Anda di halaman 1dari 16

Larangan Korupsi dan Kolusi

Dosen Pembimbing:
Drs. Ahmad Zuhri, M.A

D
I
S
U
S
U
N

Oleh:

Ahmad Faiz Nirwan Srg 0204183160

Rizky Ananda Eka S 0204183157

Syahnan Hamonangan 0204183155

Azizan Risky Ramadhan 0204183156

JURUSAN MUAMALAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul
“Larangan Korupsi dan Kolusi”. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.

Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen mata kuliah Hadits, bapak Drs.
Ahmad Zuhri, M.A yang telah banyak memberikan kepada kami berbagai ilmu tentang Hadits-
Hadits Nabi khusunya kepada mahasiswa muamalah 2b. Semoga apa yang belaiu ajarkan kepada
kami menjadi manfaat dan menjadi amal jariyah bagi beliau di Akherat kelak. Amiin.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hadits. Dalam makalah
ini akan dibahas mengenai pengertian korupsi dan kolusi , larangan korupsi dan kolusi dan lain
sebagainya. Akhirnya kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya teman-teman sekalian. Tak
ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-
saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Medan, 24 Mei 2019

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................................. i

Kata Pengantar .................................................................................................................. ii

Daftar Isi ........................................................................................................................... iii

Bab 1 Pendahuluan ........................................................................................................... 1

1.Latar Belakang Masalah ................................................................................................ 1


2.Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
3. Tujuan Masalah ............................................................................................................ 1

Bab 2 Pembahasan ........................................................................................................... 2

a. Pengertian Korupsi dan Kolusi .................................................................................... 2

b. Hadist-hadist tentang Korupsi dan Kolusi ................................................................... 3

c. Larangan bagi pejabat untuk menerimah hadiah .......................................................... 4

d. Akibat tindakan Korupsi dan Kolusi .......................................................................... 8

Bab 3 Penutup .................................................................................................................

1. Kesimpulan .................................................................................................................

2. Saran dan kritik ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Korupsi dan kolusi dalam sejarah manusia bukanlah hal baru. Ia lahir bersamaaan dengan
perkembangan hidup manusia itu sendiri. Ketika manusia mulai hidup bermasyarakat, disanalah
awal mula terjadinya korupsi. Penguasaan atas suatu wilayah dan sumber daya alam oleh
segelintir kalangan mendorong mausia untuk saling berebut dan menguasai. Berbagai taktik dan
strategi pun dilaksanakan. Perebutan manusia atas sumber daya alam dan politik inilah awal
mula terjadinya ketidakadilan. Padahal kebutuhan untuk bertahan hidup kian menanjak, tapi
kesempatan untuk memenuhinya semakin terbatas. Sejak saat itu moralitas dikesampingkan.
Orientasi hidup yang mengarah pada keadilan berubah menjadi kehidupan untuk menguasai dan
mengeksploitasi.

2. Rumusan masalah

a.      Apa pengertian korupsi dan kolusi?

b.      Bagaimana hadist dan ayat alqur’an tentang korupsi dan kolusi?

c.      Apa akibat dari korupsi dan kolusi?


3. Tujuan masalah

1. Memahami apa itu korupsi dan kolusi

2. Mengetahui hadist dan ayat alqur’an tentang korupsi dan kolusi

3. Mengetahui akibat dari korupsi dan kolusi

1
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Menurut Fokcema Andreakata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus .


Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal dari kata asal corrumpere, suatu latin yang
lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa latin Eropa seperti inggris,
yaitu corruption, corrupt;, prancis, yaitu corruption; dan belanda, yaitu corruptie (korruptie).kita
dapat menyimpulkan sendiri bahwa dari bahasa belanda inilah kata itu turun ke bahasa indoneisa,
yaitu “korupsi”.
Arti harfiah dari kata itu adalah kebusukan, keburukan, kebejatan ketidakjujuran. Dapat
disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau
memfitnah seperti dapat dibaca dalam The Lexicon Dictonary
Dalam kamus umum bahasa Indonesia; “ korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti
penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya."1 Dalam indonesia sendiri pada
mulanya korupsi bersfifat umum kemudian sejak dirumuskan UU No. 31 tahn 1999 tentang
tindakan pidana korupsi, dari peraturan perundangan tersebut mengungkapkan suatu perbuatan
dapat dikatakan sebagai korupsi dengan terpenuhinya dua unsur, pertama setiap perbuatan yang
dilakukan seseorang untuk kepentingan diri sendiri keluarga, golongan ,atau suatu badan, yang
langsung atau tidak langsung merugikan bagi keuangan atau perekonomian negara. Kedua setiap
perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji dari keuangan negara atau
daerah yang dengan menggunakan kekuasaan yang diamanatkanya padanya oleh karena
jabatanya, baik langsung maupun tidak langsung membawa keuntungan atau  materil baginya.2

B. Pengertian Kolusi

Kolusi adalah suatu bentuk tindakan persekongkolan atau permufakatan secara rahasia
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, dimana tujuannya adalah untuk melakukan perbuatan
tidak baik demi mendapatkan keuntungan.

1 Fockema Andrea, Kamus Hukum, (Bandung; Bina Cipta, 1983), hlm.12-14.

2Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: PT Grafindo, 1967), hlm. 32-37.


2
Menurut Merriam-Webster’s Dictionary (1984), pengertian kolusi adalah suatu perjanjian
atau kerja sama ilegal dimana tujuannya untuk menipu atau memperdaya pihak lain. Dan
menurut KBBI, arti kolusi adalah kerja sama rahasia dengan maksud tidak terpuji,
persekongkolan yang terjadi antara pengusaha dan pejabat pemerintah.

Pendapat lain mengatakan arti kolusi adalah suatu bentuk kerja sama ilegal atau
konspirasi rahasia, yang bertujuan untuk menipu atau memperdaya orang lain. Pada umumnya
tindakan kolusi disertai dengan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah atau pihak
tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kolusi adalah sikap dan tindakan tidak jujur dan melanggar hukum dengan membuat kesepakatan
rahasia disertai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin untuk kepentingan
seseorang atau kelompok.3

C. Hadist dan ayat Alqur’an tentang larangan korupsi dan kolusi

 Dalam Al qur’an surat Al Baqarah ayat 188 Allah SWT berfirman:

َ‫وْ ن‬MM‫م تَ ْعلَ ُم‬Mُْ‫ااْل ِ ْث ِم َوَأ ْنت‬Mِ‫اس ب‬ ‫ْأ‬ ِ َ‫م بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬Mْ ‫ َوالَ ُك‬M‫ْأ ُكلُوْ ا َأ ْم‬Mَ‫َوالَ ت‬
ِ َّ‫ َوا ِل الن‬M‫ا ِم ْن َأ ْم‬MMً‫ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيق‬Mَ‫ا ِإلَى ْال ُح َّك ِام لِت‬MMَ‫ ْدلُوْ ا بِه‬Mُ‫ ِل َوت‬M‫اط‬

"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui."
 Hadis tentang larangan menyuap:

‫ي فِي اَ ْل ُح ْك ِم‬
Mَ ‫ اَلرَّا ِش َي َو ْال ُمرْ ت َِش‬M‫ لَ َعنَ َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم‬:‫ هللا عنه قَال‬M‫َوع َْن َأبِي ه َُري َْرةَ رضي‬

َ ‫ َو‬, ُّ‫ َو َح َّسنَهُ اَلتِّرْ ِم ِذي‬,ُ‫َر َواهُ اَ ْلخَ ْم َسة‬


َ‫ص َّح َحهُ اِبْنُ ِحبَّان‬

Artinya : “Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa


Sallam melaknat penyuap dan penerima suap dalam masalah hukum. Riwayat Ahmad dan Imam
Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Hibban”

3 M. Dawam Rahardjo, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme: Kajian Konseptual dan sosio kultural,
(Yogyakarta: Aditya Media, 1999), hlm. 198.
3
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa
bermakna “memasang tali, mengambil hati”.Penerima suap, yaitu orang yang menerima sesuatu
dari orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan
permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik berupa perbuatan atau justru
tidak berbuat apa-apa. Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa
untuk mencapai tujuannya. Suapan, yaitu harta atau uang/barang atau jasa yang diberikan
sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan atau sesuatu yang didambakan, diharapkan, atau
diterima. Banyak yang memberikan definisi tentang suap ini sehingga menurut istilah dikenal
beberapa pengertian suap, seperti uraian berikut4:
1.      Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut
dapat menolong orang yang memberi. Maksudnya, sesuatu yang dapat berupa uang ataupun harta
benda yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan, berkat
bantuan orang yang diberi tersebut.
2.      Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeksploitasi barang yang hak menjadi batil dan
sebaliknya. Artinya sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam
urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’.
3.      Suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya supaya orang itu
mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.
4.      suap adalah sesuatu yang di berikan kepada seseorang agar orang yang diberi itu memberikan
hukuman dengan cara yang batil atau memberi suatu kedudukan atau suapaya berbuat dzalim

Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan
cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri. Dibantah atau tidak, korupsi memang
dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Ibarat penyakit, korupsi dikatakan telah menyebar
luas ke seantero negeri. Terlepas dari itu semua, korupsi apa pun jenisnya merupakan perbuatan
yang haram.

Menyuap dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun
lainnya kepada petugas hukum agar terlepas dari ancaman hukum atau mendapat hukuman
ringan.Perbuatan seperti itu sangat dilarang dalam islam dan disepakati oleh para ulama sebagai
perbuatan haram. Harta yang diterima dari hasil menyuap tersebut tergolong dalam harta yang
diperoleh melalui jalan batil

4 Sohari, Hadits Tematik, (Jakarta: Diadit Media, 2006), hal. 132


4
D. Larangan Bagi Pejabat Untuk Menerima Hadiah 
Sebelum kami membahas hukum hadiah yang diberikan kepada pejabat, terlebih dahulu
kami akan mendefinisikan dari pengertian hadiah agar kita dapat memafhuminya. 
Dari kitab fatuhul mu’in yang di terjemahkan oleh Aliy As’ad hadiah menurut beliau adalah
hibah yang pemberiannya dengan cara mengantarkan kepada yang diberi guna untuk
memuliakannya, bahkan hadiah cukup dengan cara pemberi mengirimkan dan yang di beri
mengambilnya. 
Dalam buku yang ditulis oleh Abdullah Lam Ibrahim di nyatakan bahwa hadiah adalah
sesuatu yang di berikan orang kepada orang lain untuk menjalin ke akraban dan menunjukan
kasih sayang kepadanya. Rasulullah saw. Menganjurkan kepada kita agar kita memberi hadiah
karna Rasulullah sendiri berkenan menerima hadiah dari para sahabat, dan juga memerintahkan
kepada sahabat agar berkenan menerima hadiah dari orang lain sebagai mana yang dijelaskan
dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairah.
Rasulullah bersabda: 

َّ ‫ان الهَ ِد يَّةَ تَ ْدهَبُ َو َح َر ال‬


)‫( رواه البخر‬.‫ص ْد َر‬ َّ ‫تَـهَادَوافَِإ‬
Artinya: hendakhnya kalian saling memberi hadiah karna sesungguhnya hadiah itu akan
menghilangkan kedengkian. (HR. Bukhari) 
Demikianlah ajuran Rasulullah saw. Kepada kita agar supaya memberikan hadiah sesama
manusia sebab hadiah dapat menghilangkan kedengkian. Hadiah yang di maksud disini adalah
sumbangan dan pemberian kepada orang lain baik berupa uang maupun lainya hadiah berbeda
dengan pinjaman maskipun keduanya sama-sama pemberian. Jika seseorng memberikan uang
atau hartanya kepada orang lain dan menyerahkanya sebagai hak milik orang tersebut tanpa
imbalan apa pun maka pemberian tersebut hadiah.
Namun jika ia memberinya tanpa menyerahkan hak kepemilikan harta tersebut
kepadanya maka  pemberian tersebut di namakan pinjaman. Hadiah juga berbeda dengan
sedekah. Jika hadiah diorentasikan untuk mengakrapkan hubungan dan menambah cinta kasih
maka sedekah di dedikasikan untuk mencri ridho Allah swt 5

5 Bahresy Salim, Tarjamah Riyadhus Shalihin. (PT. Al-Ma’arif, Bandung 1986), hlm. 29

5
Di riwayatkan abu Hurairah Ra, tuturnya Rasulullah saw bersabda: tukar menukar
hadiahlah, niscaya kalian saling mencintai.6

َ Mَ‫ ُل ِح ْينَ ف‬M‫ ا َءهُ ْال َعا ِم‬M‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اِ ْستَ ْع َم َل عَا ِمالً فَ َج‬
‫ر َغ‬M َ ِ‫ي َأ َّن َرسُوْ َل هللا‬ ِ ‫ْث َأبِ ْي ُح َم ْي ِد الس‬
ِّ ‫َّاع ِد‬ ُ ‫َح ِدي‬
Mَ ْ‫ر‬Mَ‫كَ َوُأ ِّمكَ فَنَظ‬MM‫ت َأبِ ْي‬
‫دَى‬Mْ‫ت َأيُه‬ ِ ‫ دْتَ فِى بَ ْي‬M‫ َأفَالَ قَ َع‬:ُ‫ه‬Mَ‫ فَقَا َل ل‬.‫ي لِ ْي‬ َ ‫ل هللاِ هـ َذا لَ ُك ْم وهـ َذا ُأ ْه ِد‬Mَ ْ‫ارسُو‬
َ َ‫ ي‬:‫ال‬ َ َ‫ِم ْن َع َملِ ِه فَق‬
:‫ا َل‬MMَ‫ ثُ َّم ق‬،ُ‫صالَ ِة فَتَ َشهَّ َد َوَأ ْثنَى َعلَى هللاِ بِ َما ه َُو َأ ْهلُه‬ َ ِ‫ك َأ ْم الَ ؟ ثُ َّم قَا َم َرسُوْ ُل هللا‬
َّ ‫صلَّى هللاِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َع ِشيَّةً بَ ْع َد ال‬ َ َ‫ل‬
‫ ِه َوُأ ِّم ِه‬Mْ‫ت َأبِي‬ َ ‫ ِد‬M‫ هـ َذا ِم ْن َع َملِ ُك ْم َوهـ َذا ُأ ْه‬:ُ‫وْ ل‬Mُ‫ فَيَق‬M‫تَ ْع ِملُهُ فَيَْأتِـ ْينَا‬M‫ ِل ن َْس‬M‫ فَ َما بَا ُل ْال َعا ِم‬،ُ‫َأ َّما بَ ْعد‬
ِ ‫ َد فِ ْي بَ ْي‬M‫ي لِ ْي َأفَالَ قَ َع‬
‫هُ َعلَى‬Mُ‫ ِة يَحْ ِمل‬M‫وْ َم ْالقِيَا َم‬MMَ‫ ِه ي‬Mِ‫ ا َء ب‬M‫ر هَلْ يُ ْهدَى لَهُ َأ ْم الَ؟ فَ َو الَّ ِذيْ نَ ْفسُ ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه الَيَ ُغلُّ َأ َح ُد ُك ْم ِم ْنهَا َشيْـًأ ِإالَّ َج‬Mَ َ‫فَنَظ‬
ُ ‫ ْد بَلَّ ْغ‬Mَ‫َت َشاةً َجا َء بِهَا تَ ْي َع ُر فَق‬
َ Mَ‫ت فَق‬
‫ال‬M ْ ‫َت بَقَ َرةً َجا َء بِهَا ُخوْ ا ٌر َوِإ ْن َكان‬ ْ ‫ُعنُقِ ِه ِإ ْن َكانَ بَ ِع ْيرًا َجا َء بِ ِه لَهُ ُرغَا ٌء َوِإ ْن َكان‬
َ ِ‫وْ ُل هللا‬MMMMM‫ َع َر ُس‬MMMMَ‫ ثُ َّم َرف‬:‫ ٍد‬MMMMْ‫وْ ُح َمي‬MMMMُ‫َأب‬
َ ‫ر ِإلَى ُع ْف‬Mُ MMMMُ‫ َدهُ َحتَّى ِإنَّا لَنَ ْنظ‬MMMMMَ‫لَّ َم ي‬MMMM‫ ِه َو َس‬MMMMْ‫لَّى هللاِ َعلَي‬MMMM‫ص‬
‫ر ِة ِإ ْبطَيْه‬MMMMM

Abu Humaidi Assa’idy r.a. berkata, “Rasulullah saw. mengangkat seorang pegawai untuk
menerima sedekah/zakat kemudian sesudah selesai, ia datang kepada Nabi saw. dan berkata,
“Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang padaku.” Maka Nabi saw.
bersabda kepadanya, “Mengapakah anda tidak duduk saja di rumah ayah atau ibu anda apakah
di beri hadiah atau tidak (oleh orang)?” Kemudian sesudah shalat, Nabi saw. berdiri, setelah
tasyahud dan memuji Allah selayaknya, lalu bersabda. “Amma ba’du, mengapakah seorang
pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, “Ini hasil untuk kamu dan ini aku
berikan hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk menunggu
apakah ia diberi hadiah atau tidak?. Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada
seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat
memikul di atas lehernya. Jika berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing
yang mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan.” Abu Humaidi berkata, “kemudian
Nabi saw., mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.”
(Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam kitab ‘Aiman dan Nadzar,’bab’ Bagaimana cara Nabi saw.

6 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-lu’lu’ wal Marjan Mutiara hadits sahih Bukhari dan Muslim, (Jakarta:
Ummul Qura, 2013),hlm. 121. 
6
bersumpah,’)7

Dari keterangan-keterangan di atas, jelaslah bahwa pada dasarnya memberikan hadiah


pada orang lain sangat baik dan dianjurkan untuk lebih meningkatkan  rasa saling mencintai
begitu pula bagi yang diberi hadiah disunahkan untuk menerimanya. 
Akan tetapi, Islam pun memberi ranbu-ranbu tertentu dalam masalah hadiah, baik yang berkaitan
dengan pemberi hadiah maupun penerimanya. Dengan kata lain, tidak semua orang
diperbolehkan menerima hadiah. Misalnya bagi seorang pejabat atau pemegang kekuasaan. 
Hal itu ditujukan untuk kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang ingin sekali
mengenal bahkan akrab dengan oang-orang yang terpandang, baik para pejabat maupun oarng-
orang yang memiliki kedudukan tinggi lainnya. Mereka menempuh berbagai jalan untuk dapat
mendekati  orang-orang tersebut dengan cara memberi hadiah kepadanya padahal pejabat
tersebut hidup berkecukupan, bahkan tak pantas diberi hadiah, karena masih banyak orang
Lainnya yang lebih membutuhkan hadiah tersebut.

Oleh karena itu, Islam melarang seorag pejabat atau petugas Negara dalam posisi apapun untuk
menerima atau memperleh hadiah dari siapapun karena hal itu tidaklah layak dan dapat
menimbulkan fitna.Disamping sudah mendapatkan gaji dari negara , alasan pemberan hadiah
tersebut berkat kedudukannya. Bila ia tidak memiliki kududukan atau jabatan ,belum tengtu
orang-orang tersebut akan memberinya hadiah. Sebagaimana dalam hadis diatas bahwa jika ia
hanya tidak menjabat dan hanya diam dirumah, tidak ada seorangpun yang memberi hadiah
kepadanya.

Dengan demikian, hadiah yang diberikan kepada para pejabat atau yang berwenan, kecil
atau besar wewenangnya apabila sebelumya tidak bisa terima dinilai sebagai sogokan
terselubung. Dengan kata lain, hadiah yang diberikan kepada seseorang pejabat sebenarnya
bukanlah hak nya. Disamping itu, niat orang-orang memberikan hadiah kepada para pejabat atau

7 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-lu’lu’ wal Marjan Mutiara hadits sahih Bukhari dan Muslim, (Jakarta:
Ummul Qura, 2013). h. 122 
7
para pegawai, dipastikan tidak didorong dan didasasrkan pada keikhlasan sehingga perbuatan
mereka akan sisi-sia dihadapan Allah SWT.8
Selain itu, seorag pejabat yang menerima hadiah dari orang, berarti dia mendekatkan
dirinya pada perbuatan kolusi dan nepotisme.dalam pelaksanaan kewajiban khususnya, misalnya
dalam pengaturan tender, penempatan pegawai, dan lain-lain,bukan lagi didasarkan pada aturan
yang ada,namun didasarkan pada apa yang diberikan orang kepadanya dan seberapa dekat
Hubungannya dengan orang tersebut.
Ia akan mempermudah berbagai urusan orang yang memberinya hadiah dan tidak
memperdulikan urusan orang yang tidak dia kenal dan tidak pernah memberinya hadiah apapun.
Dengan demikian, akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Apalagi kalau ia menempatkan
bawahannya berdasarkan dengan uang yang diterimanya hal ini akan menyebabkan adanya
orang-orang yang tidak pantas menduduki tempat tersebut karena tidak sesuai dengan
Kemampuan dan kualitasnya.
            Dengan demikian, sangatlah pantas kalau Rasulullah Saw melarang seorang pegawai atau
seorang petugas negara untuk menerima hadiah karena menimbulkan kemudaratan walaupun
Pada asalnya menerima hadiah itu dianjurkan
Korupsi baik terhadap umum maupun milik Negara yang dianggap sebagai perbuatan
salah/curang diharamkan dalam Islam dan diancam dengan adzab akhirat. Hal ini sebagaimana
yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 161

ْ ‫ت َوهُ ْم الَ ي‬
َ‫وْ ن‬MM‫ُظلَ ُم‬ ٍ ‫لُّ نَ ْف‬MM‫ ُك‬M‫وفَّى‬M
ْ َ‫ب‬M‫ا َك َس‬MM‫س َم‬ ِ ‫ْأ‬Mَ‫لْ ي‬MMًُ‫ َّل َو َم ْن يَ ْغل‬M‫انَ النَّبِ ُّي َأ ْن يَ ُغ‬MM‫ا َك‬MM‫َو َم‬
َ Mُ‫ ِة ثُ َّم ت‬M‫وْ َم ْالقِيَا َم‬MMَ‫ َّل ي‬M‫ا َغ‬MM‫ت بِ َم‬
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa
yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”

Islam melarang perbuatan tersebut, bahkan menggolongkannya sebagai salah satu dosa

8 Rahcmat syafe’i,  Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum,(Bandung: CV, Pustaka Setia,2003), h.
159-161

8
besar, yang dikhianati oleh Allah dan Rasulnya. Karena perbuatan tersebut tidak hanya
melecehkan hukum, tetapi lebih jauh lagi melecehkan hak seseorang untuk mendapatkan
perlakuan yang sama di depan hukum. Oleh karena itu, seorang hakim hendaklah tidak
menerima pemberian apapun dari pihak manapun selain gajinya sebagai hakim.
Untuk mengurangi perbuatan suap-menyuap dalam masalah hukum, jabatan hakim lebih utama
diberikan kepada mereka yang berkecukupan karena kemiskinan seorang hakim akan mudah
membawa dirinya untuk berusaha mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.
Sebenarnya, suap menyuap tidak hanya dilarang dalam masalah hukum saja, tetapi dalam
berbagaia aktkivitas dan kegiatan. Dalam beberapa hadis lainnya, suap menyuap tidak
dikhsuskan terhadap masalah hukum saja.

E. Akibat dari tindakan Korupsi dan Kolusi

Korupsi yang dilakukan oleh penguasa akibat penyalahgunaan kekuasaan akan berakibat, antara
lain:9

1. Dampak terhadap ekonomi

             Ekonomi berfunsi sebagai faktor terpenting bagi masyarakat. apabila korupsi sudah
masuk pada perekonomian negara mana mungkin bisa makmur masyaraktnya jikalau semua
proses ekonomi dijalankan oleh oknum yang korup. Hasil dari dampak korupsi terhadp ekonomi
yakni,

 Lambatnya Pertumbuhan ekonomi dan Investasi


 Turunya Produktifitas
 Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa
 Menurunnya Pendapatan Negara dari Sektor Pajak
 Meningkatnya Hutang Negara

2. Dampak Sosial dan Kemiskinan Rakyat

9 Amirudin. Aam,Bedah Masalah Kontemporer, (Bandung : Khazanah Intelektual, 2006), hlm. 25

9
     Dari dampak sosial dan Kmiskinan Rakyat akan menybabkan 

 Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik


 Lambatnya pengentasan kemiskinan rakyat
 Akses bagi masyarakat sangat terbatas
 bertambahnya anka kriminalitas

3. Runtuhnya Otoritas Pemerintahan 

             Penyebab dari runtuhnya otoritas pemerintahan yakni,

 Matinya Etika Sosial Politik

Para wakil rakyat sudah tidak dapat dipercaya sebagai pelindung rakyat, karna mereka hanya
memikirkan anak buah mereka jika salah satu dari mereka melakukan tindak korupsi dengan
kekuatan politiknya mereka akan melakukan berbagai cara untuk menyelamatkannya.

 Tidak Berlakunya Peraturan dan Perundng Undangan

Peraturan perundang undangan tidak lagi berlaku karna, kebanyakan para pejabat tinggi,
pemegang kekuasaan atau hakim sering kali dijumpai bahwa mereka mudah sekali terbawa oleh
hawa nafsu mereka. dan juga sering kali semua permasalahan selalu diselesaikan dengan
korupsi.10

 4. Dampak Terhadap Polittik dan Demokrasi

Dari dampak terhadap politik dan demokrasi tersebut menghasilkan

 Munculnya kepemimpinan yang korup


 Hilangnya kepercayaam publik pada demokrasi
 Menguatnya system politik yang dikuasai oleh pemilik modal
 Hancurnya kedaulatan rakyat.

10 Sumartana, 2001, Hukum Kontemporer, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2001), hlm. 123


10
5. Dampak Terhadap Penegak Hukum  

     korupsii terhadap penegak hukum dapat melemahkan suatu pemerintahan. bahwasanya setiap
pejabat atau pemegang kekusaan memiliki peran penting dalam membangun suatu negara,
apabila pejabat sudah melalaikan kewajibannya maka yang akan terjadi yakni,

 Fungsi pemerintahan tidak berjalan dengan baik


 Masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah

6. Dampak terhadap Pertahanan dan keamanan 

    Dampak terhadap pertahanan dan keamanan mengakibatkan

 Lemahnya alusistra (senjata) dan SDM


 Lemahnya garis batas Negara
 Menguatnya kekerasan dalam masyarakat

7. Dampak Terhadap Lingkungan 

    Dampak korupsi terhadap lingkungan dapat menyebabkan

 Menurunya kualitas lingkungan


 Menurunnya kualitas hidup

11

BAB 3

PENUTUP
1. Kesimpulan

Korupsi merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak
mental atau akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidanan sebagaimana hukumnnnya.
Untuk menanggulanginya, harus memahami dan kemudian merealisasikannya dalam perbuatan.
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna
“memasang tali”

Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya. Tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Menyuap dalam masalah hukum adalah
memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun lainnya kepada penegak hukum agar terlepas
dariancamanhukumataumendapathukumanringan. 
Kolusi adalah sogok menyogok, kolusi dapat terjadi apabila diawali dengan
persekongkolan. Demikian juga, praktek sogok menyogok terjadi karena persekongkolan antara
yang memberi suap dan yang menerima suap. Hadiah adalah sesuatu yang di berikan orang
kepada orang lain untuk menjalin ke akraban dan menunjukan kasih sayang kepadanya.
Rasulullah saw. Menganjurkan kepada kita agar kita memberi hadiah karna Rasulullah sendiri
berkenan menerima hadiah dari para sahabat, dan juga memerintahkan kepada sahabat agar
berkenan menerima hadiah dari orang lain, ngemong, mengambil hati”

2. Saran dan Kritik

Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua
umumnya kami pribadi.. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna,
masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik nya yang bersifat
membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya. 

12

DAFTAR PUSTAKA

Andrea Fockema, Kamus Hukum, (Bandung; Bina Cipta, 1983), hlm.12-14.


Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: PT Grafindo, 1967), hlm. 32-37
Rahadjo M.Dawam, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme: Kajian Konseptual dan sosio kultural,
(Yogyakarta: Aditya Media, 1999), hlm. 198.
Sohari, Hadits Tematik, (Jakarta: Diadit Media, 2006), hal. 132

Salim Bahresy, Tarjamah Riyadhus Shalihin. (PT. Al-Ma’arif, Bandung 1986), hlm. 29

Abdul Baqi Muhammad Fuad, Al-lu’lu’ wal Marjan Mutiara hadits sahih Bukhari dan Muslim,
(Jakarta: Ummul Qura, 2013),hlm. 121

Abdul Baqi Fuad, Al-lu’lu’ wal Marjan Mutiara hadits sahih Bukhari dan Muslim, (Jakarta:
Ummul Qura, 2013). h. 122 

Syafe’i Rahcmat,  Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum,(Bandung: CV, Pustaka
Setia,2003), h. 159-161

Amirudin. Aam,Bedah Masalah Kontemporer, (Bandung : Khazanah Intelektual, 2006), hlm. 25

Sumartana, 2001, Hukum Kontemporer, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2001), hlm. 123

13

Anda mungkin juga menyukai