijaksana berarti dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya,
sesuai porsinya, dan mampu bersikap adil.
Nasihat-nasihat mengenai pentingnya membangun rasa persaudaraan, toleransi dan
kebersamaan sebagai makhluk sosial banyak tergambar dari tembang-tembang macapat
Gambuh. Salah satunya terdapat dalam Serat Wulangreh pupuh III karya Sri Susuhunan
Pakubuwana IV, Raja Surakarta.
Aturan Tembang Gambuh
Memiliki Guru Gatra: 5 baris setiap bait (Artinya tembang Gambuh ini memiliki 5 larik atau baris
kalimat).
Memiliki Guru wilangan: 7, 10, 12, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 7 suku kata, baris
kedua berisi 10 suku kata, dan seterusnya)
Memiliki Guru lagu: u, u, i, u, o (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u, baris kedua
berakhir vokal u, dan seterusnya).
Contoh Tembang Gambuh
Tembang Gambuh memiliki kaidah/ Wewaton: 7u – 10u – 12i – 8u – 8o
Seperti contoh berikut ini:
Sekar gambuh ping catur,
(Tembang gambuh keempat)
Kang cinatur polah kang kalantur,
(Yang dibicarakan tentang perilaku yang kebablasan)
Tanpa tutur katula-tula katali,
(Tanpa nasihat terjerat penderitaan)
Kadaluwarsa kapatuh,
(Terlanjur menjadi kebiasaan)
Kapatuh pan dadi awon.
(Kebiasaan bisa berakibat buruk)
***
Aja nganti kabanjur,
(Jangan sampai terlanjur)
Barang polah ingkang nora jujur,
(Bertingkah polah yang tidak jujur)
Yen kebanjur sayekti kojur tan becik,
(Jika telanjur tentu akan celaka dan tidak baik)
Becik ngupayaa iku,
(Lebih baik berusahalah)
Pitutur ingkang sayektos.
([menngikuti] ajaran yang sejati)
***
Tutur bener puniku,
(Ucapan yang benar itu)
Sayektine apantes tiniru,
(Sejatnya pantas untuk diikuti)
Nadyan metu saking wong sudra papeki,
(Meskipun keluar dari orang yang rendah derajatnya)
Lamun becik nggone muruk,
(Jika baik dalam mengajarkan)
Iku pantes sira anggo.
(Itu pantas kau pakai)
***
Ana pocapanipun,
(Ada sebuah ungkapan)
Adiguna adigang adigung,
(Adiguna, adigang, adigung)
Pan adigang kidang adigung pan esthi,
(Seperti Adigang-nya kijang, adigung-nya gajah)
Adiguna ula iku,
(Adiguna-nya ular)
Telu pisan mati sampyoh.
(Ketiganya mati bersama dengan sia-sia)
***
Si kidang ambegipun,
(Si kijang memiliki watak)
Angandelaken kebat lumpatipun,
(Menyombongkan kecepatannya melompat/berlari)
Pan si gajah angandelken gung ainggil
(Si gajah menyombongkan tubuhnya yang tinggi besar)
Ula ngandelaken iku,
(Ular menyombongkan)
Mandine kalamun nyakot.
(Keampuhannya dengan menggigit)
***
Iku upamanipun,
(Itu sebuah perumpamaan)
Aja ngandelaken sira iku,
(Jangan menyombongkan diri)
Suteng nata iya sapa kumawani,
(Seorang raja siapa yang berani)
Iku ambeke wong digang,
(Itu perilaku yang adigang)
Ing wasana dadi asor.
(Yang akhirnya bisa merendahkan)
***
Adiguna puniku,
(Watak adiguna adalah)
Ngandelaken kapinteranipun,
(Menyombongakan kepandaiannya)
Samubarang kabisan dipundheweki,
(Seolah semua bisa dilakukan sendiri)
Sapa bisa kaya ingsun,
(Siapa yang bisa seperti aku)
Togging prana nora enjoh.
(ujung-ujungnya tak bisa apa-apa)
***
Ambek adigung iku,
(Watak orang adigung adalah)
Angungasaken ing kasuranipun,
(Menyombongkan keperkasaannya)
Para tantang candhala anyenyampahi,
(Semua ditantang berkelahi dan disepelekan)
Tinemenan nora pecus,
(Jika benar dihadapi, ia tak berdaya)
Satemah dadi geguyon.
(Akhirnya hanya jadi bahan tertawaan)
***
Ing wong urip puniku
(Dalam kehidupan manusia)
Aja nganggo ambek kang tetelu,
(Jangan sampai memiliki watak ketiga tadi)
Anganggowa rereh ririh ngati-ati,
(Milikilah sifat sabar, cermat, dan berhati-hati)
Den kawangwang barang laku,
(Selalu introspeksi pada tingkah laku)
Kang waskitha solahing wong.
(Pandailah membaca perilaku orang lain)
7. Tembang Dhandhanggula
tembang dhandhanggula ladova.net
Arti Tembang Dhandhanggula
Tembang macapat Dandanggula memiliki makna harapan yang indah, kata dandanggula sendiri
dipercaya berasal dari kata gegadhangan yang berarti cita-cita, angan-angan atau harapan, dan
dari kata gula yang berarti manis, indah ataupun bahagia.
Selain mempunyai arti harapan yang indah, beberapa kalangan juga ada yang menafsirkan
Dandanggula berasal dari kata dhandang yang berarti burung gagak yang melambangkan duka,
dan dari kata gula yang terasa manis sebagai lambang suka.
Kebahagiaan dapat dicapai setelah sebuah pasangan dapat melampaui proses suka-duka
dalam berumah tangga sehingga akan tercapai cita-citanya, cukup sandang, papan dan
pangan. Seseorang yang sedang menemukan kebahagiaan dapat diibaratkan lagunya
dandanggula.
Watak Tembang Dhandhanggula
Watak atau karakter dari tembang dhandanggula ini bersifat lebih universal atau luwes dan
merasuk hati. Jadi, tembang dhandanggula ini bisa digunakan untuk menuturkan kisah dalam
berbagai hal dan dalam kondisi apa pun.
Gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah
tercapai, cukup sandang, papan dan pangan (serta tentunya terbebas dari hutang piutang).
Kurangi keinginan agar terjauh dari hutang, sebab kata Iwan Fals: “Keinginan adalah sumber
penderitaan". Hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki
yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita.
Aturan Tembang Dhandhanggula
Memiliki Guru Gatra: 10 baris setiap bait (Artinya tembang Dhandhanggula ini memiliki 10 larik
atau baris kalimat).
Memiliki Guru Wilangan: 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, 7 (Artinya baris pertama terdiri dari 10 suku
kata, baris kedua berisi 10 suku kata, dan seterusnya)
Memiliki Guru Lagu: i, a, e, u, i, a , u, a, i, a (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal i, baris
kedua berakhir vokal a, dan seterusnya).
Contoh Tembang Dhandhanggula
Tembang Dhandhanggula memiliki kaidah/ Wewaton: 10i – 10a – 8e – 7u – 9i – 7a – 6u – 8a –
12i – 7a
Seperti contoh berikut ini:
Lamun sira ameguru kaki
(Jika engkau meminta nasehat dariku)
Amiliha manungsa sanyata
(Pilihlah manusia sejati)
Ingkang becik martabate
(Yang baik martabatnya)
Sarta weruh ing ukum
(Serta mengenal hukum)
Kang ibadah lan kang wirangi
(Yang taat beribadah dan menjalankan ajaran agama)
Sukur oleh wong tapa ingkang wus amungkul
(Apalagi mendapat orang suka perihatin yang sudah mumpuni)
Tan gumantung liyan
(Yang tak tergantung orang lain)
Iku wajib guronana kaki
(Kepadanyalah engkau wajib berguru)
Sartane kawruhanana
(Serta belajar padanya)
Video Tembang Dhandhanggula
8. Tembang Durma
9. Tembang Pangkur
tembang pangkur egyptianstreets.com
Arti Tembang Pangkur
Pangkur yang juga berarti mungkur (mundur/ mengundurkan diri), memberi gambaran bahwa
manusia mempunyai fase dimana ia akan mulai mundur dari kehidupan ragawi dan menuju
kehidupan jiwa atau spiritualnya. Pangkur atau mungkur dapat diartikan juga menyingkirkan
hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa kita.
Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah/ upaya yang sungguh-
sungguh, dan khususnya pada bulan Ramadhan, saat itulah kita gembleng hati kita agar bisa
meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah mengotori dinding-dinding
kalbu kita.
Watak Tembang Pangkur
Tembang macapat pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur
(nasihat), pertemanan, dan cinta. Baik rasa cinta kepada anak, pendamping hidup, Tuhan dan
alam semesta.
Banyak yang memaknai tembang macapat pangkur sebagai salah satu tembang yang berbicara
tentang seseorang yang telah menginjak usia senja, dimana orang tersebut mulai mungkur atau
mengundurkan diri dari hal-hal keduniawian. Oleh karena itu sangat banyak tembang-tembang
macapat pangkur yang berisi nasihat-nasihat pada generasi muda.
Aturan Tembang Pangkur
Memiliki Guru Gatra: 8 baris setiap bait (Artinya tembang Pangkur ini memiliki 8 larik atau baris
kalimat)
Memiliki Guru Wilangan: 8, 11, 8, 7, 12, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 8 suku kata, baris
kedua berisi 11 suku kata, dan seterusnya)
Memiliki Guru Lagu: a, i, u, a, u, a, i (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal a, baris kedua
berakhir vokal i, dan seterusnya)
Contoh Tembang Pangkur
Tembang Pangkur memiliki kaidah/ Wewaton: 8a – 11i – 8u – 7a – 12u – 8a – 8i
Seperti contoh berikut ini:
Salah satu contoh tembang macapat pangkur yang populer di masyarakat adalah karya KGPAA
Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama, pupuh I, yakni :
Mingkar-mingkuring ukara
(Membolak-balikkan kata)
Akarana karenan mardi siwi
(Karena hendak mendidik anak)
Sinawung resmining kidung
(Tersirat dalam indahnya tembang)
Sinuba sinukarta
(Dihias penuh warna )
Mrih kretarta pakartining ilmu luhung
(Agar menjiwai hakekat ilmu luhur)
Kang tumrap ing tanah Jawa
(Yang ada di tanah Jawa/nusantara)
Agama ageming aji.
(Agama “pakaian" diri)
Dari tembang macapat pangkur diatas dapat ditafsirkan bahwa, perlu memilih dan
menggunakan kata-kata yang bijak dalam mendidik anak. Dari cara bertutur orang tua harus
bisa menjadi contoh yang baik, karena dengan kata-kata yang baik tentu akan lebih nyaman
untuk didengarkan.
Mendidik bisa melalui tembang yang dirangkai indah agar menarik, sehingga semua nasihat-
nasihat tentang ilmu luhur yang ada di tanah jawa dapat dihayati, dan agama bisa menjadi
salah satu ajaran dalam kehidupan diri.
Dalam serat Wedhatama pupuh I ini, KGPAA Mangkunegoro IV memberi sebuah gambaran
akan pentingnya manusia untuk selalu belajar agar dapat menguasai ilmu luhur. Yang dimaksut
dengan ilmu luhur dalam konteks kekinian tentu cerdas secara intelektual (IQ), cerdas secara
emosi dan spiritual (ESQ).
Cerdas secara intelektual berarti dia pandai dalam menggunakan logika-logika, sedangkan
cerdas secara emosi dan spiritual berarti ia mampu mengelola emosi, sikap, mampu membawa
diri, dan memiliki kesadaran tinggi atas dirinya dengan lingkungan dan Tuhannya.
Tembang macapat pangkur di atas hanya merupakan tembang pembuka dalam serat
Wedhatama Pupuh I Pangkur. Dalam bait-bait tembang berikutnya KGPAA Mangkunegoro IV
dengan jelas juga memberi gambaran tentang perbedaan orang-orang yang berilmu luhur
dengan orang yang kurang ilmu.
Jinejer ing Wedhatama
(Tersaji dalam serat Wedhatama)
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
(Agar jangan miskin budi pekerti)
Mangka nadyan tuwa pikun
(Padahal meskipun tua dan pikun)
Yen tan mikani rasa
(bila tak memahami rasa)
Yekti sepi sepa lir sepah asamun
(Tentu sangat kosong dan hambar seperti ampas buangan)
Samasane pakumpulan
(Ketika dalam pergaulan)
Gonyak-ganyuk nglelingsemi.
(Terlihat bodoh memalukan)
***
Nggugu karsane priyangga,
(Menuruti kemauan sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling,
(Tanpa tujuan jika berbicara)
Lumuh ingaran balilu
(Tak mau dikatakan bodoh)
Uger guru aleman,
(Seolah pandai agar dipuji)
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu,
(Namun manusia yang telah mengetahui akan gelagatnya)
Sinamun samudana,
(Malah merendahkan diri)
Sesadoning adu manis.
(Menanggapi semuanya dengan baik)
***
Si pengung nora nglegewa,
(Si bodoh tak menyadari)
Sangsayarda denira cacariwis,
(Semakin menjadi dalam membual)
Ngandhar-andhar angendukur,
(bicaranya ngelantur kesana-kemari)
Kandhane nora kaprah,
(Ucapannya salah kaprah)
Saya elok alangka longkangipun,
(Semakin sombong bicara tanpa jeda)
Si wasis waskitha ngalah,
(Si bijak mengalah)
Ngalingi marang sipingging.
(Menutupi ulah si bodoh)
***
Mangkono ilmu kang nyata,
(Begitulah ilmu yang benar)
Sanyatane mung we reseping ati,
(Sejatinya hanya untuk menentramkan hati)
Bungah ingaran cubluk,
(Senang jika dianggap bodoh)
Sukeng tyas yen den ina,
(Bahagia dihati bila dihina)
Nora kaya si punggung anggung gumunggung,
(Tak seperti Si bodoh yang haus pujian)
Ugungan sadina dina,
(Ingin dipuji tiap hari)
Aja mangkono wong urip.
(Jangan seperti itu manusia hidup)
***
Uripe sapisan rusak,
(Hidup sekali rusak)
Nora mulur nalare ting saluwir,
(Tidak berkembang akalnya berantakan)
Kadi ta guwa kang sirung,
(Seperti gua gelap yang angker)
Sinerang ing maruta,
(Diterjang angin)
Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung
(Bergemuruh bergema tanpa makna)
Pindha padhane si mudha,
(Seperti itulah anak muda kurang ilmu)
Prandene paksa kumaki.
(Namun sangat angkuh)
10. Tembang Megatruh
ilustrasi roh keluar dari jasad
Arti Tembang Megatruh
Megatruh atau megat/ pegat (berpisah) dan ruh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita,
terlepasnya Ruh/ Nyawa menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di Surga, atau
keabadian yang Celaka yaitu di Neraka).
“Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut", artinya “Setiap Jiwa Pasti Akan Mati".
“Kullu Man Alaiha Faan", artinya “Setiap Manusia Pasti Binasa".
Akankah kita akan menjumpai kematian yang indah (Husnul Khotimah) ataukah sebaliknya?
Seperti kematian Pujangga kita WS Rendra, disaat bulan sedang bundar-bundarnya (bulan
Purnama) ditengah malam bulan Sya’ban tepat pada tanggal 6 Agustus atau tanggal 15
Sya’ban (Nisfu Sya’ban).
Diatas ranjang kematiannya, menjelang saat-saat Sakratul Mautnya dia bersyair:
“Aku ingin kembali pada jalan alam"
“Aku ingin meningkatkan pengabdian pada Allah"
“Tuhan aku cinta pada-Mu"
Watak Tembang Megatruh
Watak atau karakter tembang megatruh adalah tentang kesedihan dan kedukaan. Dimana biasa
untuk menggambarkan rasa putus asa dan kehilangan harapan.
Aturan Tembang Megatruh
Memiliki Guru Gatra: 5 baris setiap bait (Artinya tembang Pangkur ini memiliki 5 larik atau baris
kalimat)
Memiliki Guru Wilangan: 12, 8, 8, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 12 suku kata, baris
kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya)
Memiliki Guru Lagu: u, i, u, i, o (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u, baris kedua
berakhir vokal i, dan seterusnya)
Contoh Tembang Megatruh
Tembang Megatruh memiliki kaidah/ Wewaton: 12u – 8i – 8u – 8i – 8o
Seperti contoh berikut ini:
Kabeh iku mung manungsa kang pinujul
Marga duwe lahir batin
Jroning urip iku mau
Isi ati klawan budi
Iku pirantine ewong
***
Sigra milir kang gèthèk sinangga bajul
Kawan dasa kang njagèni
Ing ngarsa miwah ing pungkur
Tanapi ing kanan kéring
Kang gèthèk lampahnya alon
(Babad Tanah Jawi, Yasadipura)
11. Tembang Pocung