Latar Belakang
Penggunaan kata baku merupakan hal penting dalam penulisan teks berbahasa
Indonesia ragam resmi atau ragam formal. Joss (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 92)
menyatakan bahwa ragam resmi merupakan variasi bahasa yang digunakan dalam
pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, dan buku-
buku pelajaran. Dalam kondisi tersebut, penggunaan kata baku dapat mencerminkan
keutuhan bangsa sehingga suatu bahasa dihormati oleh pemakai bahasa dan juga
Kata baku merupakan gabungan kata yang berasal dari kata dan baku.
Menurut Kridalaksana (2008: 110), kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang
oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk
yang bebas, sedangkan baku menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Republik Indonesia (2016) adalah tolok ukur yang berlaku untuk kuantitas atau
baku merupakan kata dalam bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan standar
atau kaidah. Standar atau kaidah yang dimaksud ialah (1) sesuai dengan Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI); (2) sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI); dan (3) sesuai dengan tata baku bahasa Indonesia.
Kata baku memiliki fungsi tertentu dalam bahasa Indonesia. Sugihastuti dan
Saudah (2016: 18) menyatakan bahwa ada empat fungsi kata baku dalam bahasa
Indonesia, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi
pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi kerangka acuan. Pertama, kata baku berfungsi
menyatukan pengguna bahasa Indonesia yang berasal dari beragam wilayah, beragam
1
suku bangsa, beragam profesi, dan beragam pendidikan. Salah satu hal tampak pada
upaya Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (atau Badan Bahasa) yang
berhasil memetakan 718 bahasa daerah di seluruh Indonesia (Aziz, 2021: 5). Artinya,
bahasa Indonesia ternyata tidak menjadi bahasa ibu bagi penutur bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, pembakuan kata dalam bahasa Indonesia dapat menyatukan
kata dalam sebuah bahasa dapat menjadi pembeda antara pengguna bahasa yang satu
dengan pengguna bahasa yang lain. Kata baku yang digunakan dalam bahasa
Indonesia merupakan kata yang mencerminkan kekhasan milik bangsa Indonesia dan
bahasa Indonesia. Pembakuan kata yang dilakukan oleh lembaga bahasa negara dan
kemudian kata tersebut digunakan secara konsisten oleh seluruh pengguna bahasa
pengguna bahasa Indonesia dan juga kelompok pengguna bahasa lain. Hal ini
disebabkan oleh bahasa Indonesia sudah digunakan oleh pengguna lain yang terdiri
Keempat, kata baku berfungsi sebagai kerangka acuan. Dengan kondisi bahasa
dalam menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah. Oleh karena itu,
kata baku dapat menjadi standar penggunaan kata yang benar bagi pengguna bahasa
2
Indonesia. Dengan adanya kata baku sebagai standar, pengguna bahasa Indonesia
bahasa Indonesia, pengguna bahasa Indonesia masih banyak yang belum memahami
kata baku itu sendiri. Bahkan, pengguna bahasa Indonesia lebih sering menggunakan
kata tidak baku dibandingkan kata baku. Kata tidak baku merupakan kebalikan dari
kata baku. Chaer (2011: 131) menyatakan kebakuan sebuah kata dapat dilihat dari
segi lafal, ejaan, gramatika, dan kenasionalan saat diucapkan atau ditulis. Dengan
demikian, sebuah kata dikatakan tidak baku jika kata yang dipakai tidak sesuai lafal,
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan tolok ukur terkait penggunaan kata
tidak baku dalam bahasa Indonesia. Pertama, sebuah kata dikatakan tidak baku jika
kata tersebut ditulis tidak sesuai dengan lafal dan ejaan dalam bahasa Indonesia.
Indonesia ketika menulis atau mengetikkan kata. Hal ini dapat dilihat pada bentuk
/yang/ ditulis /yagn/; bentuk /tidak/ yang ditulis /tdak/, /tiadk/, atau /itdak/; atau
tersebut, dapat dibagi atas empat hal, yaitu (1) akibat pergantian posisi huruf, (2)
akibat pengurangan huruf, (3) akibat penambahan huruf, dan (4) akibat salah
3
1) Kata tidak baku karena pergantian posisi huruf.
Contoh:
No Kata Tidak Baku Kata Baku
1 yagn yang
2 tiadk tidak
3 pengguan pengguna
4 parktik praktik
5 meksipun meskipun
4
4) Kata tidak baku karena kesalahan penulisan huruf.
Contoh:
No Kata Tidak Baku Kata Baku
1 sebagao sebagai
2 oersatuan persatuan
3 varuasi variasi
4 panitya panitia
5 pwnyunting penyunting
Kedua, sebuah kata dikatakan tidak baku karena kata tersebut diserap dari
bahasa asing tanpa menyesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal ini dapat
dilihat pada bentuk contact person yang diserap menjadi kontak person. Jika ingin
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, penulisan yang benar ialah pusat kontak
(Sahidah, 2021). Namun, pada data tersebut, kata contact diserap dan disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia dengan cara mengubah bunyi [c] menjadi [k]
sehingga terbentuk kata kontak. Sementara itu, kata person dalam bahasa Inggris
diserap tanpa disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Padahal, dalam bahasa
Indonesia sudah ada padanan kata orang. Bahkan, frasa contact person juga sudah
ada padanan dalam bahasa Indonesia, yaitu narahubung. Namun, pengaruh bahasa
Inggris saat ini sangat kuat dalam bahasa Indonesia sehingga masyarakat cenderung
menyerap kata dalam bahasa Inggris meskipun penyerapan yang dilakukan tidak
Ketiga, sebuah kata dikatakan tidak baku karena terjadi pergeseran rujukan
bahasa asing. Pengguna bahasa Indonesia dulu merujuk atau menyerap sejumlah kata
5
dari bahasa Belanda, sedangkan pada hari ini pengguna bahasa Indonesia cenderung
lebih banyak menyerap kata dari bahasa Inggris sebagai akibat penggunaan bahasa
tersebut sebagai bahasa internasional. Hal ini tampak pada contoh analisa yang dulu
diserap dari bahasa Belanda, sekarang justru digunakan kata analisis yang diserap
dari bahasa Inggris, yaitu analysis. Perubahan bentuk baku dari analisa menjadi
analysis ini juga disebabkan oleh keteraturan perubahan bunyi dari bahasa Inggris ke
dalam bahasa Indonesia, yaitu bunyi [y] dalam bahasa Inggris berubah menjadi bunyi
[i] dalam bahasa Indonesia. Contoh lain dapat dilihat pada system menjadi sistem,
Keempat, sebuah kata dikatakan tidak baku karena mendapat pengaruh dari
bahasa lisan. Hal ini dapat dilihat pada bentuk pade, ke mane, dan ambilin yang
merupakan bahasa lisan dari masyarakat Betawi. Bentuk baku dari kata tersebut ialah
pada, ke mana, dan mengambilkan. Bahasa Betawi merupakan bahasa yang sangat
Di samping keempat hal tersebut, masih ada beberapa hal lagi yang menjadi
penyebab penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
penelitian mengenai kata tidak baku dalam bahasa Indonesia harus dilakukan.
Kosakata yang digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia harus dikumpulkan dan
diklasifikasikan menjadi kata baku dan kata tidak baku. Sejumlah kata tidak baku
yang terkumpul harus dianalisis dan dicarikan solusi untuk membakukan kata
tersebut, baik secara konvensional maupun secara komputerisasi. Hal ini dalam
6
Penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia tidak dapat dibiarkan
terus-menerus tanpa adanya solusi dan kebijakan bahasa. Moeliono (1980: 11—12)
menyatakan bahwa persoalan bahasa dapat diatasi dengan cara melibatkan ahli
bahasa untuk memecahkan masalah kebahasaan. Salah satu peran ahli bahasa dalam
mengatasi persoalan penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia ialah
mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan dalam majalah, surat
orang yang bertugas menyiapkan naskah siap cetak (Badan Pengembangan dan
naskah bahasa Indonesia sangat diperlukan karena banyak kesalahan penulisan yang
dilakukan oleh pengguna bahasa Indonesia, khususnya pada naskah ragam resmi
(formal).
Eneste (1995: 9) menyatakan bahwa salah satu tugas seorang penyunting ialah
menyunting naskah dari segi kebahasaan (ejaan, diksi, dan struktur kalimat). Dengan
demikian, penggunaan kata tidak baku dalam berbagai teks ragam resmi (formal)
akan disunting oleh seorang penyunting. Seorang penyunting akan membaca kata per
kata yang terdapat dalam sebuah teks ragam resmi. Jika penyunting menemukan
penggunaan kata tidak baku, ia akan memperbaiki kata tersebut menjadi kata baku.
Artinya, seorang penyunting akan memastikan bahwa setiap kata yang digunakan
dalam teks ragam resmi merupakan kata baku yang sesuai dengan KBBI.
7
Proses yang dilakukan oleh seorang penyunting dalam memperbaiki kata per
kata dalam sebuah teks ragam resmi merupakan pekerjaan yang berat. Seorang
penyunting harus jeli dan teliti dalam memperhatikan kata demi kata. Jika ada kata
yang luput dan lupa diperbaiki, seorang penyunting dapat disalahkan oleh pihak lain,
baik oleh editor maupun oleh pembaca. Dengan demikian, seorang penyunting harus
didukung dengan kemampuan yang baik untuk mengatasi kesalahan penggunaan kata
tidak baku dalam naskah bahasa Indonesia, khususnya naskah ragam resmi. Jumlah
naskah yang diterbitkan di Indonesia per tahun mencapai 30.000 judul buku (ASEAN
Book Publishers Association, 2010). Jumlah ini belum termasuk dengan naskah yang
dicetak secara mandiri oleh para penulis Indonesia. Dengan demikian, keberadaan
Sementara itu, kemampuan para penyunting naskah di Indonesia saat ini juga
belum dapat dikatakan memenuhi standar yang ditetapkan. Hal tersebut bukan karena
hatian dalam menyunting naskah. Saat ini masih banyak ditemukan naskah suntingan
yang memuat kesalahan ejaan atau penggunaan kata tidak baku. Dengan demikian,
keberadaan seorang penyunting tidak cukup dalam menerbitkan naskah ragam resmi
(formal).
8
Ketika keberadaan seorang penyunting tidak cukup dalam menyunting naskah
ragam resmi, diperlukan hal lain untuk mendukung proses penyuntingan bahasa
Indonesia. Salah satu hal yang bisa disiapkan ialah penyuntingan secara daring.
Febrina dan Syafar (2020) menyatakan bahwa penyuntingan daring dapat diciptakan
pengoreksian kata per kata dapat dilakukan secara cepat dan efisien. Penyuntingan
secara daring ini dilakukan dengan memadukan kajian linguistik dan sistem
komputer. Gunawan, Yuwono, dan Lauder (2005) menyatakan bahwa kajian yang
memadukan linguistik dan sistem komputer disebut dengan linguistik komputasi atau
mengkaji pemodelan bahasa alami dengan statistika dan berbasis aturan dari sudut
pandang komputasi.
sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan penggunaan kata tidak baku dalam
bahasa Indonesia. Syafar dan Febrina (2019) menjelaskan bahwa kajian linguistik dan
sumber. Sistem komputer akan mengatur sedemikian rupa penyuntingan kata tidak
baku menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia. Untuk mengatur bank data dalam
penyuntingan daring ini, tetap diperlukan ahli bahasa atau para penyunting teks
9
Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan kajian Sosiolinguistik untuk
bahasa muncul karena keunikan bahasa lokal, pertemuan antara bahasa-bahasa lokal
dengan bahasa nasional, dan juga penyerapan dari berbagai bahasa asing yang tidak
dengan penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia, dapat dilakukan dengan
merancang perbaikan kata tidak baku menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia
Indonesia untuk masa mendatang. Bahasa Indonesia yang digunakan secara tertulis
pada berbagai naskah ragam resmi (formal) merupakan kata baku yang sudah sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia, yakni sesuai dengan KBBI, PUEBI, dan tata baku
bahasa Indonesia.
mengenai kata tidak baku dalam bahasa Indonesia perlu dilakukan, khususnya dalam
rangka merancang penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah pada
masa mendatang. Hal ini sesuai dengan pernyatan Ferguson dan Steward (dalam
10
(polecy) perencanaan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang cinta
bahasanya.
Kebijakan yang dimaksud dapat berupa aturan yang bersifat normatif atau
upaya yang terencana dalam rangka pembakuan bahasa. Dengan kondisi penggunaan
bahasa Indonesia saat ini yang masih marak dengan penggunaan kata tidak baku,
salah satu kebijakan yang dapat dilakukan ialah dengan melakukan upaya yang
terencana untuk membakukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Haugen
(dalam Moelino, 1980: 16) menyatakan bahwa upaya terencana itu menjadi bagian
memperbaiki kata tidak baku menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia akan
laman penyuntingan yang disiapkan secara daring dan secara otomatis dapat
memperbaiki kata tidak baku menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia. Perubahan
Laman ejaan.id menerima sejumlah data teks tertulis dari berbagai naskah
ragam resmi (formal). Dalam naskah tersebut, akan tercantum kata baku dan kata
tidak baku yang ditulis oleh pengguna. Laman ejaan.id secara otomatis menerima
data dan kemudian memilah kata per kata yang diunggah. Dari pemilahan kata per
kata tersebut, akan diklasifikasi data yang termasuk ke dalam kata baku dan data yang
11
termasuk ke dalam kata tidak baku. Data yang termasuk ke dalam kata tidak baku
akan dianalisis secara linguistik agar dapat ditentukan klasifikasi dan penyebab kata
Dengan klasifikasi dan analisis yang dilakukan terhadap kata tidak baku
tersebut, akan dirancang atau didesain bank data yang memuat bentuk perbaikan dari
kata tidak baku tersebut. Perancangan kata tersebut dilakukan agar pengguna
kata-kata tidak baku yang sama-sama ada pada naskah milik mereka. Dengan
Indonesia dengan kosakata yang memuat kata baku secara keseluruhan. Sementara
itu, program komputer yang sudah dirancang dalam laman ejaan.id akan memproses
cara yang sama untuk naskah lainnya yang masuk. Dengan demikian, pembakuan
kata tidak baku pada laman ejaan.id secara perlahan akan semakin lengkap
2. Rumusan Masalah
1) Kata tidak baku apa sajakah yang ditemukan dalam berbagai teks tertulis
bahasa Indonesia?
2) Apa sajakah yang menyebabkan penggunaan kata tidak baku dalam teks
12
3) Bagaimana perbaikan kata tidak baku yang dapat dilakukan dalam teks
komputerisasi?
oleh ahli bahasa dalam memperbaiki kata tidak baku secara konvensional
laman ejaan.id?
3. Tujuan Penelitian
berikut.
bahasa Indonesia.
3) Menguraikan perbaikan kata tidak baku yang dapat dilakukan dalam teks
oleh ahli bahasa dalam memperbaiki kata tidak baku secara konvensional
13
4. Manfaat Penelitian
secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
itu, secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengguna
bahasa Indonesia agar dapat meminimalisasi kesalahan penggunaan kata tidak baku
tidak baku sehingga tidak diulangi kembali penggunaan kata yang sama untuk teks
berikutnya.
dapat meningkatkan kepercayaan warga negara, baik warga negara Indonesia maupun
warga negara asing yang mendalami ilmu bahasa Indonesia. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia mencatat bahwa saat ini bahasa Indonesia memiliki
jumlah penutur terbesar keempat dunia karena jumlah penduduk Indonesia sebanyak
240 juta dari 7,2 miliar penduduk dunia. Lalu, 45 negara di dunia membuka jurusan
bahasa Indonesia, khususnya untuk pengembangan kerja sama luar negeri. Artinya,
penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah menjadi bagian yang paling
14
bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
5. Tinjauan Pustaka
“Perbaikan Kata Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia melalui Laman Ejaan.id:
tidak baku sudah dilakukan oleh sejumlah ahli. Berikut dipaparkan sejumlah ahli
Penggunaan Kata Tidak Baku pada Merek Dagang Toko dan Jasa di Kota
tidak baku masih terdapat di tempat-tempat umum. Hal tersebut tampak pada
penulisan kata tidak baku yang didapat di lokasi yang berbeda, yakni Praktek,
dan Sate Ucus. Para pemilik toko dan jasa menulis merek dagang tidak
(Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Ketika penulisan kata tidak baku
tersebar secara luas, penulisan kata baku terancam tidak diketahui oleh
pemakai bahasa.
15
2. Ningrum (2019) menulis artikel dengan judul “Penggunaan Kata Baku dan
baku adalah kata-kata yang sesuai atau terdapat dalam Kamus Besar Bahasa
Tidak Baku di Media Sosial Instagram”. Dari penelitian yang dilakukan pada
penggunaan bahasa daerah atau bahasa asing yang tidak memiliki padanan
kata dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, juga terdapat pembentukan kata
yang tidak sesuai dengan kaidah yang ditetapkan dalam bahasa Indonesia,
“Analisis Kesalahan Penerapan Kata Baku dan Tanda Baca dalam Menulis
Kembali Isi Cerita Fabel”. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa
banyak ditemukan kesalahan penerapan kata baku dan tanda baca dalam hasil
tulisan siswa. Kesalahan penerapan kata baku berjumlah 233 kata. Kesalahan
penerapan tanda baca berjumlah 180 kesalahan. Hal tersebut sesuai dengan
hasil angket yang diperoleh bahwa siswa jarang menerapkan kata baku dan
16
tanda baca. Selain itu, juga sesuai dengan hasil wawancara guru, siswa
menulis tidak menggunakan kata baku dan tanda baca yang tepat.
“Penggunaan Kata Baku dan Kata Tidak Baku dalam Teks Narasi pada Siswa
Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Tahun Pelajaran 2018/2019”. Dari
ketidaktepatan dalam menggunakan kata tidak baku, yakni dari segi pelafalan,
menggunakan kata baku dan kata tidak baku dari segi pelafalan, tatabahasa,
dan kosakata; serta dari pihak lain, seperti kondisi kelas yang kurang kondusif
“Kemampuan Siswa dalam Membedakan Kata Baku dan Kata Tidak Baku di
ditemukan bahwa kemampuan siswa dalam membedakan kata baku dan kata
tidak baku tidak tuntas karena nilai rata-rata kata baku adalah 66,3 dengan
kategori baik dan nilai rata-rata kata tidak baku 48,3 dengan kategori kurang.
Kata Baku pada Teks Laporan Hasil Observasi Siswa Kelas X MAN 2 Model
ditemukan bahwa kesalahan penggunaan kata baku pada teks laporan hasil
17
observasi siswa kelas X MAN 2 Model Medan, yaitu (1) kesalahan
sebanyak 226 kesalahan (62%); dan (5) kesalahan pilihan kata sebanyak 14
kesalahan (3,7%).
Baku pada Siswa Kelas IV SD". Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan
bahwa Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan salah satu sumber belajar
yang dapat digunakan siswa dan guru dalam pembelajaran kosakata baku dan
tidak baku. Ragam bahasa baku dapat dibatasi dengan beberapa sudut
(2) sudut pandang informasi, dan (3) sudut pandang pengguna bahasa.
Kosakata Baku dalam Wacana Bahasa Indonesia pada Siswa Kelas VII di
baku ialah adanya tukar-menukar huruf dalam kata, pelesapan huruf dalam
10. Defina (2014) menulis artikel dengan judul "Pemakaian Kata Tidak Baku
18
dikarenakan banyak menduduki fungsi predikat sehingga membentuk pola
SPO atau SPOPel. Kalimat yang dibentuk adalah kalimat pasif, tetapi tidak
dapat diaktifkan. Jadi, diperlukan perhatian dalam penggunaan kata baku dan
11. Faisal (2008) menulis artikel dengan judul "Penggunaan Bahasa Indonesia
kalimat, dan kalimat efektif sebanyak 206 kalimat. Data atau jumlah kalimat
bahasa Indonsia yang tidak baku sebanyak 461 kalimat (28,51 %). Dengan
Dari penelitian yang sudah dilakukan tersebut, dapat dilihat bahwa penelitian
mengenai “Perbaikan Kata Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia melalui Laman
perbedaan. Persamaan penelitian terletak pada analisis data, yaitu sama-sama meneliti
kata tidak baku. Sementara itu, perbedaan penelitian terletak pada sumber analisis
data. Ariyantia dan Hatmab (2020) menganalisis kata tidak baku pada merek dagang,
Ningrum (2019) dan Faisal (2008) menganalisis penggunaan kata tidak baku di
19
kata tidak baku di media sosial; Defina (2014) menganalisis kata dikarenakan di
Anggraini, dan Permanasari (2019), Ruhamah, Adnan, dan Hajidin (2018), Tanjung
(2018), Setiawati (2016), dan Supriadin (2016) meneliti penggunaan kata tidak baku
di kalangan siswa, baik siswa tingkat SD, tingkat SMP, maupun tingkat SMA. Dalam
penelitian ini, penggunaan kata tidak baku yang dianalisis berasal dari data yang
diunggah ke laman ejaan.id. Hal tersebut menunjukkan bahwa data yang digunakan
berbeda dan lebih lengkap karena pengguna laman ejaan.id beragam dari berbagai
profesi, tingkat pendidikan, dan kebudayaan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini
penting dilakukan.
6. Landasan Teori
penelitian ini, digunakan teori berupa morfologi berupa kata, serta kata baku dan kata
masyarakat, seperti penyebab penggunaan kata tidak baku oleh pengguna bahasa
6.1 Morfologi
20
Morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang meneliti seluk-beluk
kata dan meneliti kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul
sebagai akibat perubahan bentuk kata (Ramlan, 2009: 21). Sementara itu,
bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem. Dengan
demikian, morfologi merupakan kajian dalam ilmu bahasa yang membahas kata dan
Dalam kajian morfologi, dikenal unsur dasar atau satuan terkecil yang
disebut dengan morfem dan satuan lingual terbesar ialah kata. Dalam penelitian ini,
6.1.1 Kata
morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan
sebagai bentuk yang bebas. Sementara itu, Putrayasa (2010: 43) menyatakan bahwa
kata merupakan bentuk yang mempunyai susunan fonologis yang stabil yang tidak
berubah dan juga mempunyai kemungkinan mobilitas dalam kalimat. Lebih lanjut,
Putrayasa (2010: 43) menjelaskan bahwa maksud dari susunan fonologis stabil yang
tidak berubah adalah setiap kata mempunyai tatasusun fonem yang tetap urutannya
dan tidak bisa diubah atau diselang dengan komponen atau fonem lain.
Ramlan (1987: 33) menyatakan bahwa kata adalah satuan bebas terkecil atau
dengan kata lain satuan bebas merupakan kata. Sejalan dengan Ramlan, Bloomfild
(dalam Tarigan 1987: 7) juga berpendapat bahwa kata adalah bentuk bebas yang
21
paling kecil, yaitu kesatuan terkecil yang dapat diucapkan secara mandiri. Nurlina,
dkk. (2004: 8) menyatakan bahwa kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri
sendiri. Dengan demikian, kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri
sendiri.
Dalam penelitian ini, kata menjadi data yang akan dikumpulkan dan
diklasifikasikan menjadi kata baku dan kata tidak baku. Dari pengumpulan dan
pengklasifikasian tersebut, kata baku dan kata tidak baku akan dimasukkan ke dalam
laman ejaan.id untuk diproses secara komputerisasi. Hasil dari penginputan kata baku
dan kata tidak baku tersebut akan dimanfaatkan oleh pengguna bahasa Indonesia.
Sistem akan melacak kata yang dimasukkan oleh pengguna. Jika kata yang terlacak
merupakan kata tidak baku, sistem akan menampilkan bentuk baku. Namun, jika
yang terlacak ialah kata baku, sistem tidak akan menunjukkan perubahan apa pun.
Oleh karena itu, pada subbab ini, akan dijelaskan mengenai kata baku dan kata tidak
baku.
Kata baku merupakan gabungan kata yang berasal dari kata dan baku.
Menurut Kridalaksana (2008: 110), kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang
oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk
yang bebas, sedangkan baku menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Republik Indonesia (2016) adalah tolok ukur yang berlaku untuk kuantitas atau
Kosasih dan Hermawan (2012: 83) menyatakan bahwa kata baku adalah kata
22
dibakukan. Kaidah yang dimaksud ialah (1) sesuai dengan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI); (2) sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI); dan (3) sesuai dengan tata baku bahasa Indonesia. Sementara itu, Chaer
(2011: 131) menyatakan kebakuan sebuah kata dapat dilihat dari segi lafal, ejaan,
gramatika, dan kenasionalan saat diucapkan atau ditulis. Dengan demikian, sebuah
kata dikatakan tidak baku jika kata yang dipakai tidak sesuai lafal, ejaan, dan
Dalam penelitian ini, kata baku dan kata tidak baku yang dianalisis dilihat dari
segi lafal, ejaan, gramatika, dan kenasionalan ketika ditulis. Artinya, kata baku dan
kata tidak baku yang dianalisis dilihat pada konteks ragam resmi. Untuk menjelaskan
6.2 Sosiolinguistik
Istilah sosiolinguistik terdiri atas dua kata, yaitu sosio dan linguistik. Sosio
menghubungkan bahasa dengan ciri dan fungsinya dalam suatu masyarakat bahasa.
Dengan demikian, objek penelitian pada kajian sosiolinguistik ialah hubungan antara
23
Dalam penelitian ini, akan dikaji penggunaan bahasa oleh penutur bahasa
Indonesia yang tidak hanya berasal dari satu kebudayaan saja, tetapi berasal dari
Indonesia. Hal ini sesuai dengan hal yang dikemukakan oleh Wijana dan Rohmadi
implikasional.
faktor sosial, budaya, dan situasi penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakat.
Dalam hubungan tersebut, akan dijelaskan penyebab penggunaan kata tidak baku oleh
masyarakat Indonesia, khususnya dalam ragam bahasa resmi. Oleh karena itu, untuk
masyarakat dapat berjalan dengan baik dan benar. Dalam hal ini, penggunaan bahasa
yang baik dan benar dalam ragam resmi berkenaan dengan penggunaan kata baku
24
Chaer dan Agustina (2016: 90) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah
variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang
apa. Suwito (1996: 29) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa
bicara. Sementara itu, Kridalaksana (1993: 184) menyatakan bahwa ragam bahasa
adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda berdasarkan topik yang
daerah yang berlainan, kelompok atau keadaan sosial yang berbeda, situasi berbahasa,
tingkat formalitas yang berlebihan, dan tahun atau zaman yang berlainan. Dengan
demikian, ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok
ragam bahasa berdasarkan pokok pembicaraan yang dibedakan atas ragam undang-
undang, ragam jurnalistik, ragam ilmiah, ragam jabatan, dan ragam sastra; ragam
bahasa berdasarkan medium pembicaraan yang dibedakan atas ragam lisan, seperti
ragam percakapan dan ragam pidato, serta ragam tulis, seperti ragam undang-undang,
ragam catatan, dan ragam surat-menyurat; serta ragam bahasa berdasarkan hubungan
antara pembicara yang dibedakan atas ragam baku, ragam resmi, ragam usaha, ragam
menjadi dua, yaitu ragam menurut golongan penutur bahasa dan ragam menurut jenis
25
pemakaian bahasa. Ragam bahasa yang ditinjau dari sudut pandang penutur
dibedakan atas daerah, seperti logat atau dialek; dibedakan atas pendidikan, seperti
pendidikan formal atau tidak; dan sikap penutur dibedakan atas langgam atau gaya.
Sementara itu, ragam menurut pemakaian bahasa dibedakan atas ragam dari sudut
pandangan bidang atau pokok persoalan, ragam menurut sarana, dan ragam yang
berkaitan dengan lingkungan yang harus dipilih oleh pengguna, yaitu salah satu
ragam yang dikuasai dan cocok dengan bidang atau pokok itu, seperti agama, ilmu
teknologi, perdagangan, seni, sastra, dan politik. Ragam bahasa menurut sarana
dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. Ragam bahasa mengalami gangguan
campuran atau interferensi berkaitan dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing
penggunaan kata baku dan kata tidak baku oleh pengguna bahasa Indonesia dilihat
pada ragam bahasa resmi yang dapat dianalisis berdasarkan tingkat pendidikan formal
Kriteria ragam bahasa resmi (formal) dapat dilihat dari ragam bahasa yang
dikemukakan oleh Jos (dalam Wijana, 2013: 23). Ia membedakan ragam bahasa atas
lima ragam, yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam konsultatif,
ragam kasual, dan ragam intim. Berikut penjelasan tentang ragam tersebut.
26
1) Ragam beku (frozen) merupakan ragam bahasa yang tidak mengalami
perubahan dari masa ke masa oleh siapa pun penuturnya. Contoh ragam
Contoh ragam konsultatif tampak pada bahasa yang digunakan oleh para
santai. Contoh ragam bahasa kasual dapat dilihat pada bahasa yang
pinggir jalan.
antara penutur karena hubungan sudah amat akrab. Contoh ragam intim
dapat dilihat pada bahasa yang dipakai oleh pasangan yang sedang
bermesraan, ibu dengan anak, dan suami istri dalam situasi khusus.
Pada penelitian ini, bahasa yang dikaji ialah bahasa yang digunakan oleh
pengguna bahasa Indonesia pada naskah resmi (formal), seperti karya ilmiah di
berbagai buku, modul, diktat, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian; karya
semi-ilmiah, seperti berita, esai, artikel, opini, tajuk rencana, feature; dan karya non-
ilmiah, seperti cerpen, novel, naskah drama, dan naskah film. Data yang diperoleh
27
pun dibatasi pada naskah resmi yang diunggah oleh para pengguna bahasa ke dalam
laman ejaan.id. Dengan demikian, seluruh jenis naskah resmi akan terangkum karena
para pengguna laman ejaan.id bervariasi dari tingkat usia, pendidikan, profesi, dan
asal budaya.
7. Hipotesis
Indonesia, ditemukan penggunaan kata tidak baku dalam jumlah banyak. Jika kata
kata tidak baku digunakan oleh masyarakat Indonesia. Indikator tersebut dapat
digunakan oleh ahli bahasa sebagai (1) pedoman dalam penyuntingan naskah; (2)
pedoman dalam pengajaran bahasa Indonesia; dan (3) perencanaan bahasa Indonesia.
Indonesia oleh para penulis, khususnya memperbaiki kata tidak baku dalam naskah
ragam resmi agar sesuai dengan KBBI. Para editor dan penyunting bahasa Indonesia
dapat bekerja dengan maksimal karena sudah memiliki pedoman dalam memperbaiki
kata tidak baku. Namun, penyuntingan secara manual yang dilakukan oleh editor dan
penyunting ini dirasakan belum efektif karena jumlah kata yang diperbaiki sangat
yang dapat digunakan untuk membantu para penulis, wartawan, siswa dan guru,
mahasiswa dan dosen, editor di media cetak, para penerbit buku dan spanduk, serta
28
orang-orang yang terlibat dalam dunia kepenulisan. Produk tersebut didesain menjadi
produk penyuntingan secara daring. Kata per kata yang diunggah ke dalam produk
dapat diperbaiki secara otomatis dalam waktu cepat. Dengan demikian, kesalahan
Kedua, indikator yang memuat penyebab penggunaan kata tidak baku oleh
masyarakat Indonesia dapat didesain khusus untuk menjadi bahan ajar bahasa
Indonesia, baik di tingkat SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Guru dan dosen
dapat melihat perkembangan penggunaan bahasa Indonesia oleh peserta didik dengan
pasti dan terukur. Guru dan dosen dapat menjelaskan langsung kesalahan yang paling
banyak digunakan oleh peserta didik. Dengan demikian, capaian penggunaan bahasa
Indonesia oleh pendidik dan peserta didik semakin terarah pada visi meminimalisasi
khususnya sesuai dengan kata baku dalam KBBI. Rancangan yang disiapkan dalam
Pada laman penyuntingan daring ini, dimasukkan kata tidak baku dan kata
baku yang digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia. Proses pengunggahan tersebut
akan menghasilkan bank data pada laman ejaan.id. Jika nanti pengguna bahasa
Indonesia memasukkan teks ragam resmi dan ternyata dalam teks tersebut termuat
29
kesalahan yang sama dengan data yang dimiliki oleh ejaan.id, mesin akan mendeteksi
secara otomatis, memperbaiki kesalahan tersebut, serta menampilkan kata yang baku
kepada pengguna bahasa Indonesia. Proses ini pun dirancang dapat digunakan oleh
pengguna dalam hitungan detik. Dengan demikian, penggunaan kata tidak baku pada
naskah ragam resmi bahasa Indonesia dapat diminimalisasi. Bahkan, pengguna yang
langsung mengunggah teks tersebut dapat melihat perbaikan kata tidak baku menjadi
kata baku. Pengguna juga dapat mengetahui kata mana yang menjadi bagian dari kata
baku dan kata mana yang menjadi bagian dari kata tidak baku. Dengan tampilan itu,
para pengguna juga mempelajari kaidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia,
khususnya yang berkenaan dengan penggunaan kata baku dan kata tidak baku.
Jika upaya ini dilakukan secara kontinu, dapat diprediksikan penggunaan kata
Indonesia yang berulang pada naskah ragam resmi dapat dihentikan. Bahkan, melalui
rancangan ini, muncul kebiasaan baru pengguna bahasa Indonesia, yakni mengecek
kata yang tercantum pada setiap naskah ragam tulis agar sesuai dengan kaidah bahasa
mengatasi persoalan penggunaan kata tidak baku dalam berbagai teks tertulis
berbahasa Indonesia.
30
8. Metode Penelitian
beberapa tahap, yakni tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap
penyajian hasil analisis data. Ketiga tahapan tersebut dijelaskan secara rinci sebagai
berikut.
Pada tahap pengumpulan data, data dikumpulkan dari kata tidak baku yang
terdapat pada laman ejaan.id. Laman ejaan.id merupakan laman penyuntingan daring
berbasis teknologi yang sudah diciptakan pada tahun 2017. Laman ini diciptakan
sebagai bentuk keprihatinan dan wujud nyata atas penggunaan kata tidak baku dalam
berbagai naskah tertulis bahasa Indonesia. Laman ini digagas karena melihat fitur
yang ada pada handphone berupa kamus daring yang muncul di atas papan tik.
yang sesuai dengan kamus. Pengguna dapat langsung mengeklik dan memilih kata
tersebut.
menciptakan laman ejaan.id. Dalam kerangka dasar, didesain sebuah laman yang
berbasis teknologi yang mampu mendeteksi penggunaan kata tidak baku oleh
seribu kata baku dan kata tidak baku sebagai bank data. Seribu kata tersebut
31
Langkah yang dilakukan dalam menggunakan laman ejaan.id tersebut dimulai
dengan (1) pengguna masuk ke laman ejaan.id; (2) pengguna memilih menu coba
sekarang; (3) pengguna memasukkan kata, kalimat, paragraf, atau wacana tulis ke
dalam kotak yang disediakan; (4) pengguna memilih menu perbaiki ejaan; (5)
pengguna dapat melihat perbaikan kata yang dilakukan secara otomatis pada laman
ejaan.id. Jika kata yang dimasukkan oleh pengguna merupakan kata tidak baku,
laman ejaan.id akan menampilkan warna merah pada perbaikan kata tersebut menjadi
kata baku. Namun, jika pengguna tidak menggunakan kata tidak baku, warna pada
kata tersebut tetap sama dengan warna teks yang dimasukkan, yakni hitam.
Sejak tahun 2017 hingga tahun 2021, ban data laman ejaan.id tidak mengalami
perubahan yang signifikan karena belum dilakukan penambahan data. Saat ini data
yang tersimpan pada laman ejaan.id baru 1812 data. Sebanyak 812 data bertambah
memilah dan mengklasifikan kata tidak baku. Kata tidak baku yang dimasukkan oleh
pengguna laman ejaan.id kemudian dijadikan bank data baru. Dengan demikian,
terdapat penambahan sebanyak data tersebut. Dengan demikian, seribu data awal
yang dimasukkan hanya sebagai data awal untuk menguji kevalidan laman ejaan.id
Dengan melihat perkembangan data yang masuk, dapat dikatakan bahwa laman
Sebagaimana konsep perencanaan bahasa, laman ini dapat dijadikan solusi dalam
pembakuan kata tidak baku menjadi kata baku pada berbagai naskah tulis bahasa
Indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moeliono (1981) yang menyatakan
32
bahwa persoalan bahasa dalam bentuk apa pun dapat diatasi oleh ahli bahasa dan
pihak-pihak yang tertarik dengan persoalan tersebut. Dalam hal ini, peneliti sebagai
peneliti bahasa tertarik untuk mencarikan solusi terkait penggunaan kata tidak baku
pada berbagai naskah tulis berbahasa Indonesia. Solusi ini diharapkan dapat menjadi
salah satu cara untuk merencanakan penggunaan bahasa Indonesia yang lebih baik
media sosial nomor dua terbesar di dunia. Kosakata dalam bahasa Indonesia beredar
di media sosial dengan begitu pesat, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di daerah
lain di luar Indonesia. Namun, kata yang digunakan oleh masyarakat Indonesia justru
banyak memuat kata tidak baku—sebagaimana klasifikasi yang sudah dijelaskan pada
bagian latar belakang. Dengan demikian, strategi yang dapat dilakukan untuk
baku di dunia maya, dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Tidak hanya
penyebarluasan kata baku, penjaringan data berupa kata tidak baku juga dilakukan
melalui teknologi.
Laman ejaan.id sudah diciptakan sejak tahun 2017, lalu sudah dipublikasikan
dalam bentuk seminar nasional dan seminar internasional dalam rangka mengenalkan
laman ejaan.id kepada pengguna bahasa Indonesia. Pertama, laman ejaan.id pernah
33
Indonesia (MLI) dalam seminar ISOL III. Kedua, bentuk poster pada Kongres Bahasa
Menurut Sudaryanto (2015: 9), metode adalah cara yang akan digunakan atau
dilakukan dalam penelitian yang masih bersifat abstrak, sedangkan teknik adalah cara
yang digunakan untuk melaksanakan atau menerapkan metode sesuai dengan alat
atau objek penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, digunakan metode
dan teknik sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudaryanto (2015) tersebut, yaitu
metode dan teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, serta metode dan
Metode yang digunakan dalam penyediaan data pada penelitian ini ialah
metode simak. Menurut Sudaryanto (2015: 13), metode simak merupakan penyediaan
data yang dilakukan dengan menyimak data penggunaan bahasa. Dalam penelitian
ini, metode simak dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa yang
34
diunggah ke laman ejaan.id. Peneliti menyimak penggunaan kata baku dan kata tidak
baku yang terdapat pada unggahan laman ejaan.id. Pengumpulan data akan berhenti
dilakukan jika data sudah dinyatakan sebagai data jenuh karena berulang kali muncul.
Sementara itu, untuk mengimbangi agar semua kata dalam bahasa Indonesia menjadi
data dalam penelitian ini, digunakan kosakata pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Semua kata pada KBBI akan menjadi kata baku dalam penelitian ini.
Pada metode simak, ada dua teknik yang digunakan, yaitu teknik dasar dan
teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
sadap. Teknik ini dilakukan dengan cara menyadap penggunaan bahasa yang
berkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian, yaitu kata tidak baku.
Teknik lanjutan yang digunakan ialah teknik simak bebas libat cakap (SBLC). Dalam
pengambilan data, tidak dilakukan komunikasi dengan siapa pun karena data dalam
bentuk tulisan.
Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis. Dalam penelitian ini, data
dianalisis sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode
padan. Menurut Sudaryanto (2015: 16), metode padan adalah metode yang alat
penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang
Metode padan referensial dilakukan untuk mengetahui referen dari makna setiap kata.
Teknik yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah teknik pilah
unsur penentu (PUP) dengan teknik lanjutan menggunakan teknik hubung banding
35
memperbedakan (HBB). Teknik PUP dilakukan dengan cara melihat kembali data-
data yang sudah didapatkan, kemudian data-data tersebut dipilah berdasarkan unsur
penentunya. Pada penelitian kali ini, yang menjadi unsur penentunya adalah kata
baku dan kata tidak baku. Seluruh data yang telah dikumpulkan tersebut akan dipilah-
pilah berdasarkan kata baku dan kata tidak baku. Data yang sudah terkumpul
kemudian diunggah ke laman ejaan.id agar dapat digunakan untuk perbaikan kata
Setelah data dianalisis, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil analisis
data. Hasil analisis data pada penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode
formal dan metode informal. Menurut Sudaryanto (2015: 241), metode formal ialah
penyajian data menggunakan tanda dan lambang, sedangkan metode informal adalah
9. Sistematika Penyajian
Hasil penelitian ini akan disajikan dalam tujuh bab. Bab I merupakan
pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metode penelitian, dan
sistematika penulisan. Bab II merupakan pembahasan tentang kata tidak baku dalam
teks tertulis bahasa Indonesia. Bab III merupakan pembahasan tentang penyebab
penggunaan kata tidak baku dalam teks tertulis bahasa Indonesia. Bab IV merupakan
penjelasan tentang perbaikan kata tidak baku secara konvensional dan komputerisasi.
Bab V tentang kelebihan, kelemahan, tantangan, dan peluang dalam perbaikan kata
36
tidak baku secara konvensional dan komputerisasi. Bab VI tentang proses perbaikan
kata tidak baku pada laman ejaan.id. Bab VII merupakan penutup yang terdiri atas
37
DAFTAR PUSTAKA
Ariyantia, Tri Dina dan Triesna Fuji Hatmab. 2020. "Identifikasi Penggunaan Kata
Tidak Baku pada Merek Dagang Toko dan Jasa di Kota Bengkulu". Jurnal
Bahastra, Vol. 40, No. 1.
Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Dari, Indah Wulan, Tri Riya Anggraini, dan Dian Permanasari. 2019. “Penggunaan
Kata Baku dan Kata Tidak Baku dalam Teks Narasi pada Siswa Kelas VII
SMP Negeri 2 Waway Karya Tahun Pelajaran 2018/2019”. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Bandar
Lampung.
Defina. 2014. "Pemakaian Kata Tidak Baku dikarenakan dalam Abstrak Karya
Ilmiah: Studi Kasus Karya Ilmiah di garuda.dikti.go.id". Mangun Jurnal
Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan, Vo. 7, No. 1.
Faisal, Abdul Jalil. 2008. "Penggunaan Bahasa Indonesia Baku dalam Tesis
Mahasiswa S-2 Universitas Hasanuddin". Linguistik Indonesia, Vol. 26, No.
1.
Febrina, Ria dan Dian Noviani Syafar. 2020. “The Use of Ejaan.id Page in Learning
Bahasa”, diseminarkan pada The Online Eleventh Annual International
38
Symposium of Foreign Language Learning (11th AISOFOLL) pada 6–7
October 2020.
Gunawan, Fitri, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2005. Pesona Bahasa:
Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ningrum, Via Setya. 2019. “Penggunaan Kata Baku dan Tidak Baku di Kalangan
Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta”. Jurnal
Skripta, Vol. 5, No. 2.
Nurlina, dkk. 2004. Pembentukan Kata dan Pemilihan Kata dalam Bahasa Jawa.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
39
Rahmawati, Itsna Ayu, Mudzanatun, dan Ibnu Fatkhu Royana. 2019. “Analisis
Kesalahan Penerapan Kata Baku dan Tanda Baca dalam Menulis Kembali Isi
Cerita Fabel”. Jurnal Mimbar Ilmu, Vol. 24, No. 2.
Setiawati, Sulis. 2016. “Penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam
Pembelajaran Kosakata Baku dan Tidak Baku pada Siswa Kelas IV SD”.
Jurnal Gramatika, Vol. 2, No. 1.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma.
Sugihastuti, Siti Saudah. 2016. Buku Ajar Bahasa Indonesia Akademik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Syafar, Dian Noviani dan Ria Febrina. 2019. “Computational Linguistics Models and
Language Technologies for Indonesian”, dimuat di Jurnal Arbitrer Vol. 6 No.
1 dan dapat diakses melalui
http://arbitrer.fib.unand.ac.id/index.php/arbitrer/article/view/133.
Tanjung, Sri Rahayuni. 2018. “Analisis Kesalahan Penggunaan Kata Baku pada Teks
Laporan Hasil Observasi Siswa Kelas X MAN 2 Model Medan Tahun
Pembelajaran 2016/2017”. Kode, Jurnal Bahasa, Vol. 7, No. 1.
Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi. 2010. Kajian Teori dan Linguistik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wijana, I Dewa Putu. 2013. “Pemakaian Bahasa dalam Karya Ilmiah Populer”. Jurnal
Arbitrer, Vol. 1 No. 1.
40
Yuliana, Margaretha Evi dan Widi Nugrahaningsih. 2019. “Penggunaan Kata Tidak
Baku di Media Sosial Instagram”. Surakarta: Politeknik Indonusa Surakarta.
41