Anda di halaman 1dari 41

1.

Latar Belakang

Penggunaan kata baku merupakan hal penting dalam penulisan teks berbahasa

Indonesia ragam resmi atau ragam formal. Joss (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 92)

menyatakan bahwa ragam resmi merupakan variasi bahasa yang digunakan dalam

pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, dan buku-

buku pelajaran. Dalam kondisi tersebut, penggunaan kata baku dapat mencerminkan

keutuhan bangsa sehingga suatu bahasa dihormati oleh pemakai bahasa dan juga

kelompok bahasa lain.

Kata baku merupakan gabungan kata yang berasal dari kata dan baku.

Menurut Kridalaksana (2008: 110), kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang

oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk

yang bebas, sedangkan baku menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Republik Indonesia (2016) adalah tolok ukur yang berlaku untuk kuantitas atau

kualitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan; standar. Dengan demikian, kata

baku merupakan kata dalam bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan standar

atau kaidah. Standar atau kaidah yang dimaksud ialah (1) sesuai dengan Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI); (2) sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia (PUEBI); dan (3) sesuai dengan tata baku bahasa Indonesia.

Kata baku memiliki fungsi tertentu dalam bahasa Indonesia. Sugihastuti dan

Saudah (2016: 18) menyatakan bahwa ada empat fungsi kata baku dalam bahasa

Indonesia, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi

pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi kerangka acuan. Pertama, kata baku berfungsi

menyatukan pengguna bahasa Indonesia yang berasal dari beragam wilayah, beragam

1
suku bangsa, beragam profesi, dan beragam pendidikan. Salah satu hal tampak pada

upaya Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (atau Badan Bahasa) yang

berhasil memetakan 718 bahasa daerah di seluruh Indonesia (Aziz, 2021: 5). Artinya,

bahasa Indonesia ternyata tidak menjadi bahasa ibu bagi penutur bahasa Indonesia.

Oleh karena itu, pembakuan kata dalam bahasa Indonesia dapat menyatukan

pengguna bahasa Indonesia yang berasal dari berbagai daerah.

Kedua, kata baku berfungsi sebagai pemberi kekhasan. Artinya, pembakuan

kata dalam sebuah bahasa dapat menjadi pembeda antara pengguna bahasa yang satu

dengan pengguna bahasa yang lain. Kata baku yang digunakan dalam bahasa

Indonesia merupakan kata yang mencerminkan kekhasan milik bangsa Indonesia dan

berbeda jika dibandingkan dengan bahasa lain.

Ketiga, kata baku berfungsi sebagai pembawa kewibawaan. Artinya,

penggunaan kata baku dalam bahasa Indonesia dapat memperlihatkan kewibawaan

bahasa Indonesia. Pembakuan kata yang dilakukan oleh lembaga bahasa negara dan

kemudian kata tersebut digunakan secara konsisten oleh seluruh pengguna bahasa

Indonesia dapat memberikan wibawa terhadap bahasa Indonesia, khususnya bagi

pengguna bahasa Indonesia dan juga kelompok pengguna bahasa lain. Hal ini

disebabkan oleh bahasa Indonesia sudah digunakan oleh pengguna lain yang terdiri

atas 45 negara di dunia atau lebih.

Keempat, kata baku berfungsi sebagai kerangka acuan. Dengan kondisi bahasa

di Indonesia yang beragam, dapat menyebabkan pengguna bahasa kebingungan

dalam menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah. Oleh karena itu,

kata baku dapat menjadi standar penggunaan kata yang benar bagi pengguna bahasa

2
Indonesia. Dengan adanya kata baku sebagai standar, pengguna bahasa Indonesia

dapat mengacu kata tersebut ketika menggunakan bahasa Indonesia.

Namun, meskipun kata baku menjadi standardisasi penggunaan kata dalam

bahasa Indonesia, pengguna bahasa Indonesia masih banyak yang belum memahami

kata baku itu sendiri. Bahkan, pengguna bahasa Indonesia lebih sering menggunakan

kata tidak baku dibandingkan kata baku. Kata tidak baku merupakan kebalikan dari

kata baku. Chaer (2011: 131) menyatakan kebakuan sebuah kata dapat dilihat dari

segi lafal, ejaan, gramatika, dan kenasionalan saat diucapkan atau ditulis. Dengan

demikian, sebuah kata dikatakan tidak baku jika kata yang dipakai tidak sesuai lafal,

ejaan, dan gramatika yang terdapat dalam bahasa Indonesia.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan tolok ukur terkait penggunaan kata

tidak baku dalam bahasa Indonesia. Pertama, sebuah kata dikatakan tidak baku jika

kata tersebut ditulis tidak sesuai dengan lafal dan ejaan dalam bahasa Indonesia.

Ketidaksesuaian penulisan kata tersebut disebabkan oleh kesalahan pengguna bahasa

Indonesia ketika menulis atau mengetikkan kata. Hal ini dapat dilihat pada bentuk

/yang/ ditulis /yagn/; bentuk /tidak/ yang ditulis /tdak/, /tiadk/, atau /itdak/; atau

bentuk /standardisasi/ yang ditulis /standardiasasi/. Jika dikelompokkan kesalahan

tersebut, dapat dibagi atas empat hal, yaitu (1) akibat pergantian posisi huruf, (2)

akibat pengurangan huruf, (3) akibat penambahan huruf, dan (4) akibat salah

penulisan huruf. Berikut contoh keempat hal tersebut.

3
1) Kata tidak baku karena pergantian posisi huruf.
Contoh:
No Kata Tidak Baku Kata Baku
1 yagn yang
2 tiadk tidak
3 pengguan pengguna
4 parktik praktik
5 meksipun meskipun

2) Kata tidak baku karena pengurangan huruf.


Contoh:
No Kata Tidak Baku Kata Baku
1 kelopok kelompok
2 demkian demikian
3 sitem sistem
4 dalm dalam
5 menunjukan menunjukkan

3) Kata tidak baku karena penambahan huruf.


Contoh:
No Kata Tidak Baku Kata Baku
1 standardiasasi standardisasi
2 terkaiat terkait
3 bagia bagi
4 bahakan bahkan
5 yanng yang

4
4) Kata tidak baku karena kesalahan penulisan huruf.
Contoh:
No Kata Tidak Baku Kata Baku
1 sebagao sebagai
2 oersatuan persatuan
3 varuasi variasi
4 panitya panitia
5 pwnyunting penyunting

Kedua, sebuah kata dikatakan tidak baku karena kata tersebut diserap dari

bahasa asing tanpa menyesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal ini dapat

dilihat pada bentuk contact person yang diserap menjadi kontak person. Jika ingin

disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, penulisan yang benar ialah pusat kontak

(Sahidah, 2021). Namun, pada data tersebut, kata contact diserap dan disesuaikan

dengan kaidah bahasa Indonesia dengan cara mengubah bunyi [c] menjadi [k]

sehingga terbentuk kata kontak. Sementara itu, kata person dalam bahasa Inggris

diserap tanpa disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Padahal, dalam bahasa

Indonesia sudah ada padanan kata orang. Bahkan, frasa contact person juga sudah

ada padanan dalam bahasa Indonesia, yaitu narahubung. Namun, pengaruh bahasa

Inggris saat ini sangat kuat dalam bahasa Indonesia sehingga masyarakat cenderung

menyerap kata dalam bahasa Inggris meskipun penyerapan yang dilakukan tidak

sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Ketiga, sebuah kata dikatakan tidak baku karena terjadi pergeseran rujukan

bahasa asing. Pengguna bahasa Indonesia dulu merujuk atau menyerap sejumlah kata

5
dari bahasa Belanda, sedangkan pada hari ini pengguna bahasa Indonesia cenderung

lebih banyak menyerap kata dari bahasa Inggris sebagai akibat penggunaan bahasa

tersebut sebagai bahasa internasional. Hal ini tampak pada contoh analisa yang dulu

diserap dari bahasa Belanda, sekarang justru digunakan kata analisis yang diserap

dari bahasa Inggris, yaitu analysis. Perubahan bentuk baku dari analisa menjadi

analysis ini juga disebabkan oleh keteraturan perubahan bunyi dari bahasa Inggris ke

dalam bahasa Indonesia, yaitu bunyi [y] dalam bahasa Inggris berubah menjadi bunyi

[i] dalam bahasa Indonesia. Contoh lain dapat dilihat pada system menjadi sistem,

photocopy menjadi fotokopi, dan suplay menjadi suplai.

Keempat, sebuah kata dikatakan tidak baku karena mendapat pengaruh dari

bahasa lisan. Hal ini dapat dilihat pada bentuk pade, ke mane, dan ambilin yang

merupakan bahasa lisan dari masyarakat Betawi. Bentuk baku dari kata tersebut ialah

pada, ke mana, dan mengambilkan. Bahasa Betawi merupakan bahasa yang sangat

mempengaruhi keberadaan bahasa Indonesia karena penutur bahasa Betawi berada di

ibukota negara Indonesia yang merupakan pusat penggunaan bahasa Indonesia.

Di samping keempat hal tersebut, masih ada beberapa hal lagi yang menjadi

penyebab penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu,

penelitian mengenai kata tidak baku dalam bahasa Indonesia harus dilakukan.

Kosakata yang digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia harus dikumpulkan dan

diklasifikasikan menjadi kata baku dan kata tidak baku. Sejumlah kata tidak baku

yang terkumpul harus dianalisis dan dicarikan solusi untuk membakukan kata

tersebut, baik secara konvensional maupun secara komputerisasi. Hal ini dalam

rangka perencanaan bahasa Indonesia untuk masa mendatang.

6
Penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia tidak dapat dibiarkan

terus-menerus tanpa adanya solusi dan kebijakan bahasa. Moeliono (1980: 11—12)

menyatakan bahwa persoalan bahasa dapat diatasi dengan cara melibatkan ahli

bahasa untuk memecahkan masalah kebahasaan. Salah satu peran ahli bahasa dalam

mengatasi persoalan penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia ialah

menjadi seorang penyunting atau editor bahasa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, editor merupakan orang yang

mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan dalam majalah, surat

kabar, dan sebagainya; pengedit; penyunting. Sementara itu, penyunting merupakan

orang yang bertugas menyiapkan naskah siap cetak (Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa Republik Indonesia, 2016). Kehadiran editor dalam penyuntingan

naskah bahasa Indonesia sangat diperlukan karena banyak kesalahan penulisan yang

dilakukan oleh pengguna bahasa Indonesia, khususnya pada naskah ragam resmi

(formal).

Eneste (1995: 9) menyatakan bahwa salah satu tugas seorang penyunting ialah

menyunting naskah dari segi kebahasaan (ejaan, diksi, dan struktur kalimat). Dengan

demikian, penggunaan kata tidak baku dalam berbagai teks ragam resmi (formal)

akan disunting oleh seorang penyunting. Seorang penyunting akan membaca kata per

kata yang terdapat dalam sebuah teks ragam resmi. Jika penyunting menemukan

penggunaan kata tidak baku, ia akan memperbaiki kata tersebut menjadi kata baku.

Artinya, seorang penyunting akan memastikan bahwa setiap kata yang digunakan

dalam teks ragam resmi merupakan kata baku yang sesuai dengan KBBI.

7
Proses yang dilakukan oleh seorang penyunting dalam memperbaiki kata per

kata dalam sebuah teks ragam resmi merupakan pekerjaan yang berat. Seorang

penyunting harus jeli dan teliti dalam memperhatikan kata demi kata. Jika ada kata

yang luput dan lupa diperbaiki, seorang penyunting dapat disalahkan oleh pihak lain,

baik oleh editor maupun oleh pembaca. Dengan demikian, seorang penyunting harus

hati-hati dalam membaca dan memperbaiki kesalahan pada sebuah naskah.

Dengan melihat kondisi tersebut, keberadaan seorang penyunting harus

didukung dengan kemampuan yang baik untuk mengatasi kesalahan penggunaan kata

tidak baku dalam naskah bahasa Indonesia, khususnya naskah ragam resmi. Jumlah

naskah yang diterbitkan di Indonesia per tahun mencapai 30.000 judul buku (ASEAN

Book Publishers Association, 2010). Jumlah ini belum termasuk dengan naskah yang

dicetak secara mandiri oleh para penulis Indonesia. Dengan demikian, keberadaan

penyunting Indonesia sangat dibutuhkan dengan kompetensi yang memenuhi standar,

yakni menguasai PUEBI, memahami KBBI, dan memiliki kemampuan dalam

menerapkan tata baku bahasa Indonesia ke dalam sebuah naskah.

Sementara itu, kemampuan para penyunting naskah di Indonesia saat ini juga

belum dapat dikatakan memenuhi standar yang ditetapkan. Hal tersebut bukan karena

ketidakmampuan dalam menyunting, melainkan juga disebabkan oleh ketidakhati-

hatian dalam menyunting naskah. Saat ini masih banyak ditemukan naskah suntingan

yang memuat kesalahan ejaan atau penggunaan kata tidak baku. Dengan demikian,

keberadaan seorang penyunting tidak cukup dalam menerbitkan naskah ragam resmi

(formal).

8
Ketika keberadaan seorang penyunting tidak cukup dalam menyunting naskah

ragam resmi, diperlukan hal lain untuk mendukung proses penyuntingan bahasa

Indonesia. Salah satu hal yang bisa disiapkan ialah penyuntingan secara daring.

Febrina dan Syafar (2020) menyatakan bahwa penyuntingan daring dapat diciptakan

untuk mendampingi para penyunting konvensional. Dengan penyuntingan daring,

pengoreksian kata per kata dapat dilakukan secara cepat dan efisien. Penyuntingan

secara daring ini dilakukan dengan memadukan kajian linguistik dan sistem

komputer. Gunawan, Yuwono, dan Lauder (2005) menyatakan bahwa kajian yang

memadukan linguistik dan sistem komputer disebut dengan linguistik komputasi atau

computational linguistics. Linguistik komputasi adalah bidang antardisiplin yang

mengkaji pemodelan bahasa alami dengan statistika dan berbasis aturan dari sudut

pandang komputasi.

Linguistik komputasi merupakan bidang linguistik yang dapat digunakan

sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan penggunaan kata tidak baku dalam

bahasa Indonesia. Syafar dan Febrina (2019) menjelaskan bahwa kajian linguistik dan

sistem komputer dikolaborasikan untuk menghasilkan produk yang dapat memuat

standardisasi penulisan dan penerjemahan bahasa sasaran sesuai dengan bahasa

sumber. Sistem komputer akan mengatur sedemikian rupa penyuntingan kata tidak

baku menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia. Untuk mengatur bank data dalam

penyuntingan daring ini, tetap diperlukan ahli bahasa atau para penyunting teks

bahasa Indonesia. Dengan demikian, para penyuntinglah yang dapat menyiapkan

sebuah produk yang berbasis penyuntingan daring.

9
Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan kajian Sosiolinguistik untuk

membahas pentingnya penyuntingan daring dalam kelompok pengguna bahasa

Indonesia, serta kemungkinan menciptakan penyuntingan daring sesuai dengan

standardisasi dalam bahasa Indonesia. Wijana (2019) menyatakan bahwa persoalan

bahasa muncul karena keunikan bahasa lokal, pertemuan antara bahasa-bahasa lokal

dengan bahasa nasional, dan juga penyerapan dari berbagai bahasa asing yang tidak

mungkin dihindarkan pada era globalisasi sekarang ini.

Meskipun berbagai persoalan ini hadir, dalam kajian Sosiolinguistik, sudah

dipaparkan bahwa perilaku kebahasaan seseorang dapat diubah atau dapat

dipengaruhi perubahannya (Moeliono, 1980: 13). Untuk perubahaan yang berkenaan

dengan penggunaan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia, dapat dilakukan dengan

merancang perbaikan kata tidak baku menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia

secara tersistem. Perancangan ini merupakan bagian dari perencanaan bahasa

Indonesia untuk masa mendatang. Bahasa Indonesia yang digunakan secara tertulis

pada berbagai naskah ragam resmi (formal) merupakan kata baku yang sudah sesuai

dengan kaidah bahasa Indonesia, yakni sesuai dengan KBBI, PUEBI, dan tata baku

bahasa Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian

mengenai kata tidak baku dalam bahasa Indonesia perlu dilakukan, khususnya dalam

rangka merancang penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah pada

masa mendatang. Hal ini sesuai dengan pernyatan Ferguson dan Steward (dalam

Muslich, 2007) yang menyatakan bahwa ciri-ciri bahasa yang memudahkan

masyarakat awam menerima perencanaan bahasa ialah mempunyai kebijakan

10
(polecy) perencanaan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang cinta

bahasanya.

Kebijakan yang dimaksud dapat berupa aturan yang bersifat normatif atau

upaya yang terencana dalam rangka pembakuan bahasa. Dengan kondisi penggunaan

bahasa Indonesia saat ini yang masih marak dengan penggunaan kata tidak baku,

salah satu kebijakan yang dapat dilakukan ialah dengan melakukan upaya yang

terencana untuk membakukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Haugen

(dalam Moelino, 1980: 16) menyatakan bahwa upaya terencana itu menjadi bagian

dalam perencanaan bahasa, yaitu merupakan usaha yang dilakukan untuk

membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh perencana.

Dalam penelitian ini, pembakuan bahasa yang akan dilakukan, khususnya

memperbaiki kata tidak baku menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia akan

dilakukan secara tersistem menggunakan laman ejaan.id. Laman ejaan.id merupakan

laman penyuntingan yang disiapkan secara daring dan secara otomatis dapat

memperbaiki kata tidak baku menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia. Perubahan

kata yang dilakukan secara otomatis memanfaatkan kajian komputasi linguistik.

Data-data yang dimasukkan ke dalam laman ejaan.id direkayasa sedemikian rupa

berdasarkan data-data kesalahan penggunaan kata baku oleh masyarakat.

Laman ejaan.id menerima sejumlah data teks tertulis dari berbagai naskah

ragam resmi (formal). Dalam naskah tersebut, akan tercantum kata baku dan kata

tidak baku yang ditulis oleh pengguna. Laman ejaan.id secara otomatis menerima

data dan kemudian memilah kata per kata yang diunggah. Dari pemilahan kata per

kata tersebut, akan diklasifikasi data yang termasuk ke dalam kata baku dan data yang

11
termasuk ke dalam kata tidak baku. Data yang termasuk ke dalam kata tidak baku

akan dianalisis secara linguistik agar dapat ditentukan klasifikasi dan penyebab kata

tersebut menjadi kata tidak baku.

Dengan klasifikasi dan analisis yang dilakukan terhadap kata tidak baku

tersebut, akan dirancang atau didesain bank data yang memuat bentuk perbaikan dari

kata tidak baku tersebut. Perancangan kata tersebut dilakukan agar pengguna

selanjutnya dapat menggunakan laman penyuntingan daring ini untuk memperbaiki

kata-kata tidak baku yang sama-sama ada pada naskah milik mereka. Dengan

perancangan ini, pengguna bahasa Indonesia dapat menghasilkan teks berbahasa

Indonesia dengan kosakata yang memuat kata baku secara keseluruhan. Sementara

itu, program komputer yang sudah dirancang dalam laman ejaan.id akan memproses

cara yang sama untuk naskah lainnya yang masuk. Dengan demikian, pembakuan

kata tidak baku pada laman ejaan.id secara perlahan akan semakin lengkap

sebagaimana jumlah kata yang tertera pada KBBI.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah dalam penelitian ini

dirumusukan sebagai berikut.

1) Kata tidak baku apa sajakah yang ditemukan dalam berbagai teks tertulis

bahasa Indonesia?

2) Apa sajakah yang menyebabkan penggunaan kata tidak baku dalam teks

tertulis bahasa Indonesia?

12
3) Bagaimana perbaikan kata tidak baku yang dapat dilakukan dalam teks

bahasa Indonesia, baik secara konvensional maupun secara

komputerisasi?

4) Apa sajakah kelebihan, kelemahan, tantangan, dan peluang yang dihadapi

oleh ahli bahasa dalam memperbaiki kata tidak baku secara konvensional

dan juga secara komputerisasi?

5) Bagaimana proses perbaikan kata tidak baku secara komputerisasi melalui

laman ejaan.id?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini ialah sebagai

berikut.

1) Mendeskripsikan kata tidak baku yang ditemukan dalam berbagai teks

tertulis bahasa Indonesia.

2) Menjelaskan penyebab penggunaan kata tidak baku dalam teks tertulis

bahasa Indonesia.

3) Menguraikan perbaikan kata tidak baku yang dapat dilakukan dalam teks

bahasa Indonesia, baik secara konvensional maupun secara komputerisasi.

4) Menjelaskan kelebihan, kelemahan, tantangan, dan peluang yang dihadapi

oleh ahli bahasa dalam memperbaiki kata tidak baku secara konvensional

dan juga secara komputerisasi.

5) Mendeskripsikan proses perbaikan kata tidak baku secara komputerisasi

melalui laman ejaan.id.

13
4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan

secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

dalam pengembangan ilmu linguistik, khususnya berkenaan dengan Morfologi,

Sosiolinguistik, dan lintas disiplin antara Linguistik dan Komputerisasi. Sementara

itu, secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengguna

bahasa Indonesia agar dapat meminimalisasi kesalahan penggunaan kata tidak baku

pada berbagai teks secara komputerisasi. Dengan sistem komputerisasi tersebut,

diharapkan pengguna bahasa Indonesia dapat mengetahui kesalahan penggunaan kata

tidak baku sehingga tidak diulangi kembali penggunaan kata yang sama untuk teks

berikutnya.

Di samping itu, proses pengeditan naskah secara komputerisasi ini diharapkan

dapat meningkatkan kepercayaan warga negara, baik warga negara Indonesia maupun

warga negara asing yang mendalami ilmu bahasa Indonesia. Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia mencatat bahwa saat ini bahasa Indonesia memiliki

jumlah penutur terbesar keempat dunia karena jumlah penduduk Indonesia sebanyak

240 juta dari 7,2 miliar penduduk dunia. Lalu, 45 negara di dunia membuka jurusan

bahasa Indonesia, khususnya untuk pengembangan kerja sama luar negeri. Artinya,

penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah menjadi bagian yang paling

penting dalam perkembangan bahasa Indonesia selanjutnya.

Penelitian ini juga bermanfaat bagi perguruan tinggi, khususnya dalam

menghasilkan rumus untuk sistem komputerisasi pengeditan naskah. Sementara itu,

14
bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

dalam melakukan kajian linguistik, seperti Morfologi, Sosiolinguistik, dan lintas

disiplin yang dihubungkaitkan antara kajian linguistik dan kajian komputasional.

5. Tinjauan Pustaka

Dari tinjauan pustaka yang dilakukan, belum ada penelitian mengenai

“Perbaikan Kata Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia melalui Laman Ejaan.id:

Kajian Perencanaan Bahasa Berbasis Teknologi”. Namun, penelitian mengenai kata

tidak baku sudah dilakukan oleh sejumlah ahli. Berikut dipaparkan sejumlah ahli

yang sudah melakukan penelitian mengenai kata tidak baku.

1. Ariyantia dan Hatmab (2020) menulis artikel tentang "Identifikasi

Penggunaan Kata Tidak Baku pada Merek Dagang Toko dan Jasa di Kota

Bengkulu". Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa penulisan kata

tidak baku masih terdapat di tempat-tempat umum. Hal tersebut tampak pada

penulisan kata tidak baku yang didapat di lokasi yang berbeda, yakni Praktek,

Jam, Jum’at, Photo Copy, Antri, Tehnik, Electronic, Bis, Senen-Jumat,

Berkwalitas, H, Sulaiman, Matrai, Abank Rangga, Central Poncel, Sate Ati,

dan Sate Ucus. Para pemilik toko dan jasa menulis merek dagang tidak

berdasarkan kata baku yang sudah ditetapkan dengan standar PUEBI

(Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Ketika penulisan kata tidak baku

tersebar secara luas, penulisan kata baku terancam tidak diketahui oleh

pemakai bahasa.

15
2. Ningrum (2019) menulis artikel dengan judul “Penggunaan Kata Baku dan

Tidak Baku di Kalangan Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional

Veteran Yogyakarta”. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa kata

baku adalah kata-kata yang sesuai atau terdapat dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Akan tetapi, mahasiswa yang sering menggunakan bahasa

Indonesia sebagai alat komunikasi malah kurang pengetahuan tentang kata

baku sebagai dasar bahasa Indonesia yang baik dan benar.

3. Yuliana dan Nugrahaningsih menulis artikel dengan judul “Penggunaan Kata

Tidak Baku di Media Sosial Instagram”. Dari penelitian yang dilakukan pada

unggahan informasi akun @wowfakta, ditemukan bahwa sebanyak 68.3%

menggunakan kata tidak baku. Ketidakbakuan tersebut dikarenakan

penggunaan bahasa daerah atau bahasa asing yang tidak memiliki padanan

kata dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, juga terdapat pembentukan kata

yang tidak sesuai dengan kaidah yang ditetapkan dalam bahasa Indonesia,

serta penulisan ejaan yang masih salah/keliru.

4. Rahmawati, Mudzanatun, dan Royana (2019) menulis artikel dengan judul

“Analisis Kesalahan Penerapan Kata Baku dan Tanda Baca dalam Menulis

Kembali Isi Cerita Fabel”. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa

banyak ditemukan kesalahan penerapan kata baku dan tanda baca dalam hasil

tulisan siswa. Kesalahan penerapan kata baku berjumlah 233 kata. Kesalahan

penerapan tanda baca berjumlah 180 kesalahan. Hal tersebut sesuai dengan

hasil angket yang diperoleh bahwa siswa jarang menerapkan kata baku dan

16
tanda baca. Selain itu, juga sesuai dengan hasil wawancara guru, siswa

menulis tidak menggunakan kata baku dan tanda baca yang tepat.

5. Dari, Anggraini, dan Permanasari (2019) menulis artikel dengan judul

“Penggunaan Kata Baku dan Kata Tidak Baku dalam Teks Narasi pada Siswa

Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Tahun Pelajaran 2018/2019”. Dari

penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa siswa dikatakan mampu dalam

menggunakan kata baku, tetapi masih terdapat beberapa kesalahan atau

ketidaktepatan dalam menggunakan kata tidak baku, yakni dari segi pelafalan,

tatabahasa, dan kosakata. Faktor yang menyebabkan siswa mengalami kendala

dalam menulis ialah diri sendiri, seperti kurangnya pemahaman dalam

menggunakan kata baku dan kata tidak baku dari segi pelafalan, tatabahasa,

dan kosakata; serta dari pihak lain, seperti kondisi kelas yang kurang kondusif

dan sistem pembelajaran yang monoton.

6. Ruhamah, Adnan, dan Hajidin (2018) menulis artikel dengan judul

“Kemampuan Siswa dalam Membedakan Kata Baku dan Kata Tidak Baku di

Kelas V SD Negeri 3 Banda Aceh”. Dari penelitian yang dilakukan,

ditemukan bahwa kemampuan siswa dalam membedakan kata baku dan kata

tidak baku tidak tuntas karena nilai rata-rata kata baku adalah 66,3 dengan

kategori baik dan nilai rata-rata kata tidak baku 48,3 dengan kategori kurang.

7. Tanjung (2018) menulis artikel dengan judul “Analisis Kesalahan Penggunaan

Kata Baku pada Teks Laporan Hasil Observasi Siswa Kelas X MAN 2 Model

Medan Tahun Pembelajaran 2016/2017”. Dari penelitian yang dilakukan,

ditemukan bahwa kesalahan penggunaan kata baku pada teks laporan hasil

17
observasi siswa kelas X MAN 2 Model Medan, yaitu (1) kesalahan

penggantian huruf sebanyak 70 kesalahan (19,1 %); (2) kesalahan

penghilangan huruf sebanyak 46 kesalahan (12,6 %); (3) kesalahan

penyederhanaan huruf sebanyak 23 kesalahan (6,3%); (4) kesalahan ejaan

sebanyak 226 kesalahan (62%); dan (5) kesalahan pilihan kata sebanyak 14

kesalahan (3,7%).

8. Setiawati (2016) menulis artikel dengan judul "Penggunaan Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) dalam Pembelajaran Kosakata Baku dan Tidak

Baku pada Siswa Kelas IV SD". Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan

bahwa Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan salah satu sumber belajar

yang dapat digunakan siswa dan guru dalam pembelajaran kosakata baku dan

tidak baku. Ragam bahasa baku dapat dibatasi dengan beberapa sudut

pandang, di antaranya (1) sudut pandang kebakuan bahasa yang digunakan,

(2) sudut pandang informasi, dan (3) sudut pandang pengguna bahasa.

9. Supriadin (2016) menulis artikel dengan judul “Identifikasi Penggunaan

Kosakata Baku dalam Wacana Bahasa Indonesia pada Siswa Kelas VII di

SMP Negeri 1 Wera Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2013/2014”. Dari

penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa penyebab bahasa Indonesia tidak

baku ialah adanya tukar-menukar huruf dalam kata, pelesapan huruf dalam

kata, dan penambahan huruf pada kata.

10. Defina (2014) menulis artikel dengan judul "Pemakaian Kata Tidak Baku

dikarenakan dalam Abstrak Karya Ilmiah: Studi Kasus karya Ilmiah di

garuda.dikti.go.id". Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa kata

18
dikarenakan banyak menduduki fungsi predikat sehingga membentuk pola

SPO atau SPOPel. Kalimat yang dibentuk adalah kalimat pasif, tetapi tidak

dapat diaktifkan. Jadi, diperlukan perhatian dalam penggunaan kata baku dan

kata tidak baku dalam karya ilmiah.

11. Faisal (2008) menulis artikel dengan judul "Penggunaan Bahasa Indonesia

Baku dalam Tesis Mahasiswa S-2 Universitas Hasanuddin". Dari penelitian

yang dilakukan, ditemukan bahwa penggunaan kosakata dalam tesis

mahasiswa S-2 Unhas memuat ketidakcermatan sebanyak 255 kalimat yang

meliputi ketidaktepatan, ketidakhematan, ketidaklaziman, dan ketidakbakuan.

Di samping itu, juga ditemukan ketidakgramatikalan bentuk kata, susunan

kalimat, dan kalimat efektif sebanyak 206 kalimat. Data atau jumlah kalimat

yang dianalisis sebanyak 1617 buah (100%), sedangkan jumlah penggunaan

bahasa Indonsia yang tidak baku sebanyak 461 kalimat (28,51 %). Dengan

demikian, persentase kadar kebakuan menunjukkan 71,49% atau dengan

penilaian kualitatif menunjukkan kriteria sedang.

Dari penelitian yang sudah dilakukan tersebut, dapat dilihat bahwa penelitian

mengenai “Perbaikan Kata Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia melalui Laman

Ejaan.id: Kajian Perencanaan Bahasa Berbasis Teknologi” memiliki persamaan dan

perbedaan. Persamaan penelitian terletak pada analisis data, yaitu sama-sama meneliti

kata tidak baku. Sementara itu, perbedaan penelitian terletak pada sumber analisis

data. Ariyantia dan Hatmab (2020) menganalisis kata tidak baku pada merek dagang,

Ningrum (2019) dan Faisal (2008) menganalisis penggunaan kata tidak baku di

kalangan mahasiswa; Yuliana dan Nugrahaningsih (2019) menganalisis penggunaan

19
kata tidak baku di media sosial; Defina (2014) menganalisis kata dikarenakan di

garuda.dikti.go.id; serta Rahmawati, Mudzanatun, dan Royana (2019), Dari,

Anggraini, dan Permanasari (2019), Ruhamah, Adnan, dan Hajidin (2018), Tanjung

(2018), Setiawati (2016), dan Supriadin (2016) meneliti penggunaan kata tidak baku

di kalangan siswa, baik siswa tingkat SD, tingkat SMP, maupun tingkat SMA. Dalam

penelitian ini, penggunaan kata tidak baku yang dianalisis berasal dari data yang

diunggah ke laman ejaan.id. Hal tersebut menunjukkan bahwa data yang digunakan

berbeda dan lebih lengkap karena pengguna laman ejaan.id beragam dari berbagai

profesi, tingkat pendidikan, dan kebudayaan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini

penting dilakukan.

6. Landasan Teori

Untuk menganalisis dan mengklasifikasikan kata yang menjadi data dalam

penelitian ini, digunakan teori berupa morfologi berupa kata, serta kata baku dan kata

tidak baku. Di samping itu, untuk menganalisis persoalan bahasa di tengah-tengah

masyarakat, seperti penyebab penggunaan kata tidak baku oleh pengguna bahasa

Indonesia, dilakukan analisis secara sosiolinguistik, khususnya berkenaan dengan

penyebab penggunaan bahasa dalam ragam resmi (formal). Melalui kajian

sosiolinguistik, dirancang sebuah produk yang dapat mempengaruhi atau mengubah

perilaku kebahasaan seseorang, yaitu melalui laman penyuntingan daring ejaan.id.

Rancangan produk tersebut dilakukan dengan menggunakan kajian linguistik

komputasional. Pada subbab ini, dipaparkan teori-teori yang digunakan tersebut.

6.1 Morfologi

20
Morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang meneliti seluk-beluk

kata dan meneliti kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul

sebagai akibat perubahan bentuk kata (Ramlan, 2009: 21). Sementara itu,

Kridalaksana (2008: 159) menjelaskan bahwa morfologi merupakan bidang linguistik

yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya atau bagian dari struktur

bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem. Dengan

demikian, morfologi merupakan kajian dalam ilmu bahasa yang membahas kata dan

perubahan yang terjadi.

Dalam kajian morfologi, dikenal unsur dasar atau satuan terkecil yang

disebut dengan morfem dan satuan lingual terbesar ialah kata. Dalam penelitian ini,

kata merupakan satuan yang digunakan dalam analisis data.

6.1.1 Kata

Menurut Kridalaksana (2008: 110), kata adalah morfem atau kombinasi

morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan

sebagai bentuk yang bebas. Sementara itu, Putrayasa (2010: 43) menyatakan bahwa

kata merupakan bentuk yang mempunyai susunan fonologis yang stabil yang tidak

berubah dan juga mempunyai kemungkinan mobilitas dalam kalimat. Lebih lanjut,

Putrayasa (2010: 43) menjelaskan bahwa maksud dari susunan fonologis stabil yang

tidak berubah adalah setiap kata mempunyai tatasusun fonem yang tetap urutannya

dan tidak bisa diubah atau diselang dengan komponen atau fonem lain.

Ramlan (1987: 33) menyatakan bahwa kata adalah satuan bebas terkecil atau

dengan kata lain satuan bebas merupakan kata. Sejalan dengan Ramlan, Bloomfild

(dalam Tarigan 1987: 7) juga berpendapat bahwa kata adalah bentuk bebas yang

21
paling kecil, yaitu kesatuan terkecil yang dapat diucapkan secara mandiri. Nurlina,

dkk. (2004: 8) menyatakan bahwa kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri

sendiri. Dengan demikian, kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri

sendiri.

Dalam penelitian ini, kata menjadi data yang akan dikumpulkan dan

diklasifikasikan menjadi kata baku dan kata tidak baku. Dari pengumpulan dan

pengklasifikasian tersebut, kata baku dan kata tidak baku akan dimasukkan ke dalam

laman ejaan.id untuk diproses secara komputerisasi. Hasil dari penginputan kata baku

dan kata tidak baku tersebut akan dimanfaatkan oleh pengguna bahasa Indonesia.

Sistem akan melacak kata yang dimasukkan oleh pengguna. Jika kata yang terlacak

merupakan kata tidak baku, sistem akan menampilkan bentuk baku. Namun, jika

yang terlacak ialah kata baku, sistem tidak akan menunjukkan perubahan apa pun.

Oleh karena itu, pada subbab ini, akan dijelaskan mengenai kata baku dan kata tidak

baku.

6.1.2 Kata Baku dan Kata Tidak Baku

Kata baku merupakan gabungan kata yang berasal dari kata dan baku.

Menurut Kridalaksana (2008: 110), kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang

oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk

yang bebas, sedangkan baku menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Republik Indonesia (2016) adalah tolok ukur yang berlaku untuk kuantitas atau

kualitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan; standar.

Kosasih dan Hermawan (2012: 83) menyatakan bahwa kata baku adalah kata

yang cara pengucapan ataupun penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang

22
dibakukan. Kaidah yang dimaksud ialah (1) sesuai dengan Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI); (2) sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

(PUEBI); dan (3) sesuai dengan tata baku bahasa Indonesia. Sementara itu, Chaer

(2011: 131) menyatakan kebakuan sebuah kata dapat dilihat dari segi lafal, ejaan,

gramatika, dan kenasionalan saat diucapkan atau ditulis. Dengan demikian, sebuah

kata dikatakan tidak baku jika kata yang dipakai tidak sesuai lafal, ejaan, dan

gramatika yang terdapat dalam bahasa Indonesia.

Dalam penelitian ini, kata baku dan kata tidak baku yang dianalisis dilihat dari

segi lafal, ejaan, gramatika, dan kenasionalan ketika ditulis. Artinya, kata baku dan

kata tidak baku yang dianalisis dilihat pada konteks ragam resmi. Untuk menjelaskan

konteks ragam tersebut, digunakan kajian Sosiolinguistik.

6.2 Sosiolinguistik

Istilah sosiolinguistik terdiri atas dua kata, yaitu sosio dan linguistik. Sosio

merupakan masyarakat dan linguistik merupakan kajian bahasa. Dengan demikian,

sosioliguistik merupakan kajian bahasa yang dikaitkan dengan kondisi

kemasyarakatan (Sumarsono dan Partana, 2004: 1). Nababan (1991: 2) juga

menyatakan bahwa sosiolinguistik merupakan studi atau pembahasan dari bahasa

sehubungan dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat. Sementara itu,

Chaer dan Agustina (2016) menyatakan bahwa kajian sosiolinguistik

menghubungkan bahasa dengan ciri dan fungsinya dalam suatu masyarakat bahasa.

Dengan demikian, objek penelitian pada kajian sosiolinguistik ialah hubungan antara

bahasa dan faktor-faktor sosial dalam suatu masyarakat tutur.

23
Dalam penelitian ini, akan dikaji penggunaan bahasa oleh penutur bahasa

Indonesia yang tidak hanya berasal dari satu kebudayaan saja, tetapi berasal dari

berbagai kebudayaan, berbagai profesi, dan berbagai tingkat pendidikan. Kajian

sosiolinguistik akan digunakan untuk mengkaji penggunaan bahasa oleh masyarakat

Indonesia. Hal ini sesuai dengan hal yang dikemukakan oleh Wijana dan Rohmadi

(2010: 5) bahwa kajian sosiolinguistik menerangkan hubungan antara variasi-variasi

bahasa dengan faktor-faktor sosial, baik secara situasional maupun secara

implikasional.

Dalam penelitian ini, akan dijelaskan hubungan penggunaan bahasa dengan

faktor sosial, budaya, dan situasi penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakat.

Dalam hubungan tersebut, akan dijelaskan penyebab penggunaan kata tidak baku oleh

masyarakat Indonesia, khususnya dalam ragam bahasa resmi. Oleh karena itu, untuk

menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia dalam ragam bahasa resmi, perlu

dijelaskan mengenai ragam bahasa dalam kajian sosiolinguistik. Saddhono (2012)

menyatakan bahwa pengetahuan tentang ilmu sosiolinguitik penting dalam

menganalisis hubungan bahasa dan masyarakat agar pemakaian bahasa dalam

masyarakat dapat berjalan dengan baik dan benar. Dalam hal ini, penggunaan bahasa

yang baik dan benar dalam ragam resmi berkenaan dengan penggunaan kata baku

dalam setiap naskah ragam resmi tersebut.

6.2.1 Ragam Bahasa

24
Chaer dan Agustina (2016: 90) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah

variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang

apa. Suwito (1996: 29) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa

berdasarkan sudut pembicaraan, tempat bicara, pokok pembicaraan, dan situasi

bicara. Sementara itu, Kridalaksana (1993: 184) menyatakan bahwa ragam bahasa

adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda berdasarkan topik yang

dibicarakan; menurut hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang yang

dibicarakan; serta menurut medium pembicaraan. Nababan (1991: 14) juga

menyatakan bahwa ragam bahasa adalah perbedaan-perbedaan bahasa berdasarkan

daerah yang berlainan, kelompok atau keadaan sosial yang berbeda, situasi berbahasa,

tingkat formalitas yang berlebihan, dan tahun atau zaman yang berlainan. Dengan

demikian, ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok

masyarakat berdasarkan situasi-situasi kebahasaan tertentu.

Kridalaksana (1993: 3) membagi ragam bahasa menjadi tiga macam, yaitu

ragam bahasa berdasarkan pokok pembicaraan yang dibedakan atas ragam undang-

undang, ragam jurnalistik, ragam ilmiah, ragam jabatan, dan ragam sastra; ragam

bahasa berdasarkan medium pembicaraan yang dibedakan atas ragam lisan, seperti

ragam percakapan dan ragam pidato, serta ragam tulis, seperti ragam undang-undang,

ragam catatan, dan ragam surat-menyurat; serta ragam bahasa berdasarkan hubungan

antara pembicara yang dibedakan atas ragam baku, ragam resmi, ragam usaha, ragam

santai, ragam akrab, ragam formal, dan ragam informal.

Moeliono (dalam Wijana, 2013: 20) juga mengklasifikasikan ragam bahasa

menjadi dua, yaitu ragam menurut golongan penutur bahasa dan ragam menurut jenis

25
pemakaian bahasa. Ragam bahasa yang ditinjau dari sudut pandang penutur

dibedakan atas daerah, seperti logat atau dialek; dibedakan atas pendidikan, seperti

pendidikan formal atau tidak; dan sikap penutur dibedakan atas langgam atau gaya.

Sementara itu, ragam menurut pemakaian bahasa dibedakan atas ragam dari sudut

pandangan bidang atau pokok persoalan, ragam menurut sarana, dan ragam yang

mengalami gangguan pencampuran. Ragam menurut bidang atau pokok persoalan

berkaitan dengan lingkungan yang harus dipilih oleh pengguna, yaitu salah satu

ragam yang dikuasai dan cocok dengan bidang atau pokok itu, seperti agama, ilmu

teknologi, perdagangan, seni, sastra, dan politik. Ragam bahasa menurut sarana

dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. Ragam bahasa mengalami gangguan

campuran atau interferensi berkaitan dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing

yang masuk dan kemudian mengganggu keefektifan penyampaian informasi.

Dari klasifikasi ragam bahasa tersebut, ditentukan bahwa kajian mengenai

penggunaan kata baku dan kata tidak baku oleh pengguna bahasa Indonesia dilihat

pada ragam bahasa resmi yang dapat dianalisis berdasarkan tingkat pendidikan formal

yang dimiliki oleh seorang pengguna.

6.2.2 Ragam Bahasa Resmi (Formal)

Kriteria ragam bahasa resmi (formal) dapat dilihat dari ragam bahasa yang

dikemukakan oleh Jos (dalam Wijana, 2013: 23). Ia membedakan ragam bahasa atas

lima ragam, yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam konsultatif,

ragam kasual, dan ragam intim. Berikut penjelasan tentang ragam tersebut.

26
1) Ragam beku (frozen) merupakan ragam bahasa yang tidak mengalami

perubahan dari masa ke masa oleh siapa pun penuturnya. Contoh ragam

beku tampak pada bahasa dalam bacaan salat dan doa.

2) Ragam resmi (formal) merupakan ragam bahasa yang ditetapkan sebagai

suatu standar dan pemakaiannya dirancang pada situasi resmi. Contoh

ragam resmi tampak pada pidato-pidato resmi atau kenegaraan, rapat

dinas, dan laporan pembangunan.

3) Ragam konsultatif merupakan ragam setengah resmi atau ragam usaha.

Contoh ragam konsultatif tampak pada bahasa yang digunakan oleh para

pengusaha atau kalangan bisnis.

4) Ragam kasual (casual) merupakan ragam bahasa gaya informal atau

santai. Contoh ragam bahasa kasual dapat dilihat pada bahasa yang

digunakan oleh penutur di warung kopi, di tempat-tempat rekreasi, dan di

pinggir jalan.

5) Ragam intim (intimate) merupakan ragam bahasa yang bersifat akrab

antara penutur karena hubungan sudah amat akrab. Contoh ragam intim

dapat dilihat pada bahasa yang dipakai oleh pasangan yang sedang

bermesraan, ibu dengan anak, dan suami istri dalam situasi khusus.

Pada penelitian ini, bahasa yang dikaji ialah bahasa yang digunakan oleh

pengguna bahasa Indonesia pada naskah resmi (formal), seperti karya ilmiah di

berbagai buku, modul, diktat, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian; karya

semi-ilmiah, seperti berita, esai, artikel, opini, tajuk rencana, feature; dan karya non-

ilmiah, seperti cerpen, novel, naskah drama, dan naskah film. Data yang diperoleh

27
pun dibatasi pada naskah resmi yang diunggah oleh para pengguna bahasa ke dalam

laman ejaan.id. Dengan demikian, seluruh jenis naskah resmi akan terangkum karena

para pengguna laman ejaan.id bervariasi dari tingkat usia, pendidikan, profesi, dan

asal budaya.

7. Hipotesis

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap naskah ragam resmi bahasa

Indonesia, ditemukan penggunaan kata tidak baku dalam jumlah banyak. Jika kata

baku tersebut diklasifikasikan, dapat ditentukan indikator tertentu yang menyebabkan

kata tidak baku digunakan oleh masyarakat Indonesia. Indikator tersebut dapat

digunakan oleh ahli bahasa sebagai (1) pedoman dalam penyuntingan naskah; (2)

pedoman dalam pengajaran bahasa Indonesia; dan (3) perencanaan bahasa Indonesia.

Pertama, untuk pedoman penyuntingan naskah, seorang editor dapat

mempedomani indikator ini dalam memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa

Indonesia oleh para penulis, khususnya memperbaiki kata tidak baku dalam naskah

ragam resmi agar sesuai dengan KBBI. Para editor dan penyunting bahasa Indonesia

dapat bekerja dengan maksimal karena sudah memiliki pedoman dalam memperbaiki

kata tidak baku. Namun, penyuntingan secara manual yang dilakukan oleh editor dan

penyunting ini dirasakan belum efektif karena jumlah kata yang diperbaiki sangat

banyak dalam setiap naskah yang akan disunting.

Berkenaan dengan hal tersebut, perlu dirancang produk berbasis teknologi

yang dapat digunakan untuk membantu para penulis, wartawan, siswa dan guru,

mahasiswa dan dosen, editor di media cetak, para penerbit buku dan spanduk, serta

28
orang-orang yang terlibat dalam dunia kepenulisan. Produk tersebut didesain menjadi

produk penyuntingan secara daring. Kata per kata yang diunggah ke dalam produk

dapat diperbaiki secara otomatis dalam waktu cepat. Dengan demikian, kesalahan

penggunaan kata oleh pengguna bahasa Indonesia dapat diminimalisasi.

Kedua, indikator yang memuat penyebab penggunaan kata tidak baku oleh

masyarakat Indonesia dapat didesain khusus untuk menjadi bahan ajar bahasa

Indonesia, baik di tingkat SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Guru dan dosen

dapat melihat perkembangan penggunaan bahasa Indonesia oleh peserta didik dengan

pasti dan terukur. Guru dan dosen dapat menjelaskan langsung kesalahan yang paling

banyak digunakan oleh peserta didik. Dengan demikian, capaian penggunaan bahasa

Indonesia oleh pendidik dan peserta didik semakin terarah pada visi meminimalisasi

penggunaan kata tidak baku dalam naskah ragam resmi.

Ketiga, indikator tentang penyebab penggunaan kata tidak baku menjadi

rancangan untuk perencanaan bahasa Indonesia. Rancangan yang disiapkan ialah

rancangan berbasis teknologi. Dengan rancangan ini, pengguna bahasa Indonesia

dapat diarahkan untuk menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah,

khususnya sesuai dengan kata baku dalam KBBI. Rancangan yang disiapkan dalam

merencanakan bahasa Indonesia ialah laman penyuntingan daring yang dinamakan

dengan laman ejaan.id.

Pada laman penyuntingan daring ini, dimasukkan kata tidak baku dan kata

baku yang digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia. Proses pengunggahan tersebut

akan menghasilkan bank data pada laman ejaan.id. Jika nanti pengguna bahasa

Indonesia memasukkan teks ragam resmi dan ternyata dalam teks tersebut termuat

29
kesalahan yang sama dengan data yang dimiliki oleh ejaan.id, mesin akan mendeteksi

secara otomatis, memperbaiki kesalahan tersebut, serta menampilkan kata yang baku

kepada pengguna bahasa Indonesia. Proses ini pun dirancang dapat digunakan oleh

pengguna dalam hitungan detik. Dengan demikian, penggunaan kata tidak baku pada

naskah ragam resmi bahasa Indonesia dapat diminimalisasi. Bahkan, pengguna yang

langsung mengunggah teks tersebut dapat melihat perbaikan kata tidak baku menjadi

kata baku. Pengguna juga dapat mengetahui kata mana yang menjadi bagian dari kata

baku dan kata mana yang menjadi bagian dari kata tidak baku. Dengan tampilan itu,

para pengguna juga mempelajari kaidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia,

khususnya yang berkenaan dengan penggunaan kata baku dan kata tidak baku.

Jika upaya ini dilakukan secara kontinu, dapat diprediksikan penggunaan kata

tidak baku di tengah-tengah kehidupan masyarakat akan terus berkurang. Bahasa

Indonesia semakin berwibawa di tengah-tengah pengguna bahasa dan juga di hadapan

pengguna bahasa kelompok lain. Dengan demikian, kesalahan penggunaan bahasa

Indonesia yang berulang pada naskah ragam resmi dapat dihentikan. Bahkan, melalui

rancangan ini, muncul kebiasaan baru pengguna bahasa Indonesia, yakni mengecek

kata yang tercantum pada setiap naskah ragam tulis agar sesuai dengan kaidah bahasa

Indonesia. Dengan demikian, perencanaan bahasa berbasis teknologi ini mampu

mengatasi persoalan penggunaan kata tidak baku dalam berbagai teks tertulis

berbahasa Indonesia.

30
8. Metode Penelitian

Penelitian mengenai “Pembakuan Kata dalam Bahasa Indonesia melalui

Laman Ejaan.id: Kajian Perencanaan Bahasa melalui Teknologi” dilakukan dengan

beberapa tahap, yakni tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap

penyajian hasil analisis data. Ketiga tahapan tersebut dijelaskan secara rinci sebagai

berikut.

8.1 Tahap Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data, data dikumpulkan dari kata tidak baku yang

terdapat pada laman ejaan.id. Laman ejaan.id merupakan laman penyuntingan daring

berbasis teknologi yang sudah diciptakan pada tahun 2017. Laman ini diciptakan

sebagai bentuk keprihatinan dan wujud nyata atas penggunaan kata tidak baku dalam

berbagai naskah tertulis bahasa Indonesia. Laman ini digagas karena melihat fitur

yang ada pada handphone berupa kamus daring yang muncul di atas papan tik.

Pengguna ditawarkan beberapa pilihan kata. Pilihan tersebut merupakan kata-kata

yang sesuai dengan kamus. Pengguna dapat langsung mengeklik dan memilih kata

tersebut.

Fitur yang disajikan pada handphone tersebut menjadi inspirasi dalam

menciptakan laman ejaan.id. Dalam kerangka dasar, didesain sebuah laman yang

berbasis teknologi yang mampu mendeteksi penggunaan kata tidak baku oleh

pengguna bahasa Indonesia. Pendeteksian ini terwujud setelah peneliti memasukkan

seribu kata baku dan kata tidak baku sebagai bank data. Seribu kata tersebut

merupakan sampel untuk pengujian keberhasilan penggunaan laman ejaan.id dalam

memperbaiki kata tidak baku ke dalam kata baku bahasa Indonesia.

31
Langkah yang dilakukan dalam menggunakan laman ejaan.id tersebut dimulai

dengan (1) pengguna masuk ke laman ejaan.id; (2) pengguna memilih menu coba

sekarang; (3) pengguna memasukkan kata, kalimat, paragraf, atau wacana tulis ke

dalam kotak yang disediakan; (4) pengguna memilih menu perbaiki ejaan; (5)

pengguna dapat melihat perbaikan kata yang dilakukan secara otomatis pada laman

ejaan.id. Jika kata yang dimasukkan oleh pengguna merupakan kata tidak baku,

laman ejaan.id akan menampilkan warna merah pada perbaikan kata tersebut menjadi

kata baku. Namun, jika pengguna tidak menggunakan kata tidak baku, warna pada

kata tersebut tetap sama dengan warna teks yang dimasukkan, yakni hitam.

Sejak tahun 2017 hingga tahun 2021, ban data laman ejaan.id tidak mengalami

perubahan yang signifikan karena belum dilakukan penambahan data. Saat ini data

yang tersimpan pada laman ejaan.id baru 1812 data. Sebanyak 812 data bertambah

karena peneliti mengumpulkan kata-kata yang dimasukkan oleh pengguna, lalu

memilah dan mengklasifikan kata tidak baku. Kata tidak baku yang dimasukkan oleh

pengguna laman ejaan.id kemudian dijadikan bank data baru. Dengan demikian,

terdapat penambahan sebanyak data tersebut. Dengan demikian, seribu data awal

yang dimasukkan hanya sebagai data awal untuk menguji kevalidan laman ejaan.id

sebagai laman ejaan.id

Dengan melihat perkembangan data yang masuk, dapat dikatakan bahwa laman

ejaan.id dapat dijadikan laman penyuntingan daring berbahasa Indonesia.

Sebagaimana konsep perencanaan bahasa, laman ini dapat dijadikan solusi dalam

pembakuan kata tidak baku menjadi kata baku pada berbagai naskah tulis bahasa

Indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moeliono (1981) yang menyatakan

32
bahwa persoalan bahasa dalam bentuk apa pun dapat diatasi oleh ahli bahasa dan

pihak-pihak yang tertarik dengan persoalan tersebut. Dalam hal ini, peneliti sebagai

peneliti bahasa tertarik untuk mencarikan solusi terkait penggunaan kata tidak baku

pada berbagai naskah tulis berbahasa Indonesia. Solusi ini diharapkan dapat menjadi

salah satu cara untuk merencanakan penggunaan bahasa Indonesia yang lebih baik

pada masa depan.

Alasan penggunaan laman ejaan.id sebagai laman penyuntingan daring juga

disebabkan oleh meluasnya penggunaan bahasa Indonesia ragam tulis dalam

perkembangan teknologi internet. Pengguna bahasa Indonesia merupakan pengguna

media sosial nomor dua terbesar di dunia. Kosakata dalam bahasa Indonesia beredar

di media sosial dengan begitu pesat, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di daerah

lain di luar Indonesia. Namun, kata yang digunakan oleh masyarakat Indonesia justru

banyak memuat kata tidak baku—sebagaimana klasifikasi yang sudah dijelaskan pada

bagian latar belakang. Dengan demikian, strategi yang dapat dilakukan untuk

menyebarluaskan penggunaan kata baku dan memperbaiki penggunaan kata tidak

baku di dunia maya, dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Tidak hanya

penyebarluasan kata baku, penjaringan data berupa kata tidak baku juga dilakukan

melalui teknologi.

Laman ejaan.id sudah diciptakan sejak tahun 2017, lalu sudah dipublikasikan

dalam bentuk seminar nasional dan seminar internasional dalam rangka mengenalkan

laman ejaan.id kepada pengguna bahasa Indonesia. Pertama, laman ejaan.id pernah

disajikan dalam seminar internasional yang diadakan oleh Masyarakat Linguistik

33
Indonesia (MLI) dalam seminar ISOL III. Kedua, bentuk poster pada Kongres Bahasa

Indonesia XI pada tahun di Jakarta. Kedua.

Menurut Sudaryanto (2015: 9), metode adalah cara yang akan digunakan atau

dilakukan dalam penelitian yang masih bersifat abstrak, sedangkan teknik adalah cara

yang digunakan untuk melaksanakan atau menerapkan metode sesuai dengan alat

atau objek penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, digunakan metode

dan teknik sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudaryanto (2015) tersebut, yaitu

metode dan teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, serta metode dan

teknik penyajian hasil analisis data.

8.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data

Metode yang digunakan dalam penyediaan data pada penelitian ini ialah

metode simak. Menurut Sudaryanto (2015: 13), metode simak merupakan penyediaan

data yang dilakukan dengan menyimak data penggunaan bahasa. Dalam penelitian

ini, metode simak dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa yang

34
diunggah ke laman ejaan.id. Peneliti menyimak penggunaan kata baku dan kata tidak

baku yang terdapat pada unggahan laman ejaan.id. Pengumpulan data akan berhenti

dilakukan jika data sudah dinyatakan sebagai data jenuh karena berulang kali muncul.

Sementara itu, untuk mengimbangi agar semua kata dalam bahasa Indonesia menjadi

data dalam penelitian ini, digunakan kosakata pada Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI). Semua kata pada KBBI akan menjadi kata baku dalam penelitian ini.

Pada metode simak, ada dua teknik yang digunakan, yaitu teknik dasar dan

teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

sadap. Teknik ini dilakukan dengan cara menyadap penggunaan bahasa yang

berkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian, yaitu kata tidak baku.

Teknik lanjutan yang digunakan ialah teknik simak bebas libat cakap (SBLC). Dalam

pengambilan data, tidak dilakukan komunikasi dengan siapa pun karena data dalam

bentuk tulisan.

8.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis. Dalam penelitian ini, data

dianalisis sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode

padan. Menurut Sudaryanto (2015: 16), metode padan adalah metode yang alat

penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang

bersangkutan. Metode padan yang digunakan adalah metode padan referensial.

Metode padan referensial dilakukan untuk mengetahui referen dari makna setiap kata.

Teknik yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah teknik pilah

unsur penentu (PUP) dengan teknik lanjutan menggunakan teknik hubung banding

35
memperbedakan (HBB). Teknik PUP dilakukan dengan cara melihat kembali data-

data yang sudah didapatkan, kemudian data-data tersebut dipilah berdasarkan unsur

penentunya. Pada penelitian kali ini, yang menjadi unsur penentunya adalah kata

baku dan kata tidak baku. Seluruh data yang telah dikumpulkan tersebut akan dipilah-

pilah berdasarkan kata baku dan kata tidak baku. Data yang sudah terkumpul

kemudian diunggah ke laman ejaan.id agar dapat digunakan untuk perbaikan kata

tidak baku secara daring oleh pengguna selanjutnya.

8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah data dianalisis, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil analisis

data. Hasil analisis data pada penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode

formal dan metode informal. Menurut Sudaryanto (2015: 241), metode formal ialah

penyajian data menggunakan tanda dan lambang, sedangkan metode informal adalah

perumusan dengan kata-kata biasa untuk mendeskripsikan hasil penelitian.

9. Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam tujuh bab. Bab I merupakan

pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metode penelitian, dan

sistematika penulisan. Bab II merupakan pembahasan tentang kata tidak baku dalam

teks tertulis bahasa Indonesia. Bab III merupakan pembahasan tentang penyebab

penggunaan kata tidak baku dalam teks tertulis bahasa Indonesia. Bab IV merupakan

penjelasan tentang perbaikan kata tidak baku secara konvensional dan komputerisasi.

Bab V tentang kelebihan, kelemahan, tantangan, dan peluang dalam perbaikan kata

36
tidak baku secara konvensional dan komputerisasi. Bab VI tentang proses perbaikan

kata tidak baku pada laman ejaan.id. Bab VII merupakan penutup yang terdiri atas

kesimpulan dan saran.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ariyantia, Tri Dina dan Triesna Fuji Hatmab. 2020. "Identifikasi Penggunaan Kata
Tidak Baku pada Merek Dagang Toko dan Jasa di Kota Bengkulu". Jurnal
Bahastra, Vol. 40, No. 1.

ASEAN Book Publishers Association. 2010. “ASEAN Book Publishers Association


Report”. Vietnam: ASEAN Book Publishers Association.

Aziz, E Aminudin. 2021. "Nasib Bahasa Ibu". Jakarta: Republika.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia. 2016. Kamus


Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Republik Indonesia.

Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta:
Rineka Cipta.

Dari, Indah Wulan, Tri Riya Anggraini, dan Dian Permanasari. 2019. “Penggunaan
Kata Baku dan Kata Tidak Baku dalam Teks Narasi pada Siswa Kelas VII
SMP Negeri 2 Waway Karya Tahun Pelajaran 2018/2019”. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Bandar
Lampung.

Defina. 2014. "Pemakaian Kata Tidak Baku dikarenakan dalam Abstrak Karya
Ilmiah: Studi Kasus Karya Ilmiah di garuda.dikti.go.id". Mangun Jurnal
Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan, Vo. 7, No. 1.

Eneste, Pamusuk. 1995. Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Faisal, Abdul Jalil. 2008. "Penggunaan Bahasa Indonesia Baku dalam Tesis
Mahasiswa S-2 Universitas Hasanuddin". Linguistik Indonesia, Vol. 26, No.
1.

Febrina, Ria dan Dian Noviani Syafar. 2020. “The Use of Ejaan.id Page in Learning
Bahasa”, diseminarkan pada The Online Eleventh Annual International

38
Symposium of Foreign Language Learning (11th AISOFOLL) pada 6–7
October 2020.

Gunawan, Fitri, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2005. Pesona Bahasa:
Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kosasih, E. dan Hermawan, Wawan. 2012. Bahasa Indonesia Berbasis Kepenulisan


Karya Ilmiah dan Jurnal. Bandung: Thursina.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:


Gramedia.

Moeliono, Anton Moedardo. 1981. "Pengembangan dan Pembinaan Bahasa:


Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa". Jakarta: Universitas
Indonesia.

Muslich, Masnur. 2007. “Dasar-dasar Perencanaan Bahasa”, diakses melalui


http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/dasar-dasar-perencanaan-bahasa.html
pada 27 Februari 2021 pukul 15.54 WIB.

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Ningrum, Via Setya. 2019. “Penggunaan Kata Baku dan Tidak Baku di Kalangan
Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta”. Jurnal
Skripta, Vol. 5, No. 2.

Nurlina, dkk. 2004. Pembentukan Kata dan Pemilihan Kata dalam Bahasa Jawa.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Kajian Morfologi. Bandung: PT Refika Aditama.

Ramlan. 2009. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.

Ramlan, M. 1987. Morfologi. Yogyakarta: CV Karyono.

Saddhono, Kundharu. 2012. “Kajian Sosiolingustik Pemakaian Bahasa Mahasiswa


Asing dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di
Universitas Sebelas Maret”. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No.
2.

Sahidah, Ahmad. 2021. "Kontak Person". Jakarta: Kompas.

39
Rahmawati, Itsna Ayu, Mudzanatun, dan Ibnu Fatkhu Royana. 2019. “Analisis
Kesalahan Penerapan Kata Baku dan Tanda Baca dalam Menulis Kembali Isi
Cerita Fabel”. Jurnal Mimbar Ilmu, Vol. 24, No. 2.

Ruhamah, Bengi, Adnan, dan Hajidin. 2018. “Kemampuan Siswa dalam


Membedakan Kata Baku dan Kata Tidak Baku di Kelas V SD Negeri 3 Banda
Aceh”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Unsyiah, Vol. 3,
No. 3.

Setiawati, Sulis. 2016. “Penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam
Pembelajaran Kosakata Baku dan Tidak Baku pada Siswa Kelas IV SD”.
Jurnal Gramatika, Vol. 2, No. 1.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma.

Sugihastuti, Siti Saudah. 2016. Buku Ajar Bahasa Indonesia Akademik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Sumarsono dan Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

Supriadin. 2016. “Identifikasi Penggunaan Kosakata Baku dalam Wacana Bahasa


Indonesia pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri 1 Wera Kabupaten Bima
Tahun Pelajaran 2013/2014”. Jurnal Ilmiah Mandala Education, Vol. 2, No. 2.

Suwito. 1996. Sosiolinguistik. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Syafar, Dian Noviani dan Ria Febrina. 2019. “Computational Linguistics Models and
Language Technologies for Indonesian”, dimuat di Jurnal Arbitrer Vol. 6 No.
1 dan dapat diakses melalui
http://arbitrer.fib.unand.ac.id/index.php/arbitrer/article/view/133.

Tanjung, Sri Rahayuni. 2018. “Analisis Kesalahan Penggunaan Kata Baku pada Teks
Laporan Hasil Observasi Siswa Kelas X MAN 2 Model Medan Tahun
Pembelajaran 2016/2017”. Kode, Jurnal Bahasa, Vol. 7, No. 1.

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Morfologi. Bandung: Angkasa.

Wijana, I Dewa Putu. 2019. Pengantar Sosiolinguistik. Yogyakarta: UGM Press.

Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi. 2010. Kajian Teori dan Linguistik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Wijana, I Dewa Putu. 2013. “Pemakaian Bahasa dalam Karya Ilmiah Populer”. Jurnal
Arbitrer, Vol. 1 No. 1.

40
Yuliana, Margaretha Evi dan Widi Nugrahaningsih. 2019. “Penggunaan Kata Tidak
Baku di Media Sosial Instagram”. Surakarta: Politeknik Indonusa Surakarta.

41

Anda mungkin juga menyukai