ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas bisnis offline pada
masa pandemi covid-19. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif
deskriptif, menggunakan sumber data sekunder dari hasil riset, referensi, dan pemberitaan
online yang terkait dengan penelitian. Ditemukan bahwa dampak pandemi Covid-19 terhadap
bisnis offline cukup membuat kerugian bagi beberapa pebisnis contohnya pada bidang bisnis
makanan. Ada beberapa dari mereka yang harus mem-PHK beberapa karyawannya dan ada
pula yang mengalihkan bisnis nya menjadi bisnis yang berbasis online dikarenakan restoran
mereka sepi pengunjung. Namun, tidak semua pebisnis offline mengalami kerugian, ada 50%
yang bisnis nya tetap berjalan lancar di masa pandemi ini walaupun mereka tetap mengalami
penurunan omset. Hampir semua bisnis mengalami penurunan produktivitas, akan tetapi
sebanyak 80% pebisnis sudah mempunyai strategi bilamana bisnis yang dijalankannya
mengalami kerugian yang besar.
PENDAHULUAN
Covid-19 telah menyerang hampir semua warga negara di dunia. Wabah Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Propinsi Hubei,
Tiongkok pada tanggal 1 Desember 2019. Direktur Jendral WHO Tedros Adhanom secara
resmi mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi global pada Rabu malam (11/03/20)
(kompas.com).
Penyebaran covid-19 telah mencapai 189 negara (travel.detik.com) yang menjadikan
pandemi semakin menimbulkan masalah secara global baik secara politik, sosial, maupun
ekonomi. Terlepas dari polemik Covid-19 sebagai perang biologi atau tidak, Covid-19 telah
menghadirkan rasa kekuatiran, ketakutan, dan menjadi teror bagi masyarakat global, dimana
ada yang menyikapi dengan beragam kebijakan di masing-masing negara. Korban manusia
serta efek sosial ekonomi secara global yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, bahkan
mampu menggeser pemberitaan mengenai isu perang dan isu terorisme (Taufik dan
Prasilowati, 2019).
Indonesia diumumkan terdampak virus Covid-19 oleh Presiden Joko Widodo tanggal
2 Maret 2020, sekaligus menyebutnya sebagai bencana (disaster). Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) secara khusus menyebut Covid-19 sebagai bencana non
alam (non natural disaster) dengan skala cakupan nasional. Dibandingkan dengan kejadian
pada tahun 2003, ketika kasus SARS terjadi berdampak pada melambatnya perekonomian
Indonesia hingga 0,03 persen. Covid-19 yang reproduksi sebarannya lebih cepat dari SARS
(Liu, dan kawan kawan, 2020) dan korban meninggal yang lebih tinggi dari SARS dan
MERS (Wu dan McCoogen, 2020).
Beberapa kota besar di Indonesia, telah menerapkan kebijakan social distances, work
from home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bagi para aparat
pemerintahan daerah, perusahaan, hingga sektor pendidikan. Adapun pengurangan intensitas
transportasi publik dengan beberapa pengecualian. Contohnya terdapat 3.290 perusahaan
yang memberlakukan kebijakan WFH di Jakarta (Disnakertrans DKI Jakarta, 6 April 2020).
Kebijakan tersebut merupakan upaya mengurangi sebaran Covid-19, yang jika tidak
terkendali akan memberikan efek negatif yang lebih besar dan berkepanjangan.
Pemerintah juga mengimbau agar pusat perbelanjaan seperti mal/plaza ditutup
sementara waktu agar tidak ada kerumunan orang. Konsekuensi dari imbauan penutupan
pusat perbelanjaan dan social distance adalah berkurangnya jumlah toko atau outlet
yang dibuka, jam buka toko/outlet, serta jumlah konsumen yang berkunjung. Hal ini
berdampak pada tiga sisi, yaitu pertama bagi pelaku usaha perdagangan (termasuk
usaha mikro dan kecil), kedua, konsumen, dan ketiga pemilik property seperti pemilik
pertokoan/mal/plaza (Veronica & Koto, 2020).
Bisnis offline terkena dampak yang sangat besar akibat diberlakukannya PSBB,
karena bisnis offline hanya fokus pada kunjungan langsung konsumen, contohnya restoran.
Alih-alih pergi ke restoran, orang-orang lebih memilih berbelanja bahan makanan serta
bahan-bahan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan mereka (kompas.com). Menurut Chef
Ragil Imam Wibowo (2020), pendiri rumah makan NUSA Indonesian Gastronomy, data dari
pertengahan Maret hingga awal April 2020 memperlihatkan, snack atau makanan ringan
adalah barang yang paling banyak dibeli.
Selain terpaksa menutup usahanya, para pemilik bisnis melakukan penyesuaian
terhadap para karyawannya. Pegawai administrasi diimbau agar bekerja dari rumah,
kemudian pegawai yang baru bekerja 1-2 tahun terpaksa dikenakan layoff (PHK) (Ragil
Imam Wibowo, 2020).
Pada akhirnya para pemilik restoran harus memutar otak agar bisnis yang
dibangunnya tidak berhenti begitu saja. Mereka dituntut agar lebih kreatif dan memikirkan
apa yang dibutuhkan pasar. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar bisnis tetap berjalan
adalah membuat lebih banyak frozen food (makanan yang dibekukan) alih-alih makanan siap
saji (Ragil Imam Wibowo, 2020). Dalam mempromosikan produknya, kebanyakan dari
mereka menggunakan aplikasi Instagram, Twitter, dan Facebook. Kemudian untuk
mengantar produk, mereka menggunakan aplikasi Grab atau Gojek bahkan aplikasi belanja
online seperti Shopee.
Walaupun Covid-19 memunculkan beberapa masalah pada bisnis offline, disisi lain
ada kesempatan juga yang muncul. Pelaku bisnis offline bisa memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi mengingat perdagangan berbasis elektronik pada Agustus 2020
mencapai Rp 157,31 triliun (industri.kontan.co.id). Transaksi perdagangan meningkat drastis
pada masa pandemi Covid-19. Pada produk makanan penjualannya meningkat hingga 350%
(Andi Amri, 2020)
Dalam penelitian ini, proses penelitian difokuskan pada kegiatan bisnis offline pada
masa pandemi Covid-19 terutama di bidang bisnis makanan seperti restoran. Khususnya yang
berada di Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas bisnis offline
pada masa pandemi Covid-19.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan berupa kualitatif deskriptif. Penelitian ini
dilakukan dengan cara membuat angket berupa google form dan menyebarkannya kepada
para pemilik bisnis offline. Proses penelitian dilakukan lebih kurang selama empat minggu
pada bulan Desember 2020. Instrumen penelitian berupa angket (kuisioner) yang disajikan
dalam bentuk google form. Angket (kuisioner) ini mendapat respon sebanyak 51 orang.
PEMBAHASAN
Covid-19 memberikan dampak yang sangat merugikan terhadap bisnis offline
terutama pada bisnis makanan seperti restoran. Bisnis yang dijalani kebanyakan tidak
berjalan dengan lancar, akan tetapi ada beberapa yang tetap berjalan dengan lancar. Data
tersebut dapat dilihat dari diagram di bawah ini. Sebanyak 50% pemilik bisnis tidak setuju
bisnisnya berjalan lancar di masa pandemi. Artinya, bisnis yang mereka jalani mengalami
beberapa masalah dalam masa pandemi ini. Namun, sebanyak 45,80% pemilik bisnis lainnya
setuju jika bisnisnya berjalan lancar. Artinya bisnis mereka baik-baik saja selama masa
pandemi ini. Sedangkan 4,20% memilih sangat tidak setuju jika bisnis berjalan lancar di masa
pandemi.
Dalam masa pandemi ini tentu masyarakat diimbau agar mengurangi aktifitas di luar
rumah dan tidak sedikit dari mereka yang menjadi parno untuk keluar rumah. Untuk
memenuhi kebutuhannya seperti makanan, pakaian, bahkan barang-barang kebutuhan lainnya
mereka lebih memilih untuk berbelanja melalui online. Hal itu menyebabkan toko-toko
konvensional menjadi sepi pelanggan, sehingga beberapa dari mereka memilih untuk menjual
produk-nya secara online juga.
Untuk tetap dapat bertahan di tengah pandemi ini, para pelaku brand harus bisa
menyiasatinya. Mulai dari fokus ke pemasaran digital melalui website yang dijadikan e-
commerce, social media, search engine, penjualan melalui marketplace, dan membentuk
tim reseller untuk menjual produknya (wartaekonomi.co.id).
Terlebih, kata Tri (2020), saat ini korban PHK atas dampak pandemi ini sudah
mencapai lebih dari satu juta orang. Solusinya bagi korban PHK adalah mencari alternatif
lain dengan menjadi reseller atau penjual dari produk-produk yang dibutuhkan saat masa
pandemi ini. Sementara bagi pemasar, lanjut Tri (2020), mereka dapat melakukan aksi sosial
dengan membuka pola peluang usaha seperti membuka kerja sama reseller, dropship, atau
lainnya untuk menjual produknya secara masif kepada masyarakat.
Dari hasil penelitian yang sudah saya lakukan, sebanyak 36% pemilik bisnis terpaksa
harus mem-PHK beberapa karyawannya. Shinta W Kamdani (2020) mengatakan, ada
beberapa alasan perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama masa
penyebaran Virus Corona (Covid-19). Pertama, lemahnya permintaan pasar, termasuk akibat
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kedua, keterbatasan bantuan modal.
Ketiga, keterbatasan cash-flow terutama untuk membiayai gaji tenaga kerja yang merupakan
komponen tertinggi dari biaya perusahaan
Berinisiatif untuk Pindah ke Bisnis On-
line
2%
Sangat Setuju
14% Setuju
32% Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
52%
Gambar 3. Diagram hasil riset mengenai rencana untuk beralih ke bisnis online
50%
Selain itu, banyak dari pemilik bisnis/usaha beranggapan bahwa dalam masa pandemi
seperti sekarang ini bisnis yang berbasis online jauh lebih efektif. Seperti yang tertera pada
gambar diagram diatas, hanya ada 6% saja yang tidak setuju, sedangkan sisa-nya menyetujui
bahwa bisnis online dianggap lebih efektif dibandingkan bisnis offline pada masa pandemi
seperti sekarang. Hal ini, terbukti adanya karena pada Agustus 2020 nilai transaksi
perdagangan barang melalui situs online mencapai Rp 157,31 triliun (industri.kontan.co.id).
Dikutip dari artikel daya.id (2019), ada beberapa faktor keunggulan yang dimiliki bisnis
online sehingga membuat para pemilik bisnis offline berenca untuk mengubah bisnis nya
menjadi bisnis yang berbasis online, diantaranya:
1. Modal Relatif Kecil
Sudah bukan rahasia lagi, jika salah satu keuntungan menjalankan bisnis online adalah karena
modal yang diperlukan terbilang relatif kecil. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan
bisnis offline yang harus memiliki tempat untuk penyimpanan barang, kantor administrasi,
dan toko penjualan, sedangkan apabila Anda melakukan penjualan secara online Anda dapat
berhemat dalam penggunaan tempat. Selain itu, modal dalam berbisnis online hanya lah
gadget dengan fitur mendukung, kemampuan dan kuota internet.
2. Mudah Dilakukan
Bisnis online sangat mudah dilakukan sebab, Anda bisa melakukannya dimana saja dan
kapan saja. Yang terpenting adalah jaringan internet yang stabil.
3. Biaya Operasional yang Lebih Efisien
Jika membuka toko offline, mungkin biaya operasional yang akan Anda keluarkan sangat
besar. Biaya operasional yang dimaksud seperti, sewa bangunan, biaya tenaga kerja, biaya
listrik, dan sebagainya yang akan berpengaruh terhadap produksi Anda. Tetapi hal tersebut
tidak ditemukan, apabila Anda menjalankan bisnis online, maka biaya operasional yang akan
dikeluarkan relatif lebih efisien..
4. Menjangkau Konsumen Secara Luas
Keuntungan bisnis online selanjutnya adalah Anda dapat menjangkau konsumen secara lebih
luas. Jika hanya mengandalkan berjualan secara offline, Anda hanya dapat menjangkau
konsumen yang ada di sekitar saja. Anda tidak bisa menjangkau konsumen di luar wilayah.
Hal ini tidak akan ditemukan dalam berbisnis online. Karena dengan berbisnis online Anda
bisa menjangkau konsumen secara luas lagi. Tidak hanya satu kota, satu provinsi, bahkan
satu negara pun bisa Anda jangkau.
Masyarakat pun beranggapan demikian. Saat ini mereka lebih memilih berbelanja
kebutuhannya melaui situs online. Selain dapat mengemat waktu dan praktis, mereka juga
dapat mengurangi aktifitas di luar rumah. Terkadang berbagai promo ditawarkan oleh para
penjual yang akhirnya membuat masyarakat lebih senang berbelanja online. Hal itu yang
mendorong bisnis offline mengalami penurunan produktivitas.
Sangat Setuju
10% Setuju
Tidak Setuju
36%
Sangat Tidak Setuju
54%
64%
6% Sangat Setuju
32% Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
62%
62%
Walaupun Sebagian besar bisnis mengalami penurunan omset pada masa pandemi
Covid-19 seperti sekarang ini, namun sebanyak 72% bisnis tetap berjalan dengan stabil dan
hanya 28% nya saja yang hampir mengalami kebangkrutan. Hal tersebut dapat terjadi karena
pemilik bisnis sudah memiliki strategi dalam menghadapi situasi seperti sekarang ini.
Sangat Setuju
14% Setuju
20%
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
66%
Sebanyak 80% pemilik bisnis sudah mempunyai strategi agar bisnis yag dijalaninya
dapat tetap berjalan dengan baik di masa Pandemi ini. Menurut Yandri Daniel Damaledo
(2020) berikut ini beberapa strategi yang bisa diterapkan agar bisnis dapat tetap berjalan
dengan baik :
1. Periksa Kondisi Keuangan
Tidak ada yang bisa memastikan kapan wabah COVID-19 ini akan berakhir. Lakukan
pemeriksaan mendalam terhadap kondisi keuangan bisnis Anda. Hal yang perlu Anda
pastikan terlebih dahulu seberapa besar likuiditas yang Anda miliki dan seberapa lama
likuiditas tersebut dapat menghidupi bisnis Anda.
2. Periksa Status Aset dan Hutang
Buatlah rincian yang mencakup jumlah aset dan jumlah hutang Anda. Kemudian, kurangi
jumlah aset dengan jumlah hutang Anda. Dengan begitu, Anda dapat memroyeksikan
keberlangsungan usaha Anda.
SIMPULAN
Kejadian pandemic Covid-19 yang merupakan bencana non alam menjadi salah satu
faktor dari lingkungan luar yang memberikan dampak penurunan aktivitas pada bisnis
konvensional (offline), namun bisa mengungkit kegiatan bisnis yang berbasis platform
online. Efektivitas bisnis offline pada masa pandemi Covid-19 mengalami beberapa
masalah mulai dari penurunan omset hingga hampir mengalami kerugian. Akan tetapi,
sebagian besar dari pemilik bisnis dapat mengatasi masalah tersebut. Mereka bekerja
sama dengan perusahaan angkutan online Grab dan Gojek dalam layanan pesan antar
makanan/minuman. Pemilik bisnis juga mulai menjual produk makanannya dalam bentuk
frozen food, sehingga mereka bisa memasarkan produknya hingga ke luar kota karena
frozen food biasanya dapat bertahan hingga 3 hari. Selain itu, banyak dari mereka yang
mulai berpindah ke bisnis yang berbasis online, karena menurut mereka bisnis online lah
yang lebih efektif pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Taufik, Prasilowati, S., L. 2019. “Terror Management, Economic Growth and Islamic Perspective
toward the World Peace”, Proceedings 3rd Indonesia International Defence Science Seminar
2019. Volume 5. Pages 74-82. ISBN 978-602-5808-52-4. Indonesia Defense University.
Ying Liu, Albert A. Gayle, Annelies WilderSmith, and Joacim Rocklöv. 2020. “The reproductive
number of COVID19 is higher compared to SARS coronavirus”. Journal of Travel Medicine.
Zunyou Wu, Jennifer M. McGoogan. 2020. “Characteristics of and Important Lessons From the
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China”.
Taufik, T., & Ayuningtyas, E. A. (2020). Dampak Pandemi Covid 19 Terhadap Bisnis Dan Eksistensi
Platform Online. Jurnal Pengembangan Wiraswasta, 22(01), 21.
Veronica, V., & Koto, S. K. (2020). Pengaruh Faktor Anteseden Motivasi, Disiplin, Dan
Kesejahteraan Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Pengembangan Wiraswasta, 22(01), 57.
Amri, A. (2020). Dampak Covid-19 Terhadap UMKM di Indonesia. Jurnal Brand, 2(1), 147–153.
https://www.academia.edu/42672824/Dampak_Covid-19_Terhadap_UMKM_di_Indonesia
https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/083129823/who-resmi-sebut-virus-corona-
covid-19-sebagai-pandemi-global?page=all
https://travel.detik.com/travel-news/d-5083089/daftar-negara-yang-terjangkit-virus-corona-
terbaru-ini-jumlah-kasusnya
https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/20/132308820/berubahnya-bisnis-kuliner-di-
masa-pandemi-covid-19?page=all
https://industri.kontan.co.id/news/bikin-takjub-transaksi-e-commerce-bisa-tumbuh-lebih-200-
ke-rp-429-triliun