Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

REKONSILIASI FISKAL BADAN USAHA

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu

Bapak Alif Faruqi F, S.Ak, M.Ak

Disusun Oleh : Kelompok 2

Nama Anggota :

1. M. Ramadan Sawung Jagad (2061201002885)


2. Sherly Rosidah Hani Noer J (2061201002924)
3. Moch. Dicky Ramadhan (2061201002876)
4. Misbachul Munir (2061201002870)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERDEKA PASURUAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling awal penyusun mengucapkan, selain puja dan puji syukur
atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ( TYME ) karena limpahan rahmat dan hidayahNya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Akuntansi Perpajakan ini tepat pada
waktunya dengan judul “Rekonsiliasi Fiskal” Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Akuntansi
Perpajakan, Bapak Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si.

Selesainya tugas Makalah ini, tidak lepas atas bantuan dari segenap pihak. Oleh
karena itu, Penyusun menghaturkan terima kasih di iringi do’a kepada Allah SWT, semoga
amal baktinya dapat diterima.

“ Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai “, begitulah peribahasa
yang sesuai dengan keadaan penyusun dalam menyelesaikan makalah yang sederhana ini.
Penyusun berusaha semaksimal mungkin menyerap makalah ini dan menwujudkannya,
namun keterbatasan Penyusun sehingga tidak dapat menyajikannya secara sempurna. Untuk
itu, Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat didalamnya.

Akhirnya, Penyusun mengharapkan dengan hadirnya makalah ini dapat bermanfaat


bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi khususnya tentang
Rekonsiliasi Fiskal. Semoga Tuhan senantiasa memberkahi dan merahmati segala aktivitas
keseharian kita dan menilainya sebagai amal ibadah disisi-Nya. Amin.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1

C. Tujuan Pembahasan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perbedaan laba fiscal dan laba komersial….……….............................................. 3

B. Koreksi positif dan negative……………………….............................................. 5

C. Perhitungan pph badan……………………………............................................... 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 9

B. Saran ............................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh WP karena terdapat perbedaan perhitungan,


khususnya laba mennurut akuntansi dengan laba menurut perpajakan. Laporan keuangan
komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari
sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.

Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan SAK,
sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan
perpajakan. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan
perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas.

Jika satu entitas (WP) harus menyusun 2 laporan keuangan yang berbeda maka
disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, uang juga akan terjadi tidak tercapainya
tujuan menghindari manipulasi pajak. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan
beberapa pendekatan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, yaitu :
- Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan keuangan
komersial. Artinya, meskipun laporan keuangan komersial atau bisnis disusun
berdasarkan prinsip akuntansi bisnis tetapi ketentuan pajak sangat dominan dalam
mendasari proses penyusunan laporan keuangan.
- Laporan keuangan fiskal ekstrakomtabel dengan laporan keuangan bisnis. Artinya,
laporan keuangan fiskal merupakan produk tambahan, diluar laporan keuangan bisnis.
- Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketetntuan-ketentuan pajak
dalam laporan keuangan bisnis. Artinya, pembukuan yang diselenggarakan perusahaan
didasarkan pada prinsip akuntansi bisnis, akan tetapi jika ada ketentuan perpajakan yang

1
tidak sesuai dengan prinsip akuntansi bisnis maka diprioritaskan adalah ketentuan
pajak.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan perbedaan laba fiscal dan laba komersial ?

2. Jelaskan koreksi positif dan negative ?

3. Jelaskan perhitungan Pph Badan ?

C. Tujuan Pembahasan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut:

1. Menjelaskan perbedaan laba fiscal dan laba komersial

2. Menjelaskan koreksi positif dan negative

3. Menjelaskan perhitungan pph badan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Laba Fiscal dan Laba Komersial

Laporan keuangan komersial disusun berdasarkan standar-standar yang telah


ditetapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang bersifat netral atau tidak memihak.

Laporan keuangan fiskal merupakan informasi akuntansi yang dibuat untuk


kepentingan perpajakan, penyajiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku beserta aturan pelaksanaannya. Laporan keuangan fiskal
adalah laporan yang dibuat untuk kepentingan perpajakan yang mengacu pada semua
peraturan perpajakan, Laporan keuangan fiskal mencakup:

 Neraca fiscal
 Perhitungan laba rugi dan perubahan laba ditahan
 Penjelasan laporan keuangan fiscal
 Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiscal
 Ikhtisar kewajiban pajak

Jika kita bandingkan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal
maka dapat kita ketahui beberapa hal terkait dengan perbedaannya, yaitu:

- Pendapatan atau Penghasilan

Konsep penghasilan menurut akuntansi dan perpajakan berbeda. Ini merupakan


hal yang wajar, mengingat tujuan dan pembuat kebijakan pada kedua laporan keuangan
tersebut juga berbeda. Pada akuntansi atau komersial, pendapatan (revenue) dan
penghasilan (income) adalah hal yang berbeda, tetapi keduanya masuk dalam laporan
keuangan, sedangkan di dalam akuntansi pajak atau fiskal pendapatan adalah
penghasilan.

3
Definisi pendapatan menurut IFRS dalam IAS 18, Pendapatan
atau revenue adalah arus masuk bruto atas manfaat ekonomi selama periode tertentu
yang timbul dari aktivitas biasa dari suatu perusahaan atau entitas di mana arus kas
masuk tersebut menghasilkan peningkatan ekuitas, selain dari  peningkatan yang terkait
kontribusi dari para pemilik modal.

Sedangkan, menurut UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak Penghasilan,


“penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh oleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia atau luar Indonesia yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama
serta dalam bentuk apapun.”

Selanjutnya pajak merinci penghasilan kedalam tiga kategori, yaitu; penghasilan


yang merupakan objek pajak, penghasilan yang dikenakan pajak final dan penghasilan
yang bukan merupakan objek pajak penghasilan. Atas perbedaan tersebut, maka
terjadilah perbedaan laba dalam akuntansi komersial dan akuntansi fiskal di mana pada
akuntansi fiskal terdapat penghasilan yang bukan merupakan objek pajak yang artinya
penghasilan tersebut tidak menyebabkan kenaikan laba fiskal.

- Beban atau Biaya

Sama halnya dengan konsep pendapatan yang berbeda antara akuntansi


komersial dan akuntansi fiskal, konsep beban pada kedua laporan ini juga berbeda.
Beban pada akuntansi komersial didefinisikan sebagai penurunan manfaat ekonomi
selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal (IAI, 2007:13). Beban pada akuntansi komersial
berbeda dengan biaya.

Perbedaanya terletak pada adanya man faat ekonomi di masa mendatang untuk
biaya. Pada akuntansi pajak beban didefinisikan sebagai biaya untuk menagih,
memperoleh, dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung
dengan perolehan penghasilan.

4
Akan tetapi, tidak semua biaya dapat diakui sebagai pengurang pada laporan
keuangan fiskal, meskipun biaya tersebut digunakan untuk operasional perusahaan. Hal
ini dikarenakan pada akuntansi fiskal biaya dikelompokan menjadi dua, yaitu biaya
yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense) dan biaya yang
tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense).

Adapun rincian biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok deductible dan non


deductible diatur oleh peraturan yang dibuat oleh pemerintah, perusahaan tidak dapat
mengklasifikasikannya sendiri. Perbedaan inilah yang membuat laba pada laporan
keuangan fiskal dan laporan keuangan komersial berbeda.

- Metode Perhitungan Persediaan

Metode perhitungan persediaan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK)


ada tiga, yaitu rumus biaya masuk pertama-keluar pertama ( First In First Out), rata-
rata tertimbang (Weigth Average Cost Method) dan masuk terakhir keluar pertama (Last
In First Out-LIFO) (SAK 14, 2017).

Namun, undang-undang pajak penghasilan Indonesia, perhitungan metode


persediaan hanya dibolehkan menggunakan dua metode, yaitu metode rata-rata atau
dengan metode FIFO. Metode LIFO tidak diperbolehkan pada akuntansi fiskal hal ini
dikarenakan perhitungan dengan metode LIFO membuat nilai pajak terutang menjadi
lebih kecil.

- Metode Penyusutan

Akuntansi menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun


penentuan umur tersebut tidak terlepas dari tafsiran judgement. Akuntansi komersial
memiliki beberapa metode penyusutan yaitu:

 Metode garis lurus atau straight line method yang menghasilkan pembebanan


yang tetap selama umur manfaat aset jika dinilai residunya tidak berubah.

5
 Metode Saldo Menurun atau diminishing balance method yang menghasilkan
pembebanan menurun selama umur manfaat aset.
 Metode Jumlah Unit atau sum of the unit method yang menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset (IAI,2007).

Sedangkan pada akuntansi fiskal dengan merujuk ketentuan perpajakan hanya


menetapkan dua metode penyusutan yang harus dilaksanakan wajib pajak berdasarkan
pasal UU No. 36 tahun 2008 pasal 11 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan
metode garis lurus dan metode saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten,
kemudian aktiva (harta berwujud) dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa
manfaat. Adapun rinciannya tertuang pada peraturan menteri keuangan No.
96/PMK.03/2009.

B. Koreksi Positif dan Negative

a. Koreksi Positif

Intinya, tujuan dari koreksi positif adalah menambah laba komersil atau laba
Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Jadi, koreksi positif akan menambahkan pendapatan dan
mengurangi atau mengeluarkan biaya-biaya yang sekiranya harus diakui secara fiskal.
Secara rinci, penyebab dari koreksi positif menurut Ortax.org adalah:

1. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.

2. Dana cadangan.

3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura atau kenikmatan.

4. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

5. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.

6
6. Pajak penghasilan.

7. Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.

8. Sanksi administrasi.

9. Selisih penyusutan/amortisasi komersial di atas penyusutan/amortisasi fiskal.

10. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh
Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

11. Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di
atas.

b. Koreksi Negatif

Sebaliknya, tujuan dari koreksi negatif adalah mengurangi laba komersil atau laba
PhKP. Hal ini disebabkan oleh pendapatan komersil yang lebih tinggi daripada pendapatan
fiskal dan biaya-biaya komersil yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal. Penyebab dari
adanya koreksi negatif sendiri adalah.

1. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
tetapi termasuk dalam peredaran usaha.

2. Selisih penyusutan/amortisasi komersial komersial di bawah penyusutan/amortisasi


fiskal.

3. Penyesuaian fiskal negatif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di
atas.

C. Perhitungan Pph Badan

 Cara Menghitung PPh Badan

Sebagai subjek pajak dalam negeri, badan memiliki kewajiban untuk membayar pajak
sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Kewajiban tersebut akan berakhir

7
ketika badan dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia. Untuk menghitung
pajak yang dikenakan pada badan atas penghasilan yang didapatkan, berikut mekanisme
yang umum digunakan.

 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

Untuk mendapatkan nominal penghasilan kena pajak badan, kurangi penghasilan neto
fiskal dengan kompensasi kerugian fiskal. Apa itu penghasila neto fiskal? Penghasilan neto
fiskal adalah penghasilan neto yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri, baik dari
kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati penyesuaian fiskal yang berdasarkan
ketentuan perpajakan.

Sementara itu, kompensasi neto fiskal adalah kerugian yang dialami badan. Apabila
menggunakan pembukuan, kerugian tersebut dapat dikompensasi selama lima tahun secara
berturut-turut. Nah, hasil dari pengurangan penghasilan neto fiskal dan kompensasi
kerugian fiskal tersebut adalah besaran penghasilan kena pajak yang dimaksud.

 Penghitungan PPh Terutang

Untuk mendapatkan nominal PPh terutang atau Pajak Penghasilan yang dibayarkan,
wajib pajak dapat mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%. Besar tarif ini mulai berlaku pada
tahun pajak 2010.

Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada wajib pajak badan dalam negeri dengan
ketentuan sebagai berikut:

1.Berbentuk perseroan terbuka.

2.Memiliki sedikitnya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di
bursa efek Indonesia.

8
3.Tarif yang dikenakan sebesar 5% lebih rendah daripada tarif normal.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka cara menghitung tarif PPh badan adalah sebagai
berikut:

Apabila suatu badan memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak senilai Rp1.000.000.000,
maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah 25% x Rp1.000.000.000 =
Rp250.000.000.

Sementara itu, penghasilan yang dipotong dengan Pajak Penghasilan yang bersifat final,
tidak termasuk dalam ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam aturan tersendiri
berdasarkan Peraturan Pemerintah.

 Ketentuan Lain Mengenai PPh Badan


Selain mekanisme penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan penghitungan PPh
terutang, ada pula hal lain yang perlu dipahami sebelum PPh badan. Salah satunya,
mengetahui maksud peredaran bruto dan kepentingannya dalam penghitungan PPh Badan.
Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun
badan.

Catatan mengenai peredaran bruto dapat diketahui melalui pembukuan yang


dilaksanakan oleh badan dalam satu tahun. Apabila wajib pajak memilih untuk tidak
melakukan pembukuan, maka PKP akan dihitung berdasarkan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto. Sebaliknya, jika Wajib Pajak melakukan pembukuan yang benar,
penghitungan PKP dilakukan berdasarkan catatan yang tertulis di pembukuan.

Dalam hal menghitung penghasilan neto fiskal untuk PKP, jumlah peredaran bruto
dapat dikurangi oleh biaya-biaya yang terpakai. Norma Penghitungan Penghasilan Neto
yang dimaksud dapat dilihat dalam pasal 14 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh.
Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, Norma Penghitungan Penghasilan Neto
dibagi dalam 2 jenis berdasarkan jumlah peredaran bruto, yaitu:

1. Peredaran Bruto sampai dengan 50 miliar rupiah

9
Wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto hingga Rp50 miliar
akan mendapatkan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang berlaku pada Pasal 17 UU
No. 36 Tahun 2008. Tarif ini dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto
yang berjumlah Rp4,8 miliar.

Jadi, penghitungan PPh Badan yang terutang dengan peredaran bruto kurang dari Rp50
miliar adalah:

o Peredaran bruto kurang atau sama dengan Rp4,8 miliar adalah 50% x 25% x
penghasilan kena pajak.
o Peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar adalah [(50% x25%) x
penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas] + [25% x  penghasilan kena pajak
tidak memperoleh fasilitas].

2. Peredaran Bruto di atas Rp50 miliar

PPh badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan dihitung
berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif.

Jadi, besar PPh badan tetap 25% dikalikan penghasilan kena pajak.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh WP karena terdapat perbedaan perhitungan,


khususnya laba mennurut akuntansi dengan laba menurut perpajakan. Laporan
keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan
finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk
menghitung pajak.

Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan


SAK, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan
peraturan perpajakan. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut
mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas.

B. Saran

Dalam mengikuti proses pembelajaran Akuntansi Perpajakan, harus


di perhatikan dengan baik seperti perbedaan laba fiscal dan laba komersial, koreksi
positif dan negative, perhitungan pph badan dan jurnal perhitungan pph badan. Apabila
dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.jurnal.id/id/blog/perbedaan-laporan-keuangan-fiskal-dan-komersial/
2. https://www.jurnal.id/id/blog/2018-pahami-koreksi-positif-dan-negatif-dalam-rekonsiliasi-
atau-koreksi-fiskal-laporan-keuangan-anda/
3. https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/tarif-pph-badan#:~:text=Berdasarkan
%20ketentuan%20tersebut%2C%20maka%20cara,.000%20%3D%20Rp250.000.000.

12

Anda mungkin juga menyukai