Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MENYUSUN LAPORAN REKONSILIASI FISKAL

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si.

DISUSUN OLEH:

Ega Euglina Sipayung

( C0C019005 )

AKUNTANSI DIPLOMA III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Rekonsiliasi Fiskal”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Akuntansi Perpajakan. Harapan
kami semoga makalah ini dapat bermanfaat serta membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh sebab
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini.

Jambi, 28 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................3

1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................4

2.1 Perbedaan Laba Fiskal dan Laba Komersial ................................................4

2.2 Koreksi Positif dan Negative .......................................................................7

2.3 Perhitungan Pph Badan ................................................................................9

BAB III PENUTUP ...............................................................................................12

3.1 Kesimpulan ................................................................................................12

3.2 Kritik dan Saran .........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam membuat laporan keuangan ada beberapa perbedaaan pengakuan


pendapatan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Ketentuan
perpajakan menghasilkan jumlah angka yang berbeda antara laba komersial dan
laba fiskal. Perbedaan inilah yang menyebabkan perlunya dilakuan Rekonsiliasi
Fiskal, yaitu suatu mekanisme untuk menyesuaikan laporan keuangan komersial
perusahaan menjadi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Rekonsiliasi fiskal yang tujuannya adalah agar laporan keuangan


komersial sebelum datanya dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh terlebih dahulu
disesuaikan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Rekonsiliasi fiskal perlu
dilakukan karena terdapat beberapa perbedaan perlakuan baik itu mengenai
pengakuan penghasilan maupun mengenai biaya atau beban.

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh WP karena terdapat perbedaan


perhitungan, khususnya laba mennurut akuntansi dengan laba menurut
perpajakan. Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai
kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan
keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.

Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun


berdasarkan SAK, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun
berdasarkan peraturan perpajakan. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan
keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas.

Jika satu entitas (WP) harus menyusun 2 laporan keuangan yang berbeda
maka disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, uang juga akan terjadi tidak
tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Untuk mengatasi masalah
tersebut digunakan beberapa pendekatan dalam penyusunan laporan keuangan
fiskal, yaitu:

1
- Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan
keuangan komersial. Artinya, meskipun laporan keuangan komersial atau
bisnis disusun berdasarkan prinsip akuntansi bisnis tetapi ketentuan pajak
sangat dominan dalam mendasari proses penyusunan laporan keuangan.

- Laporan keuangan fiskal ekstrakomtabel dengan laporan keuangan bisnis.


Artinya, laporan keuangan fiskal merupakan produk tambahan, diluar
laporan keuangan bisnis.

- Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketetntuan-


ketentuan pajak dalam laporan keuangan bisnis. Artinya, pembukuan yang
diselenggarakan perusahaan didasarkan pada prinsip akuntansi bisnis, akan
tetapi jika ada ketentuan perpajakan yang tidak sesuai dengan prinsip
akuntansi bisnis maka diprioritaskan adalah ketentuan pajak.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas timbul lah beberapa rumusan


masalah, diantaranya:

1. Jelaskan perbedaan laba fiskal dan laba komersial?

2. Jelaskan koreksi positif dan negative?

3. Jelaskan perhitungan Pph Badan?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penyusun, maka


tujuan dari penulisan ini antara lain:

1. Menjelaskan perbedaan laba fiscal dan laba komersial

2. Menjelaskan koreksi positif dan negative

3. Menjelaskan perhitungan pph badan

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis, makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan


penulis tentang Laporan Rekonsiliasi Fiskal, serta dapat memperoleh nilai
tugas untuk mata kuliah Akuntansi Perpajakan.

2. Bagi pihak lain, makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan serta untuk bahan referensi dalam
melakukan penelitiah ilmiah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Laba Fiskal dan Laba Komersial

Laporan keuangan fiskal merupakan informasi akuntansi yang dibuat


untuk kepentingan perpajakan, penyajiannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku beserta aturan pelaksanaannya.
Laporan keuangan fiskal adalah laporan yang dibuat untuk kepentingan
perpajakan yang mengacu pada semua peraturan perpajakan, Laporan keuangan
fiskal mencakup:

 Neraca fiscal
 Perhitungan laba rugi dan perubahan laba ditahan
 Penjelasan laporan keuangan fiscal
 Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiscal
 Ikhtisar kewajiban pajak
Laporan keuangan komersial disusun berdasarkan standar-standar yang
telah ditetapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang bersifat netral atau tidak
memihak.

Jika kita bandingkan antara laporan keuangan komersial dan laporan


keuangan fiskal maka dapat kita ketahui beberapa hal terkait dengan
perbedaannya, yaitu:

- Pendapatan atau Penghasilan

Konsep penghasilan menurut akuntansi dan perpajakan berbeda. Ini


merupakan hal yang wajar, mengingat tujuan dan pembuat kebijakan pada
kedua laporan keuangan tersebut juga berbeda. Pada akuntansi atau komersial,
pendapatan (revenue) dan penghasilan (income) adalah hal yang berbeda,
tetapi keduanya masuk dalam laporan keuangan, sedangkan di dalam
akuntansi pajak atau fiskal pendapatan adalah penghasilan.

4
Definisi pendapatan menurut IFRS dalam IAS 18, Pendapatan
atau revenue adalah arus masuk bruto atas manfaat ekonomi selama periode
tertentu yang timbul dari aktivitas biasa dari suatu perusahaan atau entitas di
mana arus kas masuk tersebut menghasilkan peningkatan ekuitas, selain
dari peningkatan yang terkait kontribusi dari para pemilik modal.

Sedangkan, menurut UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak


Penghasilan, “penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia
atau luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan Wajib Pajak dengan nama serta dalam bentuk apapun.”

Selanjutnya pajak merinci penghasilan kedalam tiga kategori, yaitu;


penghasilan yang merupakan objek pajak, penghasilan yang dikenakan pajak
final dan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan. Atas
perbedaan tersebut, maka terjadilah perbedaan laba dalam akuntansi komersial
dan akuntansi fiskal di mana pada akuntansi fiskal terdapat penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak yang artinya penghasilan tersebut tidak
menyebabkan kenaikan laba fiskal.

- Beban atau Biaya

Sama halnya dengan konsep pendapatan yang berbeda antara akuntansi


komersial dan akuntansi fiskal, konsep beban pada kedua laporan ini juga
berbeda. Beban pada akuntansi komersial didefinisikan sebagai penurunan
manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar
atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal
(IAI, 2007:13). Beban pada akuntansi komersial berbeda dengan biaya.

Perbedaanya terletak pada adanya man faat ekonomi di masa mendatang


untuk biaya. Pada akuntansi pajak beban didefinisikan sebagai biaya untuk
menagih, memperoleh, dan memelihara penghasilan atau biaya yang
berhubungan langsung dengan perolehan penghasilan.

5
Akan tetapi, tidak semua biaya dapat diakui sebagai pengurang pada
laporan keuangan fiskal, meskipun biaya tersebut digunakan untuk operasional
perusahaan. Hal ini dikarenakan pada akuntansi fiskal biaya dikelompokan
menjadi dua, yaitu biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto (deductible expense) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (non deductible expense).

Adapun rincian biaya-biaya yang termasuk dalam


kelompok deductible dan non deductible diatur oleh peraturan yang dibuat
oleh pemerintah, perusahaan tidak dapat mengklasifikasikannya sendiri.
Perbedaan inilah yang membuat laba pada laporan keuangan fiskal dan
laporan keuangan komersial berbeda.

- Metode Perhitungan Persediaan

Metode perhitungan persediaan menurut Standar Akuntansi Keuangan


(SAK) ada tiga, yaitu rumus biaya masuk pertama-keluar pertama ( First In
First Out), rata-rata tertimbang (Weigth Average Cost Method) dan masuk
terakhir keluar pertama (Last In First Out-LIFO) (SAK 14, 2017).

Namun, undang-undang pajak penghasilan Indonesia, perhitungan metode


persediaan hanya dibolehkan menggunakan dua metode, yaitu metode rata-
rata atau dengan metode FIFO. Metode LIFO tidak diperbolehkan pada
akuntansi fiskal hal ini dikarenakan perhitungan dengan metode LIFO
membuat nilai pajak terutang menjadi lebih kecil.

- Metode Penyusutan

Akuntansi menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya


walaupun penentuan umur tersebut tidak terlepas dari
tafsiran judgement. Akuntansi komersial memiliki beberapa metode
penyusutan yaitu:

6
 Metode garis lurus atau straight line method yang menghasilkan
pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika dinilai residunya
tidak berubah.

 Metode Saldo Menurun atau diminishing balance method yang


menghasilkan pembebanan menurun selama umur manfaat aset.

 Metode Jumlah Unit atau sum of the unit method yang menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset (IAI,2007).

Sedangkan pada akuntansi fiskal dengan merujuk ketentuan perpajakan


hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus dilaksanakan wajib
pajak berdasarkan pasal UU No. 36 tahun 2008 pasal 11 tentang Pajak
Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo menurun
yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud)
dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat. Adapun rinciannya
tertuang pada peraturan menteri keuangan No. 96/PMK.03/2009.

2.2 Koreksi Positif dan Negative

 Koreksi Positif

Intinya, tujuan dari koreksi positif adalah menambah laba komersil atau
laba Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Jadi, koreksi positif akan menambahkan
pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya-biaya yang sekiranya harus
diakui secara fiskal. Secara rinci, penyebab dari koreksi positif menurut Ortax.org
adalah:

1. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib


Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.

2. Dana cadangan.

3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang


diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.

7
4. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.

5. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.

6. Pajak penghasilan.

7. Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.

8. Sanksi administrasi.

9. Selisih penyusutan/amortisasi komersial di atas penyusutan/amortisasi


fiskal.

10. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang


dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

11. Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah
disebutkan di atas.

 Koreksi Negatif

Sebaliknya, tujuan dari koreksi negatif adalah mengurangi laba komersil


atau laba PhKP. Hal ini disebabkan oleh pendapatan komersil yang lebih tinggi
daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersil yang lebih kecil daripada
biaya-biaya fiskal. Penyebab dari adanya koreksi negatif sendiri adalah.

1. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak


termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha.

2. Selisih penyusutan/amortisasi komersial komersial di bawah


penyusutan/amortisasi fiskal.

3. Penyesuaian fiskal negatif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah
disebutkan di atas.

8
2.3 Perhitungan Pph Badan

 Cara Menghitung PPh Badan

Sebagai subjek pajak dalam negeri, badan memiliki kewajiban untuk


membayar pajak sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Kewajiban
tersebut akan berakhir ketika badan dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di
Indonesia. Untuk menghitung pajak yang dikenakan pada badan atas penghasilan
yang didapatkan, berikut mekanisme yang umum digunakan.

 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

Untuk mendapatkan nominal penghasilan kena pajak badan, kurangi


penghasilan neto fiskal dengan kompensasi kerugian fiskal. Apa itu penghasila
neto fiskal? Penghasilan neto fiskal adalah penghasilan neto yang diterima oleh
wajib pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah
melewati penyesuaian fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan.

Sementara itu, kompensasi neto fiskal adalah kerugian yang dialami


badan. Apabila menggunakan pembukuan, kerugian tersebut dapat dikompensasi
selama lima tahun secara berturut-turut. Nah, hasil dari pengurangan penghasilan
neto fiskal dan kompensasi kerugian fiskal tersebut adalah besaran penghasilan
kena pajak yang dimaksud.

 Penghitungan PPh Terutang

Untuk mendapatkan nominal PPh terutang atau Pajak Penghasilan yang


dibayarkan, wajib pajak dapat mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif
pajak yang berlaku. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah
25%. Besar tarif ini mulai berlaku pada tahun pajak 2010.

Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada wajib pajak badan dalam negeri
dengan ketentuan sebagai berikut:

9
1. Berbentuk perseroan terbuka.

2. Memiliki sedikitnya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan


diperdagangkan di bursa efek Indonesia.

3. Tarif yang dikenakan sebesar 5% lebih rendah daripada tarif normal.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka cara menghitung tarif PPh badan


adalah sebagai berikut:

Apabila suatu badan memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak senilai


Rp1.000.000.000, maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah 25% x
Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000.

Sementara itu, penghasilan yang dipotong dengan Pajak Penghasilan yang


bersifat final, tidak termasuk dalam ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam
aturan tersendiri berdasarkan Peraturan Pemerintah.

 Ketentuan Lain Mengenai PPh Badan

Selain mekanisme penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan


penghitungan PPh terutang, ada pula hal lain yang perlu dipahami sebelum PPh
badan. Salah satunya, mengetahui maksud peredaran bruto dan kepentingannya
dalam penghitungan PPh Badan. Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang
diterima, baik orang pribadi maupun badan.

Catatan mengenai peredaran bruto dapat diketahui melalui pembukuan


yang dilaksanakan oleh badan dalam satu tahun. Apabila wajib pajak memilih
untuk tidak melakukan pembukuan, maka PKP akan dihitung berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto. Sebaliknya, jika Wajib Pajak melakukan
pembukuan yang benar, penghitungan PKP dilakukan berdasarkan catatan yang
tertulis di pembukuan.

Dalam hal menghitung penghasilan neto fiskal untuk PKP, jumlah


peredaran bruto dapat dikurangi oleh biaya-biaya yang terpakai. Norma
Penghitungan Penghasilan Neto yang dimaksud dapat dilihat dalam pasal 14 UU

10
No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku,
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dibagi dalam 2 jenis berdasarkan jumlah
peredaran bruto, yaitu:

1. Peredaran Bruto sampai dengan 50 miliar rupiah

Wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto hingga
Rp50 miliar akan mendapatkan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang
berlaku pada Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008. Tarif ini dikenakan atas
penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang berjumlah Rp4,8 miliar.

Jadi, penghitungan PPh Badan yang terutang dengan peredaran bruto


kurang dari Rp50 miliar adalah:

 Peredaran bruto kurang atau sama dengan Rp4,8 miliar adalah 50% x
25% x penghasilan kena pajak.

 Peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar adalah
[(50% x25%) x penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas] +
[25% x penghasilan kena pajak tidak memperoleh fasilitas].

2. Peredaran Bruto di atas Rp50 miliar

PPh badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan
dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif.

Jadi, besar PPh badan tetap 25% dikalikan penghasilan kena pajak.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh WP karena terdapat perbedaan


perhitungan, khususnya laba mennurut akuntansi dengan laba menurut
perpajakan. Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai
kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan
keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.

Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun


berdasarkan SAK, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun
berdasarkan peraturan perpajakan. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan
keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas.

3.2 Saran

Dalam mengikuti proses pembelajaran Akuntansi Perpajakan, harus


di perhatikan dengan baik seperti perbedaan laba fiscal dan laba komersial,
koreksi positif dan negative, perhitungan pph badan dan jurnal perhitungan pph
badan. Apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan kesalahan dalam penulisan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Mardiasmo, M. A. (2011). Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta:


ANDI Yogyakarta.

https://www.jurnal.id/id/blog/perbedaan-laporan-keuangan-fiskal-dan-komersial/

https://www.jurnal.id/id/blog/2018-pahami-koreksi-positif-dan-negatif-dalam-
rekonsiliasi-atau-koreksi-fiskal-laporan-keuangan-anda/

https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/tarif-pph-
badan#:~:text=Berdasarkan%20ketentuan%20tersebut%2C%20maka%20c
ara,.000%20%3D%20Rp250.000.000.

13

Anda mungkin juga menyukai