Anda di halaman 1dari 48

PERATURAN DAN TATA TERTIB

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II

Mahasiswa peserta mata kuliah kimia klinik II harus mematuhi tata tertib
laboratorium, seperti di bawah ini :

A. Pada saat praktikum


1. Setiap mahasiswa di haruskan membuktikan jati dirinya.
2. Setiap mahasiswa diharuskan berpakaian, berpenampilan dan bertingkah
laku yang baik dan sopan, layaknya sebagai seorang calon professional.
Mahasiswa tidak diperkenankan memakai pakaian santa, misalnya baju
kaos, dan celana jeans.
3. Pada saat kegiatan praktikum diharuskan mengenakan jas laboratorium
dan name taq serta pin. Bagi mahasiswi yuang berjilbab, jilbab harus di
masukkan ke dalam jas laboratorium. Dan mahasiswi yang tidak berjilbab
wajib menggunakan hairnet.
4. Semua mahasiswa diwajibkan mengikuti pretest sebelum melakukan
praktikum.
5. Di atas meja kerja tidak boleh meletakkan tas, buku dan barang-barang lain
yang tidak diperlukan dalam kegiatan praktikum.
6. Setiap mahasiswa diharuskan menjaga kebersihan meja kerja dan ruangan
praktikum. Dilarang keras membuang sampah pada bak cuci.
7. Setiap mahasiswa harus berpatisipasi aktif pada semua kegiatan
praktikum, termasuk menjaga ketertiban laboratorium.
8. Setiap mahasiswa harus bekerja dengan hati-hati.
9. Tidak diperkenankan makan, minum, dan merokok di dalam ruang
praktikum.
B. Pada Akhir Praktikum
1. Mengembalikan semua alat dan bahan yang telah dipakai dalam praktikum
ke tempatnya masing-masing dan bersihkan meja kerja.
2. Mencuci tangan dengan sabun antiseptic di bawah air mengalir.
3. Menyertakan kartu kontrol untuk ditanda tangani, bila semua hal diatas
telah dilaksanakan dengan baik.
C. Mengumpulkan laporan praktikum Kimia Klinik II di hari praktikum
berikutnya.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 1


KARTU KONTROL
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II

Nama :
NIM :
Kelompok :

Tanggal Praktikum Jenis kegiatan Paraf


pembimbing

………………………..................
……………… Praktikum 1 …………………………………...

…………………………………...
……………… Praktikum 2 …………………………………...

……………… …………………………………..
Praktikum 3 …………………………………..

…………………………………..
……………… Praktikum 4 …………………………………..

…………………………………..
……………… Praktikum 5 …………………………………..

…………………………………..
……………… Praktikum 6 …………………………………..

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 2


Tanggal Praktikum Jenis kegiatan Paraf
pembimbing

…………………………………..
……………… Praktikum 7 …………………………………..

…………………………………..
……………… Praktikum 8 …………………………………..

…………………………………..
……………… Praktikum 9 …………………………………..

…………………………………..
……………… Praktikum 10 …………………………………..

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 3


PRAKTIKUM I
PEMERIKSAAN TOTAL PROTEIN DARAH

A. Dasar Teori
Protein adalah suatu makromolekul yang tersusun atas molekul-molekul
asam amino yang berhubungan satu dengan yang lain melalui suatu ikatan
yang dinamakan ikatan peptida. Sejumlah besar asam amino dapat
membentuk suatu senyawa protein yang memiliki banyak ikatan peptida,
karena itu dinamakan polipeptida. Secara umum protein berfungsi dalam
sistem komplemen, sumber nutrisi, bagian sistem buffer plasma, dan
mempertahankan keseimbangan cairan intra dan ekstraseluler. Berbagai
protein plasma terdapat sebagai antibodi, hormon, enzim, faktor koagulasi,
dan transport substansi khusus.
Protein-protein kebanyakan disintesis di hati. Hepatosit-hepatosit
mensintesis fibrinogen, albumin, dan 60 – 80 % dari bermacam-macam
protein yang memiliki ciri globulin. Globulin-globulin yang tersisa adalah
imunoglobulin (antibodi) yang dibuat oleh sistem limforetikuler.
Total protein terdiri atas albumin (60%) dan globulin (40%). Bahan
pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan total protein adalah serum.
Bila menggunakan bahan pemeriksaan plasma, kadar total protein akan
menjadi lebih tinggi 3 – 5 % karena pengaruh fibrinogen dalam plasma.
Degradasi protein (katabolisme) terjadi dalam dua tahap, yaitu :
1. Protein mengalami modifikasi oksidatif untuk menghilangkan aktivitas
enzimatis.
2. Penyerangan protease yaitu enzim yang berfungsi untuk mengkatalis
degradasi protein.
Protein yang terdapat di dalam sel dan makanan didegradasi menjadi
monomer penyusunnya (asam amino) oleh enzim protease yang khas.
Protease tersebut dapat berada di dalam lisosom maupun dalam lambung
dan usus. Katabolisme protein makanan pertama kali berlangsung di dalam
lambung. Di tempat ini protease khas (pepsin) mendegradasi protein dengan
memutuskan ikatan peptida yang ada di sisi NH2 bebas dari asam amino
aromatik, hidrofobik, atau dikarboksilat. Kemudian di dalam usus protein juga
didegradasi oleh protease khas seperti tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase
dan elastase. Hasil pemecahan ini adalah bagian-bagian kecil polipeptida.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 4


Selanjutnya senyawa ini dipecah kembali oleh aktivitas aminopeptidase
menjadi asam-asam amino bebas. Produk ini kemudian melalui dinding usus
halus masuk ke dalam aliran darah menuju ke berbagai organ termasuk ke
dalam sel Pepsin, kimotripsin, tripsin termasuk golongan enzim protease
endopeptidase.
Golongan enzim ini menyerang protein dari tengah molekul dan sering
juga disebut sebagai enzim proteinase karena menyerang polipeptida tinggi
atau protein. Tripsin menyerang ikatan lisil dan ikatan arginil sehingga
peptida yang dihasilkan mempunyai ujung lisin atau arginin pada terminal
karboksil. Pepsin bersifat kurang khas namun lebih mengutamakan
serangan pada titik asam amino aromatik atau asam amino asam. Hasil
degradasi golongan enzim endopeptidase ini adalah oligopeptida atau
fragmen kecil protein. Sedangkan enzim karboksilase dan aminopeptidase
merupakan golongan enzim protease eksopeptidase yang menyerang ujung
dan pangkal oligopeptida atau fragmen kecil protein. Golongan enzim ini
hanya membebaskan asam-asam amino pada ujung oligopeptida.
Karboksipeptidase membebaskan asam amino pada ujung COOH fragmen
kecil protein sedangkan aminopeptidase membebaskan ujung amino pada
oligopeptida. Degradasi golongan enzim ini menghasilkan berbagai asam
amino penyusun protein.

B. PROTEIN PLASMA
Protein plasma terdiri dari albumin, fraksi-fraksi globulin, fibrinogen
(faktor pembekuan darah), dan anti bodi yang sering disebut imunoglobin.
Albumin dalam bidang klinik sangat berperan dalam mempertahankan
tekanan osmotic intravascular dalam mencegah terjadinya oedema. Tekanan
osmotic intravascular selalu lebih tinggi 18mmHg dibandingkan dengan
ekstravaskular yang disebut dengan tekanan onkotik. Contoh, jika tekanan
osmotic ekstravaskular sama dengan mmHg, tekanan osmotik intravascular
adalah (x+y) mmHg. “y” merupakan tekanan onkotik albumin. Tekanan
onkotik dipertahankan oleh albumin plasma. Sebenarnya, tekanan osmotic
intra- atau ekstravaskular jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tekanan
onkotik, tetapi albumin tidak bebas berdifusi melalui membrab vascular,
sedangkan senyawa-senyawa lain, seperti garam dan senyawa organic yang
berat, molekul kecil berada dalam keadaan seimbang. Hal ini mudah

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 5


dimengerti karena bahan-bahan yang terlarut dalam plasma mudah berdifusi
keluar dan masuk vascular, kecuali protein. Disamping protein, plasma
sebagai antioedema juga berperan dalam pengangkutan materi, seperti
asam lemak bebas, biliirubin, dan obat-obatan tertentu.
Globulin tertentu berperan sebagai antibody dan membantu proses
pembekuan darah karena faktor- faktor pembekuan darah tergolong globin,
seperti fibrinogen dan protrombin. Albumin disintesis di hepar. Dengan
demikian, penyakit hepar yang kronis selalu disertai oleh oedema. Oedema
juga terdapat pada penyakit ginjal, seperti sindrom nefrotik dan glemerulo
nefritis kronis dengan patofisiologi yang berbeda. Di ginjal, faktor kehilangan
albumin melalui glomerulus menurunkan kadar albumin plasma.
Mekanismenya berbeda dengan hipoprotein pada penyakit hepar (sintesis
yang berkurang). Pada luka bakar yang luas, albumin juga banyak yang
hilang melalui ujung-ujung kapiler kulit. Dalam pengobatan oedema, infus
albumin paling menolong walaupun protein akan hilang lagi melalui
proteinuria atau melalui siklus urea. Urea merupakan sisa akhir dari
metabolisme protein yang utama, di samping asam urat, urobilin, kreatinin,
dan NPN lainnya. Fungsi protein plasma:
1. Keseimbangan osmotik
Hipoalbumin menyebabkan tekanan osmotic plasma menurun sehingga
kapiler tidak mampu melawan tekanan hidrostatik sehingga timbul oedem
(cairan darah menuju ke jaringan interstitial).
2. Pembentukan dan nutrisi jaringan
Enzim, hormon, pembekuan darah ( fibrinogen, AT III ) dan jaringan
tubuh.
3. Transportasi

C. Tujuan

Untuk mengetahui kadar total protein dalam darah seseorang.

D. Prinsip

Ion cupri pada situasi basa akan bereaksi dengan 2 anida atau ikatan
peptide membentuk kompleks violet. Intensitas warna kompleks tersebut
proporsional dengan protein sampel.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 6


E. Parameter
- Metode : Endpoint, kenaikan reaksi, Biuret
- Panjang gelombang : 550 nm
- Temperature : 37o C
- Sampel : serum

F. Reagen
- Reagen :
- Potassium sodium tartrate
- Potassium iodide
- Sodium hydroxide 0.8 g/dL
- Copper sulphate pentahydrate 0.3 g/dL
- Standar Total Protein konsentrasi 10 g/dL

G. Identitas sampel
- Nama :…………………………………..
- Umur :…………………………………..
- JK :………………………………….

H. Prosedur Kerja

Blanko Standar Sampel


Reagen 1000 µl 1000 µl 1000 µl
Sampel - - 10 µl
Standar - 10 µl -
Campur dan inkubasi selama 5 menit dan ukur absorban sampel dan
standar terhadap blanko reagen pada panjang gelombang 550 nm dalam
waktu 60 menit

I. Nilai normal
6,6 – 8,3 g/dl

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 7


J. Hasil

K. Kesimpulan

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 8


Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 9
PRAKTIKUM II
PEMERIKSAAN ALBUMIN DARAH

A. Dasar Teori
Albumin merupakan salah satu kelompok utama protein plasma yang
terdapat dalam konsentrasi massa paling tinggi. Albumin juga mempunyai
berat molekul paling rendah dibandingkan molekul-molekul protein lain
dalam plasma. Jadi, albumin merupakan kontributor terbesar untuk tekanan
osmotik koloid intravaskuler. Albumin disintesis di dalam hati dan terdiri atas
suatu rantai tunggal dari 610 asam amino. Beberapa tempat pengikatan
ligandanya sangat spesifik dan dapat dijenuhkan, sedang yang lain jauh
lebih sedikit.
Protein yang larut dalam air dan mengendap pada pemanasan ini
merupakan salah satu konstituen utama tubuh. Karena albumin disintesis
oleh hati, maka albumin dipakai sebagai tes pembantu dalam penilaian
fungsi ginjal dan saluran cerna. Kadar normal albumin dalam darah antara
3,5-4,5 g/dl, dengan jumlah total 300-500 g. sintesis terjadi hanya di sel hati
dengan produksi sekitar 15 g/ hari pada orang sehat, tetapi jumlah yang
dihasilkan bervariasi signifikan pada berbagai tipe stress fisiologis. Waktu
paruh albumin sekitar 20 hari, dengan kecepatan degradasi 4 % per
hari.Albumin memiliki beberapa fungsi penting diantaranya:
1. Menjaga tekanan onkotik koloid plasma sebesar 75-80 % dan
merupakan 50 % dari seluruh protein tubuh. Jika protein plasma
khususnya albumin tidak dapat lagi menjaga tekanan osmotic koloid
akan terjadi ketidakseimbangan tekanan hidrostatik yang akan
menyebabkan terjadinya edema.
2. Sebagai transport berbagai macam substansi termasuk bilirubin, asam
lemak, logam, ion, hormon, dan obat-obatan. Salah satu konsekuensi
dari hipoalbumin adalah obat yang seharusnya berikatan dengan protein
akan berkurang, di lain pihak obat yang tidak berikatan akan meningkat,
hal ini akan meningkatkan kadar obat dalam darah.
3. Bermanfaat dalam pembentukan jaringan sel baru. Karena itu di dalam
ilmu kedokteran, albumin dimanfaatkan untuk empercepat pemulihan
jaringan sel tubuh yang terbelah, misalnya karena operasi,
pembedahan, atau luka bakar. Faedah lainnya albumin bisa

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 10


menghindari timbulnya sembab paru-paru dan gagal ginjal serta sebagai
carrier factor pembekuan darah.
Rasio A/g merupakan perhitungan terhadap distribusi fraksi dua protein
yang penting, yaitu albumin dan globulin. Nilai rujukan A/G adalah > 1.0.
Nilai rasio yang tinggi dinyatakan tidak signifikan, sedangkan rasio yang
rendah ditemukan pada penyakit hati dan ginjal. Perhitungan elektroforesis
merupakan perhitungan yang lebih akurat dan sudah menggantikan cara
perhitungan rasio A/G.

B. Mekanisme Abnormal Kadar Albumin Dalam Darah


Protein plasma terdiri dari kombinasi albumin dengan berat molekul rata-
rata 69.000 ; globulin, 140,000 ; dan fibrinogen, 400.000. Nilai normal
albumin :

1) Orang dewasa / tua : 3,5 - 5,0 g/dl


2) Anak-anak : 4 - 5,9 g/dl
3) Bayi : 4.4 - 5.4 g/dl
4) Neonatus : 2.9 - 5.4 g/dl

Konsentrasi relatif rata-rata dari berbagai jenis protein plasma dan


tekanan osmotik koloid adalah sebagai berikut : albumin, 4,5 g / dL ( 21,8
mm/Hg); globulin, 2,5 g / dL ( 6.0 mm Hg ) ; dan fibrinogen, 0,3 g / dL ( 0,2
mm Hg ), menghasilkan total 7,3 g / dL ( 28 mm Hg ). Melihat komponen,
dapat dilihat bahwa 75 % dari total tekanan osmotik koloid adalah dari
albumin, 25% dari globulin, dan persentase yang sangat kurang dari
fibrinogen. Meskipun tekanan osmotik koloid plasma lemah, masih
memainkan peran penting dalam menjaga darah normal dan volume cairan
interstitial.Penurunan albumin (Hypoalbuminemia) mengakibatkan keluarnya
cairan vascular (cairan pembuluh darah) menuju jaringan sehingga terjadi
oedema (bengkak). Penurunan albumin bisa juga disebabkan oleh :

1) Berkurangnya sintesis (produksi) karena malnutrisi, radang menahun,


sindrom malabsorpsi, penyakit hati menahun, kelainan genetik.
2) Peningkatan ekskresi (pengeluaran), karena luka bakar luas, penyakit
usus, nefrotik sindrom (penyakit ginjal).

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 11


Metode Pemeriksaan Kadar Albumin Dalam Darah
1) Metode Brom Cresol Green (BGC)
Prinsip pemeriksaan albumin dengan metode BGC yaitu Serum
ditambahkan pereaksi albumin akan berubah warna menjadi biru-hijau
yang terbentuk dan reaksi yang diukur pada 578 nm dan intensitas
warna proporsional dengan konsentrasi albumin dalam sampel,
kemudian diperiksa pada spektrofotometer. Intensitas warna hijau ini
menunjukkan kadar albumin pada serum. Pada pemeriksaan albumin
menggunakan metode ini diperlukan alat yaitu pipet mikro, yellow tip dan
blue tip, tabung reaksi dan rak tabung. Diperlukan pula bahan sebagai
berikut : serum, pereaksi, reagent 30 m mol/ l, citrat buffer ph 4,2 0,26 m
mol/ l, bromocresol green, standart 5 gr/dl.
2) Metode Biuret
Prinsip penetapan kadar albumin dalam serum dengan metode Biuret
adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari
albumin yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang
membentuk kompleks adalah protein dengan ion Cu 2+ yang terdapat
dalam pereaksi biuret dalam suasana basa. Semakin tinggi intensitas
cahaya yang diserap oleh alat maka semakin tinggi pula kandungan
protein yang terdapat di dalam serum tersebut. Pemeriksaan albumin
menggunakan metode ini dibutuhkan alat yaitu tabung reaksi, Rak
tabung reaksi, Pipet tetes, Pipet mikro, Sentrifugator, Spektrofotometer
UV-Vis. Diperlukan pula bahan yaitu Larutan Natrium Sulfit 25%,
Serum/plasma, Ether, Pereaksi Biuret, dan Aquadest. Dalam pereaksi
biuret terkandung 3 macam reagen yaitu reagen yang pertama adalah
CuSO4 dalam aquadest dimana reagen ini berfungsi sebagai penyedia
ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks dengan protein.
Reagen yang kedua adalah K-Na-Tartrat yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap.
Reagen yang ketiga adalah NaOH dimana fungsinya adalah membuat
suasana basa. Suasana basa akan membantu pembentukan Cu(OH) 2
yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-.Penambahan natrium sulfit
dan ether ini adalah berguna untuk memisahkan antara albumin dengan
protein plasma lainnya seperti globulin, fibrinogen dan lain-lain.
Selanjutnya didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan cairan, lapisan atas

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 12


terdiri dari ether dan protein plasma lainnya. Sedangkan bagian bawah
mengandung albumin sehingga lapisan bagian atas dibuang dan lapisan
bagian bawah kemudian ditambahkan dengan pereaksi biuret dan
dikocok.

C. Tujuan
Untuk mengetahui kadar albumin dalam darah seseorang.

D. Prinsip
Prosedur kerja berdasarkan ikatan bromocresol (BCG) dengan
albumin. Warna biru-hijau yang terbentuk dan reaksi yang diukur pada 578
nm dan intensitas warna proporsional dengan konsentrasi albumin dalam
sampel.

E. Parameter
- Metode : Endpoint, kenaikan reaksi, BCG
- Panj. Gelombang : 550 nm
- Temperature : 37oC
- Sampel : serum atau plasma

F. Reagen
- Reagen :
- Bromocresol green 18,8 mg/dL
- Citrate buffer pH 4,2
- Standar Albumin konsentrasi 6 g/dl

G. Identitas sampel
- Nama :…………………………………..
- Umur :…………………………………..
- JK :………………………………….

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 13


H. Prosedur Kerja

Blanko Standar sampel


Reagen 500 µl 500 µl 500 µl
Sampel - - 5 µl
Standar - 5 µl -
Campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25oC. Ukurlah
absorbansinya pada spektrofotometer.

I. Nilai normal
3,8 – 5,1 g/dl

J. Hasil

K. Kesimpulan

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 14


PRAKTIKUM III
PEMERIKSAAN SGOT (AST)
(Serum Glutamin Oksaloasetat Transaminase)

A. Dasar Teori

Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah


enzim yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim
serum transaminase yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase dan
serum glutamat piruvat transaminase (SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah
indikator yang lebih sensitif terhadap kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini
dikarenakan enzim GOT sumber utamanya di hati, sedangkan enzim GPT
banyak terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak
(Cahyono, 2009).
Enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat
oksaloasetat transaminase (SGOT) merupakan enzim mitokondria yang
berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam
aspartat ke asam α- oksaloasetat membentuk asam glutamat dan
oksaloasetat (Price, 1995).
Dalam kondisi normal enzim yang dihasilkan oleh sel hepar
konsentrasinya rendah. Fungsi dari enzim-enzim hepar tersebut hanya sedikit
yang diketahui. Nilai normal kadar SGOT < 35 U/L dan SGPT < 41 U/L.
(Pratt, 2010).
Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau intergrasi sel-sel
hati. Adanya peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat
kerusakan sel-sel hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan
SGPT, semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel hati. (Cahyono 2009).
Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat
Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya
meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati
(Ronald, et al., 2004; Ismail,et al.,2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Lee, et al pada tahun 2010 di Turki
menyatakan peningkatan kadar enzim SGOT/SGPT secara bermakna pada
trauma hepar. Nilai peningkatan enzim SGOT yang bermakna adalah lebih
dari 100 U/L dengan nilai p<0,001. (Ronald, et al., 2004)

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 15


Gamma glutamil transferase (GGT) dalam sebuah enzim berguna untuk
mentransfer kelompok gamma-glutamil dari peptida dan senyawa lain untuk
dijadikan suatu akseptor. Hal ini ditemukan dalam semua sel tubuh kecuali
miosit dengan konsentrasi sangat tinggi dan ditemukan juga di dalam sel-sel
sistem hepatobiliary dan ginjal. Tingkat yang tinggi juga ditemukan di prostat,
yang mungkin bertanggung jawab untuk kadar yang lebih tinggi dalam serum
laki-laki daripada perempuan. GGT dibersihkan dari sirkulasi oleh serapan
hati dan memiliki waktu paruh dalam plasma sekitar 4 hari. Tingkat GGT
serum biasanya meningkat pada pasien dengan hepatitis akut.
Definisi Globulin adalah kelompok protein yang digunakan untuk
produksi antibodi. Protein dibuat dari asam amino dan menjadi bagian
penting dari semua sel dan jaringan. Ada berbagai macam protein dalam
tubuh dengan fungsi yang berbeda. Contoh protein adalah enzim-enzim,
beberapa hormon, hemoglobin (transportasi oksigen), LDL (transportasi
kolesterol), fibrinogen (pembekuan darah), kolagen (struktur tulang dan
tulang rawan), dan imunoglobulin (antibodi).
Globulin adalah protein utama yang ditemukan dalam plasma darah,
yang berfungsi sebagai pembawa hormon steroid dan lipid, dan fibrinogen;
yang diperlukan untuk pembekuan darah. Ada beberapa jenis globulin
dengan berbagai fungsi dan dapat dibagi menjadi empat fraksi yaitu; globulin
alpha-1, globulin alpha-2, globulin beta, dan globulin gamma. Keempat fraksi
dapat diperoleh secara terpisah melalui proses elektroforesis protein. globulin
Gamma membuat bagian terbesar dari semua protein globulin. Tingkat
globulin dapat meningkat karena infeksi kronis, penyakit hati, sindrom
karsinoid, dll, tetapi juga mungkin akan menurun karena nephrosis, anemia
hemolitik akut, disfungsi hati dll.
Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT)
adalah enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam
jumlah yang rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot
jantung. Gamma-GT merupakan uji yang sensitif untuk mendeteksi beragam
jenis penyakit parenkim hati. Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan
hepatobiliar meningkatkan GGT dalam serum. Kadarnya dalam serum akan
meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel tetap
berlangsung.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 16


GGT adalah salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak pada
pemakai alkohol, barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu. Alkohol
bukan saja merangsang mikrosoma memproduksi lebih banyak enzim, tetapi
juga menyebabkan kerusakan hati, meskipun status gizi peminum itu baik.
Kadar GGT yang tinggi terjadi setelah 12-24 jam bagi orang yang minum
alkohol dalam jumlah yang banyak, dan mungkin akan tetap meningkat
selama 2-3 minggu setelah asupan alkohol dihentikan.Tes gamma-GT
dipandang lebih sensitif daripada tes fosfatase alkalis (alkaline phosphatase,
ALP).

B. Tujuan
Untuk mengetahui kadar SGOT di dalam darah seseorang.

C. Metode

Rekomendasi IFCC

D. Prinsip
AST
L-Aspartate + 2-Oxoglutarate L-Glutamate + Oxaloacetat + L-
Glutamate
MDH
Oxaloacetat + NADH + H+ L-malate + NAD+

E. Alat dan Bahan


 Alat :
- Tabung reaksi uk 12 x 75 mm - Blue tip, yellow tip
- Rak tabung reaksi - Spektrofotometer
- Mikropipet 1000 µl, 100 µl
 Bahan :
- Serum, EDTA plasma, heparin plasma

F. Reagen : (STANBIO)
- R1 : Tris Buffer, pH 7,5 80 mmol/L

L-Aspartate 240 mmol/L

MDH (poreine muscle) 600 U/L

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 17


LDH (rabbit muscle) 600 U/L

- R2 : 2-Oxoglutarate 12 mmol/L
NADH (Disodium salt) 0,18 mmol/L

G. Parameter
 Metode Pengukuran : Kinetik
 Panjang Gelombang : 340 nm
 Suhu : 37°C
 Linier : Sampai 300 U/L (rasio 1 : 10) dan 600 U/L
(rasio 1 : 20)
 Faktor : 1768 (rasio 1 : 10) dan 3376 (rasio 1 : 20)

H. Identitas Sampel
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :

I. Prosedur Kerja

Buat Reagen Kerja (WR) : Campur 5 bagian R1 dengan 1 bagian R2

Pipet ke dalam tabung reaksi Suhu (37°C)


Reagen Kerja (WR) 1000 µl
Sampel 100 µl
Homogenkan, baca absorbansi pada 1 menit dan jalankan timer.
Baca absorbansi lagi setelah tepat 2, dan 3 menit.

J. Nilai Normal
Laki-laki : < 37 U/L
Perempuan : < 31 U/L

K. Hasil

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 18


PRAKTIKUM IV

L. Kesimpulan

PRAKTIKUM IV
PEMERIKSAAN SGPT (ALT)

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 19


(Serum Glutamin Piruvat Transaminase)

A. Dasar Teori

SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)/ ALT (Alanine


Aminotransferase) Enzim ini mengkatalisis pemindahan satu gugus amino
antara lain alanin dan asam alfa-ketoglutarat. Terdapat banyak di hepatosit
dan konsentrasinya relatif rendah di jaringan lain. Kadar normal dalam darah
5- 35 IU/ liter (Amirudin, 2006). SGPT lebih sensitif dibandingkan SGOT
(Sacher, 2002).
Kadar SGPT dan SGOT serum meningkat pada hampir semua penyakit
hati. Kadar yang tertinggi ditemukan dalam hubungannya dengan keadaan
yang menyebabkan nekrosis hati yang luas, seperti hepatitis virus berat,
cedera hati akibat toksin, atau kolaps sirkulasi yang berkepanjangan.
Peningkatan yang lebih rendah ditemukan pada hepatitis akut ringan
demikian pula pada penyakit hati kronik difus maupun lokal (Isselbacher,
2002).
Ketika sel hati mengalami kerusakan, enzim tersebut berada dalam
darah, sehingga dapat diukur kadarnya. Hal ini disebabkan karena
kerusakan pada struktur dan fungsi membran sel hati. Apabila kerusakan
yang timbul oleh radang hati hanya kecil, kadar SGPT lebih dini dan lebih
cepat meningkat dari kadar SGOT (Widmann, 1995).
Enzim SGPT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi
lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. SGPT
sering dijumpai dalam hati, sedangkan dalam jantung dan otot-otot skelet
kurang jika dibandingkan dengan SGOT. Kadarnya dalam serum meningkat
terutama pada kerusakan dalam hati dibandingkan dengan SGOT (Hadi,
1995).
Enzim SGPT berfungsi untuk mengkatalisis pemindahan amino dari
alanin ke α-ketoglutarat. Produk dari reaksi transaminase adalah reversibel,
yaitu piruvat dan glutamat (Giboney, 2005).
Kadar SGPT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitif ke arah
kerusakan hati karena sangat sedikit kondisi selain hati yang berpengaruh
pada kadar SGPT dalam serum (Widmann, 1995).

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 20


Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh yang terletak disebelah
kanan atas rongga perut, tepat dibawah diafragma (sekat yang membatasi
daerah dada dan perut). Bentuk hati seperti prisma segitiga dengan sudut
siku-sikunya membulat, beratnya sekitar 1,25-1,5 kg dengan berat jenis 1,05.
Ukuran hati pada wanita lebih kecil dibandingkan pria dan semakin kecil
pada orang tua, tetapi tidak berarti fungsinya berkurang. Hati mempunyai
kapasitas cadangan yang besar dan kemampuan untuk regenerasi yang
besar pula. Jaringan hati dapat diambil sampai tiga perempat bagian  dan
sisanya akan tumbuh kembali sampai ke ukuran dan bentuk yang normal.
Jika hati yang rusak hanya sebagian kecil, belum menimbulkan gangguan
yang berarti (Wijayakusuma, 2008).
Kapiler empedu dan kapiler darah di dalam hati saling terpisah oleh
deretan sel-sel hati sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur.
Namun, jika hati terkena infeksi virus seperti hepatitis, sel-sel hati bisa pecah
dan akibatnya darah dan empedu bercampur (Wijayakusuma, 2008).
Hati berfungsi sebagai faktor biokimia utama dalam tubuh, tempat
metabolisme kebanyakan zat antara. Fungsi hati normal harus dikonfirmasi
sebelum operasi terencana (Sabiston, 1992).
Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine
aminotransferase(ALT), yang dahulu disebut “glutamate-piruvat
transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST), yang dahulu
disebut “glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun
AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini
sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan
pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi defisiensi vitamin b6 (missal,
hemodialysis, malnutrisi) (Saucher dan McPherson, 2002).
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak
dijumpai di hati, karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan
dalam menyalurkan asam-asam amino ke jalur jalur biokimiawi lai. Hepatosit
pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi ALT yang
tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar
sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru,
lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang
relative tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati,
miokardium, dan otot rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 21


sedang. Hepatosit mengandung AST tiga sampai empat kali lebih banyak
daripada ALT (Saucher dan McPherson, 2002).
Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati
apabila keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena
hepatitis, dapat menyebabkan  peningkatan baik AST maupun ALT menjadi
ribuan IU/Liter. Pngukuran aminotransferase setiap minggu mungkin sangat
bermanfaat untuk memantau perkembangan dan pemulihan hepatitis atau
cedera hati lain (Saucher dan McPherson, 2002).

B. Tujuan
Untuk mengetahui kadar SGPT di dalam darah seseorang.

C. Metode

Rekomendasi IFCC

D. Prinsip
ALT
L-Alanine + 2-Oxoglutarate Piruvat + L-Glutamate

MDH
Piruvat + NADH + H +
L-Lactat + NAD+ + H2O

E. Alat dan Bahan


 Alat :
- Tabung reaksi uk 12 x 75 mm - Blue tip, yellow tip
- Rak tabung reaksi - Spektrofotometer
- Mikropipet 1000 µl, 100 µl

 Bahan :
- Serum, EDTA plasma, heparin plasma.

F. Reagen : (STANBIO)
- R1 : Tris Buffer, pH 7,5 100 mmol/L

L-Alanine 500 mmol/L

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 22


LDH (rabbit muscle) 1200 U/L

- R2 : 2-Oxoglutarate 15 mmol/L

NADH (Disodium salt) 0,18 mmol/L

G. Parameter
 Metode Pengukuran : Kinetik
 Panjang Gelombang : 340 nm
 Suhu : 37°C
 Linier : Sampai 300 U/L (rasio 1 : 10) dan 600 U/L
(rasio 1 : 20)
 Faktor : 1768 (rasio 1 : 10) dan 3376 (rasio 1 : 20)

H. Identitas Sampel
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :

I. Prosedur Kerja

Buat Reagen Kerja (WR) : Campur 4 bagian R1 dengan 1 bagian R2

Pipet ke dalam tabung reaksi Suhu (37°C)

Reagen Kerja (WR) 1000 µl

Sampel 100 µl

Homogenkan, baca absorbansi terhadap udara setelah 1 menit dan


jalankan timer.
Baca absorbansi lagi setelah tepat 1,2, dan 3 menit.

J. Nilai Normal
Laki-laki : < 41 U/L
Perempuan : < 31 U/L
L. Hasil

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 23


PRAKTIKUM IV

M. Kesimpulan

PRAKTIKUM V
PEMERIKSAAN BILIRUBIN TOTAL

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 24


A. Dasar Teori

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di
samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam
plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan
mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air,
sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi
melibatkan enzim glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida
dapat juga dalam bentuk monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa,
xylosa dan sulfat. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan melalui proses energi
kedalam sistem bilier.
Bilirubin merupakan suatu senyawa tetrapirol yang dapat larut dalam
lemak maupun air yang berasal dari pemecahan enzimatik gugus heme dari
berbagai heme protein seluruh tubuh. Sebagian besar ( kira- kira 80 % )
terbentuk dari proses katabolik hemoglobin, dalam proses penghancuran
eritrosit oleh RES di limpa, dan sumsum tulang. Disamping itu sekitar 20 %
dari bilirubin berasal dari sumber lain yaitu non heme porfirin, prekusor pirol
dan lisis eritrosit muda. Dalam keadaan fisiologis pada manusia dewasa,
eritrosit dihancurkan setiap jam. Dengan demikian bila hemoglobin
dihancurkan dalam tubuh, bagian protein globin dapat dipakai kembali baik
sebagai protein globin maupun dalam bentuk asam- asam aminonya. (E. N.
Kosasih, 2008).
Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme
oleh enzim hemoksigenase yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh
enzim bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tak larut
air, bilirubin yang sekresikan ke dalam darah diikat albumin untuk diangkut
dalam plasma. Hepatosit adalah sel yang dapat melepaskan ikatan, dan
mengkonjugasikannya dengan asam glukoronat menjadi bersifat larut dalam
air. Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan
diekskresikan ke dalam usus. Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah
menjadi urobilinogen yang tak berwarna dan larut air, urobilinogen mudah
dioksidasi menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian terbesar dari
urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi sebagian kecil diserap

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 25


kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati. Urobilinogen yang
demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu. Ada sebagian
kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen masuk ke
ginjal dan diekskresi bersama urin (Widman F.K,1995).
Dalam suatu pemeriksaan bilirubin total, sampel akan selalu
berbubungan langsung dengan faktor luar. Hal ini erat sekali terhadap
kestabilan kadar sampel yang akan diperiksa, sehingga dalam pemeriksaan
tersebut harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
kadar bilirubin total dalam serum diantaranya yaitu:
1. Sinar
Stabilitas bilirubin dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan mudah
terjadi kerusakan terutama oleh sinar, baik sinar lampu ataupun sinar
matahari. Serum atau plasma heparin boleh digunakan, hindari sampel
yang hemolisis dan sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung
dapat menyebabkan penurunan kadar bilirubin serum sampai 50% dalam
satu jam, dan pengukuran bilirubin total hendaknya dikerjakan dalam
waktu dua hingga tiga jam setelah pengumpulan darah. Bila dilakukan
penyimpanan serum hendaknya disimpan di tempat yang gelap, dan
tabung atau botol yang berisi serum di bungkus dengan kertas hitam atau
aluminium foil untuk menjaga stabilitas serum dan disimpan pada suhu
yang rendah atau lemari pendingin. (Carl.E.Speicher, dkk, 1999).
2. Suhu Penyimpanan
Suhu merupakan faktor luar yang selalu berhubungan langsung terhadap
sampel, baik saat penyimpanan maupun saat pemeriksaan. Pemeriksaan
kadar bilirubin total sebaiknya diperiksa segera, tapi dalam keaadaan
tertentu pemeriksaan kadar bilirubin total bisa dilakukan penyimpanan.
Dengan penyimpanan yang benar stabilitas serum masih stabil dalam
waktu satu hari bila disimpan pada suhu 15 ºC-25ºC, empat hari pada
suhu 2ºC-8ºC, dan tiga bulan pada penyimpanan -20ºC

Lamanya sampel kontak dengan faktor-faktor di atas berpengaruh


terhadap kadar bilirubin didalam sampel sehingga perlu upaya mengurangi
pengaruh tersebut serta mengoptimalkan kadar bilirubin total di dalam serum
agar dapat bereaksi dengan zat pereaksi secara sempurna, sedangkan
reagen bilirubin total akan tetap stabil berada pada suhu 2-8ºC dalam

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 26


keadaan tertutup, terhindar dari kontaminan dan sinar. Dalam hal ini dapat
dimungkinkan bahwa penurunan kadar bilirubin dipengaruhi oleh kenaikan
suhu dan pengaruh sinar yang berintensitas tinggi.
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di
samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam
plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan
mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air,
sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi
melibatkan enzimglukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida
dapat juga dalam bentuk monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa,
xylosa dan sulfat. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan melalui proses energi
kedalam sistem bilier.

Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan suatu senyawa tetrapirol yang dapat larut dalam
lemak maupun air yang berasal dari pemecahan enzimatik gugus heme dari
berbagai heme protein seluruh tubuh. Sebagian besar ( kira- kira 80 % )
terbentuk dari proses katabolik hemoglobin, dalam proses penghancuran
eritrosit oleh RESdi limpa, dan sumsum tulang. Disamping itu sekitar 20 %
dari bilirubin berasaldari sumber lain yaitu non heme porfirin, prekusor pirol
dan lisis eritrosit muda.Dalam keadaan fisiologis pada manusia dewasa,
eritrosit dihancurka setiap jam. Dengan demikian bila hemoglobin
dihancurkan dalam tubuh, bagian protein globin dapat dipakai kembali baik
sebagai protein globin maupun dalam bentuk asam- asam aminonya. (E. N.
Kosasih, 2008).
Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme
oleh enzim hemoksigenase yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh
enzim bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tak larut
air, bilirubin yang sekresikan ke dalam darah diikat albumin untuk diangkut
dalam plasma. Hepatosit adalah sel yang dapat melepaskan ikatan, dan
mengkonjugasikannya dengan asam glukoronat menjadi bersifat larut dalam
air. Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 27


diekskresikan ke dalam usus . Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah
menjadi urobilinogen yang tak berwarna dan larut air, urobilinogen mudah
dioksidasi menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian terbesar dari
urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi sebagian kecil diserap
kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati. Urobilinogen yang
demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu. Ada sebagian
kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen masuk ke
ginjal dan diekskresi bersama urin (Widman F.K,1995).

B. Tujuan
Untuk mengetahui kadar bilirubin total di dalam darah seseorang.

C. Metode

Modifikasi Jendrassik Grof

D. Prinsip

Bilirubin bereaksi dengan diazitized sulfanilic acid (DSA) untuk


membentuk warna diazo. Intensitas warna dari diazo dalam cairan ini sebanding
dengan konsentrasi bilirubin dalam sampel.

E. Alat dan Bahan


 Alat :
- Tabung reaksi uk 12 x 75 mm - Blue tip, yellow tip
- Rak tabung reaksi - Spektrofotometer
- Mikropipet
 Bahan :
- Serum, plasma

F. Reagen
- Reagen 1 :
- Sulfanilic acid 32 mmol/L
- Hydrocloric acid
- Reagen 2 : Sodium nitrit 20 mm0l/L

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 28


G. Test Parameter
 Metode Pengukuran : Endpoint, kenaikan reaksi
 Panjang Gelombang : 540 nm
 Suhu : 37°C
 Linier : Sampai 20 mg/dl
 Faktor : 12,9

H. Identitas Sampel
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :

I. Prosedur Kerja

Pipet ke dalam tabung reaksi kalibrator Sampel

Reagen 1000 µl 1000 µl

Bilirubin Oxidant 1 tetes 1 tetes


kalibrator 50 µl -
Sampel - 50 µl

Homogenkan tanpa ditunda, inkubasi pada suhu ruang minimal 5 menit.


Baca absorbansi sampel terhadap blanko sampel pada panjang
gelombang 540 nm dalam waktu 30 menit.

J. Nilai Normal
0,2 – 1,2 mg/dl

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 29


K. Hasil

PRAKTIKUM IV

L. Kesimpulan

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 30


PRAKTIKUM VI
PEMERIKSAAN BILIRUBIN DIRECT DAN INDIRECT

A. Dasar Teori

Hati merupakan organ terbesar, terletak di kuadran kanan atas rongga


abdomen. Hati melakukan banyak fungsi penting dan berbeda-beda dan
trgantung pada sistem darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat 
khusus. Hati tertutupi kapsul fibroelastik berupa kapsul glisson. Kapsul
glisson berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Hati terbagi
menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Tiap lobus tersusun atas unit-unit kecil
yang disebut lobulus. Lobulus terdiri sel-sel hati, disebut hepatosit yang
menyatu dalam lempeng. Hepatosit dan jaringan hati mudah mengalami
regenerasi.
Bilirubin merupakan suatu senyawa tetrapirol yang dapat larut dalam
lemak maupun air yang berasal dari pemecahan enzimatik gugus heme dari
berbagai heme protein seluruh tubuh. Sebagian besar ( kira- kira 80 % )
terbentuk dari proses katabolik hemoglobin, dalam proses penghancuran
eritrosit oleh RES di limpa, dan sumsum tulang. Disamping itu sekitar 20 %
dari bilirubin berasal dari sumber lain yaitu non heme porfirin, prekusor pirol
dan lisis eritrosit muda. Dalam keadaan fisiologis pada manusia dewasa,
eritrosit dihancurkan setiap jam. Dengan demikian bila hemoglobin
dihancurkan dalam tubuh, bagian protein globin dapat dipakai kembali baik
sebagai protein globin maupun dalam bentuk asam- asam aminonya.
Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme
oleh enzim hemoksigenase yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh
enzim bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tak larut
air, bilirubin yang sekresikan ke dalam darah diikat albumin untuk diangkut
dalam plasma. Hepatosit adalah sel yang dapat melepaskan ikatan, dan
mengkonjugasikannya dengan asam glukoronat menjadi bersifat larut dalam
air. Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan
diekskresikan ke dalam usus . Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah
menjadi urobilinogen yang tak berwarna dan larut air, urobilinogen mudah
dioksidasi menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian terbesar dari
urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi sebagian kecil diserap

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 31


kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati. Urobilinogen yang
demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu. Ada sebagian
kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen masuk ke
ginjal dan diekskresi bersama urin.
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel.
Disamping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam
plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan
mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air,
sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi
melibatkan enzim glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida
dapat juga dalam bentuk monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa,
xylosa dan sulfat. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan melalui proses energi
kedalam sistem bilier.
a. Bilirubin terkonjugasi /direk
Bilirubin terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut
dalam air sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin
terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan
mengubahnya menjadi urobilinogen. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat
dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin.
Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi dapat
disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik antara lain
Sindroma Dubin Johson dan Rotor, Recurrent (benign) intrahepatic
cholestasis, Nekrosis hepatoseluler, Obstruksi saluran empedu. Diagnosis
tersebut diperkuat dengan pemeriksaan urobilin dalam tinja dan urin
dengan hasil negatif.
b. Bilirubin tak terkonjugasi/ indirek
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas
yang terikat albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk
memudahkan bereaksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur
dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena
itu dinamakan bilirubin indirek.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 32


Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis
penyakit bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery
bilirubin ke dalam peredaran darah. Pada keadaan ini disertai dengan
tanda-tanda payah jantung, setelah payah jantung diatasi maka kadar
bilirubin akan normal kembali dan harus dibedakan dengan chardiac
chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia. Peningkatan yang lain
terjadi pada bilirubinemia akibat hemolysis atau eritropoesis yang tidak
sempurna, biasanya ditandai dari anemi hemolitik yaitu gambaran apusan
darah tepi yang abnormal, umur eritrosit yang pendek.

Penyakit yang berhubungan dengan bilirubin


Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah
melebihi 1 mg/dl. Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia
akan menyebabkan gejala ikterik atau jaundice. Ikterik atau jaundice adalah
keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning
akibat deposisi bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi
didalam darah. Berdasarkan penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi
yang disebabkan oleh produksi yang berlebih dan hiperbilirubinemia
regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya
obstruksi bilier.
Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis
berat dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas
mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin
perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal
ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan
heme meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan
ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya
pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi
bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan
terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah. Peninggian kadar
bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga
disebut juga dengan ikterik acholuria. Pada neonatus terutama yang lahir
premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya fisiologis dan
sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses penggantian

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 33


hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar belum
matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah.

B. Tujuan
Untuk mengetahui kadar bilirubin direct dan indirect di dalam darah
seseorang.

C. Metode
Modifikasi Jendrassik Grof

D. Prinsip

Bilirubin bereaksi dengan diazitized sulfanilic acid (DSA) untuk


membentuk warna diazo. Intensitas warna dari diazo dalam cairan ini
sebanding dengan konsentrasi bilirubin dalam sampel.

E. Alat dan Bahan


 Alat :
- Tabung reaksi uk 12 x 75 mm - Blue tip, yellow tip
- Rak tabung reaksi - Spektrofotometer
- Mikropipet
 Bahan :
- Serum, plasma

F. Reagen
- Reagen 1 : Sulphanilic Acid
- Reagen 2 : Sodium nitrit

G. Test Parameter
 Metode Pengukuran : Colorimetri, Endpoint
 Panjang Gelombang : 546 nm
 Suhu : 20-25°C
 Linier : Sampai 25 mg/dl
 Faktor : 12,9

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 34


H. Identitas Sampel
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :

I. Prosedur Kerja

Pipet ke dalam tabung Blanko


Kalibrator Sampel
reaksi Sampel
Reagen 1000 µl 1000 µl 1000 µl

Bilirubin Oxidant 1 tetes - 1 tetes


Kalibrator 100 µl - -
Sampel - 100 µl 100 µl

Homogenkan tanpa ditunda, inkubasi pada suhu ruang tepat 5 menit.


Segera baca absorbansi sampel terhadap blanko sampel pada panjang
gelombang 540 nm.

J. Nilai Normal
Bilirubin direct : 0,0 - 0,5 mg/dl
Bilirubin indirect : 0,2 – 0,8 mg/dl

K. Hasil

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 35


L. Kesimpulan

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 36


PRAKTIKUM VII
PEMERIKSAAN SPERMATOZOA

A. Dasar Teori

Analisa semen dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas


(kesuburan) yang disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen.
Dalam hal ini hanya beberapa parameter ejakulat yang diperiksa (dievaluasi)
berdasarkan buku petunjuk WHO “ Manual for the examination of the Human
Semen and Sperm-Mucus Interaction “ (WHO, 1999).
Sperma yang sering disebut juga mani atau semen adalah ejakulat yang
berasal dari seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari
kelenjar prostat, kelenjar2 lain dan spermatozoa. Pemeriksaan sperma
merupakan salah satu elemen penting dalam penilaian fertilitas atau
infertilitas.

Pengeluaran dan penampungan semen


Kepada pasien diberikan penjelasan terlebih dahulu secara lisan
ataupun tertulis bagaimana sebaiknya cara mengeluarkan dan menampung
semen, yang akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Pengeluaran dan
penampungan semen yang benar :
1. Setelah abstinensi seksual selama 3-7 hari (tidak kurang dan tidak lebih).
2. Semen ditampung dalam botol kaca yang bersih dan bermulut lebar agar
tidak berceceran pada saat ditampung, sebab semen yang tumpah,
berarti jutaan sperma yang hilang tidak tercatat, sehingga akan
mengurangi nilai pemeriksaan.
3. Dianjurkan pengeluaran semen dilakukan secara masturbasi di kamar
yang tenang kemudian dibawa ke lab dalam waktu satu jam setelah
dikeluarkan.
4. Botol penampung harus ditutup rapat, diberi nama yang bersangkutan,
lamanya abstinensi, dan waktu pengeluaran semen.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 37


Spermatogenesis adalah proses pertumbuhan dan perubahan dari
spermatogonia sampai spermatozoa yang meliputi dua fase yaitu:
a. Spermatositogenesis, selama fase ini spermatogonium membelah
secara mitosis, menghasilkan generasi sel baru yang nantinya akan
menghasilkan spermatosit primer.
b. Meiosis I, selama fase ini spermatosit primer mengalami dua kali
pembelahan secara berurutan, dengan mereduksi sampai setengah
jumlah kromosom dan jumlah DNA per sel, menghasilkan spermatosit
sekunder, spermatosit sekunder mengalami meiosis II menghasilkan
spermatid.
Semen terdiri atas spermatozoa dalam plasma seminal yaitu suatu
campuran sekret dari epididimis, duktus deferen, vesikula seminalis,
prostate, dan kelenjar bulbouretralis. Volume ejakulat berkisar 3-4 ml, jumlah
spermatozoa adalah 300-400 juta dan minimal sekitar 100 juta /ml.
Pada fertilitas yang normal, 50%-70% spermatozoa motil selama 3 jam
pertama setelah ejakulasi dengan kecepatan lebih dari 20 µm/detik.
Spermatozoa yang normal harus memiliki kepala bulat lonjong (oval), leher,
dan ekor tunggal.

Zat-zat yang terkandung dalam sperma adalah sebagai berikut :


a. Fruktosa, dihasilkan vesikula seminalis, berada dalam plasma semen
sebagai sumber energi bagi spermatoza bergerak.
b. Asam sitrat, spermin, seminin, enzim fosfatase asam, glukorunidase,
lisosim dan emylase, semua dihasilkan prostat. Asam sitrat belum jelas
peranannya, kemungkinan untuk menggumpalkan semen setelah
ejakulasi.
c. Prostaglandin, dihasilkan vesikula seminalis dan prostat. Peranannya
untuk melancerkan pengangkutan spermatozoa dalam saluran kelamin
pria dan wanita, diantaranya dengan mengurangi gerakan uterus,
memangsang kontraksi otot polos saluran kelamin pria waktu ejakulasi,
dan juga untuk vasodilatasi (mengembangkan pembuluh darah).
d. Elektrolit, terutama Na, K, Zn, Mg, dihasilkan prostat dan vesikula
seminalis untuk memelihara pH plasma semen.
e. Enzim pembuahan, yaitu nialuronidase, neurominidase, protease mirip
tripsin, protease seperti kimotripsin. Enzim pembuahan ini sebagian

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 38


terdapat di akrosom spermatozoa (hialuronidase, protease mirip tripsin),
sebagian terdapat dalam plasma semen, dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
(terutama protease mirip kimotripsin).
f. Inhibitor, dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar kelamin pria dan terkandung
dalam plasma semen.
g. Hormone, yaitu testoteron FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH
(Luteinizing Hormone). Ketiganya berasl dari testis.
h. Zat organik lain, seperti asam amino, protein, dan lemak. Asam amino
yang utama dan menjadi ciri sperma lain ialah tirosin dan asam
glutamate, sedangkan protein yang utama ialah kamitin.

Analisis sperma meliputi volume, konsentrasi, motilitas, dan morfologi.


Volume sperma yang normal pada sekali ejakulasi saja minimal adalah 2 ml.
Jika kurang dari jumlah tersebut, maka disebut aspermia yang berarti tidak
ada semen. Konsentrasi sperma pada ejakulat yang normal paling sedikit
adalah 20 juta/ml. Bila kurang, disebut oligozoospermia. Atau jika sperma
tidak ditemukan sama sekali pada cairan ejakulat, disebut azoospermia.
Motilitas sel sperma yang normal, baik yang lemah dan yang cepat adalah
lebih dari 50%, atau >25% sel sperma yang bergerak cepat, jika kurang,
disebut asthenozoospermia. Pada morfologi yang normal tidak didapatkan
kelainan bentuk. Namun jika bentuk normal dijumpai kurang dari 15%, maka
termasuk teratozoospermia. Uji-uji lain selain analisis sperma adalah Uji
MAR yaitu untuk menguji adanya penyakit autoimun dimana didapatkan
antibodi antisperma. Uji lain adalah uji viabilitas sperma, penghitungan
leukosit, kultur bakteri, uji Chlamidya PCR, dan interaksi sperma dengan
lendir serviks. Sperma yang kurang baik tidak akan mampu membuahi sel
telur yang letaknya cukup jauh dari vagina. Ejakulasi yang kuat saja tidak
cukup, sebab kemampuan membuahi tergantung pada kualitas dan kuantitas
sperma.

B. Tujuan
Untuk mengetahui hasil spermatozoa di dalam mani seseorang.

C. Metode
Makroskopis, Mikroskopis

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 39


D. Prinsip
Sperma ditunggu hingga mencair, lalu diperiksa makroskopis dan
mikroskopisnya memakai alat dan reagen yang sesuai dengan parameter
pemeriksaan.

E. Alat dan Bahan


 Alat :
- Tabung reaksi berskala - Stopwatch
- Rak tabung reaksi - Kamar Hitung (Neubauer)
- Batang pengaduk - Objek Glass
- Botol kaca steril bermulut besar - Cover Glass
- Gelas arloji - Pipet leukosit
- Pipet tetes
 Bahan :
- Spermatozoa

F. Reagen
- Lar. Eosin 0,5%
- Kertas Indikator pH
- Metanol
- Giemsa
- Aquadest

G. Identitas Sampel
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status :

H. Prosedur Kerja
1. Pemeriksaan Makroskopis
a. Koagulasi
Amati adanya gumpalan-gumpalan atau koagulum diantara cairan
lender putih yang cair.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 40


b. Likuifikasi
Amati dan catat waktu proses mencairnya bagian
kental/koagulum/likuifikasi sperma yang terjadi pada waktu 5-20
menit setelah ejakulasi
c. Warna
Amati dengan latar belakang warna putih dan dengan penerangan
yang cukup
d. Bau
Sampel sperma yang ada di wadah kemudian bau
e. pH sperma
- Biarkan sperma sudah mengalami likuifikasi sempurna, kemudian
diaduk rata
- Celupkan kertas indicator (pH) ke dalam sampel sperma atau
meneteskan sampel sperma atau meneteskan sampel sperma ke
kertas indicator
- Setelah itu kertas indicator diperbandingkan dengan warna
standar, paling lama 10 menit setelah kertas indicator ditetesi
sperma
f. Volume
Diukur setelah terjadi likuifikasi sempurna, dengan memakai gelas
pengukur yang berskala 0,1 ml. Pengukuran volume sperma
dilakukan dengan menuliskan angka jumlah volume dengan satu
angka dibelakang koma. Misalnya volume sperma : 1,4 ml atau 4,8
ml
g. Viskositas
Ditentukan setelah terjadi likuifikasi sempurna.
- Dengan batang gelas. (makin panjang menunjukkan viskositas
semen yang tinggi)
- Dengan memakai pipet ELLIASON. Waktu yang dibutuhkan
terjadinya tetesan semen dari ujung pipet dicatat dengan
memakai stopwatch.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 41


2. Makroskopis
a. Motilitas Spermatozoa
- Aduk rata sperma sebelum dipipet sehingga homogeny
- Dengan pipet tetes, teteskan setetes sperma pada objek glass
kemudian tutup dengan cover glass. Jangan sampai ada
gelembung udara.
- Amati pergerakan sperma pada mikroskop dengan perbesaran
10x kemudian dilanjutkan perbesaran 40x. Nilai spermatozoa
dengan Motilitas baik, Motilitas kurang baik, dan Tidak motil.
b. Jumlah Spermatozoa
- Sperma yang telah diaduk homogeny dihisap denngan pipet
leukosit sampai tanda 0,5
- Pipet yang telah berisi sperma kemudian diencerkan dengan
larutan pengencer sampai tanda 1.0 pada pipeet leukosit,
homogenkan.
- Sebelum menghitung spermatozoa, terlebih dahulu buang 3-4
tetes campuran sperma, sehingga yang terhitung adalah benar-
benar mengandung spermatozoa yang homogen
- Taruh 1 tetes campuran sperma dengan pengencer ke dalam
Kamar Hitung (Neubauer), kemudian hitung di bawah mikroskop.
Jumlah spermatozoa pada 16 kotak dengan perbesaran 40x.
- Hasil perhitungan dikalikan 200.000 (pengenceran 20 kali). Hasil
yang diperoleh menunjukkan jumlah spermatozoa per ml.
Ejakulat (dalam juta)
Catatan : Hasil perhitungan dikalikan 100.000 bila sperma yang
dihisap sampai tanda 1.0 (pengenceran 10 kali).
Dengan cara tabung → 20 µl sampel sperma diencerkan
dengan 400 µl larutan pengencer (aquadest).
Homogenkan.
c. Supravital Spermatozoa
- Satu tetes sperma diletakkan diatas gelas objek yang bersih
ditambahkan lagi satu tetes larutan Eosin-Y 0,5% atau Eosin
Bluish 0,5% dalam akuadestilata, kemudian diaduk rata.
- Setelah itu buat sediaan hapus, dibiarkan kering di udara.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 42


- Setelah kering, sediaan dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 40x, dihitung 100-200 spermatozoa.
- Spermatozoa yang hidup (viable) tidak berwarna, dengan latar
belakang kemerahan. Sedangkan spermatozoa yang mati
berwarna merah. Hasilnya dinyatakan dalam persentase (%).
Metode I (Elliason dan Troich)
- 0,1 ml sperma dicampur dengan 0,1 ml larutan 0,5% eosin Y
(dalam 0,15 M phosfat buffer, pH 7,4)
- Tunggu 1-2 menit, kemudian sperma diteteskan pada objek glass
yang bersih kemudian dihapus hapusan.
- Keringkan sediaan hapusan sperma itu di udara dan dilihat
dengan mikroskop dengan memakai imersi.
- Spermatozoa yang hidup (viable) terlihat agak kebiruan
sedangkan spermatozoa yang mati berwarna kuning terang.
Metode II (Zaweveld dan polakoski)
- Setetes sperma dicampur dengan setetes larutan 0,5% eosin Y/
bluish eosin dilarutkan dalam aquadest biasa
- Campurkan dengan baik-baik 2 tetes larutan 10% negrosin
(dilarutkan dalam aquadest biasa)
- Buatkan dari campuran itu suatu hapusan sperma, keringkan di
udara dan dilihat dengan mikroskop menggunakan imersi.
- Spermatozoa yang hidup terlihat tidak berwarna di atas dasar
warna merah sedangkan yang mati terlihat berwarna merah.
Supravital staining ini tidak dapat dipergunakan untuk
menentukan morfologi spermatozoa.

d. Morfologi Spermatozoa
- Buat sediaan hapus pada gelas objek yang bersih dan kering.
Kemudian dibiarkan kering di udara
- Sediaan hapus difiksasi dengan methanol selama 10 menit, sisa
methanol dibuang dan iarkan kering di udara
- Sediaan dicat dengan larutan Giemsa (17 tetes stock larutan
Giemsa dicampur aquades 5 ml) selama 20 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquades, kemudian dikeringkan di udara

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 43


- Periksa morfologi spermatozoa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x. Dihitung 100-200 spermatozoa, kemudian
morfologi ditentukan dalam %
Catatan : Jika jumlah kepadatan spermatozoa kurang dari 10 juta/ml,
sediaan hapus dibuat dari presipitat hasil sentrifugasi
dengan kecepatan 2.000 rpm selama 15 menit.

I. Interpretasi Hasil
1. Makroskopis
a. Koagulasi
Normal : Ada gumpalan
Abnormal : Tidak ada gumpalan
b. Liquifikasi
Normal : 5-20 menit
Abnormal : > 20 menit
c. Warna
Normal : Transluscet (putih kanji), putih keabu-
abuan/putih kekuning-kuningan
Abnormal : Kemerahan (Hemospermia), putih susu
(Lekospermia)
d. Bau
Normal : Bau sperma khas seperti bunga akasia
Abnormal : Berbau tidak khas, misalnya : bau obat-
obatan
e. pH sperma
Normal : Sedikit alkalis (7,2-7,8)
Abnormal : < 7,0 atau > 8,0
f. Volume
Normal : 2 - 6 ml
Abnormal : < 1ml atau > 6 ml
g. Viskositas
Normal : 1 – 2 detik untuk tiap 1 tetesan
Abnormal : > 2 detik untuk tiap 1 tetesan

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 44


2. Mikroskopis
a. Motilitas Spermatozoa (%)
Normal : Perbandingan (%) antara spermatozoa yang
bergerak > spermatozoa tidak bergerak
Abnormal : Perbandingan (%) antara spermatozoa yang
bergerak < spermatozoa tidak bergerak
b. Jumlah Spermatozoa
Normal : 60 – 150 juta/ml
Abnormal : < 60 juta/ml atau > 150 juta/ml

c. Supravital Spermatozoa (%)


Normal : Spermatozoa hidup > Spermatozoa mati
Abnormal : Spermatozoa hidup < Spermatozoa mati

d. Morfologi Spermatozoa (%)


Normal : - Kepala berberntuk oval lebih besar dari
bagian tubuh lain
- Leher yang kecil, yang didasarnya
dihubungkan pada filament axial yang
berhubungan dengan ekor
- Ekor yang panjang dan ramping, yang
bila melakukan gerakan ke belakang
bawah dapat menghasilkan gerakan aktif
Abnormal : - Abnormalitas kepala : kepala oval besar
(makro), kepala oval kecil (mikro), kepala
pipih (lepto), kepala berbentuk pir
(piriform head), kepala dua ( duplicated
head), kepala berbentuk amorfous
(terato)
- Abnormalitas bagian tengah : bagian
tengah tebal, bagian tengah patah, tidak
mempunyai bagian tengah
- Abnormalitas ekor : ekor amat
melingkar, ekor patah, ekor lebih dari
satu, ekor sebagai tali terpilin

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 45


- Abnormalitas imatur (Droplet
sitoplasma) : spermatozoa yang
mengandung sisa sitoplasma yang paling
tidak besarnya separuh dari ukuran
kepala dan masih terikat, baik pada
kepala, bagian tengah maupun pada ekor
spermatozoa.

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 46


Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 47
DAFTAR PUSTAKA

Baron. D. N. 1981. Kapita Selekta Patologi Klinik. Kedokteran (EGC) : Jakarta

Helvi Mardiani. 2004. Metabolisme HEME. Digital Library Universitas Sumatera


Utara : Medan  pdF diakses tanggal 20 maret 2011

Riswanto. 2009  Tes kimia darah  laboratorium kesehatan ; diakses tanggal  4


maret 2011

Sacher A. Ronald dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis  Hasil


Pemeriksaan Laboratorium. Kedokteran  (EGC) : Jakarta

Sudoyo, A.W. Dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas    Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta

Yayan A. Israr. 2010. Metabolisme bilirubin. pdF diakses tanggal 20 maret 2011

Modul Praktikum Kimia Klinik II ITKES Wiyata Husada Samarinda Page 48

Anda mungkin juga menyukai