Anggota Kelompok 8:
1. Ayu Anita Dianara Arini (2006538705)
2. Balqis Khalisa (1906350061)
3. Nur Aulia (1906289193)
4. Nurul Eka Saputri (1906398206)
5. Salsa Sangha Mitta (1906292622)
Tabel 2. Besaran Masalah Hipertensi di Berbagai Tingkat pada Tahun 2018 atau 2021
Pada tabel 2 dapat terlihat prevalensi penderita hipertensi pada skala nasional sebesar
34,1%, prevalensi penderita hipertensi di Jawa Barat sebesar 39,6%, dan prevalensi hipertensi di
Kota Depok sebesar 32,58%. Jawa Barat menempati peringkat ke-2 prevalensi hipertensi
terbanyak se-Indonesia. Sementara itu, untuk Kota Depok meskipun angkanya sudah di bawah
rata-rata nasional namun prevalensi hipertensi di Kota Depok masih terhitung tinggi mengingat
target nasional adalah sekitar 24%.
H.L Blum mengemukakan empat faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, yaitu faktor perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan genetik.
Masing-masing faktor tersebut saling berkaitan erat dalam mempengaruhi kesehatan perorangan
dan dampaknya pada derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, konsep Blum memandang
pola hidup seseorang secara holistik dan komprehensif sebagai upaya berkesinambungan dalam
menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan dalam bentuk upaya preventif bukan kuratif.
Meskipun masing masing faktor memiliki dampak pada kesehatan individu, beberapa aspek
memiliki efek yang lebih besar daripada yang lain. Dapat terlihat seperti pada gambar 2,
ketebalan setiap panah menunjukkan besarnya dampak faktor tersebut dalam model H.L Blum
(Batarseh, 2018).
Berikut adalah faktor risiko hipertensi berdasarkan pendekatan H.L Blum:
1. Faktor Genetik atau Keturunan
Faktor genetik atau keturunan merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan karena
berpengaruh pada individu menjadi lebih atau kurang rentan terhadap suatu penyakit
berdasarkan gen dari orang tuanya. Oleh karena itu, faktor ini memiliki panah terkecil dalam
model Blum karena memiliki efek terkecil pada kesehatan keseluruhan individu yang
sifatnya tidak dapat dikendalikan (Batarseh, 2018). Pada penderita hipertensi keluarga dekat
yang menderita hipertensi meningkatkan risiko hipertensi terutama pada hipertensi primer.
Bila kedua orang tua menderita hipertensi maka keturunannya akan memiliki sekitar 45%
risiko hipertensi juga dan jika salah satu orang tua saja yang memiliki hipertensi maka
keturunannya akan memiliki risiko 30% menderita hipertensi. Selain itu, usia seseorang juga
termasuk dalam faktor risiko hipertensi. Bertambahnya usia maka risiko terkena hipertensi
menjadi lebih besar. Riskesdas 2007 menunjukkan kelompok umur >55 tahun prevalensi
hipertensinya mencapai >55%. Jika terkait jenis kelamin, pria berisiko 2,3 kali lebih tinggi
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dibanding wanita karena gaya hidupnya.
Namun, setelah mengalami menopause prevalensi hipertensi pada wanita akan meningkat
seperti yang telah dijelaskan dalam point sebelumnya (Kemenkes RI, 2013).
2. Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan dapat didefinisikan dari berbagai macam aspek. Pada zaman
dahulu, masyarakat terpaku pada gagasan mengobati penyakit karena hambatan pada
kesehatan individu biasanya disajikan dalam penyakit akut dibanding kronis. Namun, sejak
kemunculan penyakit kronis, terdapat perubahan cara penanganan dokter. Meningkatnya
penyakit kronis membuat dokter juga berfokus pada menginformasikan pasien tentang risiko
yang mengembangkan penyakit kronis tersebut melalui layanan pencegahan dengan harapan
pasien akan mengurangi kemungkinan mengembangakn penyakit kronis di masa mendatang.
Meskipun demikian kepatuhan pasien tentu juga berperan dalam hal ini, Blum mengaitkan
kurangnya kepatuhan terhadap ukuran panah untuk layanan perawatan medis. Aspek lainnya
adalah terfragmentasinya sistem perawatan kesehatan serta akses ke fasilitas pelayanan
kesehatan. Adanya kesenjangan berdampak pada kemampuan individu menerima perawatan
medis bila diperlukan. Selain itu, tenaga kesehatan terkait juga harus memberikan pelayanan
dan informasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Batarseh, 2018). Penemuan dan
tatalaksana hipertensi dini merupakan salah satu bentuk program pemerintah untuk
menurunkan faktor risiko dan mencegah komplikasi akibat hipertensi. Oleh karena itu,
pelayanan kesehatan berperan penting sebagai penggerak upaya promotif dan preventif
dalam kejadian hipertensi (Kemenkes RI, 2013).
3. Faktor Perilaku
Dalam hal ini Blum tidak hanya mencakup individu tetapi juga sejumlah besar orang yang
berbeda yang berinteraksi dengan individu sepanjang hidupnya. Selain itu sehat tidaknya
suatu lingkungan, kesehatan individu, keluarga dan masyarakat juga sangat bergantung pada
perilaku masyarakat itu sendiri (Batarseh, 2018). Terdapat banyak faktor risiko hipertensi
yang berkaitan dengan faktor perilaku. Pertama, perilaku merokok, ketika nikotin dan karbon
monoksida dari rokok masuk ke dalam sirkulasi darah dan merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri maka zat tersebut dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen otot-otot
jantung sehingga meningkatkan pula risiko kerusakan pembuluh darah arteri. Kedua,
kurangnya aktivitas fisik, faktanya olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Ketiga, akibat dari konsumsi garam berlebihan
yang menyebabkan penumpukan carian dalam tubuh sehingga meningkatkan volume dan
tekanan darah. Keempat, yaitu konsumsi alkohol berlebih akibat peningkatan volume sel
darah merah dan peningkatan kekentalan darah yang berperan dalam menaikkan tekanan
darah. Kelima adalah psikososial dan stress yang berlangsung lama sehingga menyebabkan
perubahan patofisiologis dengan gejala yang muncul berupa hipertensi atau penyakit maag.
Selanjutnya, meskipun obesitas dinilai bukan penyebab hipertensi, tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Orang gemuk berisiko 5 kali lebih tinggi menderita
hipertensi dibanding yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-33% dari mereka memiliki berat badan overweight (Kemenkes RI, 2013).
4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan disebut oleh Blum sebagai pengaruh terbesar dalam kesehatan
keseluruhan individu. Lingkungan ini terdiri dari lingkungan langsung dimana individu
secara fisik tinggal dan juga lingkungan masa lalu, contohnya lingkungan janin selama
kehamilan. Tidak hanya itu, lingkungan ini juga mengacu pada lingkungan sosiokultural
yang terdiri dari pendidikan, kelas sosial ekonomi, pekerjaan, dan lainnya. Contohnya, terkait
dengan faktor perilaku, yaitu lingkungan tempat tumbuh seorang anak. Pilihan orang tua
selama kehamilan akan mempengaruhi lingkungan janin. Selain itu, pola makan anak juga
biasanya mengikuti atas pengawasan dari orang tuanya. Dalam hal status sosial ekonomi dan
pendidikan, seseorang dengan pendidikan lebih tinggi memiliki kemungkinan lebih besar
mendapatkan pekerjaan dengan gaji lebih tinggi dan menghasilkan pendapatan tahunan lebih
banyak. Demikian, pendapatan yang lebih besar memungkinkan individu tinggal dilokasi
dengan perhatian lebih besar terhadap bahaya kesehatan (Batarseh, 2018).
Berdasarkan hal-hal di atas, penting untuk melakukan perilaku pencegahan, baik primer,
sekunder, maupun tersier dan juga penanggulangan hipertensi berdasarkan faktor risikonya agar
lebih mengefisienkan sumber-sumber yang dimiliki.
Relawan:
● Kader bertugas membantu jalannya program yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan
maupun puskesmas (seperti penyuluhan yang dilakukan di posyandu dengan melakukan
pengukuran dan sebagainya)
C. Identifikasi masalah kolaborasi dari aspek kepemimpinan, konflik, komunikasi
interpersonal, dan komunikasi interprofesional
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Kesehatan Depok ditemukan bahwa
terdapat masalah kolaborasi dalam beberapa aspek, pada aspek konflik ditemukan
terdapat kurangnya sumber daya manusia di Dinas Kesehatan Depok dalam melakukan
penginputan data atau pendataan di program SIPTM dan ASIK. Hal ini disebabkan
karena data yang harus diinput dalam jumlah banyak dan waktu yang cepat sehingga
membutuhkan sumber daya manusia yang lebih untuk membantu hal tersebut. Selain itu
terbatasnya sumber daya manusia khususnya tenaga kesehatan membuat terhambatnya
pemantauan pasien yang beresiko hipertensi yang seharusnya dilakukan pada setiap bulan
sehingga dalam pemantauan ini tidak dilakukan dalam setiap bulan. Pada aspek
komunikasi interprofesional ditemukan masalah komunikasi seperti pada saat
pengendalian hipertensi di lapangan adanya miskomunikasi dan mispersepsi dengan
lintas sektor atau perangkat daerah. Hal ini disebabkan masing-masing memiliki target
dan tujuan yang ingin dicapai, sehingga masih mementingkan tujuan masing-masing,
namun dinkes berupaya untuk menjalin kolab dan koordinasi di berbagai pihak dalam
menghadapi hal tersebut. Sedangkan pada komunikasi interpersonal dan kepemimpinan
tidak ditemukan masalah kolaborasi di dinas kesehatan depok.
D. Meranking masalah dari besaran masalah, kelayakan, dan sumber daya
Besaran
Kelayakan Sumber Daya Priorit
Masalah Masalah Total
as
A B C D E A B C D E A B C D E
Pemantauan pasien yang beresiko
hipertensi setiap bulan tidak
berlanjut 3 4 5 5 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 5 57 2
Adanya Miskomunikasi dan
mispersepsi dengan lintas sektor
atau perangkat daerah di
lapangan 5 5 4 4 3 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 64 1
kurangnya SDM sehingga
terbatasnya tenaga untuk
pendataan hipertensi/ptm 4 4 4 4 5 4 3 3 4 4 2 3 3 4 4 55 3
kurangnya SDM sehingga
terbatasnya tenaga untuk
sosialisasi dan pelatihan 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 3 3 4 4 50 4
E. Identifikasi rencana tindak lanjut (relevansi, kelayanan dan sumber daya) (tidak
sampai meranking)
Berdasarkan masalah yang ada, terdapat beberapa solusi yang dapat ditawarkan (tabel E).
Solusi ini nantinya akan diranking sesuai prioritas, kemudian solusi dengan nilai tertinggi akan
dirincikan menjadi sebuah rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh pihak Dinas
Kesehatan Kota Depok dalam menyelesaikan masalah kolaborasi dan kerjasama tim kesehatan
dalam penanganan hipertensi.
Tabel E.1 Rencana Solusi terhadap Masalah Kolaborasi dan Kerja Sama Tim Kesehatan di
Dinas Kesehatan Kota Depok dalam Penanganan Hipertensi
Masalah Rencana Solusi
Solusi tersebut kemudian diberi skor berdasarkan 3 (tiga) aspek, yaitu relevansi, kelayakan, dan
sumber daya (Tabel E.2) Setelah diberi skor, masing-masing solusi diurutkan sehingga didapat
satu prioritas solusi yang akan dijabarkan lebih lanjut.
Tabel E.2 Urutan Prioritas Solusi terhadap Masalah Kolaborasi dan Kerja Sama Tim
Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Depok dalam Penanganan Hipertensi
Berdasarkan prioritas yang sudah dilakukan, ditemukan prioritas solusi yang akan
dilakukan adalah Turun lapangan dan mengadakan FGD dengan puskesmas untuk bersama-sama
mencari akar masalah dan solusinya.
Tujuan Khusus
1. Mendorong partisipasi aktif dari pihak puskesmas dalam penanganan hipertensi
2. Meningkatkan pengetahuan tenaga puskesmas tentang penanganan hipertensi
3. Meningkatkan jumlah kunjungan rutin pasien hipertensi
Langkah - langkah :
a. Persiapan Pendekatan kepada tenaga kesehatan Puskesmas khususnya penanggung
jawab program hipertensi terkait rencana kegiatan.
b. Pelaksanaan
1. Mengadakan bimtek kepada tenaga kesehatan puskesmas terkait program
pemantauan program hipertensi
2. Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program pemantauan program
hipertensi
3. Melakukan evaluasi terkait terhadap pelaksanaan program pemantauan program
c. Waktu pelaksanaan kegiatan
i. Persiapan: 3 - 4 minggu
ii. Kegiatan Bimtek : 3 hari
iii. Monitoring dan evaluasi: 6 bulan
d. Penanggung jawab kegiatan: PJ Hipertensi
f. Stakeholder: Kepala Puskesmas, Bidan, Tenaga Gizi, dan Kader
g. Lokasi: Dinas kesehatan depok
Daftar Pustaka