Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA


SEDIAAN TABLET (METODE GRANULASI BASAH)

Oleh:

Kelompok C / Kelas A
1. I KOMANG SUDA DIATMIKA (23)
2. I Made Ardikayasa (24)
3. KADEK NITA NOPIANINGSIH (25)
4. LUH ENI LESTARI (26 )
5. LUH GEDE NOVIANI PURNAMA DEWI S (27)
6. LUH PUTRI AGUSTYA PRAMESTI (28)
7. LUH SUSIANTI (29)
8. NI GUSTI AYU KADE NURIARTINI (30)
9. NI KADEK AYU DEWI ARTATIK (31)
10.NI KADEK DIAN ANGGRYANI (32)
11.NI KADEK EKA LIANA (33)

FAKULTAS FARMASI SARASWATI DENPASAR

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI

DENPASAR 2022/2023
PRAKTIKUM SEDIAAN SOLIDA
SEDIAAN TABLET METODE GRANULASI BASAH

I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mampu membuat sediaan tablet dengan metode granulasi basah
b. Mampu melakukan evaluasi mutu sediaan tablet

II. TEORI DASAR

Granul adalah sediaan yang mengandung padatan, kelompok agregat kering


dari partikel serbuk yang lebih kecil, atau partikel individu yang lebih besar yang
mungkin memiliki dimensi keseluruhan lebih besar dari 1000 µm. Granul dimaksudkan
untuk diberikan secara oral, bisa langsung ditelan, dikunyah atau
dilarutkan/didispersikan dalam air atau cairan lain yang sesuai terlebih dahulu
sebelum digunakan. Granulasi adalah proses di mana partikel serbuk kering diolah
sehingga melekat membentuk entitas multipartikulat yang lebih besar yang disebut
granul.
Granul farmasi biasanya memiliki kisaran ukuran antara 0,2 mm dan 4,0 mm,
tergantung pada penggunaan granul selanjutnya. Dalam sebagian besar kasus, jika
granul akan dibuat sebagai produk antara untuk pembuatan tablet, granul tersebut
biasanya memiliki kisaran ukuran 0,2 mm hingga 0,5 mm. Jika granul disiapkan untuk
digunakan sebagai bentuk sediaan, biasanya ukurannya lebih besar (1 mm sampai 4
mm).
Granul harus memiliki sifat mekanik yang sesuai. Granul yang diproduksi sebagai
bentuk sediaan harus cukup kuat untuk menahan penanganan (pengemasan dan
transportasi). Granul yang dimaksudkan untuk dikempa menjadi tablet juga harus kuat
dan tidak mudah pecah, tetapi juga harus dapat berubah bentuk dan terikat selama
pengempaan untuk memastikan bahwa terbentuk massa yang kompak.
Granul mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa eksipien dan, jika
perlu, zat pewarna dan pengaroma yang sesuai. Granul terutama digunakan untuk obat
toksisitas rendah dengan dosis tinggi. Granul metilselulosa, misalnya, digunakan
sebagai pencahar pembentuk massa dan memiliki dosis 1 g hingga 4 g setiap hari.
Granul disajikan sebagai sediaan dosis tunggal atau dosis ganda. Setiap dosis
sediaan dosis ganda diberikan dengan alat yang sesuai untuk mengukur jumlah yang
ditentukan. Untuk butiran dosis tunggal, setiap dosis dikemas dalam paket individu,
(misalnya sachet atau vial). Jika sediaan mengandung bahan yang mudah menguap
atau isinya harus dilindungi, maka sediaan tersebut harus disimpan dalam wadah
kedap udara. Misalnya, butiran metilselulosa harus disimpan dalam wadah kedap
udara bermulut lebar.
Metode granulasi dapat dibagi menjadi dua jenis: metode basah, yang
menggunakan cairan dalam prosesnya, dan metode kering, di mana tidak ada cairan
yang digunakan. Dalam formulasi sediaan granul, selain bahan aktif sejumlah eksipien
akan dibutuhkan. Eksipien yang umum digunakan adalah pengisi, yang digunakan
untuk menghasilkan berat dosis satuan dengan ukuran yang sesuai, dan zat
penghancur, yang ditambahkan untuk membantu pemecahan granul ketika mencapai
media cair (misalnya setelah tertelan oleh pasien). Perekat (juga dikenal sebagai
pengikat) dalam bentuk serbuk kering juga dapat ditambahkan, terutama jika
digunakan granulasi kering. Semua bahan akan dicampur sebelum granulasi.
Granulasi kering
Pada metode granulasi kering, partikel serbuk dikumpulkan dan diberi tekanan
tinggi. Ada dua proses perantara utama, yakni produksi tablet besar (dikenal sebagai
'slug') dalam mesin pres tablet (proses yang dikenal sebagai slugging) atau menekan
serbuk antara dua rol untuk menghasilkan lembaran atau serpihan material
(pemadatan rol). Selanjutnya produk antara yang dihasilkan dipecah menggunakan
teknik penggilingan yang sesuai untuk menghasilkan granul yang biasanya diayak
untuk memisahkan fraksi ukuran yang diinginkan. Bahan halus yang tidak terpakai
dapat dikerjakan ulang untuk menghindari pemborosan. Metode kering ini dapat
digunakan untuk obat yang tidak terkompresi dengan baik setelah granulasi basah
atau yang sensitif terhadap kelembaban.
Granulasi basah (melibatkan massa basah)
Granulasi basah melibatkan massa campuran partikel serbuk kering dan
menggunakan cairan granulasi. Cairan granulasi mengandung pelarut yang harus
mudah menguap, sehingga dapat dihilangkan dengan pengeringan, dan tidak beracun.
Cairan yang cocok biasanya air, etanol dan 2-propanol baik sendiri atau dalam
kombinasi. Cairan granulasi dapat digunakan sendiri atau sebagai pelarut yang
mengandung perekat terlarut (juga disebut sebagai pengikat atau bahan pengikat),
yang digunakan untuk memastikan adhesi partikel setelah granul kering.
Air biasanya digunakan untuk alasan ekonomi dan ekologi. Kerugian dari air
sebagai pelarut adalah dapat mempengaruhi stabilitas obat, menyebabkan hidrolisis
produk yang rentan, dan membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama dari pada
pelarut organik.
Waktu pengeringan yang lama ini meningkatkan durasi proses dan sekali lagi
dapat mempengaruhi stabilitas kimia obat karena paparan panas yang diperpanjang.
Keuntungan utama air adalah tidak mudah terbakar, yang berarti bahwa tindakan
pencegahan keamanan yang mahal seperti penggunaan peralatan tahan api tidak perlu
dilakukan. Pelarut organik digunakan sebagai alternatif untuk granulasi kering ketika
melakukan granulasi obat yang sensitif terhadap air, atau ketika diperlukan waktu
pengeringan yang cepat.
Dalam metode granulasi basah tradisional, massa basah dipaksa melalui ayakan
untuk menghasilkan butiran basah, yang kemudian dikeringkan. Tahap pengayakan
berikutnya memecah gumpalan butiran dan menghilangkan bahan halus, yang dapat
didaur ulang. Variasi metode tradisional ini tergantung pada peralatan yang digunakan,
tetapi prinsip umum agregasi partikel awal menggunakan cairan tetap ada di semua
proses. Sebuah alternatif untuk proses granulasi basah tradisional adalah granulasi
leleh dimana polimer termoset digunakan untuk membentuk butiran.
Evaluasi mutu granul, granul harus memenuhi persyaratan uji dan standar
farmakope yang sangat mirip dengan sediaan serbuk, yang mencakup keseragaman
unit dosis, keseragaman kandungan, keseragaman massa dan keseragaman massa
dosis dari wadah dosis ganda.
Keseragaman unit dosis, granul oral dosis tunggal harus memenuhi uji
keseragaman satuan dosis atau, jika dibenarkan dan diizinkan, dengan uji keseragaman
kandungan dan/atau keseragaman massa. Keseragaman massa, granul oral dosis
tunggal harus memenuhi uji keseragaman massa sediaan dosis tunggal. Jika produk
memenuhi uji keseragaman kandungan untuk semua zat aktif, maka uji keseragaman
massa tidak diperlukan. Keseragaman massa dosis yang dikeluarkan dari wadah
multidosis, granul oral yang dikemas dalam wadah multidosis harus memenuhi
pengujian ini. Pelepasan obat, sediaan granul tertentu, misalnya granul tersalut, granul
pelepas termodifikasi, granul tahan gastro, kecepatan dan tingkat pelepasan obat aktif
harus dikuantifikasi dan dibandingkan dengan spesifikasi yang disyaratkan.
Evaluasi mutu fisik yang dilakukan terhadap sediaan granul meliputi distribusi
ukuran partikel dan sifat aliran. Distribusi ukuran granul, yaitu evaluasi untuk
mengetahui penyebaran ukuran granul yang diperoleh. Zat padat yang secara alamiah
berada dalam bentuk partikel dan zat yang telah digranul memiliki bentuk yang tidak
beraturan dan ukuran partikel bervariasi. Metode statistik yang telah dikembangkan
menyatakan bahwa untuk ukuran partikel tidak beraturan dinyatakan dengan
diameternya. Berbagai metode untuk mengetahui ukuran diameter ini, antara lain:
metode pengendapan, pengayakan dan mikroskopi. Metode pengayakan merupakan
metode yang lebih banyak dipilih, karena kepraktisan dan mudah dalam
pelaksanaannya. Alat yang digunakan adalah ayakan bertingkat. Tipe gerakan, vibrasi,
gerakan memutar, dan durasi pengayakan merupakan faktor penting pada uji dengan
metode ini, oleh karena itu dalam metode ini tipe gerakan, lama waktu dan beban
pengayakan harus distandarkan.
Sifat alir dapat diuji dengan waktu alir, sudut diam dan kompresibilitas. Waktu
alir, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengalir sejumlah granul atau serbuk pada
alat uji. Mudah tidaknya granul atau serbuk mengalir dipengaruhi oleh bentuk, luas
permukaan, kerapatan dan kelembaban granul. Ketidakseragaman dan semakin
kecilnya ukuran granul akan menaikkan daya kohesi sehingga granul menggumpal dan
tidak mudah mengalir. Untuk 100 gram granul atau serbuk dengan waktu alir lebih
dari 10 detik akan mengalami kesulitan pada waktu penabletan.
Sudut diam, yaitu sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel berbentuk
kerucut dengan bidang horizontal, jika sejumlah serbuk atau granul dituang ke dalam
alat pengukur. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk, ukuran partikel dan
kelembaban granul.

Sumber: Aulton and Taylor 2018

Pengetapan, yaitu penurunan volume sejumlah granul akibat hentakan (tapped)


dan getaran (vibrating). Semakin kecil indeks pengetapan (dalam persen) maka
semakin baik sifat alirnya. Uji pengetapan dilakukan dengan Jolting Volumeter yang
terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan ke bawah
dengan bantuan motor penggerak. Dari proses pengetapan ini juga dapat dihitung
harga kerapatan bulk dan kerapatan mampatnya.
Sumber: Aulton and Taylor 2018

Keterangan:
m = Massa partikel
Vo = Volume bulk (sebelum pengetapan)
Vf = volume mampat (setelah pengetapan)
Bmin = Kerapatan bulk (sebelum pengetapan)
Bmax = Kerapatan mampat (setelah pengetapan)
Berdasarkan hasil pengukuran tersebuat dapat dihitung Husner Ratio dan Carr’s
index (persen kompresibilitas).
Sumber: Aulton and Taylor 2018

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Bahan dan Alat

a. Bahan:
Parasetamol, avicel 101, PVP, amylum, talk, magnesium stearat, NaOH,

KH2PO4
b. Alat:
timbangan gram dan mg, kantong plastik, oven, moisture analyzer, satu seri ayakan
(14, 20, 30, 40, 50, 60, 80 dan 100 mesh), sieve shaker, gelas ukur 100 ml, alat uji
kecepatan alir granul, penggaris, kalkulator, stopwatch, alat uji waktu hancur, alat uji
disolusi, Monsanto Hardness Tester, friability tester, pinset, spektrofotometer UV-Vis,
seperangkat alat gelas.

2. Formula
Tiap tablet mengandung:
Parasetamol 500 mg
Avicel 101 55,25 mg Fase dalam
PVP 20 mg
Amylum 10%
Talk 1% Fase luar
Magnesium Stearat 0,5%
Dibuat sebanyak 700 tablet dengan bobot @650 mg

3. Prosedur Kerja
a. Pembuatan granul
1) Penimbangan fase dalam

Paracetamo :l 500 mg x 700 = 350.000 mg = 350 G


Avicel 101 : 55,25 mg x 700 = 38657 mg = 38.657 G
PVP : 20 mg x 700 = 14000 mg = 14 GR

2) Fungsi masing – masing komponen dalam formula


 Paracetamol : Bahan aktif
 Avicel 101 : Bahan Pengisi
 Laktosa : Bahan Pengisi
 Pvp : Bahan Pengikat
 Amylum : Bahan Penghancur
 Talk : Bahan Pelicin
 Magnesium stearat : Bahan Pelicin

3) Prosedur pembuatan granul

a) Timbang masing-masing komponen fase dalam sesuai hasil perhitungan bahan


b) Larutkan PVP dengan 70 ml etanol 70% di dalam beaker glass 100 ml
c) Ayak Avicel pH 101 dan paracetamol dengan ayakan nomor 14 dan campur di dalam
kantong plastik sampai homogen
d) Pindahkan campuran avicel-paracetamol ke dalam waskom
e) Tambahkan larutan PVP sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tangan dan
diremas-remas sampai larutan PVP habis dalam adonan homogen dan terbentuk
massa granul. Tambahkan etanol jika massa granul belum terbentuk.
f) Ayak massa granul dengan ayakan nomor 14
g) Hasil ayakan diratakan di atas tray yang sudah dialasi kertas perkamen
h) Keringkan di dalam oven suhu 50oC sampai setengah kering (selama 40 menit)
i) Granul setengah kering diayak dengan ayakan nomor 20
j) Hasil ayakan dikeringkan lebih lanjut sampai kering (kadar air 2-3%)
k) Timbang granul kering dari hasil pengeringan
l) Hitung fase luar yang diperlukan
m) Campur fase luar di dalam kantong plastik
n) Setelah homogen tambahkan granul kering dan kocok sampai homogen

Penimbangan Fase Luar [untuk pelaksanaan poin (l.)

Bahan Persentase Jumlah (g)


(%)
Bobot Granul Kering (Wgk) 88,5 389.1
Amylum 10 43,969
Talk 1 4,396
Magnesium Stearat 0,5 2.198
TOTAL 439,663

b. Evaluasi mutu granul


1) Distribusi ukuran granul
a) Prosedur kerja
(1) Ditimbang 100 g granul.
(2) Ditimbang bobot masing-masing pengayak (20, 30, 50, 60, 80 dan 100 mesh)
dan pan penampung yang akan digunakan.
(3) Pengayak-pengayak tersebut disusun dengan ukuran terbesar diletakkan di
atas dan pan penampung di bawah.
(4) Susunan pengayak tersebut diletakkan di atas penggetar pengayak.
(5) Granul yang telah ditimbang diletakkan pada pengayak paling atas, kemudian
ditutup dan dikencangkan.
(6) Pengayak digetarkan selama 5 menit.
(7) Ditimbang bobot masing-masing pengayak dan granul yang terdapat di
dalamnya.
(8) Dihitung bobot granul yang terdapat pada masing-masing pengayak dan pada
pan penampung tersebut.
(9) Buatlah tabel dan kurva distribusi ukuran granul yang diperoleh.
b) Hasil Pengamatan
(1) Tabel distribusi ukuran

Pengayak Bobot Granul


Bobot Pengayak +
Diameter granul (g)
Nomor Bobot (g) Bobot (g) %
Lubang (µm)
20 850 28,7 428.9 0.2 0.2%
30 600 17,5 428.8 11.3 11.3%
50 300 426,2 442.4 16.2 16.2%
60 250 422,8 436.8 13 13%
80 180 424,8 445 20.2 20%
100 150 390,6 403,2 12.6 12.6%
Pan 345,5 372 26.5 26.5%
Jumlah

(2) Kurva Histogram Frekuensi

(3) Persentase fines

Fines adalah partikel-partikel dengan diameter <100 µm.

𝑤 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛
% fines = 𝑥 100%
𝑤 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

26.5
= x 100 %=26,44 %
100.3

2) Bobot jenis bulk


Bobot jenis bulk adalah massa terhadap volume dari sejumlah bahan yang dituang
bebas ke dalam gelas ukur.
a) Prosedur Kerja:
(1) Ditimbang bahan sejumlah 40-130 g pada kertas timbang
(2) Bahan tersebut dituang ke dalam gelas ukur 100 mL yang dimiringkan pada
sudut 45° dengan cepat (dapat melalui corong).
(3) Gelas ukur ditegakkan dan digoyangkan dengan cepat untuk meratakan
permukaan bahan dan dibaca volume yang terukur (mL).
(4) Dihitung bobot jenis bulk dengan rumus sebagai berikut:

ρB = w/V0 (g/mL)

b) Hasil pengamatan:

Replikasi w (g) V0 (mL) ρB (g/mL)


1 30 72 0.146
2 30 71 0.422
3 30 73 0.410
Rata-rata 72 30
=0.416
72

3. Bobot jenis mampat


Bobot jenis mampat adalah perbandingan massa terhadap volume setelah massa
tersebut dimampatkan sampai volume tetap. Pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan “tapping machine”
a. Prosedur kerja:
1. Setelah pembacaan volume bulk pada pengukuran
bobot jenis bulk, gelas ukur yang berisi bahan tersebut
diletakkan pada alat pengetuk.
2. Alat dioperasikan dan volume bahan diamati pada tiap
interval 100 ketukan dari 100 sampai 500 ketukan.
3. Volume bahan dalam gelas ukur dicatat pada tiap
interval 100 ketukan, sampai tiga pengamatan
berurutan menunjukkan volume yang tetap (Vt mL).
4. Dihitung bobot jenis mampat dengan rumus sebagai
berikut:
ρT = w/v’ (g/mL)
b. Hasil pengamatan:
Jumlah Volume Setelah Pemampatan (mL)
ρ (g/ml)
Ketukan
72 71 73
100 65 63 64
200 63 62 62
300 62 61 62
400 62 60 62
500 62 60 62 30
=0.48
61.3
4. Kompresibilitas
Berdasarkan data hasil uji bobot jenis bulk dan bobot jenis mampat, hitunglah
kompresibilitas granul dengan rumus:
%V0-Vt V0
× 100%
61.3
=72− x 100 %
72
10.7
= x 10 %
72
= 14.861
Kesimpulan: Nilai indeks kompresibilitas diatas 10 % aliran sangat baik

Nilai indeks diatas 38 % aliran sangat buruk

5. Kandungan lembab

a. Prosedur kerja:
1. Dimasukkan kurang lebih 5 g bahan ke dalam sample tray moisture analyzer.
2. Letakkan sample tray di dalam alat
3. Tutup alat dan tunggu sampai alat berbunyi yang menandakan pengukura moisture
content (MC) telah selesai.
4. Dibaca kadar air (MC) pada alat

b. Hasil pengamatan

No. % MC
1 1.3 %
3
4
5
Rata-rata :
6. Kecepatan alir granul
a. Prosedur kerja:
1. Corong dipasang pada statif dengan jarak ujung pipa bagian bawah ke bidang
datar = 10,0 ± 0,2 cm.
2. Ditimbang teliti 100 g bahan (w).
3. Bahan tersebut dituang ke dalam corong dengan dasar lubang corong dalam
keadaan tertutup.
4. Tutup dasar lubang corong dibuka sambil menyalakan stopwatch.5.
5. Waktu yang diperlukan dicatat mulai dari bahan mengalir sampai bahan
dalam corong habis (t)
6. Dihitung kecepatan alir dengan rumus sebagai berikut: Kecepatan alir = w/t
(g/detik)

b. Hasil pengamatan

No W (g) t (detik) Kecepatan Alir (g/detik)


1 80 7.45 10.73
2 80 8.4 9.52
3 80 7.27 11
Rata-rata 10.41

g
Kesimpulan: hasil aliran granul 10 menunjukan aliran granul yang baik
dt
7. Sudut istirahat

1 4 6.75 Tan -1
0.598=30.625
2 4 6.5 Tan-1
0.615=31.596
3 4 6.78 Tan-1
0.592 =30,625
Rata-rata 30,947
Penentuan sudut istirahat dapat dilakukan bersama-sama dengan penentuan
kecepatan alir.
a.Prosedur Kerja
(1) Diukur tinggi timbangan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan alir
(h).
(2) Jari-jari alas kerucut timbangan bahan tersebut diukur (r)
(3) Dihitung sudut istirahat dengan rumus sebagai berikut:
α = tan-1 (h/r)
b.Hasil pengamatan

No h (cm) r (cm) α (°)


Kesimpulan: sudut istirahat antara 28 o sampai 42o menunjukan hasil baik

c. Pembuatan tablet
1) Siapkan mesin kempa tablet dengan punch dan die yang sesuai dengan bobot
tablet dan lakukan orientasi bobot dengan memutar mesin secara manual.

2) Prosedur pengempaan tablet


a) Masukkan massa cetak yang sudah homogen ke dalam hoper
b) Kempa campuran dengan mesin cetak single punch dengan bobot 650 mg per
tablet
c) Lakukan pemantauan bobot tablet secara berkala untuk mamastikan bobot tablet
berada dalam rentang yang disyaratkan.
d) Masukkan tablet yang dihasilkan ke dalam kantong plastik yang dilengkapi dengan
silika gel.
d. Evaluasi mutu tablet

1) Penetapan kadar
a) Pembuatan larutan baku, penetapan panjang gelombang maksimal dan
absorbansinya
(1) Parasetamol ditimbang teliti sebanyak 50 mg, dimasukkan ke dalam labu
tentukur 10 mL, ditambah sedikit NaOH 0,1 N, kocok sampai larut, tambahkan
NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan.
(2) Lalu dipipet 1 mL masukkan ke dalam labu tentukur 10 mL, dan ditambah
NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan (konsentrasi 500 µg/ml).
(3) Sebanyak 1 mL larutan parasetamol baku (500 µg/ml) dimasukkan ke dalam
labu tentukur 100 ml dan encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda dan
homogenkan (konsentrasi 5 µg/ml)
(4) Serapan diukur pada panjang gelombang 200-400 nm dengan blanko NaOH 0,1
N, dan dibuat spektrumnya.
(5) Tentukan panjang gelombang maksimal (λ) dan absorbansi pada panjang
gelombang tersebut (Ab).
b) Penetapan kadar sampel
(1) Dua puluh tablet ditimbang satu persatu dan dihitung bobot rata-ratanya.
(2) Tablet diserbukkan lalu ditimbang seksama seberat bobot rata-ratanya,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
(3) Tambahkan 25 mL NaOH 0,1 N, dikocok, kemudian dicukupkan volumenya
hingga 100 mL, lalu disaring dengan kertas saring.
(4) Filtrat yang diperoleh dipipet 1 mL masukkan ke dalam labu tentukur 10 mL dan
encerkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda dan homogenkan.
(5) Kemudian dipipet sebanyak 1 mL, masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan
diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda dan homogenkan.
(6) Diukur serapannya pada gelombang maksimalnya (As) dengan blanko NaOH 0,1
N.
(7) Dihitung kadar parasetamol dalam tablet dengan rumus:
As
Kadar paracetamol x100%
= Ab

c) Hasil pengamatan
Absorbansi Absorbansi Kadar Paracetamol
Persyaratan
Baku (Ab) Sampel (As) dalam Tablet (%)

2) Uji disolusi
Media disolusi : 900 ml Larutan dapar fosfat pH 5,8
Alat tipe 2 : 50 rpm.
Waktu : 30 menit
Toleransi : dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q),
parasetamol, C8H9NO2, dari jumlah yang tertera pada etiket.
a) Prosedur uji disolusi
(1) Masukkan 900 ml (±1%) media disolusi (Larutan dapar fosfat pH 5,8) ke dalam
wadah pada alat disolusi tipe 2 (tipe dayung).
(2) Jalankan pemanas alat hingga media disolusi mencapai suhu 37°±0,5°C,
dengan menekan tombol heater.
(3) Setelah suhu tercapai, masukkan 1 unit sediaan (tabel) ke dalam masing-
masing wadah, dijaga agar gelembung udara tidak menempel pada permukaan
sediaan, dan segera operasikan alat pada kecepatan 100 rpm.
(4) Setelah 30 menit, ambil dari masing-masing chamber disolusi ± 50 ml pada
daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas
keranjang, tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah.
(5) Sejumlah sampel yang sudah diambil harus segera disaring menggunakan
kertas saring.
(6) Filtrat dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan
dengan NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan.
(7) Diukur serapan larutan uji dengan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimalnya =…… nm (As) dengan blanko NaOH 0,1 N.
(8) Buat larutan baku dengan cara:
(a) Timbang 10 mg paracetamol dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
(b) Tambahkan 30 ml NaOH 0,1 N, kocok sampai larut dan tambahkan
NaOH,0,1 N sampai tanda dan homogenkan.
(c) Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan
encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan
(d) Ukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimalnya = …… nm
(Ab) dengan blanko NaOH 0,1 N.
(9) Hitung paracetamol yang terdisolusi dengan rumus:

As 100
Jumlah terdisolusi=
A × 5 µg/ml × 900 ml × 0,001 mg/µg
b × 1

(10) Hitung persentase paracetamol terdisolusi dengan rumus:

Jml paracetamol terdisolusi


(mg) ×100%
Persentase terdisolusi=
Klaim dalam etiket (mg)
b) Hasil pengamatan
Absorbansi Jumlah Persentase
Absorbansi
No. Sampel Parasetamol Paracetamol Persyaratan
Baku (Ab)
(As) Terdisolusi (mg) Terdisolusi (%)
1 0.579 0.595 462.435 92.487 ≤ 80 %
2 0.579 0.511
3 0.579 0.580
4 0.579 0.535
5 0.579 0.545
6 0.579 0.655

c) Kriteria penerimaan

Jumlah
Tahap Kriteria Keberterimaan
yang Diuji
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan
S2 6 atau lebih besar dari Q, dan tidak satu unit pun yang
lebih kecil dari Q-15%
Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit
S3 12
sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak satu
unit pun yang lebih kecil dari Q-25%

Kesimpulan: ………………………………………………………………………………………..
3) Keseragaman sediaan
a) Prosedur uji keragaman bobot
(1) Timbang saksama 10 talet satu per satu
(2) Hitung jumlah zat aktif dalam tiap tablet dari hasil penetapan kadar.
(3) Hitung nilai penerimaan

b) Hasil pengamatan
Bobot Kadar Zat Kadar Zat Kadar Zat Aktif (Kadar Zat Aktif
No.
Tablet (mg) Aktif (mg) Aktif (%) (%)-Rata-rata (%)-Rata-rata)2
1 663.4
2 672.2
3 669.6
4 673.8
5 666.5
6 670.0
7 678.4
8 666,7
9 675.6
10 662.6
Rata-rata Jumlah

n = ………………

k = ……………….

s = ………………..

T = 100%

M = ……………….

NP = ………….......
c) Kriteria penerimaan:
 Keseragaman sediaan memenuhi syarat jika nilai keberterimaan (NP) 10 unit
sediaan pertama lebih kecil atau sama dengan L1%
 Jika nilai keberterimaan (NP) lebih besar dari L1%, lakukan pengujian pada 20
unit sediaan tambahan, dan hitung nilai keberterimaannya.
 Memenuhi syarat jika nilai keberterimaan akhir dari 30 unit sediaan lebih kecil
atau sama dengan L1% dan tidak ada satu unit sediaan pun yang kandungannya
kurang dari [1-(0,01)(L2)]M atau tidak satu unit sediaan pun kandungannya lebih
dari [1+(0,01)(L2)]M.
 Kecuali dinyatakan lain L1 adalah 15,0 dan L2 adalah 25,0.

Kesimpulan: ………………………………………………
4) Waktu hancur
a) Prosedur kerja
(1) Pengatur suhu pada alat dinyalakan dan air hangat dimasukkan ke dalam
bejana sehingga keenam tempat tablet diletakkan dapat terendam kemudian
diatur setting temperature pada 37°C.
(2) Sebanyak 6 tablet ditempatkan pada masing-masing tabung yang terdapat
pada alat uji waktu hancur, lalu ditutup dengan cakram.
(3) Atur timer pada alat selama 15 menit, lalu alat uji dioperasikan sehingga
tabung-tabung bergerak naik turun.
(4) Setelah 15 menit dan alat berhenti bergerak, amati keadaan keenam tablet
dalam tabung.
b) Hasil pengamatan
No. Hancur Sempurna/Tidak
1
2
3
4
5
6

Kesimpulan: ………………………………………………
5) Kekerasan
a) Prosedur kerja
(1) Tablet ditempatkan pada ujung alat dan atur skala alat sampai menunjukkan
angka nol.
(2) Tuas alat diputar searah jarum jam sampai tablet pecah dan skala yang
terbaca menunjukkan kekerasan tablet.
(3) Dicatat hasil uji kekerasan masing-masing tablet sebanyak 20 tablet.
b) Hasil pengamatan
No. Kekerasan (kg) No. Kekerasan (kg)
1 11
2 12
3 13
4 14
5 15
6 16
7 17
8 18
9 19
10 20

6) Friabilitas
a) Prosedur kerja
(1) Satu persatu tablet dibersihkan dari debu menggunakan sikat halus sebanyak
20 tablet.
(2) Ditimbang seluruh tablet menggunakan neraca analitik.
(3) Masing-masing 20 tablet dimasukkan ke dalam alat uji alat “friability tester”.
(4) Alat uji dioperasionalkan pada 25 rpm selama 4 menit.
(5) Ditimbang kembali sejumlah tablet yang dimasukkan ke dalam masing-
masing alat.
(6) Dihitung selisih bobot tablet dan nyatakan dalam % friabilitas dengan rumus
berikut:
% Friablilitas = Wa-Wb ×100%
Wa

Wa = bobot awal tablet


Wb = bobot akhir tablet
b) Hasil pengamatan

Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Friabilitas (%) Persyaratan

<1%

IV. HASIL PRAKTIKUM

V. KESIMPULAN

VI. DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, H 2021, Suppositories and their quality control tests, Available from:
https://automate.video/suppositories_qc_new_006d1330 [23 September 2021].
Allen, LV and Ansel, HC 2014, Ansel’s pharmaceutical dosage forms and drug delivery
systems, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore
Allen, LV, Worthen, DB & Mink, B 2008, Suppositories, Pharmaceutical Press, London
Aulton, ME and Taylor, KMG 2018, Aulton’s pharmaceutics the design and manufacture of
medicines, 5th edn, Elsevier, Edinburgh
Gusmayadi, I, Widayanti, A, Nining, dan Sjahid, LR 2018, Modul praktikum sediaan solid,
Fakultas Farmasi dan Sains Uhamka, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2020, Farmakope Indonesia, 6th edn,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Kuntari, Aprianto, T, Noor, RH, Baruji, 2017, Verifikasi Metode Penentuan Asetosal
Dalam Obat Sakit Kepala dengan Metode Spektrofotometri UV, Jurnal Sains dan
Teknologi Vol. 6, No. 1, pp. 31-40
Murtini, G dan Elisa, Y 2018, Buku ajar farmasi teknologi sediaan solid, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Rowe, RC, Sheskey, PJ and Quinn, M 2009, Handbook of pharmaceutical excipients, 6th edn,
Pharmaceutical Press, London
Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Friabilitas (%) Persyaratan

<1%

Anda mungkin juga menyukai