Anda di halaman 1dari 11

CASE METHOD

“SOLUSI DARI PERUBAHAN PERILAKU KONSUMEN PADA SAAT


COVID – 19”
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan Masalah....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

2.1 Solusi, Ide, dan Gagasan......................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................

3.2 Saran.....................................................................................................................

DAFTAR PUSAKA..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


COVID-19 mengakibatkan berbagai sektor usaha khusunya UMKM menghadapi
tantangan dan ketidakpastian yang jauh lebih besar dari sebelumnya, sehingga perlu
membangun kemampuan beradaptasi yang lebih besar melalui proses digitalisasi. Pembuatan
skenario dengan digitalisasi khusunya dibidang perdagangan yang disertakan dalam
pembelajaran dapat memberikan cara yang lebih efektif apakah mereka memiliki kemampuan
yang dapat beradaptasi dan dinamis. Pengalaman ini dapat digunakan untuk mengatasi
masalah jangka panjang di masa depan yang mungkin timbul dari lingkungan secara lebih
efektif dan krisis keberlanjutan social. Tentunya hal ini dapat diatasi dengan melakukan
digitalisasi perubahan cara berdagang dari bertemunya penjual dan pembeli mejadi transaksi
digital atau e-commerce (Bai et al., 2021).
Di seluruh dunia, masyarakat masih berusaha beradaptasi dengan kondisi yang
memaksakan setiap individu untuk selalu mengikuti protokol kesehatan, dengan Indonesia
sendiri menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang bertujuan untuk
mencegah Penyebaran COVID-19 yang diatur dalam PP Nomor 21 tahun 2020
(kemenkopmk.go. id, 2020). Sehingga munculnya perubahan perilaku konsumen yang
mendorong perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Pembatasan kegiatan
masyarakat yang diatur oleh pemerintah untuk meminimalisir kegiatan eksternal
menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan sendiri
dengan berbelanja online di e-commerce (Fadillaha & Subchan, 2021).
Kebijakan pembatasan pandemi COVID-19 dan bencana sosial memaksa sebagian
besar perusahaan mengubah model bisnisnya dengan sistem penjualan yang semula dilakukan
secara langsung menjadi sistem penjualan yang dilakukan secara online. Perubahan strategi
penjualan tersebut dikarenakan tentunya penjual tidak ingin kehilangan konsumen atau
bahkan terburuknya harus kehilangan usaha akibat adanya bencana COVID-19 dan
pembatasan sosial. Perubahan perilaku yang dilakukan oleh penjual tentunya dipengaruhi
oleh perubahan perilaku yang terjadi pada konsumen. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh
terhadap peningkatan penjualan bisnis e-commerce bagi para pelaku bisnis e-commerce.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana solusi dari perubahan perilaku konsumen pada saat COVID-19 ?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah dan untuk memenuhi
tugas wajib pada mata kuliah Perilaku Konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Solusi, Ide dan Gagasan


Empat perubahan perilaku konsumen yang terjadi saat ini dan cara menghadapinya:
1. Konsumen cenderung fokus pada harga
Menurut McKinsey, ketika berada di tengah krisis, konsumen cenderung
mengutamakan harga yang lebuh murah. Dalam situasi normal, konsumen biasanya
mengmenghadapi nilai ketimbang harga. Namun disaat krisis, konsumen memerlukan alasan
yang kuat untuk membeli sesuatu dengan harga yang tinggi.
Cara menghadapinya:
Kecenderungan konsumen untuk memilih harga yang lebih murah ini perlu menjadi
perhatian penjual produk branded atau yang harganya mahal. Saat ini, mengadakan diskon
menjadi sebuah keharusan bila merek lebih dari pada merek lain. Cara lain yakni dengan
meningkatkan kualitas atau menawarkan added value. Menawarkan product Bundle juga
dapat membantu ketertaikan untuk memilih produk.
2. Pola belanja konsumen terpusat pada jenis produk tertentu
Sememnjak kemunculan covid-19, terutama adanya social distancing diberlakukan,
masyarakat cenderung membeli kebutuhan pokok dan apapun yang kebutuhan diumah
mereka, beberapa produk yang saat ini menjadi proritas konsuken yakni bahan-bahan
makanan (khususnya yang tahan lama) dan suplai medis (termasuk masker dan hand
sanitize). Namun kebutuhan sekunder seperti alat-alat umah tangga juga masih banyak dicari.
Cara menghadapinya:
Penjual barang-barang non-pime sebaiknya mempertimbangkan untuk menyatakan
kebutuhan pokok kedalam daftar produk yang mereka jual. Dan apabila ini sulit dilakukan,
maka diskon dan penambahan perlu dilakukan untuk mengubah keputusan pembeli
konsumen. Restoran, kafe, dan rumah makan harus fokus pada layanan take away dan
delivey. Bisnis airline dapat beralih menyediakan jasa ekspedisi, sementara perhotelan bisa
melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan bisnis restoran.
3. Konsumen dari berbagai generasi memilih belanja online
Semenjak covid-19, gerai retail sudah mulai sepi pengunjung. Dan setelah PSBB
diberlakukan, etail terpaksa harus menutup gerainya di berbagai pusat perbelanjaan untuk
smentara waktu. Daya beli masyarakat mungkin mulai menurun, tetapi bukan berarti produk-
produk etail seperti pakaian kehilanagan permintaan.
Cara menghadapinya:
Etail dapat tetap bertahan dengan menjual produknya secara online. Buat situs e-
commerce dan tingkat kehadiran di media sosial. Fokus pada marketing dan dilakukan
tetargeting untuk meningkatkan pembelian berulang. Retailer juga perlu memperluas target
audiennya, misalnya yang awalnya hanya menargetkan generasi Y dan Z, sekarang juga bisa
menargetkan generasi X (karena saat ini semua orang beralih ke belanja online, tak peduli
berapapun usianya).
4. Konsumen berbelanja secara kolektif
Salah satu trend yang kembali muncul akibat dari pandemi COVID 19 adalah group
buying. Istilah ini merujuk pada daya beli konsumen untuk membeli produk secara kolektif
demi mendapatkan diskon. Konsumen lebih memilih untuk membeli produk dengan harga
yang lebuh murah namun dalam jumlah banyak. (Rumondang et al., 2020).
Berikut juga perubahan konsumen pada saat covid dan solusinya :
1. Konsumen berfokus pada nilai
Konsumen hanya melakukan konsumsi barang dan jasa pada saat barang dan jasa itu
benar benar dibutuhkan bukan diinginkan. Pada saat mengkonsumsi barang dan jasa yang
benar benar sesuai kebutuhan konsumen pun akan fokus pada substansi manfaat barang dan
jasa yang dikonsumsi, artinya konsumen tidak lagi membutuhkan manfaat tambahan yang
tidak penting.
Solusi :
Pelaku UMKM perlu menata ulang konsep bisnisnya dengan mengikuti apa yang di
inginkan konsumen, tentu dengan cara membuat konsep bisnis yang fokus pada nilai manfaat
produk dengan meminimalkan asesories produk dan service yang menimbulkan biaya tinggi,
ini tentu akan memangkas biaya produksi yang tidak substantive sehingga harga jual produk
menjadi lebih murah, memproduksi barang dan jasa dengan harga lebih murah akan
mendorong konsumen melakukan konsumsi lebih banyak.

2. Melakukan pembelian online


Aktifitas masyarakat dibatasi, sementara kebutuhan masyarakat tetap terus berjalan
dan harus di penuhi, maka pembelian on line sering dilakukan oleh masyarakat untuk
memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. Merujuk Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19
dari Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 9 dari 10 responden mengaku bahwa aktivitas
belanja online mereka meningkat selama pandemic Covid-19. Selain dapat menghindari
kerumunan, berbelanja online juga dapat meminimalisasi transaksi secara tunai.
Solusi :
Pelaku UMKM di era milenial sekarang ini harus melakukan penambahan jalur
pemasaran hasil produksinya dari pemasaran hanya pemasaran konvensional dipadukan
dengan pemasaran online. Pelaku UMKM bisa memilih platform e-commerce yang yang
sesuai dengan karekteristik produk yang dihasilkan, agar memberikan jangkauan pasar yang
lebih luas, baik kalangan milenial dan pasar kalangan yang lebih tua sesuai dengan
segmentasi pasar yang diingikan. Pemasaran online dengan media sosial juga menjadi trend
yang sangat bagus sekarang ini, hendaknya pelaku UMKM juga menjadikan media sosial ini
sebagai prioritas pemasaranya, dengan media sosial ini komunikasi dan pelayanan personal
bisa lebih intensif dilakukan.

3. Membeli produk/ layanan yang sehat berbasis green product


Pandemi covid-19 juga memberikan efek semakin sadarnya masyarakat terhadap
aktifitas yang sehat, termasuk dalam mengkonsumsi barang dan jasa sehat. Kunci dari
penjualan barang dan jasa sehat ini adalah adanya jaminan dari pelaku UMKM bahwa pada
saat mengkonsumsi barang dan jasa yang diinginkan harus ada perlakuan pencegahan
penyebaran covid-19.
Solusi :
Panduan protokol kesehatan harus tampak terlihat dengan jelas di setiap tempat
dimana transaksi barang dan jasa itu akan terjadi. Pelaku UMKM sebaiknya menciptkan
produk produk dengan konsep hijau dan minim bahan kimia, sehingga konsumen tetap
mengkonsumsi barang dan jasa yang sehat. Maka pelaku UMKM perlu menciptakan barang
dan jasa berbasis produk sehat bagi konsumen dan lingkungan.
Solusi dengan adanya e-commerce :
 e-commerce bagi pelaku bisnis
a. Menjadi salah satu solusi mengatasi dampak dari pandemi Covid-19. E-commerce
menjadi solusi bagi pebisnis offline untuk terus meningkatkan penjualan dan pendapatan
tanpa harus melanggar protokol kesehatan. Banyak usaha kecil, mikro, dan menengah
(UMKM) yang beralih ke e-commerce dengan berjualan online pertama kalinya.
Meskipun demikian, cara ini efektif meningkatkan penjualan dari sebelumnya.
b. Banyak investor asing yang tertarik untuk berinvestasi di perusahaan e-commerce
sehingga pelaku usaha dapat meningkatkan skala bisnisnya. E-commerce dinilai
memiliki prospek yang bagus di masa mendatang. Berdasarkan laporan yang dirilis oleh
McKinsey bertajuk Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity, perekonomian digital
diprediksi akan mampu meningkatkan perekonomian nasional hingga 150 miliar dolar
AS di tahun 2025. Begitu pula Ipsos Indonesia sebagaimana dilansir dari Marketeers,
yang memprediksi bahwa Indonesia berpotensi menjadi pemain besar dalam ranah e-
commerce di Asia bahkan di dunia Investor tertarik untuk berinvestasi ke e-commerce di
Indonesia karena didukung oleh beberapa faktor seperti sarana dan prasarana, internet,
logistik, dan regulasi.
c. Meningkatkan pemahaman bagi para pelaku bisnis tentang tren dan perilaku pasar.
Pesatnya pertumbuhan e-commerce, membuat setiap bisnis dan brand berlomba-lomba
untuk meningkatkan online presence dan mendorong penjualan mereka dengan masuk ke
berbagai platform penjualan online. Untuk bisa bersaing dengan brand-brand lainnya,
pebisnis harus bisa memahami tren dan perilaku pasar. Hal ini dapat membantu pelaku
bisnis mengelola bisnis, mengembangkan produk, serta memaksimalkan penjualan
mereka (www.sirclo.com, Agustus 2020).
d. Pelaku bisnis dituntut untuk bisa beradaptasi dengan cepat agar bisa menjaga
kelangsungan usaha. Salah satu yang bisa dilakukan para pelaku usaha diantaranya
dengan masuk ke berbagai platform penjualan yang tepat dan dengan berjualan di official
store marketplace. Adanya wabah Covid-19 membuat para pelaku usaha juga beralih
menjual komoditi kesehatan, farmasi dan bahan pangan sebagai cara mereka untuk
beradaptasi dalam memenuhi permintaan pasar.
e. Dapat meningkatkan jangkauan pemasaran Dengan e-commerce, pelaku usaha dapat
memperluas market hingga ke luar daerah dan dengan demikian, produk yang dimiliki
akan dikenal oleh lebih banyak calon pelanggan potensial. Bila jangkauan meningkat,
maka potensi penjualan juga akan meningkat.
f. Semakin mudah mengevaluasi dan mengukur efektivitas penjualan, peningkatan
transaksi, dan lain sebagainya untuk dijadikan referensi dalam mengambil keputusan
strategis.
 e-commerce bagi konsumen
a. Lebih aman melakukan transaksi karena dilakukan tanpa kontak fisik dan tetap
mematuhi peraturan pemerintah tentang protokol kesehatan.
Pelanggan tidak perlu keluar rumah dan mendatangi pusat perbelanjaan untuk melakukan
pembelian barang dan jasa seperti transaksi tradisional sebelumnya. Hal ini sebagai
upaya physical dan social distancing dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19.
b. Transaksi melalui e-commerce secara online memiliki manfaat lain seperti lebih
efisien tenaga, waktu, serta transportasi.
c. E-commerce memudahkan konsumen untuk leluasa memilih produk barang dan jasa
hanya melalui smartphone dan internet. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya
transportasi untuk mendatangi pusat perbelanjaan, dan saat ini banyak marketplace yang
didukung dengan program gratis ongkir sehingga tidak perlu membayar ongkos kirim. E-
commerce juga menghemat waktu dan tenaga buyer karena tidak harus berdesak-desakan
seperti saat berbelanja ke pasar atau pusat perbelanjaan lainnya. Harga juga telah
dicantumkan oleh pelaku bisnis online sehingga konsumen bisa melakukan perbandingan
harga untuk bisa mendapatkan harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama.
d. Kenyamanan saat bertransaksi
karena sistem self-serve yang membuat proses pembelian makin cepat karena pelanggan
bisa mengontrol transaksi, mengakses riwayat pembelian, point reward, metode
pembayaran, dan lainnya secara sendiri.
e. Teknologi terus dikembangkan untuk melayani konsumen
Dikutip dari Nielsen, peran teknologi akan terus berkembang untuk memenuhi
kebutuhan ecommerce. Masyarakat semakin terbantu dengan teknologi, baik untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berbelanja online, ataupun mendapatkan
informasi terkait Covid-19. Selama pandemi, customers semakin mengandalkan layanan
dan jasa e-commerce. Pengusaha ritel pun semakin mengadopsi teknologi untuk
memenuhi kebutuhan customer, bahkan setelah pandemi berakhir (www.sirclo.com,
Maret 2020).
f. Work from home menjadi lumrah
Salah satu faktor yang membuat bisnis online berjaya di era pandemi Covid-19 adalah
aktivitas bekerja, belajar dan beribadah dari rumah atau dikenal sebagai Work from
Home (WFH) yang dijalankan semua orang dalam rangka menghindari penyebaran virus
Corona. Kemungkinan ke depannya WFH akan menjadi model bisnis yang menarik
untuk diteruskan sehingga akan ada berbagai penyesuaian dari pola kerja perusahaan
(Sudaryono dkk, 2020)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pandemi Covid-19 terbukti memang mengubah perilaku konsumen dari segi offline
dan online. Kombinasi dari himbauan tinggal di rumah, PSBB, dan ketakutan risiko tertular
virus corona telah membuat migrasi perilaku konsumen dari cara offline (konvensional) ke
online.

Namun demikian para pebisnis tidak perlu terlalu risau. Pasalnya, produk yang
ditinggalkan konsumen selama pandemi tidak selamanya permanen. Bahkan, pembeli yang
sempat merasakan cara online, separuhnya menginginkan kembali ke cara offline karena
adanya pengalamanan offline yang tidak bisa digantikan oleh online. Memang, selama
pendemi ini produk-produk yang terkait dengan interaksi manusia, baik itu interaksi dengan
karyawan atau dengan sesama pelanggan paling terkena dampaknya. Di sinilah dibutuhkan
ide kreatif untuk bermigrasi dari offline ke online sehingga menurunkan interaksi tersebut.

3.2 Saran

Sebaiknya para pelaku bisnis harus bisa menciptakan inovasi dan kreasi dalam
menghadapi konsumen di saat pandemi sehingga produk yg mreka buat tetap bisa laku dan
terjual dipasaran.
DAFTAR PUSAKA

Anda mungkin juga menyukai