Anda di halaman 1dari 60

PENUNTUN PRAKTIKUM

BIOKIMIA
JURUSAN FARMASI

TEAM :

KETUT RATNAYANI

A.A.MAYUN LAKSMIWATI

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2015
1
Kata Pengantar

Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Tuhan Yang maha Esa atas berkah dan
rahmatNya, sehingga Penuntun Praktikum Biokimia ini dapat tersusun dan selesai tepat
pada waktunya. Penyusunan penuntun praktikum ini bertujuan untuk membantu
mahasiswa dalam menjalankan praktikum Biokimia.
Materi yang dipraktikumkan adalah tentang Karbohidrat; Asam Amino dan
Protein; Lipida; Hidrolisis Pati; Aktivitas enzim; Isolasi dan Identifikasi DNA. Kami
menyadari bahwa meteri yang tersusun belum lengkap dan sempurna, pembahasan dan
teori yang mendasari setiap percobaan masih harus dilengkapi oleh mahasiswa.
Mahasiswa disarankan agar mempelajari buku literature untuk mendalami meteri
praktikum.
Dalam penyusunan Penuntun Praktikum ini mungkin masih terdapat kekurangan-
kekurangan, maka kami mengharap saran-saran serta kritik untuk perbaikannya.
Semoga penuntun praktkum ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
mahasiswa dalam melaksanakan praktikum Biokimia. Kepada semua pihak yang telah
membantu tersusunnya Penuntun Praktikum ini kami ucapkan terima kasih.

Denpasar, September 2015

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …...………………………………………………… 2

Daftar Isi ……………...……………………………………………… 3

Tata Tertib Praktikum …………...………………………………… 4

Percobaan I : Analisa Karbohidrat ………...…………………… 5

Percobaan II : Asam Amino & Protein ………………………………… 10

Percobaan III : Hidrolisis Mentega ………………………………… 19

Percobaan IV : Penentuan Kualitas Minyak …………………………. 23

Percobaan V : Hidrolisis Pati Secara Kimiawi ………………………… 27

Percobaan VI : Hidrolisis Pati Secara Enzimatis ……………………........ 30

Percobaan VII : Penentuan Kadar Protein Secara Spektrofotometri … 33

Percobaan VIII : Isolasi dan Identifikasi DNA …………………………… 39

Percobaan IX : Penentuan Aktivitas Enzim Lipase …………………… 46

Percobaan X : Pemurnian Protein ………………………………………….. 50

Daftar Pustaka

3
PERATURAN TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOKIMIA

1. Praktikan harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai. Keterlambatan


praktikan lebih dari 15 menit tanpa alasan yang jelas, tidak diperkenankan
mengikuti praktikum.
2. Bila karena sesuatu hal tidak dapat mengikuti praktikum, harus dapat
menunjukkan surat ijin atau surat keterangan yang sah.
3. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum tiga kali bertutrut-turut tanpa alasan
yang jelas/sah, akan dikenakan sanksi akademis.
4. Selama mengikuti praktikum, semuanya diharuskan memakai jas praktikum yang
bersih, serta membawa lap/tissue serta keperluan lain.
5. Praktikan yang meninggalkan ruang laboratorium, harus lapor pada Asisten atau
dosen Pembimbing.
6. Setiap Praktikan diharuskan membuat laporan semetara hasil praktikumnya pada
Lembar Kerja (tersedia dalam diktat ini) dan menunjukkan kepada asisten Dosen
untuk ditanda tangani.
7. Setiap praktikan harus mengembalikan alat-alat yang telah dipakai ke tempat
semula dalam keadaan bersih dan kering dalam keadaan dan jumlah yang sama
seperti sebelum praktikum.
8. Kerusakan/pemecahan alat baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok,
harus melapor kepada laborant/teknisi pada saat itu juga dan diharuskan
mengganti.
9. Setiap praktikan, harus berhati-hati pada waktu mengambil atau melakukan
pemanasan zat-zat yang berbahaya dan beracun (Zat-zat yang pekat, korosif,
karsinogen, dan mudah terbakar). Hal ini untuk menghindari terjadinya kebakaran
dan kecelakaan.
10. Hal-hal yang belum tercantum dalam peraturan tata tertib ini akan diatur oleh
koordinator praktikum dengan peraturan atau pengumuman tersendiri.
Denpasar, September 2015
Team Penyusun

4
PERCOBAAN I
ANALISA KARBOHIDRAT

1.1. Uji Molisch


Pereaksi Molisch sangat efektif untuk uji senyawa-senyawa yang dapat didehidratasi
oleh asam sulfat pekat menjadi senyawa furfural atau senyawa furfural tersubstitusi,
seperti hidroksimetil-furfural.

H+ H+
Pentosa Furfural Heksosa Hidroksimetil furfural
Warna yang terjadi disebabkan oleh kondensasi furfural atau derivatnya dengan -
naftol menghasilkan senyawa berwarna ungu kemerahan. Selain itu furfural dapat
berkondensasi dengan bermacam-macam senyawa fenol atau amin memberikan
turunan senyawa berwarna. Uji ini adalah uji umum untuk karbohidrat walaupun
hasilnya bukan merupakan reaksi yang spesifik untuk karbohidrat. Hasil yang negatif
merupakan petunjuk yang jelas tidak adanya karbohidrat.

Bahan dan Pereaksi :

- Larutan Glukosa 1%

- Larutan Fruktosa 1%

- Larutan Sukrosa 1%

- Larutan Laktosa 1%

- Larutan Maltosa 1%

- Larutan Pati

- Pereaksi Molisch ( Larutan 5% -naftol dalam alkohol 95%)

- H2SO4 Pekat

5
Cara Kerja :

- Ke dalam tabung reaksi masukkan 5 mL bahan percobaan dan 2-3 tetes pereaksi
Molisch, aduk dengan baik.

- Tambahkan perlahan-lahan melalui dinding tabung 3 mL asam sulfat pekat.

Perhatikan warna yang terjadi pada batas larutan.

Pertanyaan :

1. Warna apa yang terlihat di antara permukaan dua larutan tersebut?


2. Mengapa banyak protein juga memberikan uji molisch yang positif?
1.2. Uji Benedict
Uji benedict berdasarkan atas reduksi Cu 2+ menjadi Cu+. Larutan-larutan tembaga
dalam keadaan alkalis bila direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehida
atau keton bebas akan membentuk endapan kupro oksida (Cu 2O) yang berwarna merah
bata. Disakarida, seperti maltosa dan laktosa dapat mereduksi Cu 2+ karena mempunyai
gugus keton bebas. Pada proses reduksi dalam suasana basa biasanya ditambahkan zat
pengompleks, seperti sitrat untuk mencegah terjadinya endapan CuCO 3 dalam larutan
natrium karbonat yang ada dalam reagen benedict. Uji benedict juga dapat dipakai
untuk menaksir konsentrasi karbohidrat bebas karena berbagai konsentrasi karbohidrat
akan memberikan intensitas warna yang berlainan.

Pereaksi :

- Reagen Benedict : Campurkan 173 gram natrium sitrat dan 100 gram Na 2CO3 anhidrat
dalam kira-kira 800 mL air, aduk, lalu saring. Kemudian tambahkan 17,3 gram CuSO 4
yang telah dilarutkan dalam 100 mL aquades. Selanjutnya volume total dibuat
menjadi 1 L dengan aquades.
- 0,1 M galaktosa : larutkan 18 gram galaktosa dalam 1 L air.
- 0,1 M fruktosa : larutkan 18 gram fruktosa dalam 1 L air.

6
- Larutan Glukosa 0,1 M , Larutan sukrosa 0,1 M , dan Larutan pati 1%.

Prosedur :

1. Tambahkan 2-3 tetes larutan glukosa pada tabung reaksi yang telah mengandung 1-2
mL reagen Benedict, lalu dikocok. Tempatkan tabung reaksi ke dalam penangas air
mendidih selama 5 menit, biarkan dingin, amati perubahan warnanya. Pembentukan
endapan hijau, kuning atau merah menunjukkan reaksi positif.

1. Lakukan percobaan tahap (1) untuk larutan 0,1 M galaktosa, maltosa, sukrosa,
fruktosa dan larutan pati 1%.
2. Ulangi percobaan tahap (1) untuk larutan 0,1 M glukosa yang diencerkan 2 kali, 10
kali, 50 kali, dan 100 kali. Bagaimanakah hasil pengenceran tersebut?
Pertanyaan :

1. Berapa kadar karbohidrat terendah yang masih dapat diamati dengan uji
benedict?
2. Senyawa apalagi selain tembaga yang dapat direduksi ? Apa fungsi berbagai
bahan dalam reagen benedict ?
1.3. GLUKOSA DALAM URIN

Adanya glukosa dalam urin dapat diperiksa dengan teknik yang berdasarkan atas
sifat dari glukosa yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis,
misalnya : Cu, Bi, Hg dan Fe. Metode yang berdasarkan reduksi ion-ion Cu (uji Gula
Reduksi) antara lain adalah Uji Fehling dan Uji Benedict. Dari kedua cara ini Uji Benedict
ternyata lebih baik untuk pemeriksaaan urine oleh karena tidak banyak zat yang
mengganggu. Uji yang berdasarkan metode ini tidak spesifik terhadap glukosa artinya
gula-gula lain ataupun zat-zat lain yang mempunyai daya mereduksi, juga akan juga
menghasilkan hasil pemeriksaan yang positif. Percobaan ini dilakukan dua kali dengan
sampel, yaitu :

1. Urin patologis yang disediakan oleh lab


2. Urin mahasiswa sendiri

7
Cara Kerja:

1. Siapkan lima buah tabung reaksi


2. Masukkan 2,5 ml larutan benedict ke dalam masing-masing tabung reaksi.
3. Tambahkan empat tetes larutan yang akan diperiksa,
urin patologis yang terdiri dari :

Tabung I : Glukosa 0,3 %

Tabung II : Glukosa 1 %

Tabung III : Glukosa 5%

Tabung IV : Galaktosa 1 %

Tabung V : Urin mahasiswa

4. Campur dengan baik


5. Didihkan selama 3 menit, kemudian dinginkan. Catat warna yang terjadi.
6. Penafsiran
Warna Penilaian warna Endapan Kadar glukosa

Biru - - 0

Hijau/hijau + + < 0,5 %


kuning

Kuning/kuning + ++ 0,5 – 1 %
orang

Jingga + +++ 1–2%

Merah bata + ++++ > 2%

8
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

9
PERCOBAAN II

ANALISA ASAM AMINO DAN PROTEIN

2.1. Asam Amino

Asam amino sebagai monomer protein merupakan molekul organik dengan massa
molekul rendah (antara 100-200) yang mengandung setidaknya satu gugus karboksil
(COOH) dan satu gugus amina (NH2). Terdapat 20 macam asam amino penyusun
protein. Variasi antar asam amino terletak pada jenis rantai sampingnya (gugus R).
Berdasarkan sifat kimia gugus R ini, sifat suatu asam amino dapat diramalkan,
sebaliknya pengetahuan tentang sifat asam amino akan membantu dalam identifikasi
gugus R. Asam amino diklasifikasikan ke dalam tujuh kelompok berdasarkan sifat kimia
gugus R ( Tabel 2.1), sehingga akan memudahkan dalam mengingat sifat-sifat umum dari
setiap asam amino. Dengan klasifikasi ini dapat dirancang metode analisis yang spesifik
untuk asam amino tertentu (Tabel 2.2).

Tabel 2.1. Klasifikasi asam amino berdasarkan sifat kimia gugus R.

Sifat Kimia Gugus R Contoh Asam Amino


Alifatik Gly, Ala, Val, Leu
Aromatik Phe, Tyr, Trp
Hidroksiklik Ser, Thr
Karboksiklik Asp, Glu
Mengandung Sulfur Cys, Met
Imino Pro
Amino Lys, Arg
Amida Asn, Gln

10
Tabel 2.2. Beberapa reaksi untuk mendeteksi asam amino berdasarkan gugus R.

Nama Uji Reaksi Asam Amino Warna


Yang Dideteksi
Reaksi Millon HgNO3 dalam asam nitrat dengan Tirosin Merah
sedikit asam nitrit

Reaksi Asam glioksilat dalam asam sulfat Triptofan Ungu


Hopkins-Cole pekat

Reaksi -naftol dan natrium hipoklorit Arginin Merah


Sakaguci

Reaksi Folin- Asam fosfomolibdotungstat Tirosin Biru


Ciocalteu

2.1.1.Uji Ninhidrin

Uji ninhidrin merupakan uji umum untuk asam amino. Apabila


ninhidrin(triketohidrindene hidrat) dipanaskan dengan asam amino maka akan
terbentuk kompleks berwarna. Dalam reaksi ini NH 3 dan CO2 dilepaskan sehingga
kemungkinan dapat diukur secara kuantitatif. Prolin dan hidroksiprolin menghasilkan
kompleks yang berbeda warnanya dengan asam amino lainnya. Kompleks warna yang
terbentuk mengandung dua molekul ninhidrin yang bereaksi dengan amonia setelah
asam amino dioksidasi. Keseluruhan reaksi asam amino dengan ninhidrin adalah sebagai
berikut :

1. Dekarboksilasi oksidatif dari asam amino dan produksi ninhidrin tereduksi,


amonia, dan karbon dioksida.
2. Reaksi ninhidrin tereduksi dengan molekul ninhidrin lain serta amonia yang
dibebaskan.
3. Kompleks berwarna biru terbentuk.

11
Pereaksi :

- Larutan Ninhidrin
- Sampel Protein 2%
- Sampel Asam Amino 2%
Prosedur :

- Tambahkan 1 tetes larutan ninhidrin 0,1% ke dalam 3 mL larutan sampel.


Panaskan campuran hingga mendidih. Amati perubahan warna yang terjadi.

2.2. Protein

Protein berfungsi dalam hampir semua aktivitas fisiologis makhluk hidup yaitu
sebagai arsitektur sel, katalis (enzim), pengendali metabolit, proses kontraktil, pelindung
(antibodi) dan senyawa penting lain dalam organisme tingkat tinggi. Berbagai molekul
protein dalam organisme hidup tersebut memiliki struktur dan lipatan yang sangat
bervariasi sehingga memiliki aktivitas biologis yang spesifik dalam metabolisme sel.
Struktur protein dibagi menjadi empat tingkatan : primer, sekunder, tersier, dan
kwartener. Keempat struktur protein tersebut dibedakan atas tinjauan terhadap
elemen-elemen dan jenis ikatan kimia yang terlibat. Struktur primer hanya terdiri atas
satu jenis ikatan, yaitu ikatan kovalen yang menghubungkan gugus amino dan gugus
karboksil antar asam amino atau disebut juga sebagai ikatan peptida/amida. Oleh
karena itu pada struktur primer terdapat informasi tentang urutan asam amino yang
menyusun suatu protein dan meninjau struktur dasar protein. Sedangkan struktur
sekunder melibatkan ikatan hidrogen antara oksigen karbonil dengan hidrogen amida
(C=O…..H-N) dari ikatan peptida. Ikatan hidrogen ini terbentuk menurut pola yang
teratur, sedemikian sehingga terbentuk struktur yang unik seperti -heliks dan  -sheet
(struktur dua dimensi). Pada struktur yang lebih tinggi yaitu struktur tersier, elemen–
elemen struktur sekunder dikemas ke dalam bentuk tertentu (struktur tiga dimensi).
Dalam pengemasan ini dilibatkan berbagai ikatan dan interaksi kimia seperti, ikatan

12
disulfida antar asam amino sistein, ikatan hidrogen, interaksi ionik antar gugus fungsi
yang terionisasi, interaksi hidrofobik dan hidrofilik, bahkan kemungkinan juga terdapat
ikatan kovalen koordinasi seperti pada metaloprotein. Kesemua ikatan maupun interaksi
ini di samping membentuk struktur tersier juga berperan sebagai penstabil. Struktur
yang terakhir, yaitu struktur kwartener, terjadi pada beberapa protein yang memiliki
lebih dari satu sub unit. Pada struktur kwartener terjadi interaksi antar struktur-struktur
tersier protein membentuk agregat yang memiliki aktivitas biologis tertentu. Ikatan yang
terlibat biasanya non kovalen dan kebanyakan adalah interaksi hidrofobik antar daerah
non polar pada permukaan molekul protein. Hemoglobin sebagai contohnya, terdiri atas
empat rantai polipeptida (4 sub unit), biasanya dua pasangan sub unit identik
membentuk hemoglobin tetramer yang memiliki fungsi lebih efektif dalam mentransfort
oksigen dibanding dalam keadaan monomer.

Denaturasi protein didefinisikan sebagai suatu keadaan telah terjadinya perubahan


struktur protein yang mencakup perubahan bentuk tiga dimensi dan lipatan-lipatan
molekul, tanpa melibatkan pemutusan atau kerusakan struktur primer protein.
Denaturasi protein menyebabkan protein kehilangan aktivitas biologisnya dan
kelarutannya akan berkurang sehingga mudah mengendap.

Pada percobaan ini akan dipelajari cara identifikasi protein, dan juga akan diamati
pengaruh fisik seperti suhu, pH serta zat-zat kimia terhadap struktur protein.

2.2.1. Reaksi Biuret

Larutan protein dalam basa kuat yang diberi beberapa tetes larutan CuSO 4 encer
akan membentuk warna ungu dan reaksi ini dinamakan reaksi Biuret. Biuret dihasilkan
dengan memanaskan urea pada suhu kira-kira 180 oC.

13
H2N H2N H2N

C=O + C=O C=O + NH 3

H2N H2N HN

C=O

H2N

Urea Urea Biuret Amonia

Reaksi Biuret terjadi karena pembentukan kompleks Cu 2+ dengan gugus –CO dan –NH
dari rantai peptida dalam suasana basa. Dipeptida dan asam-asam amino (kecuali
histidin, serin dan tirosin) tidak memberikan reaksi positif terhadap uji ini.

Pereaksi :

- 10% NaOH
- 0,1% CuSO4
- Sampel : albumin 2%, kasein 2%, asam amino
Prosedur :

1. Ke dalam tabung reaksi tambahkan 1 mL sampel dan 1 mL 10% NaOH, aduk kuat-
kuat. Tambahkan 1 tetes 0,1% CuSO 4, aduk baik-baik. Jika tidak timbul warna
tambahkan lagi beberapa tetes CuSO4 sampai terbentuk warna.
2. Ke dalam tabung reaksi masukkan urea sedikit dan panaskan hingga melebur.
Dinginkan dan perhatikan baunya. Larutkan urea yang telah didinginkan tersebut di
atas dengan air, kemudian lakukan seperti pada cara (1).

14
Pertanyaan :

1. Warna dan senyawa kompleks apa yang terbentuk? Mengapa harus dihindari
kelebihan dari CuSO4?

2.2.2. Pengendapan Oleh Logam

Kation-kation logam berat seperti Hg2+, Pb, Cu, Ag, Au, Pt, dan lain-lain dapat
mengendapkan protein dalam suasana basa. Kation besar dapat merusak interaksi ionik
yaitu menetralisir muatan negatif dalam protein sehingga terjadi denaturasi. Ion-ion ini
juga dapat mendenaturasi protein karena bereaksi dengan gugus –SH membentuk
sulfida.

Pereaksi :

- albumin 2%
- PbAsetat 2%
- HgCl2 2%
- FeCl3 2%
- CuSO4 2%
Prosedur :

Ke dalam 1 mL larutan albumin tambahkan tetes demi tetes larutan logam hingga
terjadi endapan. Perhatikan perubahan yang terjadi pada setiap kali penetesan.
Perhatikan pula apakah endapan terbentuk, dan apakah endapan yang terbentuk larut
kembali atau bertambah dengan penambahan reagen yang berlebih.

Pertanyaan :

1. Bagaimana proses terjadinya pengendapan protein dengan logam ?


2. Terangkan mengapa putih telur digunakan sebagai antidote pada keracunan Pb atau
Hg !

15
2.2.3. Titik Isoelektrik Protein

Protein merupakan koloid hidrofil yang distabilkan oleh muatan dan interaksi protein
dengan pelarut. Jika salah satu dari kedua faktor ini dihilangkan maka protein kadang-
kadang dapat mengendap dan bila kedua faktor di atas dihilangkan maka protein selalu
mengendap. Kelarutan protein paling rendah pada titik isoelektriknya yaitu pH larutan
yang menyebabkan jumlah muatan positif dan negatif dalam molekul protein menjadi
sama.

Pereaksi :

- 0,5 % Kasein
- Asam Asetat 0,1 N dan Natrium Asetat 0,1 N
- Bufer Asetat pH 6,0 : tambahkan 10 mL 0,1 N asam asetat ke dalam 190 mL 0,1N
natrium asetat.

- Bufer Asetat pH 5,3 : tambahkan 29 mL 0,1 N asam asetat ke dalam 171 mL 0,1N
natrium asetat.

- Bufer Asetat pH 5,0 : tambahkan 59 mL 0,1 N asam asetat ke dalam 141 mL 0,1N
natrium asetat.

- Bufer Asetat pH 4,1 : tambahkan 147 mL 0,1 N asam asetat ke dalam 53 mL 0,1N
natrium asetat.

- Bufer Asetat pH 3,8 : tambahkan 176 mL 0,1 N asam asetat ke dalam 24 mL 0,1N
natrium asetat.

Prosedur :

1. Ke dalam 5 tabung reaksi masing-masing tambahkan 5 mL larutan 0,5% kasein.


Selanjutnya pada seluruh tabung tambahkan masing-masing bufer asetat pH 6,0 ;
5,3 ; 5,0 ; 4,1 dan 3,8. Kocok campuran baik-baik serta catat derajat kekeruhan
setelah : 0 menit, 10 menit dan 30 menit.

16
2. Setelah 30 menit seluruh tabung tersebut dipanaskan dalam penangas air mendidih
selama 30 menit. Pembentukan endapan/ kekeruhan paling cepat terjadi dekat
titik isoelektrik larutan protein. Amati apa yang terjadi dan catat dalam tabel
berikut :

Tabung pH Bufer Derajat Pemanasan


Kekeruhan 30’
0’ 10’ 30’

1 6,0

2 5,3

3 5,0

4 4,1

5 3,8

17
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

18
PERCOBAAN III

HIDROLISIS MENTEGA

Lipida adalah segolongan senyawa dalam organisme hidup yang bersifat larut
dalam pelarut organik. Lipida berfungsi penting bagi tubuh sebagai pelarut beberapa
vitamin (A, D, E, dan K) dan juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding
karbohidrat dan protein.

Lemak dan minyak merupakan lipida sederhana. Lemak berwujud padat pada
suhu kamar, sedangkan minyak berwujud cair. Lemak dan minyak adalah trigliserida
yaitu ester yang terbentuk oleh hasil kondensasi tiga molekul asam lemak dengan
trihidroksi alkohol (gliserol). Tiga molekul asam lemak penyusunnya dalam hal ini tidak
mesti semuanya sama, tiga asam lemak yang berbeda satu sama lain dapat
berkondensasi dengan satu molekul gliserol. Asam lemak terpenting yang terdapat
dalam tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Daftar Berat Molekul beberapa asam lemak

Sumber Minyak Asam Lemak Terbanyak Bobot Molekul

Kelapa sawit Asam Palmitat C16 H32O2 256

Kelapa, Inti sawit Asam Laurat C12 H24O2 200

Susu Asam Oleat C18H34O2 282

Jagung, Kedelai Asam Linoleat C18 H32O2 278

3.1. Hidrolisis Mentega

Pereaksi :

- 20 % NaOH
- 40 % etanol

19
- 0.1 N CaCl2 (larutkan 22,2 gr CaCl2 dalam 100 ml air)
- 2 N H2SO4 (larutkan 36 ml H2SO4 diencerkan dengan air sampai 1 liter)
Prosedur :

1. Masukkan 5 gr mentega ke dalam beakerglass kecil lalu tambahkan 35 ml NaOH


alkoholis (20 % NaOH dalam 40 % etanol), tutup dengan kaca arloji dan panaskan
di atas air mendidih sampai penyabunan sempurna. Kesempurnaan penyabunan
dapat diuji dengan cara mengambil beberapa tetes hasil penyabunan, kemudian
masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi air. Bila penyabunan telah sempurna
akan diperoleh larutan jernih tanpa tetes minyak pada permukaan.
2. Setelah penyabunan sempurna tambahkan 10 mL air dan pindahkan ke dalam
beakerglass 250 ml. Panaskan di atas penangas air mendidih sampai semua
alkohol menguap (tidak tercium bau alkohol).
3. Ambil 1 mL larutan sabun pada tahap 2, masukkan ke dalam tabung reaksi,
Kocok dan perhatikan pembentukan busa. Lalu tambahkan 1 mL air dan 0,5 mL
CaCl2 0,1 N. Perhatikan apakah terjadi endapan ? Jelaskan !
4. Ambil 1 mL larutan sabun pada tahap 2, masukkan pada tabung reaksi, lalu
tambahkan 1 mL air dan NaCl padat hingga jenuh. Apa yang terjadi dan jelaskan
peristiwa ini
5. Ambil 5 mL larutan sabun pada tahap 2, tambahkan Asam Sulfat 2 N (periksa
dengan lakmus) hingga asam. Perhatikan pembentukan bau asam butirat dan
asam lemak lainnya yang mudah menguap. Tuliskan reaksi dalam percobaan ini.
Lapisan lemak yang ada di permukaan dipindahkan dengan pipet ke dalam tabung
reaksi, panaskan hingga asamnya hilang, lalu dinginkan. Periksa dengan tes
Akrolein.

20
3.2. Uji Akrolein

Gliserol didehidratasi dengan KHSO4 anhidrat membentuk suatu aldehid tak


jenuh yaitu akrolein. Akrolein mempunyai bau tak sedap yang khas.

CH2OH CH2

CHOH + KHSO4 CH + H2O

CH2OH CHO

Gliserol Akrolein

Prosedur :

1. Sediakan 3 tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu ke dalam masing – masing
tabung masukkan 10 tetes “olive oil” (minyak zaitun), gliserol, dan sedikit asam
palmitat.
2. Ke dalam masing – masing tabung tersebut tambahkan sejumlah volume yang
sama KHSO4, lalu dipanaskan pelan – pelan langsung di atas api. Perhatikan bau
akrolein yang menusuk hidung. (Jangan dikacaukan antara bau akrolein dengan
bau SO2).

21
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

22
PERCOBAAN IV
Penentuan Kualitas Minyak

4.1.Kualitas Minyak

Lemak yang menjadi tengik mempunyai bau dan rasa yang tidak enak dan
mungkin akan bersifat toksik untuk beberapa orang, selain juga dapat merusak
kandungan gizi zat-zat makanan lainnya. Peristiwa ketengikan (rancidity) dapat
terjadi karena adanya proses oksidasi dan hidrolisa pada lemak, baik secara
enzimatik maupun non enzimatik.

Di antara berbagai kemungkinan penyebab kerusakan lemak, ternyata proses


autooksidasi yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap cita rasa. Lemak yang
teroksidasi akan membentuk peroksida yang dapat terurai lagi menjadi aldehid,
keton dan asam lemak. Adanya aldehid dan keton ini yang menyebabkan
ketengikan. Angka peroksida adalah jumlah miligram peroksida tiap 1000 gram
minyak/lemak. Angka peroksida ini berguna untuk mengetahui adanya autooksidasi
dari minyak/lemak. Untuk mencegah dan menghambat proses oksidasi pada lemak
biasanya pada minyak perlu ditambahkan zat antioksidan.

Sedangkan ketengikan yang disebabkan oleh hidrolisa seringkali terjadi karena


faktor penyimpanan yang terlalu lama dan metode penyimpanan yang kurang baik,
sehingga menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme tertentu yang mampu
menghasilkan enzim – enzim lipase (dapat menghidrolisa trigliserida, digliserida,
dan monogliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas). Jumlah asam lemak
bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa tersebut dapat ditentukan dengan
mengukur derajat keasaman lemak tersebut. Umumnya lemak yang sangat tengik
memiliki nilai keasaman yang rendah.

4.2. Penentuan Angka Peroksida

Pereaksi :

- Minyak/lemak yang tengik


- Larutan asam asetat-kloroform (3 : 2)
- Larutan KI jenuh ; Larutan standar Na-tiosulfat 0,1 N dan Larutan pati 1 %

23
Prosedur :

- Timbang 5,00 ± 0,05 gram sampel (minyak/lemak tengik) dalam erlenmeyer,


dan tambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform.
- Goyangkan sampai bahan terlarut sempurna. Tambahkan 0,5 mL larutan KI
jenuh.
- Diamkan selama 1 menit dengan kadang-kadang digoyang kemudian
tambahkan 30 mL akuades.
- Titrasi dengan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang (kuning
muda). Tambahkan 0,5 mL larutan pati 1 %. Titrasi kembali dengan Na 2S2O3
0,1 N sampai jernih. Catat volume yang dipakai.
- Angka peroksida dinyatakan dalam miliequivalen peroksida dalam 1000
gram sampel.

mL Na2S2O3 X N Na2S2O3 X 1000


Angka peroksida =
Berat sampel (gram)

Reaksi yang terjadi :

RCOO. + KI RCO . + H2O + I2 + K+

I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6

4.3. Penentuan Asam Lemak Bebas Dalam Minyak (FFA = Free Fatty
Acid)

Pereaksi :
- NaOH 0,1 N
- Larutan standar asam oksalat 0,1 N
- Indikator PP 1 %
- Etanol 96 %

24
Prosedur :

- Ambil minyak kelapa 10 mL dengan pipet volume ( BJ = 0,92) dalam


erlenmeyer, tambahkan 10 mL etanol 96 %, kemudian tambahkan 5 tetes pp
1%. Titrasi dengan NaOH 0,1 N.

mL NaOH x N NaOH x BM Asam Lemak x 100 %


% FFA =
Berat sampel (gram) x 1000

25
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

26
PERCOBAAN V

HIDROLISIS PATI SECARA KIMIAWI

Pati (amilum) sebagai salah satu jenis polisakarida yang berlimpah di alam,
merupakan suatu polimer yang tersusun oleh satuan-satuan glukosa sebagi
monomernya yang terikat melalui ikatan -glikosidik. Melalui reaksi hidrolisis
sempurna, baik secara kimiawi maupun enzimatis, ikatan glikosidik tersebut
diputus sehingga terbentuk satuan-satuan monomernya.

Dalam praktikum kali ini, perubahan yang terjadi selama proses hidrolisis
dengan berjalannya waktu dapat diamati dengan uji Iodin (positif untuk pati) dan uji
Benedict (positif untuk gula reduksi seperti maltosa dan glukosa). Selain itu, dalam
praktikum ini diharapkan dapat dilakukan perbandingan yang signifikan dari
berbagai segi antara proses hidrolisis pati secara kimiawi dengan secara enzimatis.
5.1. Hidrolisis Pati Secara Kimiawi (Hidrolisis Asam)

Pereaksi :

- Larutan Pati 1%
- Larutan Iodin (0,05 M Iodium yaitu : larutkan 10 gr KI dalam satu liter air.
Kemudian tambahkan 2,5 gram Iodium dan aduk).
- Reagen Benedict
- HCl Pekat
Prosedur :

- Sediakan 25 mL larutan pati 1% dalam sebuah gelas piala. Tambahkan 10 tetes HCl
pekat, kemudian campur, kocok dan didihkan dalam waterbath (disebut Larutan
I). Larutan I ini tetap dipanaskan dalam waterbath air mendidih sampai 45 menit,
dan jangan dipindah dari waterbath selama waktu tersebut sambil sekali-sekali
dikocok.

- Untuk mengamati proses hidrolisis pati dan perubahan yang terjadi selama
berjalannya waktu sampai 45 menit tersebut, maka akan dilakukan uji iodin
dan uji benedict pada saat yang bersamaan setiap selang waktu 5 menit
terhadap larutan I tersebut.

27
- Uji iodin dilakukan dalam plat tetes atau cawan petri, dengan cara :
mengambil satu tetes cuplikan dari Larutan I, dan ditambahkan satu tetes
larutan iodin. Setelah diaduk maka amati perubahan warna yang terjadi.
Catat perubahan intensitas warna yang terjadi dengan bertambahnya waktu
pemanasan!
- Sedangkan uji Benedict dilakukan dengan cara : Siapkan 9 tabung reaksi
yang masing-masing mengandung 5 mL larutan Benedict, tambahkan pada
masing-masing tabung reaksi ini 3 tetes Larutan I (lakukan ini dengan
interval 5 menit pada tiap tabung, karena waktu hidrolisis sampai 45 menit
maka dibutuhkan 9 kali uji benedict). Tabung-tabung yang telah
mengandung campuran tersebut selanjutnya dipanaskan dalam waterbath
air mendidih dan amati perubahan warnanya. Setelah didinginkan,
bandingkan warnanya. Warna hijau menunjukkan kandungan glukosa 0,25%
, warna kuning orange menunjukkan kandungan glukosa 1% dan warna
merah menunjukkan kandungan gula lebih dari 2%. Hasil pengamatan
dicatat dalam tabel pengamatan.
Pengamatan :

Waktu Uji Benedict Uji Iodin

Mula-mula Dipanaskan Didinginkan

5’

10’

15’

20’

25’

30’

35’

40’

45'

28
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

29
PERCOBAAN VI

Hidrolisis Pati Secara Enzimatis

6.1 .Hidrolisis Pati Secara Enzimatis Oleh Enzim Amilase Saliva

Air liur atau saliva disekresikan oleh tiga pasang kelenjar air liur yaitu kelenjar
parotis di bawah telinga, kelenjar submaksilaris di bawah rahang bawah dan
kelenjar sublingual di bawah lidah. Cairan ini terdiri dari kira-kira 99,5% air dan
0,5% komponen non air. Dua pertiga bagian dari komponen non air adalah
berupa bahan organik terutama ptialin (amilase sativa) dan musin, sedangkan
sisanya berupa ion-ion anorganik seperti SO4, PO4, HCO3, Cl, Ca, Na dan K. Musin
dalam air liur berfungsi sebagai pelicin rongga mulut dan membasahi makanan
sewaktu makanan dikunyah sehingga mudah ditelan. Ptialin (amilase saliva)
berfungsi menghidrolisis pati menjadi dekstrin-dekstrin dan maltosa. Amilase
saliva ini tidak aktif pada pH 4 atau lebih rendah lagi. Air liur umumnya memiliki pH
sedikit asam yaitu kira-kira 6,8.

6.2. Pengumpulan Sampel Air Liur

- Bersihkan rongga mulut anda dengan cara berkumur berkali-kali. Kunyah


sepotong kapas atau kertas saring yang dibasahi dengan sedikit asam asetat
encer, yang bertujuan untuk merangsang produksi air liur. Kumpulkan air liur
anda sampai 50 mL dan saring dengan glass wool.

6.3. Hidrolisis Pati Oleh Amilase Saliva

- Bubuhkan 2 mL air liur (yang sudah disaring) pada larutan pati atau kanji 1%
dan kocok (dalam tabung reaksi), kemudian simpan atau inkubasi pada suhu 37
o
C(disebut Larutan I). Setiap selang waktu 5 detik, lakukan uji iodin dalam plat
tetes atau cawan petri dengan cara mengambil satu tetes cuplikan Larutan I
dan dicampur dengan satu tetes pereaksi Iodium. Catat kapan terlihatnya
opalesen dan berubahnya kekentalan. Catat pada detik atau menit keberapa
timbulnya warna biru, warna kecoklat-coklatan dan kapan tidak
memperlihatkan perubahan warna lagi (ingat pereaksi Iodium sendiri berwarna

30
kecoklat-coklatan). Saat uji Iodium tidak lagi menunjukkan uji positif disebut
Titik Akhromatik. Lakukan pula uji Benedict pada saat tercapai titik akromatik
untuk meyakinkan terbentuknya gula reduksi.
- Bandingkan waktu yang anda temukan untuk tercapainya titik akhromatik
dengan waktu yang ditemukan kelompok lain. Jika percobaan ini dilakukan
pada waktu dan cara yang sama, apakah hasilnya juga sama? Bagaimanakah
komentar anda?

6.4. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Amilase Air Liur

Sediakan empat tabung reaksi dan masing-masing diisi dengan : 2 mL HCl


0,1% (Tabung I), 2 mL Asam Asetat 0,1% (Tabung II), 2 mL aquadest (Tabung III)
dan 2 mL Na2CO3 0,1% (Tabung IV). Nilai pH dari masing - masing larutan pada
tabung - tabung tersebut adalah 1, 5, 7 dan 9. Tambahkan 2 mL larutan pati 1%
dan 2 mL air liur ke dalam tiap tabung. Kocok dengan baik dan letakkan pada
waterbath 37 oC selama 15 menit. Pindahkan isi tabung dan bagi menjadi dua
bagian, satu bagian dilakukan uji Iodium dan satu bagian lain dilakukan uji Benedict.
Terangkan hasil percobaan anda.

31
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

32
PERCOBAAN VII

PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

7.1. Dasar Teori

Penentuan kadar protein merupakan proses rutin yang digunakan dalam


laboratorium Biokimia. Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk
penentuan kadar protein, baik dengan metode spektrofotometri maupun metode
titrasi yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahannya. Pemilihan
metode yang terbaik dan tepat untuk suatu pengukuran tergantung pada beberapa
faktor seperti, banyaknya sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk
pengukuran, besar kecilnya kadar protein dalam sampel, alat spektrofotometer
yang tersedia (Visible atau UV).
Secara spektrofotometri, kadar protein dapat ditentukan dengan metode Biuret
dan metode Lowry yang akan dilakukan dalam praktikum kali ini.
Penentuan protein dalam bahan makanan atau jaringan hewan, seringkali
dilakukan melalui penentuan kadar nitrogen total dalam sampel (Penentuan N cara
Kjeldahl). Dalam metode tersebut kita menganggap bahwa semua nitrogen yang
ditentukan berasal dari protein. Walaupun tidak selalu demikian (ada komponen
non protein yang juga mengandung N, misalnya nukleotida, urea dan lain-lain),
tetapi di dalam praktek metode Kjeldahl ini sering dilakukan karena untuk
keperluan-keperluan tertentu hasilnya cukup memuaskan. Metode penentuan
kadar N total ini terdiri atas tiga tahap yaitu ; Tahap Destruksi untuk membebaskan
semua semua nitrogen dalam protein menjadi amonium sulfat, Tahap Distilasi
untuk memecah amonium sulfat menjadi amonia sehingga dapat dipisahkan
dengan cara distilasi, dan yang terakhir adalah Tahap Titrasi untuk menentukan
kadar amonia.

7.2. Metode Biuret


Penentuan kadar protein secara Biuret didasarkan atas pengukuran serapan
cahaya oleh senyawa kompleks ungu yang terbentuk antara Cu 2+ dengan gugus C=O
dan N-H dari rantai peptida dalam suasana basa.
Pada saat menentukan konsentrasi protein dalam suatu sampel secara
spektrofotometri, harus dilakukan pula pengukuran terhadap beberapa larutan
protein standar yang memiliki rentang konsentrasi tertentu di mana konsentrasi
sampel protein berada dalam rentang tersebut. Protein ditambahkan pertama kali
ke dalam tabung reaksi. Seluruh tabung harus mempunyai volume akhir yang sama
dan dilakukan pengadukan atau pencampuran yang baik setiap setelah
penambahan zat/reagen. Reagen penghasil warna selalu ditambahkan terakhir dan

33
biasanya diperlukan selang waktu tertentu untuk terjadinya reaksi warna yang
sempurna.

Pereaksi :
- Reagen Biuret : Larutkan 1,5 g CuSO4.5H2O dan 6,0 g natrium kalium tartrat
(NaKC4O6 .4H2O) ke dalam kira-kira 500 mL air dalam labu ukur 1 liter.
Kemudian tambahkan 300 mL NaOH 10% sambil dikocok. Dan akhirnya
tambahkan aquades sampai tanda batas. Larutan biru ini dapat disimpan lama.
Apabila pembuatannya kurang baik dapat terbentuk endapan hitam atau
merah (tidak dapat dipakai karena akan mengganggu serapan).
- Larutan standar protein : Buatlah larutan serum albumin murni atau kasein
dalam air dengan konsentrasi 1 - 10 mg per mL. Untuk mempermudah
kelarutan tambahkan beberapa tetes 3% NaOH.

Prosedur :
Pipet 1 mL larutan protein yang mengandung 1 sampai 10 mg per mL protein
ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 4 mL reagen Biuret. Kocok dan diamkan
selama 30 menit pada suhu kamar. Baca serapannya pada 540 nm.

Tugas dan Pertanyaan :


1. Buatlah kurva standar dan tentukan kadar protein dari sampel yang diberikan.
2. Senyawa apa yang dapat mengganggu metode penentuan Biuret ini?

7.3. Metode Lowry


Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen Folin-Ciocalteu
digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian
dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen Folin-
Ciocalteu dapat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena kandungan
fenolik dalam residu tersebut mampu mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat,
yang merupakan konstituen utama reagen Folin-Ciocalteu, menjadi tungsten dan
molibdenum yang berwarna biru. Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorbsi
yang lebar pada daerah merah dari spektrum sinar tampak (600-800 nm).
Sensitivitas metode Folin-Ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup
signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu (metode Biuret). Kompleks Cu-
protein yang dihasilkan oleh reagen Biuret akan menyebabkan reduksi
fosfotungstat dan fosfomolibdat dalam reagen Folin-Ciocalteu. Kira-kira 75% dari
34
proses reduksi yang terjadi diakibatkan oleh adanya kompleks Cu-protein tersebut,
sementara residu-residu tirosin dan triptofan mereduksi 25% sisanya. Larutan yang
mengandung 20 sampai dengan 200 g protein dapat ditentukan dengan metode
kolorimetri ini.
Reagen Folin-Ciocalteu merupakan suatu komposisi kompleks yang diperoleh
dengan cara pemanasan refluks Na-tungstat dan Na-molibdat dengan asam ortho
fosfat. Selain itu disertakan pula komponen-komponen lain untuk meningkatkan
kestabilan reagen yang dalam kondisi normal berwarna kuning pucat.

Pereaksi :
Reagen A : 2% Na2CO3 dalam 0,1 N NaOH.
Reagen B : 0,5% CuSO4.5 H2O dalam 1% Na atau K tartrat.
Reagen C : Campur 50 mL reagen A dengan 1 mL reagen B. Buang setelah 1 hari.
Reagen D : Encerkan reagen Folin-Ciocalteu dengan aquades sampai 1 N dalam
asam.
Reagen Folin-Ciocalteu : Refluks selama 10 jam campuran berikut :
- 100 g natrium tungstat atau natrium wolframat
- 25 g natrium molibdat
- 700 mL aquades
- 50 mL asam fosfat 85% dan 100 mL HCl pekat

Tambahkan : - 150 g lithium sulfat


- 50 mL aquades
- beberapa tetes air brom
Didihkan 15 menit untuk menghilangkan kelebihan brom (tidak memakai
kondensor). Encerkan sampai 1 liter dan saring. Larutan harus tak berwarna kehijau-
hijauan. Tentukan konsentrasi asamnya dengan titrasi NaOH 1N dengan indikator
fenolftalein.

Larutan Standar Protein : Buatlah larutan standar protein BSA (Bovine


Serum Albumine) yang mengandung 20 – 200 g protein.

35
Prosedur :

1. Buatlah campuran larutan standar protein dengan air sehingga volumenya


tidak melebihi 1,0 mL. Campur pula sampel protein yang akan diukur dengan air
sehinggga volume akhir menjadi 1,0 mL. (lihat Tabel III.1).
2. Tambahkan 5 mL reagen C (Reagen Biuret) ke dalam masing-masing tabung.
3. Inkubasi secara tepat 10 menit pada suhu kamar. Selang waktu ini amatlah
kritis. Gunakan stop watch (nyalakan start) ketika menambahkan larutan Biuret
pada tabung 1, tunggu hingga selang waktu tertentu (minimal 30 detik) sebelum
menambahkan larutan Biuret pada tabung 2, dan seterusnya. Setelah 10 menit,
tambahkan 0,5 mL reagen D (reagen Folin–Ciocalteu) ke dalam masing-masing
tabung. Kocok segera dengan alat vortex atau pengaduk.
4. Inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Waktu inkubasi ini dapat dimulai
(start) setelah penambahan / pencampuran reagen D ke dalam tabung terakhir.
5. Baca absorbansi pada  = 700 nm dengan alat spektrofometer dengan
menggunakan tabung 1 sebagai blanko.
Pertanyaan :

1. Buatlah kurva standar dan tentukan konsentrasi protein larutan sampel.


2. Apakah kebaikan dan kelemahan metode Lowry ini dibandingkan dengan
metode penentuan kadar protein lainnya?
Tabel III.1. Penentuan Kadar Protein dengan metode Lowry.

Penambahan
Nomor Tabung
(mL) 1 2 3 4 5 6 7 8 (sampel)

Standar BSA (200 g /mL) - 0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 -

Sampel Protein - - - - - - - X

H2O 1 0,9 0,8 0,6 0,4 0,2 - (1-X)

Reagen C (Biuret) 5 5 5 5 5 5 5 5

Aduk hingga tercampur merata. Inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar

Reagen D ( Folin –Ciocalteu) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

36
Aduk segera hingga tercampur merata . Inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar baca
dengan menggunakan spektrofotometer pada 700 nm dengan tabung 1 sebagai blanko.

%T700 nm

g/aliquot (g/tabung)

Pustaka :
Colowick S.P. dan Kaplan N.O., ( 1957), “ Methods in Enzimology”, vol. V, Acad.

Press Inc., New York, 448-450.

Tugas Pendahuluan :

1. Jelaskan prinsip penentuan protein dengan metode Lowry.


2. Gambarkan struktur asam amino – asam amino penyusun protein yang
mengandung gugus fenolik.
3. Jelaskan mengapa metode Lowry lebih peka dibandingkan dengan metode
Biuret.

37
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

38
PERCOBAAN VIII
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA

8.1. Teknik Isolasi DNA

DNA merupakan materi genetik yang mengkode semua informasi yang


dibutuhkan untuk proses metabolisme dalam setiap organisme. Molekul DNA ini
terikat membentuk kromosom, dan ditemukan dalam inti sel, mitokondria dan
kloroplas. DNA yang menyusun kromosom ini merupakan polinukleotida yang
membentuk heliks ganda (double helix), Dimana kedua “ benang” polinukleotida
saling berpasangan dalam pasangan yang saling berkomplemen melalui ikatan
hidrogen, sedangkan antara nukleotida yang satu dengan nukleotida yang lain satu
rantai dihubungkan oleh ikatan fosfodiester.

Pada dasarnya isolasi DNA dapat dilakukan dari berbagai sumber, misalnya
organ manusia, darah, daun, daging buah, serangga, akar, batang, daging dan sisik
ikan. Pada individu yang sama, DNA yang diperoleh dari berbagai bagian tersebut
akan memiliki urutan basa dan ukuran atau panjang yang sama. Sedangkan DNA
dari sel hewan lebih banyak mengandung protein. Salah satu kesulitan isolasi DNA
dari tanaman tinggi adalah proses destruksi dinding sel yang kuat dan sering kali
pada beberapa jenis tanaman, kontaminasi tersebut sulit dipisahkan dari ekstrak
asam nukleat. Kehadiran kontaminasi diatas dapat menghambat aktivitas enzim
misalnya, DNA tidak sensitive oleh enzim restriksi dan mengganggu proses
amplifikasi DNA dengan teknik PCR. Demikian pula metode khusus untuk
menghancurkan sel hingga isi sel dapat keluar dari selnya.

Isolasi DNA dapat dilakukan pada skala makro dan skala mikro. Pada
praktikum kali ini, kita akan melakukan isolasi DNA skala makro secara sederhana
dari tanaman. Bagian tanaman yang dipilih adalah menggunakan jaringan tanaman
yang mengandung sedikit kontaminan diatas, misalnya daging buah atau daun yang
masih muda. Jika digunakan sampel buah, kadar air pada masing-masing buah
dapat mempengaruhi hasil isolasi DNA.

Pada prinsipnya isolasi DNA dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu,
pemecahan atau lisis sel agar DNA keluar dari sel, pemurnian DNA dari ekstrak sel,

39
dan presipitasi DNA. Proses lisis sel dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi dan
enzimatis. Secara mekanis dapat dilakukan dengan cara homogenisasi dengan
blender atau dengan cara penggerusan, sedangkan secara kimiawi dapat dilakukan
dengan penambahan detergen, karena detergen dapat merusak membrane sel inti.
Tahap pemurnian DNA dalam praktikum kali ini dilakukan dengan cara sederhana
yaitu penyaringan, sedangkan pada tahap terakhir dilakukan presipitasi DNA dengan
cara penambahan etanol/alcohol dingin. Sehingga akan diperoleh DNA yang berupa
benang-benang halus yang tampak berupa kabut putih yang sangat lembut.

Bahan :

- Buah matang (mangga,papaya,atau tomat)


- Detergen (meluruhkan dinding sel)
- Garam dapur (NaCl) untuk memisahkan benang-benang DNA
- Etanol dingin: mempresipitasi DNA sehingga DNA akan tampak berupa
benang-benang halus dan putih.

- Kertas saring atau tissue.


Alat :

- Pisau
- Spatula
- Mortar
- Pipet tetes
- Beaker gelas
- Tabung reaksi.
Cara Kerja:

Tahap yang dilakukan pertama kali yaitu kupas buah, dan timbang 5 gr
bagian daging buah. Setelah itu dihaluskan dengan mortar, kemudian dipindahkan
kedalam gelas beaker. Tambahkan 50 mL aquades, tambahkan garam dan detergen
masing-masing 2,5 gr. Selanjutnya aduk bahan hingga homogen, dan biarkan 10
menit. Detergen berguna untuk meluruhkan membran sel. Setelah bahan homogen,
lakukan penyaringan terhadap campuran tersebut dengan kertas saring/tissue.
Selanjutnya ambil filtrate hasil penyaringan sebanyak 5 mL, lalu masukkan ke
tabung reaksi. Kemudian tambahkan etanol dingin sebanyak 0,6 mL. Etanol dingin

40
digunakan untuk mempresipitasi DNA. Amati perubahan yang terjadi, perhatikan
warna dan gumpalan yang terbentuk.

8.2. ANALISIS DNA

Analisis keberadaan secara kualitatif dan kuantitatif molekul asam nukleat


(DNA dan RNA) dapat dilakukan dengan teknik elektroforesis dan teknik
spektrofotometri. Secara elektroforesis digunakan elektroforesis gel agarose
sedangkan secara spektrofotometri dilakukan dengan spektrofotometri UV pada
panjang gelombang 260 nm.

Elektroforesis adalah suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada


pergerakan molekul-molekul bermuatan di dalam medan listrik. Pergerakan molekul
dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia
dari molekul. Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran, berat molekul
dan muatan listrik yang dikandung oleh makro-molekul tersebut.

Menurut Stenesh dalam Titrawani (1996) teknik elektroforesis dapat


dibedakan menjadi dua cara, yaitu elektroforesis larutan (moving boundary
electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zone electrophoresis). Pada teknik
elektroforesis larutan, larutan penyangga yang mengandung makro-molekul
ditempatkan dalam suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi
dari makro-molekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari molekul
(terlihat seperti pita) di dalam pelarut. Sedangkan teknik elektroforesis daerah
adalah menggunakan suatu bahan padat yang berfungsi sebagai media penunjang
yang berisi (diberi) larutan penyangga.

Media penunjang yang biasa dipakai adalah gel agarosa, gel pati, gel
poliakrilamida dan kertas sellulose poliasetat. Elektroforesis DNA merupakan teknik
untuk memisahkan sampel DNA berdasarkan ukuran (berat molekul) atau struktur
fisik molekulnya sehingga moleku DNA dengan ukuran berbeda tetapi mempunyai
komposisi basa yang sama dapat dipisahkan. Gel yang biasa digunakan adalah
agarose yang merupakan suatu polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut
sehingga elektroforesis ini dikenal dengan elektroforesis gel agarose. Teknik ini
sederhana, cepat terbentuk, dan mampu memisahkan fragmen DNA sesuai dengan
ukurannya. Elektroforesis gel agarose dapat memisahkan sampel DNA dari ukuran

41
beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (pb). Gel agarosa digunakan sebagai
media pergerakan (running) DNA.

Parameter yang dapat mempengaruhi laju migrasi DNA, yaitu ukuran


molekul DNA. Molekul yang lebih besar akan bergerak lebih lambat, misalnya DNA
linier akan bergerak lebih cepat dibandingkan dengan DNA sirkuler. Selain itu,
konformasi DNA, voltase yang diterapkan, konsentrasi agarosa dan pewarna DNA
yang digunakan juga ikut mempengaruhi laju migrasi.

Prinsip kerja dari elektroforesis ini adalah memisahkan molekul berdasarkan


muatan listrik. Muatan listrik positif akan menarik muatan negative. Sebaliknya
muatan negatif akan menarik muatan positif serta akan saling tolak menolak jika
muatannya sama. Molekul DNA bermuatan negative (rangka gula fosfat) sehingga
didalam medan listrik akan bermigrasi melalui matrik gel kearah kutub positif
(anoda). Semakin besar ukuran molekulnya maka laju migrasi semakin rendah.

Elektroforesis gel agarosa terdiri atas beberapa komponen, antara lain :


sampel DNA yang merupakan hasil perbanyakan dengan teknik PCR, gel agorasa
(konsentrasi 0,5 – 2 %), EtBr (agen pengkelat DNA) yang akan berpendar ketika
terpapar dengan sinar UV, loading buffer, running buffer (memfasilitasi hantaran
arus, biasanya TAE atau TBE), marker (penanda DNA) yang merupakan serangkaian
fragmen DNA standar yang berguna untuk memperkirakan ukuran fragmen yang
berbeda-beda pada DNA template yang dielektroforesis, serta lampu UV
transiluminator yang membantu dalam visualisasi DNA (Fatchiyah,2006)

8.3. Elektroforesis Gel Agarosa

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui DNA yang berhasil diisolasi serta
dapat dilihat kualitas DNA yang diperoleh, Gel agarosa 1% yang digunakan untuk
elektroforesis dibuat dengan melarutkan 0,4 gr agarosa dalam 40 ml buffer TAE
(Tris-asetat 40 mM dan Na2EDTA 1mM pH 8) dengan pemanasan. Setelah agarosa
terlarut dan didinginkan sampai kira-kira suhu 45oC , selanjutnya gel agarosa
dituangkan pada cetakan dan dibiarkan memadat. Sampel DNA yang akan
dielektroforesis dicampur dengan loading buffer 1X (loading buffer 6x :
bromophenol blue 0,25% (b/v) dan sukrosa 40% (b/v). Elektroforesis dilakukan
dalam buffer TAE pada tegangan 70-100 Volt. Elektroforesis dihentikan ketika
bromophenol blue telah bermigrasi kira-kira 2/3 dari panjang gel. Gel agarosa

42
kemudian direndam dalam larutan EtBr 250 ug/mL selama 3 – 5 menit, selanjutnya
direndam dalam buffer TAE selama 5 – 10 menit atau aquades. Pita DNA dapat
diamati dengan sinar UV menggunakan UV Transiluminator.

8.4. Spektrofotometri UV-VIS

Metode spektrofotometri UV digunakan untuk uji kuantitatif DNA


berdasarkan prinsif bahwa radiasi sinar ultraviolet akan diserap oleh nukleotida.
Larutan hasil isolasi DNA total dilarutkan ke dalam buffer TE pH 8 dengan
perbandingan DNA-buffer TE (3 : 7 v/v). Selanjutnya dituangkan ke dalam cuvette,
lalu DNA total dianalisa kemurniannya pada panjang gelombang 230, 260 dan 280
nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Absorbansi dibaca pada tiga
panjang gelombang untuk mengetahui adanya kontaminasi protein (280 nm) dan
kontaminasi polisakarida dan senyawa fenol dan asam humat (230 nm). Kemurnian
DNA ditentukan dengan nilai perbandingan absorbansi 260 nm/ absorbansi 280 nm
dan absorbansi 230 nm/absorbansi 260 nm. Penyerapan maksimal radiasi UV oleh
DNA terjadi pada panjang gelombang 260 nm. Jika aborbansi yang diperoleh 1.000,
maka konsentrasi DNA setara dengan 50 µg/mL.

Nilai ini adalah factor konversi, sehingga diproleh rumus untuk menghitung
konsentrasi DNA sebagai berikut (Tenriulo et.al,2001):

DNA (µg/mL) = A 260 x 50µg/mL x factor pengenceran.

43
Gambar 5.1. Rangkaian Alat Elektroforesis

Gambar 5.2. Pita hasil elektroforesis DNA dibawah sinar UV

44
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

45
PERCOBAAN IX.
PENENTUAN AKTIVITAS ENZIM LIPASE

9.1. Dasar Teori

Enzim adalah protein khusus yang berfungsi mengkatalisis reaksi hayati secara
efektif, tepat dan spesifik. Nama konvensional enzim didasarkan pada nama
substrat yang dikatalisisnya dengan menambahkan sufiks –ase, misalnya : urease
mengkatalisis hidrolisis urea menjadi amonia dan CO 2. Struktur enzim adalah
protein, tetapi ada banyak enzim yang baru dapat bekerja sebagai katalisator
apabila ada satu atau beberapa senyawa lain (non protein) yang disebut kofaktor.
Kofaktor dapat berupa ion logam atau berupa senyawa organik yang disebut
koenzim, misalnya vitamin-vitamin. Dengan demikian bagian proteinnya saja
disebut apoenzim, dan gabungan apoenzim dengan kofaktor disebut holoenzim.

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh kadar enzim, kadar substrat, pH dan


temperatur, sehingga kondisi kerja enzim perlu diatur agar berada pada kondisi
yang optimum.
Enzim-enzim yang bekerja dalam hidrolisis lemak dan minyak dapat dibedakan
menjadi dua kelompok besar, yaitu enzim lipase dan enzim esterase. Keduanya
terlibat baik dalam proses metabolisme lemak maupun penguraian dan kerusakan
lemak. Perbedaan antara lipase dengan esterase terletak terutama pada keadaan
larutan dari substratnya. Enzim lipase lebih aktif pada keadaan emulsi minyak dalam
air, sedangkan esterase aktif baik pada larutan maupun pada emulsi dengan
kecepatan yang sama.

Berdasarkan nomenklatur dari International Union of Biochemistry, enzim lipase


berfungsi mengkatalisa trigliserida menjadi digliserida dan asam lemak, dan
ternyata juga dapat menghidrolisa digliserida lebih lanjut menjadi monogliserida.

Karakteristik Enzim Lipase :

- Aktivitas lipase tergantung pada jenis substratnya, dan juga sangat tergantung
pada pH dan suhu. Lipase Pankreas misalnya mempunyai pH optimum antara
8,0 - 9,0. Tetapi dapat menurun menjadi 6,0 – 7,0 bila substratnya berbeda.
- Aktivitas lipase juga tergantung dari senyawa pengemulsi yang digunakan dan
ada tidaknya garam dalam substrat.

46
- Suhu optimum lipase pada umumnya berkisar antara 30 oC dan 40 oC. Meskipun
telah ditemukan adanya lipase yang masih aktif pada suhu – 29 oC, terutama
pada ikan dan udang yang belum dibekukan.
- Adanya garam sangat mempengaruhi aktivitas enzim lipase, misalnya pada
konsentrasi garam NaCl sampai 7,0 mMol, lipase menunjukkan aktivitas yang
maksimal dan akan menurun jika konsentrasi garam ditingkatkan. Garam
kalsium juga meningkatkan aktivitas lipase dan membantu meningkatkan daya
tahan panas enzim.
- Enzim lipase terdapat pada berbagai jaringan, tetapi sumber utama lipase yang
digunakan dalam proses hidrolisis adalah jaringan pankreas. Lipase juga
terdapat pada susu mamalia, juga dapat diperoleh dari biji-bijian, mikroba,
kacang-kacangan, biji kapas dan lain-lain.
9.2. Alat dan Bahan

ALAT :

- Buret dan statif

- Erlenmeyer 250 mL

- Tabung Reaksi

- Inkubator 37 oC

- Penangas Air
BAHAN :

- Larutan standar NaOH 0,05M

- Larutan fenolftalein 0,5% dalam alkohol ; tablet pencernaan (ekstrak


pankreas)

- Pembuatan Emulsi Minyak : Tambahkan 1 mL minyak olive ke dalam 5 mL


alkohol 95%. Tambahkan air dengan volume yang sama banyak, dan dikocok.
Tambahkan 10 tetes indikator fenol merah 0,04% dan tambahkan Na 2CO3
0,1 M hingga warna menjadi merah muda.

- Suspensi Ekstrak Pankreas : Buat suspensi ekstrak pankreas dari tablet


pencernaan 50 mg/mL. Lapisan tablet dihilangkan terlebih dahulu.

47
9.4. Prosedur

Siapkan 4 tabung reaksi dan masing-masing diberi nomor 1 sampai 4.


Kemudian tambahkan 2 mL suspensi ekstrak pankreas pada tiap tabung. Pada
tabung no. 1, enzim dimatikan dengan cara memanasi pada suhu 100 oC selama 1
menit. Selanjutnya tiap tabung ditambah 5 mL emulsi minyak dan 1 mL air sehingga
volume akhir menjadi 8 mL. Inkubasi campuran dalam seluruh tabung reaksi pada
suhu 37 oC dengan variasi waktu yaitu , masing-masing 15, 30 dan 45 menit untuk
tabung no. 2 s/d 4, sedangkan tabung no. 1 dianggap inkubasi 0 menit karena enzim
dimatikan. Pada akhir inkubasi, masing-masing campuran dituangkan ke dalam 4
labu erlenmeyer 100 mL. Kemudian ditambahkan 20 mL alkohol 95% dan 10 tetes
larutan fenolftalein. Selanjutnya dititrasi dengn larutan standar NaOH 0,05 M
sampai warna merah muda. Hasil pengamatan dicatat dalam Tabel berikut :

No. Warna mula-mula Perubahan warna Volume Larutan Jumlah


Tabung setelah inkubasi setelah ditambah standar NaOH mMol
alkohol dan PP yang diperlukan NaOH

T = 0’ ………. ………. ………. ……….

T = 15’ ………. ………. ………. ……….

T = 30’ ………. ………. ………. ……….

T = 45’ ………. ………. ………. ……….

Hitung aktivitas lipase yaitu jumlah mMol NaOH yang diperlukan untuk menetralkan
hasil reaksi pada tabung no. 2 s/d 4 . Buatlah grafik aktivitas lipase terhadap waktu
inkubasi.

48
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

49
PERCOBAAN X
PEMURNIAN PROTEIN

10.1. Dasar Teori

Kebanyakan protein berada sebagai campuran dengan protein lainnya,


karena setiap jenis sel dapat mengandung ribuan protein yang berbeda. Pemisahan
cukup sukar karena protein mempunyai sifat-sifat yang sama. Untuk menentukan
apakah suatu protein murni atau tidak juga mengalami kesukaran. Hal ini
disebabkan karena hampir semua protein tidak mempunyai perbedaan titik lebur
yang tajam pada saat pemanasan.

Perlu diingat bahwa protein merupakan molekul yang relatif rapuh (’fragil’),
yang mempertahankan aktivitas biologisnya hanya pada daerah pH dan suhu yang
relatif sempit. Isolasi suatu protein tertentu dalam bentuk murni dari sel atau
jaringan merupakan usaha yang tidak mudah, terutama karena dalam sel
kandungan protein tersebut sangat rendah dan bercampur pula dengan ribuan
protein lainnya. Pemurnian protein dapat dilakukan berdasarkan : 1. Ukuran
molekul, 2. Kelarutan, 3. Muatan Listrik, 4. Sifat Adsorpsi dan 5. Afinitas biologis
terhadap molekul lain.

Tabel 1. Beberapa Jenis Metode Pemisahan Protein

No. Dasar Pemisahan Jenis Metode Pemisahan

1. Ukuran Molekul Protein -Dialisis dan Ultrafiltrasi


(penyaringan) -Sentrifugasi Densitas

Gradien

-Kromatografi Filtrasi Gel

2. Kelarutan Protein (Kelarutan - Presipitasi Isoelektrik


protein merupakan fungsi dari -Salting Out
pH, kekuatan ion (ц), sifat -Presipitasi dengan pelarut
dielektrik pelarut (є), dan
-Pengaturan suhu
temperatur)

50
3. Muatan Listrik Protein -Elektroforesis(ionoforesis)

-Kromatografi Penukar Ion

4. Adsorpsi selektif Protein -Penggunaan adsorben khusus misalnya


hidroksiapatit, suatu bentuk kristal dari
kalsium fosfat (mineral yang ditemukan
dalam tulang).

5. Afinitas Biologis protein - Kromatografi afinitas menggunakan ligan


spesifik yang dapat beriteraksi dengan
protein spesifik

10.2. ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID (METODE SDS-PAGE)


Protein merupakan suatu polimer yang monomernya terdiri dari asam
amino yang terikat melalui ikatan peptida. Suatu protein aktif merupakan suatu
polipeptida yang telah melipat membentuk struktur tersier dan kwarterner. Protein
tertentu mempunyai susunan dan jumlah asam nimo tertentu. Dengan kata lain
protein mempunyai berat molekul tertentu dan biasanya dinyatakan dengan satuan
Da (Dalton). Satu molekul asam amino mempunyai berat molekul 110 Da. Berat
molekul suatu protein dapat ditentukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan elektroforesis sodiumdodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis
(SDS-PAGE). Metode SDS-PAGE juga dapat digunakan untuk menentukan apakah
suatu protein terdiri dari satu sub unit atau lebih.

Metode SDS-PAGE adalah pemisahan protein didasarkan pada perbedaan


berat molekul protein dalam suatu medan listrik. SDS adalah suatu detergen yang
bermuatan negatif yang akan membentuk komplek dengan molekul protein.
Dengan demikian protein akan bermuatan negatif dengan muatan yang sebanding
dengan panjang rantai subunit. SDS mengikat bagian hidrofobik dari protein dan
merusak struktur sekunder, tersier dan kwaterner protein. Gel poliakrilamid adalah
media pendukung yang dipakai untuk memisahkan protein. Gel ini merupakan hasil
polimerisasi dari akrilamid dengan menggunakan N,N ’ metilen-bis-akrilamid sebagai
pembentuk ikatan silang. Molekul protein akan bermigrasi melewati pori gel
akrilamid dengan mobilitas yang tergantung pada panjangnya.

51
Jika suatu protein mengandung lebih dari satu sub unit maka pada elektroforesis
akan terdapat lebih dari dua molekul yang bermigrasi. Berat molekul protein dapat
ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi antar logaritme berat molekul
protein standar dan jarak migrasi.

Teknik elektroforesis SDS-PAGE ini juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan,
misalnya : penentuan kemurnian protein, penentuan konsentrasi protein,
penentuan adanya proteolisis dan deteksi adanya modifikasi pada protein.

Teknik elektroforesis SDS-PAGE ini juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan,
misalnya : penentuan kemurnian protein, penentuan konsentrasi protein,
penentuan adanya proteolisis dan deteksi adanya modifikasi pada protein.

1. Percobaan
Alat :

1. Bio-Rad Mini-Protean II
2. Power Supply
3. Tabung eppendorf
4. Gel loading tips
Bahan :

1. Akrilamid : bis-akrilamid (39 :1)


2. Tris-HCl pH 6,8 lM
3. Tris-HCl pH 8,7 lM
4. SDS 20%
5. N,N,N”,N”-tetrametiletilendiamin (TEMED)
6. Amonium persulfat 10 %
7. Running buffer (1 gr SDS 3,03 gr Tris, 14,4 gr glisisn, ditambahkan air
sampai dengan 100 ml)
8. Larutan stanning 940 ml metanol, 15 ml asam asetat, 0,1 gr Coomasie
blue, ditambahkan aiar sampai dengan 100 ml)
9. Larutan destaining (10 ml metanol, 7,5 ml asam asetat, ditambahkan air
sampai dengan 100 ml)
10. 5 x Sample buffer (12,5 ml 1 M tris pH 6,8 20 ml, gliserol, 10 ml -
merkaptoethanol, 40 ml 10 % SDS, 15 mg Bromophenol Blue.

52
Gambar 1. Molekul protein dalam larutan SDS (a) dan Kurva standar (b).

Tabel 1. Komposisi Gel Poliakrilamid 10 %

Larutan induk Stacking Gel (ml) Running Gel (ml)

Acr/Bis 2,5 10

H2O 14,84 13

1M Tris pH 6,8 2,5 -

1M Tris pH 8,7 - 15

20 % SDS 0,1 0,2

10% APS 0,1 0,2

TEMED ( µ L) 16 30

PERHATIAN !!!

Akrilamid adalah senyawa neurotoxin. Jadi gunakan sarung tangan kalau membuat
gel akrilamid.

Polimer akrilamid tidak bersifat neurotoxin.

Jangan menyentuh alat elektroforesis yang sedang ada voltase.

Prosedur :

A. Persiapan Gel
1. Campurkan semua larutan untuk separating gel dengan urutan penambahan
sesuai dengan Tabel 1.

53
2. Tuangkan (dengan menggunakan pipet) larutan kedalam gel sandwich sampai
kira-kira 1,5 cm dari bagian atas plate.
3. Tambahkan air sampai ketinggian kira-kira 1 – 5 mm.
4. Diamkan sampai terjadi polimerisasi (30 menmit)
5. Campurkan semua larutan untuk stacking gel dengan urutan penambahan
sesuai dengan tabel diatas.
6. Buang air yang terdapat pada bagian atas separating gel.
7. Tuangkan campuran stacking gel di atas separating gel dan sisipkan comb
8. Diamkan sampai terjadi polimerisasi (30 menit)

B. Persiapan Sampel
1. Siapkan larutan protein standar dan sampel protein
2. Tambahkan larutan 5 x sample buffer
3. Didihkan selama 5 menit
4. Dinginkan dalam es selama 5 menit

C. Elektroforesis Gel
1. Pasangkan gel sandwich yang telah disiapkan kealat elektroforesis.
2. Tuangkan running buffer kedalam tank elektrofresis
3. Masukan sampel protein (10-20 µg) kedalam tiap-tiap lubang gel dengan pipet
mikro (eppendorf)
4. Pasang penutup alat elektroforesis.
5. Sambungkan ke power supply dan lakukan elektroforesis pada voltase tetap
200 v.
6. Matikan alat setelah blue dye tepat keluar dari gel (kira-kira 60 menit)

D. Staining dan Destaining


1. Keluarkan gel dari plate (gunakan sarung tangan)
2. Masukkan kedalam larutan staining (20 ml)
3. Biarkan selama 15 menit
4. Pindahkan kedalam larutan destaining (50 ml)
5. Biarkan sampai gel menjadi bersih (30 menit- semalam)

54
Tugas :

1. Buat kurva kalibrasi protein standar.


2. Tentukan berat molekul protein sampel yang dianalisis.

Pertanyaan :

Jelaskan reaksi pembentukan polimer poliakrilamid dan sebutkan fungsi biakrilamid,


TEMED, amonium persulfat dan merkaptoetanol.
Jelaskan prinsip elektroforesis
Jelaskan bagaimana cara memvisualisasikan protein hasil pemisahan dengan SDS-
PAGE

10.3. PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR SECARA SALTING OUT


Dasar Teori.

Penambahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan


protein (Salting in), tetapi protein akan mengalami presipitasi garam pada
konsentrasi tinggi (Salting out). Garam yang biasa digunakan adalah amonium
sulfat, sodium sulfat dan sodium klorida. Endapan yang terbentuk dapat dilarutkan
kembali dan protein tidak mengalami denaturasi.

Mekanisme salting out diduga terjadi melalui dehidrasi protein akibat


penambahan garam. Ion garam dapat menarik molekul air yang melarutkan protein
hingga protein menjadi tidak larut. Dalam percobaan ini akan dilakukan pemisahan
protein putih telur dengan cara penambahan garam amonium sulfat jenuh.

Percobaan

Alat :

-Tabung reaksi

-Batang pengaduk

-Gelas kimia

- Alat Sentrifuge

55
Bahan :

-Garam amonium sulfat

-Larutan protein (Putih Telur)

-Buffer Tris pH 7, 20 mM

-Tabung selofan

Prosedur :

A. Fraksinasi larutan protein putih telur dengan penambahan ( NH 4)2SO4 jenuh


(Metode Salting Out)
1. Siapkan lima mL larutan protein putih telur.
2. Tambahkan garam amonium sulfat hingga mencapai 20 % jenuh (11,4 gr
amonium sulfat per 100 mL larutan)
3. Aduk campuran dan biarkan selama 5 menit pada temperatur kamar.
4. Lakukan sentrifugasi selama 15 menit.
5. Pindahkan supernatan kedalam tabung baru
6. Endapan yang terbentuk disebut dengan fraksi 0 – 20 % amonium sulfat jenuh.
7. Larutkan endapan dengan 5 mL buffer tris pH 7.
8. Tambahkan garam amonium sulfat kedalam supernatan dari tahap 5 hingga
mencapai 50 % jenuh ( 18,9 gr amonium sulfat per 100 mL larutan).
9. Aduk campuran dan biarkan selama 5 menit pada temperatur kamar.
10. Lakukan sentrifugasi selama 15 menit.
11. Pindahkan supernatan kedalam tabung baru.
12. Endapan yang terbentuk disebut dengan fraksi 20-50 % amonium sulfat jenuh.
13. Larutkan endapan dengan 5 mL buffer tris pH 7
14. Tambahkan garam amonium sulfat kedalam supernatan dari tahap 11 hingga
mencapai 70 % jenuh (13,7 gr amonium sulfat per 100 mL larutan).
15. Aduk campuran dan biarkan selama 5 menit pada temperatur kamar
16. Lakukan sentrifugasi selama 15 menit.
17. Pindahkan supernatan kedalam tabung baru.
18. Endapan yang terbentuk disebut dengan fraksi 50 – 70 % amonium sulfat jenuh.
19. Larutkan endapan dengan 5 ml buffer tris pH 7.
20. Lakukan dialisis terhadap setiap fraksi amonium sulfat yang dihasilkan dengan
menggunakan buffer tris pH 7 selama 1 malam.
56
10.4. Analisis SDS-PAGE

1. Lakukan analisa protein setiap fraksi amonium sulfat yang diperoleh dengan
metoda SDS-PAGE.

Tugas :

1. Lakukan analisa profil protein setiap fraksi amonium sulfat .


2. Tentukan berat molekul protein dominan pada setipa fraksi amonium sulfat

Tugas Pendahuluan :

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan denaturasi protein !


2. Jelaskan 4 faktor yang dapat menyebabkan protein dapat terdenaturasi!
3. Jelaskan mengapa garam amonium sulfat dapat digunakan untuk pemurnian
protein?

57
LEMBAR KERJA PERCOBAAN

TOPIK : NAMA :

Tanggal : NIM :

Asisten : Kelompok :

Percobaan Pengamatan

58
DAFTAR PUSTAKA

1. Bollag, D.M., Rozycki, M.D. and Edeistein, S.J.,1996. Protein Methods, 2nd ed.,A
John Wiley & Sons, Inc,Pub, New York.

2. Boyer, R.F., 1993, Modern Experimental Biochemistry, 2nd ed, The Benyamin/
Cummings Publishing Company, Inc, California.

3. Plummer D, 1982, An Introduction to Practical Biochemistry, 2nd Edition, Tata


mc Graw Hill Publishing Company Ltd, New Delhi.

4. Staf Biokimia, Penuntun Praktikum Biokimia , Jurusan Kimia, UNPAD, Bandung

5. Sindumarta, M., et al., 1999, Petunjuk Praktikum Biokima Dasar, Jurusan Kimia ,
ITB, Bandung.

6. Team Biokimia, Penuntun Praktikum Biokimia , Jurusan Kimia, IPB, Bogor.

7. Wirahadikusumah, M., 1981, Biokimia, Protein, Enzima, dan Asam Nukleat,


ITB, Bandung.

8. Stryer,L., 1998, Biochemistry, 4 th ed, W.H. Freeman and Company, New York.

59
60

Anda mungkin juga menyukai