Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merawat orang yang sakit merupakan salah satu sifat kemanusiaan yang

terdapat dalam diri manusia. Politik, agama, serta keadaan masyarakat selama

ini memainkan perananan dalam timbulnya pekerjaan

keperawatan. Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan

professional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang

berdasarkan pada ilmu dan etika keperawatan.

Di dunia ini, setiap orang pasti pernah merasakan sakit. Bukan hanya

dokter saja yang mampu mengobati, dokter juga pastinya membutuhkan rekan

kerja yang dapat membantunya dan mengerti tentang masalah medis.

Perawatan bagi individu yang sehat ataupun sakit, dari segala umur, latar

belakang, budaya , emosi, psikologis, intelektual, sosial, dan kebutuhan

rohani.

Pada masalah lalu, pasang surut keperawatan selalu berkaitan dengan

peperangan, serta kemakmuran. Perkembangan keperawatan di Indonesia

dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yaitu pada saat penjajahan Belanda,

Inggris, dan Jepang. Pada umumnya pelayanan orang-orang sakit tersebut

dipandang sebagai suatu tindakan amal.


B. Tujuan

1. Memahami sejarah keperawatan dunia

2. Memahami sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia

3. Memahami dampak sejarah terhadap profil perawat di Indonesia


BAB II

PEMBAHASAN

Perawatan adalah pelayanan essensial yang diberikan oleh perawat

terhadap individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan yang diberikan adalah

upaya mencapai derajat kesehatan semaksimal mungkin sesuai dengan potensi

yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan di bidang promotif, preventif, kuratif

dan rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan.

A. Sejarah Keperawatan Internasional

1. Sejak Zaman Manusia Diciptakan

Pada dasarnya manusia diciptakan telah memiliki naluri untuk

merawat diri sendiri sebagaimana tercermin pada seorang ibu. Perawat

harus memiliki naluri keibuan (mother instinct). Tapi pada zaman

purba orang masih percaya pada sesuatu tentang adanya kekuatan mistis

yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia, kepercayaan mereka ini

dikenal dengan nama animisme, di mana seseorang yang sakit dapat

disebabkan karena kekuatan alam atau pengaruh kekuatan gaib sehingga

timbul keyakinan bahwa jiwa yang jahat akan dapat menimbulkan

kesakitan dan jiwa yang sehat dapat menimbulkan kesehatan atau

kesejahteraan. Pada saat itu peran perawat bisa disamakan dengan dukun

karena mereka mengusir roh-roh agar penyakit tersebut bisa di

sembuhkan. Setelah itu perkembangan keperawatan terus berubah dengan

adanya diakones dan philantrop yang merupakan suatu kelompok wanita


tua dan janda yang membantu pendeta dalam merawat orang sakit serta

kelompok kasih sayang yang anggotanya menjauhkan diri dari keramaian

dunia dan hidupnya ditujukan untuk merawat orang-orang yang sakit

sehingga berkembanglah rumah-rumah perawatan dan akhirnya mulailah

awal perkembangan ilmu keperawatan.

2. Sejak Zaman Keagamaan

Pada zaman ini semua penyakit dianggap berasal dari dosa-dosa si

penderita karena perbuatan-perbuatannya sehingga dia mendapatkan

murka. Pusat perawatan adalah tempat-tempat ibadah, sehingga pada

waktu itu pemimpin agama dapat disebut sebagai tabib yang mengobati

pasien karena ada anggapan yang mampu mengobati adalah pemimpin

agama sedangkan pada waktu itu perawat dianggap sebagai budak yang

hanya membantu dan bekerja atas perintah pemimpin agama.

3. Sejak Zaman Masehi

Pada zaman ini, keperawatan dimulai pada saat perkembangan

agama Nasrani, di mana pada saat itu banyak membentuk diakones

(deaconesses), dan para wanita bertugas untuk merawat oarng yang sakit

sedangkan orang laki-laki bertugas mengubur mayat jika mereka

meninggal, sehingga pada saat itu berdirilah rumah sakit di Roma seperti

Monastic Hospital.

4. Sejak Zaman Permulaan abad 21

Pada permulaan abad ini perkembangan keperawatan berubah,

tidak lagi dikaitkan dengan faktor keagamaan atau doktrin-doktrin

dinamisme atau animisme akan tetapi berubah kepada faktor kekuasaan,


mengingat pada masa itu adalah masa perang dan terjadi eksplorasi alam

sehingga pesatlah perkembangan pengetahuan. Pada masa itu tempat

ibadah yang dahulu digunakan untuk merawat sakit tidak lagi digunakan

kembali.

5. Sejak Perang Dunia ke-2

Selama masa perang ini timbul tekanan bagi dunia pengetahuan

dalam penerapan teknologi akibat penderitaan yang panjang sehingga

perlu meningkatkan diri dalam tindakan perawat mengingat penyakit dan

korban perang yang beraneka ragam.

6. Sejak Masa Pasca Perang Dunia ke-2

Masa ini masih berdampak bagi masyarakat seperti adanya

penderitaan yang panjang akibat perang dunia kedua, dan tuntutan perawat

untuk meningkatkan masyarakat sejahtera semakin pesat. Sebagai contoh

di Amerika, perkembangan keperawatan pada masa itu diawali adanya

kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.

7. Sejak Periode 1950

Pada masa itu keperawatan sudah mulai menunjukkan

perkembangan khususnya penataan pada sistem pendidikan. Hal tersebut

terbukti di negara Amerika sudah dimulai pendidikan setingkat master dan

doktoral. setelah itu penerapan proses keperawatan sudah mulai

dikembangkan dengan memberikan pengertian bahwa perawatan adalah

suatu proses, yang dimulai dari pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.


8. Perkembangan pada Masa Florence Nightingale

Perkembangan pendidikan keperawatan di luar negeri dipelopori

oleh Florence Nightingale sekitar abad ke 18 dan 19. Hasil didikan sekolah

Nightingale ini mempengaruhi perkembangan keperawatan di dunia. Tidak

hanya disitu, pendidikan keperawatan juga berkembang hingga jenjang

pendidikan tinggi. Ini ditandai dengan berdirinya progam sarjana

keperawatan British Columbia di Vancouver-Canada pada tahun 1919.

Lalu, pada tahun 1924 sampai 1934, muncul konsep progam pendidikan

spesialis keperawatan yang baru terrealisasi pada tahun 1946 dengan

didirikannya progam spesialis keperawatan jenjang S1, hingga progam

master dan doktor.

B. Sejarah Perkembangan Keperawatan Nasional di Indonesia

1. Sejarah Perkembangan Keperawatan Sebelum Kemerdekaan

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari

penduduk pribumi yang disebut “velpleger” dengan dibantu “zieken

oppaser” sebagai penjaga orang sakit. Mereka bekerja pada rumah sakit

Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan tahun 1799. Pada masa VOC

berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816), telah memiliki

semboyan “Kesehatan adalah milik manusia” Pada saat itu Raffles telah

melakukan pencacaran umum, membenahi cara perawatan pasien dengan

gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan tahanan.

Setelah pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, di Jakarta pada


tahun 1819 didirikan beberapa rumah sakit. Salah satunya adalah rumah

sakit Sadsverband yang berlokasi di Glodok-Jakarta Barat. Pada tahun

1919 rumah sakat tersebut dipindahkan ke Salemba dan sekarang dengan

nama RS. Cipto Mangunkusumo. Dalam kurun waktu 1816-1942 telah

berdiri beberapa rumah sakit swasta milik misionaris katolik dan zending

protestan seperti: RS. Persatuan Gereja Indonesia Cikini-Jakarta Pusat,

RS. St. Carolos Salemba-Jakarta Pusat. RS. St Bromeus di Bandung dan

RS. Elizabeth di Semarang. Bahkan pada tahun 1906 di RS. PGI dan tahun

1912 di RSCM telah menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Namun

kedatangan Jepang menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami

kemunduran.

2. Sejarah Perkembangan Keperawatan Setelah kemerdekaan

a. Periode 1945 – 1962

Tahun 1945 sampai dengan 1950 merupakan masa transisi

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perkembangan

keperawatan pun masih jalan di tempat. Ini dapat dilihat dari

pengembangan tenaga keperawatan yang masih menggunakan sistem

pendidikan yang telah ada, yaitu perawat lulusan pendidikan Belanda

(MULO + 3 tahun pendidikan), untuk ijazah A (perawat umum) dan

ijazah B untuk perawat jiwa. Terdapat pula pendidikan perawat dengan

dasar (SR + 4 tahun pendidikan) yang lulusannya disebut mantri juru

rawat. Baru kemudian tahun 1953 dibuka sekolah pengatur rawat

dengan tujuan menghasilkan tenaga perawat yang lebih berkualitas.

Pada tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan


pendidikan SR ditambah pendidikan satu tahun dan sekolah pengamat

kesehatan sebagai pengembangan SDK, ditambah pendidikan lagi

selama satu tahun. Pada tahun 1962 telah dibuka Akademi

Keperawatan dengan pendidikan dasar umum SMA yang bertempat di

Jakarta, di RS. Cipto Mangunkusumo. Sekarang dikenal dengan nama

Akper Depkes di Jl. Kimia No. 17 Jakarta Pusat. Walaupun sudah ada

pendidikan tinggi namun pola pengembangan pendidikan keperawatan

belum tampak, ini ditinjau dari kelembagaan organisasi di rumah sakit.

Kemudian juga ditinjau dari masih berorientasinya perawat pada

keterampilan tindakan dan belum dikenalkannya konsep kurikulum

keperawatan. Konsep-konsep perkembangan keperawatan belum jelas,

dan bentuk kegiatan keperawatan masih berorientasi pada keterampilan

prosedural yang lebih dikemas dengan perpanjangan dari pelayanan

medis.

b. Periode 1963 – 1983

Periode ini masih belum banyak perkembangan dalam bidang

keperawatan. Pada 17 April 1972 lahirlah organisasi profesi dengan

nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Jakarta. Ini

merupakan suatu langkah maju dalam perkembangan keperawatan.

Namun baru mulai tahun 1983 organisasi profesi ini terlibat penuh

dalam pembenahan keperawatan melalui kerjasama dengan CHS,

Depkes dan organisasi lainnya.

c. Periode 1984 sampai dengan Sekarang


Pada tahun 1985, resmi dibukanya pendidikan S1 keperawatan dengan

nama Progran Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesi di Jakarta. Sejak saat itulah PSIK-UI telah

menghasilkan tenaga keperawatan tingkat sarjana sehingga pada tahun

1992 dikeluarkannya UU No. 23 tentang kesehatan yang mengakui

tenaga keperawatan sebagai profesi. Pada tahun 1996 dibukanya PSIK

di Universitas Padjajaran Bandung. Pada tahun 1997 PSIK-UI berubah

statusnya menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

(FIK-UI), dan untuk meningkatkan kualitas lulusan, pada tahun 1998

kurikulum pendidikan Ners disahkan dan digunakan. Selanjutnya juga

pada tahun 1999 kurikulum D-III keperawatan mulai dibenahi dan

mulai digunakan pada tahun 2000 sampai dengan sekarang.

C. Dampak Sejarah Terhadap Profil Perawat Indonesia

Sejarah adalah setiap peristiwa atau kejadian di masa lampau yang

menyenangkan maupun memilukan. Setiap manusia memiliki sejarah masing-

masing, baik yang bersifat individual, komunal, maupun nasional. Sejarah

akan mewarnai masa depan. Apa yang terjadi di masa sekarang dipengaruhi

oleh sejarah pada masa sebelumnya. Kesuksesan yang diraih seseorang dalam

hidupnya merupakan hasil atau buah dari keuletan dan perjuangannya di masa

lalu.

Sistem hegemoni yang diterapkan oleh bangsa Eropa selama menjajah

Indonesia telah memberi dampak yang sangat besar pada seluruh lini

kehidupan, termasuk profesi perawat. Posisi Indonesia sebagai negara yang


terjajah (subaltern) menyebabkan kita selalu berada pada kondisi yang

tertekan, lemah, dan tidak berdaya. Kita cenderung menuruti apa saja yang

menjadi keinginan penjajah. Situasi ini terus berlanjut dalam kurun waktu

yang lama sehingga terbentuk suatu formasi kultural. Kultur di dalamnya

mencakup pola perilaku, pola pikir, dan pola bertindak. Formasi kultural ini

terus terpelihara dari generasi ke generasi sehingga menjadi sesuatu

yang superorganic. Sejarah keperawatan di Indonesia pun tidak lepas dari

pengaruh penjajahan. Seperti dijelaskan di awal, perawat awalnya direkrut

dari Boemi Putera yang tidak lain adalah kaum terjajah, sedangkan dokter

didatangkan dari negara Belanda sebab pada saat itu di Indonesia belum ada

sekolah kedokteran. Sesuai dengan konsep hegemoni, posisi perawat di sini

adalah sebagai subaltern yang terus menerus berada dalam cengkeraman

kekuasaan dokter Belanda (penjajah). Kondisi ini menyebabkan perawat

berada pada posisi yang termarjinalkan. Keadaan ini berlangsung selama ber-

abad-abad sampai akhirnya terbentuk formasi kultural pada tubuh

perawat. Posisi perawat sebagai subaltern yang tunduk dan patuh mengikuti

apa keinginan penjajah lama-kelamaan menjadi bagian dari karakter pribadi

perawat. Akibatnya, muncul stigma di masyarakat yang menyebut perawat

sebagai pembantu dokter. Karena stigma tersebut, peran dan posisi perawat di

masyarakat semakin termarjinalkan dan kondisi ini telah membentuk karakter

dalam diri perawat yang pada akhirnya berpengaruh pada profesi keperawatan

secara umum. Perawat menjadi sosok tenaga kesehatan yang tidak mempunyai

kejelasan wewenang atau ruang lingkup. Orientasi tugas perawat dalam hal ini

bukan untuk membantu klien mencapai derajat kesehatan yang optimal,


melainkan membantu pekerjaan dokter. Perawat tidak diakui sebagai suatu

profesi, melainkan pekerjaan di bidang kesehatan yang aktivitasnya bukan

didasarkan atas ilmu, tetapi atas instruksi dokter sebuah rutinitas

belaka. (Suharyati, 2009)

Dampak lain adalah berkembangnya perilaku profesional yang keliru dari

diri perawat. Ada sebagian perawat yang menjalankan praktik pengobatan

yang merupakan kewenangan dokter. Hal seperti ini sering kita temui di

masyarakat. Sebutan untuk perawat pun beragam, perawat laki-laki biasa

disebut mantri, dan perawat perempuan disebut suster. Ketimpangan ini terjadi

karena perawat sering kali diposisikan sebagai pembantu dokter. Akibatnya,

perawat terbiasa bekerja layaknya seorang dokter, padahal lingkup

kewenangan kedua profesi ini berbeda. Tidak menutup kemungkinan,

fenomena ini masih terus berlangsung hingga kini. Hal ini tentunya akan

menghambat upaya pengembangan keperawatan menjadi profesi kesehatan

yang profesional. Seperti kita ketahui, kultur yang sudah terinternalisasi akan

sulit untuk diubah. Dibutuhkan persamaan persepsi dan cita-cita antar perawat

serta kemauan profesi lain untuk menerima dan mengakui perawat sebagai

sebuah profesi kesehatan yang profesional. Paradigma yang kemudian

terbentuk karena kondisi ini adalah pandangan bahwa perawat merupakan

bagian dari dokter. Dengan demikian, dokter berhak “mengendalikan”

aktivitas perawat terhadap klien. Perawat menjadi perpanjangan tangan dokter

dan berada pada posisi submisif. Kondisi seperti ini sering kali temui dalam

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu penyebabnya adalah masih

belum berfungsinya sistem kolaborasi antara dokter dan perawat dengan


benar. Tetapi, hal yang berlaku justru sebaliknya. Dokter seharusnya bagian

dari perawatan klien dan perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling

sering serta paling lama berinteraksi dengan klien. Asuhan keperawatan yang

diberikan pun sepanjang rentang sehat-sakit. Dengan demikian, perawat

adalah pihak yang paling mengetahui perkembangan kondisi kesehatan klien

secara menyeluruh dan bertanggung jawab atas klien. Hal yang sama juga

berlaku untuk keputusan memulangkan klien. Walaupun program terapi sudah

dianggap selesai, program perawatan masih terus berlanjut karena lingkup

keperawatan bukan hanya pada saat klien sakit, tetapi juga setelah kondisi

klien sehat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Keperawatan ternyata sudah ada sejak manusia itu diciptakan karena

manusia itu memiliki naluri seorang ibu (mother instinct). Awalnya orang-

orang berpikir bahwa penyakit itu berasal dari hal-hal mistis, tetapi seiring

berjalannya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, pola pikir orang-

orang berubah. Hingga saat ini profesi keperawatan berkembang dengan

pesat.

2. Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia berlangsung sejak masa

penjajahan Belanda sampai sekarang. Perkembangannya pun semakin

pesat, salah satunya perkembangan di bidang pendidikan keperawatan.

Pendidikan keperawatan memberi pengaruh yang besar terhadap kualitas

pelayanan keperawatan. Karena itu, perawat harus terus meningkatkan

potensi dirinya, salah satunya yaitu melakukan pendidikan keperawatan

yang berkelanjutan.

3. Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia tidak terlepas dari

Anda mungkin juga menyukai