MODUL PERKULIAHAN
P552110005
AKUNTANSI
KEUANGAN
KONTEMPORER
Tantangan Kontemporer di
Bidang Audit
Abstrak Sub-CPMK
11
Dr. Ronny Andesto, S.E., M.,M
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Magister Akuntansi
TANTANGAN KONTEMPORER DI BIDANG AUDIT
Topik ini membahas tantangan kontemporer di bidang audit. Aspek yang dibahas
adalah tantangan terkini di bidang audit; kualitas audit; keterampilan yang dibutuhkan
auditor; dampak pelaporan naratif terhadap audit; standar audit. Materi ini berasal dari
paper David Thompson (2018) yang berjudul “Contemporary Challenges in Audit”
dalam Comway & Byrne (2018), Editors, “Contemporary Issues in Accounting”, yang
memberikan gambaran umum (makro) tentang tantangan kontemporer di bidang audit.
Gambaran yang lebih spesifik (mikro) tentang tantangan audit di lingkungan kontemporer
diberikan pada bagian akhir modul ini dalam bentuk rekomendasi bacaan (textbook dan
artikel) yang relevan dengan topik tantangan di bidang audit. Berdasarkan gambaran
tersebut mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi, memahami, menjelaskan dan
mengevaluasi tantangan profesi audit di lingkungan kontemporer, termasuk di Indonesia,
sebagai fondasi untuk menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan dan tren perubahan
di bidang audit dimasa.
PENDAHULUAN
Pendapatan jasa audit berkontribusi sekitar 42% dari total pendapatan kantor
akuntan publik “Big4”; PWC, Deloitte, KPMG dan EY. Proporsi ini secara signifikan lebih
besar dibanding pendapatan lini jasa lainnya. Jasa konsultasi berkontribusi sebesar 35%
dan jasa perpajakan sebesar 23% (ICAS, 2016b). Lanskap yang dihadapi auditor berubah
Pembaca pers/media bisnis akan melihat bahwa dunia bisnis dapat menampung
orang-orang dengan etika yang meragukan. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya
kecurangan dan skandal yang tampaknya terjadi secara reguler. Dalam kasus seperti itu,
persepsi kesalahan sering dibagi secara subyektif antara manajemen perusahaan dan
Isu pokok lain yang mempengaruhi audit adalah munculnya “Big Data”, yang
memberikan peluang bagi auditor untuk menjadi lebih canggih dalam melakukan analisis
data, Misalnya, menggunakan teknik “Data Mining” untuk memprediksi tren dalam
database yang besar. Namun, hal ini menimbulkan tantangan pada “keterampilan (skill
sets)” auditor dalam memfasilitasi analisis yang diperlukan. Sistem informasi menjadi
lebih kompleks dan pengendalian internal menjadi lebih canggih, seringkali tertanam
(embedded) tanpa terlihat dalam sistem informasi klien. Auditor membutuhkan
keterampilan matematis dan teknologi informasi (TI) untuk menangani teknologi informasi
yang berubah dengan cepat ini. Ada perdebatan apakah latar belakang akuntansi saja
sudah memadai, dan apakah latar belakang teknologi informasi (TI) mungkin lebih tepat
untuk mengatasi tuntutan tersebut.
Tantangan juga ditujukan kepada pembuat standar, terutama IAASB, dalam hal
kecukupan standar audit yang ada saat ini. Dapat dikatakan bahwa sehubungan dengan
peluang kemajuan yang pesat untuk inovasi yang diciptakan oleh kemajuan teknologi,
standar yang ada dapat dilihat lebih sebagai penghambat (inhibitors) ketimbang sebagai
pendukung (enablers) praktik terbaik di masa depan. Inovasi sedang dituntut oleh
pengguna dan yang dituju adalah praktisi di negara-negara maju. Sebagai contoh, konsep
pengambilan sampel audit (audit sampling) dapat dianggap telah usang jika kemampuan
untuk menguji seluruh kumpulan data (populasi data) dapat dilakukan.
Meskipun tentu saja tidak lengkap, Modul ini akan memberikan gambaran umum
tentang beberapa masalah yang saat ini dihadapi oleh profesi audit dan tantangan yang
ditimbulkannya terhadap keahlian yang dibutuhkan auditor dan mempertimbangkan
pendekatan mendasar untuk proses audit ke depan.
Dari sudut pandang yang lebih teoretis, kualitas audit diwujudkan melalui “Audit
Quality Forum” ICAEW, yang mempromosikan perdebatan tentang masalah kualitas
audit. Seri debat pada November 2017 diberi judul yang tidak menyenangkan “Do We
Still Need Auditors?” (ICAEW, 2018). Audit telah memainkan peran penting selama
bertahun-tahun dan merupakan bagian integral dari kerangka peraturan yang secara
umum diterima bahwa auditor akan selalu memiliki peran untuk dimainkan. Namun,
lanskap telah berubah pada fungsi utama dari sekumpulan laporan dan ini mungkin
memerlukan evolusi yang signifikan dalam proses audit untuk tetap relevan di dunia bisnis
modern. “Debat relevansi” ini adalah kekuatan pendorong di balik keinginan kantor
akuntan publik untuk berinovasi. Ini juga merupakan risiko utama bagi regulator dan
meningkatkan motivasi mereka untuk mengundang diskusi tentang potensi perubahan
standar agar tetap berkualitas (sesuai dengan tujuannya).
Tambahan lain yang relatif baru adalah Pedoman Tata Kelola Kantor Akuntan
Publik (Audit Firm Governance Code) yang berlaku untuk sejumlah kecil kantor
akuntan publik yang mengaudit lebih dari 20 perusahaan publik (ICAEW, 2017c). Kantor
akuntan publik lain juga dapat mengikuti panduan ini secara sukarela. Iterasi 2016 dari
Pedoman ini telah memperkenalkan langkah-langkah seperti persyaratan tentang
Direktur Independen hadir dalam struktur tata kelola kantor akuntan publik. Pedoman ini
juga menuntut lebih banyak komunikasi antara kantor akuntan publik dan investor pada
perusahaan publik. Hal ini serupa dengan prinsip-prinsip dalam bagian “hubungan
dengan pemegang saham (relation with shareholders)” pada Pedoman Tata Kelola
Perusahaan (Corporate Governance Code) Inggris. Hal ini seharusnya dapat
mengatasi masalah kekosongan tata kelola di mana investor institusional besar membeli
Hal ini disebabkan tingginya tingkat kekritisan yang dibutuhkan dalam gaya
pembelajaran mendalam di pendidikan tinggi dan persyaratan untuk mendukung
pernyataan yang serupa dengan cara auditor mencari bukti yang menguatkan (Leopold &
Vickerman, 2010). Strategi yang jelas untuk menerapkan mekanisme yang
memungkinkan mereka mengembangkan pola pikir skeptis dan menerapkannya secara
nyata dapat membantu mengubah persepsi. ICAEW telah mulai mengembangkan
produksi sinema yang imersif dan berkualitas sebagai materi pelatihan untuk membantu
mengembangkan proses pemikiran yang skeptis. Film seperti “False Assurance” dan
“Without Question” telah diperkenalkan dengan tujuan “Melalui pendidikan, kami
bermaksud untuk membantu perusahaan membuat keputusan yang tepat tentang
masalah etika” (ICAEW, 2017a). Arnold Schilder, Ketua IAASB berkomentar bahwa
ada hubungan yang kuat antara skeptisisme profesional dan peran “nada di atas (tone
of the top)” dan “nada di tengah (tone at the middle)” (Schilder, 2017). Hal ini
menunjukkan bahwa karena Pedoman Tata Kelola Kantor Akuntan Publik lebih
berpengaruh, hal itu akan mengarah pada peningkatan skeptisisme profesional.
Pengalaman penulis:
Bidang menarik lainnya adalah Artificial Intelligence (AI) yang diterapkan dalam
proses audit. Saat ini, kantor akuntan publik sedang bereksperimen dibidang ini.
Teknologi ini merupakan perluasan Computer Assisted Audit Techniques (CAATs).
Teknologi ini dapat, misalnya, memeriksa sekumpulan data besar dan menerapkan
algoritma yang mensimulasikan penilaian dalam mendeteksi anomali. PWC berhasil
menggunakan teknologi ini dan menjadi pemenang Digital Accountancy Forum and
Awards’ Audit Innovation of the Year (PWC, 2017). Menariknya, PWC bermitra dengan
perusahaan tekonologi informasi (TI) terkemuka untuk mengembangkan kemampuan ini.
Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan teknologi tersebut mungkin berada diluar
keahlian dan kemampuan pengembangan kantor akuntan publik itu sendiri dan keahlian
yang signifikan diperlukan dalam membawa inovasi ini ke pasar. Sementara itu, inovasi
semacam itu kemungkinan akan tetap berada dalam domain kantor akuntan publik besar,
yang memiliki kekuatan finansial untuk terlibat dalam usaha patungan tersebut.
Sebaliknya, kita mungkin melihat semakin banyak perusahaan perangkat lunak komputer
memasuki arena audit. Perusahaan-perusahaan tersebut kemungkinan akan berusaha
untuk mengkaitkan (link up) kantor akuntan publik untuk mengakses basis klien mereka.
Semakin banyak rekrutan baru untuk audit yang direkrut dari latar belakang non-
akuntansi (King, 2016). Ini lebih sering terjadi secara historis dalam peran audit internal
dimana ruang lingkupnya lebih bervariasi. Namun, keahlian yang lebih luas semakin
dibutuhkan dalam peran audit eksternal. Namun ada tantangan untuk menjadikan audit
sebagai proposisi yang menarik bagi mereka yang memiliki spesialisasi lebih unik seperti
di bidang teknologi informasi (TI), yang dapat berkembang di industri mereka sendiri.
Audit umumnya dilihat sebagai batu loncatan di sepanjang jalur karir ke posisi lain.
Banyak auditor pemula tertarik dengan potensi pengalaman. Mereka tahu bahwa mereka
akan memperoleh pengalaman yang luas saat mereka mengunjungi perusahaan demi
perusahaan dengan hak akses yang memungkinkan mereka untuk melihat bagaimana
bisnis yang berbeda menghasilkan uang dan mengoperasikan sistem mereka. Setelah
beberapa tahun, banyak auditor senior memilih untuk fokus pada satu bidang akuntansi
tertentu saat mereka maju dalam karir mereka. Banyak yang akan menetap untuk bekerja
di satu perusahaan dalam tim keuangan mereka dan menggunakan pengetahuan mereka
yang luas untuk meningkatkan fungsi tersebut. Hanya sebagian kecil yang akan maju
melalui peringkat audit ke posisi manajer dan mitra/direktur dalam praktik. Oleh karena
Di masa depan, praktik yang lebih dekat adalah banyaknya peluang dalam
kemajuan teknologi yang akan menguntungkan sistem dan pengendalian seperti Radio
Frequency Identification (RFID) (Leavins & Ramaswamy, 2013). Perusahaan
menerapkan teknologi ini untuk merampingkan operasi mereka. Auditor harus melakukan
pengujian pengendalian untuk memastikan teknologi ini ada dan beroperasi secara efektif
selama periode akuntansi. Sebagai contoh, verifikasi fisik aset dapat dilakukan dari layar
komputer jika auditor dapat meyakinkan dirinya bahwa efektivitas operasi sistem tersebut
adalah baik selama periode pelaporan.
Data Analytics dan pengambilan wawasan yang bermanfaat dari Big Data akan
memberikan informasi tambahan kepada auditor untuk digunakan dalam prosedur
analitis. Hasil yang dihasilkannya mungkin tidak dipahami ketika standar audit yang ada
dibuat. Kantor akuntan publik cenderung bertindak sebagai pelopor dalam mendorong
inovasi dalam proses audit. Kantor akuntan publik sangat ingin melakukannya karena ini
akan bertindak sebagai keunggulan kompetitif utama. Kantor akuntan publik ingin
bertindak lebih jauh dan melampaui standar jasa minimum yang disyaratkan oleh Standar
Audit. Pengguna laporan keuangan di negara maju juga menuntut inovasi untuk
memenuhi kebutuhan informasi mereka yang meningkat (Gambier & Jeffrey, 2016).
Manfaat penggunaan Data Analytics dengan jelas disorot oleh Arnold Schilder, Ketua
IAASB, yang menyatakan bahwa penggunaan Data Analytics dalam audit dapat
mengarah pada penilaian risiko yang lebih terinformasi (berbasis informasi), melalui
pemahaman tentang bisnis auditan, dan lebih banyak bukti yang tersedia untuk
mendukung perilaku skeptis profesional (Schilder, 2017).
Sifat (nature) profesi audit mungkin perlu diubah untuk memenuhi kebutuhan
pelaporan naratif. Hal ini berdampak pada pembuat standar, proses audit dan keahlian
yang dibutuhkan. Pembuat standar seperti IAASB dipengaruhi oleh pelaporan naratif
karena standar saat ini dirancang untuk mengaudit aspek keuangan saja. Standar baru
tentu akan dibutuhkan untuk mengatasi audit bentuk permodalan lainnya. Ini akan
memiliki pengaruh yang signifikan pada metodologi audit, dengan fokus yang lebih besar
pada penciptaan nilai secara keseluruhan daripada profitabilitas dan solvabilitas. Auditor
juga harus mengembangkan keahlian mereka untuk mengaudit kriteria kinerja baru dan
yang muncul untuk menilai apakah pengungkapan naratif baru masuk akal (wajar).
Auditor tidak dapat membentuk pandangan yang jelas tentang persyaratan saat ini karena
pelaporan naratif sedang dalam tahap perkembangannya (ACCA, 2015). Regulator telah
mulai mengumpulkan data dan mempromosikan diskusi tentang masalah pelaporan
naratif.
Auditor di Inggris saat ini diharuskan untuk membaca dengan teliti bagian dari
informasi pendukung naratif dalam Laporan Tahunan dan melaporkan dengan
pengecualian pada kata-kata yang kontradiktif. Ini adalah bagian dari aturan pelaporan
yang disempurnakan di Inggris, yang disyaratkan oleh International Standard on
Auditing (ISA) 700 – Forming an Opinion and Reporting on Financial Statements
(revisi Juni 2016) (IFAC, 2009). Oleh karena itu, auditor mungkin merasa mahir dalam
menemukan kata-kata yang bertentangan. Tantangannya mungkin datang dalam skala
narasi dan penilaian subjektif tentang apa yang merupakan kinerja yang baik dalam
pengukuran bentuk-bentuk modal lainnya.
Praktik bagian “penandaan (flagging)” dari laporan keuangan yang tidak dapat
diaudit kemungkinan akan diperlukan. Hal ini sering dilakukan dalam audit Lingkungan di
mana banyak ukuran kinerja tidak memiliki sumber data yang nyata dan dapat diukur
untuk mendukung klaim yang dibuat. Penandaan seperti itu bisa dikatakan mengurangi
nilai opini audit. Auditor memiliki sedikit kekuatan untuk memecahkan masalah ini dan
para peneliti di bidang indikator kinerja harus merancang Indikator Kinerja Utama (KPI)
baru yang dapat diaudit. Gerakan Pelaporan Terintegrasi berkembang dan memiliki
lebih dari 1500 perusahaan di seluruh dunia yang memproduksi Laporan Terintegrasi
untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan secara sukarela (IIRC, 2018).
Pelaporan Terintegrasi ini tidak mungkin menjadi wajib dalam jangka pendek karena
kesulitan dalam menemukan ukuran-ukuran yang dapat dikuantifikasi (quantifiable) dapat
diverifikasi (verifiable) yang menjadi dasar narasi dimasukkan didalamnya, namun tetap
menunjukkan arah perjalanan untuk pelaporan korporasi.
Luasnya tantangan diatas menunjukkan bahwa pekerjaan ini berada pada tahap
yang sangat awal. Makalah diskusi (discussion paper) menjelaskan bahwa tantangan
tersebut bukannya tidak dapat diatasi tetapi mengidentifikasi kebutuhan yang jelas untuk
mengembangkan pedoman bagi para praktisi dan bahwa analisis konseptual lebih lanjut
diperlukan untuk mengembangkan respons yang tepat terhadap tantangan tersebut
(IAASB, 2016). IAASB juga mencatat bahwa “kerangka kerja EER dan sistem
pelaporan entitas, pengendalian dan pengawasan yang mendukung persiapan
laporan EER mereka berada pada tahap awal pengembangan dan kemungkinan
akan semakin matang” (IAASB, 2016, hal. 8). Ini menambah bobot pandangan bahwa
ukuran kinerjalah yang perlu dikembangkan. Mereka melanjutkan dengan menyatakan
bahwa “mungkin terlalu dini untuk mengembangkan standar khusus tentang hal-hal
pokok (subject matter) yang definitif untuk menangani perikatan asurans EER”
(IAASB, 2016). Oleh karena itu, dari perspektif audit, IAASB melihat dan menunggu, tapi
audit kemungkinan akan diarahkan oleh perkembangan pelaporan keuangan ini.
Financial Reporting Lab adalah entitas yang didirikan dan didanai oleh Financial
Reporting Council (FRC). Tujuan mereka adalah untuk mengundang dan melakukan
Audit atas laporan naratif belum menjadi sesuatu yang wajib karena tidak ada
tuntutan atas audit laporan naratif dengan tingkat asurans yang wajar. Merupakan hal
ironis jika tidak bisa menjadi wajib hingga mampu diaudit dan ini tergantung pada inovasi
dalam pengukuran kinerja. Sementara itu, dimungkinkan untuk melakukan perikatan
asurans secara terbatas terhadap hal-hal pokok (subject matter) naratif. Audit atas
laporan naratif kemungkinan akan berada pada domain “perikatan asurans lain (other
assurance engagement)” di beberapa waktu mendatang. Opini tidak mungkin lebih
berbobot dibanding perikatan asurans pada Laporan CSR. Namun, penting bagi kantor
akuntan publik untuk mengembangkan proses tentang bagaimana melakukan perikatan
tersebut dan perubahan metodologi yang diperlukan.
STANDAR AUDIT
Ambang batas audit (audit threshold) meningkat dari 1 Januari 2016 (ICAS,
2016a) dan ini kemungkinan akan menyebabkan hilangnya pendapatan bagi kantor
akuntan publik yang lebih kecil. Tren ini kemungkinan akan meningkat untuk meringankan
beban entitas yang lebih kecil yang membutuhkan audit. Audit mungkin dipandang
semakin tidak relevan karena meningkatnya arus informasi dan saluran media yang
memungkinkan komunikasi dari perusahaan kepada pemangku kepentingan mereka. Ini
mungkin menjadi “self-preservation” dari profesi yang akan menjadi pendorong utama
bagi regulator audit karena mereka berusaha untuk berkembang agar tetap relevan.
“Perasaan yang luar biasa adalah bahwa baik audit tradisional maupun auditor
tradisional harus memberikan respons yang lebih cepat terhadap perubahan jika
mereka ingin tetap berkualitas (sesuai dengan tujuannya). Hal ini menimbulkan
tantangan bagi auditor : bagaimana memenuhi kebutuhan pengguna tanpa
mengorbankan independensi yang merupakan inti dari standar profesional auditor”
(ACCA, 2017, hlm. 10).
CATATAN
Bhaskar, K., Glower, J., & Sellers, R. 2019. Disruption in the Audit Market : The
Future of the Big Four. New York : Routledge.
Hay, D. 2020. The Future of Auditing. New York : Routledge.
Kesimli, I. 2019. External Audit and Quality. Singapore : Springer Nature
Singapore Pte Ltd.
Naqvi, A. 2020. Artificial Intelligence for Audit, Forensic Accounting, and
Valuation : A Strategic Perspective. New Jersey : John Wiley and Sons, Inc.
Westland. 2020. Audit Analytics: Data Science for the Accounting Profession.
Switzerland : Springer International Publishing;Springer.
ACCA. 2015. “The Challenges of Assuring Integrated Reports: Views from the South
African Auditing Community.”
http://www.accaglobal.com/content/dam/ACCA_Global/Technical/integrate/ea-
south-africa-Ir-assurance.pdf.
ACCA. 2017. “The Future of Audit.”
http://www.accaglobal.com/content/dam/ACCA_Global/Technical/audit/ea-future-
of-audit.pdf.
BBC. 2011. “Nick Leeson on Newsnight with Jeremy Paxman.”
https://www.youtube.com/watch?v=lsZ5rlBail4.
Fisher, Liz. 2018. “Pathology of Reporting.” AB Magazine.
FRC. 2016a. “Audit Quality Review.” https://www.frc.org.uk/auditors/auditquality-review.
FRC. 2016b. “Ethical Standard (2016) Integrity, Objectivity and Independence.”
https://www.frc.org.uk/getattachment/0bd6ee4e-075c-4b55-
a4adb8e5037b56c6/revised-Ethical-Standard-UK-June-2016.pdf.
FRC. 2017a. “25th Anniversary of the UK Corporate Governance Code.”
https://www.frc.org.uk/directors/corporate-governance-and-stewardship/uk-
corporate-governance-code/25th-anniversary-of-the-uk-corporate-governance-co.
FRC. 2017b. “Developments in Audit.” https://www.frc.org.uk/getattachment/915c15a4-
dbc7-4223-b8ae-cad53dbcca17/Developments-in-Audit-2016-17-full-report.pdf.
FRC. 2017c. “Independent Review of the Financial Reporting Council’s Enforcement
Procedures Sanctions Review Panel Report.”
FRC. 2017d. “Proposed Revisions to the UK Corporate Governance Code Appendix C –
Summary of Changes from 2016 UK Corporate Governance Code”.
FRC. 2017e. “The Lab.” https://www.frc.org.uk/getattachment/e3d916cec13a-415e-9633-
01c93218f79e/The-Lab-at-a-glance-April-2017.pdf.
Gambier, Andrew, and Nick Jeffrey. 2016. “The Future of Audit.”
https://www.ifac.org/global-knowledge-gateway/audit-assurance/discussion/future-
audit.
IAASB. 2016. “Supporting Credibility and Trust in Emerging forms of External Reporting:
Ten Key Challenges for Assurance Engagements.”
https://www.ifac.org/system/files/publications/files/IAASB-Discussion-
PaperIntegrated-reporting_0.pdf.