DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
( C0C019005 )
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Rekonsiliasi Fiskal”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Akuntansi Perpajakan. Harapan
kami semoga makalah ini dapat bermanfaat serta membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh sebab
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Jika satu entitas (WP) harus menyusun 2 laporan keuangan yang berbeda
maka disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, uang juga akan terjadi tidak
tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Untuk mengatasi masalah
tersebut digunakan beberapa pendekatan dalam penyusunan laporan keuangan
fiskal, yaitu:
1
- Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan
keuangan komersial. Artinya, meskipun laporan keuangan komersial atau
bisnis disusun berdasarkan prinsip akuntansi bisnis tetapi ketentuan pajak
sangat dominan dalam mendasari proses penyusunan laporan keuangan.
2
1.2 Rumusan Masalah
2. Bagi pihak lain, makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan serta untuk bahan referensi dalam
melakukan penelitiah ilmiah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Neraca fiscal
Perhitungan laba rugi dan perubahan laba ditahan
Penjelasan laporan keuangan fiscal
Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiscal
Ikhtisar kewajiban pajak
Laporan keuangan komersial disusun berdasarkan standar-standar yang
telah ditetapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang bersifat netral atau tidak
memihak.
4
Definisi pendapatan menurut IFRS dalam IAS 18, Pendapatan
atau revenue adalah arus masuk bruto atas manfaat ekonomi selama periode
tertentu yang timbul dari aktivitas biasa dari suatu perusahaan atau entitas di
mana arus kas masuk tersebut menghasilkan peningkatan ekuitas, selain
dari peningkatan yang terkait kontribusi dari para pemilik modal.
5
Akan tetapi, tidak semua biaya dapat diakui sebagai pengurang pada
laporan keuangan fiskal, meskipun biaya tersebut digunakan untuk operasional
perusahaan. Hal ini dikarenakan pada akuntansi fiskal biaya dikelompokan
menjadi dua, yaitu biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto (deductible expense) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (non deductible expense).
- Metode Penyusutan
6
Metode garis lurus atau straight line method yang menghasilkan
pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika dinilai residunya
tidak berubah.
Metode Jumlah Unit atau sum of the unit method yang menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset (IAI,2007).
Koreksi Positif
Intinya, tujuan dari koreksi positif adalah menambah laba komersil atau
laba Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Jadi, koreksi positif akan menambahkan
pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya-biaya yang sekiranya harus
diakui secara fiskal. Secara rinci, penyebab dari koreksi positif menurut Ortax.org
adalah:
2. Dana cadangan.
7
4. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
6. Pajak penghasilan.
8. Sanksi administrasi.
11. Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah
disebutkan di atas.
Koreksi Negatif
3. Penyesuaian fiskal negatif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah
disebutkan di atas.
8
2.3 Perhitungan Pph Badan
Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada wajib pajak badan dalam negeri
dengan ketentuan sebagai berikut:
9
1. Berbentuk perseroan terbuka.
10
No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku,
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dibagi dalam 2 jenis berdasarkan jumlah
peredaran bruto, yaitu:
Wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto hingga
Rp50 miliar akan mendapatkan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang
berlaku pada Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008. Tarif ini dikenakan atas
penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang berjumlah Rp4,8 miliar.
Peredaran bruto kurang atau sama dengan Rp4,8 miliar adalah 50% x
25% x penghasilan kena pajak.
Peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar adalah
[(50% x25%) x penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas] +
[25% x penghasilan kena pajak tidak memperoleh fasilitas].
PPh badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan
dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif.
Jadi, besar PPh badan tetap 25% dikalikan penghasilan kena pajak.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.jurnal.id/id/blog/perbedaan-laporan-keuangan-fiskal-dan-komersial/
https://www.jurnal.id/id/blog/2018-pahami-koreksi-positif-dan-negatif-dalam-
rekonsiliasi-atau-koreksi-fiskal-laporan-keuangan-anda/
https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/tarif-pph-
badan#:~:text=Berdasarkan%20ketentuan%20tersebut%2C%20maka%20c
ara,.000%20%3D%20Rp250.000.000.
13