Anda di halaman 1dari 5

Dampak COVID-19 terhadap Perusahaan di Indonesia

Virus COVID-19 yang masuk ke Indonesia pada bulan Maret 2020 berimbas pada perekonomian
Indonesia yang menjadi terganggu. Sektor industri yang terkena dampak dari pandemi ini adalah
pariwisata, ritel, dan manufaktur. Sektor UMKM juga diketahui telah terkena dampak dari kejadian
ini. Supaya bisa terus bertahan, mereka melakukan beberapa kebijakan baru. Beberapa dampak
COVID-19 terhadap perusahaan di Indonesia telah Triasse ketahui.

Terdapat 7 dampak COVID-19 terhadap perusahaan di Indonesia yang ditemukan oleh Triasse dari
berbagai sumber. Dampak-dampak yang dimaksud mulai dari penerapan PHK, pengurangan
rekrutmen, outsourcing lebih dipilih, pekerja multitasking diprioritaskan, banyak perusahaan tutup
permanen, hanya perusahaan teknologi yang berkembang, dan jalannya perusahaan menjadi
terganggu.

Di bawah ini merupakan penjelasan mengenai ketujuh dampak yang telah disebutkan.

Lapangan Usaha Menerapkan PHK

Dampak COVID-19 terhadap perusahaan di Indonesia di antaranya, seperti pengurangan tenaga


kerja hingga penundaan tenaga kerja baru. Mereka mengambil langkah ini supaya bisa terus
bertahan di masa yang sulit ini. Kementerian ketenagakerjaan sudah mencatat sampai tanggal 1 Mei
2020 kalau ada sekitar 375 ribu pegawai yang terkena kebijakan PHK pada sektor formal.

Selain itu juga, ada 1 juta pegawai yang dirumahkan karena pandemi ini. Pada sektor informal,
sebanyak 314 ribu pegawai terkena imbas dari pandemi ini. Jadi jumlah pegawai yang terkena
dampak adanya COVID-19 adalah 1,7 juta orang. Data tersebut didapatkan dari sumber yang
terpercaya dan jelas, juga dilengkapi dengan nama sampai NIK. Ada juga sekitar 1,2 juta pekerja
lainnya yang masih dalam tahap verifikasi dan validasi.

Jika semuanya ditotalkan, maka jumlahnya akan mencapai 3 juta pegawai. Data tersebut
menunjukkan kalau perusahan akan melakukan berbagai cara agar usaha mereka terus berjalan
dengan baik. Kemnaker mengatakan kalau PHK dan peniadaan lembur sampai pengurangan jam
kerja perlu dilakukan.

Perusahaan Skala Kecil dan Menengah Kurangi Rekrutmen

Ada penemuan menarik yang didapatkan setelah diberlakukannya social distancing dan work from
home pada pekerja. Penemuan tersebut dirilis oleh Mekari menggunakan produknya yang bernama
Talenta. Jadi, dampak COVID-19 terhadap perusahaan di Indonesia yang ditemukan Mekari adalah
fakta bahwa ada banyak perusahaan yang memilih untuk melakukan penundaan rekrutmen hingga
waktu yang tidak ditentukan demi menjaga keberlangsungan perusahaan.
Data tersebut didapatkan dari perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Talenta. Penundaan
rekrutmen yang dilakukan oleh perusahaan sampai hingga angka 26,52%. Talenta menunjukkan
kalau ada sekitar 580 perusahaan yang melakukan rekrutmen sebelum pandemi terjadi tapi sekarang
hanya tersisa sekitar 410 perusahaan saja.

Sekitar 64% perusahaan yang melakukan perekrutan karyawan baru juga mengurangi jumlah
karyawan yang mau mereka angkat jadi pegawai. Jadi sebelum pandemi terjadi, sekitar 25%
perusahaan merekrut jumlah pegawai baru yang cukup banyak. Sedangkan sekarang hanya 11%
perusahaan yang masih merekrut dengan jumlah yang sama atau lainnya mengurangi jumlah orang.

Namun, mayoritas perusahaan memilih untuk mengurangi jumlah perekrutan. Sebelum pandemi
ada, jumlah median orang yang direkrut oleh perusahaan dalam masa satu bulan adalah 7 orang.
Namun sekarang hanya 2 orang yang direkrut perusahaan tiap bulannya.

Data ini mengartikan kalau banyak perusahaan yang memang masih membuka perekrutan pegawai
tapi jumlahnya terbilang sedikit karena ingin menjaga perusahaan akan bisa berjalan. Langkah ini
dilihat sebagai strategi yang cukup baik, mengingat mereka masih perlu berusaha untuk tetap
berjalan setelah pandemi telah usai.

Perusahaan Hanya Rekrut Pekerja Produktivitas Tinggi & Multitasking

Dampak COVID-19 terhadap perusahaan di Indonesia lainnya, seperti mayoritas perusahaan hanya
akan merekrut pekerja yang memiliki produktivitas tinggi juga mampu melakukan beberapa
pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Sebetulnya sebelum pandemi terjadi sekalipun, hal ini juga
sudah diminta oleh perekrut. Namun setelah adanya pandemi, hal ini menjadi lebih dibutuhkan lagi.

Pandemi ini dikatakan bisa menjadi peluang bagi pengusaha untuk berpindah haluan dari padat
karya menjadi padat modal. Hal ini juga perlu dilakukan jika pandemi seperti ini terjadi lagi semua
pengusaha bisa siap menghadapinya.

Pelaku Usaha Lebih Memilih Outsourcing

Dampak COVID-19 terhadap perusahaan di Indonesia berikutnya adalah mengenai sistem


outsourcing dan pekerja kontrak yang akan lebih banyak diminati oleh pelaku usaha karena
fleksibilitasnya dalam hubungan ketenagakerjaan.

Fleksibilitas ini dilihat sebagai keuntungan karena dunia usaha yang saat ini sangat dinamis. Namun
hal ini juga perlu diimbangi dengan perlindungan tenaga kerja yang bisa menguntungkan kedua
belah pihak.
Hanya Perusahaan dengan Teknologi Masih Bisa Berkembang

Untuk saat ini, mayoritas pekerjaan lebih condong ke arah teknologi. Karena hal ini pula, diharapkan
bagi banyak orang untuk lebih mahir dalam penggunaan teknologi. Banyak perusahaan yang sudah
mengadopsi teknologi sebagai bagian dari perusahaannya akibat work from home yang
diberlakukan.

Perpindahan dari padat karya menjadi padat modal juga perlu diimbangi dengan kemampuan
teknologi yang mumpuni supaya usaha bisa terus berkembang. Jadi, dampak COVID-19 terhadap
perusahaan di Indonesia memperlihatkan bahwa hanya perusahaan yang selaras dengan teknologi
yang masih bisa berkembang pada saat ini hingga nanti pasca pandemi.

Perusahaan Banyak yang Tutup Permanen

Dampak COVID-19 terhadap perusahaan di Indonesia yang paling dihindari adalah tutup permanen.
Walaupun pekerja mendapat banyak kerugian dari adanya pandemi ini. Perusahaan juga merasakan
kerugian yang cukup besar hingga mereka perlu gulung tikar. Beberapa perusahaan memperkirakan
kalau mereka hanya bisa bertahan untuk beberapa bulan lagi saja.

Dilihat dari akibat ini, perusahaan mendapat kerugian yang lebih besar dibanding dengan pekerja.
Ketua Aspindo mengatakan kalau banyak perusahaan yang hanya bisa bertahan hingga Juli 2020.
Apalagi dengan penyebaran virus corona yang terlihat belum mengalami penurunan. Dilihat kalau
WFH terus berjalan maka perusahaan akan lebih sulit lagi untuk terus bertahan.

Jalannya Perusahaan Terganggu

Jalannya perusahaan, lebihnya lagi untuk perusahaan produksi pasti sangat terganggu. Karena
mereka tidak bisa melakukan produksi akibat dari karyawan yang tidak ada di tempat kerja.
Kurangnya bahan baku juga menjadi alasan selanjutnya karena banyak perusahaan yang
mengandalkan Cina sebagai sumber utama bahan baku mereka. Namun karena virus corona berasal
dari Cina, banyak pelabuhan yang ditutup sehingga mereka tidak bisa melakukan ekspor untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan-perusahaan tersebut.

Daya beli masyarakat Indonesia yang bisa dibilang rendah menjadi alasan selanjutnya dimana
perusahaan tidak bisa menaikkan harga. Beda halnya dengan perusahaan yang mengandalkan
teknologi, meski karyawan bekerja dari rumah, kegiatan perusahaan masih terus bisa berjalan.
Perusahaan produksi boleh mengeluh karena karyawan dirumahkan sehingga produksi perusahaan
mereka tidak bisa dilakukan.

Sumber: Dampak COVID-19 terhadap Perusahaan di Indonesia | Artikel Triasse


Kekhawatiran Lembaga Pembiayaan Terhadap Pengaruh Covid-19

Sejak COVID-19 dikonfirmasi oleh World Health Organization (WHO) sebagai sebuah pandemi,
semua negara dapat merasakan secara langsung dampak yang disebabkan oleh penyakit berbahaya
ini. Indonesia juga terpengaruh dengan keberadaan COVID-19. Kecemasan karena angka korban
yang terus meningkat, kebijakan pemerintah yang menghimbau rakyat untuk tetap di rumah, hingga
harga bahan baku yang terus meningkat akibat melemahnya nilai Rupiah.

Selain dampak yang dirasakan oleh masyarakat, COVID-19 juga mempengaruhi sektor bagian bisnis
dan industri tanah air. Karena himbauan work from home dari pemerintah, masyarakat disarankan
untuk tidak meninggalkan rumah kecuali untuk hal yang sangat penting dan darurat, seperti
berbelanja bahan makanan. Kebijakan ini tentunya akan menghambat siklus bisnis dan industri. Para
pedagang retail minim konsumen, buruh tidak bisa bekerja, dan beberapa usaha terpaksa tutup
untuk sementara.

Direktur Asosiasi PT Fitch Ratings Indonesia, Roy Purnomo juga mengatakan bahwa langkah
pencegahan penyebaran COVID-19 ini dapat merugikan konsumsi domestik. Lembaga pemeringkat
kredit tersebut juga menjelaskan bahwa dampak COVID-19 akan sangat dirasakan oleh perusahaan
pembiayaan. Dampak COVID-19 pada perusahaan pembiayaan dapat dirasakan oleh
konsumen/debitur, karyawan hingga ke operasional perusahaan itu sendiri.

Fitch mengatakan bahwa terdapat hambatan kualitas aset perusahaan pembiayaan bahkan sebelum
virus Corona mulai menyebar. Hambatan ini akan semakin parah jika pandemi ini terus berlangsung.

Hambatan Perusahaan Pembiayaan saat Pandemi COVID-19

Menurunnya Permintaan Konsumen dan Minat Pembelian Kendaraan

Salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan pembiayaan adalah permintaan
konsumen yang melemah sehingga dapat mempengaruhi minat pembelian kendaraan. Hal ini sangat
mempengaruhi perusahaan karena pembelian kendaraan merupakan salah satu sumber pembiayaan
utama bagi perusahaan pembiayaan. Jumlahnya mencapai 74% dari piutang industri pembiayaan
pada akhir 2019.

Menurunnya Kapasitas Pembayaran Debitur

Menurunnya kapasitas pembayaran dari debitur yang terpengaruh oleh COVID-19 juga akan
merugikan perusahaan pembiayaan. Untuk saat ini masalah tersebut dapat diatasi dengan kebijakan
relaksasi kredit dari Presiden Jokowi. Kebijakan ini juga didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional
sebagai Kebijakan Countercyclical.

Beban Tambahan Bagi Operasional Perusahaan

Kebijakan baru OJK membuat beban masyarakat lebih ringan, namun juga menambahkan beban
untuk bagian operasional perusahaan pembiayaan, terutama pada bagian penagihan kredit yang
pada umumnya masih dilakukan secara manual. Karena rekonstruksi juga berlaku untuk piutang
bermasalah, maka perusahaan mengandalkan kejujuran dan kesadaran diri debitur dikarenakan
adanya larangan bagi debt collector untuk melakukan penarikan unit.

Tertundanya Proses Rekrutmen

Pandemi COVID-19 juga mempengaruhi proses rekrutmen pada perusahaan pembiayaan karena
perintah work from home atau bekerja dari rumah membuat proses rekrutmen karyawan tidak bisa
berjalan dengan leluasa. Proses wawancara tidak bisa dilakukan secara tatap muka, dan kegiatan
training juga sulit untuk dilakukan. Selain itu, adanya kebijakan relaksasi kredit dan menurunnya
permintaan konsumen membuat proses rekrutmen bukan lagi prioritas utama di berbagai
perusahaan.

Dampak COVID-19 pada perusahaan pembiayaan ini tentu harus diminalisir demi menjaga kesehatan
perusahaan. Namun, melihat begitu luas dan besarnya dampak COVID-19 pada Republik Indonesia,
masyarakat hanya bisa menunggu kebijakan selanjutnya dari pemerintah. Masa pemulihan dari
pandemi Corona sulit diprediksi karena ketidakpastian akan tingkat keparahan dan penyebaran virus
tersebut, sehingga stabilitas ekonomi Indonesia juga terancam. Lalu dengan adanya ancaman PHK,
nilai rupiah yang semakin lemah dan kerugian besar bagi pengusaha, adakah solusi yang bisa
mencegah ekonomi Indonesia terus melemah? Apakah ekonomi Indonesia dapat bertahan hingga
masa pemulihan COVID-19? Apa kata para ahli sebagai solusi terbaik untuk memulihkan ekonomi
Indonesia?

Sumber: Dampak COVID-19 Terhadap Perusahaan Pembiayaan di Indonesia (sunedu.id)

Anda mungkin juga menyukai