Anda di halaman 1dari 5

NAMA: FITRIANI NUR

NIM: A.20.12.062
KELAS: REGULER SELAYAR
PRODI: S1 KEPERAWATAN
SEMESTER: V (GANJIL)

1. Sejarah keperawatan komunitas


Jawab:

1. Keperawatan di Masa Kuno


Masyarakat Indonesia di masa kuno beranggapan bahwa penyakit itu disebabkan oleh perbuatan
makhluk halus yang jahat. Kepercayaan ini begitu mengakar pada masyarakat, sehingga ketika
ada yang sakit maka mereka akan pergi ke dukun untuk mendapatkan pengobatan. Pengobatan
yang dilakukan yaitu dengan menggunakan mantra-mantra dan bahan-bahan tertentu yang tidak
terbukti khasiatnya. Dari segi keperawatan, orang yang sakit hanya dirawat oleh kaum wanita
yang berlandaskan kepada naluri keibuan (mother instinc). Tidak ada catatan yang menyebutkan
kaum pria ikut serta melakukan perawatan dengan alasan kaum pria tidak mempunyai kasih
sayang yang cukup untuk merawat orang sakit. Pada masa kuno ini, tidak ada catatan sejarah
yang menyebutkan perkembangan yang berarti dalam bidang keperawatan.

2. Keperawatan di Masa Penjajahan


Di masa penjajahan, perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami kemajuan.
Perkembangan keperawatan banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep keperawatan dari Negeri
Belanda. Hal ini tidak terlepas dari peranan pemerintah Belanda yang mendirikan dinas kesehatan
khusus tentara (saat itu disebut MGD) dan dinas kesehatan rakyat (saat itu disebut BGD). Melalui
kedua dinas tersebutpemerintah Belanda merekrut perawat dari penduduk pribumi.

a. Perawat yang dalam bahasa Belanda disebut Velpleeger menjalankan tugasnya sebagai perawat
dengan dibantu oleh penjaga orang sakit yang disebut Zieken Opposer . Para perawat dan penjaga
orang sakit ini difasilitasi untuk membentuk organisasi profesi. Organisasi profesi perawat
pertama dibentuk di Surabaya pada tahun 1799, organisasi tersebut bernama Perkoempoelan
Zieken Velpleeger / Velpleester Boemi Poetra (disingkat PZVB Boemi Poetra). Para perawat ini
bekerja di Binnen Hospital di Surabaya untuk merawat staf dan tentara Belanda.
b. Untuk meningkatkan kemampuan para perawat ini agar dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang profesional, maka para perawat ini melalui organisasinya diberikan semacam
pendidikan dan pelatihan oleh pemerintah Belanda. Ilmu keperawatan pada masa Belanda disebut
Verpleegkunde. Sejak saat itu banyak sekali istilah-istilah keperawatan Indonesia yang
mengadopsi bahasa Belanda. Sampai sekarang masih sering kita dengar istilah Belanda tersebut,
misalnya nierbeken ( bengkok), laken (sprei), bovenlaken (kain penutup), warm-water zak (buli-
buli hangat), Iiskap (buli-buli dingin), scheren (gunting/cukur), dan lain-lain.

c. Ketika kekuasaan beralih ke masa Pemerintahan Jepang, keperawatan Indonesia mengalami masa
kegelapan. Wabah penyakit menyebar di manamana, jumlah orang sakit meningkat, sementara
bahan-bahan yang dibutuhkan seperti balutan dan obat-obatan dalam kondisi kekurangan.
Pendidikan keperawatan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhenti. Banyak

perawat yang berhenti bekerja sebagai perawat dikarenakan ketakutan dan kecemasan.
Selanjutnya tidak ada catatan perkembangan sampai akhirnya Indonesia mendapatkan
kemerdekaan.

3. Keperawatan Indonesia Setelah Kemerdekaan


Sejarah perkembangan keperawatan Indonesia setelah kemerdekaan adalah sebagai berikut:

a. Sebelum tahun 1950: Indonesia belum mempunyai konsep dasar tentang keperawatan.

b. Tahun 1950: Indonesia mendirikan pendidikan perawat yaitu Sekolah Penata Rawat (SPR).

c. Tahun 1945 – 1955: Berdirinya beberapa organisasi profesi, diantaranya yaitu Persatuan Djuru
Rawat dan Bidan Indonesia (PDBI), Serikat Buruh Kesehatan, Persatuan Djuru Kesehatan
Indonesia (PDKI), Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan.

d. Tahun 1962: Berdirinya Akademi Keperawatan (Akper).

e. Tahun 1955 - 1974: Organisasi profesi keperawatan mengalami perubahan yaitu Ikatan Perawat
Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Guru Perawat Indonesia, Korps Perawat Indonesia,

Majelis Permusyawaratan Perawat Indonesia Sementara (MAPPIS), dan Federasi Tenaga

Keperawatan.

f. Tahun 1974: Rapat Kerja Nasional tentang Pendidikan Tenaga Perawat Tingkat Dasar yaitu
berdirinya Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang mengganti Sekolah Penata Rawat (SPR).
g. Tahun 1974: Berdirinya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

h. Tahun 1876: Pendidikan Keperawatan di Indonesia yang semula menyatu dengan pelayanan di
rumah sakit, telah mulai memisahkan diri (terpisah) dari rumah sakit.

i. Pada Januari 1983: Dilaksanakannya Lokakarya Nasional Keperawatan I yang menghasilkan: a)


Peranan Independen dan Interdependen yang lebih terintegrasi dalam pelayanan kesehatan; b)
Program gelar dalam pendidikan keperawatan; c) Pengakuan terhadap keperawatan sebagai suatu
profesi yang mempunyai identitas profesional berotonomi, berkeahlian, mempunyai hak untuk
mengawasi praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan.

j. Tahun 1985: Berdiri Pendidikan Keperawatan Setingkat Sarjana (S1 Keperawatan) yang pertama
yaitu Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang menjadi momentum terbaik
kebangkitan Profesi Keperawatan di Indonesia.

k. Tahun 1999: Berdiri Pendidikan Keperawatan Pasca Sarjana (S2 Keperawatan).

l. Tahun 2000: Keluarnya Lisensi Praktek Keperawatan berupa Peraturan Menteri Kesehatan.

PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI PALEMBANG, SUMATERA SELATAN


Perkembangan keperawatan di Palembang mengikuti perkembangan keperawatan Indonesia
pada umumnya. Sebelum tahun 2000, pendidikan keperawatan di Palembang khususnya dan
Sumatera Selatan pada umumnya adalah Sekolah Perawat Kesehatan dan Akademi Keperawatan
yan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan dan pihak swasta. Hampir di setiap kabupaten /
kota di Sumatera Selatan terdapat lembaga pendidikan keperawatan.
Pada tahun 2000, berdiri pendidikan keperawatan setingkat sarjana yang
pertama yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK)
Bina Husada yang diselenggarakan oleh Yayasan Bina Husada.
Berdirinya PSIK STIK Bina Husada memberikan perkembangan yang cukup
pesat di bidang keperawatan. Tokoh-tokoh yang pendiri PSIK STIK Bina Husada yaitu Bapak Dr.
H. Chairil Zaman, MSc., Bapak H. Amar Muntaha, SKM., M.
Kes., Bapak Drs. H. M. Ali Yusuf, Bapak H. Martawan Madari, SKM., M. Kes. Ibu Dra. Hj.
Herawati.
Kemudian pada tahun 2001, menyusul berdirinya Program Studi Ilmu Keperawatan
(PSIK) di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Berikutnya menyusul berdiri yaitu PSIK
STIKes Siti Khodijah dan PSIK STIKes Muhammadiyah.

2. Model keperawatan komunitas

Jawab:

1. Model self care menurut Dorothy Orem

Model ini lebih menekankan kepada self care (mandiri) untuk mempertahankan kehidupan,
kesehatan, dan kesejahteraan komunitas dalam keadaan, baik sehat maupun sakit(Orem,1971, dalam
Marrier, 2001)

Model self care menurut Dorothy Orem

Manusia. Orem(1971, dalam mariner, 2001),

 Kesehatan yang utuh, punya fungsi biologis, social, mempunyai inisiatif.


 Mampu melakukan aktivitas perawatan diri untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan komunitas.
 Kemampuan komunitas untuk melakuakan self care(mandiri) mencerminkan kekuatan komunitas
yang ada.
 Kemampuan ini sangat tergantung pada tingkat kematangan atau pengalaman, tingkat
pengetahuan dan kesehatan komunitasnya.

Kesehatan

 Kesehatan komunitas dapat tercapai ketika komunitas mampu memenuhi kebutuhan self care-
nya. Bila komunitas tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi self care defisit.

Model orem menjelaskan ada 3 jenis kebutuhan self care


1) Universal self care, dibutuhkan oleh semua manusia, seperti udara, air, makanan, eliminasi,
aktivitas, dan istirahat serta interaksi social.Bila terpenuhi komunitas akan dapat mencapai
kesehatan yang diharapkannya.
2) Developmental self care, adalah kebutuhan yang mencakup proses kehidupan untuk menjadi
lebih dewasa.
3) Health deviation self care, adalah kebutuhan komunitas untuk bertahan kare adanya penyakit atau
trauma yang dapat mengganggu fungsi struktur, fisiologis dan psikologis manusia.

Keperawatan

Tiga system keperawatan yang dapat digunakan perawat untuk membantu komunitas dalam
memenuhi gangguan kebutuhan

1) Wholly Compensatory Nursing System


Perawat komunitas mengambil seluruh kegiatan self care untuk memenuhi kebutuhan komunitas
secara total.
2) Partly Compensatory Nursing System
Perawat kesehatan dan masyarakat bersama-sama memenuhi self care.
3) Supportive Educative System
Pada situasi ini komunitas mampu melakukan pemenuhan kebutuhan self care, tetapi harus
dengan bimbingan dan dukungan dari perawat dalam hal mengambil keputusan, mengontrol
perilaku, memperoleh pengetahuan dan keterampilan

Anda mungkin juga menyukai